Maulina, S. Farm (1341012110) Nadia Romaneci, S. Farm (1341012114) Rahmi Amini, S. Farm (1341012137)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2014 BAB I ILISTRASI KASUS
1. PERJALANAN PENYAKIT Nama : An. Z Alamat : PBB Umur : 4 tahun 6 bulan BB : 18 Kg Tanggal Pemeriksaan/Diagnose Resep 12-07-2014 Mencret 3 x Muntah (-) Demam (+) D/ GE tanpa dehidrasi PCT Bicnat B6 Oralit Zink 2. RESEP R/ PCT No. V S3dd 1/2 tab R/Na bicarbonat No. V S3dd 1/3 tab R/B6 No. VI S2dd1tab R/Oralit No. V Sdd2bungkus R/Zink No. X S1dd1
BAB II TINJAUAN PENYAKIT
1.1. Definisi Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare, dengan atau tanpa disertai muntah dan seringkali disertai peningkatan suhu tubuh. Gastroenteritis atau diare adalah kekerapan dan keenceran BAB dimana frekuensinya lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya lebih dari 200 250 gram, dapat disertai dengan darah atau lendir. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare pada anak masih merupakan problem kesehatan dengan angka kematian yang masih tinggi terutama pada anak umur 1-4 tahun, yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat dan memadai. Secara umum penatalaksanaan diare akut ditujukan untuk mencegah dan mengobati, dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat kerusakan mukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Jenis Diare Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada: 1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. 2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah. 3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. 4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004). Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi : (Kemenkes RI, 2011) a) Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih : - Keadaan Umum : baik - Mata : Normal - Rasa haus : Normal, minum biasa - Turgor kulit : kembali cepat Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb : Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih: - Keadaan Umum : Gelisah, rewel - Mata : Cekung - Rasa haus : Haus, ingin minum banyak - Turgor kulit : Kembali lambat Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c) Diare dehidrasi berat Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih: - Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar - Mata : Cekung - Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum - Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik) Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.
1.2. Epidemiologi Diare Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).
1.3. Etiologi Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit), alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah kategori besar penyebab diare. Pada balita, penyebab diare terbanyak adalah infeksi virus terutama Rotavirus. Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit seperti cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. coli, dan Entamoeba histolytica (Depkes RI, 2011). Faktor makanan beracun, bahan sitotoksik, antasida yang mengandung magnesium, dan senna dapat menyebabkan diare. Pada data terakhir 300 kasus diare per 100 penduduk pada disebabkan kualitas makanan yang buruk. Penelitian di Jakarta menunjukan bahwa tingkat kontaminasi E.coli masih tinggi pada makanan saji tingkat kontaminasinya 12,2%, makanan baru matang 7,5%, bahan makanan 40,0% dan air 12,9%.25 Diare dapat disebabkan oleh semua antibiotik yang dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan. Obat yang mempunyai efek samping diare adalah NSAID, emetin, pencahar dan antimetabolit.
1.4. Patofisiologi Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak (Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung akan masuk ke dalam bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan menghasilkan enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan permukaan epitel pada viliSel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. , menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas Na+ kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan diare. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Ramig, 2004). 1.5. Faktor Resiko Diare pada Balita Faktor Gizi Sutoto (1992) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan lingkaran setan. Diare menyebabkan kekurangan dan akan memperberat diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Menurut Suharyono (1986), bayi dan balita yang kekurangan gizi, sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare (Suharyono, 1991). Faktor Pendidikan Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah (Simatupang, 2004). Faktor Umur Balita Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004). Faktor ASI ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997), menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh (Sutoto, 1992). Faktor Jamban Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat (Simatupang, 2004). Faktor Sumber Air Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung dari mana sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah (sumur gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu. Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa (Simatupang, 2004). 1.6. Penatalaksanaan Terapi Tujuan terapi : Untuk mengatur diet, mencegah pengeluaran air yang berlebihan, elektrolit, dan gangguan asam basa, menyembuhkan gejala, mengatasi penyebab diare dan mengatur gangguan sekunder yang menyebabkan diare. Pendekatan Umum: Pengaturan diet adalah prioritas utama untuk pengobatan diare. Klinisi merekomendasikan untuk menghentikan makanan padat selama 24 jam dan menghindari produk-produk yang mengandung susu. Apabila terjadi mual dan muntah tingkat sedang berikan diet residu rendah yang mudah dicerna selama 24 jam.jika terjadi muntah dan tidak dapat dikontrol dengan pemberian antiemetik, tidak ada yang diberikan melalui mulut. Pemberian diet makanan lunak dimulai seiiring adanya penurunan gerakan usus. Pemberian makanan sebaiknya diteruskan pada anak-anak dengan diare akibat bakteri akut. Rehidrasi dan perbaikan air elektrolit adalah perawatan primer sampai diare berakhir. Apabila muntah dan dehidrasi tidak parah, pemberian makanan enteral merupakan metode yang terpilih. Terapi farmakologis Berbagai obat telah digunakan dalam pengobatan diare. Obat ini dikelompokkan ke dalam beberapa kategori : Antimotility, adsorben, senyawa antisekresi, antibiotik, enzim, dan mikrofba usus. Obat-obatan tersebut tidak menyembuhkan tetapi hanya meringankan.
