Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar ari uterus
ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinandimulai (inpartu) sejak uterus
berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks(membuka dan menipis) dan berakhir
dengan lahirnya plasenta secara lengka. Ibu beluminpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks (JNPK-KR,2007 :2 ai yeyeh)
Sedangkan menurut WHO persalinan normal adalah persalinan yang dimulai secara
spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir), beresiko rendah pada usia
kehamilan 37-42 minggu setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi baik,
persalinan normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letakbelakang
kepala dengan tenaga ibu itu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi
yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada
hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara lain dikemukakan faktor-faktor
humoral, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf, dan nutrisi
(1) Teori penurunan hormon : 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan
kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai pemenang
otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah
sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
(2) Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan
menimbulkan kontraksi rahim.
(3) Teori distensi rahim : rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan
iskemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenter.
(4) Teori iritasi mekanik : di belakang serviks terlrtak gaglion servikale (fleksus
Frankenhauser). Bila gaglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin,
akan timbul kontraksi uterus.
(5) Induksi partus (induction of labour). Partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan:
Gagang laminaria: beberapa laminaria dimasukkan dalam kanalis
servikalis dengan tujuan merangsang pleksus Frankenhauser
Amniotomi: pemecahan ketuban
Oksitosin drips: pemberian oksitosin mneurut tetesan per infus. (mochtar:
92-93)
3. Tanda-tanda permulaan persalinan
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita
memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala pend
persalinanhuluan (prepatory stage of labor) . Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
(1) Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas
panggul terutama pada primigravida. Paada multipara tidak begitu kentara.
(2) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
(3) Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisura) karena kandung kemih
tertekan oleh bagian terbawah janin.
(4) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah
dari uterus, kadang-kadang disebut false labor pains.
(5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa
bercampur darah (bloody show).
Tanda-tanda in-partu
(1) Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
(2) Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan
kecil pada serviks.
(3) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
(4) Pada pemeriksaan dalam: serviksmendatar dan pembukaan telah ada.
yang berada disekitar kanalis servikalis tersebut pecah karena pergeseran-pergeseran ketika
serviks membuka.(sumarah : 9)
Pada kala I persalinan dimulainya proses persalinan yang ditandai dengan adanya
kontraksi yang teratur, adekuat, dan menyebabkan perubahan pada serviks hingga mencapai
pembukaan lengkap, fase Kala I Persalinan terdiri dari Fase laten yaitu dimulai dari awal
kontraksi hingga pembukaan mendekati 4 cm, kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih
diantara 20-30 detik, tidak terlalu mules, fase aktif dengan tanda-tanda kontraksi diatas 3 kali
dalam 10 menit, lamanya 40 detik atau lebih dan mules, pembukaan 4 cm hingga lengkap,
penurunan bagian terbawah janin, waktu pembukaan serviks samapai pembukaan lengkap 10
cm, fase pembukaan dibagi 2 fase, yaitu fase laten: berlangsung selama 8 jam, pembukaan
terjadi sangat lambat sampai mencapai pembukaan 3 cm. Fase aktif: dibagi dalam 3 fase yaitu
fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal adalah
fase yang berlangsung cepat dalam waktu 2 jam dari pembukaan 4 menjadi 9 cm, fase
deselerasi pembukaan jadi lambat kembali dalam 2 jam pembukaan dari 9 menjadi lengkap.
Lama kala I untuk primigravida berlangsung 2 jam dengan pembukaan 1 cm perjam dalam
pada mutigravida 8 jam dengan pembukaan 2 cm perjam. Komplikasi yang dapat timbul pada
kala I yaitu: ketuban pecah dini, tali pusat menumbung, obstrupsi plasenta, gawat janin,
inersia uteri. ( ai yeyeh,dkk : 5-6)
b. Kala II (Pengeluaran)
Gejala dan tanda gejala kala II, telah terjadi pembukaan lengkap, tampak bagian
kepala janin melalui bukaan introitus vagina, ada rasa ingin meneran saat kontraksi, ada
dorongan pada rektuma atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva dan springter ani
membuka, peningkatan pengeluaran lendir dan darah.(ai yeyeh : 6)
Dimulai dari pembukaan lengkap (10cm) samapai bayi lahr. Proses ini berlangsung 2
jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan
cepat, kurang lebih 2-3 menit sekali. Dalam kondisi yang normal pada kali ini kepala janin
sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada saat his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar
panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa adanya tekanan
pada rektum dan seperti akan buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan
menjadi lebar dengan membukanya anus. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak di depan vulva pada saat ada his. Jika dasar panggul sudah berelaksasi,
kepala janin tidak masuk lagi diluar his. Dengan kekuatan his dan mengedan maksimal
kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah simfisisdan dahi, muka, dagu melewati
perineum. Setelah his istirahat sebentar, maka his akan mulai lagi untuk mengeluarkan
anggota badan bayi. ( sumarah : 6)
Komplikasi yang dapat timbul pada kala II yaitu : eklamsi, kegawatdaruratan janin,
tali pusat menumbung, penurunan kepala terhenti, kelelahan ibu, persalinan lama, ruptur
uteri, distosia karena kelainan letak, infeksi intra partum, inersia uteri, tanda-tanda lilitan tali
pusat.
c. Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit.Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas
pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya.( sumarah : 7)
d. Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta samapai 2 jam pertama post partum. Tujuan
asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadahi selama persalinan dalam upaya
mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek
sayang ibu dan sayang bayi.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah :
a.
b.
c.
d.
uterus tidak berkontraksi, perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir,
sisa plasenta. (ai yeyeh: 7)
e. Lamanya Persalinan
Lamanya persalinan tentu berlainan bagi primigravida dan multigravida, untuk
primigravida Kala I:12,5 jam, Kala II: 80 menit, Kala III: 10 menit, Kala IV: 14 jam
sedangkan multigravida Kala I: 7 jam 20 menit, Kala II: 30 menit, Kala III: 10 menit, kala
IV:8 jam (ai yeyeh:7)
Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1. Fase laten
a. Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap.
b. Pembukaan serviks kurang dari 4 cm.
c. Biasanya berlangsung hingga 8 jam.
2. Fase aktif
a. Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap
adekuat jika terjadi 3 kali dalam 10 menit dan lamanya 40 detik atau lebih).
b. Serviks membuka dari 4 sampai 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm/jam
atau lebih hingga pembukaaan lengkap (10 cm).
c. Terjadi penurunan bagian terbawah janin ( laliyana:3)
5. Asuhan Persalinan
Dasar dari asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama
persalinan dan setelah bayi baru lahir serta upaya pencegahan komplikasi terutama
perdarahan pascapersalinan, hipotermi dan asfiksa bayi baru lahir (IBI 2003) (ai yeyeh:8)
a. Defenisi
Asuhan pada ibu bersalin yaitu asuhan yang dibutuhkan ibu saat proses persalinan
(azrul,2007) (ai yeyeh 8)
b. Tujuan asuhan Persalinan
Adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai
pertolongan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan
sayang bayi. (Saifuddin,2007:100)
Komplikasi persalinan dapat dicegah dengan cara:
1. Penapisan yang efektif
2. Penatalaksanaan aktif persalinan kala III
3. Tindakan segera pada atonia uteri
4. Menjaga uterus tetap berkontraksi pasca-persalinan
5. Asuhan dasar bayi baru lahir
Kebijakan pelayanan asuhan persalinan mencakup:
1. Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih
2. RB dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal harus tersedia 24 jam
3. Obat-obatan esensial, bahan, dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh petugas
terlatih (Laliyana:5)
Lima aspek dasar/lima benang merah yang penting dan saling terkait dalam persalinan
yang bersih dan aman adalah Membuat keputusan klinik, Asuhan sayang ibu dan bayi,
Pencegahan infeksi, Pencatatan/Rekam medis, Rujukan.
a. Membuat keputusan klinik
Membuat keputusan klinik dilakukan dengan melalui proses pemecahan masalah yang
sistematis yaitu mengumpulkan dan analisa informasi, membuat diagnosa kerja
(menentukan kondisi yang dikaji normal atau bermasalah), membuat rencana tindakan
yang sesuai diagnosa, melaksanakan rencana tindakan dan mengevaluasi hasil
asuhan/tindakan yang telah diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir.
bahwa
mungkin
terdapat
sejumlah
diagnosa
banding/ganda.
waktu bagi asuhan spesifik yang diperlukan seorang ibu dan BBL (mencegah
terjadinya komplikasi dan memungkinkan pengenalan didi tanda dan gejala
adanya penyulit).
b. Asuhan Sayang Ibu
Asuhan sayang ibu dan bayi adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan ibu. Membayangkan asuhan sayang ibu/ASI adalah
dengan menanyakan pada diri kita sendiri apakah asuhan seperti ini yang saya
inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil. Salah satu prinsip Asuhan Sayang
Ibu adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama persalinan.
Beberapa contoh penerapan Asuahn Sayang Ibu saat persalinan adalah:
1) Panggil ibu sesuai nama, hargai dan perlakukan ibu sesuai martabatnya
2) Jelaskan asuhan yang akan diberikan sebelum memulai asuhan
3) Anjurkan ibu ditemani keluarga/suaminya
4) Lakukan pencegahan infeksi/PI yang baik secara konsisten
5) Hargai privacy ibu
6) Dll
c. Pencegahan Infeksi/PI
Tujian PI adalah melindungan ibu, BBL, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lain sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, virus, dan jamur.
Ada beberapa tindakan yang akan sering kita temui dalam PI, yang perlu diketahui
pengetiaanya. Tindakan tersebut antara lain adalah asepsis, teknik aseptik, antiseptik,
dekontaminasi, desinfeksi, cuci bilas, desinfeksi tingkat tinggi, sterilisasi.
