1
Pada masa dahulu banyak penulisan cerita tentang wanita yang dianggap hanya sejenis
komoditi penggembira, penghibur, teman bercanda.
2
Antara lain pemimpin, pandai, pintar, dan memiliki segala sifat keutamaan rahim, penuh kasih
sayang, juga dengan jelas mengungkapkan citra perempuan sebagai makhluk pilihan,
pendamping jenis kelamin lain (laki-laki). Laki-laki yang kebanyakannya, dalam pandangan
sebagian wanita, memiliki sifat pantang kerendahan, pantang kalongkahan, superiority
complex, tak mau disalahkan dan tak mau dikalahkan, tidak sedikit yang akhirnya bisa bertekuk
lutut dihadapan perempuan.
3
(QS.QS.16,an-Nahl :57-60).
1
5. Kitab suci Al Qur'an menyebutkan perempuan dengan sebutan
Annisa' atau Ummahat. Konotasinya adalah ibu. "Ibu" bisa berakronim "Ikutan
Bagi Ummat." Annisa' adalah tiang bagi suatu negeri 4.
Dalam bagian lain Nabi saw meungkapkan, dunia ini indah berisikan
pelbagai perhiasan (mata'un), perhiasan yang paling indah adalah isteri-isteri
yang saleh (perempuan atau ibu yang tetap pada perannya dan konsekwen
dengan citranya) (Al Hadits).
Begitu penafsiran Islam tentang kedudukan perempuan, yang diyakini
seorang Muslim (walau ditolak non Muslim yang menganggap Islam sebagai
misunderstood religion.)
6. Sejak hampir dua millenium berlalu, menurut Al Qur'anul Karim,
perempuan telah ditetapkan dalam derajat yang sama dengan jenis laki-laki
dengan penamaan azwajan atau pasangan hidup (Q.S.16:72, 30:21, 42:11).
Dalam masa pemerintahan abad pertengahan “le roi cest moi” di Perancis,
orang masih mempertanyakan, apakah makhluk perempuan tergolong jenis
manusia yang punya hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki? Atau
hanya sekedar benda yang boleh dipindah-tangankan sewaktu-waktu atau
untuk diperjual-belikan sebagai komoditi budak yang menjadi sumber
pendapatan bagi pemiliknya?
Kata woman dalam bahasa Inggris berasal dari “womb man”, atau
manusia berkantong, sebuah pemahaman Eropa klasik tentang suatu makhluk
setengah manusia yang mempunyai kantong dan bertugas menjadi tempat
tumbuh calon manusia. Ah “dia” kan hanya womb man atau manusia kantong
(“manusia” yang hanya kantong tempat manusia).
7. Dalam kebudayaan Minangkabau sejak lama yang kemudian
berkembang menjadi “adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah”
menempatkan wanita sebagai ‘orang rumah’ dan ‘pemimpin’ masyarakatnya
dengan sebutan “bundo kandung”, menyiratkan kokohnya kedudukan
perempuan Minangkabau pada posisi sentral.
Dalam budaya Minangkabau perempuanlah pemilik seluruh kekayaan,
rumah, anak, suku bahkan kaumnya.
Namun, laki-laki dalam oposisi-biner perannya adalah sebagai
pelindung dan pemelihara harta untuk ‘perempuan’-nya dan ‘anak
turunan’-nya.
Maka generasi Minangkabau yang dilahirkan senantiasa bernasab
ayahnya (laki-laki) dan bersuku ibunya (perempuan), suatu persenyawaan
budaya yang sangat indah.
4
Bila Annisa'-nya baik, baiklah negeri itu, dan bila Annisa'-nya rusak, celakalah negeri itu (Al
Hadits). Sorga di bawah telapak kaki ibu (Ummahat) sesuai ajaran Islam. Kaidah Al-Qurani
menyebutkan, Nisa'-nisa' kamu adalah perladangan (persemaian) untukmu, kamupun (para
lelaki) menjadi benih bagi Nisa'-nisa' kamu. Kamu dapat mendatangi ladang-ladangmu
darimana (kapan saja). Karena itu kamu berkewajiban memelihara eksistensi atau identitas
(Qaddimu li anfusikum) dengan senantiasa bertaqwa kepada Allah (Q.S.2:23).
2
Hak asasi perempuan
Hak asasi perempuan dalam rangkuman Hak Asasi Manusia yang diper-
juangkan hingga hari ini, sudah diperlakukan sangat sempurna sejak 15 abad
dalam ajaran Islam. Itu berarti delapan abad mendahului pandangan ragu-ragu
mengakui perempuan.
