Anda di halaman 1dari 33

SKENARIO 3

MENSTRUASI TIDAK TERATUR


Seorang wanita, 20 tahun, mahasiswi Universitas YARSI, datang ke poliklinik RS
dengan keluhan haid tidak teratur yaitu sejak 6 bulan yang lalu. Setiap haid
lamanya 2-3 minggu. Dua hari ini, haid banyak sekali (5x ganti pembalut sehari).
Pasien mendapatkan haid yang pertama sejak usia 12 tahun, teratur tiap bulan.
Pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan umum

: tampak pucat

Kesadaran

: komposmentis

TD

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Jantung dan paru

: dalam batas normal

Pemeriksaan luar ginekologi:


Abdomen:
Inspeksi

: perut tampak mendatar

Palpasi

: lemas, fundus uteri tidak teraba di atas simfisis

Auskultasi : bising usus normal


Vulva/ vagina: fluksus (+)
Pemeriksaan penunjang:
USG Ginekologi
: uterus bentuk dan ukuran normal, ovarium kanan dan kiri
normal, tidak tampak massa pada adneksa kanan dan kiri
Lab darah rutin

: Hb 10 gr/dL, trombosit 300.000/ uL, lain-lain normal

Berdasarkan pemeriksaan di atas, dokter menduga kelainan haid disebabkan oleh


ketidakseimbangan hormonal.
Pasien juga bingung apakah keluhan ini karena haid atau istihadhah sehingga ragu
dalam melaksanakan hukum Islam.

KATA SULIT

Adneksa adalah jaringan yang berada di sekitar Rahim


Fluksus adalah keluarnya cairan dari vagina
Fundus uteri adalah bagian atas uterus
Pemeriksaan ginekologi adalah pemeriksaan dengan kedua tangan, USG
untuk mengetahui kelainan yang ada pada alat reproduksi wanita
Istihadhah adalah darah yang keluar lewat kemaluan wanita di luar haid
maupun nifas
PERTANYAAN & JAWABAN
1. Apa saja syarat siklus menstruasi normal?
- Siklus menstruasi normal + 28-35 hari
- Volume darah maksimal 3-5 kali ganti pembalut
- Tidak ada nyeri menstruasi yang mengganggu aktivitas
2. Kenapa pada palpasi, fundus uteri tidak teraba di atas simfisis?
Karena pasien sedang tidak hamil, tidak ada pembesaran uterus sehingga
fundus uteri tidak teraba
3. Kenapa masa menstruasi pasien lama dan banyak?
Karena ada ketidakseimbangan hormon
4. Bagaimana dokter mendiagnosa pasien mengalami ketidakseimbangan
hormonal dari pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan?
Tidak ditemukan adanya kelainan
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk mengetahui ketidakseimbangan
hormonal?
Pemeriksaan hormonal berupa pemeriksaan estrogen, progesterone, LH, FSH,
testosterone, hCG dan lain-lain
6. Bagaimana hubungan ketidakseimbangan hormonal dengan menstruasi tidak
teratur?
Dengan naiknya kadar estrogen yang beredar, hormon pelepas gonadotropin
dihambat pembebasannya dari hypothalamus dan pembebasan FSH oleh
hipofisis. Selain itu, hormon inhibin yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa di
dalam folikel ovarium kemudian menghambat pembebasan FSH dari hipofisis.
Dipertengahan siklus atau sesaat sebelum ovulasi, sekresi estrogen mencapai
puncaknya. Hal ini mengakibatkan banyak LH dan sedikit FSH dari
adenohipofisis. Proses ini disebut pengaturan umpan balik fungsi ovarium
sehingga apabila proses ini terganggu akan mengakibatkan tidak seimbangnya
hormone yang disekresikan, yang akan menyebabkan siklus menstruasi ikut
terganggu.
7. Apakah menstruasi tidak teratur berhubungan dengan usia?
Ya, berhubungan, biasanya wanita yang mengarah ke menopause, siklus
menstruasi sudah tidak teratur
8. Apa saja hormon yang mengalami gangguan?
FSH, LH, estrogen, progesterone
9. Apa yang dapat terjadi apabila penanganan terlambat?
Anemia
10. Mengapa Hb pasien mengalami penurunan?
Karena darah menstruasi keluar lebih banyak dari biasanya

11. Ketika menstruasi sudah lebih dari 15 hari, apakah pasien sudah dibolehkan
sholat? Mengapa?
Sudah karena dalam Islam darah yang mengalir lebih dari 15 hari disebut
Istihadhah yang dimasukkan dalam keadaan sakit sehingga diperbolehkan
sholat dan melakukan ibadah lainnya
HIPOTESIS
Wanita dengan menstruasi tidak teratur, anamnesa: darah menstruasi banyak dan
masa menstruasi lama, pemeriksaan fisik: tampak pucat, fluksus vagina positif,
pemeriksaan penunjang: tidak ada kelainan anatomi, Hb mengalami penurunan
(Hb = 10 gr/ dL). Karena tidak ada kelainan yang ditemukan sehingga dokter
mendiagnosa pasien mengalami ketidakseimbangan hormonal sehingga
mengakibatkan siklus menstruasi pasien menjadi tidak teratur.

SASARAN BELAJAR
LI 1. MM Anatomi Alat Reproduksi Interna Wanita
LO 1.1 Makroskopis
LO 1.2 Mikroskopis
LI 2. MM Fisiologi Menstruasi dan Hormon yang Terkait
LI 3. MM Kelainan Menstruasi
LO 3.1 Definisi
LO 3.2 Etiologi
LO 3.3 Klasifikasi
LO 3.4 Patofisiologi
LO 3.5 Manifestasi Klinis
LO 3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO 3.7 Penatalaksanaan
LO 3.8 Komplikasi
LO 3.9 Prognosis
LO 3.10 Pencegahan
LI 4. Haid dan Istihadhah Menurut Islam

LI 1. MM Anatomi Alat Reproduksi Interna Wanita


LO 1.1 Makroskopis
Organa genitalia feminina interna, terdiri dari:
1) Ovarium
- Jumlah sepasang
- Terletak di dalam pelvis minor
- Berbentuk bulat memanjang, agak pipih (seperti buah almond dengan ukuran 3
x 1,5 x 1 cm)
- Terdiri dari cortex (luar) dan medulla (sebelah dalam, berisi pembuluh darah,
limfe, dan syaraf)
- Dilekatkan oleh mesovarium pada ligamentum latum (berupa lipatan
peritoneum sebelah lateral kiri dan kanan uterus. Meluas sampai dinding
panggul dan dasar panggul, sehingga seolah-olah menggantung pada tubae)
- Difiksasi oleh:
Lig. Suspensorium ovarii (Lig. Infundibulopelvicum)
Ligamentum ini menggantungkan uterus pada dinding panggul antara sudut
tuba
Lig. Ovarii proprium (mengarah ke uterus ovarium)
Lig. Teres uteri (lig. Rotundum)
Terdapat di bagian atas lateral dari uterus, caudal dari tuba, kedua
ligamentum ini melalui canalis inguinalis ke bagian cranial labium majus.
Pada saat kehamilan mengalami hipertrofi dan dapat diraba dengan
pemeriksaan luar.
2) Tuba Uterina (Salpinx)
- Jumlah sepasang kanan dan kiri
- Merupakan saluran muscular, panjang 10 cm. Menjulur dari uterus ke arah
ovarium dengan ujung distal (fimbriae) terbuka ke dalam rongga peritoneum
disebut ostium abdominale
- Infundibulum adalah bangunan yang berbentuk corong
- Ampula adalah bangunan yang membesar
- Isthmus adalah bangunan yang menyempit
- Pars uterina tubae adalah bagian yang melalui dinding uterus
- Ostium uterinum adalah muara tuba di dalam uterus
3) Uterus
- Organ muscular, berbentuk buah jambu (pir), agak pipih, dibedakan:
Facies vesicalis, di daratan ventral menghadap ke vesica urinaria
Facies intestinalis, di daratan dorsal menghadap ke usus
Margo lateralis kanan dan kiri
- Dinding uterus dari luar ke dalam terdiri atas:
Perimetrium
Myometrium
Endometrium
- Uterus dapat dibagi dalam:
Fundus uteri, bagian yang terletak di atas (proksimal) ostium tuba uterine
5

Corpus uteri, bagian tengah uterus yang berbentuk bulat melebar. Batas
antara corpus uteri dan cervix uteri dibentuk oleh isthmus uteri yakni suatu
penyempitan di dalam rongga uteri yang terletak antara ostium uteri
internum anatomicum dengan ostium uteri histologicum. Distal dari isthmus
uteri terdapat ruangan melebar disebut cervix uteri
Cervix uteri, bagian yang paling sempit dan menonjol ke dalam rongga
vagina. Pada bagian ujung distal cervix ada bangunan yang menyempit
disebut ostium uteri externum. Rongga di dalam cervix uteri disebut canalis
cervicis
4) Vagina
- Bentuk tabung muskular dari cervix sampai genitalia eksterna
- Panjang antara 8-12 cm
- Bagian distal cervix menonjol ke dalam rongga vagina, disebut portio vaginalis
cervicis uteri. Bagian cervix proksimal disebut portio supravaginalis cervicis
uteri
- Rongga vagina yang mengelilingi portio vaginalis cervicis disebut fornix yang
dapat dibedakan:
Fornix lateralis dextra dan sinistra
Fornix anterior dan posterior
- Tunika muskularis dapat dipandang lanjutan myometrium tetapi lebih tipis
- Tunika mukosa membentuk rugae yang transversal pada dinding ventral dan
dorsal disebut columna rugarum
- Fascia endopelvis memadat menjadi ligamentum fasialis yang fungsinya
menunjang cervix dan vagina
- Ligamentum-ligamentum yang ikut memfiksasi uterus diantaranya adalah:
Lig. Cardinale (Mackenrodts) atau lig. Cervicalis lateralis
Melewati sebelah lateral cervix dan bagian atas vagina ke dinding pelvis
Lig. Uterosacrale atau lig. Rectouterina
Melewati bagian belakang cervix dan fornix vagina ke fasia yang melapisi
sendi sacroiliaca. Mulai dari isthmus ke jaringan pengikat di sebelah lateral
dari rectum setinggi vertebra sacralis III mengandung otot polos
Lig. Puboservicale
Meluas ke anterior dari lig. Cardinal ke pubis
Lig. Pubovesicale
Dari belakang symphysis pubis menuju collum vesica urinaria
- Fiksasi yang utama pada uterus ke vagina adalah:
Lig. Cardinale
Lig. Uterosacrale
- Fungsi vagina adalah:
Saluran keluar uterus yang dapat mengalirkan darah pada waktu menstruasi
dan sekret dari uterus
Alat bersenggama
Jalan lahir pada waktu partus
- Pada virgo intacta introitus vaginae sebagian ditutupi oleh suatu selaput yang
disebut hymen

