PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa
ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa yang meliputi perubahan biologi, perubahan psikologi, dan perubahan
sosial. Di sebagian masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya di mulai
pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. World Health
Organization (WHO) remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa
peralihan
yang
secara
berangsur-angsur
mencapai
kematangan
seksual,
Jumlah remaja yang tidak sedikit merupakan potensi yang sangat berarti
dalam melanjutkan pembangunan di indonesia.Seperti yang tercantum dalam
garis-garis besar pembangunan indonesia bahwa pembinaan anak dan remaja
dilaksanakan melalui peningkatan gizi,pembinaan perilaku kehidupan beragama
dan budi pekerti luhur,penumbuhan minat belajar,peningkatan daya cipta dan
daya nalar serta kreatifitas,penumbuhan idealisme dan patriotisme.Akan tetapi
adanya ketidakseimbangan upaya pembangunan yang di lakukan terutama
terhadap remaja,akhirnya menimbulkan masalah bagi pembangunan itu sendiri.
Salah satu dampak ketidakseimbangan pembangunan itu adalah terjadinya
perubahan mendasar yang menyangkut sikap dan prilaku seksual pranikah
dikalangan remaja.Di amerika latin anak muda berusia 15-24 tahun melakukan
intercourse (hubungan seksual) rata-rata pada usia 15 tahun bagi laki-laki dan usia
17 tahun bagi perempuan,Sedangkan di indonesia satu dari lima anak pertama
yang dilahirkan pada wanita menikah pada usia 20-24 tahun merupakan anak hasil
hubungan seksual sebelum menikah.Tidak tepat dan tidak benarnya informasi
mengenai seksual dan reproduksi yang mereka terima semakin membuat runyam
masalah perilaku seksual remaja pranikah.
Dampak apa yang terjadi pada remaja ketika melakukan hubungan seks pranikah?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan pendidikan kesehatan demi tercapianya derajat kesehata
pada semua remaja baik laki-laki maupun perempuan.
2. Tujuan Khusus
a.
BAB II
PEMBAHASAN
Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta
mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu :
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan
yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses
reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak
buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja
karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli
kebebasannya secara materi, dsb),
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual, dsb).
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi:
a.
b.
c.
Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh
kembang remaja)
d.
e.
f.
Hak-hak reproduksi
Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat
perhatian yang cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi:
istilah remaja dengan batasan usia, tetapi di sisi lain dalam pembicaraan
selanjutnya mereka hanya membatasi pada mereka yang belum menikah.
3) Banyak yang masih mentabukan untuk membahas masalah kesehatan reproduksi
remaja karena membahas masalah tersebut juga akan juga berarti membahas
masalah hubungan seks dan pendidikan seks.
Mulai menstruasi.
Tumbuh kumis.
Tumbuh jakun.
a.
Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik
sesama jenis maupun lawan jenis
d. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
e.
f.
i.
j.
a.
c.
d.
a.
b.
Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas
pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau
penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan
lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
yang berhubungan
sistem fungsi,
dan proses
reproduksi(ICPD,1994).
Beberapa tahun sebelumnya Rai dan Nassim mengemukakan definisi
kesehatan reproduksi mencakup kondisi di mana wanita dan pria dapat melakukan
hubungan seks secara aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan, dan
bila kehamilan diinginkan, wanita di mungkinkan menjalani kehamilan dengan
aman, melahirkan anak yang sehat serta di dalam kondisi siap merawat anak yang
dilahirkan (Iskandar, 1995)
Dari kedua definisi kesehatan reproduksi tersebut ada beberapa faktor yang
berhubungan dengan status kesehatan reproduksi seseorang, yaitu faktor sosial
,ekonomi,budaya, perilaku lingkungan yang tidak sehat, dan ada tidaknya fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu mengatasi gangguan jasmani dan rohani. Dan
tidak adanya
akses
informasi
merupakan
faktor tersendiri
yang juga
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan perilaku seksual yang cukup mencolok
pada remaja desa dan remaja kota di Sumatra Utara dan Kalimantan selatan. Di
kedua tempat penelitian itu terlihat adanya kecenderungan perilaku seksual yang
permisif baik di desa maupun di desa.