Prinsip PI yang perlu kita pegang adalah :
1) Setiap orang harus dianggap menularkan penyakit
2) Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi
3) Permukaan benda yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit yang
tidak utuh harus dianggap terkontaminasi dan harus diproses secara benar.
4) Jika ragu alat/ benda telah diproses maka alat/benda tersebut dianggap
terkontaminasi
5) Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan total, tapo dikurangi hingga sekecil mungkin
dengan menerapkan PI secara benar dan konsisten (Asri hidayat:10)
d. Pencatatan/Rekam medik, antar alian, kelengkapan status klien, anamnesis, prosedur
dan hasil pemeriksaan fisik, laboraturium, dan uji atau penampisan tambahan lainnya,
partograf sebagai instrumen membuat keputusan dan dokumentasi klien, kesesuaian
kelaikan kondisi klien dan prosedur klinik terpilih, upaya dan tatalaksana rujukan
yang diperlukan.
e. Sistem rujukan efektif yaitu, alsan keperluan rujukan, jenis rujukan (darurat atau
optimal), tatalaksana rujukan, upaya yang dilakukan selama merujuk, jaringan
pelayanan dan pendidikan, menggunakan sistem umum atau sistem internal rujukan
kesehatan (laliyana:7)
kontraksi ligamentum retundum, Passanger: janin dan plasenta, Passage : jalan lahir lunak
dan jalan lahir tulang.
1. Power (Tenaga)
Power (his dan tenaga meneran) adalah kekuatan his atau kontraksi dan kekuatan
mengejan ibu yang sangat penting dalam pross persalinan. Tiap his dimulai sebagai
gelombang dari salah satu sudut (tuba) masuk ke dalam dinding uterus. Di tempat tersebut
ada suatu parameter tempat gelombang his berasal. Gelombang bergerak ke dalam dan ke
bawah dengan kecepatan 2 cm/detik untuk mengikutsertakan uterus.
Sifat his yang sempurna dan efektif:
a. Adanya koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris
b. Kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri
c. Sesudah tiap his, otot-otot korpus uteri menjadi lebih pendek dari sebelumnya
(mengadakan retraksi), sehingga serviks tertarik dan membuka karena serviks
kurang mengandung otot
d. Adanya relaksasi (lailiyana: 15)
Dalam mengawasi persalinan, hendaknya selalu dibuat daftar catatan tentang his pada
status wanita tersebut. Catatan tersebut memuat tentang:
1. Frekuensi adalah jumlah his dalam waktu tertentu biasanya per menit dan per 10
menit
2. Amplitudo dan intensitas adalah kekuatan his diukur dalam mmHg. Dalam
praktik, kekuatan his hanya dapat diraba secara palpasi apakah sudah kuat atau
lemah.
3. Aktivitas his adalah frekuensi x ampitudo diukur dengan unit Montevideo.
Contoh: frekuensi suatu his 3x per 10 menit dan amplitudonya 50 mmHg,
aktivitas rahim=3x50=150 unit Montevideo.
4. Durasi his adanya lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik, misalnya
selama 40 detik
5. Datangnya his apakah datangnya sering, teratur, atau tidak.
6. Interval adalah masa relaksasi (Rostam, 2012)
2. Janin dan Placenta (Passenger)
Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin. Posisi dan besar
kepala janin dapat memengaruhi jalannya persalinan sehingga dapat membahayakan hidup
dan kehidupan janin kelak, hidup sempurna, cacat atau akhirnya meninggal. Biasanya apabila
kepala janin sudah lahir, maka bagian-bagian lain dengan mudah menyusul kemudian (ai
yeyeh: 19)
Kepala janin (bayi) merupakan bagian terpenting dalam proses persalinan dan
memiliki ciri sebagai berikut:
a. Bentuk kepala oval, sehingga setelah bagian besarnya lahir, maka bagian lainnya
lebih mudah lahir
b. Persendian kepala terbentuk kegel, sehingga dapat digerakkan ke segala arah dan
memberikan kemungkinan untuk melakukan putar paksi dalam
c. Letak persendian kepala sedikit ke belakang, sehingga kepala melakukan fleksi
untuk putar paksi dalam
Tulang-tulang tengkorak janin meliputi os frontalis, os parietalis, os temporalis, dan
os occiptalis. Tulang-tulang tengkorak janin berhubungan satu dengan lainnya dengan
membran, yang disebut sutura, yang jenisnya meliputi:
a.
b.
c.
d.
Kepala janin mempunyai kemampuan untuk berubah bentuk yang disebut dengan
moulase. Apabila kepala anak tertekan, maka tulang yang satu bergeser ke bawah tulang lain
(overlapping), hingga ukuran kepala menjadi kecil. Biasanya os occipitale bergeser di bawah
kedua ossa parientalis. Di antara sudut-sudut tulang terdapat ruang yang ditutup dengan
membran yang disebut fontanel (ubun-ubun) yang jenisnya meliputi:
a. Fontanel minor (ubun-ubun kecil [UUK]), berbentuk segitiga dan terdapat sutura
sagitalis bersilang dengan sutura lambdoidea.
b. Fontanel mayor (ubun-ubun besar [UUB]), berbentuk segiempat panjang,
terdapatb di tempat sutura sagitalis superior dan sutura frontalis bersilang dengan
sutura koronaria
pangkal
melalui PAP masuk ke dalam ruang panggul. Kemungkinan kepala lebih masuk ke dalam
ruang panggul jika sudut antara sakrum dan lumbal, yang disebut inklinasi, lebih besar.
