Anda di halaman 1dari 11

love domestic products Self Restoring the Nation With Love Domestic Product love domestic products, form

a sense of nationalism
increase the sense of love of domestic products membangun semangat nasionalisme dengan mencintai produk dalam negeri build a spirit of nationalism and love of domestic product

Bangsa ini tidak akan pernah maju, kalau generasinya tidak mau peduli. Bangsa ini tidak akan besar kalau generasinya tidak punya kreativitas, dan bangsa ini tidak akan berkembang kalau generasinya masih ketergantungan dengan produk luar negeri. Imbauan seperti sudah sering kita dengar dan sering didengungkan. sayangnya genarasi muda masih belum menanggapinya dengan serius. Kini saatnya kita harus merubah sikap, merubah pandangan dan merupa pola pikir. Bagaimana kita harus menjadi negara yang maju, seperti yang juga sudah dialami oleh bangsa-bangsa lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Jangan lagi kita ketergantungan dnegan kedelai luar negeri, beras Thailand atau Vietnam, serta berbagai peralatan elektronik dari Amerika, jepang, maupun Korea. Saatnya kita bangkit. Itulah cita-cita genarasi muda ketika meneriakan reformasi. Usia reformasi sudah berjalan 10 tahun, namun kita belum beranjang dari persoalan ekonomi. Persoalannya adalah, karena kita kalah bersaing dan kita sendiri masih mencintai produk luar negeri. Untuk itu, mari kita mulai mencintai produk dalam negeri. Tidaklah dapat dipungkiri, sejumlah merek terkenal luar negeri telah masuk ke Indonesia. Ditambah lagi akan ditetapkan AFTA, pasar bebas internasional. Barang luar dapat dengan mudah kita dapatkan, meski harganya mungkin relatif tinggi. Tak dimungkuri pula memakai barang-barang luar bisa jadi hanya sebatas gengsi dan biar dikatakan keren, meski belum dapat dipastikan barang yang dipakai punya kualitas yang bagus dan terjamin mutunya. Bagaimana dengan barang produksi dalam negeri? Kepala Disperindag Provinsi Jambi Hasan Basri melalui Kasubdin Perdagangan Dalam Negeri Lesly Andalusia mengatakan, sebagai orang Indonesia tentunya kita harus mencintai produksi dalam negeri. Siapa lagi yang akan mencintai produk dalam negeri kalau bukan kita bangsa Indonesia. Menurutnya, dengan mencintai produk dalam negeri kita telah ikut memajukan perekonomian sekaligus membangun negara kita. Dikaitkan dengan kualitas, kualitas made in Indonesia tidak kalah dengan made in luar negeri. Karena itu ngapain harus repot membeli produksi luar

negeri, ujarnya. Ada banyak produksi dalam negeri yang tidak kalah dengan produk luar, meski tidak dimungkuri produk dalam negeri itu kalah tenar dengan barang luar. Dia mencontohkan, sejumlah kosmetik buatan dalam negeri tidak kalah mutu dan kualitasnya. Kesadaran masyarakat mencintai produk sendiri ia akui perlu ditumbuhkan. Karena itu perlu disosialisasikan rasa cinta pada produksi dalam negeri. Saat ini Indonesia tengah dibanjiri merek-merek dagang luar negeri. Masyarakat Indonesia sebaiknya tidak perlu terikat oleh merek-merek dagang luar negeri. Soal pakaian, misalnya. Untuk celana jeans merek Levis, Indonesia harus membayar penggunaan mereknya di sini. Padahal celana itu dibuat di dalam negeri. Produksi dan bahannya juga dari dalam negeri. Jadi jangan tergantung merek dagang luar negeri. Kita juga bisa membuat merek dagang sendiri. Bahkan barang luar negeri juga berasal dari Indonesia, kilah dia. Lebih parah lagi, tidak sedikit produk luar negeri, misalnya kosmetik, malah merusak wajah. Termasuk sejumlah makanan juga mengandung zat berbahaya yang merugikan kesehatan. Menurut Lesly, tidak sulit untuk membedakan mana produk dalam dan luar, khususnya pada makanan. Itu dapat dilihat pada kemasan produknya yang menerangkan tulisan MD (makanan dalam negeri, red) atau ML (makanan luar negeri, red). Berbagai produk luar negeri itu tidak sedikit menimbulkan efek buruk. Dengan kata lain merek tidak bisa menjamin kualitas. Karena itu pastikan generasi muda kita mencintai barang dalam negeri. Bagaimanapun generasi muda bertanggung jawab dalam memajukan bangsa dan negara, paparnya.**

