Oleh :
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.. i
Daftar Isi... ii
Daftar Gambar...... iv
Daftar Tabel ......... v
BAB I
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
5.1. Kesimpulan........ 31
5.2. Saran.. 32
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN
tingkat kepuasan seseorang sangat relatif, dan berbeda antara pribadi yang satu dengan
yang lain.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam penelitian ini masalah yang dapat diidentifikasi adalah adanya perbedaan pelayanan
dan fasilitas fisik yang ditawarkan kepada konsumen pada suatu cabang bioskop Cineplex
21 dengan cabang lainnya. Hal ini tentu saja tidak diinginkan, karena konsumen akan
menginginkan pelayanan yang sama di setiap cabang yang dipilihnya, sehingga setiap
konsumen tidak dapat mengatakan ketika saya menonton film di bioskop Cineplex 21
cabang A lebih baik enjoy daripada di bioskop Cineplex 21 cabang B. Hal seperti ini
akan menyebabkan dua alternatif, yaitu konsumen akan menganggap pelayanan dan
fasilitas fisik secara keseluruhan adalah buruk sehingga ia tidak lagi menonton film di
bioskop Cineplex 21, atau konsumen tidak lagi menonton film di bioskop Cineplex 21
cabang B sehingga cabang B lama-kelamaan ditinggalkan konsumen sehingga bukan tidak
mungkin lagi akan merugi.
Berdasarkan identifikasi masalah yang dijelaskan diatas, dapat dirumaskan masalah yang
ada pada penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor apa saja yang dianggap penting oleh konsumen dari bioskop Cineplex 21?
2. Bagaimana penguraian faktor-faktor yang disebut di atas pada perhitungan yang
tangible?
3. Bagaimana penilaian kualitas pelayanan dan fasilitas fisik untuk setiap cabang dari
bioskop Cineplex 21?
4. Faktor apa yang menjadi prioritas bagi bioskop Cineplex 21 dalam usaha memperbaiki
kualitas pelayanan dan fasilitas fisik yang ditawarkan kepada konsumen?
5. Tindakan apa yang dapat diambil oleh pihak manajemen perusahaan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas fisik terhadap konsumen ?
1.3. PEMBATASAN MASALAH DAN ASUMSI PENELITIAN
Pembatasan masalah dan asumsi penelitian yang dibuat adalah sebagai berikut :
1. Penyebaran kuisioner dilakukan pada konsumen dan konsumen potensial dari bioskop
Cineplex 21, dengan asumsi bahwa penyebaran data telah mencakup seluruh jenis
konsumen yang datang ke bioskop Cineplex 21.
2. Populasi yang menjadi objek pengamatan adalah seluruh masyarakat yang pernah
menjadi konsumen bioskop Cineplex 21. Karena jumlah populasi tersebut tidak dapat
diketahui secara pasti, maka dilakukan pendekatan pengamatan sosial, yaitu populasi
dianggap tak terbatas namun terhitung (invinite-countable). Oleh karena itu proses
penentuan sampel tidak dapat dilakukan secara matematis, melainkan dengan
melakukan pendekatan pengamatan sosial. Dalam pengamatan sosial, tidak ada aturan
baku dalam menentukan jumlah sampel dari populasi yang tidak diketahui pasti
jumlahnya, namun dalam banyak kasus 30 data adalah batas minimum agar analisis data
statistik dapat dilakukan.
3. Jumlah kunjungan mystery shopper yang dilakukan terbatas, yaitu hanya 8 kali saja
untuk setiap cabang (di Bandung, bioskop Cineplex 21 terdapat di Bandung Indah
Plaza/BIP dan Bandung Super Mall/BSM), karena faktor waktu penelitian yang
terbatas. Alasan dari pembatasan ini adalah karena adanya faktor biaya yang besar
dalam penelitian ini. Dipilih dilakukan 8 kali kunjungan untuk setiap cabang adalah
untuk menjangkau seluruh alternatif jenis konsumen yang datang, yaitu konsumen yang
datang pada waktu masih jam kerja/jam sekolah (antara jam 12-16, karena bioskop
mulai dibuka pada jam 12 siang) dan bukan jam kerja/jam sekolah . Semua itu
dikombinasikan dengan kemungkinan kedatangan pada hari biasa dan akhir minggu/hari
libur. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut ini.
Hari
Waktu Kedatangan
Jam kerja/sekolah
2 kali pengiriman MS
2 kali pengiriman MS
2 kali pengiriman MS
2 kali pengiriman MS
Jam kerja/sekolah
2 kali pengiriman MS
2 kali pengiriman MS
2 kali pengiriman MS
2 kali pengiriman MS
Hari Biasa
Akhir Minggu/Libur
Tabel 1.1. Jadwal pengiriman MS (Mystery Shopper)
Adapun akibat dari pembatasan ini adalah berkurangnya keakuratan hasil dari
penelitian, namun dalam tahap yang masih wajar.
4. Penelitian ini hanya terbatas pada bioskop Cineplex 21, sehingga bila hasil dari
penelitian ini akan digunakan oleh perusahaan hiburan bioskop yang lain, tentunya
harus disesuaikan terlebih dahulu dengan keadaan yang ada. Alasannya adalah keadaan
di setiap industri jasa selalu berbeda, bahkan untuk sesama jenis (sama-sama berupa
bioskop) sekalipun. Penyesuaian yang harus dilakukan terutama adalah pada tahap
pencarian dan pendefinisian faktor.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, penelitian ini ditujukan untuk:
1. Menemukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumen, dalam hal ini adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan dan fasilitas fisik lainnya yang
diberikan kepada konsumen bioskop Cineplex 21.
2. Mencari faktor-faktor yang terukur (tangible) dari faktor-faktor yang berpengaruh
3. Menilai kualitas pelayanan dan fasilitas fisik lainnya kepada konsumen pada bioskop
Cineplex 21, dengan menggunakan mystery shopping sebagai alat pengukur.
4. Menerapkan metode-metode manajemen kualitas pada industri jasa, yaitu dengan
menentukan prioritas perbaikan dengan bantuan Pareto Chart, dan mencari penyebab
dasarnya dengan menggunakan Fish-bone Diagram.
5. Menyusun usulan langkah-langkah perbaikan yang dapat diambil oleh pihak manajemen
bioskop Cineplex 21 dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas
fisiknya terhadap konsumen.
Pencarian Parameter
Definisikan Pertanyaan
Selesai
Tahap terakhir dalam studi lapangan adalah eksekusi dari mystery shopping. Pada tahap
ini mystery shopper diturunkan ke lapangan, dengan merekam hal-hal yang telah
dialaminya sebagai konsumen.
1.6.5. Analisis Pengukuran dan Fokus Perbaikan
Tahap ini adalah tahap pengolahan hasil pengukuran, dan mencari fokus perbaikan
pelayanan dan fasilitas fisik yang harus dilakukan oleh pihak manajemen. Penentuan
fokus ditentukan dengan metode-metode yang lazim digunakan dalam manajemen kualitas,
seperti Pareto Chart dan diagram tulang ikan (fish-bone diagram).
1.6.6. Kesimpulan dan Saran
Tahap ini adalah bagian terakhir dari penelitian yang dilakukan, dimana tahap ini
merangkum semua yang telah dilakukan, dan disesuaikan dengan tujuan dari penelitian ini.
Sedangkan pada bagian saran diberikan usulan hal-hal yang berguna bagi pihak
manajemen bioskop Cineplex 21, dan juga bagi para pembaca, serta usulan untuk
penelitian selanjutnya.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. KUALITAS
Pengertian kualitas sangat sulit dideskripsikan dalam beberapa kata, karena di dalamnya
terkait banyak aspek dan fenomena bisnis, produksi, dan ilmu sosial. Kualitas berbasis
konsumen sebagai target bagi usaha produsen telah menjadi sesuatu yang diterima oleh
semua pihak. Untuk mencapai kualitas operasi yang baik, pihak manajemen harus
mengintegrasikan manajemen pemasaran, kecocokan dengan standar yang diperlukan. Hal
ini menimbulkan suatu pemikiran baru yang baru disadari oleh banyak pihak saat ini, yaitu
pada intinya kualitas adalah pencapaian tingkat kepuasan konsumen.
