Anda di halaman 1dari 9

Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatra Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun

saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarakat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional antara lain :

Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatra Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarakat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional antara lain :

1. Saluang

Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau,Sumatra Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau. Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar. Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik nafas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernafasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan nafas). Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok. Permainan musik Saluang ini biasanya diadakan dalam acara keramaian seperti keduri perkawinan, batagak rumah, batagak pangulu, dan lain-lain. Permainan ini, biasanya dilaksanakan setelah salat Isya dan berakhir menjelang subuh. yang menarik dari kesenian ini, selain kecekataan dan kebolehan si peniup saluang, juga kata-kata yang

didendangkan para dara-dara cantik Minang yang berisikan pesan, sindiran, dan juga kritikan halus yang mengembalikan ingatan si pendengar terhadap kampung halaman ataupun terhadap kehidupan yang sudah, sedang, dan akan dijalani. Umumnya, irama Saluang dan dendang yang mengiringinya terdengar sentimental (berhiba-hiba), tetapi adakalanya juga membuat penonton tertawa kegelian karena dendangnya yang lucu/bersifat menyindir penonton. Perhatikanlah salah satu lagu dendang Saluang berikut ini. KACANG DIABUIH CIEK (kacang direbus satu)pepatah Minang yang artinya: sifat seseorang yang mudah bertukar hati kepada tiap-tiap orang yang lebih menarik atau lebih kaya (tidak setia)/mudah berganti-ganti pasangan Daulu memang denai tagilo-gilo Kini jan disangko denai ka tadayo sabab denai lah tau tingkah nan jo lakunyo iyo bak cando samuik jolong mandapek gulo cukuik sakali ka ganti pangajaran jan sampai pisang buahnyo duo kali daripado manyasa denai ko kamudian labiah elok mailak pado den makan hati bosan den lah bosan den indak ka acuah lai kini bia diam pado den maracun hati sabab salamo ko lah pasai denai maliek parangainyo bak cando kacang diabuih ciek Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak sidang manusiadst. 2. Bansi

Bansi Bentuknya Pendek dan memiliki 7 lubang dan dapat memainkan lagu-lagu tradisional maupun modern karena memiliki nada standar. Dibandingkan dengan alat musik tiup lainnya, yang ditemukan di daerah Sumatera Barat, Bansi memiliki nada yang lebih lengkap. Hal ini dapat terjadi karena Bansi mempunyai jumlah lobang nada yang lebih banyak, yaitu 7 buah. Dengan demikian, Bansi dapat menyanyikan lagu-lagu baik yang bersifat tradisional maupun modern. Dilihat dari segi bentuknya, Bansi

berukuran lebih pendek daripada Saluang. Panjangnya lebih kurang 33,5 36 cm dengan garis tengah antara 2,53 cm. Bansi juga terbuat dari talang (bambu tipis) atau sariak (sejenis bambu kecil yang tipis). Keunikan Saluang dan Bansi : a. Keunikan Saluang 1. Makin pendek Saluang makin tinggi bunyinya. 2. Makin panjang Saluang makin rendah bunyinya. 3. Saluang dapat dibunyikan dengan indah karena kearifan pemainnya dalam mengatur nada. 4. Kadang-kadang bunyi saluang berlawanan dengan nada suara penyanyinya; terkadang sesuai dengan nada suara penyanyinya. 5. Jumlah lobang pada Saluang tidak sesuai dengan aturan tangga nada. 6. Dalam meniup saluang tidaklah terputus-putus karena keahlian peniup mengatur pernafasannya. a. Keunikan Bansi 1 Bansi dapat dibunyikan dengan indah karena kearifan pemainnya dalam mengatur nada. 2. Bansi terkadang dibunyikan berlawanan denan nada suara penyanyinya, terkadang sesuai dengan nada suara penyanyinya. 3. Bansi dapat mengiringi berbagai jenis lagu, baik tradisional maupun modern karena mempunyai lobang nada yang lebih banyak. Selain keunikan-keunikan itu, Saluang dan Bansi juga mempunyai perbedaan, terutama dari segi (1) panjang/ukuran, (2) banyak lobang, (3) cara memainkannya, dan (4) bunyi yang dihasilkannya. Sebagai generasi muda, kita selayaknya mengenal dan menyukai musik tradisional. Apabila generasi muda tidak lagi menyukai musik tradisional, maka musik itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya orang tua-tua yang sekarang masih menyukainya. 3. Pupuik Batang Padi