Cintailah Konsumen Dalam Negeri = Cinta Produk Dalam Negeri


Edit Delete Tags Autopost

Belakangan ini gerakan mencintai produk Indonesia kembali lagi digalakan, terutama pada masa kampanye Presiden kemarin. Turut serta dalam kampanye ini adalah Kementrian Perindustrian dan Perdagangan, Kementrian Usaha Kecil dan Menengah, DPR, serta instansi terkait lainnya. Iklan untuk kampanye ini sudah beredar di televisi, yang menurut saya agak kampungan penggarapannya, dan radio. Kampanye cinta produk dalam negeri sebetulnya sudah lama sekali dilakukan. Ketika masih kecil, saya sering sekali mendengar iklan radio dari RRI untuk mencintai produk dalam negeri. Bahkan lagu pop Singkong dan Keju menjadi tenar sekali karena pesan cinta barang buatan dalam negeri yang diusungnya. Untuk jangka waktu yang cukup lama pun gerakan ini sudah dimulai dari tingkat yang sederhana di kalangan pegawai negeri dengan kebiasaan mengenakan baju motif Batik di hari Jumat.

Sayangnya, gerakan mencintai produk dalam negeri ini kurang mendapatkan tanggapan yang baik dari masyarakat Indonesia. Biarpun, JK sudah menunjukan dia memakai sepatu kulit buatan dalam negeri toh masih banyak pula menteri dan anggota DPR yang lebih suka memakai sepatu kulit luar negeri. Contoh dari hal ini bisa dilihat ketika diadakan acara buka puasa atau halal bilhalal (tidak ingat yang mana) di istana negara pada tahun 2008. Waktu itu di Kompas muncul sebuah artikel kecil yang membahas sepatu-sepatu milik pejabat pemerintahan menjadi tamu pada acara di istana kala itu. Sebuah foto memperlihatkan kalau sepatu-sepatu yang dikenakan pejabat tinggi negara yang hadir di acara tersebut terlihat jelas sebagai buatan luar negeri. Dalam kehidupan masyarakat umum pun, kegemaran orang-orang membeli barang buatan dalam negeri juga terlihat jelas. Sekalipun rokok Sampoerna sudah beken, masih saja ada orang yang lebih suka mengisap Marlboro, seperti yang dilakukan oleh dua teman sekantor saya. Meskipun sudah ada laptop buatan dalam negeri seperti Axioo, BYON, ataupun Zyrex, masih banyak anggota masyarakat yang membeli SONY VIAO, Lenovo, Toshiba dan Acer. Perusahaan elektronik dalam negeri sekaliber Polytron saja masih mengalami kesulitan dalam mencuri hati masyarakat Indonesia yang sudah terlanjur tertambat hatinya pada merek Jepang seperti SONY, Toshiba, Panasonic, atau Canon. Permasalahan tentang kurangnya minat masyarakat Indonesia dalam membeli produk anak bangsa bukan semata-mata disebabkan oleh kecintaan kami pada merek luar negeri melainkan karena kurangnya perhatian produsen terhadap keinginan konsumen: tidak memberikan barang yang bermutu, tidak menyediakan layanan purna jual, serta kurang mampu mengemas, menjual, produk yang baik. Produk buatan Indonesia yang dijual di dalam negeri sering bermutu rendah dibandingkan dengan yang dijual di luar negeri. Saya akan kemukakan beberapa contoh kasus yang dimulai dari pengalaman teman saya sewaktu tingga di Kanada. Sewaktu dia mengikuti program pertukaran pelajar di sana, dia bercerita mengenai sebuah buku tulis bagus yang ia lihat di sebuah toko buku. Buku tulis itu sebetulnya sederhana saja dan tidak berbeda dengan buku tulis pada umumnya, tetapi mutu kertasnya sangat bagus sekali. Sewaktu ia melihat ke sampul belakang buku tersebut, dia terkejut sewaktu melihat tulisan Made in Indonesia. Keren banget, buku tulis bagus ini ternyata buatan Indonesai! kata teman saya. Sekejap kemudia dia langsung merasa heran karena buku bagus buatan dalam negeri ini ternyata tidak pernah ia temukan di toko buku manapun di Jakarta. Justru buku tulis produk lokal yang ada di tokok buku seperti Gramedia atau Gunung Agung malah tidak menyamai buku tulis Made in Indonesia yang ia temukan di Kanada. Mendengar cerita itu, saya langsung teringat pengalaman lucu Pak Bondan Winarno yang membeli gaun indah nan mahal di sebuah butik terkenal di Amerika dan, sewaktu pulang kembali ke Indonesia, mendapati kenyataan kalau busana tersebut adalah hasil produk Indonesia, seperti yang tertera di label baju (Seratus Kiat 1988). Anehnya, busana yang mutu sama baiknya, karya desainer Indonesia, justru sulit dicari. Contoh lainnya, di koran Kompas, saya pernah membaca artikel mengenai pengrajin kulit di Sidoarjo yang sudah biasa menerima pesanan dari label terkenal dunia--Gucci, Braun Buffel, Louis Voitton, Bally--untuk membuat produk kulit seperti sepatu, dompet, dan tas tangan. Saya sendiri sudah melihatnya secara langsung ketika berkunjung ke sana. Produk yang sudah dibuat nantinya akan ditempeli label merek di atas dan selanjutnya dikirimkan ke luar negeri dan dijual kembali. Hal ini bisa terjadi karena pengrajin kulit di Indonesia sudah dipandang mampu untuk memenuhi pesanan dari merek elit tersebut, tentunya kendali mutu juga dijaga ketat oleh para penyelia dari label di atas. Pertanyaannya, kenapa produk kulit bagus buatan Indonesia justru sulit ditemukan di pasar dalam negeri? Saya tidak heran dengan kenyataan ini karena memang sudah menjadi praktik jamak kalau konsumen

