Anda di halaman 1dari 17

Deretan Prestasi Indonesia di Tingkat Dunia

Deretan prestasi yang telah ditorehkan oleh Indonesia di ajang internasional.

1. Indonesia Juara AFF Futsal Championship 2010 Timnas futsal Indonesia berhasil menggondol gelar juara di turnamen AFF Futsal Championship 2010 setelah mengalahkan Malaysia 5-0 pada grand-final di Stadim Thu Po, Ho Chi Minh City, Minggu (11/4) sore. Ini merupakan kemenangan kedua timnas Indonesia atas Malaysia pada even yang sama. Vennard Hutabarat dkk sebelumnya mencukur tim negeri jiran pukimak itu 6-0 pada laga kedua penyisihan grup 2. Indonesia Juara Umum Karate Indonesia Terbuka di Bali Indonesia menjadi juara umum Kejuaraan Karate Indonesia Terbuka ke-2 yang berlangsung 2425 September di GOR Lila Bhuana, Denpasar, Sabtu, dengan mengumpulkan sembilan medali emas, 12 perak dan 18 perunggu. 3. Tiga Anak Indonesia juara Kompetisi Seniman Internasional 2010 Lukisan ketiga anak tersebut masuk dalam 315 lukisan terbaik dari sekitar 10.000 lukisan yang disampaikan kepada panitia. Mereka adalah siswa Ananda Visual Art School Bandung, yakni Michelle Wijaya (6) dan Ellen Setiawan (8 tahun) untuk kelompok usia di bawah 10 tahun, serta Shubham Patni (13) untuk kelompok usia 1115 tahun. 4. Indonesia Juara 2 Festival Kebudayaan Kota Frankfurt 2010 Dalam Festival itu, kata Pensosbud KJRI Frankfutr, Mira Rochyadi kontingen Indonesia yang menampilkan kaum wanita dengan pakaian tradisional Bali dan membawa junjungan buahbuahan, memimpin barisan diikuti barisan aneka ragam busana tradisional dari berbagai daerah di Tanah Air. Mereka berjalan sepanjang dua kilometer melintasi jalan utama Kota Frankfurt.

Kontingen Indonesia yang juga menampilkan Tari Barong Bali dan Tari Payung dari Sumatra Barat, melakukan atraksi di depan para juri di depan Balai Kota Frankfurt, dan mendapatkan sambutan meriah dan tepuk tangan dari ribuan penonton 5. Indonesia berhasil menjuarai turnamen dalam rangkaian The All Star Team Milan Junior Camp Wakil Indonesia berhasil menjuarai Milan Junior Camp Day Tournament yang diselenggarakan di San Siro, Milan, setelah mengalahkan tim asal Italia, ASTI, 1-0. Turnamen tersebut merupakan bagian dari The All Star Team Milan Junior Camp, program pembinaan pemain muda yang memberikan kesempatan kepada calon pemain berbakat di berbagai penjuru dunia untuk merasakan metode pelatihan dari salah satu klub terkemuka dunia, AC Milan. Indonesia pernah menggelar All Star Team Challenge yang dibuka langsung oleh Franco Baresi awal Mei lalu di Jakarta. Sebagai lanjutan dari program tersebut, sebanyak 17 anak berbakat Indonesia dikirim mengikuti The All Star Team Milan Junior Camp. Seperti yang diceritakan manajer tim Ricky Djoharli dari Milan, Indonesia berhasil menjuarai Milan Junior Camp Day Tournament yang digelar dengan sistem setengah kompetisi. Indonesia berhasil memenangi seluruh tiga laga babak penyisihan, yakni pertandingan perdana melawan wakil Eropa, Step Stone, 1-0. Kemudian, giliran delegasi Brasil dan Venezuela, UISP, yang ditekuk 3-1. Pada laga terakhir grup, Indonesia mengalahkan gabungan pemain Eropa non-Italia, USUNTP, 3-0. Di laga puncak, Indonesia mengalahkan para pemain muda Italia yang tergabung di tim ASTI, 1-0. 6. Indonesia Juara Umum 17th International Conference of Young Scientists (ICYS) 2010 Indonesia berhasil menjadi juara umum pada Lomba Penelitian Ilmiah Remaja Tingkat Dunia ke-17 atau 17th International Conference of Young Scientists (ICYS) yang berlangsung di Denpasar Bali pada 12-17 April 2010. 7. Indonesia Juara Olimpiade Bahasa Jerman Tidak hanya dalam olimpiade internasional sains saja siswa Indonesia berprestasi. Pada ajang Olimpiade Internasional Bahasa Jerman yang diikuti siswa yang belajar bahasa Jerman, Maria Adventia Gita Elmada (SMA St Ursula Jakarta), berhasil meraih juara 3 untuk Tingkatan A. 8. Anak Indonesia Juara Olimpiade Fisika Kabar gembira datang dari Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) yang berlaga pada Olimpiade Fisika Internasional ke-41 2010 di Zagreb, Kroasia. Tim Indonesia menyabet empat medali emas. Tahun ini, Olimpiade Fisika Internasional diikuti 82 negara, dengan total peserta adalah 376 siswa. 9. Anak SMP Juara Olimpiade Matematika Tingkat Dunia Peter Tirtowidjoyo Young, 14, anak SMP Petra 1 Surabaya, dan Andrew Tirtowidjoyo, 12, anak SD Santa Maria Surabaya, kakak beradik itu telah berhasil menjadi juara dalam Kompetisi Matematika tingkat Internasional. Anak ketiga dan keempat pasutri Steven Tirtowidjoyo, 52, dan Rani Pandunata, 45, itu berhasil mengharumkan nama bangsa dalam kompetisi matematika tingkat Internasional di Incheon, Korea Selatan.