- Menurut bentuknya dapat dibedakan:


Hymen anularis (sebagai cincin)
Hymen semilunaris (sebagai bulan sabit)
Hymen cribriformis (berlubang-lubang sebagai saringan)
Hymen fimbriatus (dengan tepi sebagai jari-jari)
Hymen imperforatus (tidak berlubang)
- Setelah diadakan coitus berulang-ulang hanya terdapat sisa-sisanya sebagai
tonjolan-tonjolan disebut carunculae hymenales yang hilang setelah melahirkan
- A. uterina pergi ke ventrocaudal setinggi isthmus uteri, membelok ke medial
berjalan di pangkal lig. Latum, cranial lig. Cardinale uteri memberi cabang a.
vaginalis ke dinding vagina, pangkalnya ke arah fundus kemudian bercabangcabang menjadi:
R. ovaricus melalui lig. Ovarii proprium menuju ovarium
A. ligamenti teretis uteri mengikuti lig. Teres uteri
R. tubarius mengikuti tuba uterine
- Saraf-saraf otonom systema urogenitale wanita adalah N. pudendus yang
meninggalkan pelvis melalui foramen infrapiriformis, dorsal spina ishiadica
masuk ke foramen ischiadicum minus sebagai N. clitoridis. Cabang yang lain:
N. hemorrhoidalis inferior untuk m. sphincter ani externus dan ke kulit pada
regio analis. N. perinealis berakhir sebagai N. labialis untuk labium majus yang
memberi k err musculares dan rr. Cutanei ke kulit
- Vasa lymphatica dan nodi lymphatici (lymphonodi):
Bagian proksimal mengikuti kembali r. vaginalis a. uternae ke lnn. Iliaci
interni
Bagian medial mengikuti kembali r. vaginali a. vesicalis inferior ke lnn
sepanjang a. vesicalis inferior ke lnn. Iliaci interni
Bagian dari vagina distal, dinding vestibulum vaginae, labia minora, labia
majora, minora ke lnn. Inguinale superficialis
Radang dan metastase tumor ganas dapat diketahui
(Sofwan, 2014)

Gambar 1. Uterus dan tuba uterina


Sumber: Sobotta
7

Gambar 2. Uterus dan tuba uterina


Sumber: Sobotta

Gambar 3. Perdarahan organa genitalia feminina interna


Sumber: Sobotta
LO 1.2 Mikroskopis
Sistem reproduksi terdiri atas sepasang ovarium internal dan sepasang tuba uterina
(oviduktus) yang merupakan saluran penghubung ovarium ke uterus. Di dekat
uterus dan dipisahkan oleh serviks terdapat vagina. Selama masa reproduktif
seorang wanita, organ-organ reproduksinya (baik struktur maupun fungsi)
mengalami perubahan siklik sebulan sekali. Pada manusia, perubahan ini disebut
siklus menstruasi. Siklus menstruasi terutama dikendalikan oleh hormon

adenohipofisis (kelenjar pituitaria), yaitu FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan


LH (Luteinizing Hormone), dan hormon ovarium yaitu estrogen dan progesterone.
Organ-organ sistem reproduksi wanita melakukan banyak fungsi penting seperti
menyekresi hormon seks wanita (estrogen dan progesterone), menghasilkan ova,
mengadakan lingkungan yang cocok untuk pembuahan oosit, membawa dan
mengimplantasi blastokist, perkembangan fetus selama kehamilan, dan nutrisi
bayi yang baru lahir (neonatus).
Ovarium
Setiap ovarium merupakan struktur lonjong gepeng yang terletak di bagian dalam
rongga pelvis. Satu bagian ovarium melekat pada ligamentum latum melalui
sebuah lipatan peritoneal yang disebut mesovarium dan bagian lain lagi pada
dinding uterus melalui ligamentum ovarii. Permukaan ovarium ditutupi selapis sel
yang disebut epitel germinal atau germinativum yang menutupi sejenis jaringan
ikat padat yaitu tunika albuginea. Di bawah tunika albuginea terdapat korteks
ovarii. Di bagian dalam terdapat pusat jaringan ovarium yang sangat vaskular
yaitu medulla ovarium. Tidak ada batas tegas antara korteks dan medulla, dan
kedua bagian ini menyatu. Korteks biasanya dipenuhi folikel ovarium dalam
berbagai tahap perkembangan, termasuk folikel besar, matang, yang menempati
daerah sampai ke bagian dalam medulla. Selain itu, mungkin terdapat korpus
luteum besar yang berasal dari folikel yang telah ovulasi, korpus albikans korpus
luteum yang berdegenerasi, dan folikel atretis yang berdegenerasi dalam berbagai
tahap perkembangan.
Semasa kehidupan reproduktif seseorang, ovarium mengalami perubahan struktur
dan fungsi selama siklus menstruasi. Perubahan ini terlihat sebagai pertumbuhan
dan pematangan folikel, ovulasi, pembentukan dan degenerasi korpus luteum.
Paruh pertama siklus menstruasi mencakup pertumbuhan folikel ovarium. FSH
adalah hormon gonadotropik utama yang beredar selama pertumbuhan folikel.
FSH mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan folikel ovarium, dan
merangsang sel-sel teka interna folikel untuk menghasilkan androgen yang
kemudian dikonversi oleh sel granulosa menjadi estrogen. Dengan naiknya kadar
estrogen yang beredar, hormon pelepas gonadotropin dihambat pembebasannya
dari hypothalamus dan pembebasan FSH oleh hipofisis. Selain itu, hormon inhibin
yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa di dalam folikel ovarium kemudian
menghambat pembebasan FSH dari hipofisis. Dipertengahan siklus atau sesaat
sebelum ovulasi, sekresi estrogen mencapai puncaknya. Hal ini mengakibatkan
banyak LH dan sedikit FSH dari adenohipofisis. Peningkatan kadar LH dan FSH
mengakibatkan hal-hal berikut ini: pematangan akhir folikel ovarium serta
ovulasinya, penyelesaian pembelahan meiosis pertama dan pembebasan oosit
sekunder ke dalam tuba uterina, dan luteinisasi folikel yang telah ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Pematangan akhir oosit sekunder hanya terjadi pada
saat pembuahan, sewaktu sperma memasuki ovum. Telur yang dibebaskan hanya
dapat dibuahi kurang lebih dalam 24 jam di dalam saluran reproduksi wanita.
Selapis epitel germinal kuboid menutupi permukaan ovarium. Di bawah epitel
permukaan terdapat lapisan jaringan ikat padat yaitu tunika albuginea. Tepat di
bawah tunika albuginea terdapat banyak folikel primordial. Setiap folikel
primordial terdiri atas sebuah oosit primer yang dikelilingi selapis sel folikular
9

gepeng. Pada folikel yang lebih besar, sel-sel folikel berubah menjadi kuboid atau
silindris rendah. Pada folikel yang sedang berkembang, sel folikel berproliferasi
melalui mitosis, membentuk lapisan-lapisan sel kuboid yang disebut sel granulosa
yang mengelilingi oosit primer. Lapisan terdalam sel granulosa yang langsung
mengelilingi oosit membentuk korona radiata, sel-sel ini lebih silindris dari sel
granulosa lain. Di antara korona radiata dan oosit sekelilingnya terdapat lapisan
glikoprotein nonselular yaitu zona pelusida. Sel-sel stroma yang mengelilingi selsel folikel berdiferensiasi menjadi teka interna, pada tahap perkembangan
folikular ini, teka eksterna (lapisan sel luar teka interna) belum terbentuk. Oosit
yang sedang berkembang memiliki inti besar yang letaknya eksentrik dengan
nukleolus mencolok.
Sel-sel granulosa mengelilingi sebuah rongga sentral atau antrum folikel. Antrum
ini berisi cairan folikular yang disekresi oleh sel-sel granulosa di sekitarnya.
Kumpulan terisolasi dan lebih kecil cairan folikel mungkin terlihat di antara sel
granulosa. Sebagian tampak sebagai vakuol bening atau sedikit asidofilik, asal dan
fungsinya tidak diketahui. Penebalan lokal sel granulosa pada satu sisi folikel
matang membungkus oosit matang dan menonjol ke dalam antrum membentuk
hillock yang disebut kumulus ooforus. Oosit dikelilingi zona pelusida mencolok
yang terpulas asidofilik dan selapis sel yang tersusun radier yaitu korona radiata
yang melekat pada zona pelusida. Barisan basal sel-sel granulosa terletak di atas
membrane basal tipis. Di dekat membrane basal terdapat teka interna yaitu lapisan
dalam yang vaskuler dengan sel-sel sekretoris. Di sekeliling teka interna terdapat
teka eksterna yaitu lapisan dengan sel-sel jaringan ikat.

