Anda di halaman 1dari 13

PENGEMBANGAN SPEKTROMETER SINAR-GAMMA DENGAN SISTEM

IDENTIFIKASI ISOTOP RADIOAKTIF MENGGUNAKAN METODE


JARINGAN SYARAF TIRUAN

M. Syamsa Ardisasmita *

ABSTRAK
PENGEMBANGAN SPEKTROMETER SINAR-GAMMA DENGAN SISTEM
IDENTIFIKASI ISOTOP RADIOAKTIF MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF
TIRUAN. Metode jaringan syaraf tiruan telah ditambahkan ke spektrometer sinar-gamma berbasis
komputer personal untuk mengidentifikasi isotop radioaktif secara otomatis dalam waktu nyata dari
spektra sinar-gamma yang dipancarkan. Dua arsitektur jaringan syaraf telah diteliti: Perceptron dan
Optimal Linear Associative Memory (OLAM). Kedua jaringan tersebut mempunyai tanggap linier dan
tepat digunakan untuk menentukan komposisi cuplikan yang tidak dikenal dengan membandingkan
superposisi linier dari spektrum yang tidak dikenal terhadap spektra acuan. Perbandingan dari kedua
arsitektur tersebut memperlihatkan bahwa OLAM adalah lebih baik daripada Perceptron untuk aplikasi
identifikasi. Kelebihan dari teknik jaringan syaraf adalah menggunakan seluruh spektrum untuk proses
identifikasi daripada hanya menggunakan puncak-puncak energi foton gamma individual seperti pada
metode klasik. Sistem ini dapat menyelesaikan masalah pengidentifikasian pada spektrometer sinar-
gamma resolusi rendah dengan hasil yang sangat baik seperti pada detektor sintilasi NaI(Tl). Sistem ini
telah diuji menggunakan data eksperimen dari detektor NaI(Tl) dengan hasil yang baik dan pendekatan
jaringan syaraf sangat membantu dalam situasi yang membutuhkan jawaban sistem yang cepat.

Kata Kunci: Spektroskopi gamma, jaringan syaraf, identifikasi isotop

ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF GAMMA-RAY SPECTROMETER WITH RADIOACTIVE
ISOTOPE IDENTIFICATION SYSTEM USING ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS
METHODS. An artificial neural networks methods have been added to a PC based gamma-ray
spectrometer to automatically identify radioactive isotopes in real-time from their gamma-ray spectra.
Two neural network architectures are examined: the Perceptron and the Optimal Linear Associative
Memory (OLAM). Both networks have a linear response and are useful in determining the composition of
an unknown sample when the spectrum of the unknown is a linear superposition of reference spectra. A
comparison of the two architectures shows that OLAM is superior to Perceptron for this application.
One feature of this technique is that it uses the whole spectrum in the identification process instead of
only the individual gamma photo-peaks. This system is useful to solve a problem of identification with a
good result from lower resolution gamma-ray spectrometers, like NaI(Tl) detectors. This system has been
successfully tested with experimental data from NaI(Tl) detectors and the neural network approach is
useful in situations that require fast response.

Key words: gamma spectroscopy, neural networks, isotope identification.

