Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan gangguan yang jarang ditemukan pada anak dibandingkan dengan orang dewasa. Hipertensi adalah salah satu faktor resiko timbulnya penyakit kardiovaskuler dan penyebab utama gagal ginjal, gagal jantung. Hipertensi sekunder merupakan bentuk hipertensi yang sering ditemukan pada anak dan kebanyakan kasus penyebabnya berhubungan dengan penyakit parenkim dan pembuluh darah ginjal. Hipertensi essensial pada orang dewasa kejadiannya sudah mulai pada masa bayi dan dapat diidentifikasi pada masa anak. Otak merupakan organ vital yang dapat terganggu fungsinya bila tekanan darah meningkat secara mendadak yang ditunjukkan dengan gejala sakit kepala yang hebat, muntah, gangguan penglihatan, kejang, dan penurunan kesadaran.1 Hipertensi merupakan sesuatu yang penting dalam timbulnya penyakit kardiovaskular, yang jika tidak ditangani akan mengakibatkan komplikasi pada jantung, otak, ginjal dan terbukti penyebab kematian terbanyak dari hipertensi pada anak adalah penyakit jantung iskemik dan disusul oleh penyakit pembuluh darah otak. Beberapa penulis mengatakan bahwa hipertensi yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada dewasa, sebenarnya telah dimulai sejak masa bayi dan baru ditemukan pada masa anak atau adolesens, maka dari itu dianjurkan untuk mengukur tekanan darah pada anak minimal satu kali dalam setahun. Apabila ditemukan hipertensi harus dicari penyebabnya sambil diturunkan sampai normal, sehingga dapat dihindari komplikasi pada target organ.1

BAB II
12

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI Definisi hipertensi pada anak dan remaja didasarkan pada distribusi normatif tekanan darah pada anak sehat. Tekanan darah normal didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik dan diastolik yang kurang dari persentil 90 berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan. Batasan hipertensi menurut The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent adalah sebagai berikut : Hipertensi didefinisikan sebagai rata-rata tekanan darah sistolik atau diastolik yang lebih besar atau sama dengan persentil 95 berdasarkan jenis kelamin, usia dan tinggi badan pada tiga kali pengukuran dalam waktu yang terpisah. Prehipertensi adalah nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan atau diastolik antara persentil ke-90 dan 95. Pada kelompok ini harus diperhatikan secara teliti adanya faktor risiko seperti obesitas. Berbagai penilitian menunjukkan bahwa kelompok ini memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi hipertensi pada masa dewasa dibandingkan dengan anak yang normotensi. Anak remaja dengan nilai tekanan darah di atas 120/80 mmHg harus dianggap suatu hipertensi. Seorang anak dengan nilai tekanan darah di atas persentil ke-95 pada saat diperiksa di tempat praktik atau rumah sakit, tetapi menunjukkan nilai yang normal saat diukur di luar praktik atau rumah sakit, disebut dengan white-coat hypertension. Kelompok ini memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang mengalami hipertensi menetap untuk menderita hipertensi atau penyakit kardiovaskular di kemudian hari.2,3 Setiap anak yang berusia di atas 3 tahun harus diperiksa tekanan darahnya secara berkala setiap tahun. Perlu diperhatikan faktor risiko terjadinya hipertensi, seperti riwayat keluarga dengan hipertensi, obesitas, gangguan pertumbuhan intrauterin, atau infeksi saluran kemih dan parut ginjal.2,3
Klasifikasi Tekanan darah normal Prehipertensi Batasan Sistolik dan diastolik kurang dari presentil ke-90 Sistolik atau diastolik lebih besar atau sama dengan persentil ke-90, tetapi lebih kecil dari presentil ke-95

13

Hipertensi Hipertensi stadium I Hipertensi stadium II

Sistolik dan diastolik lebih besar atau sama dengan presentil ke-95 Sistolik dan diastolik antara presentil ke-95 dan 99 ditambah 5 mmHg Sistolik atau diastolik di atas presentil ke-99 ditambah 5 mmHg

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada Anak Usia 1 Tahun atau Lebih dan Usia Remaja2 Krisis hipertensi adalah tekanan darah sistolik 180 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 120 mmHg dengan atau tanpa gejala-gejala ensefalopati hipertensif, dekompensasi jantung, edema papil/perdarahan retina. Penderita dengan tekanan darah < 180/120 mmHg tapi menunjukkan salah satu gejala komplikasi tersebut juga dianggap menderita krisis hipertensi. Banyak batasan tentang krisis hipertensi, tapi pada umumnya disepakati ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik yang cepat dan menetap diatas 120 mmHg disertai gejala-gejala komplikasi pada organ-organ target seperti pada mata, otak, jantung dan ginjal.3,4 Krisis hipertensi perlu dibedakan atas hipertensi gawat atau hypertensive emergency dan hipertensi darurat atau hypertensive urgency. Hipertensi emergensi bila jelas disertai dengan gangguan/kerusakan baru yang progresif dari organ-organ target, sedangkan hipertensi darurat bila tanpa jelas disertai dengan kerusakan organ target. Hipertensi emergensi pada anak biasanya ditandai dengan hipertensi ensefalopati, yang menyebabkan kejang, sedangkan hipertensi urgensi biasanya ditandai dengan gejala yang lebih ringan dibandingkan hipertensi emergensi, seperti sakit kepala berat atau muntah.3,4 2.2 TEKNIK PENGUKURAN TEKANAN DARAH Tekanan darah sebaiknya diukur dengan menggunakan sfigmomanometer air raksa, sedangkan sfigmomanometer aneroid memiliki kelemahan, yaitu memerlukan kalibrasi secara berkala. Panjang cuff manset harus melingkupi minimal 80% lingkar lengan atas, sedangkan lebar cuff harus lebih dari 40% lingkar lengan atas (jarak antara acromion dan olecranon). Ukuran cuff yang terlalu besar akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih rendah, sedangkan cuff yang terlalu kecil akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih tinggi.5 Tekanan darah sebaiknya diukur setelah istirahat selama 3-5 menit, suasana sekitarnya dalam keadaan tenang. Anak diukur dalam posisi duduk dengan lengan kanan diletakkan sejajar jantung, sedangkan bayi diukur dalam keadaan terlentang. Jika tekanan
14