Penatalaksanaan diare (menurut kemenkes RI) 1. Berikan Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. 2. Berikan obat Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita: - Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari - Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. 3. Pemberian ASI / Makanan : Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan. 4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia). 5. Pemberian Nasehat Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang : 1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah 2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila : - Diare lebih sering - Muntah berulang - Sangat haus - Makan/minum sedikit - Timbul demam - Tinja berdarah - Tidak membaik dalam 3 hari.
BAB III SKRINING RESEP 3.1 PERSYARATAN ADMINISTRATIF No. Kelengkapan Resep Ada Tidak Keterangan 1 Tanggal
12 Juli 2014 2 Nama, alamat, no. izin praktek dokter (Inscriptio)
Penulisan resep merupakan dokter di puskesmas naras 3 Nama obat, jumlah dan cara penyerahan obat (prescription)
- 4 Aturan pemakaian obat (signature)
- 5 Tanda tangan atau paraf dokter (subcriptio)
- 6 Nama pasien
An. Z 7 Umur pasien
4 tahun 6 bulan 8 Alamat
PBB
3.2. KESESUAIAN FARMASETIK Paracetamol Bentuk sediaan : Tablet Dosis dan Lama pemberian : Dewasa 3-4x/hr, anak 6-12 tahun atau 1 tab tiap 4- 6 jam, 2-5 tahun -1/2 tab tiap 4-6 jam. Potensi : 500 mg Stabilitas : Simpan ditempat sejuk (15 25 C) dan kering. Cara pemberian : sesudah makan Bicnat Bentuk sediaan : Tablet Dosis dan Lama pemberian : Potensi : 500 mg Stabilitas : Cara pemberian : Vitamin B6 Bentuk sediaan : Tablet Dosis dan Lama pemberian : Anak 4 - 8 tahun : 0.6 mg tiap hari Potensi : Stabilitas : Cara pemberian : Oralit Bentuk sediaan : Serbuk Dosis dan Lama pemberian : Potensi : Stabilitas : Cara pemberian : Zink Bentuk sediaan : Tablet dispersible Dosis dan Lama pemberian : Bayi (2-6 bulan): tablet (10 mg zinc) sekali sehari selama 10 hari (meskipun diare telah berhenti) Anak (6 bulan-5 tahun): 1 tablet (20 mg zinc) sekali sehari selama 10 hari (meskipun diare telah berhenti). Potensi : 20 mg Stabilitas : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya matahari, pada suhu di bwah 30C. Cara pemberian : Pemberian dilakukan dengan cara melarutkan tablet dispersibel dengan air secukupnya pada sendok ( 5 mL), kemudian diminumkan kepada anak.
3.3. PERTIMBANGAN KLINIS No Tinjauan farmasetik PCT BICNAT B6 ORALIT ZINK 1 Alergi - 2 Efek samping Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati dan reaksi hipersensitivitas.
