I.
PENDAHULUAN
A. Pengertian
1. Pertama-tama, perlu terlebih dahulu diperjelas pengertian
sumberdaya air yang dimaksud di dalam makalah ini, untuk membedakannya dengan pengertian sumber air, dan air itu sendiri - sebagai bahan baku potensial yang dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Pembedaan pengertian terhadap ketiga unsur tersebut akan memberikan pengertian terhadap pola pengelolaannya. 2. Pengertian sumberdaya air di sini adalah kemampuan dan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan oleh kegiatan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi. Terdapat berbagai jenis sumber air yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti air laut, air hujan, air tanah, dan air permukaan. Dari keempat jenis air tersebut, sejauh ini air permukaan merupakan sumber air tawar yang terbesar digunakan oleh masyarakat. Untuk itu, air permukaan yang umumnya dijumpai di sungai, danau, dan waduk buatan akan menjadi perhatian utama dalam diskusi pada kesempatan ini.
B. Latar Belakang
3. UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Pengertian yang terkandung di dalam amanat tersebut adalah bahwa negara bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan pendistribusian potensi sumberdaya air bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan dengan demikian pemanfaatan potensi sumberdaya air harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi prinsipprinsip kemanfaatan, keadilan, kemandirian, kelestarian dan keberlanjutan. 4. Sumberdaya air sebagai bagian dari sumberdaya alam (natural resources), di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 2004 disebutkan diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang. 5. Berdasarkan hal tersebut dalam salah satu rumusan dari 7 (tujuh) misi penyelenggaraan tugas Departemen Kimpraswil di dalam mencapai visi Departemen adalah Penyelenggaraan permukiman, prasarana wilayah dan sumber daya air yang berwawasan lingkungan dan berdasarkan penataan ruang. Dengan demikian misi Departemen Kimpraswil ini memberikan pengertian bahwa yang dalam rangka melaksanakan oleh GBHN tugas pembangunan diamanatkan 1999-2004
tentang pengelolaan potensi sumberdaya air harus dilandaskan pada aspek penataan ruang, yang secara kebetulan bidang
penataan ruang di Departemen Kimpraswil berada dalam satu Direktorat Jenderal, yakni Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 6. Kebijaksanaan dasar yang diterapkan dalam pengelolaan
sumber daya air adalah: a. Pengelolaan sumberdaya air secara nasional harus dilakukan secara holistik, terencana, dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan melestarikan lingkungan, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan menjaga kesatuan dan ketahanan nasional. b. Pengelolaan sumberdaya air harus dilakukan secara terdesentralisasi wilayah pembinaan. c. Pengelolaan sumber daya air harus berdasar prinsip partisipasi dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam seluruh aspek kegiatan (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan pembiayaan) untuk mendorong tumbuhnya komitmen semua pihak yang berkepentingan. d. Pengelolaan sumber daya air diprioritaskan pada sungai-sungai strategis bagi perkembangan ekonomi, kesatuan, dan ketahanan nasional dengan memperhatikan tingkat perkembangan sosio-ekonomi daerah, tuntutan kebutuhan serta tingkat pemanfatan dan ketersediaan air. e. Masyarakat yang memperoleh manfaat/kenikmatan atas air dan sumber-sumber air secara bertahap 3 dengan berdasar atas daerah pengaliran sungai (DPS) sebagai satu kesatuan
wajib
menanggung
kelemahan
pengelolaan sumberdaya air dalam hal pengendalian banjir dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik, municipal, industri. 8. Masalah pengendalian banjir sebagai bagian dari upaya
