Modul 2.2 - Teori SPR - Surface Plasmon Resonan
Modul 2.2 - Teori SPR - Surface Plasmon Resonan
(2)
Selanjutnya koefisien pemantulan dari gelombang p dirumuskan seperti persamaan (3).
0
1
'
1
'
2
,
_
p
E
p
p
p
E
E
r
(3)
Dengan Ep=0 menunjukkan hanya ada gelombang yang dibiaskan yaitu E2p yang
berada pada medium 2 sebab gelombang p datang dari medium 1. dari persamaan (3) dan
persamaan (2) dan mengasumsikan 2=1, diperoleh rumus Fresnel [11] seperti pada
persamaan 4.
1 2 2 1
1 2 2 1
cos cos
cos cos
n n
n n
r
p
+
(4)
2. Gelombang evanescent
Apabila cahaya datang mempunyai sudut lebih besar dari sudut kritis maka akan
terjadi pemantulan sempurna, dimana energi dari cahaya datang akan dipantulkan
seluruhnya. Namun dalam hal ini tidak berarti tidak ada cahaya yang dibiaskan. Terdapat
cahaya yang dibiaskan secara eksponensial terhadap jarak dari antar muka yang dapat
dijelaskan sebagai berikut. Persamaan gelombang elektromagnetik dari gelombang datang,
gelombang refleksi dan gelombang bias (seperti Gambar 1) dapat dituliskan sebagai
gelombang datang (persamaan (5)), gelombang pantul (persamaan (6)) dan gelombang bias
(persamaan (7)).
( ) [ ]
( ) [ ] t r k i H H
t r k i E E
1 1 1 1
1 1 1 1
exp
exp
(5)
( ) [ ]
( ) [ ] t r k i H H
t r k i E E
'
1 1
'
1
'
1
'
1 1
'
1
'
1
exp
exp
(6)
( ) [ ]
( ) [ ] t r k i H H
t r k i E E
2 2 2 2
2 2 2 2
exp
exp
(7)
_
_ _
_ _
_ _
Dengan ki = (kix, kiy _ kiz), i = 1, 2; r = (x y_ z); 1, 1
,
_
(8)
_
_
_
_
_ _
dengan menggunakan hubungan geometri k2z dapat dituliskan menjadi persamaan (9).
1
2
2
1
2
1
2
1 1
2 2
1
2
1
2
2
sin sin
,
_
,
_
n
n
k k k
n
n
k
z
(9)
_ _ _
_
_
Dari persamaan (9) dapat ditinjau dua hal yaitu kondisi jika n2 n1 maka k2z R dan jika
n2 n1 maka k2z I. Persamaan (10) mengGambarkan persamaan pada keadaan sudut kritis.
c
n
n
sin
1
2
(10)
Pada keadaan sudut kritis, persamaan (9) dapat dituliskan menjadi persamaan (11).
_
_
1
2 2
1 2
sin sin
c z
k k (11)
Dari persamaan (11) jika
c
2
1
2
sin sin > maka I k
z
2
misalkan i k
z
2
, kemudian
substitusikan ke persamaan (6) sehingga diperoleh persamaan (12)
( ) [ ]
( ) [ ] t xk i e E E
t xk i e E E
x
z
x
z
2 2 2
2 2 2
exp
exp
(12)
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa besar dari gelombang bias akan
meluruh secara eksponensial terhadap jarak dari antarmuka yang dikenal sebagai gelombang
evanescent.
3. Surface Plasmon Resonance
Pada 1962, Ferrell dan Stern memperkirakan Surface PlasmonWave dapat terbentuk
dari gelombang bidang, Surface Plasmon Wave juga dapat menghasilkan kondisi resonansi
[12] dengan persamaan (13).
2 1
2 1
+
c
k
sp
(13)
_
_ _
Resonansi terjadi dimana cahaya datang harus memenuhi beberapa kondisi, energi
total akan dikopel kedalam plasmon pada antarmuka logam hingga terjadi resonansi, yang
penjelasannya adalah sebagai berikut. Untuk gelombang-p, persamaan gelombang
elektromagnetik dari gelombang datang dan gelombang bias untuk z > 0 dinyatakan oleh
persamaan (14) dan untuk z < 0 dinyatakan oleh persamaan (15).