Faktor-faktor yang sangat terkait kondisi saat ini menyebabkan perilaku
serksual remaja semakin menggejala akhir-akhir ini. Namun begitu, banyak
remaja tidak mengindahkan bahkan tidak tahu dampak dari perilaku seksual
mereka terhadap kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat ataupun
waktu yang lebih panjang. Sebuhungan dengan definisi kesehatan reproduksi yang
telah di bicarakan dahulu, berikut ini akan di bahas mengenai beberapa dampak
perilaku seksual remaja pranikah terhadap kesehatan reproduksi.
o Hamil yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)
Unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak di kehendaki) merupakan salah
satu akibat dari perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru seperti:
melakuakan hubungan seks pertama kali, atau hubungan seks jarang
dilakuakan,atau perempuan masih muda usianya, atau bila hubungan seks
dilakuan sebelum atau sesudah menstruasi, atau bila mengunakan teknik coitus
interuptus (sanggama terputus), kehamilan tidak akan terjadi merupakan pencetus
semakin banyaknya kasus unwanted pregnancy. Seperti salah satu kasus pada
penelitian khisbiyah (1995) ada responden mengatakan, untuk menghindari
b.
Faktor eksternal meliputi sikap dan penerimaan orng tua kedua belah pihak,
penilaian masyarakat, nilai-nilai normatif dan etis dari lembaga keagamaan, dan
kemingkinan-kemungkinan perubahan hidup di masa depan yang mengikuti
pelaksanaan keputusa yang akan dipilih.
Terlepas dari alasan di atas, yang pasti melahirkan dalam usia remaja (early
chilbearing) dan melakuakan aborsi merupakan pilihan yang harus mereka jalani.
Banyak remaja putri yang mengalami unwanted pregnancy terus melanjutkan
kehamilanya. Kosenkuensi dari keputusan yang mereka ambil itu adalah
melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia yang relatif muda.
o Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan
kesehatan reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi
,pihak perempuan atau tepatnya korban- utama dalam masalah ini. Kodrat untuk
hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok
yang sangat delimatis. Dalam pandangan masyarakat ,remaja putri yang hamil
merupakan aib keluarga,yang secara telak mencoreng nama baik keluarga dan ia
adalah si pendosa yang melangar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman
sosial ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri
tersebut. Perasaan binggung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja
setelah mengetahui kehamilanya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis
terhadap masa depan, dan kadang disertai rasa benci dan marah baik kepada diri
sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib membuat kondisi sehat secara
fisik ,sosial dan mental yang berhubungan dengan sistem ,fungsi,dan proses
reproduksi remaja tidak terpenuhi.
Namun ada hal yang perlu pula untuk diketahui bahwa dampak yang terjadi
pada remaja bukan hanya pada saat pranikah,namun dapat pula memberikan
dampak negatif saat menikah dan hamil muda.Hal-hal yang mungkin terjadi saat
menikah dan hamil di usia sangat muda (dibawah 20 tahun).
Tetap perlu diingat bahwa perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun
sedang berada di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik. Karena
tubuhnya belum berkembang secara maksimal, maka perlu dipertimbangkan
hambatan/ kerugian antara lain :
1. Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehailannya termasuk control
kehamilan. Hal ini berdampak pada meningkatnya berbagai resiko kehamilan.
2.
Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah
yang dapat berdampak pada keracunan kehamilan serta kejang yang berakibat
pada kematian.
3. Penelitian juga memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (di bawah 20tahun)
sering kali berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan
belum sempurnanya perkembangan dinding rahim.
4.
5.
Wawasan berpikirnya belum luas dan cukup matang untuk bisa menghadapi
kesulitan, pertengkaran yang ditimbulkan oleh pasangan hidup dan lingkungan
rumah tangganya.
Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks di masa lalu berfokus pada anatomi fisiologi
reproduksi dan penyuluhan perilaku yang khas kehidupan keluarga Amerika kelas
menengah. Baru baru ini pendidikan seks mulai membahas masalah seksualitas
manusia yang dihadapi remaja. Misalnya, program program yang sekarang
berfokus pada upaya remaja untuk mengatakan tidak. Pihak oponen program
pendidikan seks di sekolah percaya bahwa diskusi eksplisit tentang seksualitas
meningkatkan aktivitas seksual diantara remaja dan mengecilkan peran orang tua.
Pihak pendukung mengatakan, tidak adanya diskusi semacam itu dari orang tua
dan kegagalan mereka untuk member anak anak mereka informasi yang
diperlukan secara nyata untuk menghambat upaya mencegah kehamilan pada
remaja. Peran keluarga, masjid, gereja, sekolah kompleks dan kontraversial
tentang pendidikan seks. Orang tua mungkin tidak terlibat dalam pendidikan seks
anak anaknya karena beberapa alasan, seperti :
Para remaja tidak merasa nyaman bila orang tua mereka membahas seks.
Beberapa orang tua mendapat kesulitan untuk mengakui anaknya adalah
individu seksual yang memiliki perasaan dan perilaku seksual. Penolakan orang
tua untuk membahas perilaku seksual dengan putri mereka bisa menyebabkan
Menyadarkan remaja terhadap aspek lingkungan dan budaya barat yang merusak
kesehatan dan kesejahteraan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa remaja ialah periode waktu individual beralih dari fase anak ke fase
dewasa (lowdermik dan jensen,2004).Tugas-tugas perkembangan remaja terdiri
dari : menerima citra tubuh,menerima identitas seksual, mengembangkan sistem
nilai personal,membuat persiapan untuk hidup mandiri,menjadi mandiri /bebas
dari
orang
tua,mengembangkan
keterampilan,mengambil
keputusan
dan
terdiri
dari
:identitas
seksual,identitas
kelompok,identitas
Keluarga, sekolah,
2.
DAFTAR PUSTAKA
Soekidjo, Notoatmodjo.(2007).Kesehatan masyarakat,edisi ke 11.Jakarta : Rineka
Cipta.
Bobak,Lowdermik, jensen.(2004).Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi
4.EGC.Jakarta
Potter& perry.(2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Edisi 4.EGC.Jakarta
http://www.anekatips.info/2009/07/bahaya-seks-bebas-di-kalangan
remaja.html#ixzz0jdIQOsYc
www.kapanlagi.com
www.halalsehat.com
www.en.wikipedia.com
Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak,yaitu
bagaimana cara sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan
anak,termasuk
cara
penerapan
aturan,mengajarkan
nilai
/
norma,memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap
dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi anaknya
(Theresia,2009)
Pola Asuh menurut agama adalah cara memperlakukan anak sesuai dengan
ajaran agama berartimemehami anak dari berbagai aspek,dan memahami
anak dengan memberikan ola asuh yang baik ,menjaga anak dan harta
anak yatim, menerima, mamberi perlindungan, pemeliharaan, perawatan
dan kasih sayang sebaik baiknya (QS Al Baqoroh:220)
Dari beberapa pengertian maka yang dimaksud pola asuh dalam penelitian ini
adalah cara orang tua bertndak sebagai suatu aktivitas kompleks yang melibatkan
banyak perilaku spesifik secara individu atau bersama sama sebagai serangkaian
usaha aktif untuk mengarahkan anaknya.
Bentuk Pola Asuh
Macam macam Pola Asuh Orang Tua
Menurut Baumrind,(dikutip oleh Wawan Junaidi,2010), terdapat 4 macam pola
asuh orang tua :
(1). Pola Asuh Demokratis
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini
cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau
melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini
tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal
kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua
tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti
mengenai anaknya.
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang
sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk
keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun
dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah
perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang
depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun
psikis pada anak-anaknya.
Dampak atau pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak anak menurut
Baumrind, (dikutip oleh Ira, 2006) adalah:
Sosial ekonomi
Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan
yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya.
Anak yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah
mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status
ekonomi.
Pendidikan: Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia
menjadi dewasa. Latar belakang pendidikan orang tua dapat
mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun non formal
kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada
anaknya.
Nilai-nilai agama yang dianut orang tua: Nilai nilai agama juga menjadi
salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam
pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut
berperan didalamnya.
Kepribadian: Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu
mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan
membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002).
Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan
pendidikan bertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu mendapat
perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah
menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak
menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan
terus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.
Jumlah anak: Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi
pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam
keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu
menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian
dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya,
(Okta Sofia, 2009).
Mau bekerjasama
Bersahabat
Loyal
Emosinya stabil
Ceria dan bersikap optimis
Mau menerima tanggung jawab
Jujur
Dapat dipercaya
Memiliki perencanaan baik di masa depan
Bersikap realistic (memahami kelebihan dan kekurangan secara obyektif)
Mendominasi Anak
Tidak patuh
Tidak bertanggung jawab
Agresif dan teledor
Bersikap otoriter
Terlalu percaya diri
Impulsif
Tidak dapat mengambil keputusan
Nakal
Sikap bermusuhan atau gresif
Sumber: dari Syamsu Yusuf. 2009 dalam Psikologi Perkembangan Anak Dan
Remaja
Dari ketujuh sikap atau perlakuan orangtua itu, tampak bahwa sikap . acceptance
merupakan yang paling baik untuk dimiliki atau dikembangkan oleh orang tua
(Syamsu, 2009)
Dari penelitian yang dilakukan oleh Diana Baumrind mengemukakan dua hasil
penelitian yaitu : (1) ada 4 gaya perlakuan orang tua yaitu: Authoritarian,
permissive, authoritative, dan negalectfull. (2) dampak gaya perlakuan orang tua
terhadap perilaku anak
Pengaruh Parenting Style terhadap Perilaku Anak
(1). Parenting Style: Authoritarian
Mudah tersinggung
Penakut
Pemurung, tidak bahagia
Mudah terpengaruh
Mudah stres
Tidak mempunyai arah masa depan
Tidak bersahabat
Bersikap bersahabat
Memiliki rasa percaya diri
Mampu mengendalikan diri
Bersikap sopan
Mau bekerjasama
Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
Mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas
Berorientasi terhadap prestasi
Sumber: dari Syamsu Yusuf. 2009 dalam Psikologi Perkembangan Anak Dan
Remaja
Anak Prasekolah
Definisi Anak Prasekolah
Anak Prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun (Biechler
dan Snowman,)
Anak yang terkategori para sekolah adalah anak dengan usia 3-5 tahun,
(Elizabeth B. Hurlock )mengatakan bahwa kurun usia pra sekolah disebut
sebagai masa keemasan (the golden age).
Ciri ciri masa kanak kanak awal dapat diuraikan sebagai berikut:
Masa kanak kanak awal merupakan masa Preschool Age. Masa ini
adalah masa anak sebelum anak masuk pendidikan formal (SD).
Masa kanak kanak awal merupakan masa Pregang Age
Masa ini anak belajar dasar dasar dari tingkah laku untuk
mempersiapkan dirinya bagi kehidupan bersama.
Masa kanak kanak awal merupakan masa Hunter Age
Masa ini anak senang menyalidiki dan ingin tahu apa yang ada
disekitarnya.
Masa kanak kanak awal merupakan masa Problem Age
Anak menunjukkan banyak problem tingkah laku yang harus diperhatikan
oleh orang tua.
Kesabaran dan ketulusan hati. Sikap sabar dan ketulusan hati orangtua
dapat mengantarkan kesuksesan anak. Begitu pula memupuk kesabaran
anak sangat diperlukan sebagai upaya meningkatkan pengendalian diri.
Kesabaran menjadi hal yang penting dalam hidup manusia sebab bila
kesabaran tertanam dalam diri seseorang dengan baik maka seseorang
akan mampu mengendalikan diri dan berbuat yang terbaik untuk
kehidupannya.
Secara psikologis dapat ditelusuri bahwa bila anak dilatih untuk memiliki
sifat sabar dengan bekal agama yang dimiliki akan berimplikasi positif
bagi kehidupan anak secara pribadi dan bagi orang lain/masyarakat secara
luas, diantaranya:
Mewujudkan keselehan sosial dan kesalehan individu yaitu dengan
terwujudnya kualitas keimanan pada individu dan masyarakat yang
bertaqwa, beriman dan beramal saleh. Seseorang yang memiliki kesalehan
sosial yang tinggi memiliki empati, sosialisasi diri, kesetiakawanan,
keramahan, mengendalikan amarah, kemandirian, sikap ketenangan dan
teratur berfikir serta cermat bertindak. Sikap yang ditunjukkan akibat
kesabaran diri akan membuat individu mudah bergaul, dengan rasa aman
dan damai, tanpa kekerasan. Sikap tersebut akan mampu memupuk konsep
diri seseorang.
Dapat membina hubungan yang baik antar individu dan punya semangat
persaudaraan.
Saat seseorang dalam kesabaran akan bertumpu pada nilai ketaqwaan dan
ketaatan pada Allah SWT. Seseorang yang berada dalam keimanan dan
ketaqwaan sebagaimana janji Tuhan akan memiliki jiwa yang tenang.
Dalam jiwa seorang yang tenang akan menstabilkan tekanan pada
amygdale (system saraf emosi), sehingga emosi stabil. Dalam keadaan
emosi yang stabil, seorang mudah mengedalikan diri dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
14. Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan
Bidan). . Jakarta: Salemba Medika.
15. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
16. Patmonodewo,S. 2003. Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta. PT Rineka
Hubungan Antara Komunikasi Dan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku
Kesehatan Reproduksi Remaja Di Madiun
kurang 60% di antara mereka mengaku telah melakukan hubungan seksual, 16%
dari mereka mengaku berhubungan seks saat berusia 13 tahun sampai 15 tahun,
sedangkan 44% mengaku berhubungan seks saat berusia 16 tahun sampai 18
tahun Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sangatlah
memprihatinkan. Dan presentase remaja yang mendapat informasi tentang
penjelasan berbagai masalah kesehatan reproduksi oleh keluarga (orang tua atau
anggota keluarga lain) relatif sedikit; disebutkan pula bahwa sebanyak 42,2%
remaja menerima informasi tentang haid, dan hanya 15,5% remaja menerima
informasi hubungan suami istri, yang mendapat penjelasan tentang penyakit
menuar seksual (PMS) ada 16,9 %.
Rumusan Masalah
1. Adakah hubungan antara komunikasi dan pola asuh dengan perilaku
kesehatan reproduksi pada remaja di Madiun ?
Tujuan Penelitan
1. Mengetahui hubungan komunikasi antara anak dan orang tua dengan
perilaku kesehatan reproduksi remaja.
2. Mengetahui hubungan tipe pola asuh orang tua dengan perilaku kesehatan
reproduksi remaja.
3. Mengetahui hubungan antara komunikasi dan pola asuh terhadap remaja
dengan perilaku kesehatan reproduksi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan akhir dari pembahasan penelitian,maka
kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Adanya hubungan antara komunikasi orang tua dengan perilaku kesehatan
reproduksi pada remaja di SMA 4 Madiun.
2. Adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku kesehatan
reproduksi pada remaja di SMA 4 Madiun.
3. Adanya hubungan antara komunikasi dan pola asuh orang tua dengan
perilaku kesehatan reproduksi pada remaja di SMAN 4 Madiun dengan
nilai keeratan sedang untuk hubungan antara komunikasi orang tua dengan
perilaku kesehatan reproduksi pada remaja dan mempunyai nilai keeratan
rendah untuk hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku
kesehatan reproduksi pada remaja.