Anda di halaman 1dari 20

Penggunaan Spektroskopi Surface Plasmon

Resonance untuk Menentukan Ketebalan


Monolayer
Oleh
Fitrilawati
Said Sesiria
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran
2006
1. Pendahuluan
Spektroskopi surface plasmon resonance (SPR) merupakan teknik optik yang dapat
digunakan untuk mengukur kinetik adsorpsi molekul pada substrat secara insitu [9]. Teknik
ini merupakan pengukuran (probe) kuantitatif dengan cara mengukur intensitas cahaya
pantul pada bahan dielektrik. Teknik ini digunakan untuk mengamati interaksi dari berbagai
jenis biopolimer, seperti protein, ligand, membran termasuk didalamnya DNA [5]. Selain
digunakan untuk mengamati dan mengukur kinetik adsorpsi molekul, teknik SPR dapat
digunakan untuk menghitung konstanta keseimbangan, konstanta kinetik, perubahan indeks
bias, mengamati ikatan antar protein, mengamati kinetik disosiasi, dan mengukur ketebalan
monolayer [5,7].
Surface plasmon merupakan osilasi kolektif dari elektron bebas yang merambat pada
film logam tipis [1]. Surface plasmon juga didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik
yang merambat sepanjang interface lapisan logam tipis dan bahan dielektrik [5]. Eksitasi
surface plasmon memerlukan divais kopling berupa prisma yang memiliki indeks bias tinggi.
Panjang gelombang yang digunakan untuk eksitasi berada pada selang 630 1200 nm.
Dengan menggunakan konfigurasi Kretschmann [5,11] yang diperlihatkan pada gambar 2.9,
substrat optik (prisma) dilapisi oleh lapisan logam dengan ketebalan sekitar 50 nm [ 5,9
11,17 ].
Gambar 2.9 Konfigurasi Kretschmann yang menggunakan prisma sebagai kopling
sinar datang pada spektroskopi SPR
Surface plasmon ditentukan oleh sifat dari prisma, logam dan medium dielektrik
sekitar medim. Pada sudut sinar datang tertentu, elektron bebas dari logam beresonansi
dengan cahaya datang, mengakibatkan reflektansi menurun tajam sampai kondisi minimum.
Berdasarkan persamaan Maxwell, timbulnya surface plasmon mengakibatkan ketebalan (d )
dan konstanta dielektrik () dari medium yang berada disekitarnya akan berubah [5,11]. Hal
Substrat Au
tersebut menyebabkan SPR merupakan metode yang sangat ideal untuk memonitor reaksi
permukaan.
Surface plasmon dibangkitkan oleh gelombang datang yang terpolarisasi dalam
metode TM (tranverse magnetude) [5,11]. Jika gelombang datang mengenai permukaan
logam dielektrik, maka gelombang tersebut akan mengalami transmisi dan refleksi sesuai
dengan hukum Snellius. Jika sudut datang membesar, intensitas cahaya pantul mencapai
maksimum dan terjadi kondisi total internal reflection (TIR), yaitu suatu kondisi ideal
dimana tidak ada gelombang yang dibiaskan. Nilai sudut datang yang menjadi batas
terjadinya pemantulan total disebut sebagai sudut kritis (c).
Pemantulan total hanya dapat terjadi pada satu nilai sudut kritis saja, diatas nilai
sudut kritis akan terjadi pelemahan atau pengurangan intensitas sinar pantul. Kondisi ini
disebut Attenuated total reflection (ATR). Surface plasmon terjadi pada kondisi ATR, karena
pembangkitan surface plasmon memerlukan energi yang cukup besar dari gelombang datang.
Prinsip kerja spektroskopi SPR berdasarkan pada reflektansi sinar laser yang
terpolarisasi pada lapisan logam akibat pemantulan sempurna yang terjadi pada dasar prisma.
Pada sudut sinar datang tertentu (sudut kopling), momentum sinar laser akan sama dengan
momentum elektron pada logam. Pada kondisi ini, ion-ion logam akan terpisah dan bergetar
di permukaan membentuk surface plasmon sehingga energi laser pada permukaan logam
mencapai kondisi resonansi, akibatnya reflektansinya menjadi minimum. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa panjang gelombang laser yang mengenai prisma seluruhnya diadsorp
menghasilkan surface plasmon yang ditandai dengan timbulnya cahaya terang pada
permukaan substrat Au. Perubahan nilai indeks bias yang dapat diamati pada SPR menandai
proses pertumbuhan molekul dalam permukaan substrat emas. Set-up spektroskopi SPR
ditunjukan pada gambar 2.10
2.
3. Spektroskopi Surface Plasmon Resonance
Spektroskopi Surface Plasmon Resonance (SPR) adalah salah satu alat karakterisasi
optik yang dipakai untuk menentukan ketebalan dan konstanta dielektrik bahan serta
mengukur kinetik adsorpsi molekul pada suatu permukaan [4]. SPR bekerja berdasarkan
prinsip Attenuated Total Reflection (ATR).
Pemantulan sempurna terjadi apabila medium tempat jatuhnya cahaya mempunyai
indeks bias lebih besar dibandingkan dengan medium sekitarnya (n1 _ n2), Pemantulan yang
terjadi pada permukaan dengan medium yang mengabsorbsi mempunyai kesamaan dengan
pemantulan pada medium dielektrik. Oleh karena cahaya yang digunakan adalah cahaya
laser p-polarized maka pemantulan yang ditinjau adalah pemantulan dengan gelombang p
(gelombang TM), seperti ditunjukkan pada Gambar 1, dengan syarat batas yaitu kontinuitas
pada Ez dan Hy yang dituliskan pada persamaan (1) dan (2).
Gambar 1 Pembiasan dan pemantulan dari gelombang p (TM)
( ) ( )
2
'
2 2 1
'
1 1
cos cos
p p p p
E E E E + +
(1)
( ) ( )
'
2 2
2
2 '
1 1
1
1
p p p p
E E E E