Dengan demikian, tulang jalan lahir sangat menentukan proses persalinan apakah
dapat berlangsung melalui jaln biasa atau melalui tindakan operasi dengan kekuatan dari luar.
Yang perlu mendapat perhatian bidan di daerah perdesaan adalah kemungkinan
ketidakseimbangan anatara kepala dan jalan lahir dalam bentuk disproporsi sefalopelvic.
Kemungkinan disproporsi sefalopelvic terjadi terutama pada primigravida dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Kepala janin belum turun pada minggu ke-36 yang disebabkan janin terlalu besar,
panggul sempit, terdapat lilitan tali pusat dan terdapat hidrosefalus
b. Kelainan letak (letak lintang, letak sungsang)
c. Pada multipara kemungkinan panggul sempit dapat diduga dari riwayat persalinan
yang buruk dan persalinan dengan tindakan operasi
4. Psikologis Ibu
Keadaan psikologis adalah keadaan emosi, jiwa, pengalaman, adat istiadata, dan
dukungan dari orang-orang yang dapat memengaruhi proses persalinan. Banyak wanita
normal dapat merasakan kegairahan dan kegembiraan saat merasa kesakitan awal menjelang
kelahiran bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah
benar-benar terjadi realitas kewanitaan sejati, yaitu munculnya perasaan bangga mampu
melahirkan atau memproduksi anaknya. Khususnya perasaan lega itu berlangsung bila
kehamilannya mengalami perpanjangan waktu. Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian
bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu keadaan yang belum pasti sekarang
menjadi hal yang nyata.
Kondisi psikologis ibu melibatkan emosi dan persiapan intelektual, pengalaman
tentang bayi sebelumnya, kebiasaan adat, dan dukungan dari orang yang terdekat pada
kehidupan ibu. Psikologis ibu dapat memengaruhi persalinan apabila ibu mengalami
kecemasan, stres, bahkan depresi. Hal ini akan memengaruhi kontraksi yang dapat
memperlambat proses persalinan. Di samping itu, ibu yang tidak siap secara mental juga akn
sulit diajak kerja sama dalam proses persalinanya. Untuk itu sangat penting bagi bidan dalam
mempersiapkan mental ibu dalam menghadapi proses persalinan.
5. Penolong
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi
yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses persalinan tergantung dari
kemampuan atau keterampilan dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan
Yang perlu diingat oleh bidan adalah persalinan merupakan proses alamaiah. Oleh
sebab itu, bidan tidak boleh melakukan intervensi yang tidak perlu bahkan merugikan. Setiap
tindakan yang akan diambil harus lebih mementingkan manfaatnya daripada kerugiannya.
Bidan harus bekerja sesuai dengan standar. Standar yang ditetapkan untuk
pertolongan persalinan normal adalah standar asuhan persalinan normal (APN) yang terdiri
dari 60 langkah dengan selalu memperhatikan aspek 5 benang merah asuahan persalinan
normal (Lailiyana, 2011)
C. KEBUTUHAN DASAR
IBU
DALAM
PROSES
PERSALINAN
DAN
kolesterol, vitamin A dan karotinoid. Dalam ASI juga terdapat Asam Amino(sistin dan taurin)
yang tidak terdapat dalam susu sapi. Sistrin digunakan untuk pertumbuhan somatik dan taurin
untuk pertumbuhan otak.
Selain itu ASI juga mengandung zat imunitas, seperti sel T dan immunoglobulin, yang
merupakan pertahan tubuh spesifik. Juga mengandung sel fagosit, komponen C2 dan C4,
lisosom, laktoperoksidase, laktoferin, transferin, yang merupakan pertahan tubuh non
spesifik. Dengan mengikat besi, laktoferin telah berperan menghambat pertumbuhan bacteri
staphylococcus dan E.Coli yang memerlukan zat besi untuk pertumbuhannya. Laktoferin juga
menghambat pertumbuhan jamur candila.
Selain itu, Lactobacillus bifidus di dalam ASI berfungsi mengubah laktosa menjadi
asam laktat dan asam astat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan menjadi asam
sehingga menghambat pertumbuhan microorganisme, seperti E.Coli, shigella, dan jamur.
Kebutuhan nutrient ibu menyusui meliputi:
1. Protein
Ibu memerlukan tambahan 20 gram diatas kebutuhan normal ketika menyusui.
Jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kal yang dianjurkan.
2. Cairan
Nutrisi lain yang diperlukan selama laktasi adalah asupan cairan. Dianjurkan ibu
menyusui minum 2-3 liter/hari, dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah.