Peter si anak SMP menyabet medali emas sedangkan adiknya, Andrew si anak SD menggondol medali perunggu. 10. Tim Indonesia Juara di Olimpiade Robot Dunia JAKARTA--Tim Indonesia berhasil meraih juara kedua dan ketiga tingkat Junior (SLTP) Regular Category pada ajang kompetisi Olimpiade Robot Dunia (World Robot Olympiad/WRO) 2009 yang berlangsung di Korea Selatan, 6-8 November lalu. "Prestasi yang dicapai tim Indonesia kali ini merupakan hasil terbaik yang diperoleh Indonesia sejak mengikuti WRO pertama kali tahun 2004," ujar Humas dan Promosi Mikrobot, Paula Augusta dalam siaran persnya yang diterima ANTARA News di Jakarta, Selasa. Ajang kompetisi tingkat internasional ke-6 yang diadakan di Gyeongbuk Pohang, Korea Selatan, ini diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta dari 24 negara di seluruh dunia. Kompetisi WRO terbagi dalam dua kategori, yaitu Regular Category dan Open Category. Dalam Regular Category, peserta harus merakit sebuah robot untuk menyelesaikan suatu tantangan tertentu, sedangkan dalam Open Category, peserta bebas merakit robot menurut tema tertentu kemudian mempresentasikan ciptaannya di depan juri. Habiburrahman El Shirazy lahir di Semarang, Jawa Tengah, 30 September 1976, Memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan K.H. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 ia merantau ke kota budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist Universitas Al-Azhar, Kairo dan selesai pada tahun 1999. Pada tahun 2001 lulus Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies di Kairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri.

