Anda di halaman 1dari 236

Menjelang

Setengah Abad
Industri
Penerbangan
Nasional
INACA Berkiprah

INACA Berkiprah 1
Diterbitkan oleh:

2 INACA Berkiprah
Daftar Isi
Bab 1 Sebelum dan Setelah Seperempat Abad
Kemerdekaan 13
Bab 2 Era Penerbangan di Indonesia 24
Bab 3 Larangan Eropa 35
Bab 4 Keselamatan dan Keamanan Penerbangan 43
Bab 5 Konvensi Capetown Tonggak Sejarah 53
Bab 6 Regulasi Penerbangan Nasional 59
Bab 7 Kemitraan dengan Pemerintah 73
Bab 8 Navigasi Penerbangan 79
Bab 9 Tarif, dan Harga Jual Tiket 91
Bab 10 Isu Strategis yang Dinamis 107
Bab 11 Perjalanan Organisasi 115
Bab 12 Kegiatan Asosiasi 123
Bab 13 Serba Standar Internasional 131
Bab 14 Penerbangan di Papua 137
Bab 15 Perusahaan Penerbangan di Indonesia 143
Bab 16 Bandar Udara 153
Bab 17 Peranan Maskapai terhadap Pariwisata 165
Bab 18 Bahan Bakar Penerbangan 173
Bab 19 Bisnis Kargo Udara 179
Bab 20 Penerbangan Tidak Berjadwal (Charter) 189
Bab 21 Bisnis Helikopter 195
Bab 22 Kepengurusan INACA 203

INACA Berkiprah 3
4 INACA Berkiprah
Pengantar
Pertama-tama kami, menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tinggi­
nya kepada banyak tokoh, pelaku sejarah, dan
­pemerhati industri penerbangan nasional.
Banyak pihak telah memberi dukungan dan
kerja sama yang baik sehingga memungkin­kan
kami dapat menerbitkan buku ini.
Pengurus organisasi INACA memandang
perlu untuk menghimpun pengalaman-pe­ngalaman, catatan-
­catatan, pemikiran-pemikiran, juga kritik me­ngenai organisasi ini.
Dan menghimpun sebanyak mungkin informasi dan data industri
penerbangan nasional agar dapat dirangkum menjadi sebuah buku
catatan sejarah.
Pada dasarnya INACA adalah mitra pemerintah. Bersamaan itu
juga sebagai wadah maskapai-maskapai penerbangan nasional
yang mengupayakan kegiatan-kegiatan memajukan dan memper­
kuat industri penerbangan nasional.
Secara khusus kami sampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu
yang telah bersedia menjadi narasumber, menyediakan waktu, dan
berkenan memberikan informasi, referensi, pendapat/pandangan,
pengalaman, serta kisah melalui wawancara-wawancara yang di-
lakukan oleh anggota tim penyusun buku ini.
Ini merupakan buku catatan sejarah INACA pertama. Di dalam-
nya mungkin sekali terdapat isi yang tidak cukup, kurang infor-
matif, atau bahkan kekeliruan. Kami mohon maaf.
Seraya berharap jika ada materi yang akan bisa menyempurna-
kan isi buku ini kiranya dapat dikirimkan kepada kami. Apabila
nanti diperlukan lagi, tentu bisa diterbitkan buku catatan sejarah
yang lebih lengkap dan sempurna.

Tengku Burhanuddin
Sekretaris Jenderal
Indonesia National Air Carriers Association

