Mimba
Mimba
ABSTRAK
Sebagian besar petani kapas di Lamongan, Jawa Timur, masih menggunakan insektisida kimia untuk mengendalikan penggerek buah kapas, H. armigera. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kapas adalah penggunaan insektisida kimia sintetik secara intensif yang telah mengakibatkan ulat H. armigera resisten, sehingga kerusakan tanaman meningkat. Satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah mensubstitusi insektisida kimia sintetik dengan insektisida botani atau biologi, seperti serbuk biji mimba (SBM) dan nuclear polyhedrosis virus (NPV) yang selain efektif
terhadap hama sasaran juga aman bagi musuh alami. Hasil penelitian membuktikan bahwa SBM sinergis dengan NPV
dan aplikasinya secara kombinasi meningkatkan mortalitas ulat dan menurunkan bobot ulat hidup. Analisis ekonomi
pengendalian H. armigera dengan kombinasi SBM dan NPV dapat mengurangi biaya pengendalian sekitar 63,4% dan
meningkatkan pendapatan hingga 32,7% dibanding pengendalian dengan insektisida kimia betasiflutrin.
Kata kunci: H. armigera, serbuk biji mimba, NPV, sinergis, mortalitas.
PENDAHULUAN
Berkembangnya industri tekstil di dalam negeri menyebabkan kebutuhan serat kapas meningkat, dan sebagian besar kebutuhan tersebut dipenuhi dari impor yang mencapai 450 760 ribu ton
setiap tahunnya, atau kira-kira 99,5% dari kebutuhan serat nasional (Sagala, 2006; Hadi, 2006). Di
Indonesia, umumnya kapas dibudidayakan di lahan
kering dengan produktivitas rata-rata 500 800 kg/
ha. Hasil tersebut sesungguhnya dapat ditingkatkan
hingga 1,5 2,0 ton/ha apabila diusahakan di lahan
berpengairan teknis (Hasnam et al., 1998). Selain
dipengaruhi oleh kondisi lahan marginal beriklim
kering dengan curah hujan rendah, tingginya serangan hama, khususnya ulat penggerek buah H.
armigera menyebabkan produktivitas kapas berbiji
semakin menurun. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka kapas mulai dikembangkan di lahan sawah tadah hujan dengan sistem tanam tumpang
sari dengan palawija.
*) Masing-masing peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang
84
rong upaya untuk mencari teknik pengendalian hama alternatif. Salah satunya adalah pemanfaatan
sumber daya alam yang potensial sebagai bahan
pestisida, misalnya tanaman mimba (Azadirachta
indica A. Juss.) dan patogen serangga Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV). Secara individu, kedua
agensia biologi tersebut memiliki potensi tinggi dalam pengendalian hama H. armigera. Secara kombinasi, keduanya juga efektif meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengendalian hama, sehingga
dalam jangka panjang keduanya berpeluang menjadi komponen pengendalian hama yang dapat mensubstitusi peran insektisida kimia dalam pengendalian hama kapas.
Tulisan ini menyajikan informasi tentang
prospek pemanfaatan kombinasi serbuk biji mimba
(SBM) dan NPV dalam pengendalian ulat penggerek buah kapas H. armigera pada tumpang sari
kapas dan palawija di lahan sawah.
85
Interaksi
Aditif
Aditif
Aditif
Sinergis
Mortalitas
(%)
2,42 a
23,32 b
35,83 c
27,50 b
55,85 c
55,83 d
67,45 d
51,67 e
78,35 f
Bobot
(mg)
58,87 d
8,60 bc
6,25 ab
11,62 c
10,25 c
8,20 bc
4,92 ab
5,55 ab
3,42 a
86
beda nyata. Bobot ulat yang lebih rendah dari bobot normalnya (kontrol) menunjukkan bahwa pertumbuhan ulat tersebut terganggu oleh bahan-bahan yang terkandung dalam perlakuan. Akibatnya,
ulat tidak mampu berkembang ke stadia pupa maupun imago, sehingga populasi generasi berikutnya
menurun.
Pengendalian H. armigera dengan kombinasi SBM dan NPV berpotensi menyediakan lingkungan yang lebih ideal bagi perkembangan musuh
alami (parasitod dan predator). Hal ini disebabkan
baik SBM maupun NPV tidak mengandung bahanbahan kimia beracun yang dapat membahayakan
musuh alami. Oleh karena itu, digunakannya SBM
dan NPV pada tumpang sari kapas dan palawija
berpotensi meningkatkan peran musuh alami
(Parajulee et al., 1997; Verkerk et al., 1998). Meskipun efektifitas SBM dan NPV mudah diturunkan oleh sinar ultraviolet, tetapi dengan mengatur
waktu aplikasi yaitu pagi hari sebelum jam 8 dan
sore hari setelah jam 3, maka kemungkinan penurunan efektifitas dapat diperlambat.
