Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan
kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan
metabolism sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tidak dapat
dipulihkan kembali (syok irreversible), oleh karena itu penting untuk
mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala
dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk
selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai.1
Salah satu bentuk syok yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa
penderitanya adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu
keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk
mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung. Hal
ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang
cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka
kematiannya tetap tinggi yaitu 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat
pada penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam
pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari
ancaman kematian.1,2
Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung
akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan

komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang


sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan
sampai 50%, syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang
terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.2
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang
dirawat dengan infark miokard akut. Gagal ventrikel kiri terjadi pada hampir
80% dari syok kardiogenik akibat infark infark miokard akut. Sedangkan
sisanya adalah akibat regurgitasi mitral berat akut, ruptur septum ventricular,
gagal jantung kanan predominan dan ruptur dinding atau tamponade.3
Terapi reperfusi segera (primary PCI) untuk kasus infark miokard akut
menurunkan insiden syok kardiogenik tersebut. Kejadian syok kardiogenik
sebagai komplikasi infark miokard menurun dari 20% pada tahun 1960an
kemudian menetap kurang lebih 8% selama 20 tahun. Syok kardiogenik
kebanyakan terjadi pada infark miokard dengan elevasi segmen ST
dibandingkan dengan yang tanpa disertai elevasi segmen ST.2,3
Penelitian

menunjukkan

strategi

revaskularisasi

dini

menurunkan

mortalitas dalam 6 dan 12 bulan, serta lebih superior dibandingkan terapi


agresif awal. Walupun tindakan percutaneous coronary intervention (PCI)
dini atau coronary artery bypass graft surgery (CABG) bermanfaat, sekali
diagnosis ditegakkan, laju mortalitas tetap tinggi (kurang lebih 50%), walau
mendapat intervensi, dan separuh kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Hal
ini mungkin disebabkan oleh kerusakan miokard luas yang irreversible dan
kerusakan organ vital.3

Bukti baru menduga bahwa respon sitokin inflamasi sistemik, aktivasi


komplemen, pelepasan sitokin inflamasi, ekspresi inducible nitric oxide
synthesis (iNOS) dan vasodilatasi yang tidak adekuat mempunyai peranan
penting, tidak hanya pada genesis syok tetapi juga outcome setelah syok.2,4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Definisi
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh
penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravascular
yang cukup dan dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Syok dapat
terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri cukup baik.3,5
Syok merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang ditandai
dengan berbagai manifestasi hemodinamik. Petunjuk umum untuk
syok adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Syok bersifat
progresif dan terus memburuk bila tidak ditangani selagi dini. Syok
dapat dibagi dalam empat golongan5 :
1. Syok hipovolemik yaitu syok yang diinduksi oleh penurunan
volume darah, tejadi secara langsung karena perdarahan hebat
atau karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma
(misalnya diare berat, pengeluaran urin berlebih, atau keringat
berlebih).
2. Syok vasogenik yaitu syok yang disebabkan oleh vasodilatasi
luas yang dicetuskan oleh zat-zat vasodilator. Terdapat dua
jenis syok vasogenik, yaitu syok septik dan syok anafilaktik.
Syok septik yang dapat menyertai infeksi luas, ditimbulkan
oleh zat vasodilator yang dikeluarkan oleh penyebab infeksi.
Demikian juga pengeluaran zat histamine yang berlebih pada

reaksi alergi berat dapat menyebabkan vasodilatasi (syok


anafilaktik).
3. Syok neurogenik yaitu syok yang juga melibatkan vasodilatasi
luas, tetapi bukan karena zat-zat vasodilatasi. Dalam hal ini,
tonus vaskuler simpatis yang hilang menyebabkan vasodilatasi
umum, serupa dengan hipotensi emosional tetapi lebih berat
dan lama. Syok ini terjadi pada cedera benturan hebat
(crushing injury).
4. Syok kardiogenik yaitu syok yang ditandai dengan hipotensi
sistemik sebagai dasar diagnosis. Nilai cut off untuk tekanan
darah sistolik yang sering dipakai adalah kurang dari 90
mmHg. Dengan menurunnya tekanan darah sistolik akan
meningkatkan

kadar

katekolamin

yang

mengakibatkan

konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat


ditemukan

tanda-tanda

hipoperfusi

sistemik

mencakup

perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria.


Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik kurang dari 90mmHg selama lebih dari tiga puluh
menit dimana tidak responsive dengan pemberian cairan saja,
sekunder terhadap disfungsi jantung, berkaitan dengan tandatanda hipoperfusi atau indeks kardiak kurang 2,2l/menit per m 2
2.2

dengan tekanan baji paru lebih 18 mmHg.5


Epidemiologi
Menurut Wolfe RE dan Fischer CM (2007),

mortalitas

(angka/rerata kematian) penderita syok kardiogenik sangat tinggi


mencapai 50-80%. Menurut Fauci AS, et al (2008), syok kardiogenik

merupakan penyebab utama (leading cause) dari kematian pasien


dengan infark miokard yang dirawat di rumah sakit. Terapi reperfusi
segera (primary PCI) untuk kasus infark miokard akut menurunkan
insiden syok kardiogenik tersebut. Kejadian syok kardiogenik sebagai
komplikasi infark miokard menurun dari 20% pada tahun 1960an
kemudian menetap kurang lebih 8% selama 20 tahun.6
Syok terutama berhubungan dengan ST elevation MI (STEMI)
kurang umum berkaitan dengan non-ST elevation MI. Dua pertiga
penderita syok kardiogenik memiliki flow-limiting stenosis di ketiga
arteri koronaria mayor (mayor coronary arteries), dan 20% terdapat
stenosis di arteri koronaria utama.6
Penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah pada pasien infark
miokard akut, dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium
akibat terjadinya

nekrosis. Insiden syok kardiogenik sebagai

komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan


dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut
yang dipakai sangat beragam pada berbagai penelitian. Pria lebih
sering terkena syok kardiogenik daripada wanita dikarenakan angka
kejadian infark miokard akut lebih banyak pada pria dibandingkan
wanita.5,7
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pectoris tidak
stabil dan 2,1% pada pasien infark miokard akut non elevasi ST.
Median waktu perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76
jam dan 94 jam, dimana yang sering dijumpai adalah komplikasi infark
miokard akut dengan elevasi ST daripada tipe lain dari dari sindrom

koroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien infark miokard
akut yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan syok
kardiogenik yang berkisar antara 5% sampai 10% dengan rata-rata
7,2%. Dimana tingkat mortalitas tetap tinggi sampai saat ini, berkisar
2.3

antara 80-90%.6,8
Etiologi
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada
miokardium vntrikel kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel
kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan.8
Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam8,9 :
1. Gangguan ventricular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
- Regurgitasi mitral akut akibat rupture atau disfungsi otot
papilaris
- Ruptur septum interventrikulorum
- Rupture free wall
- Aneurisma ventrikel kiri
- Stenosis aorta yang berat
- Kardiomiopati
- Kontusio miokard
2. Gangguan ventricular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat
menyebabkan terjadinya syok. Diantara komplikasi tersebut yaitu
rupture septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot papilaris dan
rupture miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya
syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa

disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat menyebabkan


terjadinya syok.10
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik
adalah takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya
terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan
dengan aritmia supraventrikular atau ventrikular.8,10
Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi akhir
dari disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit
jantung iskemia, maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif.
Ciri khas pada syok kardiogenik akut adalah hilangnya 40% atau
lebih miokardium ventrikel kiri. Nekrosis fokal dapat terjadi karena
ketidakseimbangan

antara

kebutuhan

dan

suplai

oksigen

miokardium. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas


ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi terganggu. Ventrikel kiri tidak
mampu

menyediakan

curah

jantung

yang

memadai

untuk

mempertahankan perfusi jaringan.9,10


2.4 Patofisiologi
Syok kardiogenik merupakan bentuk yang berat dari kegagalan
ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya
sesuai dengan gagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang
lebih berat. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung
dan meningkatkan volume serta tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema.8
Dengan menurunnya tekanan arteri, maka terjadi perangsangan
terhadap baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan
simpatoadrenal menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardi, dan

meningkatkan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan


menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai
dengan hokum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi, menurunnya
kontraktilitas

pada

syok

kardiogenik

akan

memulai

respon

kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal.


