Anda di halaman 1dari 7

Kebudayaan Suku Minangkabau

1. Pakaian Adat Suku Minangkabau

Pakaian Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang Yang pertama
adalah Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang atau sering pula disebut pakaian
Bundo Kanduang. Pakaian ini merupakan lambang kebesaran bagi para wanita yang
telah menikah. Pakaian tersebut merupakan simbol dari pentingnya peran seorang ibu
dalam sebuah keluarga. Limapeh sendiri artinya adalah tiang tengah dari bangunan
rumah adat Sumatera Barat. Peran limapeh dalam mengokohtegakan bangunan adalah
analogi dari peran ibu dalam sebuah keluarga. Jika limapeh rubuh, maka rumah atau
suatu bangunan juga akan rubuh, begitupun jika seorang ibu atau wanita tidak pandai
mengatur rumah tangga, maka keluarganya juga tak akan bertahan lama. Secara
umum, pakaian adat Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang memiliki
desain yang berbeda-beda dari setiap nagari atau sub suku. Akan tetapi, beberapa
kelengkapan khusus yang pasti ada dalam jenis-jenis pakaian tersebut. Perlengkapan
ini antara lain tingkuluak (tengkuluk), baju batabue, minsie, lambak atau sarung,
salempang, dukuah (kalung), galang (gelang), dan beberapa aksesoris lainnya.

Baju Tradisional Pria Minangkabau Pakaian adat Sumatera Barat untuk para pria
bernama pakaian penghulu. Sesuai namanya, pakaian ini hanya digunakan oleh tetua
adat atau orang tertentu, dimana dalam cara pemakaiannya pun di atur sedemikian
rupa oleh hukum adat. Pakaian ini terdiri atas beberapa kelengkapan yang di
antaranya Deta, baju hitam, sarawa, sesamping, cawek, sandang, keris, dan tungkek.

Pakaian Adat Pengantin Padang Selain baju bundo kanduang dan baju penghulu,
ada pula jenis pakaian adat Sumatera Barat lainnya yang umum dikenakan oleh para
pengantin dalam upacara pernikahan. Pakaian pengantin ini lazimnya berwarna merah
dengan tutup kepala dan hiasan yang lebih banyak. Hingga kini, pakaian tersebut
masih kerap digunakan tapi tentunya dengan sedikit tambahan modernisasi dengan
gaya atau desain yang lebih unik.

2. Rumah Adat Suku Minang Kabau

Rumah Gadang adalah rumah adat suku Minangkabau yang juga memiliki sebutan lain
seperti rumah Godang, rumah Bagonjong, dan rumah Baanjuang. Rumah adat ini merupakan
rumah model panggung yang berukuran besar dengan bentuk persegi panjang. Sama seperti
rumah adat Indonesia lainnya, rumah gadang juga dibuat dari material yang berasal dari alam.
Tiang penyangga, dinding, dan lantai terbuat dari papan kayu dan bambu, sementara atapnya
yang berbentuk seperti tanduk kerbau terbuat dari ijuk. Meski terbuat dari hampir 100%
bahan alam, arsitektur rumah gadang tetaplah memiliki desain yang kuat.

Rumah ini memiliki desain tahan gempa sesuai dengan kondisi geografis Sumatera Barat
yang memang terletak di daerah rawan gempa. Desain tahan gempa pada rumah gadang salah
satunya ditemukan pada tiangnya yang tidak menancap ke tanah. Tiang rumah adat Sumatera
barat ini justru menumpang atau bertumpu pada batu-batu datar di atas tanah. Dengan desain
ini, getaran tidak akan mengakibatkan rumah rubuh saat terjadi gempa berskala besar
sekalipun. Selain itu, setiap pertemuan antara tiang dan kaso besar pada rumah adat ini tidak
disatukan menggunakan paku, melainkan menggunakan pasak yang terbuat dari kayu.
Dengan sistem sambungan ini, rumah gadang akan dapat bergerak secara fleksibel meski
diguncang dengan getaran gempa yang kuat.