Ketika menempuh studi di Kairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok kajian MISYKATI (Majelis Intensif Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam) di Kairo (19961997). Pernah terpilih menjadi duta Indonesia untuk mengikuti "Perkemahan Pemuda Islam Internasional Kedua" yang diadakan oleh WAMY (The World Assembly of Moslem Youth) selama sepuluh hari di kota Ismailia, Mesir (Juli 1996). Dalam perkemahan itu, ia berkesempatan memberikan orasi berjudul Tahqiqul Amni Was Salam Fil Alam Bil Islam (Realisasi Keamanan dan Perdamaian di Dunia dengan Islam). Orasi tersebut terpilih sebagai orasi terbaik kedua dari semua orasi yang disampaikan peserta perkemahan tersebut. Pernah aktif di Mejelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI Orsat Kairo (1998-2000). Pernah menjadi koordinator Islam ICMI Orsat Kairo selama dua periode (1998-2000 dan 2000-2002). Sastrawan muda ini pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual Nahdhatul Ulama yang berpusat di Kairo. Dan sempat memprakarsai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Kairo. Selama di Kairo, ia telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarainya, di antaranya: Wa Islama (1999), Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan atas karya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul 'Alim Wa Thaghiyyah, 2000), Darah Syuhada (2000). Tulisannya

berjudul Membaca Insanniyah al Islam dimuat dalam buku Wacana Islam Universal (diterbitkan oleh Kelompok Kajian MISYKATI Kairo, 1998). Berkesempatan menjadi Ketua TIM Kodifikasi dan Editor Antologi Puisi Negeri Seribu Menara Nafas Peradaban (diterbitkan oleh ICMI Orsat Kairo) Beberapa karya terjemahan yang telah ia hasilkan seperti Ar-Rasul (GIP, 2001), Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2002), Menyucikan Jiwa (GIP, 2005), Rihlah Ilallah (Era Intermedia, 2004), dll. Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi Ketika Duka Tersenyum (FBA, 2001), Merah di Jenin (FBA, 2002), dan Ketika Cinta Menemukanmu (GIP, 2004). Sebelum pulang ke Indonesia, di tahun 2002, ia diundang Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia selama lima hari (1-5 Oktober) untuk membacakan pusinya dalam momen Kuala Lumpur World Poetry Reading ke-9, bersama penyair-penyair negara lain. Puisinya dimuat dalam Antologi Puisi Dunia PPDKL (2002) dan Majalah Dewan Sastera (2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam dua bahasa, Inggris dan Melayu. Bersama penyair negara lain, puisi kang Abik juga dimuat kembali dalam Imbauan PPDKL (1986-2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (2004). Setibanya di tanah air pada pertengahan Oktober 2002, ia diminta ikut mentashih Kamus Populer Bahasa Arab-Indonesia yang disusun oleh KMNU Mesir dan diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, (Juni 2003). Ia juga diminta menjadi kontributor penyusunan Ensiklopedia Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Pemikirannya, (terdiri atas tiga jilid ditebitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, 2003). Antara tahun 2003-2004, ia mendedikasikan ilmunya di MAN I Jogjakarta. Selanjutnya sejak tahun 2004 hingga 2006, ia menjadi dosen Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash Shiddiq UMS Surakarta. Kini novelis tersebut tinggal di kota Salatiga. Aktivitas kesehariannya lebih banyak digunakan untuk memenuhi undangan mengisi seminar dan ceramah, di samping juga menulis novel yang menjadi pekerjaan utamanya dan sesekali menulis skenario sinetron untuk Sinemart (sebuah rumah produksi yang menaungi karya-karyanya di dunia perfilman dan persinetronan). Kang Abik, demikian novelis ini biasa dipanggil adik-adiknya, semasa di SLTA pernah menulis teatrikal puisi berjudul Dzikir Dajjal sekaligus menyutradarai pementasannya bersama Teater Mbambung di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). Pernah meraih Juara II lomba menulis artikel se-MAN I Surakarta (1994). Pernah menjadi pemenang I dalam lomba baca puisi relijius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair94 dan ICMI Orwil Jateng di Semarang, 1994). Pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eks Keresidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda, UNS Surakarta, 1994). Ia juga pemenang pertama lomba pidato bahasa Arab se-Jateng dan DIY yang diadakan oleh UMS Surakarta (1994). Meraih Juara I lomba baca puisi Arab tingkat Nasional yang diadakan oleh IMABA UGM Jogjakarta (1994). Pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) mengisi acara Syharil Quran Setiap Jumat pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan, Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja. Beberapa penghargaan bergengsi lain berhasil diraihnya antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005 dan IBF Award 2006. Dari novelnya yang berjudul "Ayat-ayat

Cinta" dia sudah memperoleh royalti lebih dari 1,5 Milyar, sedangkan dari buku-bukunya yang lain tidak kurang ratusan juta sudah dia kantongi.

