Nama:
Susi Susanti
Lahir:
Suami:
Alan Budikusuma
Anak:
- Lourencia Averina (1999)
- Albertus Edward (2000)
- Sebastianus Frederick (2003)
Prestasi:
- Hall of Fame dari International Badminton Federation (IBF), Mei 2004
- Herbert Scheele Trophy, 2002
- Juara All England (1990, 1991, 1993, 1994)
- Juara Dunia (1993)
- Juara Seri Grand Prix di Bali, 1990
- Tiga kali juara di Jepang Terbuka
- Juara Olimpiade Barcelona 1992
- Juara berbagai kejuaraan Seri Grand Prix dan Piala Dunia
itu Alan, pacarnya, juga juara di tunggal putra sehingga media asing menjuluki mereka sebagai
"Pengantin Olimpiade". Predikat pengantin ini rupanya terus melekat, terbukti saat mereka dipercaya
menjadi
pembawa
obor
Olimpiade
Athena
2004.
Prestasi yang mengharumkan nama bangsa juga diukir oleh Susi dengan meraih sederetan
kejuaraan. Dia menjuarai All England empat kali (1990, 1991, 1993, 1994). Sang juara yang punya
semangat pantang menyerah ini selalu menjadi ujung tombak tim Piala Sudirman dan Piala Uber. Juga
juara
dunia
(1993)
dan
puluhan
gelar
seri
grand
prix.
Kiprah Susi Susanti di dunia olahraga bulutangkis Indonesia memang luar biasa. Dalam setiap
pertandingan, ia menunjukkan sikap tenang bahkan terlihat tanpa emosi di saat-saat angka penentuan.
Semangatnya yang pantang menyerah meski angkanya tertinggal jauh dari lawan membuat banyak
pendukungnya
menaruh
percaya
bahwa
Susi
pasti
menang.
Berkat kegigihan dan ketekunannya, perempuan kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari
1971 ini turut menyumbang sukses tahun 1989 ketika Piala Sudirman direbut tim Indonesia untuk
pertama kalinya dan sampai sekarang belum lagi berulang. Dia pun turut menorehkan sukses saat
merebut Piala Uber tahun 1994 dan 1996 setelah piala itu absen lama dari Indonesia.
Semenjak SD, Susi sudah suka bermain bulutangkis. Kebetulan orang tuanya juga sangat
mendukung dan memberinya kebebasan untuk menjadi atlit bulutangkis. Setelah menang kejuaraan
junior, ia pindah dari Tasikmalaya ke Jakarta. Meski saat itu ia masih duduk di bangku 2 SMP, ia sudah
mulai
berpikir
untuk
serius
di
dunia
bulutangkis.
Kegiatan Susi berbeda dengan remaja lain karena ia tinggal di asrama dan bersekolah di sekolah
khusus untuk atlit. Ia mengaku menjadi kuper karena hanya berteman dengan sesama atlit. Bahkan
pacaran
pun
dengan
atlit.
Sebagai atlit, jadwal latihannya sangat padat. Enam hari dalam seminggu, Senin - Sabtu dari jam
7 sampai jam 11 pagi, lalu disambung lagi jam 3 sore sampai jam 7 malam. Makan, jam tidur, dan
pakaian juga ada aturannya tersendiri. Ia tidak diperbolehkan memakai sepatu dengan hak tinggi agar
kakinya terhindar dari kemungkinan keseleo. Jalan-jalan ke mal pun hanya bisa dilakukannya pada
hari
Minggu.
Itu
pun
jarang
karena
ia
sudah
terlalu
capek
latihan.
Memang tidak ada pilihan lain, ia harus disiplin dan berkonsentrasi untuk menjadi juara. Ia
akhirnya menyadari bahwa untuk meraih prestasi memang perlu perjuangan dan pengorbanan.
Kalau mau santai dan senang-senang terus, mana mungkin cita-cita saya untuk jadi juara bulutangkis
tercapai? Sekarang rasanya puas banget melihat pengorbanan saya ada hasilnya. Ternyata benar juga
kata
pepatah:
Bersakit-sakit
dahulu,
bersenang-senang
kemudian, kata
Susi mengenang.
