Anda di halaman 1dari 42

TUMOR COLON

BAB I PENDAHULUAN Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar (kolon) atau rectum relative umum. Adenokarsinoma dari usus besar dan rektum adalah termasuk dalam tiga keganasan yang paling umum dijumpai sebagai kanker baru dan penyebab kematian baik pada pria (setelah prostat dan paru-paru / bronkus) dan wanita ( setelah payudara dan paruparu / bronkus) di Amerika Serikat. 1 Diperkirakan bahwa pada tahun 2007, ada 112.340 kasus baru kanker usus besar (55.290 pria dan 57.050 wanita) dan 41.420 kasus baru kanker rektal (23.840 pria dan 17.580 wanita) didiagnosis. Pada tahun 2007, 52.180 orang Amerika (26.000 pria dan 26.180 wanita) diperkirakan meninggal akibat kanker kolorektal. Di Amerika Serikat menempati urutan kedua untuk kanker organ visceral dan 20% dari kematian karena penyakit kanker adalah akibat kanker kolorektal.1,2 Karsinoma kolorektal banyak terdapat di Eropa Barat, Amerika Utara. Di Asia, banyak terdapat di Jepang, diduga karena perbedaan pola hidup dan makanan. Beberapa faktor antara lain lingkungan, genetik dan immunologi merupakan faktor predisposisi tumbuhnya kanker kolon, di samping bahan karsinogen, bakteri dan virus. Menurut Petrek, lokasi keganasan kolorektal terbanyak pada rektum (22%), rekto sigmoid (8%), sigmoid (20%), kolon desenden (12%), flexura lienalis (8%), kolon tranversum (6%), flexura hepatika (4%), kolon asenden (6%), cecum (12%),appendix (2%).2 Gejala klinik karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker cecum dan kolon asenden biasanya tidak memberikan gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto sigmoid dapat menyumbat lumen atau berdarah. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 1

TUMOR COLON

BAB II ANATOMI, FISIOLOGI, HISTOLOGI KOLON II. 1 Anatomi Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil.2 Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9 inci.2

Gambar 1: Usus besar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 2

TUMOR COLON

Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media.2,3

Gambar 2 : Vaskularisasi colon

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 3

TUMOR COLON

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemorroid.2,3 Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum mengaikuti aliran limfe inguinalis superfisialis.2,3

Gambar 3: Aliran limfe kolon

Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 4

TUMOR COLON

yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa (Meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya.3 II. 2 Histologi Sekilas tentang anatomi mikroskopis kolon, kolon secara mikroskopis terdiri dari beberapa lapisan, yaitu: 2 1. Tunika Mukosa Terdiri epitel kolumner simpleks, mempunyai sel goblet (lebih banyak dibanding usus halus) tapi tidak mempunyai plika sirkularis maupun vili intestinalis. Pada lamina propia terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn yang lebih banyak dan nodulus limpatikus. Tidak terdapat sel paneth tapi terdapat sel enteroendokrin. Dibawah lamina terdapat muskularis mukosa.2,4 2. Tunika Submukosa Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah, sel lemak dan saraf pleksus meissner 3. Tunika Muskularis Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian luar). Otot sirkular berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian besar (taenia koli). Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach. 4. Tunika Serosa/Adventisia Merupakan peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks, yang diisi pembuluh darah dan sel-sel lemak. Kolon tranversum dan sigmoid melekat ke dinding tubuh melalui mesenterium, sehingga tunika serosa menjadi lapisan terluar bagian kolon ini. Sedangkan adventisia membungkus kolon ascendens dan descendens Karena ketaknya peritoneal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 5

TUMOR COLON

Gambar 4: Histologi kolon

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 6

TUMOR COLON

II.3 Fisiologi Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoar yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
3