3. Vitamin dan mineral
Kebutuhan dan mineral selama menyusui lebih tinggi dari pada selama hamil
(Asri, 2010)
2) Perubahan Fisik
a. Perubahan sistem reproduksi
Kontraksi uterus pada persalinan bersifat unik mengingat kontraksi ini merupakan
kontraksi otot fisiologis yang menimbulkan nyeri pada tubuh. Selama kehamilan terjadi
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan kadar estrogen dan progesteron menurun kira-kira 1-2 minggu sebelum partus
dimulai sehingga menimbulkan kontraksi uterus. Kontraksi uterus mula-mula jarang dan
tidak teratur dengan intensitas ringan, kemudian menjadi lebih sering, lebih lama dan
intensitasnya semakin kuat seiring kemajuan persalinan.
b. Perubahan tekanan darah
Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi disertai peningkatan sistolik ratarata 10-20 mmHg dan sistolok rata-rata 5-10 mmHg. Pada waktu diantara kontaraksi tekanan
darah kembali ketingkat sebelum persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari terlentang
ke posisi miring, perubahan tekanan darah selama kontrakssi dapat dihindari. Nyeri, rasa
takut. Dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah.
c. Perubahan metabolisme
Selama persalinan, metabolisme karbohidrat meningkat dengan kecepatan tetap.
Peningkatan ini terutama disebabkan oleh aktivitas otot. Peningkatan aktivitas metabolik
terlihat dari peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, pernafasan, denyut jantung, dan cairan
yang hilang.
d. Perubahan suhu
Perubahan suhu sedikit meningkat selama persalinan dan tertinggi selamam dan
segera setelah melahirkan. Perubahan suhu dianggap normal apabila peningkatan suhu yang
tidak lebih dari 0,5-1 c yang memcerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan.
e. Perubahan denyut nadi
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan, penurunan
selama titik puncak sampai frekuensi yang lebih rendah dari pada frekuensi diantara kontraksi
dan peningkatan selama fase penurunan hingga mencapai frekuensi lazim diantara kontraksi.
Penurunan yang mencolok selama puncak kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita berada
pada posisi miring bukan terlentang. Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih
meningkat dibanding selama periode menjelang persalinan. Hal ini mencerminkan
peningkatan metabolisme yang terjadi selama persalinan.
f. Perubahan pernapasan
Peningkatan frekuensi pernapasan normal selama persalinan dan mencerminkan
peningkatan metabolisme yang terjadi. Hiperventilasi yang memanjang aalah temuan
abnormal dan dapat meyebabkan alkalosis (rasa kesemutan pada ekstremitas dan perasaan
pusing)
g. Perubahan pada ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondsisi ini dapat di akibatkan
peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju
filtrasi glomelurus dan aliran plasma ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi
terlentang karena posisi ini membuat aliran urin berkurang selama persalinan.
h. Perubahan pada saluran pencernaan
Absorbsi lambung terhadap makanan padat jauh lebih berkurang. Apabila kondisi
ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka
saluran cerna bekerja dengan lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih
lama. Cairan tidak dipengaruhi dan waktu yang dibutuhkan untuk pencernaan di lambung
tetap seperti biasa. Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan
penderitaan umum selama masa transisi. Oleh karena itu, wanita itu dianjurkan untuk tidak
makan dalam porsi besar atau minum berlebihan, tetapi makan dan minum ketika keinginan
timbul guna mempertahankan energi dan hidrasi. Mual dan muntah umum terjadi selam fase
transisi yang menandai akhir fase pertama persalinan.
i. Perubahan hematologi
Hb meningkat rata-0rata 1,2 gr/100 ml selama persalinan dan kembali ke kadar
sebelum persalinan pada hari pertama pasca partum jika tidak ada kehilangan darah yang
abnormal. Waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen plasma
lebih lanjut selama persalinan (Varney,2008)
D. ASUHAN PERSALINAN KALA I
Kala I Persalinan, dimulainya proses persalinan ditandai dengan adanya kontraksi
yang teratur, adekuat, dan menyebabkan perubahan pada serviks hingga mencapai
pembukaan lengkap.
Persiapan persalinan antara lain ruang bersalin dan asuhan bayi baru lahir,
perlengkapan, bahan dan obat esensial, rujukan (bila diperlukan), Asuhan Sayang Ibu dalam
Kala I, upaya pencegahan infeksi yang diperlukan.
Yang tidak dianjurkan selama kala I yaitu katerisasi rutin, periksa dalam berulang kali
(tanpa indikasi yang jelas), mengharuskan ibu pada posisi tertentu dan membatasi kandung
kemih mobilisasi, memberikan informasi yang tidak akurat atau berlawanan dengan
kenyataan.
Mengosongkan kandung kemih bertujuan untuk memfasilitasi kemajuan persalinan,
memberi rasa nyaman bagi ibu, jika penuh akan mengganggu proses kontraksi, penyulit pada
distosia bahu bila dilakukan sendiri, dapat mencegah terjadinya infeksi akibat trauma atau
iritasi.