3. Seni Tari Suku Minang Kabau

Tarian pencak berbeda dengan pencak dan silat. Pencak silat dilakukan oleh dua
orang dengan gaya silat. Secara pisik dalam pencak, permainannya dapat
bersinggungan atau bersentuhan. Tetapi, di dalam tarian, pemain tigak bersinggungan
atau bersentuhan. Tarian ini diikuti oleh bunyi-bunyian seperti talempong dan pupuik
batang padi. Gerakannya tidak harus mengikuti irama dan bunyi-bunyian. Bunyi-
bunyian itu hanyalah sekedar pengiring belaka. Gerakan tarian pencak ini disesuaikn
dengan gerak lawan. Bagaimana lawan memainkan gerakan, seperti itu pula gerakan
yang satunya. Ada 3 jenis tarian pencak yaitu sebagai berikut : Tari Sewah, Tari Alo
Ambek, dan Tari Galombang

Tarian perintang yaitu tarian yang dimainkan pemuda-pemuda untuk perintang


waktu. Tarian dapat dilakukan bersama-sama atau seorang diri. Tarian diiringi bunyi-
bunyian seperti talempong, gendang, dan puput batang padi. Tarian dilakukan dengan
bebas dengan irama 4/4 tanpa terikat dengan bunyi-bunyian yang mengiringinya.
Setiap penari bebas melakukan gerakan sesuai kemahirannya. Akan tetapi ada
gerakan yang telah terpola seperti menirukan gerak tupai, elang terbang, kebaru
mengamuk, dan sebagainya. Tarian ini dimainkan di sawah pada musim panen atau
pada acara-acara keramaian lainnya. Antara lain tari piring, tari galuak, dan tari
kerbau jalang.

Tarian kaba adalah tarian yang mengangkat tema cerita (kaba). Tarian ini
mengutamakan nyanyian daripada gerak tari. Penari menyanyikan cerita kaba sambil
menari. Pengungkapan cerita kaba dengan nyanyian lebih diutamakan daripada gerak
tarinya. Jadi, tari hanya sebagai pembawa kaba belaka. Tarian biasanya juga diikuti
oleh musik pengiring seperti talempong dan adok. Jenis tarian ini tergantung kepada
cerita kaba yang dibawakan.

3. Alat Musik Khas Suku Minangkabau

Talempong Salah satu alat musik tradisional minangkabau adalah talempong. Alat
musik pukul ini terbuat dari kuningan, berbentuk bulat dengan bagian bawah
berlubang dan pada bagian atasnya ada sedikit tonjolan. Talempong sering digunakan
sebagai alat musik untuk mengiringi berbagai kesenian tradisional minangkabau
seperti tarian atau musik.

Saluang termasuk alat musik tiup. Alat musik tradisional minangkabau ini terbuang
dari talang yang merupakan sejenis bambu tapi lebih tipis. Talang dengan ukuran
yang lebih besar juga digunakan sebagai wadah untuk memasak makanan khas
minangkabau yaitu Lamang. Alat musik tradsiional minangkabau yang satu ini
memiliki panjang 40-60 sentimeter dengan 4 buah lubang dengan diameter masing-
masing lubang 3-4 sentimeter. Untuk memainkan Saluang tidaklah mudah,
dibutuhkan teknik khusus yang dinamakan dengan manyisiahan angok (menyisakan
nafas). Dengan teknik ini pemain saluang bisa meniup saluang dari awal sampai akhir
lagu tanpa nafas yang terputus.
Rabab adalah alat musik tradisional minangkabau yang mirip dengan biola.
Dikatakan mirip karena dari segi bentuk memang hampir sama dan cara
memainkannya pun sama yaitu dengan digesek. Rabab selain menjadi alat musik juga
menjadi kesenian tersendiri. Kesenian rabab biasanya berbentuk cerita atau dendang
dengan diiringi alat musik rabab tadi. Dua aliran rabab yang cukup terkenal adalah
Rabab Pasisia dan Rabab Pariaman.

Pupuik Batang Padi, Seperti namanya alat musik tiup ini memang terbuat dari batang
padi. Pada bagian ujung tempat tiupan biasanya dipecah sedikit sehingga
menimbulkan celah, jika ditiup celah ini akan mengelurkan bunyi. Biasanya pupuik
batang padi ditambah dengan lilitan daun kelapa pada ujungnya.

Bansi adalah salah satu alat musik tiup tradisional minangkabau. Bansi memiliki 7
lubang, mirip dengan rekorder, bentuknya pendek, biasanya berukuran 33-36
sentimeter.

Pupuik Tanduak, Alat musik tradisional minangkabau yang satu ini cukup unik
karena dibuat dari bekas tanduk kerbau. Meskipun termasuk alat musik tapi pupuik
tanduak sangat jarang dimainkan sebagai pengiring musik, fungsinya lebih kepada
alat pemanggil atau pemberitahu jika ada pengumuman dari pemuka adat.