pengelolaan pengelolaan sumberdaya air, sering mendapatkan hambatan karena adanya pemukiman padat di sepanjang sungai yang cenderung mengakibatkan terhambatnya aliran sungai karena banyaknya sampah domestik yang dibuang ke badan sungai sehingga mengakibatkan berkurangnya daya tampung sungai untuk mengalirkan air yang datang akibat curah hujan yang tinggi di daerah hulu. 9. Pada sisi lain penyediaan air baku yang dibutuhkan bagi kegiatan rumah tangga, perkotaan dan industri sering mendapatkan gangguan secara kuantitas dalam arti terjadinya penurunan debit air baku akibat terjadinya pembukaan lahanlahan baru bagi pemukiman baru di daerah hulu yang berakibat pada baku pengurangan sering tidak luas catchment area sebagai karena sumber adanya penyedia air baku. Disamping itu, secara kualitas penyediaan air memenuhi standar pencemaran air sungai oleh limbah rumah tangga, perkotaan, dan industri. 10.Dengan diberlakukannya Undang-undang 22/1999 tentang
Otonomi Daerah, masalah pengelolaan sumberdaya air ini menjadi lebih kompleks mengingat Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau Daerah Pengaliran Sungai (DPS) secara teknis tidak dibatasi oleh batas-batas administratif tetapi oleh batas-batas fungsional, sehingga dengan demikian masalah koordinasi antar daerah otonom yang berada dalam satu SWS atau DPS menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya air. 11.Perubahan peran Pemerintah dari institusi penyedia jasa
(service provider) menjadi institusi pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha (enabler) agar memiliki kemampuan dalam menyediakan kebutuhan air dan menunjang kegiatan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga perlu adanya upaya-upaya pemberdayaan masyarakat pengguna air untuk mengelola dan melestarikan potensi-potensi sumber daya air. 12.Pengelolaan sumberdaya air menghadapi berbagai persoalan yang berhubungan berbagai macam penggunaan dari berbagai macam sektor (pertanian, perikanan, industri, perkotaan, tenaga listrik, perhubungan, pariwisata, dan lain-lain) baik yang berada di hulu maupun di hilir cenderung semakin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini telah banyak menimbulkan dispute antar sektor maupun antar wilayah, yang pada dasarnya merupakan cerminan dari adanya conflict of interests yang tajam serta tidak berjalannya fungsi koordinasi yang baik. 13.Memperhatikan adanya ketidakseimbangan jumlah
ketersediaan air diatas, maka jumlah ketersediaan air dan besarnya kebutuhan akan air perlu dikelola sedemikian rupa sehingga pemanfaatannya Untuk itu, memenuhi dibutuhkan kriteria keterpaduan dan 5 secara fungsional ruang, lingkungan. berkelanjutan, dan berwawasan perencanaan
pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air yang memadai untuk mencapai pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan berdasarkan strategi pemanfaatan ruang yang banyak ditentukan oleh karakteristik sumber daya air.
(cross-administrative
boundary)
dikarenakan
faktor topografi dan geologi b. Dipergunakan oleh berbagai aktor (multi-stakeholders) c. Bersifat sumberdaya mengalir (flowing/dynamic resources) sehingga mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara kondisi kuantitas dengan kualitas, antara hulu dengan hilir, antara instream dengan offstream, maupun antara air permukaan dengan air bawah tanah. d. Dipergunakan baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang (antar generasi). 15.Merupakan bagian siklus alam (daur hidrologi) yang
mengakibatkan ketersediaannya tidak merata baik dalam aspek waktu, lokasi, kuantitas maupun kualitas. 16.Dewasa ini, air tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai barang sosial (social goods), namun seiring dengan kaberadaannya yang semakin langka (scarcity), maka air perlu dipandang sebagai barang ekonomis (economic goods) tanpa harus melepaskan fungsi sosialnya.
17.Kuantitas dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan sumber daya air masing-masing daerah, keragaman penggunaan air yang bervariasi pertanian, air baku domestik dan industri, pembangkit tenaga listrik, perikanan, dan pemeliharaan lingkungan selain iklim, musim (waktu) serta sifat ragawi alam (topografi dan geologi) dan kondisi demografi (jumlah dan penyebaran) serta apresiasi (persepsi) tentang air. 18.Mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang sangat vital bagi hidup dan kehidupan mahluk serta sangat strategis bagi pembangunan perekonomian, menjaga kesatuan dan ketahanan nasional sehingga harus dikelola secara terpadu, bijaksana dan profesional.
IV.