(2)
Selanjutnya koefisien pemantulan dari gelombang p dirumuskan seperti persamaan (3).
0
1
'
1
'
2

,
_

p
E
p
p
p
E
E
r
(3)
Dengan Ep=0 menunjukkan hanya ada gelombang yang dibiaskan yaitu E2p yang
berada pada medium 2 sebab gelombang p datang dari medium 1. dari persamaan (3) dan
persamaan (2) dan mengasumsikan 2=1, diperoleh rumus Fresnel [11] seperti pada
persamaan 4.
1 2 2 1
1 2 2 1
cos cos
cos cos


n n
n n
r
p
+

(4)
2. Gelombang evanescent
Apabila cahaya datang mempunyai sudut lebih besar dari sudut kritis maka akan
terjadi pemantulan sempurna, dimana energi dari cahaya datang akan dipantulkan
seluruhnya. Namun dalam hal ini tidak berarti tidak ada cahaya yang dibiaskan. Terdapat
cahaya yang dibiaskan secara eksponensial terhadap jarak dari antar muka yang dapat
dijelaskan sebagai berikut. Persamaan gelombang elektromagnetik dari gelombang datang,
gelombang refleksi dan gelombang bias (seperti Gambar 1) dapat dituliskan sebagai
gelombang datang (persamaan (5)), gelombang pantul (persamaan (6)) dan gelombang bias
(persamaan (7)).
( ) [ ]
( ) [ ] t r k i H H
t r k i E E
1 1 1 1
1 1 1 1
exp
exp



(5)
( ) [ ]
( ) [ ] t r k i H H
t r k i E E
'
1 1
'
1
'
1
'
1 1
'
1
'
1
exp
exp



(6)
( ) [ ]
( ) [ ] t r k i H H
t r k i E E
2 2 2 2
2 2 2 2
exp
exp



(7)
_
_ _
_ _
_ _
Dengan ki = (kix, kiy _ kiz), i = 1, 2; r = (x y_ z); 1, 1

dan 2 masing-masing adalah


frekuensicahaya datang, frekuensi cahaya refleksi dan frekuensi cahaya bias. Selanjutnya
vektor gelombang k2z dapat diungkapkan dengan menerapkan kontinuitas pada syarat batas
di antarmuka seperti pada persamaan (8).
2
1
2
1
2
1
2 2
1
2
2
2
2
2
2 2 x x x z
k k
n
n
k k k k k