INACA Berkiprah 5
Menteri Perhubungan
Republik Indonesia

Dunia penerbangan mengalami perkembangan yang


s­ angat pesat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya maskapai
pe­nerbangan yang melayani jasa angkutan udara ke berbagai
rute penerbangan, baik domestik maupun internasional. Hal
itu tentunya tidak terlepas dari hasil koordinasi dan kerja­sama
yang baik antara pemerintah dengan mitra terkait. Sejalan
dengan hal tersebut, INACA lahir sebagai bentuk kesadaran
akan potensi aviasi dan motivasi menginginkan kemajuan
dalam perkembangan industri penerbangan di Indonesia.
Penerbitan buku dengan judul MENJELANG SETENGAH
ABAD INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA INACA BER­
KIPRAH memuat dan menyajikan perkembangan ­INACA
dalam perannya ­sebagai asosiasi yang menjembatani
­kepentingan antar stakeholder di industri penerbangan,
untuk memajukan pertumbuhan industri penerbangan di
­Indonesia dengan mengedepankan aspek keselamatan dan
keamanan penerbangan.
Suatu kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia menjadi
sebagai salah satu dari 3 negara di dunia selain ­Amerika
Serikat dan China, yang memiliki asosiasi penerbangan
­nasional dengan anggota yang relatif banyak. INACA sebagai
satu-satunya asosiasi penerbangan nasional di Indonesia,
dimana sampai dengan saat ini memiliki anggota sebanyak
34 maskapai penerbangan yang terdiri dari 11 maskapai
­berjadwal (airlines), 21 maskapai tidak berjadwal (air ­charter),
dan 2 maskapai kargo (cargo) dapat berperan strategis

6 INACA Berkiprah
­ ntuk mendukung pertumbuhan industri penerbangan
u
sipil ­nasional berskala internasional dalam memperkuat
­hubungan internal bangsa dalam mencapai tujuan nasional.
Saya berharap buku ini bermanfaat dan menunjuk-
kan ­peran INACA dalam menjalin interaksi dan hubungan
­komunikatif dengan regulator dan antar pelaku bisnis aviasi.
Disamping itu, bahwa dalam buku ini peran INACA sebagai
asosiasi penerbangan dapat menampung dan menyalurkan
ide, keinginan, cita-cita para anggota dan pengurusnya yang
bukan terbatas pada kepentingan ekonomi industri pener-
bangan saja, namun juga berorientasi pada pembangunan
bangsa dan pengembangan ekonomi nasional.
Akhir kata, kepada semua pihak yang terlibat dalam pe-
nyusunan buku ini, kami mengucapkan selamat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya. Kami menyambut dengan
­antusias dan berharap dengan terbitnya buku ini akan mem-
perkaya pengetahuan terkait perkembangan dan kontribusi
INACA dalam industri penerbangan sipil di Indonesia.

Jakarta, April 2019


Menteri Perhubungan
Republik Indonesia

Budi Karya Sumadi

INACA Berkiprah 7
8 INACA Berkiprah
Dari Direktur Jenderal
Perhubungan Udara
Sebagai naskah yang bersifat sejarah, ­uraian
di buku ini tentulah factual, otentik dan menu-
rut proporsi yang sebenarnya. Tentang seluk
beluk perkembangan industri ­penerbangan
nasional Indonesia, ini merupakan buku
yang pertama disusun oleh kalangan industri
­penerbangan nasional sendiri, maka pujian
pada Indonesia National Air Carrier Associa-
tion, INACA, patutlah disampaikan dengan
­tulus.
Dengan diterbitkannya buku ini dengan judul Menjelang ­Setengah
Abad Industri Penerbangan Nasional, INACA Berkiprah, kami ber-
harap dan percaya, akan bisa berperan dalam memba­ngun pemaha-
man yang diperlukan di kalangan khalayak Indonesia. ­Pemahaman
yang tepat tentu akan nemberikan dukungan yang tepat pula ter-
hadap kebijakan dan upaya upaya dari pemerintah dalam rangka
memajukan industri penerbangan nasional Indonesia. Semua itu
tak lain tujuannya adalah untuk kepentingan memajukan per-
ekonomian nasional dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Selamat membaca.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara


Republik Indonesia

Polana Banguningsih Pramesti

INACA Berkiprah 9
Sambutan
Ketua Umum INACA

Para pembaca yang Budiman,


Sebagai Ketua Umum INACA , Saya merasa berbahagia dan bangga
atas lahirnya buku Menjelang Setengah Abad lndustri ­Penerbang­an
Nasional, INACA Berkiprah ini, mengingat selama terbentuknya
Asosiasi Penerbangan Nasional lndonesia (INACA) dari tahun 1970
hingga saat ini belum ada informasi ataupun cerita sejarah dari
perkembangan bisnis maskapai Penerbangan Indonesia yang di­
kemas dalam satu buku.
Peranan INACA sebagai Asosiasi Penerbangan Nasional ­lndonesia,
sangat strategis didalam memperjuangkan aspirasi ­anggotanya baik
yang berjadwal, tidak berjadwal maupun penerbangan Kargo.
Sepanjang perjalanan Asosiasi ini telah banyak yang ­dilakukan
seperti memperjuangkan Capetown Convention 2001 menjadi produk
hukum perundang-undangan Nasional (didalam Bab lX Pasal 71
sampai dengan 81 UU Nomor 1 tahun 2009 Tentang ­Penerbangan),
­sehingga dengan adanya jaminan hukum atas barang modal ber­
gerak ini maka, perusahaan-perusahaan ­angkutan udara di
­lndonesia dapat dengan mudah mendapatkan sumber kredit ­untuk
pengadaan pesawat udaranya, yang secara tidak ­langsung mendo­
rong perkembangan industri angkutan udara di tanah air.
Selain itu, harmonisasi hubungan kerja dengan pihak penyedia
layanan yang berhubungan langsung dengan penerbangan seperti:
Pelayanan Bandara, Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan lndonesia, Pertamina sebagai penyedia bahan ­bakar,
terus ditingkatkan selama ini, guna mendapatkan layanan yang
p ­ rima dan efisien bagi seluruh anggota INACA.

10 INACA Berkiprah
Yang menarik selama setengah abad penerbangan lndonesia,
begitu banyak bertumbuhan perusahaan penerbangan mencapai
lebih kurang 95 perusahaan yang pernah hadir, namun dikarena-
kan persaingan bisnis yang begitu ketat, satu persatu berguguran
hingga saat ini tinggal 53 maskapai yang masih beroperasi terdiri
dari 16 maskapai berjadwal dan 37 tidak berjadwal.
Harapan saya, semoga buku ini bermanfaat bagi masyarakat luas,
khususnya para pebisnis penerbangan Indonesia, semoga ­bisnis
penerbangan nasional lndonesia semakin baik.

Ketua Umum INACA


I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra

INACA Berkiprah 11
1
12 INACA Berkiprah
Sebelum
dan Setelah
Seperempat
Abad
Kemerdekaan

INACA Berkiprah 13
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

Aviation is going to control the world economically


and militarily whether we like it or not. Airpower is
not merely military aviation, it is also civilian aviation
and airpower is peace power.
— Roscoe Turne —
( Colonel Roscoe Turner of USA became one of the renowned names
in aviation in the late 1920s and early 1930’s )

T
idak setiap negara di dunia mempunyai asosiasi penerbang­
an nasional. Amerika Serikat (AS) punya The Air Transpor­
tation Association (ATA). ATA adalah asosiasi perdagangan
­maskapai-maskapai penerbangan bersertifikasi di AS dan
didirikan oleh 14 maskapai penerbangan pada tahun 1936. ATA
merupakan yang pertama dan hingga kini satu-satunya organisasi
niaga untuk maskapai-maskapai utama di AS.
ATA mengambil peran aktif dalam semua keputusan utama
­peme­rintah terkait penerbangan. Termasuk pembentukan Dewan
Penerbangan Sipil, pembuatan sistem kontrol lalu lintas udara, dan
Undang-undang Deregulasi Maskapai Penerbangan di AS tahun
1978.
Kemudian, disebut Airlines for America (A4A), tadinya dikenal
sebagai ATA itu. Ini menjadi asosiasi penerbangan niaga AS dan
­kelompok lobi yang berbasis di Washington, D.C., mewakili maska-
pai-maskapai penerbangan terbesar. Maskapai ­penerbangan ang-
gota A4A dan afiliasinya mengangkut lebih dari 90 persen lalu lin-
tas penumpang dan kargo di AS.
Di Cina ada China Air Transport Association (CATA). Asosiasi ini
didirikan pada 9 September 2005 berdasarkan undang-undang dan
peraturan yang relevan di Cina. Registrasinya disetujui oleh Kemen-
terian Urusan Sipil Republik Rakyat Tiongkok. Anggotanya terdiri
dari maskapai-maskapai penerbangan sipil, bergabung juga ke situ
berbagai badan hukum perusahaan, lembaga publik, dan badan
hukum organisasi sosial secara sukarela. Hingga September 2017,
CATA memiliki 4.027 anggota, 87 diantaranya merupakan anggota
penuh CATA, dan 3.940 anggota afiliasi CATA.
Indonesia mempunyai Indonesia National Air Carriers ­Association
(INACA). Keberadaan asosiasi maskapai-maskapai penerbangan