Tugas

penting utama kolon adalah penyerapan kembali air dan elektrolit yang telah memasuki usus bersama getah pencernaan. Mukosa usus besar terdiri dari kriptus dan tidak terdapat vilus. Epitel kriptus terdiri dari hampir seluruhnya ( paling banyak pada permukaannya ) atas sel sel goblet yang menghasilkan mukus pelumas. Epitel epitel lain mempunyai batas silia dari mikrovilus yang merupakan gambaran faal penyerapan air yang besar. 3 Kolon mengabsorbsi sekitar 800 ml air per hari, bandingkan dengan usus halus yang mengabsorbsi sekitar 8000 ml. Namun, kapasitas absorbsi usus besar adalah sekitar 1500 200 ml /hari. Bila jumlah ini dilampaui ( misalnya akibat hantaran cairan berlebihan dari ileum ) akan mengakibatkan diare. Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 gram, dan 80 90 % diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak terabsorbsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak terabsorbsi. 3 Sejumlah kecil pencernaan dalam usus besar terutama disebabkan oleh bakteri dan bukan oleh kerja enzim. Usus besar mensekresi mukus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa. 3,4 Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri dari sisa protein menjadi asam amino dan zat yang lebih sederhana seperit peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Bila asam lemak dan HCl dinetralisasi oleh bikarbonat, akan dihasilkan karbondioksida (CO2 ). Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S, dan CH4 membantu pembentukan gas ( flatus ) dalam kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lain diabsorbsi dan diangkut ke hati untuk diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan dieksresikan melalui urin. 3 Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2, H2, dan CH4 yang juga berperan dalam pembentukan flatus dalam kolon. Dalam sehari secara normal dihasilkan sekitar 1000 ml flatus, kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia ( menelan udara secara berlebihan ) dan dari peningkatan gas dalam lumen usus ( yang biasanya berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan ). Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang kacangan mengandung banyak karbohidrat yang tidak dapat dicerna. 3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 7

TUMOR COLON

Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah gerakan pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregand dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak balik dan meremas remas sehingga memberi cukup waktu untuk terjadinya absorbsi.3 Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : 1. kontraksi lambat, tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra, 2. peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul 2 3 kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu. 3 Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dipercepat dengan tekanan intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi volunter otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus ( manuver atau peregangan Valsava ). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi otot volunter sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi rileks dan keinginan defekasi menghilang. 3,4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 8

TUMOR COLON

BAB III TUMOR KOLON Neoplasma adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal akibat proliferasi sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker. Jika menyerang kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai di rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum maka disebut kanker kolorektal.4,5 III.1 Tumor Jinak Tumor jinak pada kolon atau bisa disebut polip adalah petumbuhan jaringan yang menonjol ke dalam lumen traktus gastrointestinal. Secara umum ,terdapat 2 tipe polip jinak yaitu polip non-neoplastik dan polip neoplastik. Polip non-neoplastik terdiri dari hamartoma, polip hyperplastik dan polip inflamasi. Polip neoplastik terdiri dari berbagai macam polip adenomatous dan poliposis coli herediter.(6) 1.1 Polip 1. Polip non-neoplastik a. Hamartoma Hamartoma dikarakteristikkan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari komponen colon normal seperti epitel dan jaringan penghubung. Hamartoma tidak mempunyai potensi keganasan dan kurang atipik atau invasi. Polip Juvenil, Sindroma Cronkhite-Canada, Sindroma Peutz-Jeghers mempunyai karakteristik hamartoma.6 Polip Juvenil Terdapat pada anak-anak, kadang-kadang pada dewasa, dan ditemukan pada seluruh colon. Biasanya tumor mengalami regresi spontan dan tidak bersifat ganas. Gejala klinis utama adalah perdarahan spontan, kadang disertai lendir; karena selalu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 9