( ) [ ]
( ) [ ] t z k x k i
E
E
E
t z k x k i H H
z x
z
x
z x y
,
_
,
_
1 1
1
1
1
1 1 1 1
exp 0
exp
0
0
(14)
_
_ _
( ) [ ]
( ) [ ] t z k x k i
E
E
E
t z k x k i H H
z x
z
x
z x y
,
_
,
_
2 2
2
2
2
2 2 2 2
exp 0
exp
0
0
(15)
Dengan menggunakan persamaan Maxwell dan penerapan syarat kontinuitas pada
bidang batas akan diperoleh persamaan (18). Persamaan Maxwell diperlihatkan pada
persamaan (16).
0
0
1
1
i
i i
i
i
i
i i
H
E
t
H
c
E
t
E
c
H
(16)
Selanjutnya, syarat kontinuitas pada bidang batas diperlihatkan dalam persamaan (17).
x x x
z z y y x x
k k k
E E H H E E
2 1
2 2 1 1 2 1 2 1
(17)
Penerapan sayarat batas tersebut pada persamaan Maxwell, akan diperoleh hubungan seperti
yang diperlihat oleh persamaan (18).
2
2 2
2
1
2
1
,
_
+
c
k k
k
k
i zi x
z
z
(18)
Selanjutnya diperoleh persamaan (19). Karena 2_2i_ _2, persamaan (19) dapat ditulis
menjadi persamaan (20).
2 1
2 1
+
c
k
x
(19)
( )
'
,
_
,
_
+
2
'
2
' '
2
2
3
1
' '
2
1
'
2 ' '
2
1
1
' '
2
1
'
2 '
' ' '
2
c
k
c
k
ik k k
x
x
x x x
(20)
Dari persamaan (20) hanya digunakan bagian real karena bagian imajiner merupakan
redaman atau absorpsi internal. Dengan demikian vektor gelombang dari Surface Plasmon
Wave pada arah x dinyatakan oleh k_ x, seperti pada persamaan (21).
' '
2 1
' '
2 1 '
+
c
k
x
(21)
dengan 2 _2 diperoleh
( ) R
c
k
x
+
2 , 1
2 1
2 1
(22)
Persamaan (22) disebut kondisi resonansi dari gelombang surface plasmon. Dengan
membandingkan persamaan (18) dan (22), Jika 2 =0, 1 0 dan 2,_ _ 1 (antarmuka udara logam),
kx _ sehingga kzi I. Bilangan kompleks pada arah z menunjukkan surface plasmon nonradiatif
dan energi akan meluruh secara eksponensial dari antarmuka [12]. Resonansi dari
gelombang surface plasmon tidak dapat langsung terbentuk dari gelombang cahaya karena
momentumnya terlalu lemah [4] sehingga digunakan couplers untuk menambah besar
momentum, Salah satu struktur kopling yang digunakan adalah prism coupler, dimana
fenomena gelombang surface plasmon resonance dapat terjadi melalui resonansi gelombang
evanescent dengan gelombang surface plasmon.
4. Pandu gelombang optik tiga lapisan
Gambar 2 adalah pandu gelombang tiga lapisan dengan struktur Kretschmann. Dengan
menggunakan persamaan Fresnel, kita dapat menganalisa konstanta dielektrik dan ketebalan
optik. Persamaan Fresnel [11] ditunjukkan oleh persamaan (23).
Gambar 2 Struktur Kretchmann untuk menghasilkan SPR
_
_
_
_
_
_
( )
c
k k k
s q k
p q
k Z
Z Z
Z Z
r
s p q
r r
r r
r
i iz
iz
iz
i
q
i
q
j
q
i
q
j
q
i
ij
d ik q q
d ik q q
q
iz
iz
'
+
+
0
2 / 1
2
0 0
2
23 12
2
23 12
, sin
,
, ,
exp 1
exp
(23)
Gambar 10 adalah plot Rp () menggunakan GNUPlot (perhitungan numerik
diselesaikan dengan GFORTRAN) untuk cahaya datang yaitu laser He-Ne 632.8 nm dengan
tebal lapisan emas 50 nm, dimana Rp () didefinisikan dari r2 p_ . Dari kurva dapat ditinjau
bahwa hanya gelombang p yang dapat menimbulkan resonansi pada gelombang surface
plasmon. Dari persamaan (23) yang mempengaruhi koefisien refleksi (Rp) diantaranya
adalah tebal dari film logam (d), frekuensi dari cahaya datang (), sudut datang () dan
permitivitas (1 _ 2 _ 3). Besaran yang diketahui adalah dengan frekuensi () dari laser He-Ne
( = 632.8 nm), bahan prisma yang digunakan adalah LaSFN9 (n = 1.845 pada = 632.8
nm) dan indeks bias dari logam emas untuk = 632.8 nm (n2) adalah (0.1726 + 3.4218i),
Untuk menentukan permitivitas dari medium ketiga dapat dilakukan fitting kurva data hasil
eksperimen dan masukan data pada persamaan Fresnel dengan menggunakan metode
nonlinear least-squares.