14 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

ini mencerminkan Indonesia negara yang besar dan luas sama


­seperti AS dan Cina yang memilliki banyak maskapai penerbangan
­sehingga dirasakan perlu membuat asosiasi penerbangan.
Organisasi atau asosiasi penerbangan internasional di dunia
hanya ada satu yaitu International Air Transport Association (IATA).
Sedangkan organisasi kepemerintahan bidang penerbangan sipil
di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) juga hanya ada satu
­yakni International Civil Aviation Organization (ICAO).
Sampai dengan tahun 1969, terdapat empat maskapai
­penerbangan berjadwal beroperasi di Indonesia. Dua perusahaan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Garuda Indonesia dan
­Merpati ­Nusantara Airline (Merpati). Dan dua maskapai pener-
bangan swasta yakni Mandala Air (Mandala) dan Bouraq Airlines
(Bouraq).
Bouraq Airlines didirikan oleh Jerry Sumendap, seorang pengu­
saha nasional, pada akhir tahun 1960-an. Mandala Air berdiri pada
17 April 1969. Inisiatornya ialah Brigjen Sofyar dari Komando
­Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Keduanya adalah maskapai
penerbangan berjadwal yang melayani penerbangan reguler selain
Garuda Indonesia dan Merpati.
Pada bulan Desember 1968 berdiri Sempati Air yang secara resmi
beroperasi mulai dari bulan Maret 1969. Kemudian berdiri lagi satu
maskapai penerbangan lainnya Bayu Air. Kedua maskapai swasta
nasional ini beroperasi sebagai perusahaan penerbangan charter.
Meskipun kemudian Sempati Air berubah menjadi penerbangan
reguler.
Rupanya, kesadaran atas wilayah udara Indonesia yang luas
dan potensi besarnya telah melalui proses pematangan. Kesadaran
itu diwujudkan oleh individu-invidu pengusaha nasional dengan
mendirikan perusahaan-perusahaan penerbangan. Semenjak itu,
perubahan-perubahan dalam industri penerbangan di Indonesia
berlangsung relatif cepat.
Pada akhir tahun 1960-an dan selama dasawarsa 1970-an, lahir
lagi maskapai-maskapai penerbangan baru. Dalam periode itu di-
antaranya berdiri Pelita Air Service, Seulawah, Indonesia Air Trans­
port (IAT), Airfast Indonesia (Airfast), Deraya Air, SMAC, Dirgantara
Air Service (DAS), dan lain-lain.
Pelita Air Service adalah perusahaan penerbangan charter ­milik

INACA Berkiprah 15
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

Pertamina. Seulawah didirikan oleh TNI AD. Bayu Air merupakan


perusahaan penerbangan kargo. Sedangkan Indonesia Air Trans­
port (IAT) penerbangan charter yang pemiliknya adalah warga
­negara Belanda.