3 Interaksi obat
BAB IV ANALISIS DRUG RELATED PROBLEM 4.1. Masalah Terkait Obat (DRP) Jenis DRP Tanggal/bulan Ket. Rekomendasi 12-07-2014 Indikasi tidak diterapi - Terapi tanpa indikasi
Penggunaan Bicnat untuk diare berat. - BICNAT - Vitamin B6 Dosis kurang - Dosis berlebih
Efek samping yang jarang terjadi Sensory neuropathies, pusing dan penurunan asam folat Vitamin B6 untuk anak 4 tahun 0,6 mg/hari Gagal mendapatkan obat - Pilihan obat tidak tepat - ESO - Interaksi obat -
2 Bic Nat - - - - Pemberian Bicnat saat diare berat 3 Vitamin B6 - - - - Dosis Vit. B6 melebihi dosis anak-anak umur 4 tahun 4 Oralit
5 Zink
BAB V TINJAUAN OBAT
1. Parasetamol (MIMS, 2013;PIO, 2007) Komposisi: paracetamol 500 mg Indikasi: Nyeri ringan sampai sedang (termasuk sakit kepala, mialgia, keluhan sesudah imunisasi) serta menurunkan demam yang menyertai infeksi bakteri dan virus Dosis: Dewasa 3-4x/hr, anak 6-12 tahun atau 1 tab tiap 4-6 jam, 2-5 tahun -1/2 tab tiap 4-6 jam. Kontra indikasi: Pasien dengan penyakit hati atau ikterus Efek samping: Reaksi hematologi, erupsi kulit, mual, muntah, gangguan hati, iritasi lambung Interaksi obat: Antikoagulan, antidiabetik, antiaritmia, gout. Farmakologi : Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik paracetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat lemah hingga tidak digunakan sebagai antiremetik. Pada penggunaannya per oral paracetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Paracetamol diekskresikan melalui ginjal,kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
2. Zink Komposisi: Zinc sulphate monohydrate 54,9 mg yang setara dengan zinc 20 mg Indikasi: Terapi pelengkap diare pada anak. Penggunaannya bersama dengan garam rehidrasi oral
Dosis: Bayi (2-6 bulan): tablet (10 mg zinc) sekali sehari selama 10 hari (meskipun diare telah berhenti) Anak (6 bulan-5 tahun): 1 tablet (20 mg zinc) sekali sehari selama 10 hari (meskipun diare telah berhenti). Pemberian dilakukan dengan cara melarutkan tablet dispersibel dengan air secukupnya pada sendok ( 5 mL), kemudian diminumkan kepada anak Farmakologi: Tablet zinc dispersibel untuk melengkapi pengobatan diare pada anak-anak di bawah 5 tahun. Penggunaannya selalu disertai dengan garam rehidrasi oral. Pengobatan diare ditujukan untuk pencegahan atau pengobatan dehidrasi dan pencegahan gangguan nutrisi. Berikan zinc sesegera mungkin pada awal diare bersama dengan garam rehidrasi oral. Pemberian suplementasi zinc dapat menurunkan insidens diare 2-3 bulan ke depan Kontra indikasi: Hipersensitif. Efek Samping: Toksisitas zinc secara oral pada orang dewasa dapat terjadi akibat asupan zinc > 150 mg/hari ( 10 kali dosis yang direkomendasikan) dalam jangka panjang. Dosis tinggi zinc dalam jangka panjang dapat menurunkan konsentrasi lipoprotein dan absorpsi tembaga Peringatan dan Perhatian: Selama diare masih berlangsung, selain diberikan suplementasi zinc juga diberikan garam rehidrasi oral. Para ibu menyusui dianjurkan untuk tetap menyusui atau meningkatkan frekuensi menyusui anaknya selama dan setelah diare
3. Vit B6 Komposisi: tiap tablet mengandung piridoksin HCL 10 mg, 25 mg Indikasi: Defisiensi piridoksin, Gangguan metabolik, Beberapa indikasi lain namun belum terbukti dengan studi klinis yang terkontrol baik : terapi jerawat, bermacam dermatosis, stimulasi nafsu makan, hiperlipidemia, radiation sickness, hyperemesis gradivarum, vertigo, motion sickness, psikosis, depresi terkait kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral, hiperkinesia, acute chorea, chronic progressive hereditary chorea, tardive dyskinesia, asma, absence seizures, sindrom amenorrhea-galactorrhea, gyrate atrophy of the choroid and retina, idiophatic nephrolithiasis, intoksikasi alkohol, dan untuk supresi laktasi postpartum, pencegahan leukopenia akibat mitomycin, dan reversal of procarbazine neurotoxicity. Dosis: Pemberian : per oral, injeksi IM, IV dan subkutan. Rasa terbakar dapat muncul pada sisi injeksi setelah pemberian IM atau Subkutan. Untuk Indikasi Defisiensi Piridoksin : Dewasa : dosis awalnya 2.5 - 10 mg perhari. Setelah gejala klinisnya terkoreksi, sediaan multivitamin mengandung vitamin B6 2-5 mg perhari harus diberikan selama beberapa minggu, Untuk terapi drug-induced deficiency anemia atau neuritis, dosis awal 100-200 mg perhari selama 3 minggu diikuti dosis profilaksis oral 25-100 mg perhari. Untuk Indikasi Dietary Requirements and Replacement : Adequate intake rekomendasi National Academy of Sciences (NAS) : Bayi sehat < 6 bulan 0.01 mg/kg tiap hari, Bayi sehat 6-12 bulan 0.03 mg/kg tiap hari, Recommended Dietary Allowance : Anak sehat 1 - 3 tahun : 0.5 mg tiap hari, Anak sehat 4 - 8 tahun : 0.6 mg tiap hari, Anak sehat 9 - 13 tahun : 1 mg tiap hari, Lak-laki 14-19 tahun : 1.3 mg tiap hari, Perempuan 14-19 tahun : 1.2 mg tiap hari, Laki-laki dan perempuan dewasa 19-50 tahun : 1.3 mg tiap hari, Laki-laki >= 51 tahun : 1.7 mg tiap hari (Medscape, 2014). Efek samping : - Sistem saraf pusat : sakit kepala, kejang (mengikuti pemberian dosis IV yang sangat besar), sensory neuropathy - Endokrin & metabolik : penurunan sekresi serum asam folat Gastrointestinal - Mual Hepatik : Peningkatan AST Neuromuskular & skeletal : paresthesia Lain-lain :reaksi alergi.
Interaksi obat: - Levodopa : menurunkan efek levodopa, namun hal ini tidak muncul jika dopa decarboxylase inhibitor juga ikut diberikan. - Altretamine : menurunkan aktivitas altretamine. - Phenobarbital & Phenytoin : menurunkan konsentrasi serum ke dua obat tersebut. Hidralazin, isoniazid, penicillamine, kontrasepsi oral : meningkatkan kebutuhan vitamin B6 Farmakologi: Piridoksin dikonversi menjadi bentuk aktif vitamin yang bekerja sebagai koenzim dalam variasi reaksi yang luas dalam intermediary metabolisme.
4. Oralit Komposisi: Oralit 200 : Glukosa anhidrat 2,7 g Natrium klorida 0,52 g Trinatrium sitrat dihidrat 0,52 g Kalium klorida 0,3 g Indikasi: mencegah dan mengobati dehidrasi pada waktu muntaber, diare, kolera Dosis: Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi : Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret Dosis oralit bagi penderita diare dehidrasi ringan/sedang : Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. Kontra indikasi: obstruksi atau perforasi usus Farmakologi : Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. 5. BICNAT Komposisi: Sodium bicarbonate Kelas terapi : Antidote, Alkalinizing agent Bentuk sediaan : tablet 325 mg; 650 mg Indikasi : Menghilangkan gangguan pencernaan, mulas, asam lambung, atau sakit perut. Dosis: Pediatrik: o Urinary Alkalinisasi 0-12 tahun: 1-10 mEq (84-840 mg) / kg / hari secara oral dalam dosis terbagi; dosis harus dititrasi pada pH urin yang diinginkan. Lebih dari 12 sampai 18 tahun: 325-2000 mg oral 1 sampai 4 kali sehari. Satu gram menyediakan 11,9 mEq (mmol) natrium bikarbonat dan Tujuan terapi adalah untuk memperbaiki pH serum dan meningkatkan pH urin menjadi 8 untuk meningkatkan ekskresi ginjal dari zat beracun seperti salisilat atau lithium. Jika peningkatan pH urin tidak memadai, meningkatkan natrium bikarbonat dalam larutan untuk 100 sampai 150 mEq / L dapat menyebabkan alkalinisasi lebih lanjut dari urin. o Hyperuricemia Sekunder untuk Kemoterapi 0-12 tahun: Parenteral: 120-200 mEq/m2/day diencerkan dalam cairan pemeliharaan IV 3000 mL / m2 / day; titrasi untuk mempertahankan pH urine antara 6 dan 7. Oral: 12 g/m2/day dibagi menjadi 4 dosis; titrasi untuk mempertahankan pH urine antara 6 dan 7. o Asistol 1 mEq / kg IV lambat pada awalnya, dapat mengulang dengan 0,5 mEq / kg 10 menit kemudian satu waktu, atau seperti yang ditunjukkan oleh status asam-basa pasien.
Dewasa : o Metabolik Asidosis Parenteral: Jika status asam basa tersedia, dosis harus dihitung sebagai berikut: defisit 0,2 x berat badan (kg) x dasar. Atau: HCO3 (mEq) = 0,5 x diperlukan berat badan (kg) x [24 - serum HCO3 (mEq/L)]. atau Sedang asidosis metabolik: 50 sampai 150 mEq natrium bikarbonat dilarutkan dalam 1 L D5W untuk infus intravena pada tingkat 1 sampai 1,5 L/jam selama satu jam pertama. Parah asidosis metabolik: 90-180 mEq natrium bikarbonat dilarutkan dalam 1 L D5W untuk infus intravena pada tingkat 1 sampai 1,5 L / jam selama satu jam pertama. Jika status asam basa tidak tersedia, dosis harus dihitung sebagai berikut: 2 sampai 5 mEq / kg IV infus lebih dari 4 sampai 8 jam; dosis berikutnya harus didasarkan pada status asam basa pasien. Oral: Asidosis metabolik Moderat: 325-2000 mg oral 1 sampai 4 kali sehari. Satu gram menyediakan 11,9 mEq (mmol) natrium bikarbonat. o Diabetic ketoasidosis Meskipun natrium bikarbonat disetujui untuk pengobatan asidosis metabolik, data yang menunjukkan bahwa penggunaan obat ini mungkin berbahaya dalam pengaturan klinis tertentu seperti asidosis laktat, asidosis dengan hipoksia jaringan, uremia, disfungsi jantung berat atau penangkapan, dan ketoasidosis diabetik. Kebanyakan ahli hanya memungkinkan untuk digunakan ketika perfusi jaringan dan ventilasi yang maksimal dan pH arteri adalah 7.1 atau lebih rendah. Jika natrium bikarbonat digunakan untuk mengobati diabetes ketoasidosis, dosis awal adalah 50 mEq natrium bikarbonat dalam 1 L larutan IV yang tepat untuk diberikan sekali. Terapi insulin mungkin meniadakan kebutuhan untuk terapi bikarbonat karena akan meningkatkan pemanfaatan glukosa dan menurunkan produksi keto.
o Urinary Alkalinisasi Parenteral: 50 sampai 150 mEq natrium bikarbonat dilarutkan dalam 1 L D5W untuk infus intravena pada tingkat 1 sampai 1,5 L / jam. Oral: 325-2000 mg oral 1 sampai 4 kali sehari. Satu gram menyediakan 11,9 mEq (mmol) natrium bikarbonat dan Tujuan terapi adalah untuk memperbaiki pH serum dan meningkatkan pH urin menjadi 8 untuk meningkatkan ekskresi ginjal dari zat beracun seperti salisilat atau lithium. Jika peningkatan pH urin tidak memadai, meningkatkan natrium bikarbonat dalam larutan untuk 100 sampai 150 mEq / L dapat menyebabkan alkalinisasi lebih lanjut dari urin.
BAB VI PEMBAHASAN Diare adalah adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair setengah padat, lebih dari 3 kali perhari, dapat disertai dengan darah atau lendir, berlangsung kurang dari 14 hari. Pada kasus ini pasien berobat ke puskesmas melalu poli anak dengan keluhan BAB 3x dan disertai demam. Pengobatan yang diberikan yaitu paracetamol untuk mengatasi demam dengan pemberian 3 x tablet (250 mg). dosis pct untuk anak <12 thn 10 mg 15 mg/kg BB PO q 4-6jam prn, tidak boleh lebih dari 2,6 g / hari (5dosis per hari) (Medscape, 2014; IONI, 2008). Pada kasus ini dosis untuk anak dengan BB 18 kg yaitu: 180 mg 270 mg. Sodium bikarbonat digunakan untuk: Mengobati asidosis metabolik (suatu kondisi di mana ada terlalu banyak asam di dalam tubuh) dan intoksikasi obat tertentu, dan mengganti bikarbonat hilang karena diare berat. Sodium bikarbonat adalah elektrolit. Ia bekerja dengan menetralkan kelebihan asam dalam darah. Hal ini juga dapat menggantikan bikarbonat bila ada kekurangan dari tubuh (Drugs 2014). Pada kasus ini anamnesa pasien mengatakan bahwa pasien BAB 3x dan didiagnosa diare tanpa dehidrasi, jadi pemberian NABIC tidak perlu diberikan karena tidak ada indikasi atau gejala yang ada pada pasien. Untuk mencegah dan mengobati dehidrasi pada diare, pasien diberikan oralit. Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi : Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret. Tablet zinc dispersibel 1 x 10 mg untuk melengkapi pengobatan diare pada anak-anak di bawah 5 tahun. Penggunaannya selalu disertai dengan garam rehidrasi oral (oralit). Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare (Depkes RI, 2011). Multivitamin yang diberikan kemudian yaitu Vit B6 2 x 1 tab untuk menambah asupan tubuh dan mengatasi mual pada anak. Dosis vitamin B6 untuk anak 4 - 8 tahun : 0.6 mg tiap hari Vitamin B6 didalam tubuh berubah menjadi piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat membantu dalam metabolisme protein dan asam amino.
BAB V KESIMPULAN 5.1 KESIMPULAN Obat yang diberikan yaitu Parasetamol, Bicnat, Vit. B6, Oralit dan Zink DRP yang ditemukan yaitu dosis Vit. B6 lebih dari 0,6 mg/hari dan penggunaan Bicnat harusnya untuk diare berat.
5.2 KONSELING PASIEN Sarankan kepada ibu atau keluarga pasien cara memberikan cairan dan obat. Jelaskan kepada keluarga pasien kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila : Diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan/minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah, tidak membaik dalam 3 hari. Jelaskan kepada keluarga pasien cara mencegah diare pada bayi, seperti : memberi ASI penuh pada bayi selama 6 bulan, > 6 bulan beri ASI dan makanan lunak lainnya, menggunakan air yang bersih, mencuci tangan dengan sabun, hindari makan dan minum yang tidak bersih, rebus air untuk minum, gunakan air bersih untuk memasak, menggunakan jamban, membuang tinja bayi yang benar, memberi imunisasi, sarana membuang air limbah yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
American Society of Health-System Pharmacists.2011. AHFS DRUG INFORMATION ESSENTIALS.Bethesda, Maryland. BPOM, 2008.Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). Jakarta: CV. Sagung Seto. Black, R.E., Morris, S.S., and Bryce, JWhere and why are 10 million children dying every year? Lancet . 2003, 361: 2226-2234. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Corwin, Elizabeth J., 2009. hal. 718-719
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelayanan Informasi Obat. Jakarta.
Depkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Triwulan II. ISSN 2088-270x. bakti husada.
Dipiro, Joseph, T. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition.The McGraw-Hill Companies, Inc.
Drugs.com. 2014. Sodium bicarbonat. http://www.drugs.com/cdi/sodium- bicarbonate.html [Acc date : 16 Juli 2014].
IAI. 2011. ISO Farmakoterapi 2.PT.IAI Penerbitan : Jakarta.
ISFI. 2008. ISOFarmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan : Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin diare. Indonesia: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku petugas kesehatan. Indonesia : Kementerian Kesehatan Repbulik Indonesia: 2011.