Anda di halaman 1dari 4

Faktor Penyebab Produk Dalam Negeri kurang diminati.

a. Kurangnya Mutu Produk Dalam Negeri Dibandingkan Dengan Produk Impor


Dari sudut pandang sumber daya manusia, kualitas masyarakat Indonesia tidak kalah
dibandingkan dengan masyarakat di negara-negara maju jika bersungguh-sungguh dalam
melakukan sesuatu. Hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh-tokoh dan cendikiawan yang
berasal dari Indonesia. Namun kemauan dan sumber daya manusia saja tidak cukup,
fasilitas pendukungnyapun harus mendukung. Masyarakat Indonesia belum mendapatkan
fasilitas yang memadai dan belum maksimalnya akses informasi untuk daerah pedalaman.
Kualitas masyarakat yang rendah juga berakibat pada rendahnya mutu atau kualitas
produk (barang maupun jasa) yang dihasilkan karena belum maksimalnya penerapan
sebuah teknologi dalam proses produksi. Sebagian besar masyarakat hanya mengandalkan
pengalaman tanpa diiringi penguasaan konsep dan teknologi yang membuat tidak
maksimalnya proses produksi.
Permasalahan yang selanjutnya adalah dalam menjalankan proses produksi, pelaku usaha
di Indonesia selalu dibayang-bayangi masalah finansial atau pendanaan proses produksi.
Untuk menyelesaikan masalah ini, pada dasarnya pemerintah telah mengalokasikan
bantuan dengan memberikan dana usaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Akan tetapi
bantuan-bantuan yang ditujukan belum dimanfaatkan dengan maksimal dan banyak yang
salah sasaran. Sehingga terlihat pengusaha kecil dan menengah tidak dapat berbuat
banyak untuk menyikapi masalah pedanaan ini. Secara tidak langsung keadaan ini
mengganggu proses produksi yang membuat pengusaha lokal lebih memilih untuk
menekan biaya produksi hingga seminimal mungkin. Misalnya saja dengan menggunakan
bahan baku yang kualitasnya dibawah standar yang seharusnya serta penggunaan
teknologi konvensional yang membuat proses produksi tidak maksimal.
b. Kurangnya Kesadaran dan Kebanggaan Untuk Menggunakan Produk Dalam Negeri
Sudah menjadi rahasia umum bahwa produk buatan Indonesia memiliki kualitas lebih
rendah dibandingkan dengan produk luar negeri. Masyarakat Indonesia umumnya telah
melakukan pengaturan pada pola pikir mereka bahwa produk luar negeri selalu atau
bahkan selamanya akan memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan produk dalam
negeri. Dan karena kecintaan masyarakat terhadap produk luar negeri, mereka rela
membelanjakan sebagian besar uang mereka untuk sebuah produk luar negeri. Tidak
sedikit dari mereka yang berpikir bahwa membeli barang produksi dalam negeri sama saja
dengan membuang uang.

Menurut para pecandu produk luar negeri, yang membuat produk dalam negeri terpuruk
adalah tidak sebandingnya harga dengan kualitas produk dalam negeri (kualitas rendah
tetapi harga yang ditawarkan cukup tinggi). Berbeda dengan produk luar negeri yang
dianggap sebanding antara kualitas dan harganya. Walaupun memiliki harga yang relatif
lebih mahal, tetapi mereka tidak segan mengorbankan uang yang lebih banyak untuk
barang tersebut.
Sebenarnya banyak alasan yang seharusnya membuat masyarakat Indonesia lebih memilih
produk dalam negeri. Pertama, membeli produk dalam negeri secara langsung dan tidak
langsung akan meningkatkan kesejahteraan para pekerja lokal karena semakin banyak
permintaan akan produk dalam negeri maka beban pekerja meningkat dan itu berarti akan
meningkatkan gaji yang diterima. Kedua, membeli produk dalam negeri dapat membantu
mengurangi jumlah pengangguran. Apabila permintaan produk dalam negeri meningkat,
maka untuk memenuhi pertambahan jumlah permintaan, produsen akan menambah
jumlah pekerjanya. Dengan kata lain kembali terbuka lowongan pekerjaan bagi
masyarakat yang masih menganggur. Ketiga, membeli produk dalam negeri berarti
meningkatkan pendapatan negara. Alasan terakhir adalah dengan membeli produk dalam
negeri akan menentukan jati diri bangsa. Hal itu merupakan salah satu wujud cinta kita
kepada Indonesia, sebagai warga negara yang baik.
Sedikit dari masyarakat Indonesia yang menyadari betapa bangsa ini sangat bergantung
dengan produk luar negeri. Saat ini barang-barang kebutuan sehari-hari mulai dari
makanan, minuman, pakaian, barang elektronik, alat tulis-menulis, sampai korek api pun
merupakan barang impor. Jika diberlakukannya sistem perdagangan bebas, produsen
dalam negeri seakan-akan tertimbun oleh barang impor hingga tak mampu lagi
berproduksi karena kalah bersaing dengan produk luar negeri. Ketika produsen belum
sempat dan baru akan mengembangkan dan memperbaiki kualitas produk yang
ditawarkan, produk-produk impor telah masuk dan memporak-porandakan usaha produsen
lokal. Oleh karena itu, perbaikan kualitas produk harus sesering mungkin dilakukan
karena perbaikan kualitas produk tidak hanya memberikan kepuasan bagi konsumen tetapi
juga mendatangkan keuntungan yang lebih besar.
c. Kurangnya Perhatian Pemerintah Pada Produk Dalam Negeri
Peran pemerintah dalam hal memajukan produk dalam negeri sangatlah penting. Sudah
kewajiban pemerintah untuk mengampanyekan slogan cinta produk Indonesia. Meminta