Gambar 4. Ovarium
Sumber: www.pathologyoutlines.com
Korteks merupakan bagian terbesar ovarium dan mengandung folikel-folikel dan
korpus luteum. Medulla menempati bagian pusat ovarium. Di medulla terdapat
pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar yang bercabang dan memasok daerah

10

korteks ovarium. Korpus luteum yang baru dibentuk adalah struktur besar,
dibentuk setelah sebuah folikel matang ruptur dan dindingnya kolaps. Lapisan
tipis sel tukein teka dibentuk oleh sel teka interna folikel, terletak di tepi korpus
luteum dan di kontur lipatan-lipatannya. Massa dinding korpus luteum dibentuk
oleh sel-sel lutein granulosa yang merupakan sel granulosa berhipertrofi folikel.
Jaringan ikat teka eksterna berproliferasi membentuk stroma bagi pembuluh darah
dan kapiler di dalam dinding korpus luteum dan mengisi berkas rongga folikel. Di
dalam ovarium juga terlihat sebagian korpus luteum yang beregresi sedang
dengan bidang irisan memotong dinding luarnya. Sel-sel granulosa lutein lebih
kecil, intinya piknotik dan pembuluh darah lebih besar dari stroma. Sel teka lutein
tidak tampak. Tahap lebih lanjut regresi korpus luteum menampakkan penciutan
sel-sel lutein, piknosis inti dengan inti pusat fibrosa. Jaringan ikat menyusup di
antara sel lutein yang beregresi dan menggantikan sel luteal yang berdegenerasi.
Stroma membentuk simpai atau kapsul di sekeliling korpus luteum yang
beregresi, namun hal ini bukan merupakan ciri tetap. Penggantian sel-sel lutein
dengan jaringan ikat menghasilkan sebuah korpus albikans yaitu parut fibrosa
berhialin. Sebuah folikel normal yang besar memiliki teka interna dan lapisan
granulosa tebal, dipisahkan sebuah membran basal tipis. kumulus ooforus
mengandung sebuah oosit normal, antrum terisi cairan folikel. Banyak folikel
mengalami perubahan degeneratif yang disebut atresia pada setiap waktu sebelum
menjadi matang. Atresia pada folikel besar terjadi berangsur, namun tahap
perubahan degenerasi dapat dilihat pada folikel-folikel yang mengalami atresia
pada berbagai tingkat. Teka interna dan sel-sel granulosa adalah intak, namun
beberapa sel mulai terlepas masuk ke antrum yang masih tetap mengandung
cairan folikel. kumulus ooforus juga terlihat tidak utuh dan degenerasi oosit sudah
berada dalam tahap lanjut. Sisa oosit dikelilingi zona pelusida tebal, tampak di
dalam antrum. Juga tampak sebuah folikel pada tahap atresia lanjut. Teka interna
masih tampak, namun sel-selnya tampak agak hipertrofi. Sel-sel granulosa suda
tidak ada, semuanya telah dilepaskan dan diresorpsi. Membran basal di antara
kedua lapisan ini telah menebal dan berlipat dan kini disebut membran vitrea
(glassy membrane) yang telah mengalami hipertrofi. Jaringan ikat longgar berasal
dari stroma dan telah mengisi sebagian rongga folikel yang telah mengecil yang
masih mengandung cairan folikel. Pada atresia lebih lanjut, jaringan ikat stroma
mengganti sel-sel teka interna. Membrane vitrea yang hipertrofi bertambah tebal
dan lebih berlipat dan jaringan ikat longgar dengan pembuluh darah mengisi bekas
antrum. Pada tahap terakhir atresia, seluruh folikel telah diganti oleh jaringan ikat,
membran vitrea yang hipertrofi dan berlipat tetap ada untuk waktu tertentu
sebagai satu-satunya tanda yang menunjukkan folikel.
Setelah ovulasi folikel matang, ovarium memasuki fase luteal. Selama fase ini,
LH mengubah sel-sel granulosa dan teka interna folikel ovarium yang ruptur
menjadi sel-sel granulosa lutein dan teka lutein korpus luteum. LH kemudian
merangsang sel-sel lutein untuk menyekresi estrogen dan banyak progesterone.
Kadar hormon yang tinggi ini merangsang perkembangan uterus dan kelenjar
mammae selanjutnya sebagai persiapan kehamilan. Perkembangan dan aktivitas
fungsi korpus luteum tergantung pada LH. Sebaliknya, kadar progesterone yang
tinggi yang dihasilkan korpus luteum menghambat pelepasan LH lebih lanjut
dengan memengaruhi hipotalamus dan gonadotrof di dalam adenohipofisis. Jika
oosit itu tidak dibuahi, korpus luteum akhirnya beregenerasi menjadi jaringan
11

parut nonfungsional disebut korpus albikans. Kadar estrogen dan progesterone


kemudian menurun terjadilah menstruasi. Dengan beregresinya korpus luteum,
efek inhibitoris hormon-hormon ini terhadap hipofisis dan hipotalamus hilang.
Hal ini mengakibatkan pembebasan FSH dari adenohipofisis dan mengawali
siklus ovarium baru perkembangan folikular.
Tuba uterina
Ampulla: banyaknya percabangan lipatan mukosa tinggi membentuk lumen tidak
teratur pada tuba uterine (fallopi). Lumen itu meluas di antara lipatan mukosa dan
membentuk alur yang dalam pada tuba. Epitel pelapisnya adalah selapis silindris
dan lamina proprianya adalah jaringan ikat longgar yang sangat vaskular.
Muskularis terdiri atas dua lapisan otot polos yaitu lapisan sirkular dalam dan
lapisan longitudinal luar. Jaringan ikat interstitialnya banyak dan sebagai
akibatnya, lapisan-lapisan ototnya, khususnya lapisan luar, tidak jelas batasnya.
Serosa membentuk lapisan terluar tuba uterina.
Lipatan mukosa: epitel pelapis sebenarnya selapis, namun mungkin terlihat
bertingkat. Epitel ini terdiri atas sel-sel bersilia dan sel-sel (sekretoris) nonsilia.
Selama awal fase proliferasi siklus menstruasi, sel-sel bersilia mengalami
hipertrofi, silianya bertumbuh dan menjadi dominan. Aktivitas sekresi sel nonsilia
bertambah. Epitel tuba uterina menunjukkan perubahan siklik dan proporsi sel-sel
bersilia dan nonsilia bervariasi sesuai tahap siklus menstruasinya.

Gambar 5. Gambaran mikroskopik tuba uterina


Sumber: http://histoweb.co.za/
Tuba uterina melaksanakan sejumlah fungsi penting. Saat ovulasi, fimbria
infundibulum menyapu permukaan ovarium untuk menangkap dan menghantar
oosit ke dalam tuba uterina ke arah uterus. Fungsi ini terlaksana dengan gerak
peristaltik halus otot polos pada dinding tuba dan fimbria. Selain itu, sel-sel
bersilia lebat pada permukaan fimbria menciptakan arus yang memandu oosit
masuk ke infundibulum tuba uterina. Epitel tuba uterina terdiri atas sel-sel bersilia
dan nonsilia. Sebagian besar silia melecut ke arah uterus dan bersama kontraksi
otot dari dinding tuba, menghantar oosit yang tertangkap atau telur yang sudah
dibuahi melalui tuba ke uterus. Sel-sel nonsilia pada tuba uterina merupakan sel
sekretoris dan menghasilkan materi nutritif penting bagi perkembangan awal
embrio. Tuba uterina juga merupakan tempat terjadinya pembuahan bagi telur,

12

yang umumnya terjadi di bagian atas ampula tuba. Epitel tuba uterina mengalami
perubahan siklik yang sesuai dengan siklus ovarium. Tinggi atau tebal epitel pada
tuba uterina paling besar selama fase folikular, saat folikel ovarium sedang
mematang dan kadar estrogen yang beredar sedang tinggi.
Uterus
Selama setiap siklus menstruasi, endometrium mengalami tiga fase berurutan,
setiap fase berlanjut ke fase berikutnya. Fase proliferasi (folikular, praovulasi)
ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan endometrium. Fase ini dimulai
pada akhir fase menstruasi, kira-kira hari ke 5 dan berlanjut sampai hari ke 14
siklus. Aktivitas mitotik sel-sel di dalam lamina propria dan dari sisa kelenjar
uterina pada stratum basale ditingkatkan sehingga permukaan mukosa yang telah
rusak selama menstruasi mulai tertutup. Dengan menebalnya stratum fungsionale,
kelenjar uterina berproliferasi, memanjang dan mulai berhimpitan. Arteri spiralis
mulai tumbuh ke arah permukaan endometrium dan hanya sedikit bergelung.
Pertumbuhan endometrium selama fase proliferasi bersamaan dengan
pertumbuhan folikel ovarium dan peningkatan sekresi estrogen.
Fase sekresi (luteal, pascaovulasi) dimulai tidak lama setelah ovulasi, kira-kira
hari ke 15 dan berlanjut sampai hari ke 28 dari siklus. Fase ini tergantung pada
sekresi progesterone (terutama oleh sel-sel lutein granulosa) dan estrogen (oleh sel
teka lutein) korpus luteum fungsional ovarium yang terbentuk setelah ovulasi.
Selama fase ini endometrium tetap menebal dan menimbun cairan sehingga
menjadi edematosa. Selain itu, kelenjar uterina mengalami hipertrofi dan menjadi
gberkelok, dan lumennya mulai terisi produk sekresi yang kaya nutrient
(khususnya glikogen). Arteri spiralis di dalam endometrium memanjang, mulai
bergelung dan meluas sampai hampir ke permukaan endometrium.