Meskipin mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan
tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap
miokardium justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan
kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena aliran darah koroner tidak
memadai, terbukti dengan adanya infark, maka ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium semakin meningkat.
9,10

Gangguan miokardium juga terjadi akibat iskemia dan nekrosis


fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan
miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri,
keadaan syok berkembang dengan cepat sampai akhirnya terjadi

gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organ-organ


penting.9

Gambar 1.1 Mekanisme Syok Kardiogenik


Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain.
Seperti telah diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang
paling dini pada keadaan syok. Selain dari bertambahnya kerja
miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen, beberapa perubahan
lain juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada keadaan
syok, maka miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat
berenergi tinggi (adenosine trifosfat) dalam kadar normal, dan
kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis
menghambat pembentukan energy dan mendorong terjadinya kerusakan
lebih lanjut dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser
kurva fungsi ventrikel ke bawah dan ke kanan yang akan semakin
menekan kontraktilitas.11
Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi
yang mematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paruparu dan edema intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan
kemunduran gas-gas darah arteri. Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat
pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok paru-paru.
Takipnea, dyspnea, dan ronki basah dapat ditemukan.10,11

10

Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan


keluaran kemih kurang dari 20ml/jam. Dengan semakin berkurangnya
curah jantung, biasanya menurunkan pula keluaran kemih. Karena
adanya respon kompensatorik retensi natrium dan air, maka kadar
natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi
berat dan berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang
kemudian disusul gagal ginjal akut.8,9
Syok yang berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan fungsi
hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang
terisolasi, atau dapat berupa nekrosis hati yang massif pada syok yang
berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya bermanifestasi
sebagai

peningkatan

enzim-enzim

hati,

glutamate

oksaloasetat

transaminase serum (SGOT), dan glutamat piruvat transaminase serum


(SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang
mengawali komplikasi-komplikasi ini.10
Iskemia saluran cerna yang

berkepanjangan

umumnya

mengakibatkan nekrosis hemoragik dari usus besar. Cedera usus besar


dapat mengeksaserbasi syok melalui penimbunan cairan pada usus dan
absorpsi bakteri serta endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas
saluran cerna hampir selalu ditemukan dalam keadaan syok.10
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral

biasanya

menunjukkan autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai


respon terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun,
pengaturan aliran darah serebral ternyata tidak mampu mempertahankan

11

aliran dan perfusi yang memadai pada tekanan darah di bawah 60 mmHg.
Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defisit neurologik dapat
ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika pasien
pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan
serebrovaskuler.11

Gambar 1.2
Patofisiologi syok kardiogenik
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan
komponen-komponen selular intravascular dari system hematologic,
yang akan meningkatkan tahanan vascular perifer lebih lanjut. Koagulasi
intravascular difus (DIC) dapat terjadi selama syok berlangsung, yang
akan memperburuk keadaan klinis.11
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik
adalah depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingakaran
setan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi
koroner, dan selanjutnya terjadi penurunankontraktilitas dan curah
jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik
berkompensasi dengan peningkatan resistensi vascular sistemik yang
terjadi sebagai respon dari penurunan curah jantung.12

12

Pada infark miokard akut terjadi pemotongan aliran darah.


Penyebab utama iskemia miokardium adalah proses aterosklerosis pada
arteri koroner besar. Pada penyakit aterosklerosis, terdapat deposit lipid
yang disebut plak yang berkembang di dalam dinding pembuluh darah
arteri. Makin beratnya plak yang menjadi kalsifikasi dan membesar akan
menutupi lumen arteri (stenosis). Plak akan menjadikan resistensi
vascular koroner meningkat dan aliran ke koroner menurun.12
Pada studi autopsi menunjukkan syok kardiogenik dihubungkan
dengan kehilangan lebih dari 40% otot miokard ventrikel kiri yang akan
menyebabkan inhibisi langsung kontraktilitas miokard, supresi respirasi
mitokondria pada miokard non iskemik, efek pada metabolism glukosa,
efek proinflamasi, penurunan responsivitas katekolamin, dan merangsang
vasodilatasi sistemik.6,8

Gambar 1.2
Skema Patofisiologi syok kardiogenik

13

Gambar 1.3

14

Skema Patofisiologi Syok kardiogenik

2.5 Manifestasi Klinis


2.5.1 Anamnesa11
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya
syok kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut
datang dengan keluhan tipikal nyeri dada akut, dan mungkin
sudah memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark
miokard akut, biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai
minggu setelah onset infark tersebut. Umumnya pasien mengeluh
nyeri dada dan biasanya terjadi gejala tiba-tiba yang menunjukan
edema paru akut bahkan henti jantung.
Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi,
presinkop, sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti
sejenak. Kemudian pasien merasakan letargi akibat kekurangan
perfusi ke sistem saraf pusat.
2.5.2