Patogen serangga NPV juga memiliki keistimewaan lain, yaitu dapat ditularkan (transmisi) secara vertikal dari induk terinfeksi ke generasi berikutnya melalui kontaminasi telur (Murray dan
Elkinton, 1990; Myers et al., 2000; Indrayani et
al., 2003b). Tentu saja hal tersebut sangat potensial
meningkatkan peran NPV sebagai faktor mortalitas
biotik di alam, sehingga berpotensi menjaga keseimbangan populasi inang patogen.
Selain tanaman, tanah juga merupakan habitat potensial berbagai patogen serangga, terutama
NPV. Keberadaan NPV di dalam tanah biasanya
terbawa oleh bangkai ulat yang mati terinfeksi
NPV dan inokulum ini selanjutnya mengawali
pembentukan epizootik NPV yang semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya populasi
inang terinfeksi. Hal ini juga berarti bahwa meskipun belum pernah dilakukan aplikasi NPV di
suatu tempat, tetapi dengan adanya mekanisme pe-
nularan secara vertikal, maka inokulum yang jumlahnya terbatas akan berkembang cepat apabila
kondisi lingkungan dan populasi inang mendukung. Seperti yang terjadi di Lamongan, yaitu ditemukan sejumlah bangkai ulat Spodoptera litura
(F.) yang menunjukkan gejala terinfeksi NPV pada
pertanaman kapas petani. Hal yang sama juga pernah terjadi pada patogen lain, yaitu adanya gejala
serangan cendawan entomopatogen Nomuraea rileyi pada ulat H. armigera dan S. litura yang dikoleksi dari pertanaman tembakau di Temanggung
pada tahun 1999 2001.
Sehubungan dengan persistensi NPV di lapang, maka di daerah-daerah penamanan kapas
yang tidak melakukan olah tanah sebelum tanam,
epizootik NPV di dalam tanah cenderung lebih stabil. Hal ini disebabkan proses pengolahan tanah
berpotensi mengubah posisi inokulum NPV dari tidak terkena paparan sinar ultraviolet menjadi lebih
mudah terinaktivasi. Oleh karena itu, penggunaan
SBM dan NPV perlu diterapkan di lingkungan seperti itu.
Salah satu hasil penelitian kapas di Lamongan menunjukkan bahwa pengendalian H. armigera sudah dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan peran faktor mortalitas biotik terutama
musuh alami, atau tanpa insektisida kimia sintetis
(Nurindah et al., 2004). Namun demikian, hingga
saat masih sulit meyakinkan sebagian petani kapas
setempat untuk tidak melakukan penyemprotan
(unsprayed) insektisida kimia sintetis pada pengen-
dalian H. armigera. Hal ini tentunya menjadi masalah yang harus ditemukan solusinya. Karakter
petani kapas yang tetap spray-minded memunculkan peluang untuk memanfaatkan agen pengendalian hama yang lain sebagai substitusi insektisida
kimia sintetis, seperti SBM maupun patogen serangga yang selain efektif pada hama sasaran juga
aman bagi lingkungan.
Lingkungan ekosistem tumpang sari kapas
dan palawija cukup mendukung upaya penerapan
teknologi pengendalian hama dengan kombinasi
SBM dan NPV tersebut, karena kelembaban lingkungan lebih terjaga oleh penggunaan bahan penutup tanah, seperti mulsa jerami juga menyediakan
lingkungan yang sesuai bagi perkembangan patogen serangga. Hasil penelitian analisis ekonomi
menunjukkan bahwa pengendalian H. armigera dengan kombinasi SBM+NPV lebih efisien karena
dapat mengurangi biaya pengendalian hama hingga
63,4% dan meningkatkan pendapatan sebesar
32,7% dibanding penggunaan insektisida kimia
sintetis (Indrayani dan Winarno, 2005) (Tabel 3).
Saat ini sebagian petani binaan Balittas di
Lamongan sudah mampu membuat dan mengaplikasikan sendiri SBM sehingga peluang untuk mengenalkan komponen pengendalian hama yang
lain, seperti NPV kemungkinan akan lebih mudah
dilakukan asalkan sebelumnya dilakukan sosialisasi pengenalan produk dan manfaatnya kepada petani pengguna.
