Anda di halaman 1dari 7

Kisah seorang guru bijak

Disebuah desa, tinggal seorang guru bijak yang sudah tua, Dia mencari seseorang yang dapat
menggantikannya untuk dapat meneruskan menjadi seorang guru untuk mengajari kebaikan
bagi murid muridnya. Ada 3 murid terbaik yang dipilih untuk menjadi calon penggantinya.

Dalam memilih siapa yang pantas untuk menggantikan guru bijak tersebut, Ke 3 murid tersebut
di beri tantangan oleh sang guru untuk menjawab sebuah pertanyaan. Pertanyaan tersebut ialah
“Apakah makna kekayaan bagi manusia?”

Untuk menjawab pertanyaan itu, sang guru kemudian mempersilahkan ke 3 muridnya tersebut
untuk pergi berkelana mencari jawaban dari pertanyaan tersebut.

Setelah 3 tahun pergi merantau naik turun gunung melewati kampung ke kampung dan juga
dari kota ke kota untuk mencari sebuah jawaban yang diberikan oleh gurunya, ke 3 murid
akhirnya kembali. Karena kini sudah tiba bagi para murid tersebut untuk menjawab pertanyaan
dari sang guru.

Kemudian sang guru mempersilakan kepada muridnya satu persatu untuk memberikan jawaban
dari pertanyaan yang sudah diberikan.

Jawaban Murid Pertama

Murid pertama menjawab: “Wahai guruku, setelah 3 tahun muridmu ini merantau, Menurutku
jawaban dari makna kekayaan bagi manusia adalah akar dari kejahatan. Dalam perjalanan, saya
banyak menjumpai banyak manusia yang rela melakukan berbagai hal untuk memperoleh
kekayaan. Mereka banyak melakukan kejahatan dengan kecurangan, melakukan tipu muslihat,
perampokan bahkan mereka tega melakukan pembunuhan untuk dapat memperoleh kekayaan.
Dan bahkan setelah mereka meraih kekayaan, banyak dari mereka kemudian menggunakan
kekayaan yang didapat tersebut untuk melakukan berbagai perbuatan yang tidak baik. Banyak
dari mereka menggunakan kekayaan tersebut untuk berjudi, mabuk-mabukan serta berzina.
Wahai guruku menurut kesimpulan dari pengamatan saya tidak ada kebaikan sedikitpun dari
kekayaan”.

Sang Guru: “Oh pengamatanmu sungguh sangat menarik sekali muridku. Lalu bagaimana
menurutmu apa yang seharusnya kita lakukan?”

Murid Pertama: “Menurut pendapatku manusia harus menjauhkan diri dari kekayaan karena
kekayaan adalah sumber dari kejahatan. Agar diri kita dapat selalu dekat dan juga ingat kepada
Tuhan Yang Maha Esa, kita harus hidup jauh dari kekayaan. Kita harus selalu dekatkan diri
kita kepada Yang Maha Esa dan tinggalkan lah ikatan keduniawian seperti kekayaan. Karena
kita perlu memurnikan hati kita dengan meninggalkan hal-hal yang dapat membuat hati kita
berpaling kepada selain Tuhan Yang Maha Esa.”

Sang Guru tersenyum dan kemudian berkata: “Engkau sungguh memiliki kemuliaan wahai
muridku. Aku bangga padamu.”

Sang Guru : “Murid kedua! sekarang giliranmu, apa jawabanmu tentang makna kekayaan bagi
manusi?”
Jawaban Murid Kedua

Murid Kedua menjawab, “Murid Mohon maaf Guru, Saya memiliki pendapat berbeda dengan
yang disampaikan murid pertama. Selama perjalananku, Saya telah banyak berjumpa dengan
raja dan juga saudagar kaya mereka sungguh dermawan guru. Mereka menggunakan kekayaan
mereka untuk membangun tempat ibadah, menyantuni anak yatim, mereka memberi makanan
serta membangun tempat tinggal untuk orang miskin dan mereka juga menolong orang orang
yang sedang kesusahan. Mereka telah mencari kekayaan yang sangat banyak, kemudian
kekayaan tersebut digunakan untuk melakukan kebaikkan kebanyak orang. Jadi menurut
kesimpulan saya, bahwa kekayaan merupakan sumber dari kebaikan, karena dengan kekayaan
dapat membuat manusia membawa kebaikan untuk dapat memberi serta membantu orang
orang yang sedang mengalami kesusahan.”

Sang Guru: “Sungguh pengamatan yang luar biasa muridku. Lalu menurutmu apa yang
seharusnya dapat kita lakukan?

Murid Kedua: “Menurutku mencari kekayaan itu penting untuk manusia. Karena ketika
kekayaan sudah didapat oleh manusia, maka tentu manusia bisa menjalani kehidupan yang
lebih baik, dengan kekayaan tersebut dia dapat melakukan hal hal yang baik, ia dapat
menyekolahkan anaknya agar memperolah pendidikan yang baik, Dia juga dapat beribadah
dengan tenang tanpa harus memikirkan kekurangan uang untuk makan keluarganya, Ia juga
dapat pergunakan uang tersebut untuk menolong keluarga, bersedekah dan juga membantu
sesama manusia yang sedang membutuhkan. Oleh karena itu manusia tidak boleh hidup dalam
kemiskinan Guru. Kita harus berupaya dengan segenap kemampuan agar manusia bisa
memperoleh kekayaan serta terbebas dari kemiskinan. Itulah pendapatku, Guru!

