Anda di halaman 1dari 4

Guru Murid dan Pendapat Orang-Orang

B egitu sulitnya menjalani kehidupan dengan mengikuti suara orang banyak. Sebaik apapun
pekerjaan kita, selalu saja kekurangannya yang dilihat. Cibiran, cemoohan bahkan hujatan
selalu saja kita terima. Manusia selalu menuntut kesempurnaan padahal manusia bukanlah
makhluk sempurna dan selalu memiliki kekurangan. Tetapi Allah maha mengetahui keadaan
hamba-Nya sehingga begitu mudah nyaman dan indah jika kita menjalani kehidupan hanya
untuk mencari keridloan Allah SWT yang telah pasti hukum dan ketetapan-Nya, bukan untuk
mencari keridloan manusia yang setiap saat selalu berubah-ubah penuh dengan ketidak
pastian.

Pelajaran dari sebuah ilustrasi perjalanan guru dan murid mengikuti pendapat orang banyak.

Pada suatu perjalanan seorang guru bersama muridnya membawa bekal alakadarnya
dengan membawa seekor keledai sebagai kendaraannya.

Sang guru bertanya kepada muridnya, “ Wahai muridku siapakah yang pertama akan
menaiki keledai ini”

Murid yang berbakti menjawab “ Sebaiknya guru saja yang menaiki, aku akan
menuntunnya” maka mereka berjalan memlalui sebuah kerumunan orang, dan mereka
menjadi pergunjingan orang dan guru bertanya kepada muridnya, “Muridku apa yang
dibicarakan banyak orang”

Murid menjawab “ Mereka tidak suka dengan tabiat guru, mereka mengatakan guru
adalah seorang yang tidak punya malu dan tidak berperasaan, sementara guru enak-enak
naik keledai sedangkan aku anak kecil disuruh menuntunnya”

Guru berkata pada muridnya “ Kalau begitu ikuti perkataan orang agar kita tidak
dipergunjingkan lagi, kita bergantian aku yang menuntun keledai dan engkau yang
menaikinya”. Mereka melanjutkan perjalanan dan melalui sekelompok orang yang
memandang mereka dengan sinis.

Sang guru bertanya “ Wahai muridku mengapa orang-orang memandang sinis pada
kita, apa yang dikatakan orang-orang”.

Murid menjawab “ Wahai guru, mereka mengatakan aku seorang murid yang
durhaka dan tidak berbudi, guru seorang yang tua bersusah payah berjalan menuntun
keledai sedangkan aku sebagai muridmu bersantai duduk di atas keledai”.

Guru berkata “ Kalau begitu kita ikuti orang-orang agar engkau tidak dikatakan
durhaka dan aku juga disukai mereka, kita berdua sama-sama naik ke atas keledai”
Kemudian meraka berlalu melawati banyak orang yang tercengang melihat mereka berdua.

Sang guru bertanya “ Wahai muridku, mengapa orang-orang tercengang melihat


kita” Murid menjawab “ Mereka mengatakan bahwa kita berdua orang yang mati
perasaannya tidak berbelaskasih terhadap binatang karena kita berdua menaiki seekor
keledai yang kecil sehingga terlihat sangat kepayahan”
Guru berkata” Kalau begitu kita ikuti kata orang-orang biar mereka berhenti
mencemooh, kita berdua sama-sama jalan menuntun keledai” dan berlalulah mereka
dihadapan orang banyak dan mereka tetap menjadi bahan pergunjingan orang.

Guru bertanya “ Wahai muridku apa kata orang-orang tentang kita”

Murid menjawab “ Mereka mengatakan kita orang bodoh yang tidak punya akal. Kita
berdua berjalan kaki sedangkan disamping kita ada seekor keledai sebagai kendaraan
tunggangan bagi orang yang bepergian”

Sang Guru berkata “ Muridku kalau begitu kita ikuti ucapan orang banyak, mari kita
pikul keledai ini dan kita sama-sama jalan sehingga orang-orang tidak menggunjing kita
lagi bahwa disamping kita sudah tidak ada kendaraan lagi” Kemudian mereka melalui orang
banyak yang menertawakan mereka berdua.