Gambar 6. Lapisan-lapisan pada dinding uterus


Sumber: www.ansci.wisc.edu
Fase menstruasi dimulai bila tidak terjadi pembuahan atau implantasi. Kadar
progesterone dan estrogen yang menurun akibat regresi korpus luteum, mengawali
fase ini. Kadar estrogen dan progesterone yang rendah ini menyebabkan arteri
spiralis di dalam stratum fungsionale berkontriksi secara intermitten. Hal ini

13

mengakibatkan stratum fungsionale kurang oksigen dan menjadi iskemia


(sementara), nekrosis, dan berkerut. Setelah periode vasokontriksi yang
berkepanjangan, arteri spiralis melebar dan dindingnya pecah, timbullah
perdarahan ke dalam stroma. Stratum fungsionale yang nekrotik kemudian
dilepaskan bersama aliran menstruasi. Darah, cairan uterina, sel-sel stroma, materi
sekresi, dan sel-sel epitel stratum fungsionale bercampur jadi satu, membentuk
discharge melalui vagina. Pelepasan endometrium berlanjut hingga tersisa stratum
basale. Proliferasi cepat sel-sel dari stratum basale yang dipengaruhi oleh kadar
estrogen yang meningkat memulihkan permukaan endometrium yang hilang
sebagai persiapan fase berikut dari siklus menstruasi.
Fase proliferasi (folikular): selama siklus menstruasi normal, endometrium
mengalami sejumlah perubahan yang erat hubungannya dengan fungsi ovarium.
Aktivitas siklik pada uterus tidak hamil dibagi dalam tiga fase berbeda: fase
proliferasi (folikular), fase sekresi (luteal), dan fase menstruasi.
Dinding uterus terdiri atas tiga lapisan: endometrium (dalam), lapisan muskular
tengah (myometrium), dan membran serosa di luar (perimetrium). Endometrium
dibagi lagi menjadi dua lapisan: lapisan (stratum) basale, sempit dan dekat
myometrium, dan lapisan (stratum) fungsionale yang lebih lebar dan superfisial
terhadap lapisan basal dan meluas sampai lumen uterus.
Permukaan endometrium dilapisi epitel selapis silindris di atas lamina propria
tebal. Epitel permukaan menyusup ke dalam jaringan ikat lamina propria untuk
membentuk banyak kelenjar uterina tubular panjang. Kelenjar uterina umumnya
lurus di bagian superfisial endometrium, namun dapat bercabang di bagian lebih
dalam di dekat myometrium. Akibatnya, terlihat banyak kelenjar uterina yang
terpotong melintang.
Selama fase proliferasi, arteri yang terutama terlihat adalah potongan melintang
arteri spiralis yang terletak di bagian lebih dalam endometrium. Pada fase
proliferasi, arteri spiralis biasanya tidak meluas sampai sepertiga bagian suerfisial
endometrium yang mengandung vena dan kapiler. Endometrium melekat erat
pada myometrium yang dibawahnya sangat vaskular. Lapisan ini terdiri atas
berkas-berkas otot polos padat dan dipisahkan oleh sedikit jaringan interstitial.
Berkas otot tersebut terpotong melintang, oblik, dan memanjang.
Fase sekresi (luteal): selama fase sekresi (luteal) siklus menstruasi, stratum
fungsionale dan stratum basale menebal karena bertambahnya sekresi kelenjar dan
edema di dalam lamina propria. Epitel kelenjar uterina mengalami hipertrofi
karena menimbun banyak produk sekresi. Kelenjar uterina menjadi sangat
berkelok dan lumennya melebar dan terisi materi sekresi nutritif yang kaya
karbohidrat. Arteri spiralis kini meluas sampai bagian atas endometrium (stratum
fungsionale). Pembuluh darah ini menjadi jelas terlihat pada sediaan uterus karena
dindingnya lebih tebal. Perubahan pada epitel silindris permukaaan, kelenjar
uterina, dan lamina propria merupakan ciri khas stratum fungsionale endometrium
selama fase sekresi atau luteal siklus menstruasi. Stratum basale tidak banyak
berubah. Di bawah stratum basale terdapat myometrium yang terdiri atas berkasberkas otot polos yang terpotong melintang dan memanjang dan banyak pembuluh
darah.

14

Fase Menstruasi
Selama setiap siklus menstruasi, endometrium stratum fungsionale dilepaskan
selama fase menstruasi. Endometrium yang dilepaskan mengandung fragmenfragmen stroma yang hancur, bekuan darah, dan kelenjar-kelenjar uterina.
Sebagian kelenjar uterina utuh terisi darah. Stratum basale, dasar kelenjar uterina
terlihat tetap utuh selama menstruasi pada lapisan yang lebih dalam endometrium.
Stroma endometrium kebanyakan stratum fungsionale mengandung kelompokkelompok eritrosit, eritrosit ini keluar dari pembuluh darah yang robek dan rusak.
Selain itu, stroma endometrium memiliki cukup banyak limfosit dan neutrophil.
Stratum basale endometrium umumnya tetap utuh selama fase ini. Bagian distal
(superfisial) arteri spiralis menjadi nekrotik dan bagian lebih dalam pembuluh ini
tetap utuh.
Vagina
Mukosa vagina sangat tidak teratur dan memiliki banyak lipatan. Epitel pelapis
permukaan vagina adalah epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Lamina
propria lebar mengandung jaringan ikat tak teratur, kepadatan sedang, kaya serat
elastin. Serat-serat dari lamina propria meluas ke bawah, masuk ke dalam lapisan
muskular sebagai serat-serat interstitial. Jaringan limfatik difus, limfonoduli, dan
banyak pembuluh darah kecil (arteriole dan venula) biasanya terdapat di dalam
lamina propria. Muskularis terutama terdiri atas berkas-berkas otot polos
memanjang dan oblik. Serat-serat otot melintang tidak begitu banyak, namun
lebih banyak pada lapisan dalam. Jaringan ikat interstitial mengandung banyak
serat elastin, sedangkan adventisia mengandung pembuluh-pembuluh darah dan
berkas saraf. Epitel vagina mengalami perubahan siklik ringan selama siklus
menstruasi. Selama fase folikular dan stimulasi estrogen, epitel vagina menebal.
Sel-sel vagina menyintesis dan mengumpulkan sejumlah glikogen yang
meningkat saat bermigrasi ke arah dan dilepaskan ke dalam lumen. Bakteri di
dalam vagina memetabolisir glikogen menjadi asam laktat sehingga meningkatkan
keasaman saluran vagina.
(Eroschenko, 2003)

Gambar 7. Gambaran mikroskopik vagina

15

Sumber: www.lab.anhb.uwa.edu.au

LI 2. MM Fisiologi Menstruasi dan Hormon yang Terkait


Siklus Menstruasi
2.1 Siklus Ovarium
Sejak saat lahir, terdapat banyak folikel primordial di dalam kapsul ovarium.
Tiap-tiap folikel mengandung sebuah ovarium imatur. Pada permulaan setiap
daur, beberapa folikel membesar, dan terbentuk suatu rongga di sekitar ovarium
(pembentukan antrum). Rongga ini terisi oleh cairan folikel. Pada manusia,
biasanya satu folikel dari salah satu ovarium mulai tumbuh cepat pada sekitar hari
keenam dan menjadi folikel dominan, sementara yang lain mengalami regresi, dan
membentuk folikel atretik. Proses atresia ini melibatkan apoptosis. Tidak
diketahui cara pemilihan satu folikel menjadi folikel dominan dalam fase folikular
daur haid ini, namun hal ini tampaknya berkaitan dengan kemampuan folikel
menyekresikan estrogen yang terkandung di dalamnya yang diperlukan untuk
pematangan akhir. Bila wanita diberikan preparat gonadotropin hipofisis manusia
yang sangat murni melalui suntikan, ada banyak folikel yang berkembang secara
serentak.
Struktur sebuah folikel ovarium matang (folikel Graff). Sel teka interna folikel
adalah sumber utama estrogen dalam darah. Namun, cairan folikel memiliki
kandungan estrogen yang tinggi, dan banyak dari estrogen ini berasal dari sel
granulose.
Pada sekitar hari ke 14 siklus, folikel yang membesar menjadi pecah, dan
ovarium terlepas ke dalam rongga abdomen. Ini adalah proses ovulasi. Ovum
diambil oleh ujung ujung tuba uterine (oviduk) yang berfimbria. Ovum
disalurkan ke uterus, dan keluar melalui vagina bila tidak terjadi pembuahan.
Folikel yang pecah pada saat ovulasi segera terisi darah, dan membentuk sesuatu
yang kadang kadang disebut sebagai korpus hemoragikum. Perdarahan ringan
dari folikel ke dalam rongga abdomen dapat menimbulkan iritasi peritoneum dan
iritasi peritoneum dan nyeri abdomen bawah yang berlangsung singkat
(mittelschmerz). Sel granulose dan teka yang melapisi folikel mulai
berpoliferasi, dan bekuan darah dengan cepat diganti oleh sel luteal yang kaya
lemak dan berwarna kekuningan, membentuk korpus luteum. Hal ini mencetuskan
fase luteal daur haid, saat sel luteum menyekresikan estrogen dan progesterone.
Pertumbuhan korpus luteum bergantung pada kemampuannya membentuk
vaskularisasi untuk mendapatkan darah, dan terdapat bukti bahwa VEGF penting
untuk peruses ini.
Bila terjadi kehamilan, korpus luteum akan bertahan dan biasanya tidak terjadi
lagi periode haid sampai setelah melahirkan. Bila tidak terjadi kehamilan, korpus
luteum mulai mengalami degenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya (hari

16

ke 24 daur haid) dan akhirnya digantikan oleh jaringan ikat, yang membentuk
korpus albikans.
Siklus ovarium pada mamalia lain juga serupa, kecuali bahwa pada banyak
spesies, lebih dari satu folikel berovulasi dan biasanya terjadi kelahiran multiple.
Pada beberapa spesies submamalia terbentuk korpus luteum namun tidak pada
spesies lainnya.
Pada manusia, tidak ada ovum baru yang terbentuk setelah lahir. Selama
perkembangan masa janin, ovarium mengandung lebih dari 7 juta folikel
primordial. Namun, banyak yang mengalami atresia (involusi) sebelum lahir dan
yang lain menghilang setelah lahir. Pada saat lahir, terdapat 2 juta ovum, namun
50% nya mengalami atresia. Sejuta ovum yang normal mengalami bagian pertama
pembelahan meiosis I di sekitar periode ini dan masuk ke dalam tahap istirahat
dalam stadium profase tempat ovum yang bertahan menetap sampai masa dewasa.
Proses atresia berlanjut selama perkembangan sehingga jumlah ovum di kedua
ovarium pada saat puberitas adalah kurang dari 300.000. hanya satu dari ovum
ovum ini yang secara normal mencapai kematangan per siklus (atau sekitar 500
selama masa reproduksi normal); sisanya berdegenerasi. Tepat sebelum ovulasi,
pembelahan miosis pertama selesai. Salah satu sel anak, oosit sekunder, menerima
sebagian besar sitoplasma, sementara yang lain, badan polar pertama, terpecah
pecah dan menghilang. Oosit sekunder segera memulai pembelahan meiosis
kedua, tetapi pembelahan ini terhenti pada metaphase dan dilanjutkan hanya jika
sperma menembus oosit. Pada saat itu badan polar kedua terlepas dan ovum yang
dibuahi terus berkembang menjadi individu baru. Penghentian pada metaphase
disebabkan, paling tidak pada beberapa spesies, oleh pembentukan protein pp39 di
ovum yang dikode oleh proto-onkogen c-mos. Bila pembuahan terjadi, pp39 akan
dihancurkan dalam waktu 30 menit oleh kalpain, yakni suatu protease sistein yang
bergantung pada kalsium.
2.2 Siklus Uterus
Pada akhir menstruasi, semua lapisan endometrium, kecuali lapisan dalam telah
terlepas. Kemudian terbentuk kembali endometrium baru dibawah pengaruh
estrogen dari folikel yang sedang tumbuh. Ketebalan endometrium cepat
meningkat dari hari ke 5 sampai ke 14 daur haid. Seiring dengan peningkatan
ketebalan, kelenjar uterus tertarik keluar sehingga memanjang, namun kelenjar
tersebut tidak menjadi berkelok kelok atau mengeluarkan secret. Perubahan
endometrium ini disebut proliferative, dan bagian daur haid ini kadang kadang
disebut fase proliferative. Fase ini juga disebut fase praovulasi atau folikular.
Setelah ovulasi, vaskularisasi endometrium menjadi sangat meningkat dan
endometrium menjadi agak sembab dibawah pengaruh estrogen dan progesterone
dari korpus luteum. Kelenjar mulai bergelung dan berkelok kelok, serta mulai
menyekresikan cairan jernih. Akibatnya, fase daur ini disebut fase sekretorik atau
luteal. Pada akhir fase luteal, endometrium, seperti hipofisis anterior,
menghasilkan prolaktin, namun fungsi prolaktin endometrium ini tidak diketahui.
Endometrium diperdarahi oleh dua jenis arteri. Dua pertiga endometrium bagian
superficial yang terlepas sewaktu haid, yaitu stratum fungsional, dipasok oleh
arteri spiralis yang panjang dan berkelok kelok, sedangkan lapisan sebelah

17

dalam yang tidak terlepas, yakni stratum basal, diperdarahi oleh arteri basilaris
yang pendek dan halus.
Pada saat korpus luteum mengalami regresi, pasokan hormone untuk
endometrium terhenti. Endometrium menjadi lebih tipis, menambah gulungan
arteri spiralis. Focus nekrosis kemudian bermunculan di endometrium kemudian
bersatu. Selain itu, terjadi spasme dan degenerasi dinding arteri spiralis, yang
menyebabkan timbulnya bercak perdarahan yang kemudian menyatu dan
menghasilkan darah haid.
Vasopasme mungkin ditimbulkan oleh prostaglandin yang dilepaskan secara local.
Dalam endometrium fase sekretorik dan darah haid, banyak ditemukan
prostaglandin, dan pemberian PGF menyebabkan nekrosis endometrium dan
perdarahan.
Ditinjau dari fungsi endometrium, fase proliferative daur haid mencerminkan
pemulihan epitel dari haid sebelumnya, dan fase sekretorik mencerminkan
persiapan uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Lama fase sekretorik
sangat konstam yaitu sekitar 14 hari, dan variasi lama daur haid tampaknya
sebagian besar disebabkan oleh variasi lama fase proliferative. Bila pembuahan
tidak terjadi selama fase sekretorik, endometrium akan terlepas dan dimulai daur
yang baru.
(Ganong, 2008)

18

Gambar 8. Grafik siklus menstruasi


Sumber: biologi.ucoz.com
LI 3. MM Kelainan Menstruasi
LO 3.1 Definisi
Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus abnormal merupakan
keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter
atau tempat pertolongan pertama (Anwar et al, 2011).
Terminologi perdarahan uterus abnormal (gangguan haid):
Hipermenorea (Menoragia) adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari
normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari)
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan/ atau lebih kurang
dari biasa
Polimenorea adalah perdarahan haid kurang lebih sama atau lebih banyak dari
haid biasa dengan siklus haid yang lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari)

19

Oligomenorea adalah perdarahan haid berkurang dari biasanya dengan siklus haid
lebih panjang (lebih dari 35 hari)
Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturutturut.
(Winkjosastro, 1999)
LO 3.2 Etiologi
Hipermenorea (Menoragia) disebabkan oleh kondisi dalam uterus, misalnya
adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan
dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan
endometrium pada waktu haid (irregular endometrial shedding), dan sebagainya.
Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam
pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan gangguan pelepasannya pada
waktu haid.
Hipomenorea disebabkan oleh konstitusi penderita, pada uterus misalnya sesudah
miomektomi, pada gangguan endokrin, dan lain-lain.
Oligomenorea disebabkan oleh peningkatan hormone androgen sehingga terjadi
gangguan ovulasi pada sindroma ovarium polikistik, pada remaja terjadi karena
imaturitas poros hipotalamus hipofisis ovarium endometrium, penyebab lain oleh
stress fisik dan emosi, penyakit kronis, serta gangguan nutrisi, dan oligomenorea
yang disertai infertilitasa dan obesitas mungkin berhhubungan dengan sindroma
metabolik.
Amenorea dibedakan menjadi amenorea primer yang umumnya mempunyai
sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainankelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik, sedangkan amenorea sekunder
disebabkan oleh gangguan gizi, gangguan metabolism, tumor, penyakit infeksi,
dan lain-lain.
(Winkjosastro, 1999)
Tiga kategori penyebab utama kelainan menstruasi (Anwar et al, 2011), yaitu:
1. Keadaan patologi panggul
a. Lesi permukaan pada traktus genital
- Mioma uteri, adenomiosis
- Polip endometrium
- Hyperplasia endometrium
- Adenokarsinoma endometrium, sarcoma
- Infeksi pada serviks, endometrium, dan uterus
- Kanker serviks, polip
- Trauma

20

b. Lesi dalam
- Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi myometrium
- Endometriosis
- Malformasi arteri vena pada uterus
2. Penyakit medis sistemik
- Gangguan hemostasis: penyakit von Willebrand, gangguan faktor II, V, VII,
VIII, IX, XIII, trombositopenia, gangguan platelets
- Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjar adrenal, SLE
- Gangguan hipotalamus hipofisis: adenoma, proklatinoma, stress, olahraga
berlebih
3. Perdarahan uterus disfungsi (PUD)
adalah perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa adanya keadaan patologi
pada panggul, penyakit sistemik tertentu, atau kehamilan
LO 3.3 Klasifikasi
Gangguan haid dan siklus khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan
dalam:
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid:
a. Hipermenorea atau menoragia
b. Hipomenorea
2. Kelainan siklus:
a. polimenorea
b. oligomenorea
c. amenorea
3. Perdarahan di luar haid:
Metroragia
4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid:
a. premenstrual tension (ketegangan prahaid)
b. mastodinia
c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
d. dismenorea
(Winkjosastro, 1999)
LO 3.4 Patofisiologi

21

Pada siklus ovulasi terjadi perdarahan uterus disfungsi yang disebabkan oleh
terganggunya control lokal hemostasis dan vasokontriksi yang berguna untuk
mekanisme membatasi jumlah darah saat pelepasan jaringan endometrium haid.
Saat ini telah diketahui berbagai molekul yang berguna untuk mekanisme control
tersebut, antara lain yaitu endotelin, prostaglandin, VEGF, MMPs, enzim lisosom,
dan fungsi platelet. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan uterus disfungsi pada siklus ovulasi adalah korpus luteum persisten
dan insufisiensi korpus luteum.
Pada siklus anovulasi terjadi stimulasi estrogen berlebihan (unopposed estrogen)
pada endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak
diikuti dengan pembentukan jaringan penyangga yang baik karena kadar
progesterone rendah. Endometrium menjadi lebih tebal tapi rapuh, jaringan
endometrium lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps jaringan sehingga terjadi
perdarahan yang tidak teratur. Penyebab anovulasi bermacam-macam mulai dari
belum matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium sampai suatu keadaan
yang mengganggu aksis tersebut. Sindroma ovarium polikistik merupakan salah
satu contoh keadaan yang mengganggu aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium
sehingga terjadi perdarahan uterus disfungsi anovulasi.
(Anwar et al, 2011)
LO 3.5 Manifestasi Klinis
PUD menggambarkan spektrum pola perdarahan uterus abnormal yang dapat
terjadi setiap saat dan tidak diduga, yaitu dapat berupa perdarahan akut dan
banyak, perdarahan ireguler, metroragia, menometroragia, oligomenorea, dan
menoragia. PUD dapat terjadi pada setiap umur antara menarke dan menopause,
tetapi paling sering dijumpai pada masa perimenarke dan perimenopause (Anwar
et al, 2011).
LO 3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Perlu diperhatikan bahwa gangguan haid atau perdarahan uterus abnormal bukan
suatu diagnosis, tetapi merupakan keluhan yang membutuhkan evaluasi secara
seksama untuk mencari faktor penyebab keluhan perdarahan tersebut. Melakukan
anamnesis yang cermat merupakan langkah yang sangat penting untuk evaluasi
dan menyingkirkan diagnosis banding. Anamnesis yang baik akan menuntun
kepada penatalaksanaan lanjut secara lebih terarah. Perlu ditanyakan bagaimana
mulainya perdarahahan, apakah didahului oleh siklus memanjang, oligomenorea
atau amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit), lama perdarahan dan
sebagainya. Jangan lupa menyingkirkan adanya kehamilan atau kegagalan
kehamilan pada perempuan usia reproduksi. Keluhan terlambat haid, mual, nyeri,
dan mulas sebaiknya ditanyakan. Pemeriksaan palpasi bimanual untuk melihat
pembesaran uterus, tes kehamilan beta-hCG, dan USG sangat membantu
memastikan adanya gangguan kehamilan. Penyebab iatrogenik juga harus
dievaluasi, termasuk di dalamnya adalah pemakaian obat hormon,kontrasepsi,
antikoagulan, sitostatika, kortikosteroid, dan obat herbal. Bahan obat tersebut akan
mengganggu kadar estrogen dan faktor pembekuan darah sehingga berpotensi
terjadi juga perdarahan. Riwayat dan tanda penyakit sistemik perlu secara cermat
ditanyakan. Beberapa penyakit yang mungkin bisa jadi penyebab perdarahan,
22

misalnya penyakit tiroid, hati, gangguan pembekuan darah, tumor hipofisis,


sindroma ovarium polikistik dan keganasan tidak boleh dilewatkan untuk
dieksplorasi.
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik akibat perdarahan uterus abnormal. Bila kondisi stabil selanjutnya
pemeriksaan umum ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kelainan yang
menjadi sebab perdarahan. Periksa tanda hiperandrogen, menilai indeks massa
tubuh, galaktorea, gangguan lapang pandang yang mungkin suatu sebab
adenohipofisis, ikterus, hepatomegali, dan takikardia.
Pemeriksaan ginekologi dilakukan untuk menyingkirkan kelainan organik yang
dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal, misalnya mioma uteri, polip
serviks, ulkus, trauma, erosi, tumor, atau keganasan, seringkali evaluasi untuk
menentukan diagnosis tumpang tindih dengan penanganan yang dilakukan pada
perdarahan uterus abnormal.
(Anwar et al, 2011)
LO 3.7 Penatalaksanaan
Penanganan pertama
Penanganan pertama ditentukan pada kondisi hemodinamik. Bila keadaan
hemodinamik tidak stabil segera masuk rumah sakit untuk perawatan perbaikan
keadaan umum. Bila keadaan hemodinamik stabil, segera dilakukan penanganan
untuk menghentikan perdarahan seperti tertera di bawah ini.
Perdarahan akut dan banyak
Perdarahan akut dan banyak sering terjadi pada tiga kondisi yaitu pada remaja
dengan gangguan koagulopati, dewasa dengan mioma uteri, dan pada
pemakaian obat antikoagulansia. Ditangani dengan du acara, yakni dilatasi
kuret dan medikamentosa.
a. Dilatasi dan kuretase
Tidak mutlak dilakukan, hanya bila ada kecurigaan keganasan dan kegagalan
dengan terapi medikamentosa. Perdarahan uterus abnormal dengan risiko
keganasan yaitu bila usia > 35 tahun, obesitas, dan siklus anovulasi kronis.
b. Penanganan medikamentosa
Terdapat beberapa macam obat hormone yang dapat dipakai untuk terapi
perdarahan uterus abnormal, yakni:
Kombinasi estrogen progestin
Perdarahan akut dan banyak biasanya akan membaik bila diobati dengan
kombinasi estrogen dan progesterone dalam bentuk pil kontrasepsi. Dosis
dimulai dengan 2x1 tablet selama 5-7 hari dan setelah terjadi perdarahan
lucut dilanjutkan 1x1 tablet selama 3-6 siklus. Dapat pula diberikan dengan
dosis tapering 4x1 tablet selam 4 hari, diturunkan dosis menjadi 3x1 tablet
selama 3 hari, 2x1 tablet selama 2 hari, 1x1 tablet selama 3 minggu
kemudian berhenti tanpa obat selama 1 minggu, dilanjutkan pil kombinasi
1x1 tablet Selama 3 siklus. Pemakaian pil kontrasepsi kombinasi akan
mengurangi jumlah darah haid sampai 60% dan patofisiologi terjadinya

23

kondisi anovulasi akan terkoreksi sehingga perdarahan akut dan banyak


akan disembuhkan.
Estrogen
Terapi estrogen dapat diberikan dalam dua bentuk, intravena atau oral, tetapi
sediaan intravena sulit didapatkan di Indonesia. Pemberian estrogen oral
dosis tinggi cukup efektif untuk mengatasi perdarahan uterus abnormal,
yakni estrogen konjugasi dengan dosis 1,25 mg atau 17-beta-estradiol 2 mg
setiap 6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan berhenti dilanjutkan dengan
pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Rasa mual bisa terjadi pada
pemberian terapi estrogen.
Progestin
Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama 14
hari, diulang selama 3 bulan. Biasanya progestin diberikan bila ada
kontraindikasi terhadap estrogen. Saat ini tersedia beberapa sediaan
progestin oral yang bisa digunakan yaitu Medroksi Progesterone Asetat
(MPA) dengan dosis 2x10 mg, Noretisteron asetat dosis 2x5 mg,
Didrogesteron dosis 2x10 mg dan Normegestrol asetat dosis 2x5 mg. Dalam
pemilihan jenis progestin harus diperhatikan dosis yang kuat untuk
mengentikan perdarahan uterus abnormal. Progestin merupakan anti
estrogen yang akan menstimulasi aktivitas enzim 17-beta-hidroksi steroid
dehydrogenase dan sulfotransferase sehingga mengkonversi estradiol
menjadi estron. Progestin akan mencegah terjadinya endometrium
hyperplasia.
Perdarahan irregular
Perdarahan irregular dapat dalam bentuk metroragia, menometroragia,
oligomenorea, perdarahan memanjang yang sudah terjadi dalam hitungan
minggu atau bulan dan berbagai bentuk pola perdarahan lainnya. Bentuk pola
perdarahan di atas digabungkan karena mempunyai penanganan yang relatif
sama. Perdarahan irregular melibatkan banyak macam pola perdarahan dan
tentunya mempunyai berbagai macam penyebab. Metroragia, menometroragia,
oligomenorea, perdarahan memanjang, dan lain sebagainya merupakan bentuk
pola perdarahan yang bisa terjadi. Sebelum memulai dengan terapi hormone
sebaiknya penyebab sistemik dievaluasi lebih dulu, seperti yang dilakukan di
bawah ini:
- Periksa TSH: evaluasi penyakit hipotiroid dan hipertiroid sebaiknya
dilakukan sejak awal.
- Periksa prolactin: bila ada oligomenorea atau hipomenorea
- Lakukan PAP smear: bila didapatkan perdarahan pascasanggama
- Bila curiga atau terdapat risiko keganasan endometrium: lakukan biopsy
endometrium dan pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan
UDG transvagina. Bila terdapat keterbatasan untuk melakukan evaluasi
seperti tersebut di atas dapat segera melakukan pengobatan seperti di
bawah ini:
Kombinasi estrogen progestin
Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis 1x1 tablet sehari, diberikan
secara siklik selama 3 bulan
Progestin

24

Bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil kontrasepsi koperdmbinasi,


dapat diberikan progestin misalnya MPA 10 mg 1x1 tablet per hari.
Pengobatan dilakukan selama 14 hari dan dihentikan selama 14 hari.
Pengobatan progestin diulang selama 3 bulan
Bila pengobatan medikamentosa gagal sebaiknya dipertimbangkan untuk dirujuk
ke tempat pengobatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Pemeriksaan USG
transvagina atau infus salin sonohisterografi dilakukan untuk mendeteksi mioma
uteri dan polip endometrium. Kegagalan terapi medikamentosa bisa menjadi
pertimbangan untuk melakukan tindakan bedah, misalnya ablasi endometrium,
reseksi histeroskopi, dan histerektomi.
Pada keadaan tertentu terjadi variasi minor perdarahan irregular yang tidak
diperlukan evaluasi seperti diterangkan di atas. Perdarahan irregular yang terjadi
dalam 2 tahun setelah menarke biasanya karena anovulasi akibat belum
matangnya poros hipotalamus-hipofisis-ovarium. Haid tidak datang dengan
interval memanjang sering terjadi pada periode perimenopause. Pada keadaan
demikian konseling sangat diperlukan, tetapi bila diperlukan dapat diberi
kombinasi estrogen progesterone.
Menoragia
Menoragia adalah perdarahan lebih dari 80 ml atau ganti pembalut lebih dari 6
kali per hari dengan siklus yang normal teratur. Perhitungan jumlah darah
seringkali tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar. Menoragia
dapat ditangani tanpa biopsy endometrium. Karena siklusnya yang masih
teratur jarang merupakan tanda kondisi keganasan. Walaupun demikian, bila
perdarahan lebih dari 7 hari atau terapi dengan obat gagal, pemeriksaan lanjut
menggunakan USG transvagina dan biopsy endometrium sangat dianjurkan.
Pemeriksaan faal pembekuan darah sebaiknya dilakukan.
Pengobatan medikamentosa untuk menoragia dapat dilakukan seperti di bawah
ini:
Kombinasi estrogen progestin
Tata cara pengobatan sesuai pada pengobatan perdarahan irregular
Progestin
Diberikan bila terdapat kontraindikasi pemakaian estrogen. Tata cara
pengobatan sesuai dengan pengobatan perdarahan irregular.
NSAID
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) berisi levonorgestrel
AKDR levonorgestrel terbukti efektif dan efisien dibandingkan operasi
histerektomi pada kasus menoragia
Penanganan dengan medikamentosa nonhormon
Penanganan medikamentosa diberikan bila tidak ditemukan keadaan patologi pada
panggul. Tujuan medikamentosa tersebut adalah mengurangi jumlah darah yang
keluar, menurunkan risiko anemia, dan meningkatkan kualitas hidup.
Medikamentosa nonhormon yang dapat digunakan untuk perdarahan uterus
abnormal adalah sebagai berikut:
NSAID

25

Terdapat lima kelompok NSAID berdasarkan susunan kimianya, yaitu:


i. Salisilat (aspirin)
ii. Analog asam indoleasetik (indometasin)
iii. Derivat asam aril proponik (ibuprofen)
iv. Fenamat (asam mefenamat)
v.
Coxibs (celecoxib)
Empat kelompok pertama bekerja dengan menghambat siklooksigenase-1 (COX1) dan kelompok terakhir bekerja menghambat siklooksigenase-2 (COX-2).
Asam mefenamat diberikan dengan dosis 250-500 mg 2-4 kali sehari. Ibuprofen
diberikan dengan dosis 600-1200 mg per hari. NSAID dapat memperbaiki
hemostasis endometrium dan mampu menurunkan jumlah darah haid 20-50 %.
Efek samping secara umum adalah dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal
dan merupakan kontraindikasi pada perempuan dengan ulkus peptikum.
Anti Fibrinolisis
Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan dengan keluhan
menoragia ditemukan kadar aktivator plasminogen pada endometrium yang
lebih tinggi dari normal. Penghambat aktivator plasminogen atau obat anti
fibrinolisis dapat digunakan untuk pengobatan menoragia.
Asam traneksamat bekerja menghambat plasminogen secara reversible dan bila
diberikan saat haid mampu menurunkan jumlah perdarahan 40-50 %. Efek
samping asam traneksamat adalah keluhan gastrointestinal dan tromboemboli
yan ternyata kejadiannya tidak berbeda bermakna dibandingkan kejadian pada
populasi normal.
Penanganan dengan terapi bedah
Faktor utama yang mempengaruhi pilihan penanganan perdarahan uterus
abnormal adalah apakah penderita telah menggunakan pengobatan
medikamentosa pilihan pertama dengan sedikit kesembuhan atau tidak ada
perbaikan keluhan sama sekali. Jika keadaan ini terjadi, penderita akan menolak
untuk kembali ke pengobatan medikamentosa, sehingga terapi bedah menjadi
pilihan.
Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada kegagalan
terapi medikamentosa. Angka keberhasilan terhadap perdarahan mencapai 100 %.
Angka kepuasan cukup tinggi mencapai 95 % setelah 3 tahun pascaoperasi.
Walaupun demikian komplikasi tetap bisa terjadi berupa perdarahan, infeksi, dan
masalah penyembuhan luka operasi. Saat ini telah dikembangkan prosedur bedah
invasive minimal dengan cara ablasi untuk mengurangi ketebalan endometrium.
Cara ini diduga lebih mudah dilakukan dan sedikit komplikasi. Namun, tentunya
masih perlu bukti dengan dilakukan evaluasi lebih lanjut. Beberapa prosedur
bedah yang saat ini digunakan pada penanganan perdarahan uterus abnormal
adalah ablasi endometrium, reseksi transerviks, histeroskopi operatif,
miomektomi, histerektomi, dan oklusi atau emboli arteria uterina.
(Anwar et al, 2011)
LO 3.8 Komplikasi

26

Amenorea: Komplikasi yang paling ditakutkan dari amenorrhea adalah


infertilitas. Komplikasi lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita sehingga
dapat menggangu kompartemen IV dan terjadilah lingkaran setan terjadinya
amenorrhea. Komplikasi lainnya munculnya gejala-gejala lain akibat insufisiensi
hormon seperti osteoporosis (Sperof, Glass, and Kace, 1999).
Oligomenorea: Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya
fertilitas dan stress emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk
terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila oligomenorrhea
mengarah pada infertilitas atau tanda dari keganasan.
LO 3.9 Prognosis
Prognosis pada semua ketidakteraturan adalah baik bila diterapi dari awal.
LO 3.10 Pencegahan
Penanganan PUD dilakukan untuk mencapai dua tujuan yang saling berkaitan,
yaitu yang pertama mengembalikan pertumbuhan dan perkembangan
endometrium abnormal yang menghasilkan keadaan anovulasi dan kedua
membuat haid yang teratur, siklik dengan volume dan jumlah yang normal. Kedua
tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara menghentikan perdarahan dan mengatur
haid supaya normal kembali. Mengatur haid supaya normal kembali setelah
penghentian pendarahan tergantung dua hal, yakni usia dan paritas.
Usia remaja, dapat diberikan obat:
-

Kombinasi estrogen progesterone (pil kontrasepsi kombinasi)


Progestin siklik, misalnya MPA dosis 10 mg per hari selam 14 hari, 14 hari
berikutnya tanpa diberikan obat. Kedua pengobatan di atas diulang selama 3
bulan.

Usia reproduksi:
-

Bila paritas multipara: berikan kontrasepsi hormone seperti di atas


Bila infertilitas dan ingin hamil: berikan obat induksi ovulasi

Usia perimenopause:
Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah atau injeksi DMPA
(Anwar et al, 2011)

LI 4. Haid dan Istihadhah Menurut Islam


Istihadhah berbeda dengan haidh. Perbedaan ini menuntut banyak hal. Terutama
terkait dengan praktek ibadah. Pembahasan ringkas berikut insya Allah
memberikan kemudahan untuk memahami apa sesungguhnya istihadhah itu.
Sebagian wanita ada yang mengeluarkan darah dari farji (kemaluan) di luar
kebiasaan bulanannya (haidh) dan bukan karena melahirkan. Darah ini
diistilahkan dengan darah istihadhah. Al Imam An Nawawi rahimahullah
mengatakan, istihadhah adalah darah yang mengalir dari farji wanita di luar

27

waktunya dan berasal dari urat yang dinamakan adzil (Shahih Muslim bi
Syarhin Nawawi, 4/17).
o Keadaan Wanita yang Istihadhah
Keadaan pertama:
Dia memiliki adat (kebiasaan haidh) yang tertentu setiap bulannya sebelum
ditimpa istihadhah. Ketika keluar darah dari farjinya, untuk membedakan apakah
darah tersebut darah haidh atau darah istihadhah, kembali kepada kebiasaan
haidhnya. Dia meninggalkan shalat dan puasa di hari-hari kebiasaan haidhnya dan
berlaku padanya hukum wanita haidh. Adapun di luar waktu itu bila masih keluar
darah, berarti ia mengalami istihadhah dan berlaku pada dirinya hukum wanita
suci (yakni suci dari haidh/ nifas).
Misalnya: seorang wanita adatnya 6 hari di tiap awal bulan. Kemudian ia ditimpa
istihadhah yang menyebabkan darah keluar terus menerus dari farjinya. Maka 6
hari di awal bulan itu dianggap haidh, selebihnya istihadhah. Ini berdasarkan
sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Fathimah bintu Abi
Hubaisy radliallahu anha. Fathimah menyangka, ia harus meninggalkan shalat
karena istihadhah yang dialaminya. Maka beliau Shallallahu Alaihi Wasallam
memberikan tuntunan: Engkau tidak boleh meninggalkan shalat. (Apa yang kau
alami) itu hanyalah darah dari urat bukan haidh. Apabila datang haidhmu maka
tinggalkanlah shalat dan bila telah berlalu hari-hari haidhmu, cucilah darah darimu
(mandilah) dan shalatlah. (HR. Al Bukhari no. 228, 306, 320, 325, 331 dan
Muslim no. 333)
Keadaan kedua:
Ia tidak memiliki adat tertentu sebelum ditimpa istihadhah ataupun ia lupa
adatnya, namun ia bisa membedakan darah. Maka untuk membedakan darah
haidh dengan istihadhah ia memakai cara tamyiz (mengenali sifat darah). Bila ia
dapatkan bau tidak sedap dari darah yang keluar dan sifat-sifat lain yang ia kenali,
berarti ia sedang haidh, selain dari itu berarti ia istihadhah.
Misalnya: seorang wanita keluar darah dari kemaluannya secara terus menerus,
namun 10 hari yang awal darah yang keluar berwarna hitam selebihnya berwarna
merah. Maka 10 hari yang awal itu dihitung haidh, selebihnya istihadhah. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada Fathimah bintu Abi
Hubaisy radliallahu anha: Apabila darah itu darah haidh, maka dia berwarna
hitam yang dikenal. Bila demikian darah yang keluar darimu, berhentilah shalat.
Namun bila tidak demikian keadaannya, berwudhulah dan shalatlah. (HR. Abu
Dawud, An Nasai, dan lainnya. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani t dalam
Shahih Abi Dawud no. 283, 284)
Adapun Abu Hanifah berpendapat adat didahulukan. Pendapat ini dikuatkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan berdalil sabda Nabi Shallallahu Alaihi

28

Wasallam : Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari haidhmu kemudian


mandilah. (HR. Muslim no.334)
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh Ummu Habibah
untuk melihat kebiasaan haidhnya, meski Ummu Habibah bisa saja membedakan
darah tersebut. Namun ternyata beliau Shallallahu Alaihi Wasallam tidak
meminta perincian, misalnya dengan bertanya: Apakah darah yang keluar itu
warnanya berubah?. Jadi jelaslah, bahwa `adat-lah yang dipegangi bukan tamyiz.
Pendapat terakhir ini yang lebih benar, kata Asy Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah,dengan
alasan:
1. Hadits yang di dalamnya ada penyebutan tamyiz diperselisihkan
keshahihannya.
2. Penetapan dengan adat lebih meyakinkan bagi seorang wanita karena sifat
darah terkadang berubah atau keluarnya bergeser ke akhir bulan atau awal bulan
atau terputus-putus sehari berwarna hitam, hari berikutnya berwarna merah. (Asy
Syarhul Mumti, 1/427)
Dengan demikian, bila seorang wanita adatnya 5 hari, pada hari ke-4 dari masa
haidhnya keluar darah berwarna merah seperti darah istihadhah, namun pada hari
ke 5 kembali darahnya berwarna hitam, maka ia berpegang dengan adatnya yang
5 hari sehingga hari ke-4 yang keluar darinya darah berwarna merah, tetap
terhitung dalam masa haidhnya. Wallahu alam.
Keadaan ketiga:
Wanita itu tidak memiliki kebiasaaan haidh (adat) dan tidak pula dapat
membedakan darah. Sementara, darah keluar terus menerus dari farjinya dan sifat
darah itu sama (tidak berubah) atau tidak jelas. Maka cara membedakannya
dengan melihat kebiasaan umumnya wanita, yaitu menganggap dirinya haidh
selama enam atau tujuh hari pada setiap bulannya, dimulai sejak awal dia melihat
keluarnya darah. Adapun selebihnya berarti istihadhah.
Misalnya: seorang wanita melihat pertama kali keluar darah dari vaginanya pada
hari Kamis bulan Ramadhan dan darah itu terus keluar tanpa dapat dibedakan
apakah darah haidh atau bukan. Maka dia menganggap dirinya haidh selama 6
atau 7 hari dimulai hari Kamis. Hal ini berdasarkan sabda Rasululah Shallallahu
Alaihi Wasallam kepada Hamnah: Yang demikian itu hanyalah satu gangguan
dari syaitan, maka anggaplah dirimu haidh selama enam atau tujuh hari. Setelah
lewat dari itu mandilah, maka apabila engkau telah suci shalatlah selama 24 atau
23 hari, puasalah dan shalatlah. Hal ini mencukupimu, demikianlah engkau
lakukan setiap bulannya sebagaimana para wanita biasa berhaidh. (HR. Ahmad,
Abu Dawud, At Tirmidzi dan ia menshahihkannya. Dinukilkan pula penshahihan
Al Imam Ahmad terhadap hadits ini, sedangkan Al Imam Al Bukhari
menghasankannya. Lihat Subulus Salam, 1/159-160)
Definisi Istihadhah

29

Secara bahasa, dikatakan: Wanita itu terkena istihadhah, kalau darahnya terus
keluar padahal adat haidnya telah berakhir. [Mukhtar Ash-Shihah hal. 90]
Adapun secara istilah, maka ada beberapa definisi di kalangan ulama. Akan tetapi
mungkin bisa disimpulkan sebagai berikut: Istihadhah adalah darah yang berasal
dari urat yang pecah/putus, yang keluarnya bukan pada masa adat haid dan nifas dan ini kebanyakannya-, tapi terkadang juga keluar pada masa adat haid dan saat
nifas. Karena dia adalah darah berupa penyakit, maka dia tidak akan berhenti
mengalir
sampai
wanita
itu
sembuh
darinya.
Karena itulah, darah istihadhah ini kadang tidak pernah berhenti keluar sama
sekali dan kadang berhentinya hanya sehari atau dua hari dalam sebulan.
[Lihat: Al-Ahkam Al-Mutarattibah ala Al-Haidh wa An-Nifas wa Al-Istihadhah
hal. 16-17]
Ciri-Ciri Darah Istihadhah
Berbeda dengan darah haid, darah istihadhah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Warnanya merah, tipis, baunya seperti darah biasa, berasal dari urat yang
pecah/putus dan ketika keluar langsung mengental.
Hukum Wanita Yang Terkena Istihadhah.
Hukumnya sama seperti wanita yang suci (tidak haid dan nifas) pada semua halhal yang diwajibkan dan yang disunnahkan berupa ibadah. Ibnu Jarir dan
selainnya menukil ijma ulama akan bolehnya wanita yang terkena istihadhah
untuk membaca Al-Qur`an dan wajib atasnya untuk mengerjakan semua
kewajiban yang dibebankan kepada wanita yang suci. Lihat nukilan ijma lainnya
dalam Al-Majmu (2/542), Maalim As-Sunan (1/217) dan selainnya.
Dari penjelasan di atas, kita juga bisa menarik kesimpulan bahwa darah istihadhah
bukanlah najis, karena akan diterangkan bahwa wanita yang terkena istihadhah
tetap wajib mengerjakan shalat walaupun saat darahnya tengah mengalir keluar.
Waktu Keluarnya Istihadhah.
a. Kalau keluarnya istihadhah bukan pada waktu haid atau nifas, dalam artian
waktu keduanya tidak bertemu. Misalnya darah istihadhah keluar bukan saat masa
adat haidnya, atau darah istihadhah keluar setelah berlalunya masa nifas.
Maka di sini tidak ada masalah, masa adat haid dihukumi haid dan setelahnya
dihukumi istihadhah, demikian pula halnya dengan nifas.
b. Tapi kalau keluarnya istihadhah bertemu dengan masa adat haid atau masa
nifas, maka di sini hukumnya harus dirinci. Kami katakan:
Wanita yang terkena haid (atau pada masa adat haidnya) sekaligus terkena
istihadhah, tidak lepas dari empat keadaan:
1. Dia sudah mempunyai masa adat haid sebelum terjadinya istihadhah. Maka
yang seperti ini dia tinggal menjadikan masa adatnya sebagai patokan. Kalau

30

adatnya tiba maka dia dihukumi terkena haid, dan kalau adatnya sudah berlalu
maka darah yang keluar setelahnya -apapun ciri-cirinya- dihukumi istihadhah.
Misalnya: Seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan,
tiba-tiba mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus-menerus tanpa bisa
dibedakan mana yang haid dan mana yang istihadhah (misalnya karena hari
pertama keluar dengan ciri-ciri haid sedang hari yang kedua dengan ciri-ciri
istihadhah dan seterusnya). Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap
awal bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah, sehingga dia wajib untuk
mandi lalu shalat walaupun darahnya keluar terus. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam- kepada Ummu Habibah binti Jahsy tatkala dia terkena
istihadhah, Diamlah (tinggalkan shalat) selama masa haid yang biasa
menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan shalat. (HR. Muslim)
2. Tidak mempunyai adat sebelumnya -baik karena itu awal kali dia haid (almubtada`ah) ataukah dia lupa adat haidnya karena sudah lama dia tidak haid-, tapi
dia mempunyai tamyiz, yaitu darah yang keluar bisa dibedakan mana haid dan
mana istihadhah, berdasarkan ciri-ciri haid dan nifas yang telah disebutkan.
Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan darah itu
keluar terus-menerus. Akan dia dapati selama 10 hari dalam sebulan darahnya
berwarna hitam, berbau busuk, dan tebal (kental) kemudian setelah 10 hari itu
darah yang keluar berwarna merah, tidak berbau dan encer (tipis). Maka masa
haidnya adalah 10 hari tersebut, sementara sisanya dihukumi darah istihadhah.
Berdasarkan sabda Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kepada Fathimah binti Abi
Hubaisy -tatkala dia terkena istihadhah-, Jika suatu darah itu darah haid, maka
ia berwarna hitam diketahui, jika demikian maka tinggalkan shalat. Jika selain
itu maka berwudhulah dan lakukan shalat karena itu darah penyakit. (HR. Abu
Dawud dan An Nasai).
Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, Hadits ini, meskipun perlu ditinjau lagi
dari segi sanad dan matannya, namun telah diamalkan oleh para ulama. Dan hal
ini lebih utama daripada dikembalikan kepada kebiasaan kaum wanita pada
umumnya.
3. Dia mempunyai adat dan tamyiz sekaligus. Maka di sini ada dua keadaan:
a. Adat dan tamyiznya tidak bertentangan.
Misalnya: Dia mempunyai adat haid tanggal 1-6 tiap bulan. Ternyata darah yang
keluar pada masa adatnya mempunyai ciri-ciri haid, sedang sisanya mempunyai
ciri-ciri darah istihadhah. Maka ini tidak ada masalah.
b. Adat dan tamyiznya bertentangan.
Misalnya: Dia mempunyai adat haid 6 hari di awal bulan, akan tetapi darah yang
keluar saat itu kadang dengan ciri haid dan kadang dengan ciri istihadhah.
Manakah yang dijadikan patokan? Apakah adat ataukah tamyiznya? Yang kuat

31

dalam masalah ini adalah bahwa adatnya lebih didahulukan. Sehingga yang
menjadi masa haidnya adalah yang 6 hari, apapun warna darah yang keluar,
sedangkan sebelum dan setelah ke 6 hari ini bukanlah haid, walaupun cirinya
darah haid. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Al-Auzai, satu pendapat dari AsySyafii, dan juga pendapat Imam Ahmad, dan yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah,
Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dan Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.
4. Tidak mempunyai adat -baik karena baru pertama kali haid (al-mubtada`ah)
maupun karena lupa adat haidnya- dan tidak pula tamyiz.
Contoh: Ada seorang wanita yang pertama kali haid dan juga terkena istihadhah
dengan ciri-ciri darah yang tidak beraturan. Pada hari ini berwarna hitam (ciri-ciri
haid), besoknya berwarna merah dan demikian seterusnya, dan ini terjadi sebulan
penuh atau kurang dari itu. Apa yang harus dilakukan wanita ini?
Jawab: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, Dalam kondisi ini, hendaklah ia
mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya. Maka masa haidnya adalah
enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali
mendapati darah. Sedang selebihnya merupakan darah istihadah.
Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5
dan darah itu keluar terus menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang
darah haid, baik melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada
setiap bulan dihitung selama enam atau tujuh hari mulai dari tanggal lima
tersebut.
(Al-Atsariyyah, 2010)

DAFTAR PUSTAKA
Al-Atsariyyah, U.I.Z.H (2010). Diakses melalui http://aburamiza.wordpress.com/
2010/12/15/darah-istihadhah/, 24-09-2014 08.24 pm
Anwar et al (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
PrawiroHardjo. Edisi III. Hal. 162-172

32

Eroschenko, Victor P (2003). Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi


Fungsional. Jakarta: EGC. Hal. 297-320
Ganong, W.F (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal. 451454
Sofwan, Achmad (2014). Sistem Reproduksi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI. Hal. 5-11
Sperof, Glass, Kace (1999). Amenorrhea in Clinical Gynecologic Endokrinology
& Infertility. 6th edition. Washington. pp. 421-475
Winkjosastro, Hanifa (1999). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono PrawiroHardjo. Hal. 203-205

33

Anda mungkin juga menyukai