Agama Islam melihat perempuan (ibu) sebagai mitra yang setara
(partisipatif) bagi jenis laki-laki.
Dalam konteks Islam ini, sesungguhnya tak perlu ada emansipasi bila
emansipasi diartikan perjuangan untuk persamaan derajat.
Yang diperlukan adalah pengamalan sepenuhnya peran perempuan
sebagai mitra, yang satu dan lainnya saling terkait, saling membutuhkan, dan
bukan untuk eksploatasi. Sebagai pemahaman azwaajan, pasangan atau
kesetaraan.
Tidak punya arti sesuatu kalau pasangannya tidak ada.
Tidak jelas eksistensi sesuatu kalau tidak ada yang setara di
sampingnya.
“Pasangan”, mungkin tidak ada kata yang lebih tepat dari itu.
Di barat, selama ini memang ada gejala kecenderungan penguasaan
hak-hak wanita itu, bahkan paling akhir adalah hilangnya wewenang "ibu"
dalam rumah tangga sebagai salah satu unit inti dalam keluarga besar
(extended family).
a). Secara moral utuh, perempuan punya hak sebagai IBU, adalah
Ikutan Bagi Umat.
Masyarakat yang baik terlahir dari Ibu yang baik.
Kaum Ibu pemelihara tetangga, dan perekat silaturrahim.Walaupun tidak
jarang, kaum Ibu bisa menjadi perusak rumah tangga tetangganya.5
5
"Ibu (an-Nisak) adalah tiang negeri" (al Hadist). Jika kaum Ibu dalam suatu negeri (bangsa)
berkelakuan baik (shalihah), niscaya akan sejahtera negeri itu. Sebaliknya, bila kaum Ibu
disuatu negeri berperangai buruk (fasad) akibatnya negeri itu akan binasa seluruhnya.
Banyak sekali hadist Nabi menyatakan pentingnya pemeliharaan hubungan bertetangga, serta
menanamkan sikap peduli dengan berprilaku solidaritas tinggi dalam kehidupan keliling.
Diantaranya Rasulullah SAW bersabda; "Demi Allah, dia tidak beriman”, "Siapakah dia
wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa
aman dari kejahatan-kejahatannya". (Hadist diriwayatkan Asy-Syaikhan).
Dalam Hadist lainnya disebutkan ;“Tidaklah beriman kepadaku orang yang perutnya
kenyang, sedangkan tetangganya (dibiarkan) kelaparan disampingnya, sementara dia
juga mengetahui (keadaan)nya” (HR.Ath-Thabarani dan Al Bazzar).
Bimbingan Risalah ini menekankan pentingnya pendidikan akhlaq Islam Satu bangsa akan
tegak kokoh dengan akhlak (moralitas budaya dan ajaran agama yang benar).
Tata krama pergaulan dimulai dari penghormatan di rumah tangga dan dikembangkan
kelingkungan tetangga dan ketengah pergaulan warga masyarakat (bangsa). Sesuai bimbingan
Al Quran (QS.41, Fush-shilat, ayat 34).
3
b). Penghormatan kepada Ibu menempati urutan kedua sesudah iman
kepada Allah.
Bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Ibu, diwasiatkan
sejalan untuk seluruh manusia.
Penghormatan kepada Ibu (kedua orang tua), merupakan disiplin hidup
yang tak boleh diabaikan. Disiplin ini tidak terbatas kepada adanya perbedaan
dari keyakinan yang di anut.
Bahkan, dalam hubungan pergaulan duniawi sangat ditekankan harus
dipelihara jalinan yang baik (ihsan).6
c). Ibu menjadi pembentuk generasi berdisiplin dan memiliki sikap
mensyukuri segala nikmat Allah. Dari rahim dalam Ibu dilahirkan manusia yang
bersih (menurut fithrah, beragama tauhid).
Maka, pembinaan sektor agama merupakan faktor terpenting membantu
keberhasilan pendidikan anak yang didasarkan kepada akhlaq Islami.
Dibawah telapak kakinya terbentang jalan kepada keselamatan (Sorga)
Kebahagiaan menanti setiap insan yang berhasil meniti jalan
keselamatan yang di ajarkannya dengan baik, penuh kepatuhan dan rasa
hormat yang tinggi.7
6
Tuntunan Al Quran menjelaskan; (QS. 31, Luqman; ayat 14-15).