darah menunjukkan angka di atas persentil ke-90, tekanan darah harus diulang dua kali pada kunjungan yang sama untuk menguji kesahihan hasil pengukuran. Tekanan darah sistolik ditentukan saat mulai terdengarnya bunyi Korotkoff ke-1. Tekanan darah sistolik sesungguhnya terletak antara mulai mengecil sampai menghilangnya bunyi Korotkoff. Teknik palpasi berguna untuk mengukur tekanan darah sistolik secara cepat, meskipun nilai tekanan darah palpasi biasanya sekitar 10 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan auskultasi.5

Tabel 2. Ukuran cuff manset4 Cara penggunaaan tabel tekanan darah, yaitu sebagai berikut : 1. Pergunakan grafik pertumbuhan Center for Disease Control (CDC) 2000 untuk menentukan persentil tinggi anak. 2. Ukur dan catat TD sistolik dan TD diastolik anak. 3. Gunakan tabel TD sistolik dan diastolik yang benar sesuai dengan jenis kelamin. 4. Lihat usia anak pada sisi kiri tabel. Ikuti perpotongan baris usia secara horizontal dengan persentil tinggi anak pada tabel (kolom vertikal). 5. Kemudian cari persentil 50, 90, 95, dan 99 TD sistolik di kolom kiri dan TD diastolik di kolom kanan. 6. Interpretasikan TD anak. 7. Bila TD > persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak dua kali pada kunjungan berikutnya di tempat yang sama, dan rerata TD sistolik dan diastolik haris dipergunakan.
15

8. Bila TD > persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi lebih lanjut.4,6 3.3 EPIDEMIOLOGI Prevalensi dan diagnosis hipertensi pada anak dan remaja tampak meningkat sekarang akhir-akhir ini. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan meningkatnya prevalensi obesitas pada anak dan meningkatnya kepedulian terhadap penyakit ini. Prevalensi hipertensi pada anak diperkirakan sebesar 1,2%. Hipertensi diketahui merupakan salah satu faktor resiko terhadap penyakit jantung koroner pada dewasa, dan adanya hipertensi pada masa anak mungkin berperanan dalam perkembangan dini penyakit jantung koroner tersebut. Finder dkk menemukan prevalensi kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap pada anak usia sekolah 1,2% dan 0,37%, sedangkan Rames dkk menemukan prevalensi kenaikan tekanan darah yang menetap antara 5 dan 18 tahun kurang dari 1%. Hipertensi sekunder pada anak kejadiannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa, dan hampir 80% penyebabnya berasal dari ginjal, akan tetapi bila anak sudah mencapai usia remaja, maka bentuk hipertensi yang banyak ditemukan adalah hipertensi esensial.6,7 3.4 ETIOLOGI Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas primer (esensial) dan sekunder. Semakin muda usia penderita dan semakin berat tingkat hipertensinya, maka penyebab hipertensi pada anak tersebut kemungkinan besar adalah sekunder.2 Penyebab hipertensi pada anak, terutama masa preadolesens, umumnya adalah sekunder. Di antara penyebab sekunder tersebut, penyakit parenkim ginjal merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan (60-70%). Memasuki usia remaja, penyebab tersering hipertensi adalah primer, yaitu sekitar 85-95%.2 Pada umumnya hipertensi yang bersifat akut dan berat pada anak terutama usia sekolah, disebabkan oleh glomerulonefritis, sedangkan hipertensi kronik terutama disebabkan oleh penyakit parenkim ginjal dan sebagian kecil disebabkan oleh kelainan renovaskular, feokromositoma, atau koarktasio aorta. Pada masa neonatus dan bayi, sekitar sepertiga kasus hipertensi disebabkan oleh koarktasio aorta.2

16

Penyebab

lain

hipertensi

sekunder

adalah

penyakit

endokrin,

seperti

hiperparatiroidisme, obat-obatan seperti kontrasepsi oral, kortikosteroid, dan golongan simpatomimetik (obat tetes hidung yang mengandung fenilepinefrin dan oral pseudoefedrin). Tekanan darah yang meningkat secara transien dan sering disalah artikan sebagai hipertensi, dapat disebabkan oleh faktor psikis seperti kecemasan dan stres. Gangguan neurologik seperti tekanan intrakranial yang meningkat karena tumor, infeksi, atau oleh trauma dapat pula meninggalkan hipertensi. Hipertensi juga dapat ditemukan pada sindrom Guillan-Barre ataupun pada poliomielitis.2 Pada akhir dekade pertama hingga kedua saat anak memasuki usia remaja, penyebab hipertensi mulai didominasi oleh hipertensi primer atau esensial. Hipertensi primer jarang didapatkan pada anak di bawah usia 10 tahun. Faktor risiko utama terjadinya hipertensi primer adalah riwayat keluarga dengan hipertensi dan tingginya indeks massa tubuh (IMT). Faktor risiko lain adalah gangguan pola tidur seperti mengorok dan ras kulit hitam.2 Hipertensi primer bersama dengan faktor risiko lain membentuk suatu sindrom yang disebut sindrom metabolik dan dapat menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskular. Faktor risiko tersebut adalah kadar HDL yang rendah, kadar trigliserida yang tinggi, obesitas dan besarnya lingkaran perut, serta resistensi insulin (hiperinsulinemia). Prevalens sindrom metabolik pada usia remaja adalah 4,2-4,8%.2
Usia (tahun) 1-6 6-12 12-18 Etiologi Penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskular, penyakit endokrin, koarktasio aorta, hipertensi esensial Penyakit parenkim ginjal, hipertensi esensial, penyakit renovaskular, penyakit endokrin, koarktasio aorta, iatrogenik Hipertensi primer, iatrogenik, penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskular, penyakit endokrin, koarktasio aorta.

Tabel 3. Etiologi Hipertensi pada Anak Berdasarkan Kelompok Usia2

3.5 PATOFISIOLOGI Patogenesis hipertensi pada anak dengan penyakit ginjal dapat melibatkan beberapa mekanisme, yaitu 1. Hipervolemia Hipervolemia dapat timbul sebagai akibat retensi air dan natrium, efek ekses mineralokortikoid terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubulus distal,
17

pemberian infus larutan garam fisiologis, koloid atau transfusi darah yang berlebihan pada anak dengan laju filtrasi glomerulus yang buruk. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan mengakibatkan timbulnya hipertensi. Hipertensi oleh karena mekanisme hipervolemia lebih sering terjadi pada penyakit parenkim ginjal bilateral seperti glomerulonephritis akut pasca streptokokus, glomerulonefritik kronik, atau gagal ginjal kronik.7 2. Gangguan Sistem Renin Angiotensin dan Aldosteron (SRAA) Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan salah satu pengatur utama tekanan darah. Renin merupakan suatu enzim proteolitik yang disintesis, disimpan dan diekskresi ke dalam aliran darah oleh sel aparatus juksta glomerular. Oleh pengaruh beberapa keadaan seperti peradangan, penekanan jaringan parenkim ginjal oleh tumor, abses dan parut pielonefritik menyebabkan aliran darah intra renal berkurang dan laju filtrasi glomerulus (GFR) turun. Hal ini menimbulkan rangsangan terhadap aparat juksta untuk meningkatkan sintesis dan sekresi renin ke dalam aliran darah.7 Renin bekerja pada substrat renin yang dikenal sebagai angiotensinogen globulin yang dibentuk di dalam hati, dan kemudian dirubah menjadi angiotensin I. Oleh enzim konvertase yang di bentuk di dalam sel endotel pembuluh darah terutama di paru-paru, zat ini kemudian dirubah jadi angiotensin II, suatu zat vasopressor yang poten. Di samping menimbulkan efek vasokonstriksi yang menyebabkan tahanan perifer total meningkat, zat ini memegang peranan pula dalam meningkatkan sekresi aldosterone, yaitu dengan merangsang korteks adrenal. Sekresi aldosteron yang meningkat menyebabkan reabsorbsi natrium dan air meningkat pula di tubulus distal, disertai meningkatnya ekskresi kalium melalui urin. Keadaan ini menyebabkan terjadinya hipervolemia, curah jantung meningkat, dan terjadi hipertensi.7 Penyakit ginjal sebagai penyebab hipertensi yang berkaitan dengan gangguan SRAA antara lain adalah penyakit parenkim ginjal unilateral (hipoplasia ginjal segmental, pielonefritis kronik dengan atau tanpa uropati obstruktif unilateral, hematoma subkapsular unilateral) dan stenosis arteri renalis. Gangguan SRAA agaknya ikut pula terlibat pada pathogenesis hipertensi akut dengan penyakit GNA dan sindrom Hemolitik Uremik.7
18

3.