Pemeriksaan Fisik9,11
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan
sistolik akan menurun sampai kurang 90 mmHg, bahkan bisa

15

turun hingga kurang 80 mmHg pada pasien yang tidak mendapat


pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya meningkat akibat
stimulasi simpatis, demikian pula frekuensi pernafasan yang
biasanya meningkat akibat kongesti di paru.
Pemeriksaan dada akan menunjukan ronki. Pasien dengan
infark ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik
yang menurun studi sangat kecil kemungkinnya menyebabkan
kongesti paru.
Sistem kardiovaskular yang dapat di evaluasi seperti venavena dileher sering kali meningkat distensinya. Letak impuls
apikal dapat bergeser pada pasien kardiomiopati dilatas, dan
intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi perikardial
atau tamponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukan
adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan
regurgitasi mitral atau septal defek ventrikel, bunyi bising atau
murmur yang timbu sangat membantu untuk menentukan kelainan
atau komplikai yang ada.
Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan
menunjukan beberapa tanda antara lain: pembesaran hati, pulsasi
di liver akibat regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites akibat
gagal jantung kanan yang sulit diatasi. Pulsasi di perifer akan
menurun intensitasnya dan edema perifer dapat timbul pada gagal

16

jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin,


menunjukan adanya penurunan perfusi ke jaringan.

2.6 Pemeriksaan Penunjang12,13


2.6.1 Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi gambaran rekaman elektrokardiografi dapat
membantu untuk menunjukan etiologi dari syok kardiogenik.
Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat dari gambaran
tersebut. Demikian pula lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan
makan akan terlihat proses di sadapan jantung sebelah kanan
( elevasi ST di sadapan V4). Begitu pula bila gangguan irama
jantung, maka akan terlihat melalui rekaman aktivitas listrik
jantung tersebut.
2.6.2 Foto Rontgen
Foto roentgen pada dada akan terlihat kardiomegali dan tandatanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri
yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau
regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak
gambaran kongesti paru yang disertai kardiomegali, terutama pada
onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru

17

menunjukan kecil kemungkinan terdapat gagal jantung kanan


yang dominan disertai keadaan hipovolemia.
2.6.3 Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan modalitas yang non-invasf sangat
banyak membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi
dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini sangat cepat dan aman dan
dapat dilakukan langsung di tempat tidur pasien. Keterangan yang
di dapat dalam pemeriksaan ini adalah: penilaian fungsi ventrikel
kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi katup jantung
(stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi
adanya shunt (misalnya defek septal ventrikel dengan shunt dari
kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.
2.6.4

Pemantapan Hemodinamik
Pemantauan hemodinamik dengan mengunakan kateter
Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan
baji pembuluh kapiler paru, khususnya untuk memastikan
diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta indikator evaluasi
yang diberikan.
Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kiri yang
berat, akan menyebabkan tekanan baji paru meningkat. Bila pada
pengukuran tekanan baji pembuluh paru lebih dari 18 mmHg pada
pasien infark miokard akut menunjukan volume intravaskular
pasien tersebut adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau

18

hipovolemia yang signifikan, akan menunjukan tekanan baji


pembuluh darah paru yang normal atau lebih rendah. Pemantauan
parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload
(resistensi vaskular sitemik). Minimalisasi afterload sangat
diperluka, karena bila terjadi peningkatan afterload akan
menunjukan efek penurunan kontraktilitas yang akan menurunkan
curah jantung.
2.6.5

Saturasi Oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat
dilakukan pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang dapat
mendeteksi adanya septal defek ventrikel. Bila terdapat pintas
darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan
maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan
saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.

2.7

Penatalaksanaan
Volume pengisian ventrikel kiri harus diptimalkan, dan
pada keadaan tanpa adanya bendungan paru, pemberian cairan
sekurang-kurangnya 250 mL dapat dilakukan dalam 10 menit.
Oksigen adekuat penting, intubasi atau ventilasi harus dilakukan
segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Hipotensi yang
berlangsung memicu kegagalan otot pernafasan dan dapat dicegah
dengan pemberian ventilasi mekanis.10,11