Untuk mengamati fotoisomerisasi dari molekul-molekul azobenzen disulfida,
setidaknya terdapat 4 medium pada spektroskopi Surface Plasmon Resonance. medium 1
adalah prisma yang mempunyai nilai indeks bias lebih besar daripada udara kemudian
medium 2 adalah logam emas pada dasar prisma yang juga merupakan tempat terbentuknya
monolayer dari molekul-molekul yang digunakan (medium 3), lalu pada kedua medium
(logam emas dan molekul) terdapat larutan tertentu (medium 4). Grafik fungsi dari refleksi
terhadap sudut Rp _ _ untuk 4 medium yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 2.11 untuk
gelombang p (gelombang TM).
2.5 Konfigurasi Surface Plasmon Resonance
Set-up peralatan SPR umumnya berdasarkan konfigurasi yang diperkenalkan oleh
Kretschmann [13, 4]. Set-up peralatan SPR ditunjukkan pada Gambar 3. Bagian utama dari
peralatan SPR adalah laser HeNe ( = 632.8 nm), prisma simetris 90_ yang berindeks bias
tinggi (LaSFN9, n = 1.845 pada = 633 nm) dan fotodioda.
Gambar 3 Set up sample holder pada peralatan SPR
2.6 Pengukuran Kuantitatif
Pada umumnya terdapat dua mode pada peralatan SPR yaitu mode scan dan mode
kinetics. Pada mode kurva scan menampilkan perubahan intensitas cahaya yang dipantulkan
oleh bagian dasar prisma sebagai fungsi dari sudut datang sedangkan Pada mode kinetics
kurva kinetics menampilkan perubahan intensitas dari cahaya yang dipantulkan pada sudut
datang tertentu sebagai fungsi waktu. Contoh spektrum scan SPR dan kinetics SPR
ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Contoh mode scan dan mode kinetics dari SPR
3.2 Penentuan ketebalan monolayer dan Fotoisomerisasi
3.2.1 Penentuan ketebalan monolayer
Untuk mengestimasi ketebalan optik dan konstanta dielektrik monolayer dari masing-
masing molekul yaitu dengan cara mencocokkan kurva data hasil eksperimen dengan kurva
yang dihasilkan oleh persamaan Fresnel (2.23). fitting kurva dapat dilakukan secara iterative
atau manual dengan metode nonlinear least-squares dengan menggunakan software
WINSPALL 2.20. Estimasi dilakukan pertama kali untuk sistem tiga lapisan yang terdiri dari
prisma (r = 3.405), lapisan emas (d = 48 nm, r = -12.9 dan i = 1.3) dan pelarut heksan
( = 1.88). Nilai yang dimasukkan merupakan nilai parameter untuk persamaan Fresnel
sebelum dicocokkan dengan data eksperimen. Kemudian dilakukan pencocokkan kurva
terlebih dahulu pada daerah sudut kritis untuk menentukan konstanta dielektrik dari pelarut,
hasil sebelum dan sesudah fitting ditunjukkan pada gambar 3.2
Gambar 3.2 Hasil fitting untuk menentukan indeks bias pelarut heksan. sebelum fitting (atas) dan sesudah
fitting (bawah)
Dari hasil simulasi diperoleh konstanta dielektrik pelarut heksan (r = 1.8834),
kemudian dilakukan fitting kurva pada daerah sudut minimum untuk menentukkan konstanta
dielektrik serta ketebalan dari lapisan emas. Hasil sebelum dan sesudah fitting ditunjukkan
pada gambar 3.3. Dari hasil simulasi diperoleh konstanta dielektrik lapisan emas (r =
-12.9925, i = 1.2805) dengan ketebalan (d = 485.8 ). Hasil keseluruhan simulasi untuk
mengestimasi konstanta dielektrik pelarut heksan serta konstanta dielektrik dan ketebalan
dari lapisan emas ditunjukkan pada gambar 3.4.
Gambar 3.3 Hasil fitting untuk menentukan ketebalan dan konstanta dielektrik substrat emas. sebelum
fitting (atas) dan sesudah fitting (bawah)
Gambar 3.4 Hasil fitting spektrum SPR untuk substrat emas didalam pelarut heksan
Simulasi dilanjutkan dengan sistem empat lapisan dengan penambahan lapisan
azobenzen disulfida (d = 4.45 nm, r = 2.25). Kemudian dilakukan fitting kurva pada daerah
sudut SPR untuk menentukan ketebalan lapisan azobenzen disulfida. Hasil fitting
ditunjukkan pada gambar 3.5
Gambar 3.5 Hasil fitting spektrum SPR untuk substrat emas didalam pelarut heksan
Dari hasil simulasi diperoleh ketebalan lapisan azobenzen disulfida (d = 4.98 nm).
Karena fotoisomerisasi monolayer azobenzen disulfida ditinjau didalam larutan buffer maka
simulasi kembali dilakukan pada daerah sudut kritis untuk data eksperimen pada larutan
buffer. Fitting kurva juga dilakukan pada daerah sudut SPR untuk menentukan ketebalan
lapisan azobenzen disulfida didalam larutan buffer. Hasil fitting kurva ditunjukkan pada
gambar 3.6
Gambar 3.6 Hasil fitting untuk menentukan ketebalan monolayer dan indeks bias larutan buffer
pada kondisi trans
Dari hasil simulasi diperoleh ketebalan lapisan azobenzen disulfida (d = 4.69 nm) pada
larutan buffer yang merupakan ketebalan lapisan untuk isomer trans sedangkan ketebalan
lapisan azobenzen disulfida untuk isomer cis diperoleh dengan melakukan fitting kurva
untuk data eksperimen pada saat lapisan tersebut disinari cahaya UV. Hasil fitting kurva
untuk lapisan azobenzen disulfida disinari cahaya UV ditunjukkan pada gambar 3.7.
Ketebalan lapisan azobenzen disulfida yang diperoleh pada isomer cis adalah d = 4.42 nm.
Dari hasil fitting kurva tersebut dapat ditentukan perbedaan ketebalan antara isomer trans
dan isomer cis.
Gambar 3.7 Hasil fitting untuk menentukan ketebalan monolayer pada kondisi cis
Daftar Pustaka
[1] Jason Quenneville. First Principles Studies of cis-trans
photoisomerization dynamics and excited states in ethylene,
stilbene, azobenzene and tatb. PhD thesis, University of illinois,
2003.
[2] Winter B. Weber R. and Hertel I.V. Photoemission from azobenzene
alkanethiol selfassembled monolayers. J. Phys. Chem B,
107(31):7768-7775, July 2003.
[3] Abe K. Tamada K. and Nagasawa J. Tamaki T., Akiyama H.
Photoreactivity in selfassembled monolayers formed from
asymmetric disulfides having para-substituted azobenzenes. J. Phys.
Chem B, 107(1):130-135, October 2003.
[4] Knoll W. Integrated optics for the characterization of photoreactive
organic thin film. Pure Appl.Chem, 67(1):87-94, 1995.
[5] van Veggel F.C.J.M. Flink S. and Reinhoudt D.N. Sensor functionalities
in selfassembled monolayers. Adv.Mater, 12(18):1315-1328,
September 2000.
[6] Akiyama H. Tamada K. and Wei T. X. Photoisomerization reaction of
unsymmetrical azobenzene disulfide self-assembled monolayers
studied by surface plasmon spectroscopy. Langmuir, 18(13):5239-
5246, April 2002.
[7] Mermut O. El Halabieh R.H. and Barret C.J. Using light to control
physical properties of polymers and surface with azobenzene
chromophores. Pure Appl.Chem, 76(78):1445-1465, 2004.
[8] Brzozowski L. and Sargent E.H. Azobenzene for photonic network
application : Thirdorder nonlinear optical properties. Material in
Electronic, 12:483-489, 2001.
[9] Uli Jonas. lecture IntroSurfChem 1e.pdf. http://www.mpip-
mainz.mpg.de.
[10] Ulman A. An Introduction to Ultrathin Organic Films, From Langmuir-
Blodgett to Self-Assembly. Academic Press, Inc, 1991.
[11] Yeh P. Optical Waves in Layered Media. John Wiley and Sons, Inc,
1998.
[12] Peng C.C. The design and fabrication of fiber-type surface plasmon
resonance sensor and polarizer by using d-shaped optical fiber.
Master's thesis, National Cheng Kung University, Jun 2004.
[13] Kretschmann E. and Raether H. Z. Radiative decay of non-radiatif
surface plasmon excited by light. Z.Naturforsch, 23:2135-2136,
1968.
[14] Peterlinz K.A. and Georgiadis R. In situ kinetics of self-assembly by
surface plasmon resonance spectroscopy. Langmuir, 12(20):4731-
4740, June 1996.