Anda di halaman 1dari 18

EKSTERNALITAS PENGGUNAAN JALAN NASIONAL OLEH TRUK ANGKUTAN

BATU BARA DI KALIMANTAN SELATAN

Pendahuluan

Provinsi Kalimantan Selatan terdiri dari 11 kabupaten dan 2 kota dengan ibukota
provinsi di Banjarmasin. Luas wilayah Provinsi kalimantan Selatan 55.639,52 Km 2 yang
terdiri dari daratan seluas 37.530,5 KM2 dan perairan seluas 18.109 Km2. Rincian luas
wilayah per kabupaten terdapat dalam tabel 1.

Tabel 1
Luas Wilayah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Selatan
Luas Wilayah PROSENTASE
No. Kabupaten/Kota Ibu Kota
(Km²) (%)
1 Tanah Laut Pelaihari 3.729,30 9,94
2 Tanah Bumbu Batulicin 5.066,96 13,50
3 Kotabaru Kotabaru 9.422,73 25,11
4 Banjar Martapura 4.710,97 12,55
5 Hulu Sungai Selatan Kandangan 1.804,94 4,81
6 Hulu Sungai Tengah Barabai 1.472,00 3,92
7 Hulu Sungai Utara Amuntai 951,25 2,53
8 Balangan Paringin 1.819,75 4,85
9 Tapin Rantau 2.174,95 5,80
10 Barito Kuala Marabahan 2.376,22 6,33
11 Tabalong Tanjung 3.599,95 9,59
12 Banjarmasin Banjarmasin 72,67 0,19
13 Banjarbaru Banjarbaru 328,83 0,88
Kalimantan Selatan 37.530,52 100,00
Sumber:  Kalimantan  Selatan dalam Angka, 2003 

Sektor pertambangan sebagai salah satu penyumbang Pendapatan Domestik Bruto


(PDB) yang besar yaitu sebesar 13,66% pada tahun 2006, dengan batubara sebagai sektor
andalan (leading sector). Pada tahun 2007 Provinsi Kalimantan Selatan mengekspor batubara
sebesar 67.822.258,02 ton senilai US$2.158.949.170. Nilai ekspor batubara dari Provinsi
Kalimantan Selatan tiap tahun mengalami peningkatan seperti ditunjukkan dalam tabel 2.

Tabel 2

1
Nilai Ekspor Batubara dari Provinsi Kalimantan Selatan dari 1998 sampai dengan 2007

Tahun Nilai Ekspor Batubara (000 US$)


1998 191 879,80
1999 434 688,18
2000 463 207,08
2001 597 539,96
2002 673 316,81
2003 811 879,20
2004 1 175 537,27
2005 1 624 041,70
2006 1 701 335,96
2007 2.158,95
Sumber: BPS Kalimantan Selatan

Kandungan Batubara di Kalimantan Selatan tersebar di beberapa kabupaten yaitu


Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu. Kandungan batubara di Provinsi
Kalimantan Selatan sangat melimpah. Potensi batubara di Kalimantan Selatan pada tahun
2007 sebesar 8,6 Milyar Ton atau 10,6% dari potensi batubara nasional sebesar 57,8 Milyar
Ton.

Dengan potensi batubara yang sangat besar sangat menarik para investor untuk
menanamkan modalnya di sektor pertambangan khususnya batubara di Kalimantan Selatan.
Selama tahun 2007 luas lahan yang telah digunakan untuk pertambangan sebesar 248.481,82
ha atau 0,23% dari luas Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 55.639,52 Km 2 dengan rincian
dalam tabel 3.

Tabel 3
Luas Area Pertambangan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007
NO PENGGUNAAN LAHAN SATUAN (Ha)
1 Luas ijin Pertambangan yang Dikeluarkan 228.556,25 Ha
2 Luas Bukaan Tambang 8.810,22 Ha
3 Lahan Yang Direklamasi 6.239,57 Ha
4 Lahan Yang Direvegetasi 3.431,54 Ha

2
5 Sarana dan Prasarana 1.444,01 Ha
Jumlah 248.481,82 Ha
Sumber: situs resmi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan

Pengusahaan batubara di Kalimantan Selatan dilakukan oleh beberapa perusahaan


besar, menengah, kecil yang memiliki ijin dan juga para penambang liar. Perusahaan
penambangan barubara yang memperoleh ijin tersebut terdiri dari perusahaan yang
mempunyai ijin PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan perusahaan atau koperasi yang memiliki ijin KP
(Kuasa Pertambangan) yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Beberapa
perusahaan tambang yang beroperasi di Provinsi Kalimantan Selatan yang memperoleh ijin
PKP2B antara lain PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin Indonesia, dan PT. Bantala Coal
Mining.