Sang Guru tersenyum dan berkata: “Engkau merupakan samudera kebijaksanaan wahai
muridku. Aku sungguh bangga kepadamu!”

Sang Guru kemudian berpaling ke Murid Ketiga:

“Murid ketiga! Sekarang giliranmu, Bagaimana menurutmu tentang makna kekayaan bagi
manusia?”

Jawaban Murid Ketiga

Murid Ketiga pun bercerita, “Guru, selama merantau diperjalanan aku telah berjumpa dengan
banyak orang kaya yang baik hati, akan tetapi banyak juga orang kaya yang jahat. Murid juga
bertemu dengan orang miskin yang baik hati, akan tetapi banyak juga orang miskin yang jahat.
Murid juga berjumpa dengan orang kaya yang taat beribadah dan juga selalu ingat pada Tuhan
nya, akan tetapi ada juga orang kaya yang lupa dengan Tuhan. Seperti halnya orang kaya, murid
juga banyak bertemu orang miskin yang selalu ingat pada Tuhan, tetapi ada juga orang miskin
yang melupakan Tuhan nya.

Sang Guru tersenyum: “Jadi apa maksudmu muridku, apa makna kekayaan bagi manusia?”

Murid Ketiga: “Menurut pendapatku, ternyata kekayaan hanyalah sekedar alat. Karena pada
dasarnya semuanya akan kembali kepada manusia itu sendiri. Manusia yang memiliki tujuan
hidup yang baik, tentu akan menggunakan kekayaan tersebut sebagai alat untuk ia mewujudkan
kebaikan. Dan sebaliknya, ketika manusia tidak memiliki tujuan yang tidak baik, maka
kekayaannya akan digunakan untuk hal hal yang tidak baik juga. Demikian maksud murid,
Guru.”

Sang Guru: “Lalu menurutmu apa yang seharusnya dilakukan?”

Murid Ketiga: “Manusia haruslah mengetahui kemana ia akan menuju. Dengan mengetahui
kemana ia akan menuju, maka apapun yang dimilikinya di dunia ini merupakan sebuah alat,
bukan tujuan. Termasuk kekayaan.”
Sang Guru: “Lalu hendak kemanakah manusia menuju?”

Murid Ketiga: “Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu
seharusnya kesanalah semua manusia menuju. Jika manusia sudah menyadari tujuannya, maka
kekayaan yang dimiliki dapat menjadi kendaraannya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

Namun jika sebaliknya, maka tentu kekayaan juga dapat membuat manusia menjauh dari
Tuhan Yang Maha Esa.”
Sang Guru tersenyum kemudian berkata: “Wahai Muridku, sungguh engkau merupakan
sumber kebijaksanaan dan juga samudera pengetahuan. Sekarang engkau adalah Guru baru di
perguruan ini.”

Dan serentak kedua murid lainnya, Memberi hormat pada Murid Ketiga yang sekarang terpilih
menjadi guru baru diperguruannya.

Cerita Inspiratif, Ini Kisah Garis Panjang, Bukan tentang Sebuah Tiang
21 November 2017 04:22 Diperbarui: 21 November 2017 04:38 5465 0 0

Suatu hari di sebuah kelas sekolah elite dengan bangunan gedung nan mewah, juga dengan
tiang-tiang panjang yang kokoh, telah terjadi diskusi antara seorang guru dan murid-
muridnya. Guru laki-laki itu bertubuh kurus tinggi yang dapat mengingatkan kita pada tiang-
tiang yang seringkali kita jumpai.

Waktu diskusi masih tinggal 20 menit lagi, namun bahan diskusi telah dikupas tuntas oleh
guru bersama murid-muridnya yang cerdas. Guru itu pun memutar otak, mencari sebuah ide
untuk mengisi waktu yang masih cukup panjang, sepanjang tiang bendera di halaman sekolah
mereka. Tiba-tiba terlintas dalam benaknya sebuah ide yang ia yakini dapat mengetahui
kepribadian murid-murid di kelasnya.

Guru tersebut membuat garis sepanjang 1 meter di papan tulis.

"Anak-anakku, ada yang bisa membantu Bapak memperpendek garis ini?" katanya bertanya
di depan kelas.
Seorang murid perempuan yang merupakan siswi terbaik di kelas tersebut maju dengan
percaya diri. Anak pengusaha sukses itu menghapus garis sepanjang 15 cm, sehingga garis
panjang yang awalnya 1 m menjadi 85 cm.

Sang guru tersenyum tipis pada muridnya, kemudian ia mempersilahkan seorang anak laki-
laki yang mengacungkan tangannya untuk maju menjawab tantangan darinya. Anak laki-laki
berwajah tampan itu adalah penyanyi cilik yang berhasil memenangkan ajang pencarian
bakat tahun lalu dan telah mengharumkan nama sekolah mereka.