Beberapa karya populer yang telah terbit antara lain, Ketika Cinta Berbuah Surga (MQS Publishing, 2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (Republika, 2005), Ayat-Ayat Cinta (RepublikaBasmala, 2004), Diatas Sajadah Cinta (telah disinetronkan Trans TV, 2004), Ketika Cinta Bertasbih (Republika-Basmala, 2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Republika-Basmala, 2007) dan Dalam Mihrab Cinta (Republika-Basmala, 2007). Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, Bulan Madu di Yerussalem, dan Dari Sujud ke Sujud (kelanjutan dari Ketika Cinta Bertasbih). Selain novelis, sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini juga dikenal sebagai sutradara, dai, dan penyair. Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tapi juga di mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan dan Australia. Karyakarya fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca. Di antara karya-karyanya yang telah beredar di pasaran adalah Ayat-Ayat Cinta (telah dibuat versi filmnya, 2004), Di Atas Sajadah Cinta (telah disinetronkan Trans TV, 2004), Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), Ketika Cinta Bertasbih (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Desember, 2007) Dalam Mihrab Cinta (2007), Bumi Cinta, (2010) dan The Romance. Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, dan Bulan Madu di Yerussalem. Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri.

Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya. Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi. Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis. Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis. Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat Serangkai-yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur--memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S. Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan dengan Bung Karno. Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster yang merupakan ide Soekarno itu menggambarkan seseorang yang dirantai tapi rantainya sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang dituliskan di poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar. Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah. Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India. Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi

cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum revolusi. Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan perikemanusiaan dan dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan seorang pelukis rendah hati yang masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah. Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya. Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi pun, pameran di sana. Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman itu dengan kalem. Karuan saja semua tertawa. Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna. Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self-portrait Affandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.

[sunting] Affandi dan melukis


Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang meraih gelar Doktor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974 ini dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering menumpahkan langsung cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya,

bermain dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu. Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya. Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, Aliran apa itu?. Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia dikenal sebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil dan renik dianggapnya momok besar. Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang maestro yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak overacting. Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, dia menjawab, Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai omong. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa lukisan. Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Dia melukis seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut sebagai tukang gambar. Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga. Kalau anak saya sakit, saya pun akan berhenti melukis, ucapnya. Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis. Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak jauh dari museum yang didirikannya itu.

[sunting] Museum Affandi

Kopi dari lukisan diri yang dibuat oleh pelukis Affandi sendiri

Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan Presiden Soeharto dan Mantan Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada Juni 1988 kala keduanya masih berkuasa. Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya. Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga selesai, sehingga tidak dijual. Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, dan lainlain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi. Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain "Apa yang Harus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain. Ada pula lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.

[sunting] Affandi di mata dunia


Affandi memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena berbagai kelebihan dan keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya berbagai sebutan

dan julukan membanggakan antara lain seperti julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia bahkan julukan Maestro. Adalah Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia, sementara di Florence, Italia dia telah diberi gelar Grand Maestro. Berbagai penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria yang hampir seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini. Di antaranya, pada tahun 1977 ia mendapat Hadiah Perdamaian dari International Dag Hammershjoeld. Bahkan Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia pun mengangkatnya menjadi anggota Akademi Hak-Hak Azasi Manusia. Dari dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya, di antaranya, penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugrahkan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di Yogyakarta. Bahkan seorang Penyair Angkatan 45 sebesar Chairil Anwar pun pernah menghadiahkannya sebuah sajak yang khusus untuknya yang berjudul "Kepada Pelukis Affandi". Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis, Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Di negara India, dia telah mengadakan pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia. Di Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels, Paris, dan Roma. Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brasil, Venezia, San Paulo, dan Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat namanya dikenal di berbagai belahan dunia. Bahkan kurator terkenal asal Magelang, Oei Hong Djien, pernah memburu lukisan Affandi sampai ke Rio de Janeiro.