2.2. JASA
Industri dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok umum, yaitu manufaktur dan nonmanufaktur. Contoh dari industri non-manufaktur adalah industri jasa, agrikultur, dan
pertambangan. Beberapa fungsi yang termasuk dalam industri jasa adalah pendidikan,
perbankan, jasa pemerintahan (pertahanan, jasa otonomi daerah, kesejahteraan, dan
lainnya), kesehatan, asuransi, pemasaran, jasa pribadi (seperti hotel dan motel), rumah
makan, hiburan (bioskop, taman hiburan), biro perjalanan wisata, fasilitas umum (listrik,
gas, dan jasa telepon) dan transportasi (kereta api, pesawat, dan bis).
Walaupun agak berbeda dengan industri manufaktur, industri jasa juga dapat menghasilkan
produk yang terasa secara fisik/tangible. Hal ini menyebabkan industri jasa juga dapat
diukur performansinya dan dapat dilihat kualitasnya. Perbedaan dari industri manufaktur
dengan industri jasa dapat dilihat dalam hal-hal berikut ini :
Industri Manufaktur
Produk terasa secara fisik/tangible.
Industri Jasa
Jasa terdiri dari komponen tangible dan intangible.
Dimungkinkan adanya backorder dan inventory. Jasa tidak dapat disimpan. Bila tidak digunakan,
jasa tersebut hilang.
Produsen atau perusahaan adalah satu- satunya
Populasi terbatas. Merupakan sumber data yang jelas batasnya secara kuantitatif,
sehingga relatif dapat dihitung jumlahnya.
Populasi tak terbatas. Merupakan sumber data yang tidak dapat ditentukan batasnya
sehingga relatif tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah. Jenis populasi ini dibagi
dua, yaitu populasi tak terbatas namun terhitung (infinite-countable) dan populasi tak
terbatas dan tak terhitung (infinite-uncountable). Populasi tak terbatas namun terhitung
adalah populasi yang anggotanya dapat dihitung namun jumlahnya sangat banyak dan
tidak dapat diketahui jumlah pastinya. Contohnya adalah jumlah penduduk yang pernah
makan fast food, jumlah penduduk yang pernah menonton film di bioskop Cineplex 21,
jumlah penduduk yang pernah mendiami kota Bandung, jumlah hewan pengerat di kota
Bandung. Untuk perhitungan yang melibatkan populasi jenis ini, banyak dilakukan
pendekatan perhitungan statistik sosial. Sedangkan populasi tak terbatas dan tak
terhitung biasanya berupa benda yang tak terhitung, seperti jumlah air di sungai
Cikapundung dan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Untuk menentukan jumlah
populasinya biasanya dilakukan perhitungan pendekatan, sehingga populasi yang
sesungguhnya tetap tidak dapat diketahui secara pasti.
Berdasarkan sifat populasi, maka populasi dibagi menjadi dua, yaitu :
Populasi Homogen. Merupakan sumber data yang unsurnya memiliki sifat yang sama,
sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif.
Populasi Heterogen. Merupakan sumber data yang unsurnya memiliki sifat atau
keadaan yang bervariasi sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Biasanya terdapat pada penelitian di bidang sosial dan objeknya
manusia atau gejala dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan pembedaan lain, maka populasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Populasi target. Merupakan populasi yang telah ditentukan sesuai dengan masalah
penelitian.
Populasi survey. Merupakan populasi yang terliput dalam penelitian yang dilakukan.
2.3.2. Sampel
Sampai saat ini, terdapat beberapa pendapat dari para ahli dalam mendefinisikan sampel.
Pendapat-pendapat tersebut antara lain: 1) Sampel merupakan bagian dari populasi yang
menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Artinya sampel adalah sebagian
dari populasi untuk mewakili seluruh populasi. 2) Sampel adalah sebagian individu yang
diselidiki. 3) Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak
diselidiki. Dalam menentukan sampel yang akan digunakan, terdapat beberapa teknik
yang dapat digunakan, yaitu:
Sampling probabilitas, menghasilkan sampel probabilitas yang merupakan sampel dari
populasi, yang anggotanya diberi peluang yang dapat dihitung untuk dipilih menjadi
anggota sampel.
Simple Random Sampling (Penentuan Sampel Acak Sederhana). Merupakan teknik
sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cara pengambilan sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut.
Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Cara-cara
pengambilan simple random sampling adalah dengan cara mengundi individu anggota
populasi dan dengan menggunakan tabel bilangan random (lebih cocok untuk populasi
yang jumlahnya besar).
kuantitatif adalah atribut yang dapat diukur dalam angka dan dapat diolah secara
matematis, contohnya berat badan, panjang jalan, kedalaman laut, dan sebagainya. Atribut
ini dinyatakan dalam bentuk angka.
2.5. TINGKATAN PENGUKURAN
2.5.1. Skala Nominal
Skala ini sebenarnya adalah sebuah sistem klasifikasi. Pada dasarnya diperlukan variabel
terukur secara nominal, dan beberapa kategori (minimal dua), lalu dapat dibedakan atribut
mana yang termasuk ke kategori yang pertama, dan atribut mana yang termasuk ke
kategori yang berikutnya.
2.5.2. Skala Ordinal
Pada atribut kuantitatif, terdapat tiga tingkatan pengukuran, yaitu skala ordinal, skala
interval, dan skala rasio. Skala ordinal hanya digunakan untuk menentukan urutan/
rangking. Namun dalam skala ordinal tidak dapat dikatakan bahwa urutan pertama dalam
rangking 2x lebih baik daripada urutan kedua, atau urutan kedua 2x lebih baik daripada
urutan ketiga, dan seterusnya. Selain itu, skala ini juga tidak menjamin perbedaan nilai
antara urutan pertama dengan kedua, sama besarnya dibandingkan perbedaan nilai antara
urutan kedua dengan urutan ketiga.
2.5.3. Skala Interval
Skala interval juga digunakan dalam menentukan urutan/rangking seperti halnya skala
ordinal.
2.5.4. Skala Rasio
Skala rasio adalah skala yang paling tinggi tingkatannya. Dalam skala ini hasil
pengamatan yang dilakukan memungkinkan untuk diproses dengan perkalian maupun
pembagian. Pada pelaksanaannya, skala ini memerlukan nilai nol mutlak, yang
menyatakan ketidakadaan.
2.6. PENGUKURAN PADA KUISIONER DENGAN MENGGUNAKAN SKALA
ORDINAL
Dalam kuisioner, responden memberikan jawaban sesuai dengan yang tertera pada
kuisioner tersebut. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan hasil yang bisa diraih, harus
digunakan skala pengukuran yang tepat. Pada skala ordinal, skala pengukuran yang ada
antara lain :
Skala rangking, diberikan pada kuisioner bila peneliti ingin mengetahui prioritas
responden terhadap beberapa hal. Artinya, peneliti memberikan beberapa variabel yang
akan diukur, dan responden diminta untuk mengurutkan variabel-variabel tersebut
sesuai dengan urutan prioritas yang cocok dengan dirinya.
11
Skala Likert, diperkenalkan pada tahun 1932 dengan tujuan utama untuk meningkatkan
variasi nilai yang didapat dari setiap responden. Hal ini dimungkinkan karena dalam
skala Likert seseorang dapat memberikan pendapat yang sama namun intensitasnya
berbeda untuk setiap pernyataan yang diberikan. Skala ini terbagi atas 5 atau 7 nilai,
atau mungkin lebih. Biasanya yang lazim digunakan adalah 5 nilai, yaitu sangat setuju,
setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Skala Guttman, disusun oleh Louis Guttman pada tahun 1944. Keunikan skala ini
adalah hanya ada dua jawaban yang mungkin dari setiap pertanyaan. Dua jawaban ini
dapat disandikan menjadi Ya dan Tidak, 1 dan 0, + dan -, atau lainnya. Perlu dicatat
bahwa setiap item pernyataan yang ditanyakan harus melalui proses validasi muka (face
validity). Proses validasi muka sendiri adalah suatu proses menentukan bahwa suatu
pertanyaan benar-benar mengukur suatu tindakan yang diperkirakan oleh seorang
peneliti, dan apakah ada cukup sampel yang dapat dicari.