di Indonesia di anak tirikan. Barang-barang bagus produksi anak bangsa lebih sering dijual ke luar negeri dengan alasan dapat dijual dengan harga mahal sekaligus menangguk keuntungan dalam Dolar atau Euro. Sementara kita yang tinggal di dalam negeri harus puas dengan barang produksi dalam negeri, dengan mutu kelas dua atau kelas tiga. Sepatu olahraga buatan dalam negeri yang saya pakai saat ini sudah mengalami penipisan cepat pada solnya, padahal baru dibeli empat bulan yang lalu. Layanan purna jual terhadap barang produksi dalam negeri adalah hal lain yang membuat konsumen di Indonesia lebih memilih membeli merek asing. Di luar negeri, mayoritas perusahaan yang menjual barang atau jasa memiliki jalur telepon khusus pengaduan (Costumer Care) untuk melayani konsumen yang kurang puas dengan mutu barang yang dibelinya. Di Indonesia, berapa banyak perusahaan dalam negeri yang menyediakan jalur telepon pengadua atau layanan konsumen? Berapa banyak pula dari perusahaan ini yang mau menindak lanjuti setiap keluhan yang diadukan oleh konsumen? Teman saya yang pernah bermukim di Amerika satu kali berbagi cerita menarik dimana seseorang yang sudah membeli suatu barang memiliki hak untuk mengembalikannya serta mendapatkan uangnya kembali hanya karena ia tidak suka dengan barang tersebut. Katakanlah Anda membeli sebuah radio dan pemutar CD. Karena satu dan lain alasan, Anda tidak menyukai barang tersebut dan mengembalikannya serta mendapatkan uang kembali atas alasan tidak suka, bukan karena rusak. Adakah layanan seperti ini di Indonesia? Surat pembaca Kompas adalah tempat yang baik bagi Anda yang ingin membuktikan pernyataan di atas. Saya sendiri, dan juga banyak orang Indonesia, juga sudah kenyang dengan pengalaman membeli barang dalam negeri dan kemudian hari mendapat kenyataan kalau barang yang dibeli ternyata mudah rusak. Saat ingin mengadukan hal tersebut, kami bingung kemana harus mengadukannya karena, tidak seperti barang buatan luar negeri, produk dalam negeri banyak yang tidak mencantumkan nomor telepon di kotak dus yang dapat dihubungi untuk layanan konsumen. Dalam situasi ini, yang paling mudah dilakukan adalah pergi ke toko yang menjual barang tersebut. Hasilnya, 50-50, Anda mungkin akan mendapat produk pengganti atau si pemilik toko menyarankan untuk menghubungi penyalur (distributor) barang tersebut. Jika distributor itu baik, Anda akan mendapat pengganti tapi Anda juga bisa disuruh ke distributor lain, atau malah dilempar lagi ke toko tempat membeli. Sudah bolak balik seperti ini, habis waktu dan uang, barang rusak tidak kunjung jua diganti. Yah, sudah mutu barang kelas dua, layanan konsumennya pun juga kelas dua. Cara mempromosikan, menjual, barang dalam negeri masih kalah menarik dari produk dalam negeri. Jika pengrajin kulit dalam negeri bisa memenuhi pesanan dari luar negeri, untuk label seperti Louis Voitton, maka mereka tentunya bisa membuat produk dengan mutu tinggi yang diberi label sendiri. Permasalahannya, jarang yang mau serius membuat merek sendiri dan tekun untuk mengembangkannya. Alasan mereka karena merasa ongkos pembuatan merek sendiri, pengembangan dan pemasarannya terlalu tinggi. Karena itu mereka lebih suka bekerjasama dengan merek yang sudah jadi dalam memproduksi kerajinan mereka. Sepatu olahraga buatan dalam negeri dapat menjadi contoh lain dari kurangnya perhatian terhadap keinginan konsumen. Untuk waktu yang lama, merek sepatu olahraga dalam negeri hanya menyodorkan sepatu dengan model yang itu-itu saja tanpa ada perubahan rancangan atau bahan sepatu dari tahun ke tahun. Meskipun sekarang produsen sepatu olahraga dalam negeri mulai mengikuti selera konsumen dengan mulai meniru merek-merek terkenal luar negeri--Adidas, Reebok, Nike--konsumen masih belum lagi melihat desain orisinal karya anak bangsa. Kalaupun ada upaya untuk