[sunting] Penghargaan dan lain-lain


Agama: Islam Istri

1. Maryati (istri pertama) 2. Rubiyem (istri kedua)

Anak

1. Kartika Affandi 2. Juki Affandi BSc 3. Rukmini (adik tiri)

Penghargaan

1. Piagam Anugerah Seni, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1969 2. Doktor Honoris Causa dari University of Singapore, 1974 3. Dag Hammarskjld, International Peace Prize (Florence, Italia, 1997)

4. Bintang Jasa Utama, tahun 1978 5. Julukan Pelukis Ekspresionis Baru Indonesia oleh Koran International Herald Tribune 6. Gelar Grand Maestro di Florence, Italia

Pameran Museum of Modern Art (Rio de Janeiro, Brazil, 1966) East-West Center (Honolulu, 1988) Festival of Indonesia (AS, 1990-1992) Gate Foundation (Amsterdam, Belanda, 1993) Singapore Art Museum (1994) Centre for Strategic and International Studies (Jakarta, 1996) Indonesia-Japan Friendship Festival (Morioka, Tokyo, 1997) ASEAN Masterworks (Selangor, Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998) Pameran keliling di berbagai kota di India. Pameran di Eropa al: London, Amsterdam, Brussels, Paris, Roma Pameran di benua Amerika al: Brazilia, Venezia, So Paulo, Amerika Serikat Pameran di Australia Buku tentang Affandi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

1. Buku kenang-kenangan tentang Affandi, Prix International Dag Hammarskjld, 1976, 189 halaman. Ditulis dalam empat bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda, Perancis, dan Indonesia. 2. Nugraha Sumaatmadja, buku tentang Affandi, Penerbitan Yayasan Kanisius, 1975 3. Ajip Rosidi, Zaini, Sudarmadji, Affandi 70 Tahun, Dewan Kesenian Jakarta, 1978. Diterbitkan dalam rangka memperingati ulang tahun ketujuh puluh. 4. Raka Sumichan dan Umar Kayam, buku tentang Affandi, Yayasan Bina Lestari Budaya Jakarta, 1987, 222 halaman. Diterbitkan dalam rangka memperingati 80 tahun Affandi, dalam dua bahasa, yakni Bahasa Inggris dan Indonesia.