Sebenarnya masih banyak skala pengukuran lainnya, seperti skala Faktor dan skala
Interval-Rasio, namun karena kedua skala pengukuran tersebut tidak digunakan pada
penelitian ini dan relatif jarang digunakan bila dibandingkan ketiga skala pengukuran
diatas, maka skala pengukuran tersebut tidak dibahas.
2.7. MYSTERY SHOPPING
Mystery Shopping adalah suatu alat untuk mengukur kualitas pelayanan yang disampaikan
kepada konsumen oleh cabang/outlet berdasarkan pengalaman yang dialami konsumen.
Mystery Shopping diterapkan pada industri-industri jasa, seperti bank, restoran,
supermarket, bioskop dan sebagainya. Keuntungan dari penggunaan Mystery Shopping
dalam mengukur kualitas pelayanan adalah: 1) Dapat memberikan detail tentang hal nyata
yang dialami konsumen. 2) Dapat memonitor performansi secara berkala dan konsisten.
3) Dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari setiap outlet atau cabang, maupun
secara regional. 4) Dapat memberikan data yang objektif dan berorientasi konsumen
(customer oriented). 5) Lebih berorientasi pada keadaan nyata terjadi di lapangan.
Mystery Shopping mempunyai suatu kelebihan dibandingkan tools lain yang juga
membahas tentang kepuasan konsumen. Pada umumnya, berbagai metode yang mengukur
tingkat pelayanan konsumen menggunakan kuisioner dalam melakukan pengukuran
performansi, dan yang menjadi responden adalah konsumen yang datang. Konsumen yang
datang memang akan menjadi sumber yang objektif, namun kelemahannya adalah mereka
tidak disiapkan untuk menjadi orang yang melakukan penilaian, sehingga akan banyak
yang lolos dari pengamatan mereka. Berbeda dengan hal itu, para mystery shopper
merupakan para konsumen yang telah dilatih, mereka dibiayai untuk mengamati, dan
sebelumnya mereka telah mendapat pelatihan.
Langkah-langkah dalam proses pelaksanaan Mystery Shopping adalah:
1. Merancang program. Dalam tahap ini didefinisikan program yang akan dilakukan.
Harus ditentukan apakah akan diberitahukan rencana penilaian terhadap cabang yang
akan diamati, atau tidak. Selain itu, juga ditentukan jangka waktu antar pengamatan.
Jangka waktu antar pengamatan disesuaikan dengan keadaan perusahaan. Bagi
perusahaan yang baru didirikan/sedang mengalami masalah, sebaiknya program ini
dilakukan dalam jangka waktu yang pendek. Yang terakhir, harus didefinisikan lokasi
12
pengamatan, apakah akan mengamati seluruh cabang, atau hanya beberapa cabang saja
yang disoroti.
2. Menentukan atribut yang akan dievaluasi dan komponen pelayanan. Dalam tahap ini
dipilih apakah pengukuran performansi dilakukan secara menyeluruh atau secara
spesifik. Lalu juga ditentukan penyampaian jasa apa saja yang dilakukan terhadap
konsumen, dan juga detail dari penyampaian jasa tersebut.
3. Menyusun kuisioner, penilaian, dan bobot. Dalam tahap ini disusun sebuah kuisioner
yang mendapat input dari studi kepuasan konsumen. Untuk skor penilaian dan bobot
dapat ditentukan sendiri oleh peneliti, namun akan lebih baik bila dilakukan penentuan
bobot lewat kuisioner awal, sehingga dapat diketahui pembobotan kepentingan langsung
dari konsumen.
4. Membuat skenario dan mengatur jumlah kedatangan. Perlu diingat bahwa mystery
shopper hanya melakukan transaksi berdasarkan skenario. Dalam skenario tersebut,
harus diperhitungkan semua kemungkinan transaksi yang dapat dilakukan. Dalam tahap
ini juga perlu ditentukan pola kunjungan (seberapa sering kunjungan dilakukan). Hal
ini ditentukan berdasarkan kemungkinan perbedaan keadaan pada waktu kunjungan.
5. Pengadaan dan pelatihan mystery shopper, yaitu suatu tahap membentuk tim
responden yang disebut mystery shopper. Mereka harus diberikan pelatihan mengenai
skenario yang telah disusun untuk mereka, sehingga mereka dapat memahami apa yang
harus mereka lakukan selama menjadi tim mystery shopper. Perlu diingat bahwa tim
tersebut harus mengerti apa yang akan mereka lakukan, dan mengingatnya di luar
kepala. Bila diperlukan dapat dilakukan percobaan dengan pengawasan dari peneliti.
6. Di lapangan, dalam tahap ini dilakukan pengontrolan terhadap mystery shopper,
untuk memastikan apa yang mereka lakukan sesuai dengan skenario yang telah disusun.
7. Analisis, dalam tahap terakhir ini dihitung performansi cabang, dan performansi
perusahaan secara keseluruhan. Selain itu, juga dianalisis atribut/parameter yang perlu
diperbaiki.
Dalam kuisioner mystery shopping, pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang
hanya mempunyai dua pilihan, yaitu ya dan tidak. Hal tersebut harus ditunjang oleh
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tangible/ terukur/teramati, karena jawaban dari
pertanyaan tersebut tidak boleh mengandung subjektifitas. Artinya pertanyaan itu akan
menimbulkan jawaban yang sama dalam suatu keadaan walaupun orang yang mengisinya
berbeda.
Jawaban dari pertanyaan tersebut dikonversikan kedalam bentuk bilangan, yaitu 1 untuk
jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidak. Bilangan tersebut selanjutnya disebut sebagai nilai
konversi. Penilaian performansi cabang dilakukan secara kualitatif. Artinya penilaian
diberikan dengan kriteria :
A x + 1,5std
x + 0,5std B < x + 1,5std
x 0,5std C < x + 0,5std
D < x 0,5std
13
dimana x adalah nilai rata-rata nilai konversi yang didapat, dan std adalah nilai standar
deviasi dari nilai konversi tersebut. Nilai performansi total dari perusahaan didapat
dengan cara menjumlahkan seluruh hasil kali nilai konversi dengan bobot untuk setiap
pertanyaan yang diajukan kepada mystery shopper. Nilai yang didapat selanjutnya
dibandingkan dengan standar, yaitu 50. Bila nilai yang didapat sama dengan atau melebihi
50, maka perusahaan dinilai baik performansinya. Bila tidak, perusahaan dikategorikan
memiliki performansi yang buruk, dan perlu diambil langkah-langkah perbaikan segera.
2.8. PARETO CHART
Pareto Chart adalah salah satu tools yang penting dalam proses peningkatan kualitas.
Nama Pareto diambil dari nama seorang ekonom Italia bernama Alfredo Pareto, dan untuk
pertama kali digunakan di bidang pengendalian kualitas oleh Joseph Juran. Pada awalnya,
Pareto Chart digunakan untuk menyatakan bahwa distribusi kekayaan terfokus pada
beberapa individu saja, akan tetapi sebagai pengembangannya Juran menyadari bahwa
konsep ini juga berlaku untuk proses pengendalian kualitas.
Pareto Chart digunakan untuk membantu menemukan faktor-faktor kritis yang
membutuhkan perbaikan (prioritas perbaikan), mendeteksi apakah masalah telah
diselesaikan sesudah dilakukan perbaikan, dan juga untuk menentukan langkah berikutnya
dalam memecahkan masalah yang ada.