Berkurangnya Zat Vasodilator Pada penderita dengan penyakit ginjal kronik sekresi beberapa jenis zat vasodilator yang dihasilkan oleh medula ginjal berkurang. Zat tersebut adalah prostaglandin A2, kilidin dan bradikinin.Berkurangnya pembentukan dan sekresi zat-zat ini merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting pada pathogenesis hipertensi renal.7

Patogenesis Hipertensi Ensefalopati Patogenesis hipertensi yang terjadi pada glomerulonefritis akut masih belum jelas, mungkin faktorial dan berkaitan dengan ekspansi volume cairan ekstraseluler. Secara umum ada dua teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu : 1. Teori Over Autoregulation Dengan kenaikan tekanan darah (TD) menyebabkan spasme yang berat pada arteriol mengurangi aliran darah ke otak (CBF) dan iskemia. Meningginya permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, edema di otak, petekia, pendarahan, dan mikro infark. 2. Teori Breakthrough of Cerebral Autoregulation bila TD mencapai threshold tertentu dapat mengakibatkan transudasi, mikro infark dan edema otak, petekia, perdarahan, dan fibrinoid dari arteriol.8

Bagan 1. Patofisiologi Hipertensi Ensefalopati8 Pada keadaan normal peredaran darah serebral senantiasa dijaga dalam batas tertentu oleh suatu sistem yang disebut autoregulasi. Bila terjadi penurunan darah sistemik maka akan terjadi vasodilatasi, sedangkan sebaliknya akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
19

serebral. Hal ini diatur oleh aktivitas saraf simpatis untuk melindungi kerusakan jaringan otak. Sirkulasi darah otak akan konstan pada level mean arterial pressure (MAP) antara 60120 mmHg. Bila tekanan darah sistemik meningkat terus sampai mencapai MAP 180 mmHg maka kemampuan vasokonstriksi pembuluh darah otak tidak dapat dipertahankan lagi terjadilah peregangan serta vasodilatasi, sehingga terjadi hiperperfusi jaringan otak dan perembesan ke jaringan perivaskular. Akibatnya terjadi edema serebri dengan gejala hipertensi ensefalopati. Kejadian vasodilatasi pada aliran darah serebral terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi dari 180 mmHg MAP. Hal ini yang menerangkan mengapa hipertensi ensefalopati pada hipertensi akut seperti pada GNAPS terjadi pada tekanan darah yang lebih rendah. Penurunan tekanan darah yang cepat pada fase edema otak akan menyebabkan hilangnya gejala klinis dengan cepat.8 3.6 MANIFESTASI KLINIS Hipertensi derajat ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala lazimnya berasal dari penyakit yang mendasarinya seperti glomerulonefritis akut, sindrom Henoch-Schonlein atau lupus eritematosus sistemik. Gejala hipertensi baru muncul bila hipertensi menjadi berat atau pada keadaan krisis hipertensi. Sakit kepala, pusing, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah, berat badan turun, keringat yang berlebihan, murmur, bruit (suara bising di bagian atas abdomen yang menjalar ke punggung), epistaksis, palpitasi, poliuria, proteinuria, hematuria dan retardasi pertumbuhan merupakan gejala yang dapat ditemukan pada anak dengan hipertensi berat. Diantara gejala-gejala ini keluhan sakit kepala merupakan gejala yang sering dijumpai.7 Pada keadaan krisis hipertensi ditunjukkan dengan naiknya tekanan darah secara mendadak dalam waktu yang cepat dapat timbul ensefalopati hipertensi yang ditandai dengan kejang, baik kejang fokal maupun kejang umum, diikuti penurunan kesadaran dari somnolen hingga koma. Manifestasi krisis hipertensi ini sering dikacaukan dengan epilepsi dan bila tekanan darah tidak diukur, maka diagnose krisis hipertensi sebagai penyebab ensefalopati akan terlewatkan begitu saja. Manifestasi lain ensefalopati hipertensif adalah hemiplegia, gangguan penglihatan, dan pendengaran, parese nervus fasialis. Pada pemeriksaaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berat berupa perdarahan, eksudat, edema papil atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina.7
20

Umumnya gejala yang tampak pada anak dengan ensefalopati hipertensif, akan segera menghilang bila pengobatan segera diberikan dan tekanan darah turun menjadi normal. Kelainan patologi ensefalopati hipertensif terdiri dari gangguan sirkulasi, edema otak, dan kadang-kadang perdarahan otak.7 Manifestasi klinis krisis hipertensi lainnya adalah dekompesasio kordis dengan edema paru yang ditandai dengan gejala edema, dispneu, sianosis, takikardi, ronki, kardiomegali, suara bising jantung dan hepatomegali. Umumnya manifestasi klinik hipertensi berat atau krisis hipertensi pada bayi dan anak hampir selalu penyebabnya berkaitan dengan hipertensi sekunder.7 3.7 EVALUASI DIAGNOSTIK Setelah hipertensi dapat didiagnosis, maka perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara teliti agar dapat dideteksi penyebab dasar serta kerusakan organ target.
Anamnesis Riwayat Keluarga Penyakit Kardiovaskular Tuli Dislipidemia Penyakit Endokrin Hipertensi Penyakit Ginjal Gangguan Tidur Riwayat Anak Nyeri dada Diaforesis Dyspnea deffort Edema Enuresis Gagal tumbuh Intoleransi panas/dingin Jantung berdebar Nyeri kepala Hematuria Nyeri sendi Mialgia Hipovolemia neonatus Ruam berulang Mengorok Infeksi Saluran Kencing Kemungkinan Hubungan/Penyebab Hipertensi primer Kongenital Hipertensi primer Familial Hipertensi primer Kongenital Hipertensi primer Penyakit kardiovaskular Penyakit endokrin Penyakit kardiovaskular Penyakit kardiovaskular Penyakit renovaskular Penyakit endokrin Penyakit endokrin Penyakit kardiovaskular Hipertensi primer Penyakit renovaskular Penyakit reumatologi Penyakit reumatologi Penyakit renovaskular Penyakit reumatologi Hipertensi primer Penyakit renovaskular

Tabel 4. Anamnesis dan hubungannya dengan penyebab hipertensi pada anak2


21

Beberapa jenis obat juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, maka dari itu perlu untuk menanyakan tentang penggunaan obat yang meningkatkan stamina, obat herbal, serta merokok.2 Pada pemeriksaan fisik harus dihitung tinggi badan, IMT, karena terdapat hubungan sangat kuat antara obesitas dan hipertensi. Pada waktu mengukur tekanan darah, periksa ekstremitas atas dan bawah untuk menyingkirkan koarktasio aorta. Pemeriksaan retina perlu dilakukan untuk melihat adanya pengaruh hipertensi terhadap organ target.2
Pemeriksaan Fisis Bruit abdomen Massa abdomen Acne Hipertrofi adenotonsil Perfusi menurun pada ekstremitas bawah Diaforesis Flushing Gagal tumbuh Hirsutisme Bengkak sendi Malar rash Moon face Murmur Lemah otot Obesitas (umum) Obesitas (wajah, leher, tengkuk) Takikardia Tiromegali Penyebab Stenosis a. renalis Ginjal polikistik, hidronefrosis, neuroblastoma, tumor Wilms Sindrom Cushing Gangguan pola tidur Koarktasio aorta Feokromositoma Feokromositoma Gagal ginjal kronik Sindrom Cushing SLE SLE Sindrom Cushing Koarktasio aorta Hipoaldosteronisme Hipertensi primer Sindrom Cushing Hipertiroidisme, feokromositoma, neuroblastoma Hipertirodisme

Tabel 5. Pemeriksaan fisis yang menggambarkan penyebab hipertensi pada anak2 Evaluasi awal adanya hipertensi, setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diikuti dengan pemeriksaan urin rutin dan kimia dasar USG abdomen merupakan alat diagnostik yang tidak invasif tetapi sangat bermanfaat dalam mengevaluasi ukuran ginjal, deteksi tumor adrenal dan ginjal, penyakit ginjal kistik, batu ginjal, dilatasi sistem saluran kemih, ureterokelm dan penebalan dinding vesika urinaria.2 Evaluasi tambahan tidak jarang diperlukan untuk membedakan hipertensi primer dan sekunder. Anak dengan riwayat infeksi saluran kencing harus dilakukan pemeriksaan dimercapto succinid acid (DMSA). Teknik ini lebih sensitive dibandingkan dengan
22

pielografi intravena (PIV), kurang radiatif dan merupakan baku emas untuk mendiagnosis parut ginjal. Sidik diethylenetriaminepentacetic acid (DTPA) dapat dilakukan untuk melihat adanya uropati obstruktif. Mictiocystouretrography (MCU) dianjurkan dilakukan pada anak di bawah usia dua tahun dengan riwayat infeksi saluran kencing untuk mendiagnosis derajat refluks vesikoureter, serta merencanakan pengobatan jangka panjang terhadap penyakit tersebut.2 Kadar hormon dan pemeriksaan urin 24 jam dapat diperiksa oleh semua dokter, tetapi pemeriksaan khusus seperti angiografi ginjal harus dilakukan di rumah sakit khusus dengan fasilitas lengkap. Jika diagnosis penyebab hipertensi mengarah ke penyakit renovaskular, maka dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi. Teknik pemeriksaan ini bersifat invasif. Teknik lain yang sifatnya kurang invasive adalah magnetic resonance angiography.2 Hipertrofi ventrikel kiri juga sering didapatkan pada anak yang mengalami hipertensi. Ekokardiografi merupakan teknik yang non invasif, mudah dilakukan, dan lebih sensitif dibanding elektrokardiografi, sehingga teknik ini dapat dikerjakan sebagai pemeriksaan awal pada semua anak yang mengalami hipertensi. Teknik ini dapat dilakukan secara berkala.2
Tingkat I (evaluasi awal) II (Tambahan bila perlu) Evaluasi yang dinilai Darah lengkap, elektrolit serum, asam urat, uji fungsi ginjal, lemak darah, urinalisis, kultur, USG Ekokardiografi, sidik nuklir (DMSA, DTPA), USG dopler pada arteri ginjal, T3, T4, TSH serum, katekolamin urin, aldosteron plasma, aktivitas renin plasma, arteriografi ginjal

Tabel 6. Evaluasi pada Anak dengan Hipertensi2 3.8 PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi resiko jangka pendek maupun panjang terhadap penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ target. Upaya mengurangi tekanan darah saja tidak cukup untuk mencapai tujuan ini. Selain menurunkan tekanan darah dan meredakan gejala klinis, juga harus diperhatikan faktor-faktor lain seperti kerusakan organ target, faktor komorbid, obesitas, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, dan intoleransi glukosa.2
23

Pada umumnya ahli nefrologi anak sepakat bahwa pengobatan hipertensi ditujukan terhadap anak yang menunjukkan peningkatan tekanan darah di atas persentil ke-99 yang menetap. Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga dibawah persentil ke-95 berdasarkan usia dan tinggi badan anak. Pengobatan hipertensi pada anak dibagi ke dalam 2 golongan besarm yaitu non-farmakologis dan farmakologis yang tergantung pada usia anak, tingkat hipertensi dan respons terhadap pengobatan.2,5 Pengobatan Non-Farmakologis : Mengubah Gaya Hidup Anak dan remaja mengalami pre-hipertensi atau hipertensi tingkat 1 dianjurkan untuk mengubah gaya hidupmu. Pada tahap awal anak remaja yang menderita hipertensi primer paling baik diobati dengan cara non-farmakologis.2 Pengobatan tahap awal hipertensi pada anak mencakup penurunan berat badan, diet rendah lemak dan garam, olahraga secara teratur, menghentikan rokok dan kebiasaan minum alkohol.2 Seorang anak yang tidak kooperatif dan tetap tidak dapat mengubah gaya hidupnya perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan obat anti hipertensi.2 Penurunan berat badan terbukti efektif mengobati hipertensi pada anak yang mengalami obesitas. Dalam upaya menurunkan berat badan anak ini, sangat penting untuk mengatur kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Banyaknya makanan yang dikonsumsi secara langsung akan mempengaruhi berat badan dan massa tubuh, sehingga juga akan mempengaruhi tekanan darah. Hindarilah mengkonsumsi makanan ringan di antara waktu makan yang pokok. Demikian juga makanan ringan yang mengandung banyak lemak atau terlampau manis sebaiknya dikurangi. Buat pola makan teratur dengan gizi seimbang dan lebih diutamakan untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayuran.2 Diet rendah garam yang dianjurkan adalah 1,2 g/hari pada anak usia 4-8 tahun dan 1,5 g/hari pada anak yang lebih besar. Diet rendah garam dikombinasikan dengan buah dan sayuran, serta diet rendah lemak menunjukkan hasil yang baik untuk menurunkan tekanan darah pada anak. Asupan makanan mengandung kalium dan kalsium juga merupakan salah satu upaya untuk menurunkan tekanan darah.2 Olahraga secara teratur merupakan cara yang sangat baik dalam upaya menurunkan berat badan dan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Olahraga teratur akan menurunkan
24

tekanan darah dengan cara meningkatkan aliran darah, mengurangi berat badan dan kadar kolestrol dalam darah serta stress.2,5 Pengobatan Farmakologis Pemilihan jenis obat untuk anak yang menderita hipertensi didasarkan pada mekanisme terjadinya penyakit hipertensi. Perlu ditekankan bahwa tidak ada obat antihipertensi yang lebih superior dibandingkan dengan jenis yang lain dalam hal efektivitasnya untuk mengobati hipertensi pada anak. Menurut the National High Blood Pressure Education Program (NHBEP) Working Group on High Blood Pressure in Children and Adolescents obat yang diberikan sebagai antihipertensi harus mengikuti aturan berjenjang (step-up), dimulai dengan satu macam obat pada dosis terendah, kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai efek terapeutik, atau munculnya efek samping atau bila dosis maksimal telah tercapai. Kemudian obat kedua boleh diberikan, tetapi dianjurkan menggunakan obat yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda.2 Di bawah ini dicantumkan beberapa keadaan hipertensi pada anak yang merupakan indikasi dimulainya pemberian obat antihipertensi : 1. Hipertensi simtomatik 2. Kerusakan organ target, seperti retinopati, hipertrofi ventrikel kiri dan proteinuria. 3. Hipertensi sekunder 4. Diabetes mellitus 5. Hipertensi tingkat 1 yang tidak menunjukkan respon dengan perubahan gaya hidup 6. Hipertensi tingkat 2 Pemilihan obat yang pertama kali diberikan sangat tergantung dari pengetahuan dan kebijakan dokter. Golongan diuretik dan -bloker merupakan obat yang dianggap aman dan efektif untuk diberikan kepada anak. Golongan obat lain yang perlu dipertimbangkan untuk diberikan kepada anak hipertensi bila ada penyakit penyerta adalah ACE-inhibitor pada anak yang menderita diabetes mellitus atau terdapat proteinuria, serta -adrenergik atau calcium channel blocker pada anak-anak yang mengalami migrain. Selain itu, pemilihan obat anti hipertensi juga tergantung dari penyebabnya, misalnya glomerulonefritis akut pascastreptokokus, pemberian diuretik merupakan pilihan utama, karena hipertensi pada penyakit ini disebabkan oleh retensi natrium dan air. Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan
25

adalah efektivitas, dosis dan frekuensi pemberian, serta efek samping dan harga. Sebagai contoh, lebih mudah memberikan golongan amlodipine kepada anak karena larut dalam air dan lebih stabil sebagai suspense dibandingkan dengan nifedipin. Golongan penghambat ACE dan reseptor angiotensin semakin banyak digunakan karena memiliki keuntungan mengurangi proteinuria dan menghambat progresivitas penyakit ginjal.2 Hipertensi emergensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tekanan darah yang harus diturunkan dalam waktu satu jam, karena pada penderita didapatkan kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau payah jantung. Pemberian nifedipin secara oral atau sublingual sangat membantu pada tahap awal pengobatan, sambil mencari cara agar obat suntikan dapat segera diberikan. Pengobatan secara intravena yang harus segera diberikan adalah natrium nitroprusid atau infus labetalol bila tersedia. Bolus hidralazin secara intravena dapat diberikan bila obat infus tersebut di atas tidak tersedia. Pada anak yang menderita hipertensi kronik dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah sebesar 20-30% dalam waktu 60-90 menit.2 Anak yang menderita hipertensi urgensi harus diberikan nifedipin yang kerjanya cepat dan harus dirawat untuk memantau keadaan dan melihat efek samping. Tekanan darah harus diturunkan dalam waktu 24 jam dengan nifedipin. Meskipun demikian diperlukan obat-obat lain yang memiliki masa kerja panjang. Hipertensi urgensi biasanya terjadi pada penderita glomerulonefritis akut, hipertensi akselerasi, dan setelah dilakukan transplantasi ginjal.2 Pengelolaan Hipertensi Ensefalopati Tahapan pengelolaan target HE adalah sebagai berikut : 1. Menurunkan tekanan darah secepatnya dengan obat antihipertensi parenteral atau oral 2. Mencari dan menanggulangi kelainan organ yang lain 3. Menanggulangi penyebab hipertensi8 Prinsip pengobatan hipertensi ensefalopati adalah tekanan darah harus diturunkan secepatnya untuk mencegah kerusakan organ target selanjutnya yaitu : 1. Hitung perbedaan antara TD saat itu dan TD 95 persentil anak tersebut.

26

2. Turunkan tekanan darah 25-30% dalam 6 jam pertama dan selanjutnya 25-30% dalam 36 jam sisanya diselesaikan dalam 48-72 jam. 3. Obat antihipertensi yang dipakai bersifat short acting, parenteral/oral dan mudah difiltrasi. Obat yang biasa dipakai yang pertama adalah nifedipin sublingual. Pemberian nifedipin dimulai dengan 0,1 mg/kgbb/kali dinaikan tiap 5 menit, pada 15 menit pertama, kemudian setiap 15 menit pada 1 jam pertama, selanjutnya setiap 30 menit sampai tercapai TD normal. Atau menggunakan klonidin drip dalam 100 ml glukosa 5%. Dosis awal klonidin ialah 0,002 mg/kgbb/8 jam atau 12 tetes mikrodrip per menit. Dosis dinaikkan 6 tetes/menit tiap 30 menit sampai tekanan darah turun dibawah 100 mmHg. Dosis maksimum adalah 0,006 mg/kgbb/8 jam atau 36 tetes/menit. Bila TD diastolik belum turun dibawah 100 mmHg ditambah kaptopril oral dengan dosis awal 0,3 mg/kgbb/kali, 2-3 kali pemberian per hari. Dosis maksimal kaptopril 2 mg/kgbb/kali. Bila TD belum turun juga dapat diberikan beta-bloker atau obat antihipertensi lain. 4. Sebaiknya dirawat diruang intensif atau high care.8

Gambar 2. Terapi Hipertensi Krisis / Hipertensi Ensefalopati dengan Nifedipin 8

27

Gambar 3. Terapi Hipertensi Krisis / Hipertensi Ensefalopati dengan Klonidin8


Golongan ACE Inhibitor Obat Kaptopril Enalapril Lisinopril Angiotensin receptor blocker (ARB) Irbesartan Losartan - Blocker -blocker Labetalol Atenolol Propanolol Ca channel blocker Amlodipin Nifedipin lepas lambat Klonidin Dosis Awal : 0,3-0,5 mg/kg/dosis Maks : 6 mh/kg/hari Awal : 0,08 mg/kg/hari 5 mg/hari Maks : 0,6 mg/kg/hari 40 mg.hari Awal : 0,07 mg/kg/hari 5 mg/hari Maks : 0,6 mh/kg/hari 40 mg/hari 6-12 tahun : 75-150 mg/hari 13 tahun : 150-300/hari Awal : 0,7 mg/kg 50 mg/hari Maks : 1,4 mg/kg/hari 100 mg/hari Awal : 1-3 mg/kg/hari Awal : 0,5-1 mg/kg/hari Maks : 2 mg/kg/hari 100 mg/hari Awal : 1-2 mg/kg/.hari Maks : 4 mg/kg/hari 6-17 tahun : 2,5-5 mg sekali/hari Awal :0,25-5 mg/kg/hari Maks : 3 mg/kg/hari -120 mg/hari Anak 12 tahun : Awal : 0,2 mg/hari Maks : 2,4 mg/hari Awal : 1 mg/kg/hari Maks : 3 mg/kg/hari 50 mg/hari Awal : 0,5-2,0 mg/kg/dosis Maks : 6 mg/kg/hari Awal : 1 mg/.hari Maks : 3,3 mg/kg/hari 100 mg/hari Awal : 1 mg/hari Maks : 4 mg/hari Awal : 0,05 0,1 mg/kg/hari Interval Dosis tid qd-bid qd qd bid bid qd-bid bid-tid qd qd-bid bid

Agonis sentral

Diuretika

HCT Furosemid Spironolakton

qd qd-bid qd-bid qd tid

Penghambat perifer

Doxasozin Prazosin

28

Vasodilator

Hidralazin Minoksidil

Maks : 0,5 mg/kg/hari Awal : 0,75 mg/kg/hari Maks : 7,5 mg/kg/hari 200 mg/hari Anak < 12 tahun : Awal : 0,2 mg/kg/hari Maks : 50 mg/hari Anak 12 tahun Awal : 5 mg/hari Maks : 100 mg/hari

qid qd-tid

Tabel 7. Antihipertensi untuk Anak 1-17 tahun yang di Rawat Jalan

Obat Hidralazin Labetalol

Golongan Vasodilator - bloker

Dosis 0,2-0,6 mg/kg/dosis Bolus 0,2-1,0 mg/kg/dosis sampai dengan 40 mg/dosis Infus 0,25-3,0 mg/kg/jam 1-3g/kg/menit 0,53-10g/kg/menit

Pemberian iv, im Bolus iv atau infus Infus iv Infus iv

Keterangan Harus diberikan setiap 4 jam bila diberikan secara iv bolus Kontraindikasi relative : asma dan gagal jantung Dapat menimbulkan refleks takikardia Monitor kadar sianida pada pengunaan lama (>72 jam) atau pada gagal ginjal, atau berikan bersama natrium tiosulfat Dapat menyebabkan hipotensi yang tidak dapat diprediksi Efek samping : mulut kering dan sedasi Efek : hipotensi lama dan gagal ginjal akut terutama neonatus Vasodilator oral paling poten, obat dengan aksi lama

Nikardipin Sodium nitroprusid

Ca-chanel bloker Vasodilator

Nifedipin Klonidin

Ca-chanel bloker Agonis sentral

0,25-5 mg/kg 0,05-0,1 mg/dosis, dapat diulang sampai dengan terapi dosis total 0,8 mg 0,05-0,1 mg/kg/dosis sampai dengan 1,25 mg/dosis 0,1-0,2 mg/kg/dosis

p.o (sublingual) p.o

Enalaprilat Minoksidil

ACEI Vasodilator

Infus iv p.o

Tabel 8. Anti hipertensi untuk Manajemen Hipertensi Berat pada anak 1-17 tahun 3.9 PROGNOSIS Walaupun dalam dekade terakhir ini banyak mengalami kemajuan dalam pengobatan hipertensi sehingga kejadian krisis hipertensi makin berkurang, mortalitas krisis hipertensi masih sangat tinggi. Mortalitas berhubungan dengan tinggi rendahnya tekanan darah, usia, ras dan jenis kelamin. Makin tinggi tekanan darah dan makin tua usia mortalitas makin tinggi. Menurut Breckenridge et al derajat retinopati dan tingkat insufisiensi ginjal lebih
29

memiliki nilai prognostik kuat daripada yang lain. Krisis hipertensi jarang meninggalkan gejala sisa, bila penurunan tekanan darah segera dilaksanakan dengan menggunakan obat anti hipertensi secara adekuat.

BAB III PENUTUP


Hipertensi pada anak adalah rerata tekanan darah sistolik dan atau tekanan darah diastolik persentil 95 sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan pada 3 kali pengukuran. Prevalensinya diperkirakan sebesar 12%. Hipertensi diketahui merupakan salah satu faktor resiko terhadap terjadinya penyakit jantung koroner pada orang dewasa dan adanya hipertensi pada masa anak mungkin berperanan dalam perkembangan dini penyakit jantung koroner tersebut. Pengobatan hipertensi pada anak terdiri dari terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non- farmakologis pengurangan berat badan, aktiviras fisik yang regular, dan modifikasi diet sedangkan terapi obat menggunakan ACE inhibitor, -bloker, ARB, ca chanel bloker, dan diuretika.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Pungky AK, Damanik MP. Hipertensi pada anak di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat Vol.22 No.3. Yogyakarta : Subbagian Nefrologi Anak Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada; September 2006.h.124-7. 2. Hilmanto D. Hipertensi pada Anak. Dalam : Garna H, penyunting. Pendidikan Ilmu Kesehatan Anak Berkelanjutan (PIKAB) VII : Tatalaksana Terkini di Bidang Neurologi, Neuropediatri dan Respirologi untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Anak dari Ilmu Dasar ke Aplikasi Klinis. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RSUP Dr. Hasan Sadikin; 2009.h.161-76. 3. Falkner B. The Fourth Report on The Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents. U.S. : Department of Health and Human Sercives; May 2005.p.1-48. 4. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada anak. Sari Pediatri, 2003;5(2): 58-63. 5. Sekarwana N, Rachimadi D, Hilmanto D. Konsensus Tata Laksana Hipertensi Pada Anak. Jakarta : Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.h.2-14. 6. Supartha M, Suarta IK, Winaya IBA. Hipertensi pada anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Maj Kedokt Indon, Mei 2009; 59(5): 221-30.

31

7. Bahrun D. Hipertensi Sistemik. Dalam : Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak IDAI Edisi 2. Jakarta : Bagian Penerbit FKUI; 2004.h.242-90. 8. Sekarwana N. Tatalaksana Glomerulonefritis Akut yang Disertai Hipertensi Ensefalopati. Dalam : Garna H, penyunting. Pendidikan Ilmu Kesehatan Anak Berkelanjutan (PIKAB) VII : Tatalaksana Terkini di Bidang Neurologi, Neuropediatri dan Respirologi untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Anak dari Ilmu Dasar ke Aplikasi Klinis. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RSUP Dr. Hasan Sadikin; 2009.h.177-96.

32

Anda mungkin juga menyukai