Semenjak adanya otonomi daerah, daerah-daerah berlomba-lomba untuk


meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Banyak cara dilakukan, salah satunya bagi daerah
yang mempunyai kandungan batubara yaitu menerbitkan ijin Kuasa Pertambangan (KP)
kepada perusahaan-perusahaan atau koperasi. Sampai saat ini telah diterbitkan 229 ijin kuasa
pertambangan di kawasan hutan lindung dengan luas 87.411 ha oleh bupati-bupati di
Kalimantan Selatan.

Selain perusahaan tambang yang mengantongi ijin resmi baik PKP2B dan KP,
penambangn batubara juga dilakukan oleh masyarakat setempat secara ilegal. Hasil
pemeriksaan BPK atas Pengendalian Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Barubara
menyebutkan lahan galian tambang barubara ilegal di Kabupaten Tapin pada tahun 2007
seluas 20,8 Ha. Akibat penambangan ilegal tersebut membebani keuangan Pemerintah
Daerah senilai minimal Rp15.533.473.032,00 untuk penaggulangan kerusakan lingkungan.

Penggunaan Jalan Nasional Oleh Truk Batubara

Definisi jalan nasional menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang


jalan dalam pasal 9 ayat (2) disebutkan jalan nasional merupakan jalan arteri maupun jalan
kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan
jalan strategis nasional dan jalan tol. Jalan nasional di Kalimantan Selatan menghubungkan
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Panjang jalan nasional yang
melintasi Kalimantan Selatan menurut data BPS Kalimantan Selatan pada tahun 2006 tercatat

3
sepanjang 876 Km. Kelas jalan nasional di Kalimantan Selatan berdasarkan Keputusan
Menteri Perhubungan nomor 1 tahun 2003 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau
kalimantan, kelas jalan di Kalimantan Selatan adalah Kelas IIIA dan IIIB. Kelas Jalan III A
merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat dialalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter dan ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter dan muatan sumbu terberat maksimal 8 ton.Sedangkan Kelas
Jalan III B definisinya sama dengan Kelas Jalan IIIA hanya kelas jalan IIIB merupakan jalan
kolektor.

Jalan nasional dibangun dengan menggunakan pajak yang dibayarkan oleh


masyarakat. Seharusnya jalan nasional digunakan untuk kepentingan publik. Namun di
Kalimantan Selatan, jalan nasional digunakan oleh perusahaan-perusahaan tambang untuk
mengangkut batubara dari lokasi tambang ke penampungan akhir (stockpile) di pelabuhan
Trisakti, yang kemudian dikapalkan ke luar kalimantan. Setiap harinya ribuan truk
pengangkut batubara mengangkut jutaan ton batubara melalui jalan nasional mulai dari
Barabai Kabupaten HST sampai Banjarmasin sepanjang kurang lebih 200 Km. Waktu operasi
truk pengangkut batubara untuk melintasi jalan nasional dibatasi mulai pukul 16.00 WITA
sampai dengan 05.00 WITA. Di Kabupaten Tapin setiap harinya kepadatan angkutan
batubara mencapai 2.473 kendaraan (Banjarmasin Post:2005) sedangkan di di Kabupaten
Banjar dan Kota Banjarbaru sedikitnya 1.300 truk batubara melintas. Jumlah tersebut belum
termasuk kendaraan umum selain truk batubara (Walhi Kalsel:2008).

Beberapa perusahaan tambang batubara yang berskala besar seperti PT Adaro


Indonesia di Kabupaten Balangan, PT Arutmin di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru,
dan Jorong Barutama Grestone (JBG) telah mempunyai akses jalan tambang sendiri untuk
membawa hasil tambangnya ke pelabuhan. Sedangkan perusahaan-perusahaan tambang
dengan skala menengah dan kecil masih menggunakan jalan nasional sebagai jalur trasportasi
ke pelabuhan.