Langkah-langkah asuhan kala I
1. Anamnesis antara lain Identifikasi klien, Gravida, Para, Abortus, Anak Hidup,
Haid Pertama Haid Terakhir (HPHT), Tentukan Tafsiran Persalinan, Riwayat
Penyakit (sebelum dan selama kehamilan) termasuk alergi. Riwayat Persalinan.
2. Pemeriksaan abdomen memuat mengukur Tinggi Fundus Uteri, menentukan
presentasi dan letak, penurunan bagian terbawah janin, memantau denyut jantung
janin, menilai kontraksi uterus.
3. Periksa Dalam antara lain tentukan konsistensi dan pendataran serviks (termasuk
kondisi jalan lahir), mengukur besarnya pembukaan, menilai selaput ketuban,
menentukan presentasi dan seberapa jauh bagian terbawah telah melalui jalan
lahir, menetukan denominator.
PENGGUNAAN PARTOGRAF
1. Defenisi
Partograf adalah alat bantu yang digunaan selama fase aktif persalinan.Tuuan utama
dari penggunaan patograf adalah mencatat hasil observasi dari kemajuan persalinan dengan
menilai pembukaaan serviks melalui pemeriksaan dalam, mendeteksi apakah proses
persalinan berjalan secara normal dan dapat melakukan deteksi dini setiap kemungkinan
terjadinya partus lama. (Depkes RI 2007 :55)
2. Tujuan
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukuan serviks
melalui pemeriksaan dalam dan mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
3. Penggunaan partograf
Menurut buku acuan persalinan normal (Depkes RI, 2007) Semua ibu dalam kala I
persalinan, baik yang kemajuan persalinnya berjalan dengan normal maupun abnormal,
persalinan di institusi pelayanan kesehatan ataupun di rumah, persalinan yang di tolong oleh
tenaga kesehatan (siswa, mahasiswaa, bidan, perawat terlatih ataupun dokter).
E. ASUHAN PERSALINAN KALA II
Defenisi
Yang dimaksud dengan kala II persalinan adalah proes pengeluaran buah kehamilan
sebagai hasil pengenalan proses dan penatalaksanaan kala pembukaan, batasan kala II
dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan kelahiran
bayi, kala II juga disebut kala pengeluaran bayi (Depkes RI 2007)
Asuhan pada ibu bersalin yaitu asuhan yang dibutuhkan ibu saat proses persalinan.
(Azrul, 2007)
Tanda dan gejala bahwa kala dua persalinan sudah dekat adalah :
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
2) Perineum menonjol
3) Ibu kemungkinan merasa ingin buang air besar karena meningkatnya tekanan pada
rektum dan atau vaginanya
4) Vulva, vagina, dan sfingter anus membuka
5) Jumlah pengeluaran lendir dan darah dan air ketuban meningkat
Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2-3 menit sekali. Karena
biasanya dalam kala ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka saat ini his tekanan
pada otot-otot dasar panggul, yang secara refleks menimbulkan rasa ingin mengedan. Ibu
bersalin juga merasakan tekanan pada rectum yang menimbulkan perasaan ingin defekasi.
Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai
membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak di vulva pada saat his. Bila dasar
panggul sudah lebih berelaksai, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan
kekuatan mengedan yang maksimal kepala janin akan dilahirkan, menyusul bahu, dan seluruh
badan bayi. (Lailiyana, 2011)
MEKANISME PERSALINAN NORMAL
Dalam mekanisme persalinan normal terjadi gerakan-gerakan penting dari janin, yaiti
penurunan, fleksi, putar paksi dalam (rotasi internal), ekstensi, putar paksi luar (rotasi
eksternal) dan ekspulsi. Berikut gerakan-gerakan janin tersebut diuraikan satu per satu.
Bahu janin melintasi PAP dalam keaadaan miring. Di dalm rongga panggul, bahu
akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasr panggul,
apabilakepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang (anteriorposterior). Rotasi eksternal terjadi secara bersamaan dengan perputaran internal bahu. Pada
saat kepala janin mencapai dasar panggul, bahu akan mengalami perputaran dalam arah yang
sama dengan kepala janin agak terletak di dalam diameter yang besar dari rongga panggul
(AP). Bahu anterior akan terlihat di lubang vulvo-vaginal, karea ia kan bergeser dibawah
simfisis pubis. Bahu posterior kemudian akan meregangkan perineum dan kemudian
dilahirkan dengan cara fleksi lateral. Setelah bahu dilahirkan, sisa tubuh akan segera lahir
mengikuti lengkung carus (kurva jalan lahir).