Sama dengan anak yang pertama, ia pun menghapus garis sepanjang 25 cm dan kini garis
tersebut memiliki panjang 60 cm.

Sang guru hanya mengangguk pelan. Tiga murid lainnya pun melakukan hal yang sama,
menghapus garis masing-masing 15 cm, hingga garis panjang tersebut berubah menjadi lebih
pendek yang kini hanya tinggal 15 cm.

"Ada yang masih ingin mencoba?" tanyanya pada seluruh murid di hadapannya.

Seorang murid laki-laki yang dikenalnya sebagai murid yang cukup pendiam, maju dengan
langkah agak ragu.

"Boleh saya menggunakan cara yang berbeda?" tanya sang murid. Sang guru hanya
mengangguk.

Ternyata murid tersebut bukan menghapus garis seperti yang dilakukan oleh kelima
temannya. Akan tetapi, ia membuat garis baru sepanjang 110 cm di sebelah garis 15 cm tadi.

Mata sang guru berbinar. Ia pun memeluk muridnya dengan bangga.

"Kamu memang bijak, Anakku. Untuk memperpendek sebuah garis, tidak selamanya kita
diharuskan untuk menghapusnya. Cukup membuat garis baru yang lebih panjang, maka garis
sebelumnya akan lebih pendek dengan sendirinya!" ujar sang guru menjelaskan pada seluruh
muridnya.

Memang, untuk menjadi yang terbaik, kita tak perlu menjatuhkan, menyingkirkan, atau
menjelekkan pihak lain. Cukup lakukan kebaikan yang lebihbanyak secara terus menerus.
Biarkan waktu yang akan membuktikan kualitas dan ketulusan perbuatan kita. Sebab,
permata tetap akan bersinar meski terpendam di antara lumpur yang gelap.

Cerita tentang garis di atas saya dapatkan dari sebuah tulisan di salah satu grup Whatsapp.
Saya coba menulis ulang menggunakan gaya saya sendiri, ditambahkan pengembangan
cerita, perubahan, dan penyesuaian seperlunya. Akan tetapi, saya tidak bisa menyertakan
nama penulis asli sebab tulisan tersebut tanpa nama dan tanpa sumber.

Semoga kisah di atas dapat memberi inspirasi dan menyadarkan kita semua. Semoga tiang-
tiang di bumi ini dapat setegar tiang yang beberapa hari kemarin mendapatkan sebuah
"musibah". Aamiin....
Kisah tiga karung beras
Ini adalah makanan yang tidak bisa dibeli dengan uang. Kisah ini adalah
kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak
laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak
laki-lakinya untuk saling menopang.
Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung
tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut
diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih
menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.
Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah
sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah.
Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg
beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak
mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut.
Dan kemudian berkata kepada ibunya: ” Ma, saya mau berhenti sekolah dan
membantu mama bekerja disawah”. Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata
: “Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu
harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu,
pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah
nanti berasnya mama yang akan bawa kesana”.
Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah,
mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang
anak ini dipukul oleh mamanya.
Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan
merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.
Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya
datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.
pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan
mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : ” Kalian para
wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini
isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat
penampungan beras campuran”. Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali
meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam
kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari
kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata:
“Masih dengan beras yang sama”. Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin
itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : “Tak perduli
beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah
jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa
matang sempurna.
Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya”
.
Sang ibu sedikit takut dan berkata : “Ibu pengawas, beras dirumah kami
semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan
berkata : “Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-
macam jenis beras”. Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut
akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas
kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: “Kamu sebagai mama
kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama.
Bawa pulang saja berasmu itu !”.
Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut
dan berkata: “Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari
mengemis”. Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak
bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai,
menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan
membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: “Saya menderita rematik
stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok
tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk
membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah
lagi.”
Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung
sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.
Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi
kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan
kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang
terkumpul diserahkan kesekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun
mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata:
“Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa
diberikan sumbangan untuk keluarga ibu.” Sang ibu buru- buru menolak dan
berkata: “Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah
anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan
mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu
pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini.”
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam
kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut
selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus
masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point.
Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak
ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak
murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang
diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah
sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah.
Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru
dan berkata : “Inilah sang ibu dalam cerita tadi.”
Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik
keatas mimbar.
Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan
melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang
anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada
anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan
berkata: “Oh Mamaku…… ……… …
Inti dari Cerita ini adalah:
Pepatah mengatakan: “Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan
sepanjang kenangan” Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus memberi
kepada anaknya tak mengharapkan kembali dari sang anak. Hati mulia seorang
mama demi menghidupi sang anak berkerja tak kenal lelah dengan satu
harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses dimasa depannya.
Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama kita berada dengan
satu kalimat: ” Terimakasih Mama.. Aku Mencintaimu, Aku Mengasihimu. ..
selamanya”.

Anda mungkin juga menyukai