Pupuik batang padi terbuat dari batang padi. Pada bagian dekat buku dibuat lidah. Lidah itu, jika ditiu akan menghasilkan celah, sehingga menimbulkan bunyi. Pada bagian ujungnya dililit dengan daun kelapa yang menyerupai terompet. Bunyinya melengking dan nada dihasilkan melalui permainan jari pada lilitan daun kelapa,

4. Sarunai

Sarunai terbuat dari dua potong bambu yang tidak sama besarnya. Sepotong yang kecil dapat masuk ke potongan yang lebih besar. Fungsinya sebagai penghasil nada. Alat ini memiliki empat lubang nada. Bunyinya juga melodius. Karawitan ini sudah jarang yang menggunakan. Selain juga sulit membuatnya, nada yang dihasilkan juga tidak banyak terpakai., 5. Pupuik Tanduak

Terbuat dari tanduk kerbau yang dibersihkan. Bagian ujungnya dipotong rata dan berfungsi sebagai tempat meniup. Bentuknya mengkilat dan hitam bersih. Fungsinya lebih pada alat komunikasi. Tidak berfungsi sebagai alat pengiring nyanyi atau tari. Dahulu digunakan untuk aba-aba pada masyarakat misalnya pemberitahuan saat subuh dan magrib atau ada pengumuman dari pemuka kampung. 6. Talempong

Talempong adalah sebuah alat musik khas Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan gamelan dari Jawa. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu, saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan. Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga nada (berbeda-beda). Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya. Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tari piring yang khas, tari pasambahan, tari gelombang,dll. Talempong juga digunakan untuk menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengantangga pranada DO dan diakhiri dengan SI. Talempong diiringi oleh akor yang cara memainkanya sama dengan memainkan piano 7. Rabab

Rabab merupakan kesenian di Minangkabau yang dimainkan dengan menggesek biola. Dengan rabab ini dapat tersalurkan bakat musik seseorang. Biasanya dalam rabab ini dikisahkan berbagai cerita nagari atau dikenal dengan istilah Kaba. 8. Gandang Tabuik.

Tabuik berbentuk bangunan bertingkat tiga terbuat dari kayu, rotan, dan bambu dengan tinggi mencapai 10 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala wanita cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.

Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Bouraq yang dalam cerita zaman dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat. Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau. Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan bungo salapan (delapan bunga) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih. Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan menghoyak Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa. Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik dibuat di rumah Tabuik secara bersama-sama dengan melibatkan para ahli budaya dengan biaya mencapai puluhan juta rupiah untuk satu Tabuik. Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi/merantau. Industri musik di Sumatra Barat semakin berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik Minang modern di Sumatra Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang. Alat musik pukul lainnya yang juga sering digunakan untuk pelengkap talempong, juga dapat dimanfaatkan secara tungal. Misalnya untuk arak-arakan pada acara Tabut, Khatam Quran dan arakarakan lainnya. diantaranya : Canang, Gong, Tambur, Rabano, Indang dan Adok .JENIS

- JENIS ALAT MUSIK TRADISIONAL MINANGKABAU

Saluang Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatera Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional saluang, bansi, talempong, rabab, dan gandang tabuik. Ada pula saluang jo dendang, yakni penyampaian dendang (cerita berlagu) yang diiringi saluang yang dikenal juga dengan nama sijobang[18]. Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau. Industri musik di Sumatera Barat semakin berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik Minang modern di Sumatera Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang.