5. 6. Sumber Foto: link

7. Kevin Salim seorang anak lelaki dari Indonesia yang baru berusia 10 tahun berhasil menjadi pemenang dalam festival International Childrens and Youths Art. Dalam festival internasional ini, dewan juri memilih karya Kevin Selim setelah menyeleksi 25.500 karya yang dikirimkan oleh pelukis anak-anak dari 56 negara. 8. Festival yang bertemakan Always Green, Always Blue tersebut diselenggarakan di Torun, Polandia dan merupakan festival yang telah diselenggarakan untuk ke-15 kalinya. Festival tahunan ini bertujuan untuk saling mendekatkan hubungan antar bangsa melalui karya seni anak-anak. 9. Hadiah kemudian diserahkan oleh Ketua Dewan Juri XV International Childrens and Youths Art Competition melalui Dubes RI untuk Warsawa, Polandia, Hazairin Pohan yang selanjutnya akan dikirimkan ke Indonesia. 10. Selain itu, sebanyak 13 lukisan karya anak-anak Indonesia lainnya juga mendapat kehormatan untuk dipajang dalam pameran di Galeria and Children Artistic and Creativity Center, Torun karena dinilai sangat bagus. Beberapa peserta dari Indonesia, yaitu Sanggar Seni Energi (Pekanbaru), Cissie Art Creative (Jakarta Utara), Sanggar Lukis Suwito (Denpasar), Merak Ati Childrens Art Studio (Surabaya), Ananda Visual Art Studio (Bandung), dan Rumah Seni Adhi Cita (Bandung) juga mendapatkan penghargaan dari dewan juri festival tersebut. 11. Ketua penyelenggara festival, Dariusz Delik, menyatakan kekagumannya atas karyakarya anak Indonesia. Menurutnya, karya-karya anak Indonesia sangat khas dan dapat menggambarkan kedekatan anak pada lingkungan alam yang natural, serta mengekspresikan kebanggaan pada tanah airnya 12. ebanyak 15 seniman kontemporer Indonesia berpartisipasi dalam sebuah pameran seni kontemporer bertajuk Beyond the East: a Gaze on Indonesian Contemporary Arts yang dibuka Selasa malam (15/11) bertempat di Museum Seni Kontemporer Roma (MACRO), Italia. 13. Beyond the East yang berlangsung selama 2 bulan, hingga 15 Januari 2012 merupakan 1 dari 11 pameran seni dalam rangkaian kegiatan besar Pameran Kebudayaan Internasional Dua Tahunan Roma, bertema Vie della Seta (Jalan Sutera), yang didukung oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kebudayaan Italia . 14. Keikutsertaan para seniman Indonesia pada pameran di Roma didukung oleh Ciputra Artpreneur Center bekerjasama dengan KBRI Roma dan Glocal Project Consulting dengan Dr. Dominique Lora, pakar sejarah seni, sebagai kurator karya seni Indonesia, yang untuk pertama kalinya masuk di MACRO, Roma, salah satu museum seni kontemporer terkemuka di Eropa. Pembukaan pameran Beyond the East dihadiri ratusan tamu undangan, sebagian besar dari kalangan kolektor dan pencinta seni bukan hanya dari Italia, tetapi juga dari Negaranegara tetangga Italia, termasuk Inggris, dan Belanda. Sambil menikmati berbagai kudapan tradisional Indonesia, para tamu menyampaikan apresiasinya terhadap karya seni Indonesia, yang dianggap asli, penuh warna dan padat dengan nuansa spiritual yang mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia. 15. Menurut Rina Ciputra Sastrawinata, Presiden Direktur Ciputra Artpreneur Center yang selama 30 tahun memberikan dukungan terhadap perkembangan karya seni di Indonesia, ke-15 seniman Indonesia ini menciptakan karyanya dengan menggunakan berbagai bahan dasar dan mencerminkan kekuatan yang bertolakbelakang antara modernitas dan tradisi, baik di tataran lokal maupun global. Harapan Rina Ciputra Sastrawinata,

melalui Beyond the East, seni kontemporer Indonesia dapat semakin dikenal di dunia internasional. 16. Senada dengan Rina, Kuasa Usaha Sementara KBRI Roma, Priyo Iswanto, di hadapan para wartawan yang menghadiri konferensi pers di kompleks museum MACRO, Selasa pagi, mengatakan, Indonesia mempunyai latar belakang budaya dan tradisi yang sangat kaya dan beragam, yang tergambar dalam karya seni kontemporer di Roma. 17. Indonesia senantiasa menjaga nilai-nilai tradisional, namun terus berkembang semakin modern tanpa meninggalkan akarnya. Ditambahkannya, pameran seni kontemporer akan melengkapi berbagai promosi yang dilakukan KBRI Roma selama ini, terutama dalam bidang pariwsata, perdagangan dan investasi (TTI). Hal ini juga diharapkan dapat memperkuat dan memperluas cakupan hubungan bilateral antara Indonesia dan Italia. 18. 15 seniman Indonesia yang ikut pameran Beyond the East di Roma, yaitu, Agus Suwage, Arya Panjalu, Astari Rashid, Budi Kustaro, Eko Nugroho, Entang Wiharso, Fx Harsono, Heri Dono, Made Wianta, Melati Suryodarmo, Mella Jaarsma, S. Teddy Darmawan Titarubi, Ugo Untoro dan Yuli Praytono 19. Sumber: KBRI Roma Written by Sylvie Tanaga on 22 March 2012

Meski Indonesia termasuk negara yang kaya dengan seni lukis, ternyata tak banyak museum yang menceritakan sejarah lukisan tanah air. Melihat situasi ini, seorang seniman bernama Nyoman Gunarsa berinisiatif merintis berdirinya Museum Seni Lukis Kontemporer Indonesia (SLKI).