19

Laporan adanya penurunan secara dramatis mortalitas syok


kardiogenik dengan melakukan revaskularisasi awla muncul pada
akhir tahun 1980. Uji klinis secara acak yang menguji superiotas
dan generalisabilitas strategi revaskularisasi awal telah dilakukan
di USA yaitu SHOCK trial. Pada penelitian SHOCK dilaporkan
peningkatan survival 30 hari dari 46,7% menjadi 56% dengan
strategi revaskularisasi awal, namun perbedaan 9% absolut tidak
bermakna (p=0,11). Pada pemantauan, perbedaan survival pada
strategi revaskularisasi awal menjadi lebih besar dan bermakna
setelah 6 bulan dan satu tahun untuk reduksi absolut. Manfaat
revaskularisasi awal didapatkan pada semua subkelompok kecuali
pada usia lanjut(kuran 75 tahun).8.9
Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik, yaitu7,12 :
Langkah I. Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu
pasien dibawa untuk definitif. Mempertahankan tekanan arteri
rata-rata yang adekuat untuk mencegah sekuele neurologi dan
ginjal adalah vital. Dopamin dan noradrenalin (norepinefrin).
Tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya
untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan
pada

dosis

minimal

yang

dibutuhkan.

Dobutamin

dapat

dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang atau

20

digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low output tanpa


hipotensi yang nyata.
Intra-aortic

ballon

counterpulsation

(IABP)

harus

dikerjakan sebelum transportasi jika fasilitas tersedia. Analisa gas


darah dan saturasi oksigen harus dimonitor dengan memberikan
continuous positive airway pressure atau ventilasi mekanis jika
ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus-menerus, dan
peralatan defibrilator, obat antiartimia amiodaraon dan lidokain
harus tersedia ( 33% pasien revaskularisasi awal SHOCK trial
menjalani

resusitasi

kardiopulmoner,

takikardi

ventrikular

menetap atau fibrilasi ventrikel sebelum randomisasi).11


Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan ST
elevasi jika antisipasi ketelambatan angiografi lebih dari 2 jam.
Mortalitas 35 hari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
kurang 100 mmHg yang mendapat rombolitik pada metaanalisis
FTT adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan plasebo (95% CI
26 sampai 98, p < 0,001) meningkatkan tekanan darah dengan
IABP pada keadaan ini dapat menfasilitasi trombolisis dengan
meningkatkan tekanan perfusi koroner. Pada syok kardiogenik
karena infark miokard non elevasi ST yang menunggu katetrisasi,
inhibitor glikoprotein Iib/IIIa dapat diberikan.
Langkah 2. Menentukan secara dini anatomi koroner

21

Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok


kardiogenik yang berasal dari kegagalan pompa iskemik yang
dominan. Hipotensi diatasi segera dengan IABP. Syok mempunyai
ciri penyakit 2 pembuluh darah yang tinggi, penyakit left main,
dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat disfungsi ventrikel
dan instabilitas hemodinamik mempunyai korelasi dengan
anatomi koroner. Suatu lesi circumflex atau lesi koroner kanan
jarang mempunyai manifestasi syok pada keadaantanpa infark
ventrikel kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark
miokard sebelumnya atau kardiomiopati.
Langkah 3. Melakukan revaskularisasi dini
Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan
pemulihan modalitas terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang
membandingkan PCI dengan CABG pada syok kardiogenik. Trial
SHOCK merekomendasikan CABG emergensi pada pasien left
main atau penyakit 3 pembuluh besar. Laju mortalitas dirumah
sakit dengan CABG pada penelitian SHOCK dan registr adalah
sama dengan outcome dengan PCI, wlaupun lebih banyak
penyakit arteri berat dan diabetes yaitu 2 kali pada pasien yang
menjalani CABG.
Rekomendasi PCI pada penyakit jantung koroner5
- Tanda objektif iskemik luas
- Oklusi total kronis

22

- Risiko operatif tinggi, termasuk ejeksi fraksi < 35%


- Unprotected left main tanpa opsi tindakan revaskularisasi
lain.
- Stent rutin pada lesi pembuluh darah koroner asli

BAB III
PENUTUP

Peranan intraaortic baloon pump

23

Sesuai dengan guidelines terakhir ACC/AHA, direkomendasi


pemasangan IABP dini pada pasien syok kardiogenik yang merupakan
kandidat strategi agresif. Penggunaan IABP menurunkan afterload,
meningkatkan tekanan diastolik untuk perfusi koroner dan meningkatkan
curah jantung.11
Balon intra-aorta ditempatkan pada aorta toraksika desenden yang
terletak di distal arteri subklavia sinistra. Balon dimasukan perkutan atau
melalui arteriotomi femoralis dan disusupkan retrogard melalui aorta
abdominalis desenden. Balon kemudian mengembang dan mengempis
sesuai dengan peristiwa mekanis dari siklus jantung.2
2.8 Komplikasi7
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
2.9 Prognosis
Prognosis syok kardiogenik secara umum sangat buruk meskipun
insidennya telah menurun. Pada penderita syok akibat IMA, prognosis
tergantung pada luasnya infark miokard. Mortalitas rata-rata dari
berbagai pusat perawatan jantung sekitar 60-70%. Mortalitas tinggi bagi
mereka yang menunjukkan tekanan pengisisan ventrikel kiri sangat tinggi
dan penurunan indeks jantung. Bila tekanan tersebut normal atau sedikit