,
_


(8)
_
_
_
_
_ _
dengan menggunakan hubungan geometri k2z dapat dituliskan menjadi persamaan (9).
1
2
2
1
2
1
2
1 1
2 2
1
2
1
2
2
sin sin

,
_

,
_

n
n
k k k
n
n
k
z
(9)
_ _ _
_
_
Dari persamaan (9) dapat ditinjau dua hal yaitu kondisi jika n2 n1 maka k2z R dan jika
n2 n1 maka k2z I. Persamaan (10) mengGambarkan persamaan pada keadaan sudut kritis.
c
n
n
sin
1
2

(10)
Pada keadaan sudut kritis, persamaan (9) dapat dituliskan menjadi persamaan (11).
_
_
1
2 2
1 2
sin sin
c z
k k (11)
Dari persamaan (11) jika
c

2
1
2
sin sin > maka I k
z

2
misalkan i k
z

2
, kemudian
substitusikan ke persamaan (6) sehingga diperoleh persamaan (12)
( ) [ ]
( ) [ ] t xk i e E E
t xk i e E E
x
z
x
z
2 2 2
2 2 2
exp
exp

(12)
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa besar dari gelombang bias akan
meluruh secara eksponensial terhadap jarak dari antarmuka yang dikenal sebagai gelombang
evanescent.
3. Surface Plasmon Resonance
Pada 1962, Ferrell dan Stern memperkirakan Surface PlasmonWave dapat terbentuk
dari gelombang bidang, Surface Plasmon Wave juga dapat menghasilkan kondisi resonansi
[12] dengan persamaan (13).
2 1
2 1


+

c
k
sp
(13)
_
_ _
Resonansi terjadi dimana cahaya datang harus memenuhi beberapa kondisi, energi
total akan dikopel kedalam plasmon pada antarmuka logam hingga terjadi resonansi, yang
penjelasannya adalah sebagai berikut. Untuk gelombang-p, persamaan gelombang
elektromagnetik dari gelombang datang dan gelombang bias untuk z > 0 dinyatakan oleh
persamaan (14) dan untuk z < 0 dinyatakan oleh persamaan (15).
( ) [ ]
( ) [ ] t z k x k i
E
E
E
t z k x k i H H
z x
z
x
z x y

,
_

,
_

1 1
1
1
1
1 1 1 1
exp 0
exp
0
0
(14)
_
_ _
( ) [ ]
( ) [ ] t z k x k i
E
E
E
t z k x k i H H
z x
z
x
z x y

,
_

,
_

2 2
2
2
2
2 2 2 2
exp 0
exp
0
0
(15)
Dengan menggunakan persamaan Maxwell dan penerapan syarat kontinuitas pada
bidang batas akan diperoleh persamaan (18). Persamaan Maxwell diperlihatkan pada
persamaan (16).
0
0
1
1


i
i i
i
i
i
i i
H
E
t
H
c
E
t
E
c
H

(16)
Selanjutnya, syarat kontinuitas pada bidang batas diperlihatkan dalam persamaan (17).
x x x
z z y y x x
k k k
E E H H E E


2 1
2 2 1 1 2 1 2 1

(17)
Penerapan sayarat batas tersebut pada persamaan Maxwell, akan diperoleh hubungan seperti
yang diperlihat oleh persamaan (18).
2
2 2
2
1
2
1

,
_

+

c
k k
k
k
i zi x
z
z

(18)
Selanjutnya diperoleh persamaan (19). Karena 2_2i_ _2, persamaan (19) dapat ditulis
menjadi persamaan (20).
2 1
2 1


+

c
k
x
(19)
( )

'