Museum ini terletak di di Papringan, Yogyakarta yang diresmikan 31 Maret 1989 oleh Sri Paku Alam VIII dan Clare Wolfowizt. Bangunan museum dengan luas 1.000 meter persegi ini awalnya merupakan tempat tinggal Nyoman Gunarsa yang terdiri dari dua bangunan bercorak tradisional dengan kombinasi modern. Tentu tak mudah mengumpulkan sejumlah lukisan dari berbagai jaman. Setelah melalui berbagai perjuangan, Nyoman Gunarsa pun sukses mengumpulkan sekitar 500 karya lukis dari berbagai generasi termasuk lukisan-lukisan pribadi karyanya. Selain itu, Nyoman Gunarsa juga berhasil mendokumentasi karya pelukis-pelukis Indonesia yang berprestasi khususnya dalam hal seni lukis kontemporer Indonesia. Beberapa koleksi unggulannya antara lain lukisan dengan judul Subali Sugriwa dan Spirit Hamengku Buwono IX. Pada 2010, Nyoman Gunarsa memindahkan aktifitas museum ke kampung halamannya di Klungkung Regency, Bali dengan nama Museum Seni Lukis Bali. Museum ini persisnya berlokasi di dekat Desa Banda, Takmung atau sekitar tiga kilometer arah barat dari kota Semarapura. Tak kalah dengan museum sebelumnya, Museum Seni Lukis Bali dibangun eksotik dengan tiga arsitektur khas Bali yang terdiri dari gabungan unsur tradisional-kontemporer. Di lantai dasar, Anda dapat menyaksikan aneka lukisan dan patung karya Nyoman Gunarsa sekaligus koleksi tari Barong. Lantai dua adalah tepat dipamerkannya beberapa produk bersejarah lengkap dengan koleksi gapura Bali antik dari kayu, lukisan kuno, patung-patung kuno dan aneka produk antik lainnya yang bernilai sejarah tinggi. Patung-patung tradisional Bali, berbagai wayang dan keris peninggalan zaman Kerajaan Gelgel hanyalah bagian kecil di antara koleksi museum ini. Hal menarik yang juga dapat Anda saksikan di museum ini adalah karya-karya Nyoman Gunarsa yang menakjubkan seperti sejumlah lukisan yang digantung dengan indah di dinding. Lukisan lainnya tergantung di bagian tengah ruangan dengan desain interior yang berbeda, sangat menyatu dengan arsitektur bangunan museum itu sendiri. Nyoman Gunarsa sendiri memang merupakan seorang pelukis asal Bali. Hampir seluruh lukisan masterpiece-nya terinspirasi dari cerita rakyat di Bali seperti tarian rakyat, musik tradisional, upaara adat dan legenda Hindu Dharma. Sangat unik dan menggelitik. Tempat ini akan menyerupai sebuah taman yang menjadi surga bagi para pecinta barang antik. Beberapa karya di antaranya akan mengingatkan Anda pada sejarah seni di Pulau Dewata yang juga kental dengan nuansa religius. Fasilitas yang terdapat di museum ini antara lain adalah toko buku dan souvenir, coffee shop, rest room serta taman yang luas serta area parkir di depan museum.

Tunggu apa lagi? Mari segera saksikan jejak sejarah lukisan Indonesia dan juga Bali di Museum Seni Lukis Bali. Tak perlu diragukan lagi, Anda akan mendapatkan pemahaman dan pengalaman baru yang memancing inspirasi dan kreasi dalam kehidupan Anda.