TUMOR COLON

bertangkai, dapat menonjol keluar dari anus pada saat defekasi; nyeri abdomen karena autoamputasi polip atau intussussepsi. Karena bisa mengalami regresi spontan, terapinya tidak perlu agresif.6 Sindroma Cronkhite-Canada Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh, hiperpigmentasi kulit, alopecia, dan distrofi kuku. Kelainan ini tidak diturunkan secara genetik. Onset rata-rata pada umur 60 tahun. Predileksi polip yang paling sering di gaster dan colon, jarang pada oesophagus dan usus halus. Gejala klinisnya adalah nyeri abdomen, diare, perdarahan, anorexia sehingga terjadi penurunan berat badan, malabsorbsi, dan anemia. Remisi terjadi spontan atau setelah pemberian terapi medikamentosa atau gastrectomy parsial. Penatalaksanaan dengan polipectomy untuk diagnosis dan terapi suportif.6 Sindroma Peutz-Jeghers Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh dan area pigmentasi pada mukokutan. Sindroma ini diturunkan melalui gen autosomal dominan. Seluruh traktus gastrointestinal dapat terkena, namun paling sering di usus halus. Onsetnya pada usia muda, antara 10-30 tahun. Gejala klinik berupa muntah, perdarahan, nyeri abdomen. Pembedahan merupakan terapi konservatif untuk mengatasi gejala sekunder akibat ulserasi polip, obstruksi atau intussussepsi. Progresifitas ke arah keganasan jarang terjadi. Beberapa pasien mempunyai kecenderungan timbulnya keganasan pada organ lain seperti pankreas, payudara, dan ovarium.5,6 b. Polip hiperplastik Merupakan polip kecil yang berdiameter kurang dari 5 mm yang berasal dari epitel mukosa yang hiperplastik. Dikenal juga sebagai polip metaplastik. Tipe ini merupakan polip colon yang paling sering. Polip hiperplastik sendiri adalah non-neoplastik, namun sering ditemukan pada pasien carcinoma colon. Etiologinya belum jelas, diduga karena infeksi virus. Umumnya polip ini tidak bergejala, tetapi disarankan dilakukan polypectomy dan dibiopsi untuk diagnosis histologik.6 c. Polip inflamasi Tipe polip ini dapat singel atau multipel. Bila multipel, biasanya terdapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 10

TUMOR COLON

inflammatory bowel disease. Polip sebaiknya dibuang dan diperiksa secara patologis. Jika terdapat colitis ulseratif aktif maka harus diterapi.5,6 2. Polip neoplasik a. Polip adenomatous Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.6 Adenoma Tubular Adenoma tubular pada umumnya pedunculated tetapi dapat pula tumbuh flat. Mikroskopis berupa proliferasi kripti yang dilapisi epitel kolumner yang displastik. Pada perjalanannya bentuk tubular dapat dapat membentuk cabang-cabang. Lamina propria bersebukan pada limfosit, sel plasma dan eosinofil.6

Gambar 5 Adenoma Tubular Adenoma Villosum Berupa proliferasi kelenjar yang membentuk pola seperti jari-jari atau berupa papilla-papilla runcing.Papilla dilapisi sel epitel yang displastik.6

Gambar 6 Adenoma Villosum


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 11

TUMOR COLON

Adenoma Tubulovillosum Merupakan bentuk campuran bentuk tubular dan villi, dapat juga berupa struktur adenoma villosum yang mengandung struktur tubuler.Pada adenoma tipe ini struktur villi berkisar antara 35-75 %.6

Gambar 7 Adenoma Tubulovillosum Patofisiologi adenoma dikarakteristikan sebagai proliferasi berlebihan dengan maturasi sel yang lambat. Normalnya sel epitel mukosa colon diganti setiap 4 sampai 8 hari, dengan keseimbangan antara pembentukan dan kematian sel, dan migrasi dari 2/3 basal kripta colon. Pada adenoma, proliferasi juga terjadi pada bagian atas kripta dengan akumulasi sel pada permukaan luminar.5 Kebanyakan pasien dengan polip adenoma adalah asimptomatik, namun dapat juga terdapat hematochezia, obstruksi, nyeri, mucus discharge, atau diare. Kebanyakan polip ini ditemukan secara kebetulan.6 Dewasa ini, hipotesis yang diterima adalah bahwa kebanyakan carcinoma colon berasal dari adenoma benign sebelumnya. Predileksi tersering pada adenoma dan carcinoma adalah di colon distal dan caecum. Carcinoma timbul dari adenoma yang tak diterapi. Adenoma yang lebih dari 15 tahun akan berisiko menjadi carcinoma. Sering terdapat koeksistensi antara bekas adenoma dengan carcinoma colon. Deteksi dini dan pembuangan polip adenoma diharapkan dapat menurunkan insidensi carcinoma colon.5