menonjolkan ciri khas dalam negeri, hasilnya malah menjadi aneh, terkadang norak. Masyarakat Indonesia membeli barang luar negeri bukan karena faktor gengsi saja, tapi juga karena tertarik pada rancangan yang ditampilkan. Sepatu Adidas yang solnya tipis saja dibeli orang hanya karena suka pada rancangan sepatu dan bahan yang dipakainya, padahal harganya bisa mencapai 400 ribu rupiah. Dari ketiga alasan di atas, bisa dipahami bilamana banyak masyarakat Indonesia yang lebih memilih barang buatan luar negeri daripada dalam negeri. Jikalau kita menginginkan kondisi berubah, maka produsen haruslah mulai dengan memberikan perhatian utama pada pasar dalam negeri. Orang Indonesia bukannya orang yang suka beli barang mahal atau bergengsi. Justru orang Indonesia lebih suka membeli barang yang bermutu. Laptop VAIO yang mahal saja dibeli orang karena mereka tahu harga dan mutu sebanding. Karena itu, mulailah memberikan kami barang-barang yang bermutu; handal, dapat dipertanggung jawabkan, digaransi, memenuhi kebutuhan pembeli. Jadi, jangan berika kami barang nomor dua. Kalau kami dikasih produk nomor dua, kamipun akan menduakan kalian. Selain itu, berikan juga nomor telepon layanan konsumen dengan mencetaknya pada buklet produk atau di kardus kemasan produk yang dibeli. Tentunya, nomor telepon itu janganlah hanya sekedar pemuas mata saja, tapi juga betul-betul berfungsi. Untuk setiap keluhan yang kalian terima, kami minta agar ada tindakan lanjutan. Jika penanak nasi (rice cooker) yang saya beli rusak, saya minta agar ada tindakan perbaikan atau penggantian dengan produk baru. Selanjutnya, produsen barang dalam negeri harus mau menginvestasika uang dalam bidang riset dan pengembangan produk. Janganlah terlalu pelit dengan uang yang didapat dari hasil penjualan kalian. Dirikanlah departeman khusus yang mengurusi bidang pengembangan produk. Kalian sewa itu ahli-ahli perancangan produk yang sudah lulus dari kursus merancang atau universitas. Sepatu Adidas atau Nike tetap dibeli karena konsumen selalu melihat hal baru dari barang-barang yang mereka jual setiap tahunnya. SONY dan Toyota juga tidak malu merekrut perancang busana untuk dipekerjakan di departemen penelitian dan pengembangan mereka, siapa bilang cuma insinyur yang bisa merancang dan membuat mobil. Contoh paling bagus dari produsen dalam negeri yang bisa melakukan ketiga hal di atas adalah Polytron. Polytron harus mempelajari cara merancang produk dengan bagus sebelum akhirnya bisa menarik minat masyarakat Indonesai dan juga menembus pasar luar negeri. Sebagai bukti, Polytron pernah mendapat penghargaan dari luar negeri untuk produk eletronik terbaik pada tahun 1996 atau 1997. Polytron juga berhasil meningkatkan layanan purna jual terhadap produk mereka. Bila ada barang yang rusak, barang tersebut pasti diperbaiki. Kalau dulu ada banyak surat keluhan konsumen terhadap Polytron di Surat Pembaca Kompas, kini jumlahnya sudah sedikit sekali. Quid pro quo, Anda ingin kami cinta produk dalam negeri, cintailah dulu diri kami.
http://todosibuea.posterous.com/cintailah-konsumen-dalam-negericinta-produk-d