*
Pusat Pengembangan Teknologi Informasi dan Komputasi - BATAN
PEDAHULUAN

Dewasa ini dalam pemantauan lingkungan dibutuhkan peralatan untuk


mendeteksi pencemaran zat radioaktif dan mengidentifikasi jenis dan unsur dari
radioaktif pencemar tersebut ke lingkungan. Spektrometer sinar gamma dapat
digunakan untuk menganalisis sumber radioaktif yang kemudian dapat digunakan
untuk mengidentifikasi unsur atau isotop-isotop radioaktif yang ada di dalamnya.
Biasanya untuk mengidentifikasi isotop radioaktif, spektrometer gamma dilengkapi
dengan suatu perangkat lunak untuk kalibrasi dan mencocokkan puncak-puncak energi
foton (photopeak) dengan suatu pustaka data nuklir. Untuk memahami puncak-puncak
energi spektrum maka dibutuhkan pengetahuan tentang interaksi radiasi sinar gamma
dengan materi. Tetapi dengan berkembangnya metode jaringan syaraf tiruan sebagai
bagian dari ilmu kecerdasan buatan, maka kita dapat menciptakan peralatan cerdas
yang dapat melakukan identifikasi isotop radioaktif secara otomatis yaitu dengan
mencocokan pola -pola spektral secara menyeluruh dari setiap sumber radioaktif dan
juga campurannya, tidak hanya dengan memeriksa puncak-puncak energi foton seperti
yang dilakukan selama ini.
Untuk memeriksa radiasi gamma dibutuhkan alat yang disebut spektrometer
yang terdiri dari detektor radiasi gamma, rangkaian elektronika penunjang, dan alat
yang disebut multichannel pulse-height analyzer (MCA). Rangkaian elektronika, catu
daya tegangan tinggi dan rangkaian MCA kini telah dibuat secara terintegrasi dan on-
board pada slot komputer PC. Dengan perangkat lunak khusus, komputer PC dapat
berfungsi sebagai MCA dengan kemampuan pengolahan dan analisis yang lebih baik.
Karena berbasis komputer maka dapat direalisasikan sistem cerdas yaitu menerapkan
berbagai metode matematika dan kecerdasan buatan untuk memperkaya kemampuan
peralatan. Banyak isotop radioaktif dapat diidentifikasi dengan memeriksa
karakteristik sinar gamma dan spektral hasil interaksi sinar-gamma dengan materi
yang memberikan pola yang unik.
Jaringan syaraf tiruan (artificial neural networks – ANN) merupakan sistem
pengolah informasi yang sifat-sifat dasarnya menyerupai jaringan syaraf biologi. Ciri
dari jaringan syaraf adalah kemampuan untuk belajar (learning process) yaitu
memodifikasi tingkah laku sesuai dengan umpan balik dari lingkungannya. Sebuah
jaringan syaraf dilatih dengan memasukkan vektor masukan secara berurutan sehingga
diperoleh serangkaian keluaran tertentu yang konsisten dengan mengatur pembobotan
jaringan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Kemampuan untuk
membedakan informasi dengan derau dan distorsi, atau merekonstruksi informasi yang
tidak lengkap agar mampu menangkap pola yang sebenarnya, merupakan hal yang
sangat penting dalam pengenalan dan identifikasi pola spektral. Pola spektral oleh
jaringan syaraf tiruan diklasifikasi berdasarkan keserupaan dengan perhitungan derajat
keserupaan. Klasifikasi pola spektral dan kategorisasi keanggotaan kelas merupakan
salah satu atribut dalam pengenalan pola menggunakan jaringan syaraf tiruan yang
dapat dilakukan dengan metode pembelajaran secara statistik atau deterministik.
SPEKTRUM SINAR-GAMMA

Sinar gamma adalah radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang


gelombang yang sangat pendek (dalam orde Angstrom) yang dipancarkan oleh inti
atom yang tidak stabil yang bersifat radioaktif. Setelah inti atom memancarkan
partikel α, β¯(elektron), β+ (positron), atau setelah peristiwa tangkapan elektron, inti
yang masih dalam keadaan tereksitasi tersebut akan turun ke keadaan dasarnya dengan
memancarkan radiasi gamma. Sebagai contoh, peluruhan unsur 137 Cs menjadi 137 Ba
melalui peluruhan β¯ yang diikuti pemancaran radiasi γ.
137
Cs 137
Ba + β-1 + β-2 + γ

Skema peluruhan 137 Cs dapat dilihat pada gambar 1.

137
55 Cs

β-1
137m
Ba 661,6 keV
β-2 γ
0,0
Stable 137
56 Ba

137
Gambar 1. Skema peluruhan Cs

Detektor yang umum digunakan dalam spektroskopi gamma adalah detektor


sintilasi NaI (Tl). Detektor ini terbuat dari bahan yang dapat memancarkan kilatan
cahaya apabila berinteraksi dengan sinar gamma. Efisiensi detektor bertambah dengan
meningkatnya volume kristal sedangkan resolusi energi tergantung pada kondisi
pembuatan pada waktu pengembangan kristal. Sinar gamma yang masuk ke dalam
detektor berinteraksi dengan atom-atom bahan sintilator menurut efek fotolistrik,
hamburan Compton dan pasangan produksi, yang akan menghasilkan kilatan cahaya
dalam sintilator. Keluaran cahaya yang dihasilkan oleh kristal sintilasi sebanding
dengan energi sinar gamma. Kilatan cahaya oleh pipa cahaya dan pembelok cahaya
ditransmisikan ke fotokatoda dari photomultiplier tube (PMT) kemudian digandakan
sebanyak-banyaknya oleh bagian pengganda elektron pada PMT. Arus elektron yang
dihasilkan membentuk pulsa tegangan pada input penguat awal (preamplifier) . Pulsa
ini setelah melewati alat pemisah dan pembentuk pulsa dihitung dan dianalisis oleh
Mulichannel Analyzer (MCA) dengan tinggi pulsa sebanding dengan energi gamma.
Nuclear Scintilator
Radiation Photocathode
Discriminator
Photomulti- Preamplifier MCA
and pulse -
Light plier Tube shaper
reflector

Light
pipe High voltage

Gambar 2. Skema bagan spektrometer sinar gamma.

Jika energi radiasi yang dipancarkan oleh unsur radioaktif 137 Cs diserap
seluruhnya oleh elektron-elektron pada kristal detektor NaI(Tl) maka interaksi ini
disebut efek fotolistrik yang menghasilkan puncak energi (photopeak) pada spektrum
gamma (gambar 3) pada daerah energi 661,65 keV. Apabila foton gamma berinteraksi
dengan sebuah elektron bebas atau yang terikat lemah, misal elektron pada kulit
terluar suatu atom, maka sebagian energi photon akan diserap oleh elektron dan
kemudian terhambur. Interaksi ini disebut dengan hamburan Compton.

Gambar 3. Spektrum gamma dari 137 Cs


Titik batas antara interaksi Compton dan foto listrik menghasilkan puncak
energi yang disebut Compton edge. Puncak Backscatter disebabkan oleh foton yang
telah dihamburkan keluar ternyata didefleksi balik kedalam detektor sehingga
terdeteksi ula ng. Sebagian besar energi foton 137 Cs (89,98%) dipancarkan dengan
energi 661,65 keV, tetapi ada juga foton yang dipancarkan dengan energi masing-
masing: 4,47 keV (1,04%), 31,82 keV (2,07%), 32,19 keV (3,82%) dan 36,40 keV
(1,39%). Energi foton sebesar 4,47 keV terlampau kecil untuk terdeteksi oleh detektor
NaI(Tl). Tiga energi berikutnya (31,82 , 32,19 dan 36,40 keV) terlalu dekat untuk
dapat dipisahkan oleh detektor NaI(Tl) sehingga muncul sebagai multiplet dengan
energi rata-rata 32,89 keV. Demikian contoh karakteristik spektra dari isotop 137 Cs,
setiap isotop mempunyai karakteristik pola spektral yang berbeda-beda yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi isotop-isotop tersebut.

JARINGAN SYARAF TIRUAN

Jaringan syaraf tiruan merupakan sistem terdiri dari neuron-neuron yang saling
berhubungan yang menyerupai jaringan syaraf biologis. Karakteristik dari jaringan
syaraf dapat dibedakan berdasarkan: (1) Arsitektur keterhubungan antara neuron
dalam jaringan; (2) Metodologi pembelajaran dengan mengubah-ubah nilai
pembobotan antara neuron; (3) Fungsi aktivasi yang membatasi nilai keluaran neuron.
Arsitektur jaringan adalah susunan atau struktur neuron dalam membentuk sebuah
lapisan dan bagaimana pola keterhubungan. Selain arsitektur jaringan maka proses
pembelajaran dalam jaringan syaraf merupakan hal yang sangat penting. Ada dua
golongan pembelajaran yaitu pembelajaran dengan pengarahan (supervised learning)
dan pembelajaran tanpa pengarahan (unseprvised learning).