Molding (molase) ialah perubahan bentuk kepala sebagai akibat penumpukan tulang
tengkorak yang saling overlapping satu sama lain karena belum menyatu dengan kokoh dan
memungkinkan terjadinya pergeseran sepanjang garis sambungnya. Molding melibatkan
semua tulang tengkorak kepala, dan merupakan hasil dari tekanan yang dikenakan atas kepala
janin oleh struktur jalan lahir ibu. Sampai batas-batas tertentu, molding akan memungkinkan
diameter yang lebih besar dapat menjadi lebih kecil dan dengan demikian dapat melewati
panggul ibu. (Lailiyana, 2011)
LANGKAH-LANGKAH ASUHAN PERSALINAN NORMAL
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 58 langkah asuhan persalinan
normal sebagai berikut:
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul
oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2 ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air
mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk
pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan
letakan kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh air
matang (DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput
ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,
membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai pastikan DJJ dalam
batas normal (120 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu
untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat
ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 6 cm, memasang handuk
bersih pada perut ibu untuk mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering dan
bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. Setelah itu kita melakukan perasat
stenan (perasat untuk melindungi perineum dngan satu tangan, dibawah kain bersih
dan kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain
dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar
posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan
perineum).
20. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril kemudian
memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah
bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian
gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri
diantara kedua lutut janin
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain
yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler)
di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan
oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat
pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan
lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada
sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak
lahir setelah 30 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga
timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta
ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati.
Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan
putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput
ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok
fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk
memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan
masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1
jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik
profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di
paha kanan anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu
ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf (JNPK-KR, 2002).
Terbagi dalam dua tahap pada kelahiran plasenta, yang terlepasnya plasenta dari
implantasinya pada dinding uterus dan pengeluaran plasenta dari dalam kavum uteri. Setelah
bayi lahir, uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan
kavum uteri tempat implantasi plasenta. Oleh tempat implantasi plasenta menjadi semakin
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan menekuk, menebal,
kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah
uterus atau bagian atas vagina.
Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai kontraksi, uterus berbentuk bulat penuh (diskoid) dan tinggi
fundus biasanya turun hingga di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus berada di atas pusat
(seringkali mengarah ke sisi kanan)
2. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui
vulva dan vagina (tanda ahfeld)
Teknik Pelepasan Plasenta
:
a) Teknik Schultze. Pelepasan plasenta dimulai dari pertengahan , sehingga plasenta
lahir diikuti dengan pengeluaran darah.
b) Tenik Duncan. Pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga terjadi perdarahan dan
ikuti dengan pelepasan plasentanya.
c) Bentuk kombinasi
3. Semburan darah tiba-tiba. Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan
membantu mendorong plaenta keluar dan dibantu gaya gravitasi. Semburan darah
tiba-tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul di antara tempat melekatnya
plasenta dan permukaan maternal plasenta (darah retroplasenter), keluar melalui tepi
plasenta yang terlepas.
Untuk membuktikan plasenta telah lepas dapat dilakukan pemeriksaan :
dalam beberapa jam setelah kelahiran bayi. Oleh karena alasan ini, penatalaksanaan kala III
persaalinan yang tepat daan cepat merupakan salah satu cara terbaik dan sangant penting
untuk menurunkan angka kematian ibu.
Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala III persalinan dan mengurangi kehilangan
darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Keuntungan manajemen aktif kala III:
a. Kala tiga persalinan yang lebihsingkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala III terdiei dari tiga langkah utama yaitu:
1. Pemberian suntikan oksitosin
Urutan pemberian suntikan oksitosin :
a) Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain kepada ibu untuk diberi ASI
b) Letakkan kain bersih diatas perut ibu. Alasan: kain akan mencegah
kontaminasi langsung dari tangan penolong (yang sudah memakai sarung
tangan) dan darah pada perut ibu
c) Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain (undiagnosed twin)
Alasan: Oksitosin meyebabkan uterus berkontraksi yang akan menurunkan
pasokan oksigen pada bayi. Hati-hati untuk tidak menekan uterus dengan
keras sehingga terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran
plasenta.
d) Beritahu ibu bahwa ia akan di suntik
e) Selambat-lambatnya dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, segera suntikan
oksitosin 10 unit IM. Alasan; Oksitosin merangsang fundus uteri untuk
berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan
mengikuti jalan lahir. Alasan: Segera melapaskan plasenta yang telah terpisah
dari dinding uterus dapat mencegah kehilangan darah yang tidak perlu
h) Pada saat plasenta terlihat di introitus vagina, teruskan kelahiran plasenta
dengan menggunkan kedua tangan. Selaput ketuban mudah robek, pegang
plasenta dengan keduan tangan rata dan dengan lembut putar plasenta hingga
selaput terpilin
i) Lakukan penarikan secara lembut dan perlahan untuk melahirkan selaput
ketuban. Alasan ; Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan
membantu mencegah agar selaput tidak robek
j) Jika terjadi robekan pada selaput ketuban, secra hati-hati periksa vagina dan
serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem untuk
mengeluarkan selaput ketuban yang dapat dicapai oleh jari tangan tersebut
3. Pemijatan/massase fundus uteri.
Segera setelah kelahiran plasenta, lakukan pemijatan fundus uteri :
a) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
b) Jelaskan tindakan ini kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa kurang
nyaman. Anjurkan ibu untuk menarik napas dalam, perlahan , dan bersikap
tenang
c) Dengan lembut tetapi mantab, gerakan tangan secara memutar pada fundus
uteri sehingga uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu
15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri
d) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan bahwa semuanya lengkap
dan utuh :
1) Periksa sisi maternal plasenta untuk memastikan bahwa semuanya lengkap
dan utuh (tidak ada bagian yang hilang)
2) Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk
memastikan tidak ada bagian yang hilang
3) Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya
e) Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan baik. Jika uterus masih belum berkontraksi, ulangi
pemijatan/massase. Ajarkan ibu dan keluarga cara melakukan massase uterus
sehingga dapat segera diketahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
mungkin disebabkan dehidrasi karena persalinan yang lama atau tidak cukup minum, atau
infeksi.