Pemanfaatan produk dalam negeri secara maksimal saat ini menjadi salah satu cara yang diterapkan pemerintah untuk mengatasi tekanan krisis ekonomi global, pasalnya pasar dalam negeri dianggap cukup kuat untuk menopang ekonomi dan menyerap tenaga kerja ditengah lesunya pasar export.

Pencanangan gerakan cinta dalam negeri digencarkan oleh pemerintah lewat berbagai cara. Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan, pemerintah mendukung setiap upaya mensiasati krisis global. Baik melalui diversifikasi pasar mencari pasar baru ataupun dengan memaksimalkan potensi pasar dalam negeri. Pemerintah optimis Indonesia tidak akan mengalami krisis, seperti negara lain jika potensi pasar lokal digarap dengan baik. Keyakinan pemerintah itu didukung Ketua Kadin Bidang Pengembangan Manajemen Korporasi dan Corporate legal Emirsyah Satar. Menurut dia kualitas sejumlah produk dalam negeri kini sudah bisa disetarakan dengan produk impor. Tak heran jika pemerintah pun sangat mendukung gerakan cinta produk dalam negeri, melalui slogan yang diterapkan dalam iklan bersama 3 produk lokal. Apalagi produk lokal tersebut dianggap sudah memiliki kualitas yang baik. Selain itu proses produksi 3 produk tersebut tergolong sangat higienis dan memenuhi standar internasional.
http://www.indosiar.com/fokus/gerakan-cinta-produk-dalam-negeri-ditingkatkan_79002.html

India perlahan-lahan menjadi negara industri yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. India berhasil menciptakan produk-produk industri yang bisa dibanggakan seperti di bidang otomotif. Wakil Ketua Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur mengatakan Indonesia patut mencontoh India terkait mencintai produk dalam negari. Pasalnya, langkah kampanye 100% Cinta Indonesia oleh pemerintah dianggap tak efektif. "Ya contohnya India. Walaupun jelek, apa segala macam tetap aja pakai Carry, Tata truknya. Ya begitulah tapi karena dia semangat dalam negerinya akhirnya sekarang dia bisa memproduksi mobil US$ 3000 (Tata Nano). Indonesia, Avanza saja yang masih standar Rp 120 juta. Artinya apa? Cost otomotifnya kita besar sekali, ini yang perlu kita benahi," kata Natsir di kantor Kadin, Kamis (22/12/2011). Ia mengatakan kondisi krisis global saat ini, langkah pengamanan pasar domestik sangat mendesak. Menurutnya hampir semua negara di dunia berlomba-lomba mengamankan pasar dalam negerinya seperti AS, Inggris dan lain-lain. "Kita ini lebay, iklan kita itu 100% love Indonesia..apa itu artinya? Seharusnya yang ditonjolkan itu industri kita, ini industri kita. Pengamanan pasar dalam negeri ini tidak bisa kita kerjakan 1-2 hari, panjang perjalanannya. Tapi kalau cuma Lovee terus Dian Sastrowardojo, ada lagi Becky Tumewu apa gunanya itu, ngabis-ngabisin duit pemerintah aja," katanya. Menurut Natsir harus ada langkah konkret untuk 2012 antara lain memperbaiki regulasi-regulasi, harmonisasi aturan dan semua belanja APBN kita harus menggunakan produk dalam negeri. "Tahu tidak Rp 1000 triliun barang modal kita, BUMN belanjanya berapa? Rp 800 triliun kalau itu

dimanfaatkan itu adalah captive market (pasar pasti) bagi industri kita. Harus, mau tidak mau pakai produksi dalam negeri," katanya. http://finance.detik.com/read/2011/12/22/143625/1797636/1036/ri-harus-belajar-ke-india-cintaiproduk-lokal

Baru-baru ini saya lihat baliho sebesar gajah bergambar perempuan berbaju batik. Isinya imbauan untuk mencintai produk dalam negeri. Alasannya karena mencintai produk dalam negeri sama halnya dengan mencintai diri sendiri. Imbauan itu dipersembahkan Kementrian Perindustrian dan Perdagangan. Saya heran, kenapa pemerintah harus menganjurkan mencintai produk dalam negeri; mencintai diri sendiri. Bukankah itu sama halnya menggarami lautan, mengajar kunyuk naik pohon? Atau barangkali sekarang sudah lain. Laut tak asin, kunyuk tak bisa merangkak? Dan masyarakat jangankan mencintai negerinya, diri sendirinya sudah tidak dicintai. Mendapati hal itu, saya memastikan, bahwa kalau begini ceritanya, pasti ada masalah. Nah, masalahnya itu sendiri belum jelas benar, dan saya tak mau mengira-kira. Apalagi tunjuk batang hidung orang atau lembaga. Saya bisa dituntut mencemarkan nama baik, dibilang menagada-ada, dan tak berdasar. Subversif itu namanya. Karena itu, sebaiknya kita mendengarkan nyanyian saja. Buat apa pusing-pusing, berpikir masalah yang sudah jelas-jelas ada yang mengurusnya. Saya sebagai rakyat, tak kurang-kurang bingung sendiri dengan urusan hidup sendiri. Sambil dengar nyanyian, saya persilakan tangan Saudara diketuk-ketuk ke meja. Kalau tak punya meja, kursi atau pintu pun, tak apa. Kalau itu pun tak ada, ketuk apa saja kek, asal jangan jidat politikus. Masak, yang begitu saja, mesti dipandu? Tidak kreatif banget. Baiklah Saudara-saudara, marilah kita dengarkan dendang suara emas dari penyanyi yang ditunggu-tunggu: Rya Resti Fauzi; (Sepatu dari kulit rusa) Itu aku tak minta (Tas hitam kulit buaya) Itu juga ku tak minta (Selendang dari benang sutra) Itu juga ku tak minta Yang kuinginkan hanya buatan Indonesia Entah kenapa penyanyi ini tidak menyanyi dengan penuh. Hanya bait-bait itulah yang dilantunkan. Heran! Tapi tak apa. Terima kasih Mbak Resty. Tepuk tangan buat Mbak Resty. Mbak Resty, silakan duduk manis kembali. Kalau kursinya diduduki orang, lesehan sajalah. Asal jangan duduk di paha kakek tua bangka berkacamata itu, bisa naik dongkraknya. Kasihan.