Anak-anak Indonesia Ternyata Ahli Rancang Robot, Terbukti Jadi Juara Olimpiade Robot Internasional
27 Mei 2011 2 Komentar by pimpii in dream indonesia, MOTIVASI, teknologi Tag:ahli robot indonesia, anak indonesia berprestasi, indonesia pakar robot, juara olimpiade robot

ilustrasi Sudah saatnya Indonesia berhenti menjadi negara dengan peng-ekspor TKI (baca : pembantu) ke luar negeri. Karena masih banyak prestasi yang dimiliki oleh bangsa ini yang dapat mengharumkan nama bangsa. Suatu saat nanti Indonesia boleh berharap menjadi salah satu negara pengirim ahli-ahli rancang robot ke mancanegara. Seperti prestasi membanggakan yang berhasil diraih oleh putra-putri Indonesia di Abu Dhabi dalam Kompetisi Rancang Robot di Olimpiade Robot Internasional (WRO) Arabia yang meliputi kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Kompetisi yang diselenggarakan pada 4 Mei 2011 itu diikuti oleh 1.500 pelajar dari negaranegara Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Bahrain, Oman, dan Mesir, demikian siaran pers Kedubes RI di Abu Dhabi yang diterima ANTARA Sabtu. Tim dari sekolah Jubilee International School Abu Dhabi, UAE, yang diwakili oleh Sita Ilmidani Taribi (11 tahun), Suta Ilmidani Taribi (11) dan Adinda Naura Salsabila (10) berhasil merebut juara pertama di tingkat Sekolah Dasar.

Mereka adalah putra-putri dari kalangan professional asal Indonesia yang bekerja di industri perminyakan Abu Dhabi. KBRI Abu Dhabi mencatat terdapat 248 pelajar/mahaiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan dari tingkat dasar hingga master dan doktor di berbagai sekolah/universitas setempat yang memiliki akreditasi internasional. Para pelajar asal Indonesia tersebut berhasil merebut juara pertama pada jenis Kategori Umum (Regular) dengan merancang dan memprogram sebuah robot dalam jangka waktu tertentu. Juri menetapkan ketiga anak Indonesia tersebut sebagai pemenang karena robot rancangan mereka berhasil dengan sangat baik melalui serangkaian tugas yang ditentukan panitia, yakni melalui lorong yang berliku-liku dalam waktu sesingkat mungkin dan naik turun tangga di permukaan yang tidak rata. Menurut Kepala Badan Pendidikan Abu Dhabi (ADEC), Dr Mugheer Al Khaili, pemenang kompetisi WRO Arabia 2011 akan diikutkan dalam kompetisi sejenis tingkat internasional yang akan diselenggarakan pada November 2011 di Abu Dhabi juga. WRO Arabia 2011 yang diselenggarakan oleh Abu Dhabi Education Council (ADEC) mempertandingkan tiga kategori yaitu Regular, Open dan Football category, dengan tiga kelompok umur: Elementary (SD), Junior High (SMP) dan High School (SMA). Dubes RI M. Wahid Supriyadi dalam sambutannya yang disampaikan di tengah-tengah acara pertemuan masyarakat bersamaan dengan kedatangan Kepala BKPM, Gita Wirjawan, menyatakan kegembiraannya karena hal ini dapat mengangkat nama baik Indonesia di UAE. Asal tahu saja : Indonesia selama ini lebih dikenal sebagai salah satu negara pengirim pembantu terbanyak. source : AntaraNews Baca juga : Siswa SMP Sidoarjo Juara Kontes Robot di Singapura Robot Angklung Buatan Anak SD dan SMP Anak Indonesia Raih Emas dalam Robogames 2010 Nasa Tertarik dengan Robot Buatan Siswi Indonesia Nasa Ternyata Gunakan Teknologi Indonesia Tahun 2012 Satelit Buatan Anak Indonesia Siap Mengorbit Profil Morollipi, Robot Militer Buatan Indonesia

GamelaTron Robot Pemain Gamelan

Anda mungkin juga menyukai