Ketika masih menjadi pemain, Susi berusaha menjadikan dirinya sebagai contoh bagi para
pemain lainnya. Ia sangat berdisiplin dengan waktu saat berlatih atau di luar latihan. Sementara di
lapangan ia memperlihatkan semangat pantang menyerah sebelum pertandingan berakhir. "Saya
hanya
berharap
teman-teman
pemain
mengikuti
yang
baik-baik
dari
saya,"
kata
Susi.
Nyatanya, cara ini tidak melulu berhasil. Sepeninggal Susi (dan Mia Audina), sektor putri
bulutangkis Indonesia mandek. Piala Uber semakin jauh dan puncaknya, tidak satu pun pemain
tunggal
puteri
Indonesia
lolos
ke
Olimpiade
Athena2004.
Susi yang telah mundur mengakui merosotnya prestasi karena memang kekurangan bibit
pemain unggul. "Kita bisa saja memberi prasayarat pemain untuk berhasil, tetapi kalau bibitnya tidak
ada bagaimana?" Susi melihat popularitas bulutangkis semakin merosot sementara proses seleksi
melalui kejuaraan antarklub dan daerah semakin sedikit.
berusaha mengubah mindset mereka, ucap Susi yang mempersiapkan mereka selama lima bulan
sebelum bertanding. Tak jarang ia memasakkan tim ayam bila ada anak asuhnya yang kurang enak
badan sebagai wujud perhatiannya. Persis yang pernah dialaminya.
Masuknya Susi sebagai manajer tim putri sebenarnya merupakan hal yang istimewa. Saat
memutuskan berhenti dari bulutangkis, ia benar-benar menolak setiap permintaan untuk kembali ke
lapangan, apakah sebagai pemain, pelatih hingga manajer tim. Tapi permintaan Sutiyoso, Ketua
Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) untuk kesekian kalinya akhirnya mengusik
nasionalismenya. Lalu mau kapan lagi kamu membantu bulutangkis Indonesia?, ia mengutip
permintaan Sutiyoso sebelum akhirnya ia menyanggupi. Setidaknya untuk pertandingan ini saja.
Apakah ia akan meneruskan pekerjaan sampingannya sebagai manager, Susi hanya
tersenyum. Kesibukan bisnis yang dirintis sampai perusahaan raket ASTEC (berasal dari nama AlanSusi Technology), pijat sport, dan sekolah bulutangkis Karisma serta ketiga anaknya menjadi faktor
pertimbangannya. Sudah cukup 20 tahun di bulutangkis, sekarang waktunya saya menata keluarga,
ucap wanita kelahiran Tasik Malaya, 37 tahun lalu. Ia sendiri pernah ditawari berkali-kali untuk
menjadi pelatih di luar negeri dengan gaji lumayan besar dan jaminan masa depan, mengikuti rekanrekannya yang lain. Tapi Susi yang pernah bermasalah soal kewarganegaraan di Indonesia
menampiknya.
Ia juga menolak tegas saat beberapa partai menawarkannya menjadi calon legislatif, bahkan ada
pula yang menjanjikan menjadi menteri olahraga. Tapi pemilik nama Lucia Francisca Susi Susanti
memutuskan untuk menjadi orang biasa. Masuk politik itu menakutkan. Saya tak tahu siapa lawan,
siapa kawan. Sebagai atlit, jiwa saya sportif. Politik, mungkin tak sportif. Itu saya nggak mungkin bisa.
Saya tak mau banyak musuh, jelasnya. Bertahun-tahun hidup dalam dunia olahraga ternyata tak
hanya menempanya pada soal stamina tubuh, tapi juga sikap, dan juga moral, ini yang penting.
