Anda di halaman 1dari 5

F -X C h a n ge F -X C h a n ge

PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Presrilise BKSADA Jabar II :

Pesona Elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924) di SM Gn Sawal


Oleh : Ardi Andono, STP 1

Indonesia sebagai salah satu pusat mega biodiversity dunia, memiliki


kekayaan alam berupa hutan tropis yang besar di dunia seluas 120,35 juta
atau sekitar 63 % luas daratan Indonesia dan keaneka ragaman hayati yang
tinggi. Keanekaragaman hayatinya berupa adanya 47 tipe ekosistem alami
mulai dari padang rumput, batu karang, gambut dan hutan mangrove dan
kekayaan flora dan faunanya.

Kekayaan flora dan faunanya terdiri dari 27.500 species tumbuhan berbunga
(10 % dari seluruh tumbuhan berbunga dunia), 1539 sepecies reptil dan
amphibi (16 % dari seluruh reptil dan amphib dunia), 12 % jenis mamalia
dunia, 17 % jenis burung dunia, 25 % jenis ikan dunia dan 15 % jenis serangga
dunia2.

Selain itu Indonesia memiliki 1539 jenis burung atau sekitar 17 % dari jumlah
seluruh jenis burung di dunia dan 381 jenis diantaranya merupakan jenis
endemik Indonesia. Dilihat dari total jenis Indonesia menduduki urutan ke-
lima negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Peru, Barazil
dan Equador, namun dari segi endemisitas dan jumlah jenis sebaran terbatas
peringkat Indonesia melonjak menjadi urutan pertama 3.

Di Indonesia terdapat sekitar 72 jenis burung pemangsa (raptor) yang terdiri


dari 3 famili yaitu Pandionidae, Acciptridae dan Falconidae. Diantar jenis
tersebut 15 jenis merupakan jenis endemik Indonesia4 sedangkan yang
terancam punah teradapat 3 jenis yaitu Elang Jawa (Spizaetus bartelsi)
dengan katagori keterancaman genting, Elang Irian (Harpyopsis novaeguineae)
dan Elang Sulawesi ( Spizaetus lanceolatus) dengan katagori keterancaman
Rentan.

Elang Jawa adalah legenda hidup mengingat bentuk fisiknya sesuai atau
mendekati dengan Burung Garuda sebagai lambang negara kita. Ciri fisik
tersebut adalah adanya jambul yang tegak dan cukup panjang di kepalanya
sedangkan badan berwarna coklat yang kontras, dan mungkin juga dengan ciri
fisik ini justru Elang Jawa semakin diburu oleh pedagang illegal maupun
penggemar satwa langka dan eksotik.

Kelangkaan Elang Jawa ini mengharuskan Pemerintah untuk melindunginya


dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, seperti UU No 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya, PP No 7

1
Ajun Jagawana Madya, Polhut BKSDA Jabar II
2
Bapenas, 1993 dan World Convention Monitoring Committee, 1994 dalam Dephut, 2003
3
Sujatnika dkk,1995 dalam Setiadi Dkk 2000. Status Distribusi, Populasi, Ekologi dan Konservasi Elang Jawa di Jawa
Barat Bagian Selatan. Laporan Akhir BP/FFI/BirdLife International/YPAL-HIMBIO UNPAD, Bandung
4
Prawiradilaga, Dewi dkk. Panduan Survei Lapangan dan Pemantauan Burung-burung Pemangsa. BJP-JIKA 2003

1
F -X C h a n ge F -X C h a n ge
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta Kepres No
4 tahun 1993; tentang Flora Fauna Nasional yang menetapkan Elang Jawa
sebagai Satwa Kebanggaan Nasional (hebat bukan?).

Dan yang tidak kalah hebatnya ternyata Suaka Margasatwa (SM) Gn Sawal yang
berada di Kabupaten Ciamis ternyata memiliki potensi yang besar tentang
adanya Elang Jawa, berdasarkan hasil penelitian dari YPAL ( Yayasan Pribumi
Alam Lestari ) dan Himbio UNPAD (Himpunan Mahasiswa Biologi Universitas
Pajajaran) tahun 1998 menyatakan telah melihat Elang Jawa, tengah terbang
di blok Mandalasari(Gn Sawal Utara), blok Curug Tujuh, Blok Ciwalen, Blok
Ciharus/Seda (Panjalu). Perkiraan jumlah antara 7-8 ekor dengan jumlah
pasangan 3-4 pasang.

Kemungkinan data tersebut akan berubah mengingat rentang yang telah cukup
yakni 6 tahun. Perubahan data tersebut kemungkinan cenderung meningkat,
mengingat semakin seringnya data perjumpaan dilaporkan ke Balai KSDA Jabar
II dari para Polisi Kehutanan yang tengah berpatroli rutin.

SM Gn Sawal ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan fungsi Suaka


Margasatwa dengan SK Menteri Pertanian No. 420/Kpts/Um/6/1979 tanggal 4
Juli 1979 dengan luas ± 5.400 Ha. Adapun pengertian Kawasan Hutan Suaka
Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan.