Nah, sekarang saya persilakan kepada Mas Ari Wibowo dan Bilboard. Sebetulnya lagu ini milik Gomloh, dan Ari ikut memopulerkannya. Parfummu dari Paris Sepatumu dari Itali Kau bilang demi gengsi Semua serba luar negeri Manakah mungkin mengikuti caramu Yang penuh hura-hura Aku suka jaipong kau suka disko Aku suka singkong kau suka keju Saudara-saudara, sebenarnya, ketika kecil, saya pernah mendengar lagu kasidah. Lagu itu bercerita tentang orang Indonesia, seperti kita-kita ini, yang pergi ke Jepang. Niat utamnya adalah belanja. Salah satunya adalah sepatu. Setelah dipilih-pilih, dia menetapkan diri mengambil satu sepatu yang ada tulisan USA. Mengambil merk ini bukan tanpa pertimbangan. Sudah dipikir bolak-balik seperti akan menimang calon isteri atau sebaliknya. Ya, USA: United States of America. Melihat merk ini, ia ingat TTS (Teka-Teki Silang) yang diproduksi Sandro Agency, Senen, Jakarta yang biasa dijual di toko majalah dan buku. TTS ini sering mengajukan pertanyaan; negara adidaya, maka jawabannya adalah USA. Adidaya itu apa? Awalan adi artinya paling. Disambung dengan daya jadi paling berdaya atau adikuasa. Dan kalau kata ini dikaitkan dengan negara, maka jawabanya selalu tiga huruf: USA Nah, dengan membeli produk USA, sedikit banyak, derajat si pembeli akan terkatrol jadi berdaya. Tetangganya bertekuk lutut, sahabat-sahabatnya merangkak di hadapannya. Singkat cerita, dibelilah sepatu itu dengan harga mahal. Tapi tak apa, karena derajat dia akan terangkat. Dia pun pulang. Sepanjang perjalanan, di pesawat terbang, pantantnya terasa gatal karena ingin segera sampai ke kampung halamannya di tanah air. Terbayang di benaknya, sahabat dant tetangganya akan bertekuk lutut dan berdecak kagum di hadapan USA yang dibawanya. Ia pun sampai. Sebelum pamaer, dia menimang-timang sepatu tersebut barang sebentar. Matanya mebeliak ketika melihat USA itu bukan made in, tapi merk belaka. Dan ternyata USA adalah nama seorang pembuat sepatu berasal dari Cibaduyut, Bandung. Demikian lagu kasidah itu bercerita. Tapi sayang, Saudara-saudara, saya tidak ingat judul lagu dan nama group-nya? Yang jelas, lagu itu memang ada. Sering diputar kala kenaikan kelas dan

terakhir saya dengar di radio amatir kampung tetangga saya tahun 2000-an. Barangkali, ini barangkali, sekali lagi barangkali, pemerintah kita dan masyarakatnya jarang mendengar lagu ini. Sehingga mereka harus diajarkan kembali mencintai dirinya sendiri. http://abdullahalawi.blogspot.com/2011/12/diajarkan-mencintai-produk-dalam-negeri.html

Setelah berbincang-bincang dengan beberapa ahli ekonomi, saya mengambil kesimpulan bahwa sudah seharusnya kita mencintai produk dalam negri. Ingat, jangan hanya mencintai, yg paling penting itu MEMBELI DAN MENGGUNAKAN produk kita. Mungkin sobat pembaca sudah sering mendengar himbauan untuk menggunakan produk dalam negri, namun para sobat tidak menghiraukan karena belum memiliki kepedulian yang tinggi pada nasib bangsa ini kedepannya. Cinta produk dalam negri memiliki dampak yang sangat besar bagi bangsa kita. Dibawah ini akan saya jabarkan beberapa manfaatnya: Bila kita menggunakan produk dalam negri produksi dalam negri meningkat menambah besar skala usaha dalam negri Menambah jumlah investasi di indonesia dan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan mengurangi angka kemiskinan dan angka kriminalitas menambah jumlah pendapatan nasional Meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Jadi, saya harapkan, mulai saat ini mari kita gunakan produk dalam negri yang kualitasnya tidak kalah dari produk luar.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada sebagian produk indonesia yang lebih mahal dari produk luar negeri. Hal ini disebabkan karena birokrasi di Indonesia yang sangat ribet sehingga menyebabkan biaya produksi menjadi membengkak. Oleh karena itu, memang sangat diperlukan mengajarkan ulang konsep idealisme kepada para pejabat-pejabat yang memiliki kekuasaaan. Lantas, tanyakan pada diri kita. Apa yang sudah kita berikan untuk bangsa dan agama kita?
Cinta produk dalam negeri merupakan salah satu faktor kunci untuk meningkatkan industri perdagangan di Indonesia. Karenanya, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) terus menyuarakan masyarakat Indonesia untuk terus mengkonsumsi produk Indonesia. Imbauan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur yang ditemui wartawan saat mengikuti acara diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (23/4). Ia meminta agar hilirisasi industri dalam negeri juga harus segera dilakukan.

"Tidak perlu mencontek ramuan dari negara yang sudah sukses dalam perdagangan. Pemerintah bersama dengan masyarakat harus saling bekerja sama untuk meningkatkan mutu dan kualitas dari produk lokal, tentu untuk menjadikan produk lokal menjadi prioritas utama masyarakat Indonesia," ujar Natsir. Lebih lanjut Natsir juga menuturkan bahwa juga diperlukan hilirisasi untuk meningkatkan kualitas industri domestik sehingga tidak hanya menghasilkan produk mentah yang nilai tambahnya rendah. Selain itu, pembenahan regulasi pun perlu dilakukan sebagai upaya penunjang bagi industri lokal untuk tumbuh. "Dengan anggaran belanja pemerintah yang mencapai Rp500 triliun, tentu semua itu dapat digunakan untuk membeli produk dalam negeri, bukannya produk luar," ucapnya. Pemerintah, kata Natsir, pun tengah mempersiapkan pembangunan industri bahan baku untuk mengurangi impornya yang mendominasi total impor Indonesia, khususnya dari China, yang mencapai 70 persen. http://www.mediaindonesia.com/read/2011/04/04/220213/4/2/Cinta-Produk-Dalam-Negeri-DongkrakPerdagangan-Indonesia

Ibu Negara menyampaikan sambutan pada pembukaan Pameran Kain Tradisional Nusantara ke-2 di Balai Sidang Senayan, Jakarta, hari Rabu (15/4) pagi. (foto: anung/presidensby.info) (Jakarta, MADINA): Industri kain adat sebagai produk kerajinan yang menunjang industri fashion merupakan pilar penting pengembangan ekonomi kreatif. "Selain membantu masyarakat dalam jumlah besar dan memperluas lapangan kerja, juga merupakan sumber devisa yang besar bagi negara," kata Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono dalam sambutannya ketika membuka Pameran Kain Tradisional Nusantara ke-2 dengan tema `Seni Kriya Wastra - Art To Wear, Beyond Fashion, di Balai Sidang Senayang, Jakarta, Rabu (15/4) pagi. Sejalan dengan harapan Presiden SBY, lanjut Ibu Ani, di tengah krisis global yang terjadi sekarang ini, maka produk buatan Indonesia harus dapat lebih kompetitif dibandingkan produk luar negeri. "Harga diusahakan lebih murah tetapi kualitasnya tetap baik," Ibu Ani menambahkan Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan pangsa pasar yang besar. Jumlah itu akan terus bertambah karena angka pertambahan penduduk 1,27 persen pertahun. Kondisi ini harus dimanfaatkan untuk melebarkan pasar dalam negeri sendiri untuk produk dalam negeri kita. Negara sebesar Indonesia, tentu menjadi incaran berbagai produk luar negeri. "Oleh karena itu, marilah kita bertekad untuk menjaga pasar kita jangan sampai direbut oleh mereka," Ibu Negara menegaskan. Untuk itu Ibu Ani menekankan perlunya membangun kebanggaan dan cinta produk dalam negeri sendiri. "Pemerintah, melalui departemen terkait akan mendorong peningkatan kualitas produksi," ujar Ibu Ani.

Pada masa krisis global sekarang ini, bangsa Indonesia perlu meningkatkan upaya dalam membangun kemandirian di bidang ekonomi, mengurangi ketergantungan konsumsi produk impor. "Mari tingkatkan daya kreatif kita untuk mengubah krisis menjadi sebuah kesempatan," Ibu Ani menandaskan. Ibu Negara yakin, situasi krisis global menjadi batu pijakan dalam membangun kesadaran akan pentingnya menggunakan produk dalam negeri. "Kesadaran seperti ini bukan sekedar bagaimana produk lokal bisa diserap pasar, tapi lebih jauh lagi, masyarakat harus sadar, nasionalisme diperlukan untuk mendorong berkembangnya industri nasional kita agar mampu bersaing di pasar internasional," Ibu Ani mengingatkan. (mit/pressby.info)
http://madina.co.id/index.php/seni-budaya/6010-ibu-negara-qbangun-kebanggaan-dan-cinta-produklokalq.html

Anda mungkin juga menyukai