Memang akhirnya ironis bila pasangan cinta yang meraih medali Olympiade 1992 ini tidak
menginginkan ketiga anaknya mengikuti jejak di bulutangkis. Tawanya terasa getir saat ia berkata,
Sekolah saja deh.. Saya ingin mereka sekolah setinggi-tingginya, kalau bisa di luar negeri. Melanjutkan
cita-cita mama papanya yang nggak sekolah. Biar mereka bisa lebih dari kami. Kalaupun bisa
bulutangkis, cukuplah sebagai keahlian saja. Perihal masih suramnya masa depan atlit di Indonesia
barangkali masih mengganggu pikirannya.
Bila sekarang ia terlihat mapan, itu bukan berarti karena jaminan hidup yang diberikan
pemerintah atau instansi lain, seperti kehidupan para atlit di negara lain. Dia dan Alan memulainya
dari
nol,
penuh
pedih
perih
dan
jungkir
balik.
Untungnya, ia sudah terbiasa hidup mandiri dan bekerja keras. Saat bertanding di Jepang misalnya,
saya harus pintar mengalokasikan dana yang tak seberapa untuk mengatur pengeluaran, termasuk
biaya hotel dan makan. Bila tak cukup, saya membawa rice cooker, mi instan dan mencuci baju
sebelum bertanding. Makanya saya sudah kebal, tak manja, aku Susi yang memulai penjualan door to
door untuk mendapatkan pelanggan. Padahal untuk meyakinkan konsumen harus ada ilmunya.
Kami benar-benar tak punya..
Untungnya, saya orangnya ngototan, kalau sudah punya mau, saya kejar sampai berhasil.
Nggak mau kalah, ini sifat jelek saya. Bahkan sampai sekarang, kalaupun berantem kalah, tetap saja
merasa menang. Saya memang dikenal keras kepala, ia tertawa.
Kini bisnisnya sudah mulai berkembang. Ia menekuninya dengan penuh suka cita, sesuka cita
pada dunia bulutangkis yang pernah membesarkan namanya. Di perusahaan ASTEC miliknya itu, ia
mengembangkan raket khusus berdasarkan kebutuhan: single/double, pemain penyerang atau
pemain bertahan, profesional atau hobi. Di sini, Susi sendiri bertindak sebagai ahli pengembangan
perusahaan. Pabriknya ada di China. Soal pemasaran di Indonesia, ia melakukannya sendiri.
Kiranya ia masih menyimpan keinginan untuk membuat akademi bulutangkis di Indonesia.
Sebuah sekolah formal untuk bulu tangkis, terarah, berasrama, dan mendapat pendidikan sekolah
umum. Banyak pemain bulutangkis yang putus sekolah. Ini artinya mereka mengambil resiko terlalu
berat. Setidaknya mereka harus lulus SMA. Bila mereka gagal di bulutangkis, mereka masih punya
harapan untuk mengambil kuliah lagi, ucap Susi yang berharap tradisi emas bulutangkis tetap
dipertahankan Indonesia.
Dia rupanya punya pandangan lain soal pembinaan atlet. Menurutnya, atlit akan lebih cerdas
bila memiliki dasar pendidikan formal yang bagus. Karena otak sudah terbiasa dilatih, sudah biasa
menghafal. Bila bertanding, dia tahu persis apa keunggulan dan kekuatan lawan dan bagaimana
menghadapinya dengan cepat. Kalau tak terbiasa sekolah, di lapangan akan terlihat. Bulutangkis, atau
olahraga apapun, tidak hanya soal tenaga. Tapi juga kecerdasan.
Susi tampak begitu berapi-api saat bercerita tentang bulutangkis. Baginya, bulutangkis bukan
sekadar prestasi, tapi juga ekspresi dan bentuk seni yang indah. Saya ingin memberikan satu
tontonan kepada orang lain bahwa bulutangkis adalah seni yang menarik, bagus dan tidak
menjemukan. Saya menikmati saat memainkannya. Seperti sebuah seni, ada keindahan tersimpan di
sana, tukas Susi yang dikenal dengan gaya dropshot silangnya. Ia yang sejak kecil diikutkan sepatu
roda, berenang, balet oleh kedua orang tuanya tentu dengan sadar menggerakkan tubuhnya agar
gerakannya selalu indah. Saya belajar bulutangkis di depan cermin, jadi saya tahu gerakan saya bagus
atau tidak,ungkap Susi yang sangat menyukai gerak gemulai Li Ling Wei, musuh bebuyutan yang
juga pemain idolanya.