Secara geografis kawasan SM Gunung Sawal terletak antara 7°15’ LS dan


180°21’ BT Berdasarkan pembagian wilayah administratif pemerintahan,
kawasan ini berada dalam 7 (tujuh) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan
Cipaku, Cikoneng, Cihaurbeuti, Panumbangan, Panjalu, Kawali dan Sadananya
yang berada dalam wilayah Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat.

Kawasan SM Gunung Sawal mempunyai batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah : Wilayah Kecamatan Panjalu dan sebagian


Utara Panumbangan dan Kawali
• Sebelah : Wilayah Kecamatan Cipaku dan sebagian Sadananya
Timur
• Sebela : Wilayah Kecamatan Cikoneng dan sebagian
Selatan Cihaurbeuti
• Sebela Barat : Wilayah Kecamatan Panumbangan dan sebagian
Cihaurbeuti

Habitat Elang Jawa

Elang Jawa paling sering dijumpai di ketinggian antara 500 m – 1500 m Diatas
Permukaan Laut (Dpl) dan di hutan alam (48 %) dari pada di hutan tanaman.

2
F -X C h a n ge F -X C h a n ge
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Kondisi ini sangat sesuai dengan keadaan Gn Sawal yang hampir seluruh
kawasannya merupakan hutan alam (± 95 %), sedangkan sebagian kecil secara
sporadis di bagian tepi terdapat hutan tanaman berupa pohon rasamala dan
pinus. Hutan alam di kawasan ini merupakan formasi hutan hujan tropis
pegunungan bawah atau Sub Montane Forest, dengan ketinggian antara 1.000
s/d 1.500 m dpl. Keadaan topografi lapangan SM Gunung Sawal umumnya
berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan puncak yang tertinggi adalah
Blok Karantenan (1.764 m dpl). Kemiringan lereng di bagian tengah di atas
30%, sedangkan di beberapa tempat di bagian tepi bervariasi antara 20 %
sampai 30%, merupakan Habitat yang ideal bagi pemangsa yang satu ini.

Elang Jawa menyukai pohon yang tinggi menjulang yang dapat digunakan
untuk mengincar mangsa ataupun sebagai sarang, tercatat bahwa Elang Jawa
membangun sarang di pohon Rasamala (Altingia excelsa), Lithocarpus dan
Quercus, Pinus (Pinus merkusii) Puspa (Schima wallichii), Kitambaga (Eugenia
cuprea), Pasang, Ki Sireum. Jenis pohon tersebut juga banyak dijumpai di Gn
Sawal. Jenis-jenis dominan antara lain Puspa (Schima walichii), Saninten
(Castanopsis agentea), Hantap (Sterculia sp), Jamuju (Podocarpus
imbricatus), Ipis kulit (Acmena acuminatissima), Manglid (Magnolia blumeii).
Umumnya sarang ditemukan di pohon yang tumbuh di lereng dengan
kemiringan sedang sampai curam pada ketinggian tempat diatas 800 m dpl,
dengan dasar lembah memiliki anak sungai. Hal ini berhubungan dengan
kesempatan memperoleh mangsa dan pemeliharaan keselamatan anak.

Kondisi tersebut diatas memang sesuai dengan kondisi Kawasan SM Gunung


Sawal yang merupakan daerah tangkapan dan resapan air (cachtment area)
dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy yang termasuk salah satu DAS kritis
di Jawa Barat. Terdapat ± 30 sungai dan anak sungai yang mengalir dan
bermuara di Sungai Citanduy, antara lain : Sungai Cibaruyan, Cimuntur,
Cileueur, Cihandeuleum, Cilopadang, Cigalugur, Ciwalen, Ciharus, Cijoho
Cibulan dll. Sumber-seumber air tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat di
sekitar kawasan sebagai sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga,
pertanian, perikanan, irigasi dan PDAM.

Daya jelajah Elang Jawa sangat bervariasi antara 2 km2 – 20 km2 karena
berdasarkan survai yang dilakukan YPAL-HIMBIO UNPAD di Gn Jagat dengan
luas 1,26 km2 dijumpai 1 pasang Elang Jawa , sedangkan di CA Gn Simpang
dengan luas 150 Km2 dijumpai sekitar 6 pasang, dengan melihat data tersebut
dapat diketahui bahwa Elang Jawa memiliki daya adaptasi yang cukup baik.

Prilaku Elang Jawa

Rata rata burung pemangsa jarang beranak dan jumlah anaknya pun sangat
sedikit, demikian juga dengan Elang Jawa yang berbiak setiap 2 tahun sekali
dengan jumlah anak umumnya 1 ekor. Elang Jawa dapat berbiak pada umur
antara 3-4 tahun dengan masa mengerami 44-48 hari Musim kawin pada Elang
Jawa terjadi antara akhir bulan Januari hingga Mei,

3
F -X C h a n ge F -X C h a n ge
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Pada anak Elang Jawa umur 27-30 minggu atau 7 bulan telah dapat terbang
dan mulai belajar mematikan mangsa. Pada saat tersebut telah dapat
membuat 8 variasi suara sehingga dalam komunikasi telah dapat dilakukan
dengan baik.

Umumnya Elang Jawa memakan satwa yang mudah ditemukan seperti jenis-
jenis tupai (Callosciurus sp dan Tupai sp) dan burung-burung kecil lainnya.
Namun Elang Jawa juga tidak menolak jika ada anak kera ekor panjang
(Macaca fascucularis) dan jalarang (Ratufa bicolor). Selama ini juga Elang
Jawa tidak pernah terlihat mengejar mangsa di udara, hal ini di karenakan
ruas kaki Elang Jawa yang terlalu pendek sehingga tidak mampu menangkap
burung di udara.

Apa yang harus dilakukan bila menemukan Elang Jawa yang dipelihara,
ditangkap dan diperjualbelikan

SM Gn Sawal yang berada di Kab Ciamis ini hendaknya dijadikan kebanggaan


masyarakat Ciamis pada khususnya dan Jawa Barat pada umumnya. Oleh
karena itu diharapkan masyarakat selayaknya dan sepatutnya menjaga
kawasan tersebut demi kehidupan satwa langka yang konon simbol Negara
Indonesia. Dengan menjaga habitat Elang Jawa kita juga telah menjaga sistim
penyangga kehidupan masyarakat luas, baik masyarakat disekitar Gn Sawal
maupun masyarakat di sepanjang DAS Citanduy.

Masyarakat baik yang terdidik maupun tidak kadangkala masih saja


memelihara Elang Jawa, atau binatang dilindungi lainnya. Bagi mereka hal
tersebut merupakan kebanggaan ataupun kepuasan tersendiri, namun sayang
kebanggan dan kepuasan tersebut di ancaman dalam Undang-undang,
Ancaman tersebut tidak tanggung-tanggung seperti pada UU Nomor 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya, yang
secara jelas dan nyata bahwa menangkap, melukai, membunuh, menyimpan,
memiliki dan memperdagangkannya baik hidup, mati maupun bagian-bagian
tubuhnya saja dinyatakan dilarang dan diancam hukuman maksimal 5 tahun
penjara dan denda maksimal 100 juta rupiah.

Mengapa ancaman tersebut begitu tinggi?. Telah dijelaskan bahwa Elang


Jawa berkembangbiak sangat sedikit, selain itu Elang Jawa merupakan mata
ratai makanan yang tertinggi dengan demikian dapat dijadikan indikator bagi
kelestarian lingkungan. Maksudnya jika Elang Jawa berkurang atau punah
maka lingkungan telah mengalami kerusakan, sehingga kehidupan masyarakat
disekitar terancam karena daya dukung sistim penyangga kehidupan yang
menurun (longsor, banjir, kekeringan, iklim mikro yang buruk, musim yang
tidak menentu). Oleh karena itu keberadaan Elang Jawa sangat diperlukan
bagi keseimbangan alam. Yang paling utama adalah nilai kekayaan hayatinya
itu sendiri, ingat bila Elang Jawa punah akan bertambah satwa yang hilang
dari bumi Indonesia seperti Harimau Jawa dan Harimau Bali.

4
F -X C h a n ge F -X C h a n ge
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Oleh karena itu diharapkan masyarakat pro aktiv dalam menyelamatkan Elang
Jawa dan habitatnya. Upaya minimal adalah dengan melapor kepada petugas
Polisi Kehutanan Satuan Kerja Gn Sawal BKSDA Jabar II, atau Kepala Desa
setempat apabila terjadi pengrusakan hutan /habitat Elang Jawa ,
penangkapan, pemeliharaan maupun perdagangan Elang Jawa , atau membuat
sebuah Kelompok Penyelamat Elang Jawa karena di Kab Ciamis belum ada
yang bergerak dalam penyelamatan Elang Jawa . Dan kepada masyarakat yang
memelihara Elang Jawa diharapkan menyerahkannya kepada petugas Polisi
Kehutanan setempat.

Elang Jawa hasil dari penyerahan masyarakat tidak bisa langsung dilepaskan
ke alam begitu saja melainkan harus direhabilitasi terlebih dahulu di Pusat
Penyelamatan Satwa (PPS). Hal ini dilakukan untuk mencegah kematian Elang
Jawa itu sendiri mengingat Elang Jawa yang telah dipelihara oleh manusia
perlu beradaptasi kembali terhadap makanan aslinya, cara hidup di alam, ber-
reproduksi, dan mengenal habitatnya.

Dengan sadarnya masyarakat akan penyelamatan Elang Jawa diharapkan


keberadaan Elang Jawa di Gn Sawal Kabupaten Ciamis akan lestari, sehingga
pesona Elang Jawa dari Gn Sawal tidak hilang ditelan masa. Jadi bagi Polisi
Kehutanan seperti kami peluh, lelah, terik matahari kadang-kadang rasa lapar
juga mencoba menghampiri namun semua itu akan terobati bila kami melihat
kepakan sayap, lengkingan Elang Jawa tanda kebesaran_Nya.

Ciamis, Juni 2004


Penulis,

ARDI ANDONO, STP


NIP. 710 033 196

Anda mungkin juga menyukai