24

dan hipovolemia relative, prognosis lebih baik. Sekitar 30% penderita


menunjukkan respon terhadap ekspansi volume darah dengan dekstran
atau albumin. Penderita dengan perubahan tekanan pengisisan ventrikel
kiri dan indeks jantung ringan biasanya menunjukkan hasil yang baik
dengan obat-obatan vasopresor.8

Prognosis menurut pembagian KILLIP adalah sebagai berikut6:


Kelas I : Tidak ada tanda kongesti paru atau vena, mortalitas 0-5 persen.
Kelas II: Gagal jantung kanan, kongesti hepar dan paru, gagal jantung kiri
sedang, ronki pada basis paru, mortalitas 10-20 persen.
Kelas III : Gagal jantung berat, edema paru, mortalitas 35-45 persen.
Kelas IV : Syok, tekanan sistolik < 80-90 mmHg, sianosis perifer,
gangguan mental, oliguri, mortalitas 85-95 persen.

25

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh
penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular
yang cukup, dan dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Syok kardiogenik
merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat dengan
infark miokard akut. Etiologi dari syok kardiogenik adalah komplikasi
infark miokard akut. Komplikasi infark miokard akut antara lain: ruptur
septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard
yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik
tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau
disfungsi ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok.4,7
Pengenalan

pasien

yang

mempunyai

resiko

tinggi

untuk

berkembang menjadi syok dapat memfasilitasi pengiriman lebih awal


pasien risiko tinggi sebelum timbulnya awitan (onset) instabilitas

26

hemodinamik. Penelitian menunjukan strategi revaskularisasi dini


menurunkan mortalitas dalam 6 dan 12 bulan dan lebih superior
dibandingkan terapi agresif awal. Walaupun tindakan percutaneus
coronary intervention (PCI) dini atau coronary artery bypass graft sugery
(CABG) bermanfaat, sekali di diagnosis ditegakan, laju mortalitas etap
tinggi (kurang lebih 50%), walau mendapat intervensi, dan separuh
kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kerusakan miokard luasyang ireversible dan kerusakan organ vital.6,9

27

DAFTAR PUSTAKA

1.

Alwi Idrus, 2007, Syok Kardiogenik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal. 182-186

2.

Price Sylvia, 2007, Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Srikulasi:


Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Hal 641.

3. Sherwood Lauralee, 2007, Pembuluh Darah dan Tekanan Darah: fisiologi


Manusia Dari Sel ke Sistem. EGC.Hal 338
4. Sabatine Marc. 2011. Acute coronary syndrome: Pocket Medicine 4th
edition. Lippincott williams and Wilkins. Hal 1-7
5.

Santoso T, 2007, Intervensi Koroner Percutan: Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, jilid III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 1505-1509

6.

Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC.


Jakarta.1995. Hal. 243-2492.

7. Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit


Dalam

28

8. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas


KedoteranUniversitas Indonesia. 2000. Hal: 11-163.
9.

Purwadianto

A,

Sampurna

B.Kedaruratan

Medik

Pedoman

PenatalaksanaanPraktis. Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-574.


10.

Kaligis

RWM.Buku

Ajar

Kardiologi

.Balai

Penerbit

Fakultas

KedokteranIndonesia. Jakarta. 2002. Hal: 90-935.


11. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrisons
Principles of Internal Medicine vol.1. 13th ed. EGC. Jakarta. 1999. Hal.
218-223
12. Smith, Kristen, Bigham, Michael T. Cardiogenic Shock.

The open

pediatric medicine journal, 2013, http://www.benthamscience.com


diakses tanggal 17 Mei 2013
13. Worthley L.I.G, Shock: Review of Pathophysiology and Management,
Department of medical critical care, Flinders Medical Centre, Adelaide,
South Australia, http://cicm.org.au//jurnal//2000 diakses tanggal 17 Mei
2013

29

Anda mungkin juga menyukai