Lahirnya INACA
Bayu Air didirikan oleh pengusaha swasta nasional Sularto
­ adisumarto. Beliau kemudian berinisiatif mengajak pengusaha-
H
pengusaha swasta nasional lainnya mendirikan suatu organisasi
perusahaan-perusahaan penerbangan Indonesia. Hingga kemudi-
an lahir Indonesia National Air Carriers Association (INACA) pada
15 Oktober 1970. Dan Sularto Hadisumarto, Direktur Utama Bayu
Air, dipilih dan diangkat menjadi Ketua Umum pertamanya.
Pendiri lainnya ialah Maki Perdanakusuma dari ­Dirgantara Air
Service, Frank Reuneker dari Indonesia Airfast, Dolf ­Latumahina
dari Sempati Air, Benny Rungkat (waktu itu perusahaan
­penerbangannya Bouraq Indonesia), dan Sri Rahayu dari ­Deraya
Air. Perusahaan-­perusahaan penerbangan charter waktu itu,
­Sabang Merauke Air Charter (SMAC), Dirgantara Air Service (DAS)
serentak masuk menjadi anggota.
Para pendiri mempunyai pandangan yang sama. Bahwa, seba-
gai asosiasi perusahaan penerbangan Indonesia bisa ber­peran
­strategis mendorong pertumbuhan industri penerbangan dan
ekonomi nasional, serta memperkuat hubungan internal bangsa
dalam ­mencapai tujuan-tujuan nasional. Para pendiri, pengurus
­organisasi ini, bersama semua anggotanya terdorong oleh ­motivasi
dan ­semangat ingin memajukan dan mengembangkan industri
­penerbangan ­Indonesia secara terus-menerus atau berkelanjutan.
Sembilan belas tahun sejak didirikan, INACA diakui oleh pemerin­
tah sebagai satu-satunya Asosiasi Perusahaan ­Penerbangan Nasio­
nal Indonesia dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Per-
hubungan RI Nomor: KP 5/AU.701/PHB-89 tanggal 23 November 1989,
yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Azwar Anas.
Ketika isi buku ini mulai disusun awal tahun 2019, kehidupan
­organisasi sudah berusia 49 tahun. Kebanggaan, rasa syukur, dan
harapan-harapan baru terungkap dari mereka sebagai saksi seja-
rah kelahiran INACA dan berjalannya organisasi. Assosiasi ini te-

16 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

lah menempati kantor milik sendiri, setelah selama sebelum tahun


2019 INACA menyewa ruangan untuk kantor.

Industri penerbangan nasional


Highly Regulated, Capital Intensive, High Technology Intensive
me­rupakan dasar dan sifat kegiatan bisnis penerbangan. Sehingga
penting sekali di sini menjalin interaksi dan hubungan komunikatif
antarpelaku bisnis penerbangan dengan pihak regulator, dalam hal
ini pemerintah dan instansi-instansi terkait.
INACA membuka dan memelihara komunikasi dengan sebanyak
mungkin pihak. Organisasi ini menjalin komunikasi dan berinter-
aksi dengan kalangan industri penerbangan baik di dalam maupun
di luar negeri, dengan pemerintah, hingga dari kalangan media.
Para pendiri, pengurusnya, dan anggota juga tampak meman-
dang jauh ke depan dan menjangkau prospek-prospek di masa yang
akan datang.
Sularto Hadisumarto, Ketua Umum INACA periode 1969–2001,
mempunyai pandangan bahwa potensi nasional berupa wilayah
udara Republik Indonesia yang berdaulat memiliki hak dan
kekuasa­an penuh untuk mengatur dan menentukan kebijakan
secara ­ekslusif atas wilayah dirgantaranya. Hal ini sesuai dengan
ketentu­an hukum internasional seperti yang tercantum dalam Kon-
vensi Chicago tahun 1944.
Dalam perjalanan mengembangkan dan membangun industri
penerbangan nasional, Indonesia menghadapi berbagai ­tantangan.
Kebijakan-kebijakan pemerintah merelaksasi peraturan-peraturan
belum ditunjang dengan kelengkapan infrastruktur, serta kesiapan
dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai pada
waktu itu. Hal-hal tersebut berpengaruh besar terhadap keselamat­
an penerbangan nasional. Padahal industri ini sangat ketat dalam
mentoleransi kesalahan.
Aspek kualitas keselamatan, keamanan, dan pelayanan ­publik
(services) penerbangan Indonesia pernah berada di posisi “Tidak
menggembirakan”. Ini dinyatakan oleh Budi Mulyawan Suyitno, per-
nah memegang jabatan Menteri Perhubungan RI pada tahun 2001.
Sebelumnya, Wahyu Hidayat, Ketua Umum INACA periode
­2001–2002, menyampaikan, INACA telah memberikan saran-­saran

INACA Berkiprah 17
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

kepada pemerintah terkait aspek keselamatan penerbangan.