konsumen agar lebih memilih produk buatan dalam negeri dan mendorong pelaku bisnis
untuk lebih mengutamakan menjual produk dalam negeri. Namun, jangan sampai itu
hanya jargon belaka.
Pemerintah maupun asosiasi pengusaha, harus menerapkan standardisasi produk. Sebelum
produk dalam negeri dipasarkan, harus memenuhi standar kualitas tertentu. Standar
kualitas produk untuk pasar dalam negeri dengan produk untuk ekspor haruslah sama.
Artinya, pemerinth harus memberi nilai atau penghargaan yang sama bagi konsumen di
tanah air dengan konsumen di luar negeri. Jangan karena hanya untuk kebutuhan lokal,
lantas menganggap remeh soal kualitas. Seolah-olah kualitas yang sedang sudah cukup
untuk konsumen lokal. Hal ini merupakan sebuah kekeliruan yang sangat besar. Apalagi di
era pasar bebas, produk dari berbagai belahan dunia sudah membanjiri negeri kita
sehingga konsumen memiliki banyak pilihan. Produsen lokal harus bisa bersaing dengan
menghasilkan produk berkualitas bagus, inovatif, dan harga bersaing. Sehingga
masyarakat tidak merasa seolah-olah dipaksa membeli produk dalam negeri atau bahkan
dianggap berdosa karena tidak mencintai produk dalam negeri. Sebab tidak ada yang
mau dirugikan dengan membeli produk berkualitas rendah.
Konsumen Indonesia juga perlu dilibatkan atau diberi kesempatan ikut berpartisipasi
dalam menilai produk dalam negeri. Konsumen akan loyal terhadap produk dalam negeri
bila mereka merasa produk itu benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka dari segi
kualitas, harga, dan inovasi. Supaya pasar kita yang sangat besar ini tidak justru lebih
dinikmati para produsen dari luar negeri.
Selain itu pemerintah saat ini merasa sudah cukup puas dengan segala sesuatu yang sudah
kita miliki, sehingga pemerintah tidak sigap dalam mematenkan produk tersebut. Dengan
sikap pemerintah yang seperti itu, dewasa ini banyak sekali produk-produk dalam negeri
yang tanpa kita sadari sudah dipatenkan oleh negara lain. Sehingga produk-produk dalam
negeri tersebut menjadi milik negara lain. Dengan sikap pemerintah yang seperti itu sudah
pasti rakyat sangatlah kecewa, terkesan pemerintah tidak menjaga aset yang sudah lama
dimiliki oleh negara ini . Inilah salah satu sikap pemerintah yang justru bertentangan
dengan kampanye yang sudah di galakkan yaitu lestarikan aset dalam negeri.
Dengan sikap pemerintah yang kurang sigap, pasti akan memberikan dampak yang buruk
bagi negara kita. Antara lain menurunnya omset pengusaha dalam negeri yang secara
otomatis menurunkan devisa negara, kemudian hilangnya aset negara karena pemerintah

tidak tegas dalam hal mematenkan aset yang telah dimiliki sehingga negara lain dengan
mudah mengambilnya. Dampak lainnya yaitu adanya ketergantungan dengan produk luar
negeri, berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap produk dalam negeri, hingga
jumlah pengangguran meningkat.
Masalah ini bukan mutlak kesalahan pemerintah saja, tapi masyrakatpun sebaiknya
introspeksi diri dalam hal ini. Masih banyak masyarakat yang gengsi apabila harus
membeli atau menggunakan produk dalam negeri. Karena kebanyakan produk luar negeri
mempunyai mutu yang lebih baik dari produk dalam negeri sendiri. Meskipun sikap
pemerintah terkesan plin-plan, rakyat justru harus mempunyai kesadaran sendiri untuk
melestarikan aset yang sudah ada. Mungkin dengan sikap rakyat seperti itu pemerintah
dapat bercermin pada sikap rakyatnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai