Anda di halaman 1dari 21

REFRESHING MATA MERAH VISUS NORMAL

Oleh : Rahma Ayu Larasati ( 2008730103 )

Pembimbing: Dr. Hasri Darni, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013
1

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, Puji Syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT dengan terselesaikannya Refreshing yang berjudul Mata Merah Visus Normal. Refreshing ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik stase Mata di RS Islam Jakarta Cempaka Putih. Penyusun berharap tulisan ini dapat bermanfaat untuk memperbarui pengetahuan dokter muda tentang penyakit penyakit dengan gejala mata merah visus normal. Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. dr. Hj. Hasri Darni, Sp.M sebagai pembimbing. 2. Orang tua, yang selalu mendoakan untuk keberhasilan penyusun. 3. Teman-teman sejawat atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga dengan adanya Refreshing ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan berguna bagi semua pihak yang terkait. Penyusun menyadari bahwa Refreshing ini sangat jauh dari sempurna, karenanya penyusun mengharapkan saran dan kritiknya. Terima kasih. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Mei 2013

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

Mata Merah Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih.

Anatomi Mata

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Bola mata dibungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu : 1. Sklera Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk kedalam bola mata.
3

2. Uvea Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil dan badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquous humor). 3. Retina Retina terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapisan yang merupakan lapisan neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta. Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar. Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut konjungtivitis. Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian : 1. Konjungtiva tarsal, yang menutupi tarsus 2. Konjungtiva bulbi, yang menutupi sklera 3. Konjungtiva fornix, adalah tempat peralihan konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi
4

Fisiologi

Gambar 2. Fisiologi Masuknya Cahaya

Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor. Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar. Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja. Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah,
5

hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.

BAB II PEMBAHASAN

MATA MERAH DENGAN VISUS NORMAL

A. Pterigium

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Tumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium ini mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium ini akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata. Pterigium diduga disebabkan iritasi lama akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi. Pengobatan tidak diperlukan karena bila dibedah sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu dekongestan tetes mata. Pterigium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konseravatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat pterigium menimbulkan astigmatisme iregular atau akibat bagian pterigium yang telah menutupi media penglihatan. Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik.

B. Pseudopterigium

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya. Beda dengan pterigium adalah selain dari pada letaknya tidak harus pada celah kelopak atau fisura palbebra juga pada pseudoptergium ini dapat diselipkan sonde di bawahnya. Pada pseudopterigium selamanya terdapat anamnesis adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti tukak kornea.

C. Pinguekula Iritans

Pinguekula iritans merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang umum ditemukan pada orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal. Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar. Pinguekula tidak perlu diberikan pengobatan, akan tetapi bila terlihat adanya tanda peradangan, maka dapat diberika obat-obat anti-radang.

D. Perdarahan Subkonjungtiva

Perdarahan subkonjungtiva disebabkan pecahnya pembuluh darah kecil konjungtiva. Perdarahan atau pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi akibat radang konjungtiva berat,
8

batuk keras pada anak-anak atau tusis quinta, kelainan pembuluh darah atau darah, dan kekurangan vitamin C. Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien merasa khawatir sehingga akan segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah menjadi hitam setelah beberapa lama, seperti pada hematoma umumnya. Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam waktu 13 minggu.

E. Episkleritis dan Skleritis

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan konjungtiva sebelah dalam yang terletak di permukaan sklera. Sklera merupakan dinding bola mata yang terdiri atas jaringan ikat kuat yang tidak bening dan tidak kenyal dengan tebal kira-kira 1 mm. Sklera dibagian belakang ditembus oleh saraf optik pada bagian yang disebut sebagai lamina kribrosa sklera. Pada sklera terdapat insersi 6 otot penggerak mata. Radang episklera dan sklera disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, lues, sel, dan lainnya. Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak diatas benjolan, akan memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis bila dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit dapat berminggu-minggu atau beberapa bulan. Kadang-kadang merupakan kelainan berulang yang ringan. Pada episkleritis jarang terlibat kornea dan uvea. Keluhan pasien dengan episkleritis adalah yang mata terasa kering, dengan rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik.
9

Pasien episkleritis umumnya pasien dengan bawaan penyakit reumatik. Penyebabnya mungkin suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara spontan. Kadang-kadang penyebabnya adalah penyakit alergi terhadap endotoksin, seperti pada tuberkulosis dan streptococ. Perempuan lebih sering terkena dibanding dengan laki-laki. Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah kortikosteroid tetes mata atau sistemik atau dapat diberi salisilat. Episkleritis bersif residif yang dapat menyerang tempat yang sama ataupun berbedabeda dengan lama sakit umumnya berlangsung 4-5 minggu. Penyulit yang dapat timbul adalah terjadinya peradangan lebih dalam sklera yang disebut sebagai skleritis.

F. Skleritis Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis dan keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Terlihat konjungtiva kemotik dan sakit sehingga sering diduga adanya selulitis orbita. Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan. Skleritis terjadinya tidak lebih sering dibanding episkleritis, akan tetapi penyebabnya hampir sama. Pada sekleritis terlihat benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga. Kadang-kadang mengenai seluruh lingkaran kornea, sehingga terlihat sebagai skleritis anular. Skleritis sering berjalan bersama-sama dengan iritis atau siklitis dan koroiditis anterior. Bila terjadi penyembuhan, maka akan terjadi penipisan sklera yang tidak tahan terhadap tekanan bola mata sehingga terjadi stafiloma sklera yang berwama biru. Penyulit pada kornea dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah keratitis dengan bentuk segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat terjadi gangguan susunan serat kolagen stroma komea. Pada keadaan ini tidak pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam stroma komea. Proses penyembuhan kornea yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dan bagian sentral. Sering bagjan sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.
10

G. Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, biasanya terdiri dari hyperemia konjungtiva disertai dengan pengeluaran secret. Konjunctivitis dapat disebabkan bakteri, virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum contagiosum. VIRUS GATAL HIPEREMI LAKRIMASI EKSUDAT (SEKRET) Minimal Menyeluruh ++ Minimal (serous, mukous) ADENOPATI SEL-SEL + Monosit Jarang PMN Eosinofil BAKTERI Minimal Menyeluruh + Banyak (mukoALERGI Berat Menyeluruh + Minimal (benang)

purulen/purulen)

Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseodoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti ada benda asing, dan adenopati preaurikular. Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Jenis Konjungtivitis dapat ditinjau dari penyebabnya dan dapat pula ditinjau dari gambaran klinisnya yaitu : 1. Konjungtivitis Kataral
11

2. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen 3. Konjuntivitis Membran 4. Konjungtivitis Folikular 5. Konjungtivitis Vernal 6. Konjungtivitis Flikten

H. Konjungtivitis Kataral Etiologi Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus, Pneumokok, Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks. Bisa juga disebabkan oleh virus, misalnya Morbili, atau bahan kimia seperti bahan kimia basa (keratokonjungtivitis) atau bahan kimia yang lain dapat pula menyebabkan tanda-tanda konjungtivitis kataral. Herpes Zoster Oftalmik dapat pula disertai konjungtivitis.

Gambaran Klinis Injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva tarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone, tanpa flikten, terdapat sekret baik serous, mukus, mukopurulen (tergantung penyebabnya). Dapat disertai blefaritis atau obstruksi duktus lakrimal. Pengobatan Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila

penyebabnya karena inf. bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti : tetrasiklin, kloromisetin, dan lain-lain. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaia sulfasetamid atau obat antivirus seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplek.

I. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen Etiologi Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama yang berumur di bawah 2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan dua kemungkinan penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria (gonokok atau meningokok) dan golongan klamidia (klamidia okulogenital)

12

Gambaran Klinis Gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis kataral. Konjungtivitis Purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang disertai adanya pseudomembran sebagai massa putih di konjungtiva tarsal.

Pengobatan Pengobatan konjungtivitis purulen harus intensif. Penderita harus dirawat diruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum pengobatan. Antibiotik lokal dan sistemik AB sistemik pd dewasa : Cefriaxone IM 1 g/hr selama 5 hr + irigasi saline atau Penisilin G 10 juta IU/IV/hr selama 5 hr + irigasi AB sistemik pd neonatus : Cefotaxime 25 mg/kgBB tiap 8-12 jam selama 7 hr atau Penisilin G 100.000 IU/kgBB/hr dibagi dl 4 dosis selama 7 hr + irigasi saline

J. Konjungtivitis Membran Etiologi Konjungtivitis Membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptokok hemolitik dan infeksi difteria. Konjungtivitis Pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang hiperakut, serta infeksi pneumokok.

Gambaran Klinis Penyakit ini ditandai dengan adanya membran/selaput berupa masa putih pada konjungtiva tarsal dan kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa ini ada dua jenis, yaitu membran dan pseudomembran.

Pengobatan Tergantung pada penyebabnya. Apabila penyebabnya infeksi Streptokok B hemolitik, diberikan antibiotik yang sensitif.
13

Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisillin tiap jam dan injeksi penisillin sesuai umur, pada anak-anak diberikan penisillin dengan dosis 50.000 unit/KgBB, pada orang dewasa diberi injeksi penisillin 2 hari masing-masing 1.2 juta unit. Untuk mencegah gangguan jantung oleh toksin difteria, perlu diberikan antitoksin difteria 20.000 unit 2 hari berturut-turut.

K. Konjungtivitis Folikular Dikenal beberapa jenis konjungtivitis follikular, yaitu konjungtivitis viral, konjungtivitis klamidia, konjungtivitis follikular toksik dan konjungtivitis follikular yang tidak diketahui penyebabnya. Jenis Konjungtivitis Follikular 1. Kerato-Konjungtivitis Epidemi Etiologi Infeksi Adenovirus type 8, masa inkubasi 5-10 hari Gambaran Klinis Dapat mengenai anak-anak dan dewasa Gejala radang mata timbul akut dan selalu pada satu mata terlebih dahulu. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar dan nyeri tekan, kelopak mata membengkak, konjungtiva tarsal hiperemi, konjungtiva bulbi kemosis. Terdapat pendarahan subkonjungtiva. Pada akhir minggu pertama perjalanan penyakit, baru timbul gejala di kornea. Pada kornea terdapat infiltrat bulat kecil, superfisial, subepitel. Gejala-gejala subyektif berupa mata berair, silau dan seperti ada pasir. Gejala radang akut mereda dalam tiga minggu, tetapi kelainan kornea dapat menetap bermingguminggu, berbulan-berbulan bahkan bertahun-tahun setelah sembuhnya penyakit. Pengobatan Tidak terdapat pengobatan yang spesifik, dianjurkan pemberian obat lokal sulfasetamid atau antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

2. Demam Faringo-Konjungtiva Etiologi Penyebab paling sering adalah adenovirus tipe 3 Gambaran Klinis
14

Lebih sering pada anak daripada orang dewasa. Terdapat demam, disamping tanda-tanda konjungtivitis follikular akut dan faringitis akut. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar. Lebih sering mengenai dua mata, kelopak mata membengkak. Dua minggu sesudah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea, yaitu terdapat infiltrat bulat kecil superfisial. Faringitis timbul beberapa hari setelah timbulnya konjungtivitis follikular akut. Pengobatan Tidak ada pengobatan yang spesifik 3. Konjungtivitis Hemorraghik Akut Etiologi Penyebabnya adalah Entero-virus 70, masa inkubasinya 1-2 hari Gambaran Klinis Timbulnya akut, disertai gejala subjektif seperti ada pasir, berair dan diikuti rasa gatal, biasanya dimulai pada satu mata dan untuk beberapa jam atau satu dua hari kemudian diikuti peradangan akut mata yang lain. Penyakit ini berlangsung 5-10 hari, terkadang sampai dua minggu. Pengobatan Tidak dikenal obat yang spesifik, tetapi dianjurkan pemberian tetes mata sulfasetamid atau antibiotik. 4. Konjungtivitis New Castle Etiologi Virus New Castle, masa inkubasi 1-2 hari Konjungtivitis ini biasanya mengenai orang-orang yang berhubungan dengan unggas, penyakit ini jarang dijumpai.

Gambaran Klinis Gambaran Klinik : kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan hiperplasi, tampak folikel-folikel kecil yang terdapat lebih banyak pada konjungtiva tarsal inferior. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan perdarahan dan pada

15

konjungtiviis ini biasanya disertai pembesaran kelenjar pre-aurikular, nyeri tekan. Sering unilateral Gejala subjektif : seperti perasaan ada benda asing, berair, silau dan rasa sakit. Pengobatan Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

5. Inclusion Konjungtivitis Etiologi Klamidia okulo-genital, masa inkubasi 4-12 hari Gambaran Klinis Gambaran kliniknya adalah konjungtivitis follikular akut dan gambaran ini terdapat pada orang dewasa dan didapatkan sekret mukopurulen, sedang pada bayi gambaran kliniknya adalah suatu konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion blenorrhoe. Pengobatan Diberikan tetrasiklin sistemik, dapat pula diberikan sulfonamid atau eritromisin

6. Trachoma Etiologi Klamidia trakoma Gambaran Klinis Gambaran klinik terdapat empat stadium : 1. Stadium Insipiens atau permulaan Folikel imatur kecil-kecil pada konjungtiva tarsal superior, pada kornea di daerah limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea akan lebih jelas apabila diperiksa dengan menggunakan tes flurosein, dimana akan terlihat titik-titik hijau pada defek kornea. 2. Stadium akut (trakoma nyata) Terdapat folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior, beberapa folikel matur berwarna abu-abu
16

3. Stadium sikatriks Sikatriks konjungtiva pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat seperti garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata. 4. Stadium penyembuhan trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan Pengobatan Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua bulan. Apabila perlu dapat diberikan juga sulfonamid oral.

L. Konjungtivitis Vernal Etiologi Kemungkinan suatu konjungtivitis atopik Gambaran Klinis Gejala subyektif yang menonjol adalah rasa sangat gatal pada mata, terutama bila berada dilapangan terbuka yang panas terik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan konjungtivitis dengan tanda khas adanya cobble-stone di konjungtiva tarsalis superior, yang biasanya terdapat pada kedua mata, tetapi bisa juga pada satu mata. Sekret mata pada dasarnya mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder. Pengobatan Kortikosteroid tetes atau salep mata.

M. Konjungtivitis Flikten Etiologi Disebabkan oleh karena alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu (hipersensitivitas tipe IV). Gizi buruk dan sanitasi yg jelek merupakan faktor predisposisi Lebih sering ditemukan pd anak-anak

17

Gejala Adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten dapat juga dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva taarsal dan kornea. Penyakit ini dapat mengenai dua mata dan dapat pula mengenai satu mata. Dan sifatnya sering kambuh Apabila flikten timbul di kornea dan sering kambuh, dapat berakibat gangguan penglihatan. Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus menerus sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah rasa seperti berpasir dan silau. Pengobatan Usahakan mencari penyebab primernya Diberikan Kortikosteroid tetes mata/salep Kombinasi antibiotik + kortikosteroid infeksi bakteri sekunder. dianjurkan mengingat kemunginan terdapat

N. KONJUNGTIVITIS SIKA Konjungtivitis sika atau konjungtivitis dry eyes adalah suatu keadaan keringnya permukaan konjungtiva akibat berkurangnya sekresi kelenjar lakrimal.

Etiologi Terjadi pada penyakit-penyakit yang menyebabkan defisiensi komponen lemak air mata, kelenjar air mata, musin, akibat penguapan berlebihan atau karena parut kornea atau hilangnya mikrovili kornea. Bila terjadi bersama atritis rheumatoid dan penyakit autoimun lain, disebut sebagai sindrom sjogren.

Manifestasi Klinis Gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-kadang penglihatan kabur. Terdapat gejala sekresi mucus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering, dan terdapat erosi kornea. Pada pemeriksaan tedapat edema konjungtiva bulbi, hiperemis, menebal dan kusam. Kadang tedapat benang mucus kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva bawah. Keluhan berkurang bila mata dipejamkan.

18

Komplikasi Ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan noevaskularisasi kornea.

Penatalaksanaan Diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya. Sebaiknya diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik bagi kornea dan dapat menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah untuk mengurangi drainase air mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug kolagen.

19

BAB III KESIMPULAN

Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih. Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah: Arteri konjungtiva posterior, memperdarahi konjungtiva bulbi Arteri siliar anterior atau episklera, yang memberikan cabang: o Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliar, yang memperdarahi iris dan badan siliar. o Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea. Melebarnya pembuluh darah konjungtiva atau injeksi konjungtiva ini dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergis atau infeksi pada jaringan konjungtiva.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003. 2. Vaughan, Daniel G et all, Oftalmologi Umum.Edisi 14, Jakarta: Widya Medika,2000. 3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : Sagung Seto, 2002

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Isolasi Protein
     Isolasi Protein
    Dokumen46 halaman
    Isolasi Protein
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Pleuritis Tuberkulosis
    Pleuritis Tuberkulosis
    Dokumen8 halaman
    Pleuritis Tuberkulosis
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Parasitic Helminth Infections
    Parasitic Helminth Infections
    Dokumen15 halaman
    Parasitic Helminth Infections
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Sitokin
    Sitokin
    Dokumen28 halaman
    Sitokin
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • KERANGKA Konsep
    KERANGKA Konsep
    Dokumen2 halaman
    KERANGKA Konsep
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Sitokin
    Sitokin
    Dokumen18 halaman
    Sitokin
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Laporan TDL Mikrobiologi
    Laporan TDL Mikrobiologi
    Dokumen16 halaman
    Laporan TDL Mikrobiologi
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Kasus Biostatistik
    Kasus Biostatistik
    Dokumen11 halaman
    Kasus Biostatistik
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Pleuritis TB
    Pleuritis TB
    Dokumen3 halaman
    Pleuritis TB
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Soal Ukdi
    Pembahasan Soal Ukdi
    Dokumen2 halaman
    Pembahasan Soal Ukdi
    Rahma Larasati Syaheeda
    0% (1)
  • Soal Saraf
    Soal Saraf
    Dokumen9 halaman
    Soal Saraf
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Sinusitis
    Sinusitis
    Dokumen27 halaman
    Sinusitis
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Demam Berdarah Dengue
    Demam Berdarah Dengue
    Dokumen40 halaman
    Demam Berdarah Dengue
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Corpus Alienum Di Bronkus
    Corpus Alienum Di Bronkus
    Dokumen10 halaman
    Corpus Alienum Di Bronkus
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Referat Skleroderma
    Referat Skleroderma
    Dokumen27 halaman
    Referat Skleroderma
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat