Anda di halaman 1dari 18

BEBERAPA TEKNIK ESTIMASI FERTILITAS

Oleh Mundiharno

Jakarta, 1998

1.

Estimasi Langsung

Estimasi demografi terdiri dari upaya mengukur nilai dasar parameter demografi seperti tingkat kelahiran dan tingkat kematian dalam kondisi data yang kurang sempurna. Parameter dasar ini mengindikasikan cara sebuah penduduk akan berkembang sepanjang waktu baik dari segi jumlah maupun struktur umur. Pada dasarnya estimasi fertilitas --dan juga mortalitas-- dapat dilakukan memakai dua jenis data yaitu yang langsung berhubungan dengan peristiwa kelahiran (cara langsung, direct method) dan yang secara tidak langsung berkaitan dengan kejadian kelahiran tetapi dengan teknik tertentu dapat dikonversikan menjadi ukuran fertiitas. Estimasi langsung dapat dilakukan jika sistem registrasi vital dapat berjalan dengan baik; tidak saja secara administratif tetapi juga secara stattistik. Jika sistem registrasi berjalan dengan baik maka angka kelahira --dan juga kematian-- dapat angsung dihitung dari data yang ada. Kita bisa menghitung berapa jumlah kelahiran selama kurun waktu tertentu dan membaginya dengan jumlah penduduk atau jumlah wanita pada kurun waktu yang sama (pertengahan tahun). Estimasi langsung sebenarnya juga dapat dihitung dari data sensus atau survei. Estimasi langsung melalui sensus atau survei dapat dilakukan dengan:

a.

Menanyakan jumlah kelahiran selama jangka waktu tertentu

Dalam survei atau sensus diajukan pertanyaan tentang jumlah kelahiran selama jangka watu tertentu --misalnya satu tahun sebelum pencacahan-- berikut tanggal dan bulan kelahirannya. Dengan diketahui jumlah dan tanggal kelahiran pada jangka waktu tertentu maka secara teoritis dapat diestimasi secara langsung angka kelahiran pada periode tersebut. Dalam Susenas yang diadakan pada tahun enampuluhan ditanyakan kelahiran dan kematian yang terjadi selama satu tahun sebelum pencacahan. Namun ternyata hasilnya sangat tidak memuaskan karena adanya kesalahan berupa memory lapse; responden lupa tanggal kejadian atau sengaja tidak mau menyebutkan adanya kelahiran karena alasan tertentu. Kemudian untuk pertama kali cara bertanya diubah menjadi kapan melahirkan anak terakhir dalam Sensus Penduduk 1980. Cara bertanya kemudian diperbaiki dalam Survei Kependudukan Jawa Timur 1980-1982. Data kelahiran yang dihasilkan cukup baik dan konsisten dengan estimasi metode lain dan faktor-faktor yang mempengaruhi parameter demografis tertentu. Pertanyaan serupa dicantumkan dalam kuesioner SUPAS 1985. Ternyata hasilnya kurang memuaskan. Dari penelitian yang dilakukan BPS dapat disimpulkan bahwa agar pertanyaan mengenai anak terahir ini dapat menghasilkan data yang baik, perlu diadakan latihan yang sangat intensif terhadap petugas dan pengawasan pelaksanaannya harus

ketat. Selain itu konsep/definsi harus jelas dan susunan pertanyaan perlu disederhanakan sehingga mudah dimengerti oleh semua petugas lapangan.

b.

Mencatat riwayat kehamilan/kelahiran

Estimasi langsung juga dapat dilakukan jika sensus atau survei mampu memperoleh data tentang riwayat kehamilan/kelahiran responden secara tepat dan benar. Riwayat kehamilan/kelahiran dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan terinci dari semua kehamilan yang dialami oleh responden (wanita) sejak ia menikah hingga saat dilakukan wawancara (survei). Responden diminta untuk mengingat kembali semua kehamilan, kapan terjadinya, apakah berakhir dengan keguguran, lahir hidup atau lahir mati. Jika anak tersebut lahir hidup, apakah jenis kelaminnya, dan apakah anak tersebut masih hidup. Bila anak itu sudah meninggal, berapa umur ketika meninggal. Semua tanggal dicatat demi kelengkapan, sekaligus untuk memriksa konsisrensi jawaban. Secara teoritis pendekatan ini sangat baik --jauh lebih baik dari cara pada butir a-tetapi dalam praktek sangat sulit diterapkan. Dalam masyarakat dimana peristiwaperistiwa kehidupan sehari-hari tidak selalu diingat (apalagi dicatat), maka unsur lupa atau bahkan ketidak-mampuan responden untuk mengingat waktu kejadian banyak ditemui di lapangan. Petugas seringkali terpaksa memperkirakan waktu kejadian, dan untuk mempertahankan konsistensi mungkin membuat kesalahan yang sifatnya sistematis. Kesalahan akan makin besar jika usia responden sudah tua sehingga waktu kelahiran anaknya sudah berpuluh tahun berlalu. Anak-anak itu sendiri sudah tidak tinggal bersama mereka sehingga makin sulit untuk diingat. Meskipun tampaknya banyak masalah dalam penggunaan cara ini, namun hasil Survei Fertilitas Indonesia 1976 memperlihatkan bahwa data yang diperoleh cukup dapat dimanfaatkan. Cara yang sama diulang dalam Survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia 1987.

c.

Survei Multi Putaran (multiround survey)

Estimasi langsung dapat pula dilakukan dengan melakuan multiround survey dimana survei dilakukan beberapa kali (dua kali) untuk selang waktu tertentu. Selama selang waktu tersebut ditanyakan apakah ada perubahan dalam beberpa kejadian seperti kelahiran, kematian atau perpindahan. Kunjungan yang berulang pada rumah tangga sampel membuat kedua belah pihak, responden dan petugas saling mengenal sehingga memperlancar pengumpulan data. Pengukuran tingkat fertilitas dapat dilakukan dengan dua cara: Membandingkan penduduk yang dicatat pada dua kunjungan berurut, dan mencatat perubahan yang terjadi dalam selang antara dua kujungan

Untuk mendapatkan dua peristiwa yang dialami oleh seorang penduduk dalam selang waktu tersebut (lahir kemudian meninggal, datang kemudian pindah dll) perlu diajukan pertanyaan-pertanyaan khusus.

Masalah utama dalam penyelenggaraan survei seperti ini adalah besarnya biaya. Keterangan lengkap mengenai lokasi survei dan rumah tangga sampel harus dipertahankan dan dipenuhi selama jangka waktu survei dan petugas harus tetap, sebab petugas baru perlu dilatih terlebih dahulu. Selain itu responden bisa bosan dikunjungi berkali-kali dan ditanya hal yang sama.

2. 2.1

Estimasi Tidak Langsung Mengapa Perlu Estimasi Tidak Langsung?

Secara tradisional estimasi demografi diadasarkan pada data yang dikumpulkan melalui sensus dan registrasi vital. Sistem registrasi vital biasanya mencatat kejadiankejadian vital seperti kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian dan sebagainya. Jika sistem registrasi vital dan data sensus sempurna maka parameter demografi dapat dihitung secara langsung dan tidak diperlukan lagi teknik estimasi secara tidak langsung. Sayangnya, di banyak negara sistem registrasi vital tidak berjalan dengan baik dan data sensus yang ada juga kurang sempurna. Sensus umumnya memiliki dua jenis kelemahan; yaitu kesulitan dalam mendata semua anggota populasi yang relevan dan kelemahan dalam pelaporan umur.

2.1.1

Lemahnya Data Registrasi Penduduk

Di negara-negara yang sudah maju, khususnya di Eropah Barat, Jepang dan Amerika Serikat, sumber utama statistik vital adalah registrasi penduduk. Pelaksanaan registrasi penduduk di negara-negara tersebut diatur oleh undang-undang dan dilaksanakan oleh suatu instansi yang khusus melaksanakan registrasi dan ditunjang oleh biaya yang cukup. Pada umumnya kualitas data yang dihasilkan registrasi penduduk sangat baik dan memberikan gambaran kecenderungan untuk waktu yang panjang di masa lampau. Sebaliknya di negara-negara berkembang seperti Indonesia, sistem registrasi penduduk belum berjalan dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik memperlihatkan bahwa kelahiran yang tercakup dalam registrasi hanya 58 persen, sedangkan kematian hanya 75 persen1.

BPS, Analysis and evaluation of the sample vital registration project 1974-1977. Technical Report Series Monograph No. 6 dalam S.G. Made Mamas Perbandingan Berbagai Teknik Estimasi Fertilitas,

Belum baiknya sistem registrasi penduduk di Indonesia diduga karena beberapa hal: a. Kurang kuatnya political will

Kurangnya political will antara lain dapat dilihat dari: Tidak adanya undang-undang yang mengatur registrasi vital, sehingga penduduk tidak merasakan adanya keharusan dan manfaat untuk melaporkan kelahiran dan kematian kepada instansi yang berwenang. Berbagai langkah telah diambil pemerintah untuk memperbaiki sistem registrasi penduduk, diantaranya adalah usaha untuk membuat Undang-Undang Kependudukan yang mengatur registrasi penduduk dalam salah satu babnya. Tidak adanya badan khusus yang ditugaskan untuk mengelola sistem registrasi vital. Selama ini sistem registrasi vital hanya ditempatkan pada Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yang outputnya lebih bersifat administratif tetapi kurang memenuhi kebutuhan statistik vital.

b.

Terbatasnya dana

Pelaksanaan registrasi vital memerlukan dana yang tidak kecil. Berbagai sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan resgistrasi vital perlu disediakan. Bagi Indonesia yang memiliki wilayah demikian luas dana yang dibutuhkan untuk penyediaan sarana prasana dan berbagai pendukung lainnya sudah tentu amat besar. Sementara pemerintah tampaknya belum menjadikan registrasi vital sebagai suatu prioritas kegiatan pembangunan. Menurut Keppres No. 52 tahun 1977 biaya pelaksanaan registrasi diserahkan kepada Daerah Tingkat II masing-masing. Daerah-daerah yang sanggup membiayai pelaksanaan registrasi seperti DI Jakarta menunjukkan hasil yang relatif baik. Sebaliknya, di daerah yang kurang mampu kegiatan registrasi penduduk masih terbatas sebagai bagian dari administrasi pemerintah dan belum menghasilkan statistik yang diperlukan dalam perhitungan parameter demografis.

c.

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia Hal lain yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem registrasi vital adalah kurangnya tenaga yang berkualitas. Untuk menyediakan tenaga profesional yang mampu mengelola sistem registrasi vital dalam jumlah besar bukanlah hal yang mudah, apalagi untuk wilayah-wilayah terpencil (remote area). Tidak meratanya kualitas sumberdaya
paper disajikan dalam seminar tentang Keadaan dan Kecenderungan Fertilitas dan Mortalitas di Indonesia, Jakarta, 11-12 Desember 1987.

manusia antar berbagai daerah di Indonesia menjadikan penyediaan tenaga berkualitas untuk pelaksanaan registrasi vital mengalami kendala yang cukup serius. d. Kendala budaya Kendala lain yang dialami adalah berkaitan dengan budaya masyarakat kita yang tidak terbiasa untuk mencatat kegiatan-kegiatan penting yang terjadi. Budaya lisan yang lebih mendominasi perilaku masyarakat kita --dibanding budaya tulis-- bisa jadi turut mempengaruhi mengapa pencatatan kejadian vital kurang mendapat respon positip dari masyarakat. Dari berbagai kendala tersebut tampaknya lemahnya political will dan keterbatasan dana merupakan kendala utama yang diduga amat berpengaruh mengapa sistem registrasi vital kurang berjalan dengan baik di Indonesia.

2.1.2

Keterbatasan Data Sensus atau Survei

Berhubung registrasi penduduk belum dapat menghasilkan statistik vital yang baik maka untuk mengisi kekosongan akan data statistik vital telah ditempuh cara lain yaitu dengan mengadakan survei atau sensus. Hasil survei atau sensus berbeda dengan hasil registrasi. Hasil survei/sensus pada umumnya menggambarkan keadaan pada saat diadakan survei (cross-sectional data) --tetapi dengan daftar pertanyaan yang khusus dapat pula diperoleh keadaan beberapa tahun sebelum pencacahan. Sedangkan hasil registrasi pada umumnya menggambarkan kejadian vital yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Teknik penghitungan untuk memperoleh vital rate dari hasil registrasi lebih dikenal dengan nama estimasi langsung (direct estimation), sedangkan estimasi dari hasil survei/sensus dengan menggunakan data yang ada hubungannya dengan vital rate seperti susunan umur dll, lebih dikenal dengan estimasi tidak langsung (indirect estimation). Sebagaimana dikemukakan dimuka, sebenarnya dari hasil survei/sensus dapat pula diperoleh vital rate secara langsung yaitu dengan menggunakan kejadian kelahiran dan kematian yang terjadi selama kurun waktu tertentu setahun sebelum pencacahan. Tetapi hasil yang diperoleh pada umumnya sangat rendah. Kesalahan pelaporan umur dan tanggal waktu kejadian (fertilitas) merupakan kesalahan pokok yang seringkali dijumpai dari data sensus/survei yang diperlukan untuk estimasi langsung. Kelemahan sensus/survei untuk memperoleh data yang diperlukan untuk estimasi langsung berkaitan dengan (a) kecenderungan adanya memory lapse dalam diri responden; (b) kualitas pencacah yang kurang memuaskan; (c) hal-hal teknis administratif lain yang kurang mendukung seperti rendahnya kompensasi pewawancara, teknik pengolahan dan sebagainya. Antara lain karena (a) lemahnya sistem registrasi vital, dan; (b) kelemahan sesus/survei dalam memperoleh data yang dapat langsung digunakan untuk mengestimasi fertilitas maka diperlukan estimasi secara tidak langsung (indirect estimate).

2.2

Beberapa Teknik Estimasi Tidak Langsung (Indirect Method)

Dengan mempertimbangkan kesulitan responden dalam mengingat kejadian masa lalu maka dicari pendekatan lain yang bebas dari masalah tadi. Metode-metode yang dikembangkan kemudian mengandalkan pada pertanyaan-pertanyaan yang mudah dijawab, misalnya umur, jenis kelamin atau jumlah kumulatif peristiwa (kelahiran/kematian) yang terjadi tanpa menanyakan kapan peristiwa tersebut terjadi. Ada beberapa teknik estimasi fertilitas secara tidak langsung, yaitu metode reverse, metode anak kandung (own children), metode anak lahir terakhir (last live birth), metode rele, metode palmore dan metode gunasekaran-palmore. Disamping metodemetode itu ada pula metode lain yang digunakan untuk melihat tren fertilitas yaitu Coale Index. Berikut akan diuraikan secara sekilas tentang beberapa metode tersebut. a. Metode reverse (reverse survival) Dasar perhitungan metode ini sangat sederhana. Jika susunan umur (Px) dan level of mortality (LM) diketahui, maka tingkat kelahiran beberapa tahun sebelum pencacahan dapat dihitung. Nilai LM dihitung berdasarkan data tentang rata-rata anak yang pernah dilahirkan dan yang masih hidup oleh wanita yang pernah kawin, yang kemudian dipakai untuk memilih Tabel Kematian (life table) yang sesuai. Dari tabel tersebut dapat dihitung survival ratio (SR) yang artinya berapa persen anak yang lahir dalam kurun waktu tertentu yang hidup pada waktu sensus/survei. Dalam penghitungan selama ini anak-anak berumur 0 tahun tidak diikut sertakan dalam perhitungan karena nilainya sangat rendah. Rendahnya jumlah penduduk yang berumur 0 tahun ini terutama disebabkan karena adanya under enumeration dan kesalahan dalm pelaporan umur.

b.