,
_

,
_

+
2
'
2
' '
2
2
3
1
' '
2
1
'
2 ' '
2
1
1
' '
2
1
'
2 '
' ' '
2





c
k
c
k
ik k k
x
x
x x x
(20)
Dari persamaan (20) hanya digunakan bagian real karena bagian imajiner merupakan
redaman atau absorpsi internal. Dengan demikian vektor gelombang dari Surface Plasmon
Wave pada arah x dinyatakan oleh k_ x, seperti pada persamaan (21).
' '
2 1
' '
2 1 '


+

c
k
x
(21)
dengan 2 _2 diperoleh
( ) R
c
k
x

+

2 , 1
2 1
2 1



(22)
Persamaan (22) disebut kondisi resonansi dari gelombang surface plasmon. Dengan
membandingkan persamaan (18) dan (22), Jika 2 =0, 1 0 dan 2,_ _ 1 (antarmuka udara logam),
kx _ sehingga kzi I. Bilangan kompleks pada arah z menunjukkan surface plasmon nonradiatif
dan energi akan meluruh secara eksponensial dari antarmuka [12]. Resonansi dari
gelombang surface plasmon tidak dapat langsung terbentuk dari gelombang cahaya karena
momentumnya terlalu lemah [4] sehingga digunakan couplers untuk menambah besar
momentum, Salah satu struktur kopling yang digunakan adalah prism coupler, dimana
fenomena gelombang surface plasmon resonance dapat terjadi melalui resonansi gelombang
evanescent dengan gelombang surface plasmon.
4. Pandu gelombang optik tiga lapisan
Gambar 2 adalah pandu gelombang tiga lapisan dengan struktur Kretschmann. Dengan
menggunakan persamaan Fresnel, kita dapat menganalisa konstanta dielektrik dan ketebalan
optik. Persamaan Fresnel [11] ditunjukkan oleh persamaan (23).
Gambar 2 Struktur Kretchmann untuk menghasilkan SPR
_
_
_
_
_
_
( )
c
k k k
s q k
p q
k Z
Z Z
Z Z
r
s p q
r r
r r
r
i iz
iz
iz
i
q
i
q
j
q
i
q
j
q
i
ij
d ik q q
d ik q q
q
iz
iz

'