7
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa; “Sorga terletak dibawah telapak kaki
Ibu”(al Hadist). Sahabat Abu Hurairah RA., meriwayatkan ada seseorang bertanya
kepada Rasulullah;
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli
dengan cara yang baik?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. (sampai tiga kali), baru
terakhir Beliau menjawab, “Bapakmu”. (HR.Asy-Syaikhan).
Dalam hadist lainnya ditemui pula; Shahabat Abdullah Ibn ‘Umar
menceritakan, “Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya”. (HR.Asy-
Syaikhan).
Disiplin tumbuh melalui pendidikan akhlak, teladan paling ideal
dimata anak (generasi), Menanamkan ajaran agama yang benar (syari’at). Jangan
berbuat kedurhakaan. Memperkenalkan hari akhirat, sebagai tempat kembali
terakhir. Dalam rangka berbakti kepada dua orang tua (birrul walidaini) diajarkan
supaya jangan berkata keras. Harus bergaul dengan lemah lembut, dan menyimak
perintah kedua orang tua dengan cermat. Jangan bermuka masam (cemberut)
kepada keduanya, tidak memotong perkataan keduanya, serta mengajarkan dialog
(mujadalah) dengan cara baik (ihsan). Bimbingan Kitabullah menyebutkan dengan
sangat jelas sekali. (QS.17, al-Israk; ayat 234-24). Dalam wahyu lainnya,
(QS.46, al Ahqaaf; ayat 15-16). Generasi yang menolak kebenaran (al-haq) dari
Allah, akan berkembang menjadi generasi permissif (berbuat sekehendak hati) dan
menjadi mangsa dari perilaku anarkisme dan hedonisme sepanjang masa. Inilah
generasi yang lemah (loss generation), yang tercerabut dari akar budaya dan
agama. Allah SWT memperingatkan (QS: 46, al-Ahqaaf, ayat 17-18).
Maka birrul walidaini (berbakti kepada dua orang tua), merupakan
pelajaran dasar satu generasi, yang harus di turunkan turun temurun. Nabi
Muhammad SAW, bersabda; “Berbaktilah kepada bapak-bapak (orang tua)
kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti pula kepada kalian. Dan
tahanlah diri kalian (dari hal-hal yang hina), niscaya istri-istri kalian juga
akan menahan diri (dari hal-hal yang hina)”.(HR. Ath-Thabarani).
4
Dari dalam lubuk hatinya yang tulus dan dengan tangannya yang
terampil dicetak generasi bertauhid yang berwatak taqwa, selalu khusyuk
dalam berkarya (amal) dan kaya dengan rasa malu.
Watak (karakter) yang manusiawi akan menjadi inti masyarakat yang
hidup dengan tamaddun (budaya).
8
Walaupun tidak jarang terjadi, kalangan liberal seringkali merendahkan atau menolak peran
perempuan sebagai ibu di dalam rumah tangga. Melahirkan dan mengasuh anak dilihat
sebagai suatu peran yang out of date. Bila seseorang memerlukan anak bisa ditempuh jalan
pintas melalui adopsi atau mungkin satu ketika dengan teknologi kloning (?).
9
Akibat nyata adalah anak-anak dirawat baby-sitter, paling-paling dititipkan di TPA (tempat
penitipan anak), atau dikurung di rumahnya sendiri sampai orang tua kembali ke rumah.
10
Satu generasi yang bertumbuh tanpa aturan, jauh dari moralitas, berkecendrungan
meninggalkan tamaddun budayanya. Tercermin pada perbuatan suka bolos sekolah, memadat,
menenggak minuman keras, pergaulan bebas, morfinis, dan perbuatan tak berakhlak. "X",
mereka hilang dari akar budaya masyarakat yang melahirkannya. Disinilah pentingnya peran
ibu. Semestinya para perempuan (ibu) yang memelihara perannya sebagai ibu berhak
mendapatkan "medali" sebagai pengatur rumahtangga dan ibu pendidik bangsa. Inilah darma
ibu yang sesungguhnya, yang sebenar-benar darma.
5
Generasi yang siap menghadapi pergolakan dan pertarungan budaya
kesejagatan (global), hanyalah yang mampu menghindari teman buruk,
sanggup membuat lingkungan sehat serta bijak menata pergaulan baik, penuh
kenyamanan, tahu diri, hemat, dan tidak malas.