­Memang saran-saran kepada pemerintah tidak serta-merta semua
langsung dilaksanakan. Namun, pemerintah mulai meninjau kem-
bali peraturan-peraturan dan secara bertahap mulai memperketat
pengawasannya.
M. Soeparno, saat menjabat sebagai Direktur Utama ­Garuda
Indonesia dan Presiden IATA periode 1989–1990, menyatakan
­pandangannya, insan-insan niaga penerbangan, niaga pariwisata
sampai ke bidang pendidikan dan dunia diplomasi, perlu mema-
hami hubungan kedirgantaraan dengan upaya menggali potensi
­nasional. Waktu itu Soeparno mengajak kita memandang kesempat­
an multiplier effect yang dibawa dari peran angkutan udara maupun
nilai tambah keekonomian yang nyata dari ruang udara Indonesia.
­Semua itu supaya dimanfaatkan pula sebesar-besar manfaat untuk
kemaslahatan bangsa dan negara.
Dari penerbangan charter, Ari Daryata Singgih, Presiden Komi­
saris Premiair, anggota dan pernah sebagai pengurus INACA, me­
ngatakan, room to improve di wilayah udara masih luas di Indone-
sia. Dan itu belum dieksplorasi semua.
Tengku Burhanuddin, mulai menjabat Sekretaris Jenderal
­INACA sejak 2001, lalu mencatat, INACA sudah berjalan ­dengan
baik hampir setengah abad. Organisasi ini mengawal ­aspirasi dan
memperjuangkan cita-cita pelaku industri penerbangan nasional.
­Secara obyektif kerorganisasian pun memperjuangkan ­kepentingan
para anggotanya, memelihara keharmonisan jalannya organisasi di
­internal, dan secara eskternal memelihara komunikasi yang baik
dalam berinteraksi dengan pemerintah selaku regulator dan fasili-
tator, serta dengan media dan masyarakat.
Sebagai organisasi perusahaan-perusahaan penerbangan na-
sional, sejak awal berdiri, INACA tidak pernah putus memberikan
hasil kinerja dan perjuangan-perjuangan mengupayakan banyak
hal untuk kepentingan dan kemajuan semua anggotanya.
Dari bagian-bagian riwayatnya dapat dilihat, bagaimana
­organisasi ini menampung dan menyalurkan ide-ide, inisiatif,
­keinginan, dan cita-cita para anggota dan pengurusnya. Tidak
­hanya terbatas pada kepentingan ekonomi industri penerbangan
semata, tetapi juga berorientasi pada pembangunan dan pengem-
bangan ekonomi nasional.

18 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

Perekonomian Indonesia terus bergerak maju sejak tahun ­1970-an.


Volume bisnis penerbangan secara keseluruhan ­tumbuh konsisten
tahun demi tahun. Demikian pula kemajuan-­kemajuan yang terjadi
pada bisnis penerbangan sipil di skala ­global. ­Dialektikanya pun
meningkat di bidang sumber daya manusia (SDM), teknologi pe­
nerbangan, finansial, manajemen, infrastruktur bandara, teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), dan lain-lain.
Jumlah penumpang yang diangkut oleh maskapai-maskapai
­pe­nerbangan nasional berjadwal tampak sebagai berikut:

Jumlah Penumpang Yang Diangkut Maskapai Nasional


2009 2009 2010
No AIRLINES
DOM INTL TOTAL DOM INTL
1 GARUDA INDONESIA 8,398,017 2,218,560 10,616,577 9,993,272 244,341
2 INDONESIA AIR ASIA 1,454,914 1,987,771 3,442,685 1,062,268 2,718,254
3 LION AIR 13,377,826 383,584 13,761,410 19,698,483 830,189
4 SRIWIJAYA AIR 5,464,615 138,389 5,603,004 7,016,715 171,285
5 WINGS AIR 1,270,850 65,137 1,335,987 833,510 105,905
6 TRIGANA AIR 512,631 - 512,631 581,006 -
7 CITILINK INDONESIA - - - - -
8 BATIK AIR - - - - -
9 NAM AIR - - - - -
10 INDONESIA AIR ASIA EXTRA - - - - -
11 EXPRESS AIR 314,166 - 314,166 - -
12 TRANSNUSA AVIATION - - - - -
13 SUSI AIR - - - - -
14 KALSTAR AVIATION 258,403 - 258,403 312,654 -
15 DIRGANTARA AIR SERVICE - - - 195 -
16 KARTIKA AIRLINES 441,672 11,343 453,015 105,355 -
17 MANDALA AIRLINES 3,552,985 3,552,985 2,349,021 -
18 MERPATI 2,193,009 117,028 2,310,037 2,361,755 119,853
19 BATAVIA AIR 6,107,526 6,107,526 6,772,583 217,123
20 ADAM AIR - - - - -
21 RIAU AIRLINES 277,020 21,195 298,215 151,354 7,989
TOTAL 43,623,634 4,943,007 48,566,641 51,238,171 4,414,939
source : Annual Report INACA & statistik angkutan udara Kementerian Perhubungan