Metode Anak Kandung (Own Children Method)

Metode anak kandung merupakan perkembangan dari metode reverse survival. Ukuran fertilitas yang dihasilkan adalah angka kelahiran menurut umur wanita (Age Spesific Age Rate, ASFR). Untuk itu diperlukan matriks tabulasi silang menurut anak terhadap ibu kandung. Ibu yang dimaksud adalah wanita usia 15 hingga 55 tahun dan anak usia 0 hingga 15 tahun (UN, 1983). Setiap sel pada matriks y dinotasikan dengan Px(t), menunjukkan anak kandung usia x yang ibunya berusia y tahun pada waktu t. Anak yang dilahirkan (t-x) tahun yang lalu, pada waktu itu ibunya berusia (y-x) tahun. Jumlah wanita yang diperlukan dalam penghitungan angka kelahiran menurut umur, diperoleh dari daftar rumah tangga. Metode reverse survival dapat digunakan untuk menghitung jumlah wanita maupun jumlah kelahiran sebelum saat pencacahan berdasarka pola kematian pada masa lalu.

Masalah utama pada penggunaan metode ini adalah kesalahan pelaporan umur yang dapat timbul baik pada umur anak maupun pada umur ibu. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan membuat matriks menurut kelompok umur. Dengan demikian, tingkat kelahiran yang diperoleh berdasarkan kelompok umur pada tahun tertentu. Masalah lain adalah pelaporan jumlah anak kandung yang kerap kali terlupakan atau justru berlebihan. Umumnya, wanita 40 tahun keatas cenderung sukar mengingat jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup. Hal ini dapat terjadi misalnya karena ada anak kandung yang ternyata tidak tinggal bersama ibunya pada saat pencacahan. Tetapi karena penelitian ini berdasarkan kelahiran di masa lalu yang tidak terlalu jauh dari saat pencacahan yaitu anak-anak berumur 5 tahun yang dilahirkan oleh wanita yang relatif masih muda maka diperkirakan persentase anak-anak seperti ini yang tinggal di luar rumah tangga berpisah dengan ibunya relatif sangat kecil.

c.

Metode Anak Lahir Hidup Terakhir (Last Live Birth)

Metode ini dapat dikategorikan sebagai suatu cara yang berada diantara cara langsung dan cara tidak langsung dalam memperkirakan kelahiran dan kematian. Keterangan yang digunakan adalah tentang kelahiran terakhir atau tanggal lahir dan kelangsungan hidup. Istilah kelahiran terakhir perlu dibedakan dengan pengertian anak yang hidup terakhir. Kelahiran terakhir adalah jumlah kelahiran yang terjadi baik lahir hidup maupun lahir mati. Sedangkan anak yang hidup terakhir adalah jumlah kelahiran hidup dan tidak termasuk lahir mati. Dua jenis data kelahiran biasanya dapat diperoleh dari satu survei kependudukan. Pertama, adalah dari suatu rangkaian pertanyaan tentang kelahiran hidup terakhir. Kedua, adalah riwayat kelahiran. Tanggal lahir anak dicatat sebagai kelengkapan dari keterangan tentang urutan lahir, jenis kelamin, kelangsungan hidup dan apakah anak tinggal di rumah yang sama dengan ibu kandungnya. Berdasarkan tanggal lahir, jumlah kelahiran dapat diubah menjadi tingkat kelahiran tahunan. Untuk memperkirakan tingkat kelahiran, beberapa penyesuaian perlu dilakukan, termasuk penyesuaian anak kembar, kelahiran yang tidak diketahui tanggalnya, dan kelahiran yang jaraknya terlalu dekat. Prakiraan angka kelahiran dengan menggunakan data tahun kelahiran anak terakhir banyak bertumpu pada penyesuaian-penyesuaian. Pada dasarnya metode ini terdiri dari dua tahap perhitungan yaitu tahap penyesuaian data tahun kelahiran anak terakhir (tahun LLB) yang diperoleh dan tahap penghitungan angka kelahiran menurut ibu (ASFR) dan angka kelahiran total (TFR) berdasarkan data hasil penyesuaian pada tahap pertama. Cara pengumpulan data ini diawali dengan keinginan untuk memperoleh jumlah kejadian kelahiran/kematian selengkap mungkin. Pendekatan yang ditempuh adalah