PENATAAN
RUANG
DALAM
PENGELOLAAN
SUMBERDAYA AIR
19. Proses penataan ruang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan permukiman dan pengelolaan sumberdaya air. Mengacu kepada Undang-undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang mencakup pengembangan lahan, air, udara dan sumberdaya lainnya. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya air adalah bagian dari penataan ruang. 20.Secara potensi prinsip, sasaran air strategis melalui air pengelolaan potensi dan
sumberdaya air adalah menjaga keberlanjutan dan ketersediaan sumberdaya kualitas upaya baku. konservasi Sasaran pengendalian yaitu sumber strategis dan 7
tersebut ditempuh melalui 4 (empat) tahapan yang saling terkait, perencanaan, pemanfaatan, perlindungan,
pengendalian. 21.Pendekatan penataan ruang yang bertujuan untuk mengatur hubungan antar berbagai kegiatan dengan fungsi ruang guna tercapainya pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien, produktif dan berkelanjutan merupakan pendekatan yang fundamental di dalam pengelolaan sumberdaya air sebagai bagian dari sumberdaya alam, terutama di dalam meletakkan sasaran fungsional konservasi dan keseimbangan neraca air (water balance).
sistem kota-kota (pusat-pusat permukiman), mengingat sistem dan hirarki kota-kota memberikan implikasi pada pola pengembangan sumber daya air. Untuk skala Propinsi, sumber RTRWP daya air memberikan bukan hanya arahan penting strategis bahwa untuk dalam
pengembangan mendukung
mendukung kawasan permukiman, namun lebih diprioritaskan untuk pengembangan kawasan-kawasan lingkup Propinsi, misalnya kawasan strategis pertanian, industri, pariwisata, dan sebagainya. Untuk skala kawasan, misalnya Jabotabek, pengelolaan sumber daya air dibedakan ke dalam beberapa karateristik zona yang spesifik, yaitu : Zona I merupakan zona rendah sepanjang garis pantai, seringkali banjir, memiliki tanah yang lembek dan adanya intrusi air laut ke air bawah tanah Zona II merupakan zona rendah, beresiko banjir, baik untuk budidaya tanaman pangan, dan air tanah yang sensitif (rawan) terhadap polusi Zona III merupakan zona datar dengan muka tanah yang relatif tinggi, memiliki slope cukup, kualitas air tanah yang baik, dan tidak ada resiko banjir, walaupun kerap tergenang. Zona IV merupakan zona berbukit, berlokasi pada dataran agak tinggi, tidak ada resiko banjir maupun genangan, lahan relatif subur, namun ketersediaan air tanah sedikit karena merupakan daerah tangkapan air (catchment area) bagi zona I, II, dan III. Zona V merupakan zona pegunungan dengan
permukaan (fast flowing surface water) yang tinggi pula Untuk lingkup Kabupaten dan Kota, Rencana Tata Ruang Wilayah mengatur alokasi ruang bagi sektor-sektor. Analisa neraca air (water balance) sangat penting berdasarkan ketersediaan kebutuhan seluruh air potensi (baik sumber daya air serta akan untuk sektor, permukiman
perkotaan, maupun perdesaan). Berdasarkan hirarki penataan ruang dan karakteristik sumber daya air yang lintas wilayah (cross jurisdiction) dan pemanfaatannya yang lintas sektor, maka diperlukan mekanisme koordinasi yang baik. Kasus SWS Ciliwung-Cisadane menunjukkan bahwa pengelolaan SWS dilakukan oleh 3 (tiga) Propinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, serta melibatkan setidaknya 6 (enam) wilayah otonom, yakni Kota DKI Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bogor, serta Kabupaten Bekasi, Tangerang, dan Bogor. Forum koordinasi bukan hanya beranggotakan unsur-unsur Pemerintah, namun juga stakeholders lainnya, seperti LSM, dunia usaha, dan para pengguna air.
VII. KESIMPULAN
Penataan ruang merupakan pendekatan yang sangat fundamental dalam pengelolaan sumber daya air, dimana proses perencanaan, pemanfaatan, perlindungan dan pengendalian dilaksanakan secara terpadu (multi-stakeholders), menyeluruh (hulu-hilir, kuantitaskualitas, instream-offstream), berkelanjutan (antar generasi), dan berwawasan lingkungan (konservasi ekosistem) dengan daerah pengaliran sungai (satuan wilayah hidrologis) sebagai satu kesatuan pengelolaan terpadu dengan memperhatikan sistem
pemerintahan yang berlaku. Peran penataan ruang dalam pengelolaan sumber daya air adalah dalam rangka : (1) menjamin ketersediaan air, baik kualitas maupun kuantitas, untuk masa kini dan masa mendatang melalui pengelolaan kawasan konservasi dan pengendalian kualitas air, (2) koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah untuk mencapai komitmen bersama (seperti landasan penyusunan program pembangunan), dan (3) mencegah terjadinya externalities (seperti dampak lingkungan negatif) yang merugikan masyarakat secara luas.
11