3. Kontraksi uterus dan ukuran/tinggi fundus
Lakukan palpasi pada uterus menentukan tonus dan lokasinya dalam hubungannya
dengan umbilikus. Uterus akan lembek jika tidak berkontraksi dengan baik. Massase uterus
terdapat 15 menit selama satu jam ke depan. Tinggi fundus yang normal segera setelah
persalinan adalah kira-kira setinggi umbilikus. Jika ibu tersebut berkali-kali melahirkan anak,
atau jika anaknya adalah kembar atau bayi besar, maka tinggi fundus yang normal adalah
diatas umbilikus. Untuk itu bidan harus mengetahui apakah kontraksinya cukup memadai dan
bahwa kandung kemihnya kosong. Jika tinggi fundus lebih dari normal bidan perlu
melakukan langkah-langkah yang spesifik. Sebagai contoh, jika hal itu disebabkan oleh
kandung kemih penuh maka bidan harus menolong ibu untuk mengosongkannya. Jika
uterusnya lembek dan bidan dapat merasakan gumpalan darah, lakukan massase uterus dan
berikan oksitosin atau methergin.
4. Perdarahan
Perdarahan yang normal setelah kelahiran satu pembalut wanita per jam selama enam
jam pertama atau seperti darah haid yang banyak.Jika perdarahan lebih banyak dari ini, ibu
tersebut hendaknya diperiksa lebih sering dan diteliti penyebab perdarahannya. Bidan harus
menetapkan apakah penyebabnya ada laserasi pada vagina atau serviks, uterus berkontraksi
kurang baik, atau apakah kandung kemihnya kosong.
5. Kandung kemih
Jika kandung kemih penuh dengan air seni, uterus tidak dapat berkontraksi dengan
baik. Jika uterus naik di dalam abdomen dan tergeser ke samping, hal ini biasanya merupkan
tanda kandung kemih penuh. Bantu ibu tersebut bangun dan coba apakah ia dapat buang air
kecil. Jika ia tidak dapat buang air kecil, bantuia agar merasa rileks dengan meletakkan jarijarinya di dalam air hangat, mengucurkan air ke atas perineumnya dengan menjaga
privasinya. Jika ia tetap tidak dapat berkemih, lalukan katerisasi. Jika kandung kemih penuh
atau dapat dipalpasi, gunakan teknik aseptik pada saat memasukkan kateter Nelaton
desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Setelah kandung
kemih kosong, lakukan pemijatan (rangsangan taktil) untuk merangsang uterus sehingga
uterusnya dapat berkontraksi dengan baik.
Hindarkan penggunaan kain pembelat perut selama dua jam pertama pasca-persalinan
atau hingga ibu sudah stabil. Kain pembelat perut menyulitkan bidan untuk menilai kontraksi
uterus ibu secara memadai.
6. Perineum
Setelah memeriksa plasenta, lakukan pemeriksaan daerah perineum. Dengan lembut
dan perlahan periksa perineum, vagina, dan vulva untuk mengetahui apakah ada robekan.
Setelah proses kelahiran, vagina akan mengalami peregangan dan lebih besar dari biasanya.
Mungkin akan ada bagian-bagian yang merah, edema,dan lecet. Dengan perlahan periksa
anus untuk mengetahui apakah ada trauma atau hemoroid yang menonjol keluar atau terjadi
trombosis setelah proses kelahiran. Rupture perineum dapat dibagi menjadi empat kategori :
a. Derajat pertama. Laserasi yang mengenai mukosa dan kulit perineum
b. Derajat dua. Laserasi yang mengenai mukosa vagina, kulit, dan jaringan perineum.
c. Derajat tiga. Laserasi yang mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan
sfingter ani yang meluas sampai ke mukosa rektum.
d. Derajat keempat. Laserasi yang mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum,
dan sfingter ani yang meluas sampai mukosa rektum.
Pada pemeriksaan perineum perhatikanadakah perdarahan yang aktif dan nilai
derajat laserasi perineum.
Selain perlukaan perineum, ibu terkadang juga mengalami perlukaan pada vulva,
sekeliling klitoris serta bagian uretra. Pemeriksaan yang saksama dari daerah-daerah ini
diperlukan untuk mengetahui lokasi perlukaan dan mengevaluasi apakah penjahitan
diperlukan. (Lailiyana, 2011)