memberi batas waktu yang lebih mudah diingat responden, dan tidak menanyakan mengenai semua anaknya, tetapi membatasi pada anak yang lahir hidup terakhir. Dengan begitu diharapkan kesalahan yang timbul karena memory lapse dapat diperkecil, bahkan kalau bisa, dihilangkan sama sekali. Pendekatan yang dipakai BPS adalah membatasi kurun waktu acuan dengan Lebaran yang merupakan salah satu hari besar yang dirayakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Meskipun perayaan hari ini mungkin tidak merata di seluruh negara naun diharapkan cukup dirasakan oleh segenap penduduk, termasuk yang tidak memeluk agama Islam. Jumlah kejadian selama kurun acuan kemudian dikonversikan menjadi kejadian selama satu tahun. Keuntungan Metode LLB dapat dipergunakan untuk membuat perkiraan fertilitas untuk tahun yang berdekatan dengan tahun pencacahan atau bahkan untuk tahun pencacahan. Apabila data yang diperlukan untuk penyesuaian dikumpulkan juga pada survei yang sama, berarti penggunaan sumber data lain tidak perlu lagi. Selain itu metode LLB juga dapat mengetahui pola fertilitas menurut umur dan perhitungan dengan data kelahiran anak terakhir dapat dilakukan dengan manual. Kelemahan metode LLB adalah terlalu banyak diperlukan penyesuaian dan asumsi dimana untuk melakukan penyesuaian tersebut diatas seringkali harus mengambil informasi dari sumber data lain. Disamping itu penyesuaian yang harus dilakukan sangat tergantung kepada waktu pengumpulan data berarti bersifat khusus untuk setiap data kelahiran anak terakhir. Apabila informasi tentang tahun kelahiran anak terakhir hanya dilakukan melalui Sensus dan Supas saja, berarti tingkat fertilitas dengan data dasar tahun kelahiran anak terakhir hanya dapat setiap 5 tahun sekali.

d.

Metode Rele Metode Rele sebenarnya merupakan pengembangan dari teori penduduk stabil. Dikatakan bahwa pada hampir semua populasi, dapat dijumpai hubungan linear antara rasio ibu anak (child women ratio) dengan tingkat kelahiran kasar (gross reproduction rate) yang kemudian dapat diubah menjadi tingkat kelahiran total (TFR, total fertility rate). Keuntungan utama dari metode ini adalah kesederhanaannya, karena hanya memerlukan sebaran umur penduduk dan perkiraan kematian. Berdasarkan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat dihasilkan rasio ibu-anak. Dengan mengetahui perkiraan kasar atas harapan hidup saat lahir, jumlah ini dapat diubah menjadi perkiraan TFR. Dengan demikian, metode ini menghasilkan suatu cara yang cepat dan mudah dalam memperkirakan kelahiran, utamanya untuk daerah-daerah kecil. Kelemahannya, metode ini sensitif terhadap perbedaan tingkat lewat cacah antara ibu dan anak. Selain itu, dalam perhitungannya diperlukan informasi tentang tingkat kematian. Rele mendasarkan diri pada konsep penduduk stabil (stable population). Prinsip yang menjadi dasar konsep penduduk stabil adalah jika pengaruh migrasi internasional

terhadap suatu penduduk suatu negara dapat diabaikan, maka komposisi umur penduduk merupakan akibat dari kecenderungan fertilitas dan mortalitas di masa lalu. Langkah pertama adalah menghitung child woman ratio (CWR) dengan salah satu rumus sebagai berikut: P0-4 CWR 1 = ------------W15-44 P0-4 CWR 2 = ------------W15-49 P5-9 CWR 3 = ------------W20-49 P5-9 CWR 4 = ------------W20-54 dimana P0-4 P5-9 W15-44 W15-49 W20-49 W20-54

= penduduk yang berumur 0-4 tahun = penduduk yang berumur 5-9 tahun = wanitayang berumur 15-44 tahun = wanitayang berumur 15-49 tahun = wanitayang berumur 20-49 tahun = wanitayang berumur 20-54 tahun

Rele (1967) telah menghitung serangkaian faktor pengali yang dirinci menurut tingkat kematian yang dapat dipakai untuk merubah CWR menjadi GRR (gross reproduction rate) dan TFR (total fertility rate). Seperti halnya dalam metode reverse dan anak kandung, terlebih dahulu harus diketahui mortality level yang biasanya dihitung dengan metode Brass (1968) atau modifikasinya berdasarkan rata-rata anak yang pernah dilahirkan dan yang masih hidup. Masalah utama yang dihdapi adalah sering terjadinya under enumeration dan kesalahan pelaporan umur pada ank-anak umur 0-4 tahun, terutama yang berumur 0 tahun, sehingga CWR lebih rendah dari yang diharapkan. Oleh karena itu sebelum memulai perhitungan perlu diadakan adjustment. Keuntungan metode Rele adalah kesederhanaanya. Kebutuhan data terbatas pada persebaran penduduk menurut umur dan jenis kelamin, serta indikasi tentang tingkat mortalitas dalam bentuk angka harapan hidup saat lahir. Tabulasi umur dan jenis kelamin boleh dikatakan selalu tersedia pada survei yang dilakukan oleh BPS seperti SP, Supas, Susenas. Dengan demikian CWR selalu dapat dihitung di setiap propinsi.