Sesuai pesan Rasulullah SAW;”Jauhilah hidup ber-senang-senang
(foya-foya), karena hamba-hamba Allah bukanlah orang yang hidup
bermewah-mewah (malas dan lalai)” (HR.Ahmad).
Generasi yang memiliki kemampuan tinggi menghadapi setiap
perubahan dalam upaya mewujudkan kebaikan tanpa harus mengabaikan nilai-
nilai moral dan tatanan pergaulan. Maka, kedua orang tua wajib melakukan
pengawasan melekat terhadap anak-anaknya sepanjang masa. Terutama
terhadap tiga prilaku tercela (buruk), yaitu dusta (bohong), mencuri dan
mencela (caci maki). Sesuai sabda Rasulullah SAW; “Jauhilah dusta, karena
dusta itu membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa kepada
neraka” (Hadist Shahih).
11
Anak-anaknya (generasi pelanjutnya) senantiasa akan berkembang menyerupai ibu dan
bapaknya. Peran pendidikan amat menentukan, karena pendidikan adalah teladan paling ideal
dimata anak (lihat Nashih ‘Ulwan, dalam Tarbiyatul Aulaad). Jika ibu menegakkan hukum-
hukum Allah, begitu pula generasi yang di lahirkannya. Urgensi pelatihan ibadah untuk anak
sedari kecil dengan membiasakan mengerjakan shalat dan ibadah (puasa, shadaqah,
mendatangi masjid, menghafal al-Quran) akan menjadi alat bantu utama melatih disiplin anak
dari dini.
Sabda Rasulullah SAW. membimbingkan; “Suruhlah anak-anak kamu mengerjakan shalat,
selagi mereka berumur tujuh tahun, dan pukulllah mereka (dengan tidak mencederai) karena
meninggalkan shalat ini, sedang mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat
tidur mereka” (HR.Abu Daud dan Al Hakim).
6
Perpindahan penduduk secara besar-besaran ke kota sebenarnya
merupakan penyakit menular di tengah-tengah kemajuan negeri yang tengah
berkembang.
Dusun-dusun mulai ditinggalkan, kota-kota menjadi sempit untuk tempat
tinggal pendatang baru. Kehidupan yang keras menyebabkan orang terpaksa
menjual diri. Dasar-dasar kehidupan menjadi rapuh, akhlak karimahpun
hilang.12
Materi dan uang sudah menjadi buruan. Kehidupan terancam bahaya,
karena kesinambungannya berubah oleh meluasnya keluarga nomaden
modern. Beban resikonya tidak mudah diperhitungkan lagi. Kerusakan yang
sulit menghindarinya adalah hilangnya jati diri. Mentalitas mengarah pada
materialistik, permisivistik, bahkan hedonistik. Biaya untuk perbaikannya
niscaya lebih besar dari biaya yang telah dikeluarkan untuk pertumbuhan
ekonomi.
7
Sebenarnya tidak hanya ajaran Agama Islam yang mengungkapkan
secara jelas peran dan citra perempuan itu.
Para penulis sastera juga mengungkapkan peran perempuan Melayu
(Timur) dengan pendirian yang kokoh, seperti terungkapkan dalam Syair Siti
Zubaidah Perang China ; "Daripada masuk agama itu, baiklah mati supaya
tentu, menyembah berhala bertuhankan batu, kafir laknat agama tak
tentu,"15
Perempuan Melayu dengan sifat-sifat mulia diantaranya lembut
hatinya, penyabar, penyayang kepada sesama, keras dalam
mempertahankan harga diri, tegas, teguh dan kuat iman dalam
melaksanakan suruhan Allah, pendamai, suka memaafkan dan mampu
menjadi pemimpin masyarakatnya.
Wanita Melayu juga mempergunakan akal di dalam berbuat dan
bertindak, bahkan terkadang terlalu keras dan berani, seperti ditunjukkan
dalam syair Siti Zubaidah itu,kata H. Ahmad Samin Siregar. 16
(Syair Siti Zubaidah Perang China, Edisi Abdul Muthalib Abdul Ghani, hal. 230).
15
16
Ibid. Pendapatnya diketengahkan pada Munas PIN VIII, HISKI 12-14 Desember 1997 di
Padang.
8
tidak beriman atau lebih halus lagi, kurang mengamalkan ajaran agama
Islam.
Sebenar hakikat dari adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah
itu, adalah aplikatif, bukan simbolis.
Padang, 18 Oktober 1999.