Anda di halaman 1dari 6

Metode Penyusutan Aktiva Tetap

Posted by Admin KeuLSM → on January 28, 2010 in Akuntansi, Artikel | 6 Comments

Penyusutan (depresiasi) merupakan salah satu konsekwensi atas penggunaan aktiva tetap, dimana aktiva
tetap akan mengalami ke-aus-an atau penurunan fungsi.

Apa Itu Penyusutan (depresiasi) aktiva tetap ?

Logika umum : Penyusutan merupakan cadangan yang nantinya digunakan untuk membeli aktiva baru
untuk menggantikan aktiva lama yang sudah tidak produktif lagi .

Bandingkan dengan yang dibawah ini :

Logika Akuntansi : Penyusutan (Depreciation) adalah Harga Perolehan Aktiva Tetap yang di alokasikan ke
dalam Harga Pokok Produksi atau Biaya Operasional akibat penggunaan aktiva tetap tersebut.

atau ; Cost/Exepenses yang diperhitungkan (dibebankan) dalam Harga Pokok produksi atau biaya
operasional akibat pengunaan aktiva di dalam proses produksi dan operasional perusahaan secara umum.

Pencatatan (Jurnal) Atas Penyusutan :

Bentuk Jurnalnya :
[-Debit-]. Depreciation = xxxx
[-Credit-]. Accumulated Depreciation = xxxx

Saat pencatatan :
Biasanya dicatat (dibukukan) pada saat penutupan buku (entah : akhir bulan, akhir kwartal, akhir tahun
buku).

Besar-nya :
Dicatat sebesar nilai penyusutannya, tergantung berbagai faktor (lebih rincinya, lanjutkan ke sub pokok
bahasan berikut ini…).
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Biaya Penyusutan

1. Harga Perolehan (Acquisition Cost)


Harga Perolehan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap biaya penyusutan. Mengenai
“Harga Perolehan” telah kita bahas secara rinci pada artikel sebelumnya, yang belum membaca,
silahkan [-baca-]
2. Nilai Residu (Salvage Value)
Merupakan taksiran nilai atau potensi arus kas masuk apabila aktiva tersebut dijual pada saat
penarikan/penghentian (retirement) aktiva. Nilai residu tidak selalu ada, ada kalanya suatu aktiva tidak
memiliki nilai residu karena aktiva tersebut tidak dijual pada masa penarikannya alias di jadikan besi
tua, hingga habis terkorosi. Tentu saja ini tidak dianjurkan, alangkah bagusnya jika di daur ulang.
3. Umur Ekonomis Aktiva (Economical Life Time)
Sebagian besar, aktiva tetap memiliki 2 jenis umur, yaitu :
- Umur fisik : Umur yang dikaitkan dengan kondisi fisik suatu aktiva. Suatu aktiva dikatakan masih
memiliki umur fisik apabila secara fisik aktiva tersebut masih dalam kondisi baik (walaupun mungkin
sudah menurun fungsinya).
- Umur Fungsional : Umur yang dikaitkan dengan kontribusi aktiva tersebut dalam penggunaanya.
Suatu aktiva dikatakan masih memiliki umur fungsional apabila aktiva tersebut masih memberikan
kontribusi bagi perusahaan. Walaupun secara fisik suatu aktiva masih dalam kondisi sangat baik, akan
tetapi belum tentu masih memiliki umur fungsional. Bisa saja aktiva tersebut tidak difungsikan lagi
akibat perubahan model atas produk yang dihasilkan, kondisi ini biasanya terjadi pada aktiva mesin
atau peralatan yang dipergunakan untuk membuat suatu produk. Atau aktiva tersebut sudah tidak
sesuai dengan jaman (not fashionable), kondisi ini biasanya terjadi pada jenis aktiva yang bersifat
dekoratif (misalnya : furniture/mebeler, hiasan dinding, dsb).

Dalam penentuan beban penyusutan, yang dijadikan bahan perhitungan adalah umur fungsional yang
biasa dikenal dengan umur ekonomis.

4. Pola Penggunaan Aktiva


Pola penggunaan aktiva berpengaruh terhadap tingkat ke-aus-an aktiva, yang mana untuk
mengakomodasi situasi ini biasanya dipergunakan metode penyusutan yang paling sesuai.

Metode-metode Penyusutan (Depreciation Method)

Ada berbagai metode penyusutan, hanya beberapa metode saja yang biasa dipergunakan.

Berikut adalah 2 metode penyusutan yang paling banyak dipergunakan, karena paling mudah dan paling
relevan dengan perlakuan akuntansi.

1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Konsep dasarnya :

Metode ini menganggap aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang
masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari
periode ke periode hingga aktiva diarik dari penggunaannya.

Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost Principle”, metode garis
lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar
kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor.

Formula :
Atau dengan menggunakan rate prosentase, dengan formula :

Contoh Kasus :

Sebuah mesin diperoleh pada tanggal 1 Januari 2007 dengan harga Rp 8,000,000 ditaksir memiliki umur
ekonomis 8 tahun, dan apabila nanti ditarik diperkirakan besi tuanya dapat dijual seharga Rp 150,000.
Tambahan informasi : Perusahaan menggunakan metode garis lurus.

Beban penyusutan untuk tahun 2007, dihitungan dengan cara :

Depreciation Cost = 12/12 x [(Rp 8,000,000-150,000) : 8] = Rp 981,250,-


Jika aktiva tetap tersebut diperoleh pada tanggal 05 Pebruari 2007, maka dihitung dengan cara = 11/12 x
[(Rp 8,000,000 - 150,000) : 8]

Jika diperoleh pada tanggal 20 Pebruari 2007, maka dihitung 10/12 x [(Rp 8,000,000 - 150,000) : 8]

…….dan seterusnya

Jika tanpa nilai residu, maka variable nilai residu tidak diperhitungkan (lihat formula di atas).

Atas pembebanan penyusutan ini dicatat sebagai berikut :

[-Debit-]. Depreciation = Rp 981,250,-


[-Credit-]. Accumulated Depreciation = Rp 981,250,-

Jika aktiva tersebut diperoleh di awal tahun (01~14 Januari), maka tabel “Jadwal Penyusutan Aktiva ”
selama umur ekonomisnya, akan menjadi sebagai berikut :

Bandingkan kedua tabel di atas : Bagian mana yang berbeda ?.

Pada tabel pertama (dengan memperkirakan adanya salvage value), di akhir tahun ke-8, terlihat masih ada
NILAI BUKU (Book Value) aktiva sebesar Rp 150,000, INILAH YANG DISEBUT NILAI RESIDU (Salvage
Value) dimana jika aktiva tersebut dijual pada akhir penggunaannya nanti diperkirakan akan laku seharga
Rp 150,000,-. Di sisi lainnya, biaya penyusutan yang dibebankan tidak sepenuhnya Rp 1,000,000 per
tahunnya.

Pada tabel kedua (dengan tidak memperkirakan adanya salvage value), pada akhir tahun ke-8, NILAI BUKU
(Book Value) benar-benar Nihil (nol), artinya : perusahaan memperkirakan aktiva tersebut tidak akan
menghasilkan arus kas (tidak bisa dijual) pada akhir masa penggunaannya nanti. Di sisi lain, penyusutan
dibebankan sepenuhnya Rp 1,000,000 setiap tahunnya.

2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)

Konsep Dasarnya :

Aktiva tetap dianggap akan memberikan kontribusi terbesar pada periode diawal-awal masa penggunaanya,
dan akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar di periode berikutnya seiring dengan
semakin berkurangnya umur ekonomis atas aktiva tersebut.

Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat kehausannya tergantung dari
volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin produksi.

Formula :

Contoh Kasus :

Mempergunakan contoh kasus sebelumnya…..

Cari “rate penyusutan (d%)” terlebih dahulu, perhatikan perhitungan dibawah :


Dengan menggunakan rate di atas, yaitu sebesar 39%, “Jadwal Penyusutan” menggunakan Declining
Balance Method dapat dibuat, seperti dibawah :

Memperhatikan table di atas, dapat dilihat bahwa dengan menggunakan Metode Saldo menurun (Declining
Balance Method), salvage value di akhir tahun ke delapanpun hasilnya kurang lebih sama dengan jika
menggunakan Metode Garis Lurus (Straight Line Method) yaitu Rp 150,000. Hanya saja, jika kita perhatikan
pada kolom “Depreciation (penyusutan) nampak bahwa dengan menggunakan metode Saldo Menurun,
harga perolehan yang dialokasikan ke dalam penyusutan (dibebankan pada Harga Pokok Penjualan)
dialokasikan sebagian besar pada awal-awal penggunaan aktiva tersebut. Hal ini didasari oleh konsep yang
dianut oleh metode ini, dimana suatu aktiva (khusunya mesin produksi) dianggap memberikan best
performance diawal-awal penggunaannya.

Jurnal pembebanan penyusutan pada methode ini sama saja dengan metode garis lurus.

Anda mungkin juga menyukai