Itulah dunia bulutangkis yang dipandang Susi dengan penuh optimisme. Begitu pula ia
mengumpamakan kehidupan yang dihadapi seperti sebuah pertandingan. Untuk memenangkannya,
seorang atlit harus sudah berjalan cukup jauh: menggembleng semangat, menghilangkan rasa bosan,
menghilangkan kesenangan pribadinya misalnya pacaran atau jalan-jalan di mal seperti teman
sebayanya demi sebuah tujuan, yang mungkin saja bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk
nama besar sebuah bangsa.
Berbagai rangkaian peristiwa dan prestasi Susi diatas seolah menyatakan satu hal. Bahwa
dengan kerja keras, bahkan sangat keras, semua harapan bisa diwujudkan. Perjuangan bukanlah hal
yang instan. Kegalauan hanyalah menebalkan kelelahan. Karena itu, tak ada kata lain terhadap
kegalauan, selain kata: lawan!
Keunggulan Tokoh
Susi
Susa
nti
masa
hanya
terus
untuk
kemampuannya
dalam
bulutangkis.
Prestasi
yang
Dalam
setiap
pertandingan,
terburu-buru
dan
mengerjakan
emosi
suatu
pekerjaan.
semangat
menyerah
meski
putus asa.
Diteladani
1.
Kutipan Biograf
menyerah
2.
3.
Aspek
Kemiripa
Liem Swie
Susi
Valentino
King
Susanti
Rossi
n
1.
bulutangkis
yang Swie
King,
dia adalah
seorang
seorang pembalap
kebanggan legenda
bagi
Rossi
tersukses
telah
torehkan.
dengan
ia juara
masa
9
gelar
(sekali
di
Internasional.
Berkat
prestasi-
kali
di
kelas
ia
Moto GP)
raih
selama
menjadi
pemain
bulutangkis.
2.
Memulai karir
Sejak
atas dorongan
sudah
orang tua.
kecil
bermain sudah
bulutangkis
dorongan
tuanya.
atas bermain
orang bulutangkis.
memang
suka dilahirkan
untuk
menjadi pembalap.
Ia
tumbuh
di
yang
yang
sangat kebebasan
dan mendukung
karirnya. Ayahnya,
untuk Graziano
Rossi
mendukung
lebih
untuk menjadi
atlit adalah
concern bulutangkis.
seorang
pembalap besar di
terhadap
masa
bulutangkis. Selain
Otomatis
sudah
mendorong
berlatih
club
PB
di
Djarum
70-an.
orang
Rossi
Kecil
untuk
menjadi
melahirkan
seorang pembalap.
para
seorang
pemain Nasional.
3.
Kepribadian
Meskipun
yang sama-
menjadi
Rossi
seorang
sama rendah
hal
mengharumkan
membuatnya
sombong.
nama
dijelaskan bintang,
kepribadiannnya.
itu
tidak
tetapi
dia
rendah
hati
tetap bahawa,
Susi bersikap
ini berusaha
seorang
orang.
sebagai sangat
King contoh
bagi kepada
bulutangkis
sangat berdisiplin
Indonesia.
ramah
kepada
tau
namun
atau
di
latihan.
Sementara di luar
lapangan
ia
memperlihatkan
semangat pantang
menyerah sebelum
semua
Ia
juga
setia
teman
pertandingan
berakhir.
4.
Kegigihan
smangat
dan Seorang
pemain Berkat
juang bulutangkis
kegigihan Ketika
anak-anak
turut dengan
mainannya,
yang
usahanya.
membuatnya
sukses.
telah
torehkan.
ia tim
asyik
piala motor
Rossi
dengan
balap
untuk
pertama
kalinya
dan
sampai
sekarang
belum
berulang.
lagi
di