Maka guru bertanya “ Mengapa mereka mentertawakan kita, apa kata mereka”
Sambil menahan amarah murid menjawab “ Mereka mengatakan bahwa kita berdua orang
gila”

Sang guru berkata” Wahai muridku inilah akhir dari perjalanan kita mengikuti apa
kata orang, apapun yang kamu lakukan maka selalu terdapat kekurangan dimata orang
karena kamu bukanlah makhluk yang sempurna, tetapi tidak dihadapan Allah ‘azza wa jalla,
Dia memiliki segala kesempurnaan untuk memaafkan kekurangan hamba-Nya, selama
hamba selalu memohon ampunan dan tidak berlaku syirik. Jika kamu berharap balasan dari
manusia maka kamu akan kecewa tetapi jika kamu berharap pahala hanya kepada Allah
maka kamu akan mendapati bahwa karinia-Nya begitu basar dan kamu akan puas(ridlo)
selama-lamanya, inna wa’dallahi haq (sesungguhnya janji Allah itu benar). Lakukan sesuatu
mengikuti kata hatimu sendiri yang selalu menyeru ke jalan yang benar dan jangan kau
hiraukan perkataan orang-orang yang jahil (bodoh) dan berpalinglah dari orang yang
dholim, dan Allah melarang kita berbuat riya’ dalam beramal (agar dilihat dan berharap
penilaian manusia), lakukan segala hal yang baik karena Allah semata”.
Cerita 2

Guru, Murid dan Pekerja


Kesederhanan bukan merupakan suatu penghalang untuk memulai suatu pekerjaan yang besar.
Ketiadaan adalah sebuah awal dari adanya sesuatu kecuali diri Allah SWT yang memang telah ada sebelum
tergelarnya alam semesta. Kebesaran bukanlah diukur dari bangunan fisik yang tampak oleh mata. Kejayaan
suatu peradaban bukanlah hanya milik masa lampau. Setiap saat Allah membukakan limpahan rahmatnya.
Terpuruknya peradaban manusia saat ini bukan berarti terpuruk selamanya, selama manusia kembali kefitrah
penciptaan Allah bahwasanya seluruh jiwa manusia bertauhid hanya mempertuhankan Allah semata, insyaallah
kejayaan peradaban Islam akan kembali bersinar.

Pelajaran dari sebuah ilustrasi perjalanan guru dan murid melihat tiga pekerja.

Dalam sebuah perjalanan seorang guru bersama murid kesayangannya mereka bertemu dengan tiga
orang yang sedang bekerja memindahkan batu-batu besar yang berbentuk persegi empat. Pekerja pertama
mampu memindahkan 10 batu besar dalam waktu 5 jam. Pekerja kedua mampu memindahkan 50 batu besar dan
pekerja ketiga mampu memindahkan 100 batu besar dalam waktu yang sama.

Sang guru bertanya kepada muridnya “Wahai muridku lihatlah ketiga pekerja itu dan apa pendatmu tentang
ketiga pekerja tersebut. Yang manakah pekerja yang paling baik?”

Murid menjawab “menurut pendapatku pekerja yang mengangkat 100 batu itulah yang paling baik dan
produktif, wahai guruku, kemudian baru yang memindahkan 50 batu dan pekerja yang mutunya terendah adalah
pekerja yang hanya mampu memindah 10 batu dalam waktu 5 jam.”

Guru berkata “ apakah dasar dari penilaianmu? Apakah sudah bulat penilaianmu?”

Murid menjawab “ wahai guruku, orang bodoh sekalipun akan mengatakan pekerja yang mengengkat 100 batu
itulah yang terbaik. Dia dengan tekun bersemangat istiqomah dan tak kenal lelah dalam bekerja tidak seperti
pekerja pertama yang kita jumpai seperti seorang pemalas setiap sepuluh langkah berhenti seolah-olah dia
enggan bekerja, maka bulat dan mantap penilaianku tidak akan salah”.