Keuntungan lainnya adalah tidak diperlukannya bantuan komputer dalam perhitungannya. Begitu tersedia tabel persebaran penduduk menurut umur dan jenis kelamin, maka proses perhitungan TFR dapat dikerjakan. Kelemahannya adalah kualitas data sangat mempengaruhi hasil perhitungan. Dalam hal ini, faktor yang penting adalah cakupan penduduk dalam survei atau sensus dan pelaporan umur. Jika tingkat lewat cacah penduduk usia muda dan wanita usia subur sama, maka CWR tidak terpengaruh, demikian pula konversinya menjadi TFR. Jika tingkat cakupan anak dan balita berbeda, maka hasil perhitungan TFR akan dipengaruhi. Pada umumnya penduduk muda (P0-4) lebih besar kemungkinannya untuk kurang cacah dari pada wanita usia reproduksi, sehingga TFR yang diperoleh akan cenderung lebih rendah. Demikian pula dengan kelompok umur. Jika terdapat kecenderungan untuk melaporkan umur lebih tua dari yang sebenarnya, maka akan terjadi akan terjadi pergeseran pada jumlah anak berusia 0-4 tahun. Jika jumlah anak usia 0 tahun yang dilaporkan berumur 1 tahun lebih banyak dari jumlah anak 4 tahun yang dilaporkan berumur 5 tahun, maka secara keseluruhan P0-4 akan lebih rendah dari pada angka yang sebenarnya. Penyesuaian seperti ini tidak terlalu besar pengaruhnya pada wanita karena selain jumlah umur yang dikelompokkan cukup banyak, juga jumlahnya tidak terlalu terpengaruh terhadap W15-49 secara keseluruhan.

d.

Metode Palmore Metode ini diperkenalkan oleh Bogue dan Palmore pada tahun 1964, yang mendasarkan asumsi adanya hubungan linear antara rasio anak dan wanita (CWR, child women ratio), ukuran kematian dan TFR. Dalam perhitungannya diperlukan beberapa indikator lain seperti perbedaan pola perkawinan. Bila dibandingkan dengan metode Rele, metode ini memerlukan lebih banyak data yang biasanya tersedia dalam sensus maupun survei terutama untuk melengkapi perkiraan kelahiran pada tingkat administrasi di bawah propinsi. Metode ini menggunakan tingkat kematian bayi sebagai pengganti harapan hidup waktu lahir. Palmore memperbaiki persamaan yang digunakan dengan menggunakan data yang lebih akhir, dan persamaannya adalah sebagai berikut: TFR = 12,0405 + 13,5277 IMR + 11,1042 CWR - 176,4889 CP - 6,4698 PEM
TFR IMR CP PEM = tingkat kelahiran total per 1000 wanita = tingkat kematian bayi per 1000 kelahiran hidup = persentase anak berusia kurang dari lima tahun = persentase wanita pernah kawin usia 20-24

Metode ini sensitif terhadap kualitas data, utamanya bayi dan anak-anak.

e.

Metode Gunasekaran-Palmore Metode Gunasekaran-Palmore dapat dikatakan sebagai metode baru dalam estimasi fertilitas. Metode ini menekankan cara perhitungan TFR pada hubungan antara kelahiran, kematian dan sebaran umur penduduk. Dimensi penting dalam hubungan ini adalah pengaruh/efek dominan fertilitas terhadap struktur umur penduduk dan pengaruh marginal mortalitas terhadap hal serupa. Pendekatan Gunasekaran-Palmor dalam estimasi fertilitas juga didasarkan pada teori statistik yang menunjukkan bahwa dua momen pertama (mean dan varian) peka terhadap perubahan yang terjadi dalam frekuensi sebaran. Adapun ukuran kemencengan dan kelancipan (momen ketiga dan keempat) menunjukkan konsentrasi relatip dan letak bilangan dalam suatu sebaran umur penduduk. Dengan demikian, momen dari suatu sebaran merupakan indikator dari kondisi hubungan fertilitas dengan sebaran umur, sehingga dapat menunjukkan tingkat fertilitas pada tahun yang merujuk sebaran tersebut. Metode ini juga memerlukan keterangan tentang angka harapan hidup wanita pada saat dilahirkan.

f.

Indeks Coale

Penurunan tingkat fertilitas dapat pula dilihat dari Indeks Coale. Coale Indices of Marital Fertility merupakan salah satu cara untuk mengukur penurunan fertilitas secara keseluruhan dan untuk mengetahui pula berapa besar kontribusi dari penurunan fertilitas karena pemakaian alat kontrasepsi dan berapa penurunan karena peningkatan usia kawin/proporsi kawin.. Indeks Coale terdiri dari tiga komponen yaitu If, Ig dan Im. If (indeks fertilitas secara keseluruhan) adalah rasio dari jumlah kelahiran yang diamati dalam suatu populasi dengan jumlah kelahiran yang akan terjadi/diharapkan jika wanita dalam setia kelompok umur mengalami fertilitas standar atau fertilitas maksimum. Coale menggunakan tingkat fertilitas wanita Hutterite yang berstatus kawin periode 1921-1930 sebagai fertilitas standar karena menurut Coale, angka fertilitas wanita Hutterite sepanjang pengamatan merupakan yang tertinggi. Ig (indeks fertilitas dari wanita kawin) adalah rasio antara jumlah kelahiran yang terjadi dari wanita yang pernah kawin dengan jumlah kelahiran yang akan terjadi (diharapkan) jika wanita yang pernah kawin mengalami fertilitas standaratau fertilitas maksimum. Jadi, indeks ini menggambarkan fertilitas yang berasal dari wanita berstatus kawin (legitimate births). Im (indeks fertilitas dari proporsi wanita kawin) adalah rasio antara jumlah kelahiran yang diharapkan dari wanita yang kawin jika mengalami tingkat fertilitas standar dengan jumlah kelahiran yang diharapkan dari seluruh wanita yang mengalami fertilitas standar. Jika diketahui bahwa banyaknya anak yang lahir di luar perkawinan sangat kecil atau dapat diabaikan, maka hubungan antara If, Ig dan Im dapat dituliskan sebagai berikut:

If = Ig*Im Ig Im menunjukkan sejauh mana fertilitas marital gagal mencapai tingkat maksimum menunjukkan sejauh mana perkawinan tidak meluas

2.3.

Data Untuk Estimasi Fertilitas Secara Tidak Langsung

Hasil survei atau sensus yang dilakukan BPS yang biasa dipakai untuk estimasi fertilitas adalah: a. Susunan umur dan jenis kelamin penduduk b. Jumlah anak yang pernah dilahirkan dan yang masih hidup oleh wanita yang pernah kawin menurut umur c. Kelahiran anak terakhir menurut tahun kelahiran dan umur d. Kelahiran selama kurun waktu tertentu sebelum survei e. Data lain yang ada hubungannya dengan kelahiran seperti perkawinan, keluarga berencana dan lain-lain Berdasarkan data tersebut, tingkat kelahiran dapat diestimasi dengan beberapa metode. Hasil estimasi suatu metode bisa berbeda tetapi bisa pula sama. Walaupun hasilnya sama, belum tentu hasil estimasi tersebut benar. Sebelum sampai pada suatu kesimpulan setiap hasil estimasi perlu dievaluasi secara cermat, baik yang menyangkut kualitas data dasar, asumsi, metode yang dipakai maupun berbagai ukuran fertilitas yang dihasillkan. Salah satu cara untuk mengevaluasi hasil estimasi adalah dengan teknis balancing equation (BE), baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas. BE dalam arti sempit dirumuskan sebagai berikut: Pn = Po + B - D + I - E Pn Po B D I E = jumlah penduduk pada akhir kurun waktu = jumlah penduduk pada awal kurun waktu = banyaknya kelahiran selama kurun waktu = banyaknya kematian selama kurun waktu = banyak orang yang masuk selama kurun waktu = banyaknya orang yang keluar selama kurun waktu yang sama

Dari persamaan diatas terlihat bahwa dalam mengevaluasi hasil estimasi kelahiran harus dikaitkan dengan jumlah penduduk hasil dua sensus/survei, angka kematian dan angka perpindahan. Untuk mengevaluasi fertilitas tingkat nasional, angka perpindahan diabaikan karena banyaknya orang keluar/masuk relatif sangat kecil dan jumlahnya hampir seimbang. Evaluasi tingkat kelahiran untuk propinsi sedikit lebih sulit sebab harus

menghitung angka perpindahan. Jumlah penduduk hasil sensus/survei diasumsikan benar atau besarnya under atau over enumeration yang terjadi pada sensus/survei yang pertama sama dengan yang berikutnya. Singkatnya, jumlah penduduk, susunan umur, laju pertumbuhan, kematian dan perpindahan harus seimbang satu sama lain. Evaluasi tingkat kelahiran dengan cara BE dalam arti yang lebih luas, selain memperhatikan unsur-unsur tersebut diatas perlu dikaitkan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi fertilitas itu sendiri, misalnya perkawinan, keluarga berencana dan lainlain. Tingkat kelahiran hasil estimasi harus sesuai dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu contoh adalah persamaan Bongaarts: TFR = Cm . Cc . Ci . TF. dimana TFR = Total Fertility Rate Cm = proportion married Cc = contraceptive use Ci = postpartum infecundability TF = total fecundity rate Kalau hasil estimasi tingkat kelahiran sudah sesuai dengan susunan umur, jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk dan berbagai faktor yang mempengaruhi yang dihasilkan oleh survei/sensus maka langkah berikutnya adalam mempelajari perubahan (tren) fertilitas yang terjadi di masa lalu. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah apakah perubahan tingkat fertilitas yang terjadi selama kurun waktu tertentu sesuai dengan perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Evaluasi terakhir ini sering sulit dilakukan karena rincian faktorfaktor yang dihasilkan dari suatu survei tidak sama dengan hasil survei lainnya. Begitu pula mutu serta cakupannya tidak selalu sama sehingga sulit untuk dibandingkan.

2.4

Masalah Dalam Estimasi

Banyak metode estimasi fertilitas secara tidak langsung (indirect estimate) yang telah dirumuskan oleh para demografer. Untuk memilih metode mana yang akan dipakai perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. b. Setiap metode estimasi memerlukan data dasar dengan rincian tertentu. Kalau rincian ini tidak dipenuhi maka hasil estimasi akan kurang tepat. Kualitas data dasar yang dipakai sangat mempengaruhi hasil estimasi. Kualitas data atau tabel hasil suatu survei belum tentu sama. Begitu pula variasi kualitas antar daerah sering berbeda tergantung pada mutu pencacah, pelaksanaan dilapangan dan pengolahan.

c.