Gambar 4. Mekanisme pemrosesan neuron tunggal


Prinsip kerja neuron adalah menerima masukkan dari beberapa neuron yang
berada didepannya. Nilai sinyal masukkan akan dikalikan dengan bobot
keterhubungan antara neuron dan kemudian dijumlahkan untuk memberikan nilai total
masukkan. Fungsi aktivasi atau fungsi transfer menghubungkan nilai total masukan
untuk menghasilkan keluaran. Apabila nilai total masukkan mencapai nilai tertentu
maka neuron tersebut akan mengirim sinyal keluaran (gambar 4). Pembelajaran
dilakukan dengan memberikan sekumpulan vektor pola masukan beserta pasangan
vektor keluarannya yang telah ditentukan kategorinya yang disebut sebagai vektor
target keluaran. Untuk dapat menghasilkan derajat kesesuaian atau hubungan antara
vektor masukan dengan vektor target keluarannya maka dilakukan pembelajaran yaitu
dengan mengubah-ubah nilai bobot keterhubungan antara neuron sampai dihasilkan
kesalahan yang minimal. Ini dinamakan sebagai pembelajaran dengan pengarahan
yaitu jaringan belajar dari contoh-contoh kasus (learning by example) dan mengadapsi
dirinya untuk memperoleh solusi. Pembobotan sinaptik atau kekuatan koneksi antara
neuron dipergunakan untuk menyimpan pengetahuan seperti pada neuron biologis.

Gambar 5. Jaringan syaraf tiruan untuk mengidentifikasi isotop radioaktif

Sampel radioaktif tidak dikenal yang akan diidentifikasi biasanya merupakan


campuran dari sejumlah isotop radioaktif. Spektra dari sampel tersebut merupakan
superposisi linier dari spektra setiap isotop secara individual. Setiap kanal dari spektra
sampel diumpankan kedalam jaringan syaraf untuk dicocokkan dengan data-data
acuan yang merupakan spektra dari setiap unsur radioaktif yang sudah dikenalkan
pada proses pembelajaran. Jaringan syaraf kemudian akan mengidentifikasi komposisi
dari sampel tersebut. Jaringan syaraf tiruan yang dibutuhkan untuk identifikasi adalah
yang memiliki kemampuan tanggap linier seperti: Perceptron dan Optimum Linier
Associative Memory (OLAM).

Perceptron

Perseptron, yang diperkenalkan oleh Rosenblatt (1958) adalah sistem jaringan


syaraf sederhana dengan arsitektur lapisan tunggal dan feed-forward network yang
banyak digunakan untuk mensimulasikan proses pengenalan pola yang pola -polanya
terpisah secara linier. Konsep utama pengenalan pola adalah diskriminan yaitu sebuah
fungsi atau operator untuk pengukuran keanggotaan kelas atau nilai atribut.
Diskriminan linier dapat digambarkan secara skematik dimana nilai ciri pola
merupakan masukan ke suatu kotak hitam diskriminan. Dalam pendekatan matematis,
pola digambarkan dalam bentuk vektor X dan pemecahan untuk diskriminan linear
adalah mencari vektor kolom koefisien pembobotan W sedemikian sehingga elemen-
elemen keluarannya merupakan nilai yang ditetapkan dalam pembelajaran.
Pemecahannya dilakukan dengan memperbaharui secara iteratif koefisien vektor
penimbang sehingga selisih antara keluaran yang diinginkan dan keluaran yang
sebenarnya menjadi minimal. Dalam kasus umum biasanya diskriminan tidak linear
sehingga pemecahannya akan lebih rumit yaitu menggunakan penyelesaian persamaan
non-linear. Tahap-tahap aturan pembelajaran Perceptron dilakukan dengan algoritma
dibawah ini:

Tahap 1. Inisialisasi nilai-nilai pembobotan dengan bilangan acak.

Tahap 2. Perkenalkan pasangan-pasangan dari pola spektra masukan dan jenis isotop
keluaran ke jaringan syaraf.

Tahap 3. Jalarkan data maju dan bangkitkan klasifikasi keluaran

Tahap 4. Hitung kesalahan kuadrat rata-rata antara klasifikasi target dengan


klasifikasi aktual.