Sejarah pemakaian jalan nasional oleh truk pengangkut batubara di Provinsi


Kalimantan Selatan dimulai ketika Syahriel Darham menjabat sebagai Gubernur. Beliau
mencabut larangan yang dibuat oleh pendahulunya Gubernur Gusti Hasan Anam. Gubernur
Gusti Hasan Anam melarang truk-truk batubara beroperasi melalui jalan nasional sejak 1
Oktober 2000. Hingga saat ini truk-truk batubara masih bebas beroperasi di jalan nasional di
Kalimantan Selatan.

4
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai eksternalitas negatif akibat
pengoperasian truk-truk pengangkut batubara melalui jalan negara. Dan juga bagaimana
mengatasi ekternalitas tersebut.

Dasar Teori

Barang Publik

Jalan raya merupakan salah satu barang publik. Sebagai barang publik jalan raya
memiliki karakteristik non excludable dan non rivalry. Non Exludable artinya semua orang
dapat menggunakan barang publik tersebut tanpa ada pengecualian. Sedangkan non rivalry
artinya konsumsi barang tersebut oleh seorang individu tidak mengurangi jumlah barang
yang tersedia untuk dikonsumsi oleh individu lain.

Jalan nasional dalam dalam dimensi barang publik masuk dalam dimensi nasional.
Dalam pasal 14 UU No 38 tahun 2004 tentang jalan disebutkan bahwa yang berwenang atas
jalan nasional adalah pemerintah pusat.Wewenang tersebut meliputi pengaturan, pembinaan,
pembangunan dan pengawasan.

Berdasarkan karakteristiknya, barang dapat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu


barang publik murni (pure public goods), barang common (common goods), barang club

5
(club goods) dan barang privat murni (pure pivate goods). Jenis barang tersebut dapat
digambarkan dalam tabel 4.

Tabel 4
Jenis Barang Berdasarkan Karakteristik Barang
Karakteristik
Rivalri Non-Rivalri
Barang

Exludable Barang Privat Barang Klub

Non-excludable Common Barang Publik

Jalan raya yang telalu padat dapat diklasifikasikan sebagai barang common. Dalam
penggunaannya semua individu dapat melintasi jalan tersebut tanpa ada pembatasan namun
terjadi persaingan antar individu. Tambahan kendaraan yang melintasi jalan tersebut akan
mengurangi manfaat yang dirasakan oleh individu lain. Dalam hal ini terjadi apa yang
dinamakan tragedy of common. Grafik 1 menggambarkan konsumsi barang publik yang
berlebihan menyebabkan walfare loss.

Grafik 1

Price Demand Curve

Marginal Cost

Walfare loss
from excessive
consumtion

Qe Qm Quantity

6
Ketika barang publik disediakan secara bebas, setiap individu akan memanfaatkan
barang tersebut sampai marginal benefit yang didapatnya bernilai nol. Penggunaan barang
publik yang telalu berlebihan akan menyebabkan walfare loss. Welfare loss (luas segitiga
yang diarsir) dapat diukur dari perbedaan antara kemauan setiap individu untuk membayar
tambahan output dari Qe (harga sama dengan biaya marginal) menjadi Qm (harga sama
dengan nol) dengan biaya atas penambahan produksi output dari Qe menjadi Qm

Ekternalitas

Ekternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak
mempunyai pengaruh terhadap pihak yang lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh
pihak yang menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak
tersebut.
Syarat terjadinya eksternalitas yaitu:
1. Ada pengaruh dari suatu tindakan, dan
2. Tidak ada kompensasi yang dibayarkan atau diterima.

Eksternalitas yang memberikan keuntungan kepada pihak lain disebut eksternalitas


positif. Sebaliknya tindakan yang mengakibatkan kerugian pihak lainnya disebut eksternalitas
negatif.

Eksternalitas dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu technical externalities dan
pecuniary externalities. Technical externalities yaitu tindakan seseorang dalam konsumsi
atau produksi akan mempengaruhi tindakan konsumsi dan produksi orang lain tanpa ada
kompensasinya. Pecuniary externalities menyangkut harga dalam perekonomian, yaitu
dengan mempengaruhi kendala anggaran (budget constrain).

Di dalam perekonomian terdapat empat kemungkinan eksternalitas yaitu:


1. Konsumen-konsumen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan
eksternalitas bagi konsumen lainnya;
2. Konsumen-produsen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan
eksternalitas (positif atau negatif) terhadap produsen;
3. Produsen-konsumen;
4. Produsen-produsen.