Tabel 3. Analisis ekonomi pengendalian H. armigera dengan kombinasi SBM dan NPV
Variabel
SBM+NPV
1. Penerimaan (Rp)1
2 946 000
2. Biaya pengendalian hama
160 555
(Rp)
(63,4%)2
3. Pendapatan atas biaya
2 785 455
pengendalian (Rp)
(32,7%)2
4. Tambahan penerimaan (Rp)
909 500
5. MRR atas kontrol
4,66
6. MRR atas betasiflutrin
4,28
Keterangan: 1 Penerimaan dari kapas dan kedelai
2
Dibandingkan dengan betasiflutrin
SBM
2 372 000
284 430
Komponen perlakuan
NPV
Betasiflutrin
2 356 240
2 536 990
233 330
438 880
2 087 580
2 122 910
2 098 110
335 500
0,18
0,04
319 730
0,37
0,11
500 480
0,14
-
Kontrol
2 036 510
0
2 036 510
-
87
KESIMPULAN
Ketergantungan pada insektisida kimia dalam pengendalian H. armigera pada kapas dapat
dikurangi dengan memanfaatkan insektisida botani
SBM dan insektisida biologi NPV. SBM sinergis
dengan NPV dan aplikasinya secara kombinasi meningkatkan mortalitas dan menurunkan bobot ulat
hidup. Analisis ekonomi pengendalian H. armigera
dengan kombinasi SBM dan NPV mengurangi
biaya pengendalian sekitar 63,4% dan meningkatkan pendapatan hingga 32,7% dibanding pengendalian dengan insektisida kimia betasiflutrin.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, T., B. Sulistiono, dan S.A. Wahyuni. 2002. Sistem usaha tani kapas di Indonesia. Monograf
Balittas No 7, Buku 1: Kapas. Balai Penelitian
Tanaman Tembakau dan Serat, Malang. Hal. 55
62.
Cook, S.P., R.E. Webb, and K.W. Thorpe. 1996. Potential enhancement of the Gypsy Moth (Lepidoptera:
Lymantriidae) Nuclear Polyhedrosis Virus with
the triterpene azadirachtin. Environ. Entomol.
25(5): 1209 1214.
Gupta, G.P. and A. Birah. 2001. Growth inhibitory and
antifeedant effect of azadirachtin-rich formulations on cotton bollworm (Helicoverpa armigera).
Indian Journal of Agricultural Sciences 71(5):
325 328.
Hadi, P.U. 2006. Analisis dampak pencabutan subsidi
ekspor kapas negara maju terhadap ekonomi kapas
Indonesia. Panduan Lokakarya Nasional Kapas
dan Rami, Surabaya 15 Maret 2006. 95 hal.
Hasnam, S. Sumartini, E. Sulistyowati, Kristamtini, N.
Ibrahim, dan IGAA. Indrayani. 1998. Simultaneous improvement of yield and fiber quality of
cotton. Indonesian Journal of Crop Science 13(1):
7 14.
Indrayani, IG.A.A. 2003a. Agen hayati nuclear polyhedrosis virus dan potensinya dalam mengendalikan
penggerek buah kapas Helicoverpa armigera
88
doptera: Lymantriidae) egg via contaminated substrates. Environ. Entomol. 19: 662 665.
Myers, J.H., R. Malakar, and J.S. Cory. 2000. Sublethal
nucleopolyhedrosis virus infection effects on female pupal weight, egg mass size, and vertical
transmission in gypsy moth (Lepidoptera; Lymantriidae). Environ. Entomol. 29(6): 1268 1272.
Nurindah, D.A. Sunarto, T. Basuki, Sujak, dan D.H.
Parmono. 2004. Pengembangan model PHT Helicoverpa armigera pada perkebunan kapas rakyat.
Laporan Teknis Hasil Penelitian Balai Penelitian
Tanaman Tembakau dan Serat. 20 hal.
Parajulee, M.N., R. Montandon, dan J.E. Slosser. 1997.
Relay intercropping to enhance abundance of insect predators of cotton aphid (Aphis gossypii Glover) in Texas cotton. International Journal of Pest
Management 43: 227 232.
Riajaya, P.D. dan F.T. Kadarwati. 2003. Kerapatan galur harapan kapas pada sistem tumpang sari dengan kedelai. Jurnal Penelitian Tanaman Industri
9(1): 11 16.
Sarode, S.V., P.P. Patil, and S.L. Borkar. 1995. Evaluation of neem seed kernel extract in combinations
89