Guru berkata “ Demikianlah kamu seperti kebanyakan manusia yang menentukan penilaian terhadap sesuatu
menurut persangkaan hawa nafsunya tanpa diteliti secara mendalam. Ingatlah Allah berwasiat kepada kita
untuk selalu hati-hati jangan terjebak seperti orang kufur yang memandang indah pekerjaannya padahal yang
dilakukannya akan membinasakan dirinya tanpa disadarinya. Kebenaran yang haq hanyalah disisi Allah.
Marilah kita temui ketiga pekerja itu.”

Kemudian sang guru yang bijak ini bertanya kepada pekerja yang ketiga “ wahai bapak apa yang sedang anda
kerjakan?”

Pekerja itu menjawab “ Saya sedang bekerja mencari nafkah untuk saya berikan kepada anak istriku mengikuti
sunah rasul dan semakin banyak batu yang saya pindahkan maka aku akan mendapatkan upah semakin
banyak”

Sang murid tersenyum puas dan berkata “ bukankah penilaianku tidak salah guru! Seorang lelaki yang giat
bekerja untuk menafkai istri dan anaknya itu mulia, dan seorang lalaki yang tangannya rusak kasar bekerja
maka tangan itu diharamkan tersentuh oleh api neraka.”

Guru menjawab “ benarlah yang engkau katakan, rasulullah saw mengajarkan hal itu, tatapi aku belum bias
menerima pendapatmu, marilah kita tanya pekerja yang lain”

Kemudian sang guru yang bijak ini bertanya kepada pekerja yang kedua “ wahai bapak apa yang sedang anda
kerjakan?”
Pekerja itu menjawab “ Saya sedang memindahkan batu untuk membangun sebuah masjid sehingga dapat aku
pergunakan untuk menegakkan sholat dan menyembah Allah bersama orang banyak, maka sambil
memindahkan batu aku berfikir bagaiman cara menyusun batu ini menjadi sebuah bangunan masjid, dan saya
lakukan semata-mata mengharapkan keridloan Allah semata”

Saat itulah sang murid mulai ragu terhadap pendapatnya dan sang guru kembali mengajak muridnya untuk
menemui pekerja yang dinilai paling buruk oleh muridnya.

Kemudian sang guru yang bijak ini bertanya kepada pekerja “ wahai bapak apa yang sedang anda kerjakan?”

Pekerja itu menjawab “ Saya sedang memindahkan batu untuk memb…” tiba-tiba mulutnya komat-kamit sambil
beristigfar kemudian dia diam dan menangis.

Guru bertanya “ mengapa engkau menangis, dan mengapa setiap sepuluh langkah engkau berhenti sambil
membungkuk dan terkadang sujud tersungkur dan kadang menangis.”

Pekerja itu menjawab “ baiklah karena kewajibanku menjawab pertanyaan saudaraku selama aku tahu, maka
akan aku jelaskan. Sebenarnya saya sedang berfikir untuk membangun peradaban tauhid yang diridloi Allah
dimulai dengan membangun masjid ini. Setiap langkah aku jalani dengan berdzikir dan berfikir bertasbih dan
bertahmid bertakbir dan istighfar karena terkadang syaithon mengotori akalku dengan nama besar dan agar
dikenang orang sehingga aku tertunduk ruku’ dan sujud untuk memurnikan kembali niat, dan aku menangis
berharap pertolongan Allah karena begitu sulit menjadi menusia yang ikhlas mencari keridloan Allah saja.
Dan sambil bersungguh-sungguh dan bertawakal aku memohon pertolongan dan petunjuk Allah bagaimana
caranya menjadikan masjid ini sebagai pusat peradaban umatku. Itulah sebabnya setiap sepuluh langkah aku
berhenti”

Maka yakinlah sang murid bahwa dia salah besar dan terbukalah pintu hikmah baginya.

Sang guru menasehatinya” wahai anakku, ada kalanya yang kamu cinta itu buruk bagimu dan ada kalanya
yang kamu benci itu sesungguhnya baik bagimu, Allahlah yang mengetahui yang nampak dan yang tersembunyi
sedangkan kamu sekalian tidak mengetahui”.

Anda mungkin juga menyukai