1.2 Inherited Colorectal Carcinoma (6,7)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 12

TUMOR COLON

a. Familial adenomatous poliposis (FAP) Merupakan kelainan herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Gambaran utamanya adalah polip adenoma difus pada seluruh traktus gastrointestinal bagian bawah. Biasanya timbul pada dekade kedua, namun dapat juga timbul lebih awal. Kelainan ini berpotensi menjadi keganasan, dimana jika tidak diterapi, maka insidensi perubahan keganasan adalah 100%. Usia rata-rata diagnosis carcinoma adalah 40 tahun, namun dapat juga didiagnosis pada awal dekade pertama. Perjalanan penyakit dihambat dengan pembuangan colon yang terkait secepat dan seagresif mungkin sebelum onset keganasan. Proctocolectomy total dengan anastomosis ileal pouch-anal dapat mencegah carcinoma colorectal dan menyediakan jalur untuk defekasi. Alternatif lainnya adalah colectomy subtotal dengan ileoproctostomy, jika tidak ada polip pada rectum. Keluarga pasien perlu diperiksa dengan proctoscopy setiap tahunnya mulai dari usia 10 tahun, sehingga diagnosis dan terapi yang cepat dapat mencegah carcinoma colorectal.6,7

b. Sindroma Gardners Adalah kelainan yang di turunkan secara dominan, yang di tandai oleh trias adenoma kolon, tumor tulang (oseoma) dan tumor jaringan lunak (lipoma, kista sebaea, fibroma, fibrosarkoma). Gambaran penyerta lain mencangkup fibrosis retroperineum, gigi tambahan serta kecenderungan ke arah perkembangan karsinoma tiroidea, glandula adrenal dan duodenum dalam daerah ampula vater.6 c. Sindroma Turcots Sindroma Turcot menunjukan hubungan yang jarang antara adenoma kolon dengan berbagai tumor di sistem saraf pusat. Polip mempunyai frekuensi trasformasi keganasan yang tinggi. Lesi sistem saraf pusat mencangkup medulablastoma, ependimoma dan ganglioblastoma. Cara penularan dianggap autosom resesif walaupun hal ini belum jelas.7 Penatalaksanaan4,6 Polip berpedunkulasi ukuran apapun dan polip sesil kurang dari 2 cm biasanya dapat di buang menggunakan jerat kauter dengan kolonoskopi. Walaupun polip sesil

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 13

TUMOR COLON

yang lebih besar dapat di eksisi secara segmental melalui kolonoskop, namun pendekatan ini mungkin tidak ideal karna banyak yang bersifat kanker dan resiko komplikasi selama pembuangan meningkat secara bermakna. Karena juga ada resiko yang terlibat dalam laparatomi dan eksisi, maka tiap pasien harus di pertimbangkan secara sendiri-sendiri. Setelah polipektomi endoskopi, pasien harus diperiksa secara periodik. Biasanya kolonoskopi ulang di lakukan 1 tahun kemudian dan 3 tahun setelah itu untuk mencari lesi baru atau tambahan. Jika pasien menderita adenoma majemuk maka kolonoskopi di lakukan setiap tahun. Jika laparatomi diperlukan untuk eksisi, setelah memaparkan kolon, polip di palpso dan dinding kolon di insisi pada tempat polip. Kemudian polip di buang dan kolotomi di tutup. Kolektomi segmental jarang di perlukan dan bahkan jika ditemukan perubahan ganas di ujung polip, jika polip tidak menembus lamina muskularis mukosa, maka tidak perlu di lakukan tindakan lebih lanjut. Jika kanker telah menembus lamina muskularis mukosa dan invasi pemuluh limfe telah terlihat, jika kanker berdifrensiasi buruk atau jika telah meluas ketepi eksisi pada kolonoskopi maka laparatomi tindak lanjut dengan reseksi segmental seperti rutin di gunakan untuk adenokarsinoma kolon adalah tepat.

III.2 Tumor Ganas Colon 2.1 Definisi Karsinoma kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805). Karsinoma kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143). Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/ neoplasma yang muncul dari jaringan ephitalialdari kolon (Brooker, 2001 :72 )7 Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa karsinoma kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 14

TUMOR COLON

sehat disekitar kolon (usus besar). Bisa mengenai organ apa saja di tubuh manusia. Bila menyerang di kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai di rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum maka disebut kanker kolorektal.7 2.2 Epidemiologi 8 Di dunia kanker kolon menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolon dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5% pria penderita kanker terkena kanker kolon, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker. Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru, sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Didapatkan suatu hubungan yaitu 1) terdapat perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang meningkat seiring dengan usia 2) meningkatnya insiden kanker kolon seiring dengan kepadatan penduduk 3) rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah.7,8 Kanker kolon merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita. Di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus kanker kolon, data di Departemen Kesehatan didapati angka 1,8 per 100 ribu penduduk. Sejak tahun 1994-2003, terdapat 372 keganasan kolorektal yang datang berobat ke RS Kanker Dharmais (RSKD). Berdasarkan data rekam medik hanya didapatkan 247 penderita dengan catatan lengkap, terdiri dari 203 (54,57%) pria dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71 tahun.5,7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 15

TUMOR COLON

Gambar 8 Insiden Kanker di Indonesia

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko8 1. Kelainan di kolon a.Polip Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.8 Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna; dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 16

TUMOR COLON

Gambar 9: Adenomatous Polip

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal. Polip yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4 kali lipat jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang mempunyai multipel polip. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung beratnya derajat displasia.7,8 b. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease Ulseratif Kolitis Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon, sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun..9 - Penyakit Crohns Pasien yang menderita penyakit crohns mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohns sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Telah dilaporkan juga bahwa
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 17

TUMOR COLON

squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohns disease.9 2. Faktor Genetik a. Riwayat Keluarga Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.8 b. Herediter Kanker Kolorektal Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada dari seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang besar. Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).8,9 3. Diet Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 18

TUMOR COLON

reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.7,8 4. Gaya Hidup Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.7 Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.8 5. Usia Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut ( 65 thn) pria dan wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Peningkatan resiko kanker kolorektal meningkat sesuai dengan usia.9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 19

TUMOR COLON

Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal : 1. Berusia > 50 tahun 2. Sindroma adenomatous popilposis ( familial, hamartomatous poliposis dan Peutz jagers sindrom) 3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga 4. Inflamatory bowel disease 5. Riwayat menderita kanker kolorektal 6. Riwayat menderita polip kolrektal 2.4 Letak Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid.2,8 Letak ` Caecum dan colon ascendens Colon transversum Colon descendens Rectosigmoid Tabel 1. carcinoma colon Persentase 25 10 15 50

2.5 Klasifikasi 8 Sistem Dukes Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran histologik dibagi menurut klasifikasi Dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.6,8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 20

TUMOR COLON

Dukes A B C C1 C2 D

Dalamnya infiltrasi Terbatas di dinding usus Menembus lapisan muskularis mukosa Metastasis kelenjar limfe Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer Dalam kelenjar limfe jauh Metastasis jauh

Prognosis hidup setelah 5 tahun 97% 80% 65% 35% <5% Tabel 2. Sistem Dukes

Stadium O menunjukkan cancer in situ. Sel kanker hanya terdapat di dalam mukosa kolon. Pada umumnya kanker kolon pada tahap ini dapat ditangani dengan polypectomy (menghilangkan massa jaringan yang berkembang di dalam dinding).6

Gambar 10 Kanker stadium 0 Pada kanker stadium I, kanker telah tumbuh melewati mukosa dan menginvasi lapisan otot kolon dan rectum. Kanker belum menyebar ke jaringan sekitar atau limfonodi (T1 atau T2, N0, M0).8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 21

TUMOR COLON

Gambar 11 Kanker stadium I Pada kanker stadium IIa, sel kanker telah menyebar melewati dinding kolon dan rektum dan mungkin telah menyebar ke jaringan sekitar. Kanker belum menyebar ke limfonodi terdekat (T3, N0, M0). Pada stadium IIb, sel kanker telah menyebar melewati kolon atau rektum. Kanker belum menyebar ke limfpnodi terdekat (T4, N0, M0).6

Gambar 12. Kanker stadium IIa dan b

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 22

TUMOR COLON

Pada stadium IIIa, sel kanker telah tumbuh melewati batas dalam atau masuk ke lapisan otot saluran cerna dan satu sampai tiga limfonodi, tetapi belum menyebar ke bagian tubuh yang lain (T1 atau T2, N1, M0).5

Gambar 13 Kanker stadium IIIa

Pada stadium IIIb, sel kanker telah tumbuh melewati dinding saluran cerna atau organ sekitar dan terdapat pada satu sampai tiga limfonodi, tetapi belum menyebar ke bagian tubuh yang lain (T3 atau T4, N1, M0).6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 23

TUMOR COLON

Gambar 14 Kanker stadium IIIb Pada stadium IIIc, sel kanker (semua ukuran) telah menyebar pada empat atau lebih limfonodi, tetapi tidak pada organ distal tubuh. (semua T, N2, M0).6

Gambar 15 Kanker stadium IIIc

Pada stadium IV, sel kanker telah metastasis ke bagian distal tubuh, seperti hati dan paru-paru (semua T, semua N, M1)7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 24

TUMOR COLON

Gambar 16 Kanker stadium IV Sistem TNM The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan the International Union Against Cancer (IUAC) mengklasifikasikan karsinoma kolon dan rektum menggunakan sistem TNM. Klasifikasi TNM untuk kanker kolon dan rektum (AJCC):8 Tumor primer (T) TX T0 Tis propria T1 T2 : Tumor menginvasi submukosa : Tumor menginvasi muscularis propria : Tumor primer sulit dinilai atau kedalaman penetrasi tidak spesifik : Tidak ada bukti adanya tumor primer : Carcinoma in situ (mukosal); intraepithelial atau invasio pada lamina

- T3 : Tumor menginvasi melalui muscularis propria ke dalamsubserosa atau ke dalam perikolik nonperitonial atau jaringan perirektal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 25

TUMOR COLON

T4

: Tumor secara langsung menginvasi organ lain atau struktur dan atau

perforasi peritoneum viseral.

Limfonodi regional (N) NX N0 N1 N2 N3 : Limfonodi regional tidak dapat dinilai : Tidak ada metastasis limfonodi regional : Metastasis pada 1-3 limfonodi perikolik atau perirektal : Metastasis pada 4 atau lebih limfonodi perikolik atau perirektal : Metastasis pada semua limfonodi yang ada dalam tubuh

Metastasis jauh (M) MX M0 M1 : Adanya metastasis tidak dapat dinilai : Tidak ada metastasis jauh : Metastasis jauh

Perbandingan Klasifikasi TNM Staging System dengan klasifikasi Dukes Stadium I II III IV T N M Dukes Stadium Tis N0 M0 A T1 N0 M0 T2 N0 M0 T3 N0 M0 B T4 N0 M0 Any T N1 M0 C Any T N2, N3 M0 Any T Any N M1 Tabel 3. Perbandingan TNM & Dukes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 26

TUMOR COLON

2.6 Patologi Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2,8

2.7 Patofisiologi 6,10 Secara umumnya dinyatakan bahwa untuk perkembangan karsinoma kolon merupakan interaksi anatara faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan multiple beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolon. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.6 Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 27

TUMOR COLON

integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.6,10 Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang sering terjadi adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme kontrol sehingga tidak berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.10

Gambar 17: Adenoma Carcinoma Sequences

2.8 Manifestasi Klinis 8,9 Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan. Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan gejala obstruksi dan stenosis,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 28

TUMOR COLON

terlebih karna feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada factor obstruksi.8 Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.8 Tumor dari kolon kiri dan rectum dapat secara gradual mengoklusi lumen yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses ialah semisolid. Makin ke distal letak tumor feses makin menitips atau seperti kotoran kambing atau lebih cair di sertai darah dan lendir. Tenesmi merupakan gejala yang biasa di dapatkan pada karsinoma rectum. Selain itu Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan.8 Gambaran klinis tumor saecum dan kolon ascendens tidak khas. Dyspepsia,

kelemahan umum, penurunana berat badan dan anemia merupakan gejala yang umum. Oleh karena itu penderita sering datang dengan keadaan yang menyedihkan. Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 29

TUMOR COLON

Secara garis besar gejala pada tumor colon terbagi menjadi tiga, yaitu gejala local, gejala sistemik, dan gejala peyebaran (metastasis):8,9 1. Gejala lokal a. Perubahan kebiasaan buang air Perubahan frekuensi buang air, konstipasi atau diare Sensasi seperti belum selasai buang air besar (masih ingin tapi tidak bisa keluar) Feses bercampur darah atau keluar darah pada saat BAB, feses bercampur lender, feses berwarna kehitaman Nyeri pada saat BAB Mual dan muntah Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh pasien

2. Gejala umum Penurunan berat badan Hilangnya nafsu makan Sering merasa lelah, pucat

3. Gejala metastase Pasien tampak kuning, jika terdapat metastase ke hepar Nyeri pada perut KOLON KANAN Kolitis Karena penyusupan Diare/diare berkala Jarang Samar KOLON KIRI Obstruksi Obstruksi Konstipasi progresif Hampir selalu Samar/makroskopik REKTUM Proktitis Obstruksi Tenesmi terus menerus Hampir selalu Makroskopik

ASPEK KLINIS NYERI DEFEKASI OBSTRUKSI DARAH PADA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 30

TUMOR COLON

FESES FESES DISPEPSIA ANEMIA MEMBURUKNYA

Normal/diare berkala Sering Hampir selalu Hampir selalu

Normal Jarang Lambat Lambat

Perubahan bentuk Jarang Lambat Lambat

KEADAAN UMUM Tabel 4 Gambaran klinis karsinoma kolorektal

2.9 Diagnosis Anamnesis Anamnesis yang cermat sering dapat menentukan diagnosis. Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah dyspepsia, hematokezia, anemia, bemjolan, dan obstruksi. Yang perlu ditanyakan adalah perubahan pola defekasi, frekuensi dan konsitensi tinja.9 Pemeriksaan Fisik9 Rectal toucher untuk menilai : a. Tonus sfingter ani b. Ampula rektum c. Mukosa d. Tumor : kuat atau lemah. : kolaps, kembung atau terisi feses : kasar,berbenjol benjol, kaku : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus

jari, mudah berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis anorektal sampai tumor.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 31

TUMOR COLON

Gambar 18: Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti

Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal examination merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon yang tidak dapat begitu saja diabaikan.9,10 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium a. Pemeriksaan darah samar pada faeces Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang asimptomatik, pada individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdeasarkan tes serial karena kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara intermiten. Tes ini merupakan tes nonspesifik untuk peroxidase yang terkandung dalam haemoglobin. Perdarahan traktus gastrointestinal akan memberikan hasil positif. Beberapa makanan (daging, beberapa buah dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan false positif, sehingga pasien

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 32

TUMOR COLON

sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini dapat ditingkatkan spesifik dan sensitivitasnya dengan menggunakan immunochemical. Hasil positif pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan colonoskopi.9

b. Pemeriksaan DNA feces Pemeriksaan DNA feces adalah teknologi baru yang berkembang untuk skrining karsinoma colorectal. Adenoma premalignan dan karsinoma menhasilkan marker DNA yang tidak terdegradasi selama proses pencernaan dan tetap stabil di dalam feces. Hasil penelitian pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 71-91%.9 c. Tumor marker Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA dapat meningkat pada 6090% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan. CEA tidak spesifik karena dapat meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain carcinoma colorectal. Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan, meskipun antigen karsinoembrionik mungkin bukan indicator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA. Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA pada tanggal selanjutnya menunjukkan kekambuhan.10 d. Tes serum Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT, dan LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar. 2. Endoskopi a. Rectosigmoidoskopi Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 33

TUMOR COLON

sigmoideum bagian distal.9 b. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi Sigmoidoskop dan colonoskop yang fleksibel dengan video atau fiberoptik dapat memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu yang baik. Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat digunakan untuk diagnostik dan terapetik, merupakan metode yang paling akurat untuk menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan dapat untuk melakukan biopsi. Colonoskop untuk diagnostik memiliki satu saluran untuk lewatnya alat-alat seperti snare, forcep biopsi, elektrocauter, dan sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi. Colonoskop untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara simultan untuk irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.10

Gambar 19: Metode pemeriksaan kolonoskopi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 34

TUMOR COLON

Gambar 20. Kolonoskopi dan sigmoidoskopi 3. Pencitraan a. X-ray foto polos dan colon in loop X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih disukai untuk mengevaluasi massa colon yang nonobstruksi.10 b. CT scan Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma colorectal, karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 35

TUMOR COLON

Gambar 21 : CT scan pelvis menunjukkan adanya tumor kolon yang sudah metastasis pada hepar dan daerah intraperitoneal

c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy) Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3 dimensi untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan kesensitivitasan maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian kontras per oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk melihat carcinoma colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan pada obstruksi colon proximal. Keterbatasannya adalah terjadinya false positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae, artefak, dan ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.10 d. MRI Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan dalam mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan carcinoma colorectal. Penggunaan endorectal coil akan menambah sensitivitas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 36

TUMOR COLON

Gambar 22: MRI dari karsinoma kolon e. PET Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas. PET digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan kanker rekuren dengan fibrosis.9 f. Endorectal ultrasound Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan. Ultrasound dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan integritas lapiasan submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor superficial T1-T2 dengan tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian ultrasound dalam mendeteksi kedalamam invasi tumor intramural berkisar antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi pembesaran nodus limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus limfatikus, dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat digunakan untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.10 4. Biopsi Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 37

TUMOR COLON

2.10 Penatalaksanaan A. Pembedahan Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolon. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kiri dapat ditangani dengan dekompresi. Tumor yang menyebabkan perforasi membutuhkan eksisi dari tumor primer dan proksimal kolostomi, diikuti dengan reanastomosis dan closure dari kolostomi.10 B. Penyinaran (Radioterapi) Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. 9 Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh.9 C. Kemoterapi Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. Obat kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU +
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 38

TUMOR COLON

levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara kombinasi dari obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan peningkatan survival ketika diberikan post operatif kepada pasien tanpa penyakit penyerta. Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%, menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.10 2. 11 Prognosis Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu k1asifikasi tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Berikut merupakan pembagian prognosis dari karsinoma kolorektal berdasarkan klasifikasi dari Dukes :6,8 Klasifikasi Dukes Dukes A Terbatas pada mukosa Tidak ada Angka harapan hidup 5 tahun >90% Dukes B1 Sampai stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 70-85% Dukes B2 Menembus stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 55-65% Dukes C1 Sampai stratum muscularis propia Terdapat invasi pada limfonodi terdekat Angka harapan hidup 5 tahun 45-55% Dukes C2 Menembus stratum muscularis propia Terdapat invasi pada limfonodi jauh Angka harapan hidup 5 tahun 20-30% Dukes D Metastase jauh Tidak dapat dipakai Angka harapan hidup 5 tahun <1%>

Prognosis hidup setelah 5 tahun dengan klasifikasi TNM Stadium I, 72% Stadium II, 54% Stadium III, 39% Stadium IV, 7%

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 39

TUMOR COLON

BAB IV KESIMPULAN Tumor kolon merupakan sekelompok sel abnormal yang tumbuh tidak terkendali yang terletak pada kolon. Tumor kolon dibagi menjadi dua, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Yang membedakan dari kedua jenis tumor ini adalah sifatnya. Tumor ganas mempunyai sifat invasif atau merusak jaringan sekitar sedangkan tumor jinak tidak. Tumor jinak kolon atau disebut polip adalah petumbuhan jaringan yang menonjol ke dalam lumen traktus gastrointestinal. Secara umum ,terdapat 2 tipe polip jinak yaitu polip non-neoplastik dan polip neoplastik. Polip non-neoplastik terdiri dari hamartoma, polip hyperplastik dan polip inflamasi. Polip neoplastik terdiri dari berbagai macam polip adenomatous dan poliposis coli herediter. Sedangkan tumor ganas kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (bersifat invasif). Penatalaksanaan untuk tumor jinak atau polip adalah dengan jerat kauter dengan kolonoskopi sampai dengan eksisi segmental. Untuk tumor ganas ditambah dengan terapi radiasi dengan atau tanpa kemoterapi. Pada prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma / tumor kolon, semakin baik prognosisnya karena penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 40

TUMOR COLON

BAB V DAFTAR PUSTAKA


1. Jemal A, Siegel R, Ward E, et al: Cancer statistics, 2007. CA Cancer J Clin 2007. In

Sabiston Textbook of Surgery, 18th edition. Saunders. 2007.


2. Irving MH, Catchpole B: ABC of colorectal diseases: Anatomy and physiology of the

colon, rectum, and anus. In Current Surgical Diagnosis & Treatment, 12th Edition. USA : McGraw-Hill. 2006
3. Anatomy Of The Colon, Rectum, And Pelvic Floor. In Sabiston Textbook of Surgery,

18th edition. Saunders. 2007.


4. Physiology Of The Colon. In Sabiston Textbook of Surgery, 18th edition. Saunders. 2007. 5. Sherwood L. Sistem Pencernaan. Dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi ke 2.

Jakarta : EGC. Hal 582-4.


6. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. Colon, Rectum and Anus In

Schwartzs Principles of Surgery, 9th ed. 2010. USA : McGraw-Hill. P 1996-2012


7. Cuschieri, Grace, Darzi, Borley, Rowley. Disorders of the Colon and Rectum. In Clinical

Surgery, 2nd ed. 2003.USA : Blackwell Publishing. P 416-20.


8. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam

Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 658-64


9. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabistons Textbook

of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 41

TUMOR COLON

10. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingotss Abdominal operation.

10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 42

Anda mungkin juga menyukai