+
+

0
2 / 1
2
0 0
2
23 12
2
23 12
, sin
,
, ,
exp 1
exp
(23)
Gambar 10 adalah plot Rp () menggunakan GNUPlot (perhitungan numerik
diselesaikan dengan GFORTRAN) untuk cahaya datang yaitu laser He-Ne 632.8 nm dengan
tebal lapisan emas 50 nm, dimana Rp () didefinisikan dari r2 p_ . Dari kurva dapat ditinjau
bahwa hanya gelombang p yang dapat menimbulkan resonansi pada gelombang surface
plasmon. Dari persamaan (23) yang mempengaruhi koefisien refleksi (Rp) diantaranya
adalah tebal dari film logam (d), frekuensi dari cahaya datang (), sudut datang () dan
permitivitas (1 _ 2 _ 3). Besaran yang diketahui adalah dengan frekuensi () dari laser He-Ne
( = 632.8 nm), bahan prisma yang digunakan adalah LaSFN9 (n = 1.845 pada = 632.8
nm) dan indeks bias dari logam emas untuk = 632.8 nm (n2) adalah (0.1726 + 3.4218i),
Untuk menentukan permitivitas dari medium ketiga dapat dilakukan fitting kurva data hasil
eksperimen dan masukan data pada persamaan Fresnel dengan menggunakan metode
nonlinear least-squares.
Untuk mengamati fotoisomerisasi dari molekul-molekul azobenzen disulfida,
setidaknya terdapat 4 medium pada spektroskopi Surface Plasmon Resonance. medium 1
adalah prisma yang mempunyai nilai indeks bias lebih besar daripada udara kemudian
medium 2 adalah logam emas pada dasar prisma yang juga merupakan tempat terbentuknya
monolayer dari molekul-molekul yang digunakan (medium 3), lalu pada kedua medium
(logam emas dan molekul) terdapat larutan tertentu (medium 4). Grafik fungsi dari refleksi
terhadap sudut Rp _ _ untuk 4 medium yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 2.11 untuk
gelombang p (gelombang TM).
2.5 Konfigurasi Surface Plasmon Resonance
Set-up peralatan SPR umumnya berdasarkan konfigurasi yang diperkenalkan oleh
Kretschmann [13, 4]. Set-up peralatan SPR ditunjukkan pada Gambar 3. Bagian utama dari
peralatan SPR adalah laser HeNe ( = 632.8 nm), prisma simetris 90_ yang berindeks bias
tinggi (LaSFN9, n = 1.845 pada = 633 nm) dan fotodioda.
Gambar 3 Set up sample holder pada peralatan SPR
2.6 Pengukuran Kuantitatif
Pada umumnya terdapat dua mode pada peralatan SPR yaitu mode scan dan mode
kinetics. Pada mode kurva scan menampilkan perubahan intensitas cahaya yang dipantulkan
oleh bagian dasar prisma sebagai fungsi dari sudut datang sedangkan Pada mode kinetics
kurva kinetics menampilkan perubahan intensitas dari cahaya yang dipantulkan pada sudut
datang tertentu sebagai fungsi waktu. Contoh spektrum scan SPR dan kinetics SPR
ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Contoh mode scan dan mode kinetics dari SPR
3.2 Penentuan ketebalan monolayer dan Fotoisomerisasi
3.2.1 Penentuan ketebalan monolayer
Untuk mengestimasi ketebalan optik dan konstanta dielektrik monolayer dari masing-
masing molekul yaitu dengan cara mencocokkan kurva data hasil eksperimen dengan kurva
yang dihasilkan oleh persamaan Fresnel (2.23). fitting kurva dapat dilakukan secara iterative
atau manual dengan metode nonlinear least-squares dengan menggunakan software
WINSPALL 2.20. Estimasi dilakukan pertama kali untuk sistem tiga lapisan yang terdiri dari
prisma (r = 3.405), lapisan emas (d = 48 nm, r = -12.9 dan i = 1.3) dan pelarut heksan
( = 1.88). Nilai yang dimasukkan merupakan nilai parameter untuk persamaan Fresnel
sebelum dicocokkan dengan data eksperimen. Kemudian dilakukan pencocokkan kurva
terlebih dahulu pada daerah sudut kritis untuk menentukan konstanta dielektrik dari pelarut,
hasil sebelum dan sesudah fitting ditunjukkan pada gambar 3.2
Gambar 3.2 Hasil fitting untuk menentukan indeks bias pelarut heksan. sebelum fitting (atas) dan sesudah
fitting (bawah)
Dari hasil simulasi diperoleh konstanta dielektrik pelarut heksan (r = 1.8834),
kemudian dilakukan fitting kurva pada daerah sudut minimum untuk menentukkan konstanta
dielektrik serta ketebalan dari lapisan emas. Hasil sebelum dan sesudah fitting ditunjukkan
pada gambar 3.3. Dari hasil simulasi diperoleh konstanta dielektrik lapisan emas (r =
-12.9925, i = 1.2805) dengan ketebalan (d = 485.8 ). Hasil keseluruhan simulasi untuk
mengestimasi konstanta dielektrik pelarut heksan serta konstanta dielektrik dan ketebalan
dari lapisan emas ditunjukkan pada gambar 3.4.
Gambar 3.3 Hasil fitting untuk menentukan ketebalan dan konstanta dielektrik substrat emas. sebelum
fitting (atas) dan sesudah fitting (bawah)
Gambar 3.4 Hasil fitting spektrum SPR untuk substrat emas didalam pelarut heksan
Simulasi dilanjutkan dengan sistem empat lapisan dengan penambahan lapisan
azobenzen disulfida (d = 4.45 nm, r = 2.25). Kemudian dilakukan fitting kurva pada daerah
sudut SPR untuk menentukan ketebalan lapisan azobenzen disulfida. Hasil fitting
ditunjukkan pada gambar 3.5
Gambar 3.5 Hasil fitting spektrum SPR untuk substrat emas didalam pelarut heksan
Dari hasil simulasi diperoleh ketebalan lapisan azobenzen disulfida (d = 4.98 nm).
Karena fotoisomerisasi monolayer azobenzen disulfida ditinjau didalam larutan buffer maka
simulasi kembali dilakukan pada daerah sudut kritis untuk data eksperimen pada larutan
buffer. Fitting kurva juga dilakukan pada daerah sudut SPR untuk menentukan ketebalan
lapisan azobenzen disulfida didalam larutan buffer. Hasil fitting kurva ditunjukkan pada
gambar 3.6
Gambar 3.6 Hasil fitting untuk menentukan ketebalan monolayer dan indeks bias larutan buffer
pada kondisi trans
Dari hasil simulasi diperoleh ketebalan lapisan azobenzen disulfida (d = 4.69 nm) pada
larutan buffer yang merupakan ketebalan lapisan untuk isomer trans sedangkan ketebalan
lapisan azobenzen disulfida untuk isomer cis diperoleh dengan melakukan fitting kurva
untuk data eksperimen pada saat lapisan tersebut disinari cahaya UV. Hasil fitting kurva
untuk lapisan azobenzen disulfida disinari cahaya UV ditunjukkan pada gambar 3.7.
Ketebalan lapisan azobenzen disulfida yang diperoleh pada isomer cis adalah d = 4.42 nm.
Dari hasil fitting kurva tersebut dapat ditentukan perbedaan ketebalan antara isomer trans
dan isomer cis.
Gambar 3.7 Hasil fitting untuk menentukan ketebalan monolayer pada kondisi cis
Daftar Pustaka
[1] Jason Quenneville. First Principles Studies of cis-trans
photoisomerization dynamics and excited states in ethylene,
stilbene, azobenzene and tatb. PhD thesis, University of illinois,
2003.
[2] Winter B. Weber R. and Hertel I.V. Photoemission from azobenzene
alkanethiol selfassembled monolayers. J. Phys. Chem B,
107(31):7768-7775, July 2003.
[3] Abe K. Tamada K. and Nagasawa J. Tamaki T., Akiyama H.
Photoreactivity in selfassembled monolayers formed from
asymmetric disulfides having para-substituted azobenzenes. J. Phys.
Chem B, 107(1):130-135, October 2003.
[4] Knoll W. Integrated optics for the characterization of photoreactive
organic thin film. Pure Appl.Chem, 67(1):87-94, 1995.
[5] van Veggel F.C.J.M. Flink S. and Reinhoudt D.N. Sensor functionalities
in selfassembled monolayers. Adv.Mater, 12(18):1315-1328,
September 2000.
[6] Akiyama H. Tamada K. and Wei T. X. Photoisomerization reaction of
unsymmetrical azobenzene disulfide self-assembled monolayers
studied by surface plasmon spectroscopy. Langmuir, 18(13):5239-
5246, April 2002.
[7] Mermut O. El Halabieh R.H. and Barret C.J. Using light to control
physical properties of polymers and surface with azobenzene
chromophores. Pure Appl.Chem, 76(78):1445-1465, 2004.
[8] Brzozowski L. and Sargent E.H. Azobenzene for photonic network
application : Thirdorder nonlinear optical properties. Material in
Electronic, 12:483-489, 2001.
[9] Uli Jonas. lecture IntroSurfChem 1e.pdf. http://www.mpip-
mainz.mpg.de.
[10] Ulman A. An Introduction to Ultrathin Organic Films, From Langmuir-
Blodgett to Self-Assembly. Academic Press, Inc, 1991.
[11] Yeh P. Optical Waves in Layered Media. John Wiley and Sons, Inc,
1998.
[12] Peng C.C. The design and fabrication of fiber-type surface plasmon
resonance sensor and polarizer by using d-shaped optical fiber.
Master's thesis, National Cheng Kung University, Jun 2004.
[13] Kretschmann E. and Raether H. Z. Radiative decay of non-radiatif
surface plasmon excited by light. Z.Naturforsch, 23:2135-2136,
1968.
[14] Peterlinz K.A. and Georgiadis R. In situ kinetics of self-assembly by
surface plasmon resonance spectroscopy. Langmuir, 12(20):4731-
4740, June 1996.

Anda mungkin juga menyukai