Tahap 5. Adaptasikan bobot-bobot sinaptik dengan menggunakan aturan delta untuk


mengurangi kesalahan keluaran. ∆W - η(tp – yp )x p (η adalah kadar pembelajaran).

Tahap 6. Apabila masih ada spektra pada himpunan pembelajaran maka kembali ke
tahap 2.

Tahap 7. Jika kesalahan keluaran masih besar atau belum mencapai jumlah iterasi
maksimum maka kembali ke tahap 2.

Optimal Linier Associative Memory (OLAM)

Self-Organization and Associative Memory dikembangkan oleh Teuvo Kohonen


dari Universitas Helsinki pada tahun 1972. Jaringan ini dapat mendeteksi keteraturan
dan korelasi dari masukan-masukannya dan belajar mengenal kelompok-kelompok
masukan yang serupa. Pendekatan Optimal Linier Associative Memory didasarkan
pada model memori untuk merepresentasikan suatu matriks. Misalkan sebagai contoh
kita ambil beberapa nada akan mengingatkan kita pada sebuah lagu. Kemampuan
seperti itu bagi psikolog sering disebut dengan Associative Memory. Aturan
pembelajarannya menggunakan ortogonalisasi matriks, dengan proses pembelajaran
sebagai berikut:

Tahap 1. Dari matriks-matriks spektral (x1 , x2 , …, xp ) dan konsentrasi isotop


(t1 , t2 , …, tp ), susun matriks kolom X dengan dimensi n×p dan mstriks kolom target T
dengan dimensi m×p.
Tahap 2. Buat inverse dari matriks spektral X. Karena umumnya X bukan matriks
persegi empat maka gunakan teknik pseudo-inverse untuk membangkitkan X-1 .

Tahap 3. Hitung matriks bobot sinaptik untuk memperoleh keserupaan maksimum:


W = TX-1 .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Detektor sintilator NaI(Tl) digunakan untuk mendeteksi sinar-gamma pada


daerah energi 0,1 – 100 MeV dengan efisiensi cukup tinggi (10-60%) dan resolusi
energi menengah (5-15%). Sebagai spektrometer digunakan rangkaian terpadu
berbasis komputer personal yaitu kartu yang terdiri dari high voltage (HV) power
supply, charge sensitive preamplifier, shaping amplifier, 100 MHz analog digital
converter (ADC) tipe Willkinson dan multichannel analyzer (MCA). Spektrometer
menghasilkan data dengan resolusi sebesar 512 kanal yang seluruhnya diumpankan
sebagai masukan bagi ANN. Satu masukkan untuk setiap kanal, artinya seluruh
spektrum digunakan dalam proses identifikasi. Jumlah neuron dalam lapisan keluaran
tergantung dari jumlah isotop yang akan diidentifikasi (gambar 6). Dalam percobaan
ini ada tiga isotop yang digunakan untuk data pelatihan yaitu 137 Cs, 57 Co dan 60 Co.

Gambar 6. Prototip sistem identifikasi isotop secara otomatis

Setiap isotop pada spektrometer akan menghasilkan spektrum yang berbeda-


beda sesuai dengan karakteristik isotop tersebut. Proses pembelajaran dilakukan
dengan memperkenalkan satu demi satu isotop murni sehingga terbentuk suatu basis
data spektra pada sistem yaitu spektra 137 Cs, 57 Co dan 60 Co. Tujuan dari pelatihan ini
adalah agar diperoleh hubungan antara suatu spektra campuran dengan tanda-tanda
pola dari suatu spektra acuan. Pada Perceptron karena proses pembelajaran dilakukan
secara iteratif dengan ribuan kali pengulangan maka membutuhkan waktu cukup lama.
Dengan menggunakan komputer Pentium III 900 MHz dibutuhkan waktu dalam orde
puluhan menit. Sedangkan pembelajaran pada OLAM karena bukan merupakan proses
iteratif maka dengan komputer Pentium yang sama hanya membutuhkan waktu sekitar
200 millidetik. Seluruh data hasil pembelajaran kemudian disimpan pada memori
lokal komputer untuk digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi dan
mencocokkan.
137
Gambar 7. Hasil identifikasi spektrum campuran Cs dan 60 Co