Langkah-langkah penyusunannya adalah sebagai berikut: 1) Mengumpulkan data ke dalam
klasifikasi tertentu. 2) Tentukan acuan perbandingan, misalnya data timbulnya masalah
dibandingkan dengan akibatnya terhadap nilai jual, atau frekuensi terjadinya. 3) Urutkan
kategori yang telah dibuat dari yang terpenting sampai yang paling tidak penting.
4) Hitung jumlah kumulatif dari kategori yang dipilih, sesuai dengan urutannya yang telah
dibuat pada langkah ketiga. 5) Gambarkan sebuah diagram batang untuk memperlihatkan
tingkat kepentingan relatif dari setiap area masalah dalam urutan menurun. Sedangkan nilai
kumulatifnya digambarkan dengan grafik garis.
2.9. FISHBONE DIAGRAM
Fishbone diagram (atau juga sering disebut sebagai diagram sebab akibat, atau diagram
Ishikawa) dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa, Ph.D. pada tahun 1943. Diberi nama
Fishbone diagram karena bentuknya yang mirip dengan tulang ikan. Pada dasarnya,
diagram ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menyusun daftar masalah yang terjadi
pada suatu proses. Dengan membuat daftar dari masalah yang ada, dapat diketahui
penyebab dari masalah-masalah tersebut, bahkan dapat juga mencari sumber penyebab/
penyebab dasar dari penyebab masalah yang ada. Keuntungan dari penggunaan diagram
ini adalah bahwa penyusunannya dapat menjelaskan hubungan yang terjadi dalam proses,
dan juga menambah pemahaman tentang proses itu sendiri.
14
BAB 3
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Jumlah responden
Cineplex 21 BIP
30
20
10
17
10
21
0
Lebih dari
Seminggu atau
Dua minggu
Kurang dari
seminggu sekali
sampai sebulan
sebulan sekali
sekali
Frekuensi
Selain dari frekuensi responden nonton film di bioskop Cineplex 21 BIP, lembar data
responden juga digunakan untuk mengetahui anggaran rata-rata yang dikeluarkan oleh
responden untuk nonton film satu kali (untuk satu orang). Hal ini akan menunjukkan
15
kecenderungan responden hanya sekedar nonton film saja atau nonton film sambil
membawa camilan, dan sebagainya. Hal ini diperlukan agar masukan yang mereka berikan
sesuai dengan keadaan objek penelitian yaitu bioskop Cineplex 21 yang dimasukkan pada
kategori kelas menengah.
Perlu menjadi catatan, dalam penelitian ini tidak dapat
dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas secara kuantitatif. Proses validasi dilakukan
dengan metode validasi muka, yaitu melalui wawancara dengan pihak lain yang ahli dan
juga orang-orang yang berkecimpung di bidang yang diteliti. Proses uji reliabilitas juga
dilakukan dengan proses uji reliabilitas kualitatif.
Jumlah Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran Responden
Jumlah Responden
29
30
20
10
10
0
Kurang dari Rp.
Rp. 20000,00 -
15000,00
20000,00
Rp. 30000,00
30000,00
Anggaran
Gambar 3.2. Grafik jumlah pengeluaran responden rata-rata untuk satu kali nonton film
Disingkat
menjadi
Fasilitas
fisik
Ketepatan
Ketanggapan
Kejelasan
Kesopanan
Garansi
Kebersihan
Kemudahan
Komunikasi
Pengertian
Kecepatan
16
Hasil dari kuisioner awal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Item Pelayanan
Banyaknya Nilai
1
Fasilitas fisik
Ketepatan
Ketanggapan
Kejelasan
Kesopanan
Garansi
Kebersihan
Kemudahan
Komunikasi
Pengertian
Kecepatan
9 10 11
20 2 4
7 4 6
5 10 8
9 2 4
2 12 11
1 4 1
8 9 8
16 0 2
0 2 2
3 1 4
4 1 0
6
7
9
5
4
6
7
0
2
2
2
4
6
4
6
6
6
7
3
6
2
0
1
11
3
5
8
8
2
5
5
2
0
2
0
5
4
4
9
4
4
8
9
1
8 2
5 3
1 1
1 8
2 1
5 3
1 3
2 6
6 12
10 11
1 0
1
0
2
6
0
7
0
7
7
5
0
0
1
2
0
0
0
1
5
0
1
1
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden memberikan suatu masukan faktor baru,
yaitu faktor kecepatan diputarnya film (jarak waktu antara dibukanya loket pembelian tiket
dengan waktu dimulainya pemutaran film, tidak terlalu lama). Skala prioritas ini tidak
diolah, karena kuisioner awal difokuskan untuk memberikan kesempatan bagi para
responden untuk memberikan masukan faktor baru, yang akan meningkatkan validitas dari
kuisioner. Masuknya faktor baru disebutkan akan meningkatkan validitas kuisioner,
karena dengan adanya faktor baru tersebut berarti semakin banyak faktor yang tercakup
dalam penelitian sehingga penelitian akan menjadi semakin teliti.
3.2. KUISIONER
Setelah melalui tahap kuisioner awal, kuisioner yang sebenarnya dapat disusun. Pada
dasarnya kuisioner ini adalah kuisioner awal yang telah ditambahkan dengan faktor-faktor
baru yang diberikan oleh responden pada tahap kuisioner awal, dan dalam penelitian ini
hanya terdapat satu faktor tambahan, yaitu kecepatan diputarnya film (jarak waktu antara
dibukanya loket pembelian tiket dengan waktu dimulainya pemutaran film, tidak terlalu
lama).
Pada kuisioner ini tidak disediakan kolom kosong, sehingga responden hanya dapat
menentukan prioritas dari atribut-atribut yang ada pada kuisioner saja. Oleh karena itu,
kuisioner ini bersifat tertutup. Sesuai dengan asumsi penelitian bahwa populasi yang
diteliti adalah populasi yang tak terbatas namun terhitung (infinite-countable) maka
perhitungan jumlah sampel yang representatif tidak dapat dihitung secara statistik. Untuk
itu dilakukan pendekatan penelitian sosial, dimana sampel yang berjumlah lebih dari 30
responden sudah dianggap cukup representatif, namun dalam penelitian ini responden yang
disurvey berjumlah 50 orang. Hasil dari kuisioner tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
17
Item Pelayanan
Banyaknya Pemilih
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Fasilitas fisik
Ketepatan
Ketanggapan
Kejelasan
Kesopanan
Garansi
Kebersihan
Kemudahan
Komunikasi
Pengertian
Kecepatan
18
6
4
12
5
1
12
20
2
2
13
10
6
1
6
6
3
11
5
1
3
6
2
4
5
3
2
4
3
5
2
5
8
4
1
9
2
4
3
2
5
3
5
2
3
8
9
2
3
4
2
0
3
5
6
2
9
8
6
1
6
5
2
2
4
4
3
3
6
5
2
5
5
5
3
3
6
0 3 2 3
8 3 2 0
1 5 0 2
0 8 5 1
4 2 5 16
9 7 6 2
3 2 2 3
0 0 4 4
8 11 10 5
2 3 11 7
1 1 0 3
Dari data mentah hasil kuisioner diatas, proses selanjutnya adalah memberikan bobot pada
masing urutan prioritas, yaitu dengan memberikan bobot 11 kepada prioritas pertama, dan
1 untuk prioritas terakhir (11), lalu bobot tersebut dikalikan dengan banyaknya pemilih
pada prioritas dan item pelayanan tertentu. Contohnya pada item fasilitas fisik, ada 15
responden yang memberikan prioritas pertama. Bobot untuk prioritas pertama adalah 11,
maka hasil perkalian nilai dan bobotnya adalah 165. Berikut adalah tabel lengkapnya :
Item Pelayanan
Fasilitas fisik
Ketepatan
Ketanggapan
Kejelasan
Kesopanan
Garansi
Kebersihan
Kemudahan
Komunikasi
Pengertian
Kecepatan
Jumlah
11
10
198
66
44
132
55
11
132
220
22
22
143