Setiap metode estimasi dilandasi asumsi tertentu. Kalau asumsi tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan keadaan demografis Indonesia maka hasil estimasi akan kurang baik.

2.5

Hasil Estimasi

Estimasi fertilitas dengan menggunakan berbagai metode yang dilakukan oleh BPS menunjukkan adanya penurunan fertilitas secara berarti dalam kurun waktu 19671994. Hasil estimasi menggunakan Gunasekaran-Palmore menghasilkan angka fertilitas tertinggi ...

3.

Kesimpulan

Estimasi fertilitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode langsung (indirect method) maupun metode tidak langsung (indirect method). Metode langsung dapat digunakan jika, pertama, sistem registrasi vital yang ada dapat menghasilkan data statistik vital yang akurat. Kedua, jika survei atau sensus yang diadakan dapat menghasilkan data kelahiran yang dapat langsung digunakan untuk mengestimasi angka fertilitas. Sayangnya, sistem registrasi vital yang ada di Indonesia belum begitu baik sehingga tidak menghasilkan statistik vital yang valid dan reliable. Beberapa pertanyaan dalam sensus atau survei yang dapat menghasilkan data kelahiran yang langsung dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat fertilitas seperti pertanyaan tentang riwayat kelahiran juga kurang mendapatkan jawaban yang valid dan reliable. Memory lapse merupakan salah satu penyebab mengapa data kejadian/peristiwa kelahiran yang diperoleh dari survei atau sensus kurang dapat digunakan untuk mengestimasi secara langsung tingkat fertilitas. Adanya kelemahan data peristiwa kelahiran yang diperoleh dari statistik vital dan survei/sensus tersebut menyebabkan perlunya dilakukan estimasi fertilitas dengan menggunakan metode tidak langsung. Para demografer telah mengembangkan berbagai metode estimasi fertilitas secara tidak langsung. Beberapa metode tersebut antara lain metode reverse, metode own children, metode last live birth, metode rele, metode palmore dan metode gunasekaran-palmore. Disamping beberapa metode tersebut, adapula indeks coale yang juga dapat digunakan untuk melihat tren fertilitas yang terjadi. Hasil penghitungan oleh BPS dan juga oleh Palmore dan Mamas menunjukkan adanya perbedaan hasil estimasi antara masing-masing metode. Namun perbedaan hasil estimasi antar berbagai metode tersebut makin lama makin kecil. Hal itu didugaberkaitan dengan kualitas data yang makin baik yang diperoleh dari sensus atau survei yang dilakukan belakangan. Hasil estimasi dari berbagai metode juga menunjukkan adanya

penurunan fertilitas di Indonesia yang signifikan selama kurun 25 tahun terakhir. Semua metode estimasi fertilitas yang dipakai (OC, LLB, Rele, Palmore dan PalmoreGunasekaran) menunjukkan memang terjadi penurunan fertilitas secara siginifikan di Indonesia.

DAFTAR BACAAN
Sumber Utama: Tulisan ini pada dasarnya lebih merupakan penulisan ulang (re-writing) dari tiga tulisan berikut dengan beberapa modifikasi. Mamas, Si Gde Made Perbandingan Berbagai Teknik Estimasi Fertilitas, paper disajikan dalam seminar tentang Keadaan dan Kecenderungan Fertilitas dan Mortalitas di Indonesia, Jakarta, 11-12 Desember 1987. Mamas, Si Gde Made & Sri Poedjiastoeti, Beberapa Teknik Estimasi Angka Fertilitas dan Mortalitas di Indonesia paper disampaikan pada Kongres IV IPADI, 15-17 Januari 1988 di Jakarta United Nations, Manual X: Indirect techniques for demographic estimation, New York, 1983 Tulisan yang lebih mengandalkan pada tiga sumber tersebut disebabkan (I) teknik estimasi fertilitas baik langsung maupun tidak langsung pada dasarnya lebih bersifat baku. Modifikasi terhadap masing-masing teknik estimasi memerlukan penelitian mendalam dan hampir tak terjagkau oleh beberapa keterbatasan yang dimiliki penulis khususnya keterbatasan waktu. Itulah sebabnya penulisan tentang teknik estimasi fertilitas lebih banyak bersifat penulisan ulang dari berbagai teknik yang selama ini telah banyak dipakai. (ii)

Bacaan lain: Bongaarts, John, A Framework for analyzing the proximate determinants of fertility, Population and Development Review 4, 1978, pp. 105132 Brass, William et.al. The demography of tropical Africa, , Princeton University Press, Princeton, 1968 Palmore, James A., Si Gde Made Mamas & Y. Arifiyanto, Fertility Decline in Indonesia 1971-1991 dalam Journal of Population, Vol 1 No. 1, June 1995 Rele, J.R., Fertility analysis through extension of stable population concepts, Insttute of International Studies University of California, Berkeley, 1967

Anda mungkin juga menyukai