Hal diatas dapat digambarkan dalam skema dibawah ini:

7
1
Konsumen Konsumen

2 3

Produsen Produsen
4

Adanya eksternalitas mengakibatkan alokasi sumber daya menjadi tidak efisien


karena harga tidak mencerminkan kelangkaan faktor-faktor produksi. Harga barang yang
diproduksi tidak memperhitungkan eksternalitas yang diterima oleh pihak lain. Dalam hal
ekternalitas negatif, biaya produksi yang dihitung untuk menghasilkan barang terlalu kecil
dibandingkan dengan biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat (biaya sosial).
Sedangkan dalam hal eksternalitas positif, harga barang yang mencerminkan biaya produksi
terlalu besar dibandingkan biaya sosial Kondisi ini dapat digambarkan dalam grafik 2
dibawah ini:

Grafik 2

Price

Marginal Social
Cost

Supply Curve
(Marginal Private Cost)

.
Demand Curve
(Marginal Benefit)

Quantity
Qe Qm

8
Pada kondisi tanpa eksternalitas negatif, perusahaan memproduksi output sebesar
Qm. Pada output sebesar Qm tersebut merupakan kondisi equilibrium yaitu perpotongan
antara kurva permintaan yang mencerminkan marginal benefit dari tiap tambahan unit
produksi terakhir dengan kurva penawaran yang merupakan marginal private cost. Qm
merupakan tingkat produksi yang efisien. Namun ketika dalam proses produksi ternyata
menghasilkan ekternalitas negatif, maka output sebesar Qm bukan lagi output produksi yang
efisien. Output sebesar Qm tidak mengkalkulasi biaya yang timbul akibat ekternalitas negatif
yang dihasilkan. Outpun yang efisien sekarang menjadi Qe yaitu perpotongan antara
marginal sosial cost dengan marginal benefit.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi
ekternalitas yaitu:

1. Pemberian sangsi
Sangsi dapat digunakan dalam mengendalikan eksternalitas negatif. Penerapan pajak
merupakan salah satu sangsi. Besarnya sangsi yang harus ditanggung yaitu sebesar
biaya atau keuntungan sosial yang sebenarnya. Ketika terjadi ekternalitas, pasti terjadi
perbedaan antara biaya privat dan biaya sosial dan juga perbedaan antara keuntungan
sosial dan keuantungan privat. Dalam grafik 3 dijelaskan mengenai fungsi pemberian
pajak untuk mencapai efisiensi.

Grafik 3

Harga

Marginal Social Cost

E Marginal Privat Cost


C
D
F Tax per Unit
A
B
Demand (Marginal
Social Benefit)

Qe Qm Output

Garafik 3 menggambarkan dampak pemberian pajak terhadap terhadap output


perusahaan. Ketika pajak belum dikenakan kepada produsen, perusahaan

9
memproduksi output sebesar Qm. Kondisi equilibrium terjadi pada titik D yaitu
perpotongan antara kurva marginal private cost dengan kurva permintaan yang
mencerminkan marginal social benefit. Karena dalam memproduksi output tersebut
menimbulkan ekstenalitas negatif, pemerintah mengenakan pajak terhadap setiap unit
barang yang diproduksi. Dengan adanya pajak tersebut terjadi kenaikan harga barang
dari F menjadi C. Titik keseimbangan juga bergeser dari D menjadi E yaitu
perpotongan kurva marginal social cost dengan kurva permintaan. Output produksi
yang efisien setelah adanya pajak menjadi Qe dari yang sebelumnya Qm. EA
merupakan jumlah pajak per unit sedangkan daerah ABCE merupakan jumlah total
pajak yang dibayarkan.
Kelemahan dari kebijakan pengenaan pajak adalah penentuan jumlah pajak yang
harus dilakukan dengan coba-coba (trial and error) sehingga
2. Subsidi pengurangan eksternalitas
Subsidi diberikan ketika terjadi ekstenalitas positif untuk meningkatkat efisiensi
faktor-faktor produksi. Grafik 4 menjelaskan kondisi equilibrium saat diberikan
subsidi.

Grafik 4

supply
Harga

Equilibrium setelah subsidi

Subsidi per unit Eqiulibrium


output sebelum subsidi
Marginal social benefit

Demand

Qm Qe Output

10
Grafik 4 menggambarkan keseimbangan ketika kondisi sebelum pemberian
subsidi dan kondisi sesudah pemberian subsidi. Sebelum subsidi diberikan output
perusahaan yang efisien yaitu sebesar Qm. Kondisi ini dapat terjadi jika dalam
menghasilkan output tersebut tidak ada eksternalitas positif yang muncul. Dalam
kondisi terdapat eksternalitas positif, output sebesar Qm tidak mencerminkan output
yang efisien karena tidak mempertimbangkan eksternalitas positif. Marginal social
benefit melebihi harga output. Dengan pemberian subsidi per unit output yang
dihasilkan, output perusahaan naik menjadi Qe yaitu pada saan kondisi equilibrium
yaitu perpotongan kurva marginal social benefit dengan kurva penawaran.
Beberapa kelemahan dalam pemberian subsidi (Mangkoesoebroto:2001, hal
137) yaitu:
1) Pemerintah harus mengetahui tingkat produksi yang ditetapkan pabrik tanpa
adanya subsidi. Tanpa mengetahui tingkat produksi sebelum subsidi maka
pengusaha akan cenderung untuk menyatakan tingkat produksi yang sebesar-
besarnya untuk mendapatkan subsidi yang besar.
2) Analisanya statis dan jangka pendek karena tidak memperhatikan kemungkinan
bertambahnya jumlah pabrik yang menimbulkan eksternalitas.
3) Timbul distorsi lokasi.

Jumlah pajak dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah dapat diringkas dalam tabel
5 dibawah ini.

Tabel 5
Pajak dan Subsidi karena Eksternalitas
Kondisi Pajak dan Subsidi Jumlah Pajak/Subsidi
MSC > PMC Pajak kepada produsen MSC – PMC
MSC< PMC Subsidi kepada produsen PMC – MSC
MSB < MPB Pajak kepada konsumen MPB – MSB
MSB > MPB Subsidi kepada konsumen MSB – MPB
(Mangkoesoebroto:2001 hal.137)
Keterangan:
MSC : Marginal Social Cost
MPC : Marginal Private Cost
MSB : Marginal Social Benefit
MPB : Marginal Private Benefit

3. Membuat regulasi

11
Pemerintah dapat membuat regulasi/peraturan untuk meminimalisasi eksternalitas
negatif. Dalam peraturan tersebut diatur standar dan ketentuan-ketentuan yang harus
diikuti serta sangsi apabila peraturan tersebut dilanggar. Peraturan ini merupakan
software barang publik.
4. Penentuan hak kepemilikan melalui undang-undang khusus
Pemberian hak untuk menimbulkan eksternalitas misalnya polusi dapat diberikan oleh
pemerintah melalui undang-undang khusus. Pemberian hak ini untuk mengurangi
inefisiensi yang timbul akibat adanya eksternalitas.

Ekternalitas Penggunaan Jalan Nasional Oleh Truk Pengangkut Batubara

Digunakannya jalan nasional untuk transportasi angkutan truk pengangkut batubara


membawa eksternalitas bagi penduduk di sepanjang jalan tersebut. Marginal social cost lebih
besar dibandingkan marginal private cost dan juga marginal social benefit lebih kecil
dibandingkan marginal private benefit Penduduk tidak memperoleh kompensasi dari
pengusaha batubara atas ekternalitas negatif yang ditimbulkan oleh truk-truk pengangkut
batubara yang melintasi jalan nasional. Eksternalitas negatif yang timbul yaitu rusaknya jalan
nasional dan infrastruktur jalan, kemacetan, polusi, dan banyaknya korban kecelakaan
lalulintas oleh truk batubara.

1. Rusaknya Jalan Nasional dan Infrastruktur Jalan


Jalan nasional dan infrastruktur jalan seperti jembatan dibangun dengan menggunakan
pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Oleh karena itu masyarakat berhak atas
penggunaan jalan tersebut. Dalam Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan
disebutkan dalam pasal 3 salah satu tujuan pengaturan penyelenggaraan jalan yaitu

12
mewujudkan peran penyelenggara jalan yang andal dan prima serta berpihak pada
kepentingan masyarakat. Penyelenggaraan jalan artinya kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan. Untuk jalan nasional
Penyelenggaran jalan adalah pemerintah pusat.
Banyaknya truk-truk yang melintas di jalan nasional di Provinsi Kalimantan Selatan
mengakibatkan tujuan penyelenggaraan jalan tidak tercapai. Jalan-jalan dan infrastruktur
yang dilintasi oleh truk-truk pengangku batubara banyak mengalami kerusakan mulai dari
kerusakan yang ringan hingga parah. Data dari Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah Republik Indonesia menunjukkan kondisi jalan nasional pada tahun 2007
digambarkan dalam tabel 6.
Tabel 6
Kondisi Jalan Nasional di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007
Kondisi Jalan  Panjang Jalan (Km) %

a.     Baik 125,57 14,33


b.     Moderat 443,47 50,62
c.     Rusak 206,46 23,57
d.     Rusak Parah 100,54 11,47
Total  876,00 100,00
Akibat rusaknya jalan, masyarakat tidak dapat menikmati pelayanan yang andal dan
prima dari penyelenggaran jalan. Selain itu dengan diperbolehkannya truk-truk batubara
melintasi jalan nasional mengindikasikan pemerintah lebih mengutamakan kepantingan
pengusaha daripada kepentingan masyarakat.
Rusaknya jalan dan infrastruktur jalan diakibatkan truk-truk mengangkut batubatra
melebihi batas tonase yang diperbolehkan. Sesuai dengan kelas jalan nasional di Provinsi
Kalimantan Selatan yaitu kelas IIIA dan IIIB batas tonase maksimal yaitu 8 ton.
Rusaknya jalan dan infrastruktur mengakibatkan biaya untuk perbaikan dan pemeliharaan
jalan meningkat. Ujung-ujungnya masyarakat lagi yang harus menanggung biaya
perbaikan jalan dan infrastruktur dengan membayar pajak.
2. Kemacetan
Setiap harinya truk yang melintas di jalan nasional dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah
sampai Banjarmasin jumlahnya mencapai ribuan. Truk-truk tersebut berjalan beriringan.
Kepadatan angkutan batubara di Kabupaten Tapin setiap harinya mencapai 2.473
kendaraan (Banjarmasin Post:2005) sedangkan di di Kabupaten Banjar dan Kota

13
Banjarbaru sedikitnya 1.300 truk batubara melintas. Jumlah tersebut belum termasuk
kendaraan umum selain truk batubara (Walhi Kalsel:2008).
Lebar jalan nasional mulai dari Martapura Kabupaten Banjar sampai dengan Kabupaten
Tapin hanya 2 jalur. Dengan kondisi jalan yang tidak terlalu lebar, apabila terdapat truk
yang berhenti di tepi jalan, pasti mengakibatkan kemacetan yang cukup panjang karena
hanya 1 jalur yang dapat digunakan secara bergantian dari arus yang berlawanan. Banyak
waktu yang tebuang sia-sia karena kemacetan.
3. Polusi
Banyaknya truk pengangkut batubara yang melintasi jalan nasional menyebabkan tingkat
polusi tinggi baik polusi udara dan polusi suara. Polusi udara disebabkan debu kendaraan,
asap knalpot dan juga batubara yang berceceran di jalan. Sedangkan polusi suara terutama
ketika terjadi kemacetan. Suara klakson saling kendaraan saling bersautan menimbulkan
kebisingan. Polusi tersebut jelas sangat menggangu masyarakat yang tinggal di tepi jalan
raya tersebut. Masyarakat terancam kesehatannya terutama gangguan saluran pernafasan
dan paru-paru. Penyakit yang mengancam bagi penduduk di sepanjang jalan transportasi
angkutan batubara antara lain paru-paru hitam (black lung). Penyakit ini dapat
menjangkiti masyarakat yang menghirup debu batubara secara terus menerus.Selain itu
TBC, asma dan penyakit kangker paru-paru.
Hasil pengukuran tingkat pencemaran udara di sepanjang jalan transportasi batubara
menunjukkan kadar debu PM 10 (partikel < 10 mm) yang melebihi baku mutu menurut
PP nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Standar baku mutu
untuk PM 10 yaitu sebesar 150µg/Nm3.
4. Kecelakaan Lalu Lintas
Banyak korban jiwa akibat kecelakaan yang diakibatkan oleh truk batubara. Faktor utama
terjadinya kecelakaan lalulintas oleh truk batubara yaitu kelelahan yang diderita para
sopir dan kondisi kendaraan.
Data jumlah kecelakaan lalu lintas di Provinsi Kalimantas Selatan pada tahun 2006
ditunjukkan dalam tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7
Jumlah Kecelakaan Lalulints pada Tahun 2006 di Masing-Masing Kabupaten/Kota
Provinsi Kalimantan Selatan