100
60
10
60
60
30
110
50
10
30
60
18
36
45
27
18
36
27
45
18
45
72
36
8
72
16
32
24
16
40
24
40
16
21
56
63
14
21
28
14
0
21
35
42
12
54
48
36
6
36
30
12
12
24
24
15
15
30
25
10
25
25
25
15
15
30
0
32
4
0
16
36
12
0
32
8
4
9
9
15
24
6
21
6
0
33
9
3
4 3
4 0
0 2
10 1
10 16
12 2
4 3
8 4
20 5
22 7
0 3
416
340
333
345
250
261
379
404
212
257
397
3594
Proses selanjutnya adalah menentukan bobot untuk setiap item pelayanan. Bobot ini
didapat dengan cara membagi jumlah hasil kali untuk setiap item pelayanan dengan skor
total yang didapat dari penjumlahan jumlah hasil kali untuk semua item pelayanan lalu
dikalikan 100%. Sebagai contoh perhitungan, bobot untuk item pelayanan fasilitas fisik
sebesar 11.57% didapat dari :
x 100% =
416
x100% = 11.57%
3594
18
Setelah bobot didapat, dapat menentukan prioritas para konsumen yang diurutkan
berdasarkan besarnya bobot untuk setiap item pelayanan. Selengkapnya bisa dilihat dari
tabel berikut ini :
Item Pelayanan
Fasilitas fisik
Ketepatan
Ketanggapan
Kejelasan
Kesopanan
Garansi
Kebersihan
Kemudahan
Komunikasi
Pengertian
Kecepatan
Bobot
Rangking
(%)
Kepentingan
11.57
9.4
9.26
9.6
6.95
7.26
10.54
11.24
5.89
7.15
11.05
1
6
7
5
10
8
4
2
11
9
3
Dari tabel diatas kita dapat melihat bahwa urutan prioritas konsumen bioskop cineplex 21
adalah terurut sebagai berikut:
Item Pelayanan
Fasilitas fisik
Kemudahan
Kecepatan
Kebersihan
Kejelasan
Ketepatan
Ketanggapan
Garansi
Pengertian
Kesopanan
Komunikasi
Rangking
Bobot
Kepentingan
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
11.57
11.24
11.05
10.54
9.6
9.4
9.26
7.26
7.15
6.95
5.89
bantuan tim mystery shopper yang menjadi konsumen rahasia, dimana mereka bertugas
untuk memperhatikan bagaimana pelayanan yang mereka terima. Tentu saja para pelayan
yang ada tidak boleh sampai mengetahui bahwa mereka sedang diamati agar performansi
pelayanan yang dilakukan oleh para pelayan ada dalam taraf wajar dan tidak dibuat-buat.
Proses mystery shopping sendiri dilakukan dengan menggunakan 16 responden. Jumlah
mystery shopper yang ada dalam penelitian ini adalah sebelas orang. Untuk memperjelas
kredibilitas para mystery shopper, dilakukan pendataan terhadap mereka, meliputi tingkat
pendidikan, usia, dan seberapa sering mereka nonton film di bioskop Cineplex 21. Setelah
dilakukan pendataan, ternyata lima diantara mereka telah menyelesaikan pendidikan
tingkat perguruan tinggi, sedangkan keenam sisanya sedang menyelesaikan pendidikan
sekolah menengah. Usia mereka adalah antara 16-23 tahun, sehingga dapat dikatakan
secara usia mereka mempunyai persepsi yang sama mengenai pertanyaan yang ada. Selain
itu didapat data lainnya yaitu tentang seringnya mereka nonton film di bioskop Cineplex
21. Sembilan dari antara mereka ternyata sering nonton film di bioskop Cineplex 21,
sedangkan dua orang lainnya tidak terlalu sering nonton film di bioskop Cineplex 21.
Dari sebelas mystery shopper yang ada, satu diantara mereka melakukan tiga kali
kunjungan, tiga mystery shopper melakukan dua kali kunjungan, sedangkan tujuh mystery
shopper lainnya hanya melakukan satu kunjungan. Pengulangan pengiriman ini dilakukan
karena adanya keterbatasan waktu terutama waktu untuk melatih mereka. Seperti
yang
telah dijelaskan sebelumnya, mystery shopper harus melakukan transaksi sesuai dengan
skenario yang telah disiapkan sebelumnya, dan sebelum melakukan pengamatan mereka
telah mendapatkan training khusus yang mendukung kemampuan mereka untuk lebih jeli
dalam mengamati apa yang terjadi selama mereka menjadi konsumen. Training ini
dilakukan dengan melakukan pertemuan persiapan (briefing), lalu lembar kuisioner
mystery shopping juga dibagikan pada mereka, namun tentu saja pada saat mereka
melakukan pengamatan lembaran kuisioner ini tidak dibawa. Tujuan dari pembagian
kuisioner sebelum pelaksanaan pengamatan adalah agar mereka mengerti hal-hal yang
harus mereka perhatikan, dan bila terdapat hal-hal yang perlu ditanyakan akan dapat
dijelaskan sebelum pelaksanaannya. Selain itu, mystery shopper juga diberikan beberapa
contoh kasus yang dapat dijadikan pegangan dalam mengisi kuisioner yang harus mereka
isi. Skenario-skenario yang akan dijalankan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
20
Responden
Tempat
Hari
Waktu kedatangan
Skenario
Cineplex 21 Pusat
Hari biasa
Jam kerja/sekolah
Cineplex 21 Pusat
Hari biasa
Cineplex 21 Pusat
Hari biasa
Jam kerja/sekolah
Cineplex 21 Pusat
Hari biasa
Cineplex 21 Pusat
Akhir minggu
Jam kerja/sekolah
Cineplex 21 Pusat
Akhir minggu
Cineplex 21 Pusat
Akhir minggu
Jam kerja/sekolah
Cineplex 21 Pusat
Akhir minggu
Cineplex 21 Cabang
Hari biasa
Jam kerja/sekolah
10
Cineplex 21 Cabang
Hari biasa
11
Cineplex 21 Cabang
Hari biasa
Jam kerja/sekolah
12
Cineplex 21 Cabang
Hari biasa
13
Cineplex 21 Cabang
Akhir minggu
Jam kerja/sekolah
14
Cineplex 21 Cabang
Akhir minggu
15
Cineplex 21 Cabang
Akhir minggu
Jam kerja/sekolah
16
Cineplex 21 Cabang
Akhir minggu
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 16 skenario yang disiapkan untuk bioskop
Cineplex 21 untuk kedua jenis hari, dan kedua jenis waktu kedatangan. Sebagai contoh
bisa dilihat Skenario A. Skenario ini dilakukan dengan cara mengirim mystery shopper ke
bioskop Cineplex 21 pusat (yang dianggap besar) pada hari biasa, pada jam kerja/sekolah.
Skenario B dilakukan dengan cara mengirim mystery shopper ke bioskop Cineplex 21
pusat (yang dianggap besar) pada hari biasa, pada saat bukan jam kerja/sekolah, dan
seterusnya. Ada beberapa skenario yang pada dasarnya sangat mirip pelaksanaannya
dengan skenario lainnya, namun terdapat perbedaan pada waktu pelaksanaan dan
tempatnya. Penjelasan skenario-skenario yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Skenario A, B, E, F, I, J, M, N : Pemesanan tiket dilakukan jauh sebelum loket
penjualan tiket dibuka, mystery shopper akan menanyakan tentang film yang
ditayangkan, jam berapa mulai diputar, dan meminta bantuan pelayan/pegawai dalam
memilih pesanannya. Selain itu dia juga melakukan pembelian camilan secara terpisah,
artinya mystery shopper sengaja membawanya dari rumah/tidak beli di tempat.
2. Skenario C, D, G, H, K, L, O, P : Pemesanan dilakukan saat loket penjualan tiket sudah
lama dibuka, mystery shopper melakukan pemesanan seperti biasanya, seperti
menanyakan tentang film yang ditayangkan, jam berapa mulai diputar, dan meminta
bantuan pelayan/pegawai dalam memilih pesanannya. Selain itu dia juga melakukan
pembelian camilan secara langsung, artinya mystery shopper sengaja membelinya di
tempat.
Selain daripada alur skenario yang ada diatas, para mystery shopper akan melakukan
beberapa hal yang sama, yaitu protes atau lainnya; memperhatikan kamar kecil dan
kebersihannya, memperhatikan dekorasi dan tata ruangnya, menanyakan detil-detil film
21
yang akan ditonton untuk memastikan bahwa film yang akan ditonton sesuai dengan
promosi yang tercantum, dan juga memperhatikan waktu dimulainya penayangan film.
Berdasarkan data yang didapat dari para responden, didapat hasil penilaian seperti pada
tabel berikut :
Responden
1
2
3
4
5
80.95
79.11
Cineplex 21
Pusat
77.52
69.39
69.74
6
7
79.94
76.62
8
9
62.15
71.02
10
11
79.11
81.91
12
13
14
15
16
Cineplex 21
Cabang
84.65
81.65
74.42
79.17
84.28
81.47
69.26
22
Item Pelayanan
Penampilan fisik
Kemudahan
Kecepatan
Kebersihan
Kejelasan
Ketepatan
Ketanggapan
Garansi
Pengertian
Kesopanan
Komunikasi
Rata-rata
Persen
Kegagalan
(%)
(%)
80.56
33.33
89.29
79.46
93.75
93.75
90.63
68.75
90.63
59.82
25.00
19.44
66.67
10.71
20.54
6.25
6.25
9.38
31.25
9.38
40.18
75.00
6.59
22.60
3.63
6.96
2.12
2.12
3.18
10.59
3.18
13.62
25.42
Data-data yang didapat ini digunakan untuk menyusun Pareto Chart untuk bioskop
Cineplex 21 . Setelah melalui proses pengurutan, grafik yang didapat secara berturut-turut
adalah:
Pareto Chart Keseluruhan
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
Ko
m
un
i
ka
si
Ke
m
ud
ah
an
Ke
so
pa
na
n
Ga
ra
ns
i
Ke
a
Pe
m
an
na
an
m
pi
la
n
fi
si
k
Ke
ce
pa
ta
Ke
n
ta
ng
ga
pa
n
Pe
ng
er
ti
an
Ke
te
pa
ta
n
Pe
nj
el
as
an
0,00
23
BAB 4
ANALISIS PENGUKURAN DAN PRIORITAS PERBAIKAN
didapat bahwa faktor fasilitas fisik (kondisi fisik bioskop seperti langit-langit, kursi,
akustik, AC dan sebagainya) merupakan faktor yang paling penting, disusul dengan
kemudahan (dalam hal mendapatkan tiket) dan kecepatan (jarak waktu antara dibukanya
loket penjualan tiket dengan pemutaran film yang tidak terlalu lama). Setelah diolah,
bobot kepentingan tiap faktor yang ada dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Item Pelayanan
Rangking
Bobot
Kepentingan
(%)
Fasilitas fisik
1
11.57
Kemudahan
2
11.24
Kecepatan
3
11.05
Kebersihan
4
10.54
Kejelasan
5
9.6
Ketepatan
6
9.4
Ketanggapan
7
9.26
Garansi
8
7.26
Pengertian
9
7.15
Kesopanan
10
6.95
Komunikasi
11
5.89
Tabel 4.1 Pengurutan prioritas konsumen
bioskop Cineplex 21
Pembobotan ini dilakukan untuk mendapatkan bobot nilai setiap pertanyaan kuisioner
mystery shopping.
4.3. MYSTERY SHOPPING
Dari kuisioner sebelumnya, didapat mengetahui bobot setiap item pelayanan yang ada.
Tahap selanjutnya adalah menguraikan item-item pelayanan tersebut ke dalam butir-butir
pertanyaan yang tangible, artinya pertanyaan tersebut harus mempunyai jawaban yang
terukur (bisa dirasa) secara sama oleh setiap orang (bersifat objektif). Dalam hal ini, bobot
tiap pertanyaan pada kuisioner mystery shopping didapat dari hasil pembagian bobot total
untuk tiap faktor pelayanan dengan jumlah pertanyaan untuk faktor tersebut. Jumlah
pertanyaan yang ada didapat dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, yang
disesuaikan dengan item pelayanan yang akan diamati. Kuisioner ini disebarkan kepada 16
responden. Rata-rata skor tingkat pelayanan di bioskop Cineplex 21 adalah sebesar 76,8
Hal ini menunjukkan perbaikan diperlukan di bioskop Cineplex 21. Bervariasinya nilai
yang diberikan oleh setiap mystery shopper menunjukkan belum adanya kesamaan
performansi dari setiap pelayan yang bekerja. Seperti telah dijelaskan, Mystery Shopping
merupakan tools yang sangat cocok untuk mengamati performansi kerja antar cabangcabang.
25
Gabungan
Urutan
Tingkat
Item
Prioritas
kegagalan (%)
Pelayanan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
25.42
22.60
13.62
10.59
6.96
6.59
3.63
3.18
3.18
2.12
2.12
Komunikasi
Kemudahan
Kesopanan
Garansi
Kebersihan
Fasilitas fisik
Kecepatan
Ketanggapan
Pengertian
Ketepatan
Kejelasan
Dari kedua tabel diatas, pihak manajemen bioskop Cineplex 21 dapat memilih dua
alternatif, apakah akan memperbaiki pelayanan yang ada dengan kebijakan yang
menyeluruh (dilakukan di seluruh bioskop Cineplex 21), atau memperbaiki pelayanan
yang ada di bioskop Cineplex 21 tertentu (dilakukan hanya di satu bioskop Cineplex 21).
Kedua pilihan ini tentu saja mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Bila pihak manajemen memutuskan untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh di
seluruh bioskop Cineplex 21, maka hal yang harus menjadi prioritas perbaikan adalah
faktor komunikasi dengan konsumen. Hal ini mencakup adanya informasi kepada
konsumen mengenai film yang menjadi favorit di bioskop Cineplex 21 ini, film spesial
hari ini, informasi mengenai film yang sedang tayang, fasilitas-fasilitas baru yang ada dan
sebagainya. Alternatif ini mempunyai keunggulan akan meningkatkan performansi
pelayanan secara merata di seluruh cabang dan pusat sendiri, namun kerugian dari
alternatif ini adalah membutuhkan banyak biaya dan waktu, karena karyawan dari seluruh
26
cabang harus dikumpulkan untuk mendapatkan pelatihan secara bersama agar standar yang
diberlakukan dapat diketahui oleh setiap karyawan.
4.5. ANALISIS PENYEBAB
Analisis penyebab dilakukan untuk mencari akar permasalahan yang ada, yang dijabarkan
dengan menggunakan diagram tulang ikan (Fishbone Diagram atau diagram sebab akibat).
Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan analisis secara
dispersi, dimana penyebab-penyebab utama dari terjadinya suatu masalah ditelusuri secara
mendalam melalui pencarian penyebab-penyebab dasar (subcauses). Penelitian ini
menitikberatkan prioritas perbaikan pada perbaikan secara menyeluruh, artinya prioritas
yang akan dibahas dan disusun langkah perbaikannya adalah prioritas masalah yang terjadi
pada seluruh cabang, yaitu komunikasi dengan konsumen. Setelah ditelusuri, terdapat dua
penyebab utama dari masalah komunikasi dengan konsumen, yaitu faktor manusia
(karyawan) dan faktor lingkungan (konsumen).
Permasalahan yang diakibatkan faktor lingkungan
Permasalahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan kebanyakan merupakan faktor
eksternal yang tidak dapat dikendalikan, karena lebih banyak tergantung pada sifat dari
konsumen, contohnya ada konsumen yang bersifat pendiam, sehingga komunikasi menjadi
satu arah. Penyelesaian dari hal ini adalah perlu adanya pembekalan bagi para karyawan
mengenai perilaku konsumen yang mungkin terjadi, sehingga mereka dapat
mengantisipasinya bila hal itu terjadi.
Selain sifat pribadi, latar belakang konsumen juga dapat mempengaruhi komunikasi antara
karyawan dan konsumen, yaitu latar belakang sosial ekonomi, usia, dan pendidikan dari
konsumen yang datang ke rumah makan. Dengan mengetahui latar belakang konsumen,
pihak bioskop Cineplex 21 dapat menyesuaikan prosedur pelayanan yang diterapkan
dengan konsumen mereka. Salah satu cara untuk mengetahui latar belakang konsumen
adalah dengan melakukan riset pasar seperti menyebarkan kuisioner kepada konsumen
yang nonton film di bioskop Cineplex 21. Hal-hal yang dapat ditanyakan adalah usia,
pendidikan, anggaran yang dikeluarkan setiap kali nonton film, dan pertanyaan lainnya
yang relevan.
Permasalahan yang diakibatkan faktor manusia
Pada dasarnya, ada dua penyebab kurangnya komunikasi antara karyawan dengan
konsumen yang diakibatkan faktor manusia (karyawan), yaitu kurangnya pengetahuan
karyawan akan hal-hal yang perlu diinformasikan kepada konsumen, dan penyebab lainnya
adalah kurangnya kemauan karyawan untuk menginformasikan berbagai hal dengan
konsumen.
Kurangnya pengetahuan karyawan akan hal-hal yang perlu diinformasikan kepada
konsumen pada dasarnya disebabkan saat ini tidak ada prosedur standar pelayanan
konsumen. Para karyawan tidak mempunyai pedoman yang khusus, sehingga mereka
hanya mengandalkan perintah dasar saja. Dengan adanya deskripsi kerja yang jelas dan
dapat dimengerti oleh para karyawan, tentunya karyawan akan dapat lebih baik dalam
melakukan komunikasi dengan konsumen sesuai dengan yang diinginkan oleh
perusahaan.
27
Faktor berikutnya yang dapat menambah pengetahuan kerja seorang karyawan adalah
pengalaman kerjanya. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang
terbaik, dan tampaknya pendapat itu benar adanya. Melebihi dari pelatihan dan
pendidikan, pengalaman kerja adalah suatu faktor yang sangat besar pengaruhnya
terhadap kemampuan kerja seseorang. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang
menginginkan karyawannya telah mempunyai pengalaman kerja di bidang yang sejenis
untuk beberapa waktu.
Faktor kurangnya pengetahuan juga dapat disebabkan kurangnya training yang ada.
Saat ini, pelatihan yang ada adalah pendampingan (mentoring) dari karyawan lama,
dalam arti karyawan baru melihat apa yang dilakukan oleh karyawan lama dalam
melayani konsumen. Proses pendampingan ini pada dasarnya cukup baik, karena
karyawan baru dapat langsung pekerjaan yang akan dilakukan olehnya, namun
sayangnya karyawan lama yang mendampinginya juga tidak mempunyai pedoman kerja
yang baku, terutama dalam hal komunikasi dengan konsumen. Akan lebih baik apabila
pelatihan ulang dilakukan terhadap karyawan lama, dengan menerapkan prosedur kerja
baku yang baru.
Kemampuan seseorang dalam bekerja (dalam pembahasan ini adalah sebagai karyawan)
juga ditentukan oleh tingkat pendidikannya. Memang secara ideal seorang pelayan
bioskop Cineplex 21 telah mempunyai pendidikan yang sesuai dengan bidang itu.
Pendidikan tersebut diperlukan karena mereka harus terbiasa dengan bahasa asing dan
harus dapat belajar untuk menjalankan prosedur kerja yang ketat.
Kurangnya kemauan karyawan untuk melakukan komunikasi dengan konsumen dapat
juga ditimbulkan oleh keengganan karyawan untuk melakukan interaksi. Penyebab
pertama adalah kurangnya pengawasan (supervisi) karyawan saat mereka bekerja. Pada
keadaan saat ini, pelayanan yang diberikan kepada konsumen murni merupakan
tanggung jawab pelayan yang bersangkutan, dan performansinya benar-benar tanpa
pengawasan yang berarti. Oleh karena itu, pihak bioskop Cineplex 21 juga kesulitan
untuk melakukan penilaian apakah karyawan mereka telah bekerja dengan baik atau
belum. Pihak perusahaan tampaknya perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat
pada karyawannya, dengan pengawasan langsung dari pemilik maupun dengan
penunjukan seorang supervisor. Keberatan penunjukan seorang supervisor adalah
bertambahnya pengeluaran yang diperlukan untuk menggajinya, namun perusahaan
dapat juga menunjuk salah satu karyawan yang telah berpengalaman untuk jabatan itu,
sehingga pengeluaran perusahaan dapat ditekan.
Penyebab keduanya adalah faktor materi. Dilihat dari sisi materi, tidak dapat
dipungkiri bahwa seorang karyawan akan lebih termotivasi dalam bekerja bila ia
mendapatkan gaji/upah yang memadai. Di Indonesia, harus diakui bahwa kebanyakan
karyawan terutama pada kalangan menengah ke bawah lebih mengutamakan
kompensasi biaya daripada suasana kerja yang kondusif. Oleh karena itu, pihak
manajemen perusahaan harus memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Bentuk
kompensasi kerja yang umum digunakan di kalangan profesi di Indonesia adalah gaji,
komisi, dan bagi hasil. Pemerintah Republik Indonesia telah memberlakukan Upah
Minimum Regional (UMR) dalam menentukan batas minimum penerimaan seorang
karyawan yang bekerja di suatu perusahaan, dan adalah suatu kewajiban bagi pihak
perusahaan untuk memenuhi batas minimum tersebut. Besarnya UMR bervariasi pada
setiap daerah, tergantung pada berapa besar biaya hidup minimum di daerah tersebut.
28
Dengan adanya peraturan ini, maka gaji karyawan yang bekerja harus lebih besar dari
batas tersebut. Namun tentunya dengan semakin tinggi gaji yang ditawarkan, para
karyawan akan semakin bersemangat dalam bekerja. Selain dari gaji, ada bentuk lain
kompensasi kerja yang sering digunakan, yaitu komisi dan bagi hasil. Konsep ini mulai
berkembang semenjak akhir abad kesembilan belas di Inggris oleh Edward Chadwich
dan diterapkan pada sistem deportasi kriminal ke Australia. Dalam keadaan saat ini,
para karyawan hanya diberikan gaji tetap saja, dan tidak ada penghargaan secara materi
untuk performansi kerjanya. Dengan itu, karyawan cenderung untuk melakukan hal
yang biasa-biasa saja dan tidak memberikan nilai lebih dalam pekerjaannya.
Faktor ketiga adalah kurang mendukungnya suasana kerja. Suasana kerja yang ada saat
ini belum menimbulkan suasana kompetitif diantara para karyawan. Idealnya, suasana
kerja yang baik adalah suasana kerja sama tim (team work) yang kuat, namun juga
didorong semangat kompetisi yang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan
regu kerja sesuai dengan jadwal jaga yang ada, dan melakukan penilaian akan kerja
sama tim yang ada, dan akan diberikan penghargaan khusus bagi mereka yang meraih
nilai tertinggi, dan untuk meningkatkan tingkat kompetisi diantara mereka juga dipilih
seorang karyawan terbaik untuk bulan itu yang juga akan mendapatkan penghargaan
khusus. Penghargaan khusus ini belum tentu dalam bentuk materi, namun dapat juga
dalam bentuk yang lain, seperti pemasangan pengumuman di tembok bioskop Cineplex
21 yang menyebutkan nama-nama karyawan dari regu kerja terbaik, menempelkan foto
dari karyawan terbaik untuk bulan itu, pemberian atribut khusus kepada karyawan
terbaik, seperti pin, atau tanda khusus lainnya. Dengan adanya penghargaan tersebut,
para karyawan akan terpacu untuk melakukan performa yang terbaik.
Faktor terakhir yang dapat mempengaruhi kemauan karyawan untuk melakukan
komunikasi adalah sifat dari karyawan itu sendiri. Hal tersebut cukup sulit untuk
diubah, namun hal itu dapat dicegah pada saat seleksi karyawan. Dalam proses seleksi
tersebut, sebaiknya pihak perusahaan meminta calon karyawan tersebut untuk
memperagakan bagaimana cara melayani seorang konsumen dan berkomunikasi dengan
konsumen. Bentuk dari peragaan tersebut dapat dilakukan dalam sebuah role-play.
4.6. LANGKAH PERBAIKAN
Berdasarkan uraian tadi, ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh pihak bioskop
Cineplex 21 dalam meningkatkan komunikasi dengan konsumennya, yaitu dengan :
1. Membuat penelitian tentang latar belakang pendidikan konsumen, usia konsumen, dan
riset pasar lainnya yang mendukung. Tujuan dilakukannya riset pasar ini adalah untuk
mengetahui sifat-sifat umum dari konsumen yang datang, sehingga pihak manajemen
dapat menentukan panduan pelayanan yang tepat, terutama tentang cara-cara
mengkomunikasikan berbagai hal dengan konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara membagikan kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan seperti usia konsumen,
latar belakang pendidikan, dan anggaran yang dikeluarkan setiap kali nonton.
2. Membuat panduan kerja yang jelas, yaitu proses sejak konsumen masuk ke dalam
bioskop Cineplex 21, apa saja hal yang harus dikatakan kepada konsumen,
mengucapkan terima kasih, dan sikap-sikap lainnya yang harus dilakukan dalam
29
30
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian di bioskop Cineplex 21 dan melakukan analisis yang didasari
data-data yang telah diolah, dapat ditarik beberapa kesimpulan dari tugas ini, yaitu:
1. Faktor-faktor yang dianggap penting oleh konsumen bioskop cineplex 21 adalah
fasilitas fisik, kemudahan, kecepatan, kebersihan, kejelasan, ketepatan, ketanggapan,
garansi, pengertian, kesopanan dan komunikasi.
2. Penguraian faktor-faktor tersebut dapat dilakukan dengan mencari hal-hal yang
tangible, yaitu berbagai hal yang dapat dirasakan secara objektif.
3. Penilaian kualitas pelayanan pada bioskop Cineplex 21 cabang ternyata lebih baik
daripada bioskop Cineplex 21 pusat. Hal ini dapat dilihat dari raihan nilai rata-rata di
bioskop Cineplex 21 cabang yang mencapai nilai 79,17, lebih tinggi daripada bioskop
Cineplex 21 pusat yang hanya mencapai nilai 74,43. Namun secara keseluruhan kedua
bioskop tersebut telah mempunyai performansi yang cukup baik (diatas batas nilai 50).
4. Terdapat beberapa masalah yang terjadi dalam pelayanan di bioskop Cineplex 21, dan
masalah yang paling utama adalah kurangnya komunikasi dengan konsumen.
5. Masalah tersebut diakibatkan oleh dua faktor, yaitu lingkungan (konsumen) dan
manusia (karyawan). Kedua faktor tersebut saling berkaitan, namun akan dapat
dipecahkan bila dilakukan perbaikan dengan langkah-langkah yang tepat.
6. Masalah yang diakibatkan dari faktor lingkungan terutama diakibatkan dari kurangnya
pemahaman akan latar belakang konsumen. Oleh karena itu, dapat dilakukan riset pasar
untuk mengetahui latar belakang dari para konsumen.
7. Masalah yang diakibatkan dari faktor manusia adalah kurangnya kemampuan
melakukan pelayanan yang baik, kurangnya kemauan untuk berkomunikasi dengan
konsumen. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikannya adalah
dengan pelatihan dan pendampingan (training dan mentoring), proses seleksi karyawan
baru yang tepat, prosedur kerja yang jelas, pengawasan, dan insentif.
31
Kurangnya kemampuan
Kurangnya kemauan
Kurangnya insentif
3 Kurangnya pelatihan
5.2. SARAN
Setelah melakukan analisis dan menarik kesimpulan, terdapat dua saran, yaitu bagi
perusahaan dan bagi penelitian selanjutnya.
5.2.1. Bagi Perusahaan
Bagi bioskop Cineplex 21, disarankan untuk melakukan langkah-langkah perbaikan yang
perlu, terutama dalam hal komunikasi dengan konsumen. Hal ini dapat dilakukan terutama
dengan penyusunan petunjuk kerja yang lebih jelas, pengawasan yang diperketat, dan
mendorong suasana kompetisi yang sehat diantara para karyawan.
5.2.2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Bila dilakukan penelitian lanjutan, dapat dilakukan riset pasar yang lebih mendalam yang
mendukung pendalaman penelitian ini, serta analisis perbaikan untuk prioritas-prioritas
perbaikan yang selanjutnya, yaitu kemudahan konsumen.
Penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan untuk mengetahui hal mana yang sebenarnya
menyebabkan kurangnya komunikasi dengan konsumen, apakah faktor kurangnya
pengetahuan karyawan, atau kurangnya kemauan untuk berkomunikasi. Dengan adanya
penelitian tersebut, dapat lebih difokuskan perbaikan agar hasilnya lebih terarah.
32
Item Pelayanan
Urutan Prioritas
Kepentingan
Item Pelayanan
Urutan Prioritas
Kepentingan
Di bawah ini merupakan beberapa item fasilitas fisik yang perlu diamati oleh mystery
shopper karena berdasarkan hasil kuisioner yang telah disebar sebelumnya, fasilitas fisik
pmerupakan item pelayanan yang mendapatkan urutan pertama yang harus diperhatikan.
1.
SS
TS
STS
2.
SS
TS
STS
3.
SS
TS
STS
4.
SS
TS
STS
5.
SS
TS
STS
6.
SS
TS
STS
7.
SS
TS
STS
8.
mendukung
SS
TS
STS
9.
SS
TS
STS
10.
SS
TS
STS
11.
SS
TS
STS
12.
SS
TS
STS
13.
SS
TS
STS
14.
SS
TS
STS
15.
SS
TS
STS
untuk
mendukung
16.
SS
TS
STS
17.
SS
TS
STS
18.
SS
TS
STS
19.
SS
TS
STS
20.
SS
TS
STS
21.
SS
TS
STS
22.
SS
TS
STS
23.
SS
TS
STS
24.
Sound system
menonton film
SS
TS
STS
25.
SS
TS
STS
26.
SS
TS
STS
27.
SS
TS
STS
28.
SS
TS
STS
29.
SS
TS
STS
30.
SS
TS
STS
31.
SS
TS
STS
32.
SS
TS
STS
mendukung
mendukung
kenyamanan
saat
Di bawah ini merupakan beberapa item pelayanan yang perlu diamati oleh mystery shopper
untuk dapat mengetahui keberhasilan dan kegagalan setiap item sehingga dapat ditentukan
prioritas yang manakah yang harus didahulukan oleh perusahaan untuk diperbaiki.
Item Pelayanan
Fasilitas fisik (ruang menonton, furniture, desain interior, lobby tunggu
dan sebagainya)
Ketepatan (tidak terjadi kesalahan dalam waktu pemutaran film)
Ketanggapan terhadap keinginan konsumen
Kejelasan tentang film dan waktu pemutaran film
Kesopanan pelayanan (keramahan)
Kredibilitas pelayanan & garansi (penggantian bila dalam pemutaran film
ada kesalahan/pembatalan)
Kebersihan (ruang menonton, lobby tunggu, toilet)
Kemudahan (dalam mendapatkan tiket)
Komunikasi dengan konsumen (memberikan informasi terbaru
tentang film)
Berusaha untuk mengerti konsumen (membantu memberikan
masukan kepada konsumen yang bingung dalam memilih)
Kecepatan (jarak waktu antara dibukanya loket pembelian tiket
dengan waktu pemutaran film tidak terlalu lama)
Nilai