Elly Kasim, Tiar Ramon dan Yan Juned adalah penyanyi daerah Sumatera Barat yang terkenal di era 1970-an hingga saat ini. Perusahaan-perusahaan rekaman di Sumatera Barat antara lain: Tanama Record, Planet Record, Pitunang Record, Sinar Padang Record, Caroline Record yang terletak di kota Padang dan Minang Record, Gita Virma Record yang terletak di kota Bukittinggi. Saat ini para penyanyi, pencipta lagu, dan penata musik di Sumatera Barat bernaung dibawah organisasi PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi Pencipta lagu Penata musik Rekaman Indonesia) dan PARMI (Persatuan Artis Minang Indonesia).
Fenomena Musik Minang Pada sejarah peradaban manusia, bunyi-bunyian/musik selalu menjadi sesuatu yang ada dalam kehidupan manusia. Pada masyarakat tradisional bunyi-bunyian/musik digunakan untuk hal-hal tertentu, misalnya dalam upacara adat pesta perkawinan. Adapun benda yang dapat digunakan untuk menghasilkan bunyia-bunyian tersebut misalnya kayu yang dipukul-pukulkan. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia telah dengan sengaja menciptakan alat-alat musik secara khusus, misalnya talempong, alat musik tradisional Minang yang dibuat dari tembaga, angklung yang dibuat dari bambu, gendang, dan lain sebagainya. Bahkan pada zaman modern seperti sekarang ini, alat musik jauh lebih maju dan canggih, misalnya piano, gitar listrik, dan alat musik elektronik lainnya yang bisa menghasilkan efek dan distorsi pada bunyi yang dihasilkan. Keberagaman instrumen musik tersebut telah ikut memperkaya aliran dan jenis musik yang ada, misalnya musik Minang. Pada awalnya, masyarakat Minangkabau mengisi acara-acara adat dengan berbagai kegiatan seni anak nagari, seperti randai, tarian tradisional, indang, dan lain sebagainya yang tak terlepas dari instrumen musik, seperti talempong, gendang, pupuik batang padi, dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya, para seniman Minang telah mampu melahirkan lirik-lirik lagu yang dinyanyikan oleh penyinyi-penyanyi Minang, tentunya dalam bahasa Minang pula. Sehubungan dengan lirik lagu Minang, ada hal menarik yang dapat kita nikmati. Pada dasarnya lirik lagu minang menceritakan tentang kehidupan sosial budaya masyarakat Minang. Dalam memilih kata-kata pada lirik lagu Minang, para pencipta lagu Minang menggunakan kata-kata yang menggambarkan keadaan dan hukum-hukum alam. Hal ini sesuai dengan filosofi hidup orang Minang yang berbunyi "alam takambang jadi guru". Misalnya pada lirik lagu "usah diratok i" yang dipopulerkan oleh Tiar Ramon seperti berikut:

"Iyo buruak lakunyu alang Ayam tapauik disembanyo" Atau pada lirik lagu "roda padati" yang dipopulerkan oleh Eli Kasim:

"Lai den timbo di ladang sumua diladang Di luluak juo tatimbo yo nan tatimbo Lai den cibo di urang nan bak di urang Nan buruak jou tasuo yo nan tasuo" Lirik-lirik tersebut sungguh sangat mengandung makna dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Minangkabau yang digambarkan melalui fenomena alam. Pada lagu "usah diratok i" tersebut dapat kita ambil contoh dalam kehidupan sosial, misalnya seseorang yang sangat kita cintai ternyata diambil orang. Sungguh sebuah lagu yang mengandung hiburan sekaligus menyentuh perasaan apalagi disertai dengan empati yang dalam sehingga akan dapat menimbulkan emosi. Dalam lagu pop Minang modern, lirik-larik lagunya masih sangat menyentuh perasaan, misalnya pada lirik lagu berikut:

"Adiak menyuruak di lalang salai Di salo tagak bayang tampak juo" Dengan semakin berkembangnya musik Minang, maka telah banyak lahir perusahaan rekaman yang menghasilkan musik-musik Minang yang menarik untuk dinikmati. Namun, akhir-akhir ini kita mungkin merasa sedih dengan perkembangan musik Minang yang telah terakulturasi dengan musik-musik modern, misalnya disco, dugem, dan lain sebagainya yang membuat musik Minang semakin tidak menarik untuk dinikmati dan kehilangan eksistensinya sebagai musik Minang. Dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari telah banyak beredar VCD-VCD musik Minang yang justru lebih mengekspos penari-penari latar yang berpakaian kurang sopan (pakaian yang serba ketat) dan tidak sesuai dengan norma adat Minang. Kita tak lagi menyaksikan musik Minang yang disertai dengan tarian anggun perempuan Minang yang menggunakan kebaya Minang, melainkan dengan pakaian ketat. Keadaan demikian mengindikasikan adanya usaha dari produsen untuk meningkatkan penjualan dengan cara mengeksploitasi dan mengkomersialisasi hal tersebut, asumsinya dengan menampilkan gambar tersebut (pakaian ketat) akan membuat konsumen lebih tertarik untuk mendapatkan kasetnya. Menurut hemat penulis, kita tak perlu melakukan tindakan tersebut. Sesungguhnya musik Minang telah kaya dengan keunikan dan kekhasan pada lirik-lirik lagunya yang dalam dan mengena di hati. Dengan kekhasan itu, musik Minang telah mempunyai sebuah bargaining position untuk tidak bercampur dengan gambar-gambar yang tidak sesuai dengan norma adat Minang. Untuk itu diharapkan kepada - baik produsen maupun konsumen musik Minang - dapat mengerti akan kekayaan dan kekhasan musik Minang, sehingga tak perlu mencari pelarian dengan seni yang bertentangan dengan norma-norma adat di Minangkabau. Semoga musik Minang semakin baik dikemudian hari, tentunya tetap dalam kerangka norma adat yang berlaku di Minangkabau.

Anda mungkin juga menyukai