Sarunai, Konon kata Sarunai berasal dari kata Shehnai yaitu alat musik yang berasal
dari India. Sarunai terbuat dari dua potong bambu yang tidak sama besar, potongan
yang kecil dapat masuk ke potongan yang lebih besar, dengan fungsi sebagai
penghasil nada

Tambua Tasa adalah alat musik pukul yang sampai saat ini masih sering digunakan,
terutama pada saat acara adat. Alat musik ini terdiri dari dua alat yaitu Gandang
Tambua dan Gandang Tasa. Gandang Tambua berbentuk tabung dengan bahan kayu
dengan dua permukaan kulit. Gandang Tambua dimainkan dengan cara disandang
pada salah satu bahu oleh pemain dalam posisi berdiri dengan menggunakan dua buah
kayu sebagai pemukul. Sedangkan Gandang Tasa lebih mirip setengah bola yang
hanya memiliki satu sisi kulit (single headed drum). Kayu untuk memukul Gandang
Tasa biasanya lebih ramping, lentur dan berukuran lebih panjang.

Adat Istiadat Suku Minangkabau


1. Adat nan sabana adat.

Adat nan sabana Adat, adalah ketentuan hukum, sifat yang terdapat pada alam benda,
flora dan fauna, maupun manusia sebagai ciptaan-Nya (Sunatullah). Adat nan sabana
Adat ini adalah sebagai SUMBER hukum Adat Minangkabau dalam menata
masyarakat dalam segala hal. Dimana ketentuan alam tersebut adalah aksioma tidak
bisa dibantah kebenarannya. Sebagai contoh dari benda Api dan Air, ketentuannya
membakar dan membasahkan. Dia akan tetap abadi sampai hari kiamat dengan sifat
tersebut, kecuali Allah sebagai sang penciptanya menentukan lain (merobahnya).
Alam sebagai ciptaan-Nya bagi nenek moyang orang Minangkabau yakni Datuak
perpatiah nan sabatang dan datuak ketumanggungan diamati, dipelajari dan
dipedomani dan dijadikan guru untuk mengambil iktibar seperti yang disebutkan
dalam pepatah-petitih Adat :
Panakiak pisau sirawik, ambiak galah batang lintabuang,
silodang ambiakkan niru, nan satitiak jadikan lawik,
nan sakapa jadikan gunuang, Alam Takambang Jadi Guru.

2. Adat nan diadatkan oleh nenek-moyang.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya diatas yakni dengan meneliti,


mempedomani, mempelajari alam sekitarnya oleh nenek-moyang orang
Minangkabau, maka disusunlah ketentuan-ketentuan alam dengan segala fenomena-
fenomenanya menjadi pepatah-petitih, mamang, bidal, pantun dan gurindam Adat
dengan mengambil perbandingan dari ketentuan alam tersebut, kemudian dijadikan
menjadi kaidah-kaidah sosial untuk menyusun masyarakat dalam segala bidang
seperti : ekonomi, sosial budaya, hukum, politik, keamanan, pertahanan dan
sebagainya.

Karena pepatah-petitih tersebut dicontoh dari ketentuan alam sesuai dengan


fenomenanya masing-masing, maka kaidah-kaidah tersebut sesuai dengan sumbernya
tidak boleh dirobah-robah walau dengan musyawarah mufakat sekalipun. Justru kedua
jenis Adat pada huruf a dan b karena tidak boleh dirobah-robah disebut dalam pepatah
:
Adat nan tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan,
dianjak tak layua, dibubuik tak mati,
dibasuah bahabih aia, dikikih bahabih basi.
Artinya adalah Kebenaran dari hukum alam tersebut . Selama Allah SWT, sebagai
sang pencipta ketentuan alam tersebut tidak menentukaan lain, maka ketentuan alam
tersebut tetap tak berobah.
contoh pepatah :lawik barombak, gunuang bakabuik,
lurah baraia, api mambaka,
aia mambasahkan,batuang babuku,
karambia bamato, batuang tumbuah dibukunyo,
karambia tumbuah dimatonyo .