No Kabupaten/Kota Jumlah Jumlah Korban


Mati Luka Luka Jumlah
Kejadian

14
Kecelakaan Berat Ringan
1 Tanah Laut 32 32 14 10 57
2 Kotabaru 14 14 4 18
3 Banjar 60 70 12 19 101
4 Barito Kuala 16 13 11 7 31
5 Tapin 337 16 56 265 337
6 Hulu Sungai Selatan 21 19 7 20 46
7 Hulu Sungai Tengah 18 20 2 4 26
8 Hulu Sungai Utara 22 17 12 8 37
9 Tabalong 7 8 1 4 13
10 Banjarmasin 37 31 13 1 45
11 Banjarbaru 90 43 5 98 146
12 Tanah Bumbu 11 11 7 5 23
13 Balangan 3 2 0 4 6
Jumlah 668 297 144 445 886
Sumber: Profil Kesehatan/Kota Tahun 2006 Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan
Tabel 7 diatas menunjukkan kabupaten/kota yang dilalui jalan nasional dimana truk
batubara melintas yaitu Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kota Banjarbaru, Kota
Banjarmasin dan Kabupaten Tanah Laut mempunyai angka kecelakaan yang tinggi
dibandingkan dengan kabupaten lain yang jalan nasionalnya tidak dilalui truk batubara.
Jumlah kecelakaan dari kelima kabupaten yang dilalui truk batubara sebanyak 477 atau
69% dari total jumlah kecelakaan. Sedangkan korban jiwa sebanyak 686 atau 77,4% dari
jumlah total korban.

Penggulangan Ekternalitas

Eksternalitas negatif yang muncul akibat penggunaan jalan nasional oleh truk
pengangkut batubara dapat diminimalisir sekecil mungkin. Ada beberapa cara untuk
meminimalisir dampak negatif akibat beroperasinya truk batubara di jalan nasional yaitu:

1. Pemerintah membuat peraturan/regulasi yang melarang truk batubara untuk


beroperasi di jalan nasional. Peraturan yang telah dibuat harus dilaksanakan secara
tegas. Semua bentuk pelanggaran ditindak sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Pemerintah memberlakukan pajak/retribusi kepada setiap truk angkutan batubara yang
melintasi jalan negara. Tujuannya untuk membatasi truk batubara yang melintas di
jalan nasional. Pengenaan pajak/retribusi akan memberikan tambahan pendapatan
bagi daerah.

15
3. Pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat di sepanjang jalan nasional
seperti subsidi biaya pemeriksaan kesehatan. Dengan adanya subsidi ini diharapkan
masyarakat lebih terbantu untuk manjaga kesehatannya.
4. Internalisasi perusahaan batubara yaitu perusahaan batubara membuat jalan sendiri ke
tempat penampungan batubara sebelum dikapalkan. Kendalanya yaitu biaya
pembuatan jalan sangat mahal. Namun dengan kerjasama antara setiap perusahaan
tambang batubara, pemerintah dan pihak ketiga (investor), kendala tersebut dapat
diatasi sehingga pembuatan jalan angkutan batubara dapat direalisasikan.
Saat ini sedang dikerjakan proyek pembuatan jalan khusus truk batubara sepanjang
28,742 Km di wilayah Kabupaten Tapin yang melintasi 4 kecamatan dari Tapin
Selatan, Tapin Tengah, Candi Laras Selatan dan Candi Laras Utara. Proyek yang
menelan dana US$30 juta atau sekitas Rp270 milyar diharapkan selesai pada bulan
Juli 2009.
5. Perusahaan batubara memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak
ekternalitas negatif akibat beroperasinya truk batubara di jalan nasional melalui
program CSR (Corporate Social Responsibility).