Pelayanan operasi dilapangan dilakukan dengan memperkenalkan suatu sumber


radiasi yang tidak dikenal kedalam sistem. Dalam percobaan ini digunakan dua
sumber campuran yaitu 137 Cs dan 60 Co untuk diidentifikasi. Pada percobaan ini
Perceptron dapat mendeteksi radiasi gamma tetapi dengan ketelitian
pengidentifikasian yang kurang akurat karena ada jumlah penyisipan yang cukup besar
sekitar 27% yaitu isotop 57 Co yang salah teridentifikasi (gambar 7a). Sedangkan
OLAM dapat mengidentifikasi kedua isotop tersebut secara akurat tanpa adanya
penyisipan (gambar 7b). Derau latar belakang yang cukup besar atau pengaruh
lingkungan dapat mengurangi tingkat ketelitian Perceptron dari 20 sampai 50%. Untuk
memperbaikinya dibutuhkan penambahan jumlah data pelatihan agar dapat
mengkompensasi pola dari derau latar belakang tetapi mengakibatkan juga waktu
komputasi untuk pembelajaran yang lebih lama.

KESIMPULAN

Jaringan syaraf tiruan dapat dilatih untuk mengidentifikasi isotop-isotop secara


otomatis tanpa membutuhkan keterlibatan seorang ahli selama pengoperasiannya dan
dalam waktu yang relatif cepat. Keunggulan penggunaan jaringan syaraf terutama
pada aplikasi-aplikasi spekroskopi dengan resolusi rendah dimana pencocokan
dilakukan pada keseluruhan spektrum tidak hanya pada puncak-puncak energinya saja
sehingga dapat memberikan hasil-hasil pemeriksaan kualitatif yang baik dalam
mengidentifikasi komposisi isotop dari cuplikan.
OLAM lebih baik dari pada Perceptron untuk keandalan klasifikasi, karena
dengan proses ortogonalisasi selama pelatihan, kesalahan OLAM selalu lebih kecil
dari Perceptron. Kekurangan OLAM adalah harus diberikan spektra ideal dalam
proses pelatihannya, walaupun waktu yang dibutuhkan OLAM untuk pelatihan jauh
lebih cepat dibandingkan waktu pelatihan untuk Perceptron yang bersifat iteratif.
DAFTAR PUSTAKA

1. KELLER P.E., KANGAS L.J., TROYER G.L., HASHEM S., KOUZES R.T.,
Nuclear Spectral Analysis via Artificial Neural Networks for Waste Handling,
IEEE Transactions on Nuclear Science, 42(4) August (1995) 709-715

2. ALAM, STANTON S.L., HEBNER G.A., Near-Infrared Spectroscopy and


Neural Networks for Resin Identification, Spectroscopy, February (1994) 30-40

3. LERNER J.M., LU T, Practical Neural Networks Aid Spectroscopic Analysis,


Photonic Spectra, August (1993) 93-98

4. OLMOS P., DIAZ J.C., PEREZ J.M., GARCIA-BELMONTE P., GOMEZ P.,
RODELLAR V., Application of neural network techniques in gamma
spectroscopy, Nuclear Instruments and Methods in Physics Research, A312
(1992) 167-173

5. OLMOS P., DIAZ J.C., PEREZ J.M., GOMEZ P, RODELLAR V. , AGUAYO


P., BRU A., GARCIA-BELMONTE G, and PABLOS J.L, A New Approach to
Automatic Radiation Spectrum Analysis, IEEE Transactions on Nuclear Science,
38 August (1991) 971-975

6. YTHOFF B.J., LEVINE S.P., TOMELLINI S.A. , Spectral Peak Verification


and Recognition Using a Multilayered Neural Network, Analytical Chemistry,
(1990) 2702-2709

7. KOHONEN T., Self Organization and Associative Memory, third ed., New York:
Springer-Verlag, (1989)
DISKUSI

ENDANG ROSADI:

Apakah dalam sistem ini diperlukan database radionuklida atau sistem look-up table.