3. Adat Teradat

Adat teradat adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penghulu-penghulu Adat


dalam suatu nagari, peraturan guna untuk melaksanakan pokok-pokok hukum yang
telah dituangkan oleh nenek moyang (Dt. Perpatiah Nan Sabatang dan Dt.
Ketumanggungan) dalam pepatah-petitih Adat. Bagaimana sebaiknya penetapan
aturan-aturan pokok tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan tidak bertentangan
dengan aturan-aturan pokok yang telah kita warisi secara turun-temurun dari nenek-
moyang dahulunya. Sebagai contoh kita kemukakan beberapapepatah-petitih,
mamang, bidal, Adat yang telah diadatkan oleh nenek moyang tersebut diatas seperti :
Abih sandiang dek Bageso, Abih miyang dek bagisiah. Artinya nenek-moyang
melalui pepatah ini melarang sekali-kali jangan bergaul bebas antara dua jenis yang
berbeda sebelum nikah (setelah Islam) atau kawin (sebelum Islam)..
Begitupun peresmian SAKO(gelar pusaka) kaum atau penghulu, ada nagari yang
memotong kerbau, ada banteng, ada kambing, ada dengan membayar uang adat
kenagari yang bersangkutan. Semuanya adalah aturan pelaksanaan dari peresmian
satu gelar pusaka kaum (Sako) yang diambil keputusannya melalui musyawarah
mufakat. dan lain sebagainya.

4. Adat Istiadat

Adat Istiadat adalah peraturan-peraturan yang juga dibuat oleh penghulu-penghulu


disuatu nagari melalui musyawarah mufakat sehubungan dengan sehubungan dengan
KESUKAAN anak nagari seperti kesenian, olah raga, pencak silat randai, talempong,
pakaian laki-laki, pakaian wanita, barang-barang bawaan kerumah mempelai,
begitupun helat jamu meresmikan S a k o itu tadi. Begitu pula Marawa, ubur-ubur,
tanggo, gabah-gabah, pelamina dan sebagainya yang berbeda-beda disetiap nagari.
Juga berlaku pepatah yang berbunyi :
o Lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain balalangnyo,
o lain nagari lain adatnyo (Istiadatnya) .

Adat teradat adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penghulu-penghulu Adat


dalam suatu nagari, peraturan guna untuk melaksanakan pokok-pokok hukum yang
telah dituangkan oleh nenek moyang (Dt. Perpatiah Nan Sabatang dan Dt.
Ketumanggungan) dalam pepatah-petitih Adat. Bagaimana sebaiknya penetapan
aturan-aturan pokok tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan tidak bertentangan
dengan aturan-aturan pokok yang telah kita warisi secara turun-temurun dari nenek-
moyang dahulunya.

Sistem Kepercayaan Suku Minang kabau


Sebagian besar masyarakat Minangkabau beragama Islam. Masyarakat desa percaya dengan
hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup ubun-ubun bayi dari jauh, dan menggasing
(santet), yaitu menghantarkan racun melalui udara. Upacara-upacara adat di Minangkabau
meliputi:

Upacara Tabuik adalah upacara peringatan kematian Hasan dan Husain di Padang
Karabela;
Upacara Kitan dan Katam berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, seperti:
o upacara Turun Tanah/Turun Mandi adalah upacara bayi menyentuh tanah
pertama kali,
o upacara Kekah adalah upacara memotong rambut bayi pertama kali.
Upacara selamatan orang meninggal pada hari ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000.

Sistem Kekerabatan Suku Minangkabau


Sistem kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau adalah matrilineal (garis keturunan ibu),
sehingga sistem kekerabatan memerhitungkan dua generasi di atas ego lakilaki dan satu
generasi di bawahnya. Urutannya sebagai berikut.

Ibunya ibu.
Saudara perempuan dan laki-laki ibunya ibu.
Saudara laki-laki ibu.
Anak laki-laki, perempuan saudara perempuan ibu ibunya ego.
Saudara laki-laki dan perempuan ego.
Anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan ibu.
Anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan ego.
Anak laki-laki dan perempuan anak perempuan saudara perempuan ibunya ibu.

Kesatuan keluarga kecil seperti di atas disebut paruik, pada sebagian masyarakat ada
kesatuan yang disebut kampueng yang memisahkan paruik dengan suku. Kepentingan
keluarga diurus oleh laki-laki yang bertindak sebagai niniek mamak. Dalam hal jodoh
masyarakat Minangkabau memilih dari luar suku, tetapi pola itu kini mulai hilang. Bahkan
akibat pengaruh dunia modern, perkawinan endogami lokal tidak lagi dipertahankan.

Bahasa Suku Minangkabau


bahasa Minangkabau yang berbeda-beda untuk sebuah maksud yang sama, meski masih
dalam akar rumpun kata yang sama. Dialek bahasa Minangkabau sangat bervariasi, bahkan
antar kampung yang dipisahkan oleh sungai sekalipun sudah mempunyai dialek yang
berbeda. Perbedaan terbesar adalah dialek yang dituturkan di kawasan Pesisir Selatan dan
dialek di wilayah Muko-Muko, Bengkulu. Selain itu dialek bahasa Minangkabau juga
dituturkan di Negeri Sembilan, Malaysia dan yang disebut sebagai Aneuk Jamee di Aceh,
terutama di wilayah Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan.

Makanan Khas Suku Minangkabau


1. Lamang tapai

Lamang tapai merupakan makanan yang biasa disajikan ketika ada acara khusus. Misalnya
saat berbuka puasa, hari raya, atau saat pesta pernikahan. Sehingga, makanan yang biasa
dijadikan makanan pernutup ini sangat dinanti oleh masyarakat Minang. Lamang tapai terdiri
dari dua komponen utama, yaitu lamang dan tapai. Lamang terbuat dari beras ketan yang
dimasak bersama dengan santan di dalam bambu. Sedangkan Tapai terbuat daru beras ketan
hitam yang difermentasi. Makan lamang ini rasanya akan kurang kalau nggak sama-sama
dengan tapai. Kombinasi rasa asam dan manis dari kedua makanan ini menjadikan sajian
yang satu ini akan terasa lebih lezat.

2. Dadiah
Kamu tahu yoghurt? susu sapi yang difermentasi sehingga jadi lebih kental. Nah, kalau
dadiah ini dibuat dari susu kerbau. Sama-sama difermentasi juga, tapi kala dadiah
fermentasinya di dalam bambu. Dadiah, biasanya dihidangkan dengan mencampurnya
bersama emping beras ketan dan disiram santan serta gula merah. Perpaduan rasa dari bahan-
bahan yang dicampur akan terasa meleleh di lidah.

3. Sala Lauak
Sala lauak ini merupakan makanan sejenis gorengan. Terbuat dari tepung beras, ikan asin,
dan bumbu seperti bawang, kunyit, cabe, dan garam. Kemudian, bahan-bahan yang sudah
disiapkan dicampur dan dibuat menjadi adonan. Adonan kemudian dibentuk bulat seukuran
bola pingpong.Sala lauak paling enak dimakan ketika masih hangat. Apalagi kalau kamu ada
di dekat tempat menggorengnya. Aroma sala lauak yang baru saja matang akan menggoda
iman kamu untuk segera mencicipinya.

Masyarakat Minang biasa menjadikan sala lauak sebagai pelengkap saat makan lontong atau
ketupat sayur. Kalau kamu ingin mencicipi kuliner yang satu ini, pergi saja ke pusat kuliner
yang ada di Kota Padang dan Pariaman. Kamu akan dengan mudah menemukan jajanan bulat
nan gurih ini.

4. Pensi
sejenis kerang yang ukurannya kecil dan hanya hidup di Danau Maninjau. Pensi biasanya
diolah oleh masyarakat Minang menjadi makanan ringan yang lezat. Pensi akan dimasak
bersama dengan jahe, lengkuas, daun bawang, seledri, dan garam. Rasanya sungguh lezat dan
menggoda, ada gurih dan manis yang berpadu menjadi satu. Untuk mendapatkan makanan
ringan yang satu ini, kamu bisa mencarinya di pasar-pasar tradisional yang ada di Kabupaten
Agam. Kamu bisa menuju Pasar Maninjau, Pasar Tiku, Pasar Lubuk Basung, dan Pasar
Matur.

5. Goreng Rinuak
Rinuak merupakan ikan yang ukurannya kecil, kira-kira hanya berukuran 2 cm saja. Ikan ini
hanya bisa kamu temui di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kalau dilihat,
ikan ini mirip seperti ikan teri, cuma bedanya, ikan ini hidup di air tawar. Rinuak akan mudah
kamu temui di sekitar Danau maninjau.

http://www.gurupendidikan.com/suku-minangkabau-sejarah-kebudayaan-adat-istiadat-dan-sistem-kepercayaan-
beserta-bahasanya-lengkap-2/

Anda mungkin juga menyukai