Kesimpulan

1. Jalan nasional di Provinsi Kalimantan Selatan dapat diklasifikasikan sebagai common


goods karena banyaknya pengguna jalan yang melintasi jalan tersebut mengakibatkan
penurunan manfaat yang dinikmati oleh orang lain. Terjadi tragedy of common.
2. Truk batubara yang melintasi jalan nasional di Provinsi Kalimantan Selatan
mengakibatkan ekternalitas negatif bagi penduduk di sepanjang jalan tersebut dan
juga pengguna jalan lainnya. Ekternalitas negatif tersebut yaitu rusaknya jalan dan
infrastruktur sepanjang jalan nasional, kemacetan, polusi dan banyaknya kecelakaan
lalulintas.
3. Untuk mengatasi ekternalitas negatif tersebut ada beberapa jalan yang dapat ditempuh
yaitu pembuatan peraturan yang melarang truk angkutan batubara beroperasi di jalan
nasional, pemberian pajak/retribusi kepada setiap truk angkutan batubara yang
melintasi jalan nasional, memberikan subsidi kepada masyarakat yang menanggung
eksternalitas negatif, pengenaan pajak/retribusi kepada setiap truk pengangkut
batubara yang melintasi jalan nasional, internalisasi perusahaan dengan cara membuat
jalan perusahaan untuk mengangkut batubara, dan/atau pemberian bantuan kepada
masyarakat melalui program CSR (Corporate Social Responsibility)

16
Daftar Pustaka

Apa yang Telah “Kita” Peroleh Dari Batubara? (5 Januari 2005). Radar Banjarmasin Online
News. http://www.radarbanjarmasin.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=49058
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.(2008). Hasil Pemeriksaan Atas
Pengendalian Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Batubara Pada
Pemerintah Kabupaten Tapin di Rantau, tanggal 2 Januari 2008.
Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan. (2008). Statistic by Subject: Trade.
http://kalsel.bps.go.id/INDEX.htm
Debu Tambang Batubara di Kalsel di Atas Ambang Toleransi (4 September 2008).
Indowarta. http://indowarta.com/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=2913
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2005). Warga Kalimantan Selatan Terancam
Penyakit Paru-Paru Hitam. http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=
viewarticle&sid=804&Itemid=2, tanggal 28 Maret 2005
Departemen Kimpraswil. (2008). Informasi Bina Marga: Info Jalan. Statistik Pekerjaan
Umum Online. http://www.kimpraswil.go.id/infoStatistik/Internal%20departemen/
praswil/
Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. (2007). Profil Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2006.
Kemana Larinya Royalti Batubara Kita? (12 Agustus 2008). Banjarmasin Post
Kalselku Sayang, Kalselku Malang.(22 Agustus 2008). Radar Banjarmasin
Mangkoesoebroto, Guritno (2001), Ekonomi Publik (edisi 3). BPFE Yogyakarta

17
Pembangunan Jalan Batubara Digenjot. (10 November 2008). APIndonesia.com
http://apindonesia.com/new/index.php?
option=com_content&task=view&id=1390&Itemid=46
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. (2008). Potensi Bahan Galian Provinsi Kalimantan
Selatan. http://www.kalselprov.go.id/
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (2008). Kalimantan Selatan dalam Angka.
Republik Indonesia. (2003). Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1 Tahun 2003 tentang
Penetapan Kelas Jalan di Provinsi Kalimantan Selatan
Republik Indonesia. (1999) Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara
Republik Indonesia. (1967). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pertambangan
Republik Indonesia.(2004) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan
Stiglitz, Joseph E (1988), Economics of the Public Sector (2nd ed).New York:W.W.Norton &
Company
Trans Kalimantan Jadi Jalan Tambang. Kompas. (1 September 2005).
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0509/01/utama/2017282.htm
Truk Batubara Mengganggu Kota. (30 April 2008).
http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=339.
Udiansyah. (2008). Jalan Negara dan Kutukan Batubara. Jatam (21 Juli 2008).
http://www.jatam.org/content/view/435/21/
Walhi. (2004). Kondisi Obyektif Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kalimantan Selatan (4
Oktober 2004). http://www.walhi.or.id/kampanye/psda/041004_lhkalsel_li/
Walhi Kalsel.(2005). Fenomena Pertambangan Batubara di Kalimantan Selatan: Kebijakan
Kuras Habis dan Berorientasi Pasar. (24 Oktober 2005)
http://www.walhi.or.id/kampanye/tambang/reformkeb/0510_kbjknbatubr_cu/
Walhi Kalsel. Hentikan Jalan Umum untuk Angkutan Batubara (14 April 2007). Banjarmasin
Post

18

Anda mungkin juga menyukai