M. SYAMSA ARDISASMITA:

Database energi radionuklida sebagai acuan kalibrasi (look-up table) diperlukan pada
metode klasik yang menggunakan puncak-puncak energi foton gamma untuk
menentukan energi pancaran gamma sehingga dari hasil pencocokan nilai energi
pancaran gamma diperoleh jenis isotop yang diidentifikasi. Teknik jaringan syaraf
tiruan menggunakan seluruh bentuk spektrum untuk proses identifikasi, bukan hanya
puncak-puncak energinya saja, sehingga metode ini dapat melakukan identifikasi
dengan baik pada spektrometer gamma dengan resolusi rendah sekalipun.

ALHADI:

1. Adakah syarat minimal untuk data pelatihan sehingga hasilk training tersebut bisa
dianggap valid.
2. Bolehkah data training tersebut digunakan untuk data target (hasil pelatihan
tersebut digunakan untuk menambah data target yang dianggap idel).

M. SYAMSA ARDISASMITA:

1. Jika kita menggunakan data spektral ideal maka satu spektral sudah cukup untuk
merepresentasikan suatu isotop radioaktif. Karena tidak ada data yang ideal di-
alam ini disebabkan noise dan gangguan dari lingkungan maka dilakukan
pelatihan dengan beberapa spektral (minimum dua) agar diperoleh data statistik
yang mendekati data ideal. Pada jaringan syaraf tiruan, makin banyak proses
pembelajaran maka makin baik respons dari sistem ini.

2. Data pembelajaran dapat saja digunakan sebagai data target dan tentu saja karena
data tersebut merupakan salah satu data acuan yaitu spektra dari isotop-isotop
tunggal yang sejenis maka hasilnyapun akan mendekati kebenaran. Hasil
pelatihan bukannya data spektra baru tetapi nilai-nilai bobot dan nilai bias yang
membandingkan data spektra masukkan dan data spektra isotop-isotop target
yang akan diidentifikasi dengan kesalahan minimal dari suatu arsitektur jaringan
syaraf yang digunakan.
MOHAMAD AMIN:

Dengan metode yang digunakan apakah pembelajaran memiliki nilai batas maksimum.

M. SYAMSA ARDISASMITA:

Seperti sudah dijelaskan pembelajaran dilakukan dengan pengarahan yaitu dengan


memberikan sekumpulan pola spektral masukan beserta pasangan isotop keluarannya
untuk dapat menghasilkan hubungan dengan mengubah-ubah nilai bobot dan nilai bias
sampai dihasilkan nilai batas kesalahan yang minimal atau kalau tidak tercapai nilai
batas minimal sampai nilai iterasi maksimum yang dapat dilakukan.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : M. SYAMSA ARDISASMITA


2. Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 28 Oktober 1957
3. Instansi : P2TIK - BATAN
4. Pekerjaan / Jabatan : Kepala Pusat Pengembangan Teknologi
Informasi dan Komputasi
5. Riwayat Pendidikan : (setelah SMA sampai sekarang)
• UI, Jurusan Fisika Instrumentasi Nuklir (1982) (S1)
• Univ. Montpellier II, Jurusan Pengolah Sinyal & Telekom. (1987) (S2)
• Univ. Montpellier III, Jurusan Pengolah Citra Digital (1991) (S3)
6. Pengalaman Kerja :
• 1991 - 1999 : Kepala Bidang Sistem Komputer, PPI - BATAN
• 1999 - Sekarang : Kepala P2TIK – BATAN
• Ahli Peneliti Madya Bidang Pengolahan Citra
• INIS Liaison Officer of Indonesia
7. Organisasi Professional :
• Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI)
• Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia (PATI)
• Himpunan Masyarakat Instrumentasi Indonesia (HMII)
• Himpunan Fisikawan Indomesia (HFI)
• Indonesian Society of Microscopy and Microanalysist
• The International Society of Optical Engineering (SPIE)
• The International Society of Stereology (ISS)
• The Imaging Science and Technology Society (IST)

HOME KOMPUTASI DALAM SAINS DAN TEKNOLOGI NUKLIR XIII

Anda mungkin juga menyukai