INACA Berkiprah 19
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

Perusahaan-perusahaan penerba­ngan berjadwal yang melayani


rute dalam negeri merasakan pertumbuh­an hampir di semua
lini. Tingkat pertumbuhan jumlah pe­numpang yang diangkut di
­dalam negeri rata-rata mencapai dua digit setiap tahun. ­Kemudian,
­pertumbuhan jumlah pesawat, tipe dan ukurannya; ekspansi rute;
dan jumlah SDM yang bekerja di sisi darat dan sisi udara, dan
­seterusnya.
Angkutan udara di Indonesia tumbuh rata-rata 20% per tahun
pada periode 2000–2008. Tingkat pertumbuhan angkutan udara
Indonesia di atas rata-rata pertumbuhan pasar transportasi udara
dunia. Hal ini terjadi karena didorong oleh perubahan regulasi dan

Jumlah Penumpang Yang Diangkut Maskapai Nasional


2010 2011 2011 2012
No AIRLINES
TOTAL DOM INTL TOTAL DOM
1 GARUDA INDONESIA 10,237,613 13,701,879 3,100,129 16,802,008 15,304,472
2 INDONESIA AIR ASIA 3,780,522 1,306,207 3,389,590 4,695,797 2,170,705
3 LION AIR 20,528,672 24,971,795 961,806 25,933,601 29,441,502
4 SRIWIJAYA AIR 7,188,000 7,382,467 183,800 7,566,267 8,100,475
5 WINGS AIR 939,415 1,995,889 138,414 2,134,303 2,597,850
6 TRIGANA AIR 581,006 727,657 - 727,657 930,765
7 CITILINK INDONESIA - - - - 1,444,830
8 BATIK AIR - - - - -
9 NAM AIR - - - - -
10 INDONESIA AIR ASIA EXTRA - - - - -
11 EXPRESS AIR - 316,060 - 316,060 342,876
12 TRANSNUSA AVIATION - 65,168 - 65,168 202,318
13 SUSI AIR - - - - 274,801
14 KALSTAR AVIATION 312,654 579,196 - 579,196 548,402
15 DIRGANTARA AIR SERVICE - - - 195 -
16 KARTIKA AIRLINES 105,355 - - - -
17 MANDALA AIRLINES 2,349,021 - - - 130,289
18 MERPATI 2,481,608 2,186,174 86,104 2,272,278 2,520,971
19 BATAVIA AIR 6,989,706 6,754,844 - 6,754,844 6,972,749
20 ADAM AIR - - - - -
21 RIAU AIRLINES 159,343 - - stop ops -
TOTAL 55,653,110 59,987,336 7,859,843 67,847,179 70,983,005

20 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

perubahan eksternal (ekonomi, teknologi, dan globalisasi). Proyeksi


jangka panjang pertumbuhan industri penerbangan global sekitar
4% per tahun.
Untuk jumlah penumpang antara tahun 2005–2008, diringkaskan
sebagai berikut:

2005 2006 2007 2008


DOMESTIK 28,992,019 34,015,981 39,162,430 37,405,437
INTERNASIONAL 2,022,280 2,963,776 3,188,893 4,102,210
TOTAL 31,016,304 36,981,763 42,353,330 41,509,655
source : Annual Report INACA 2009

2012 2013 2013 2014


INTL TOTAL DOM INTL TOTAL DOM INTL
1,707,003 17,011,475 16,729,519 3,797,740 20,527,259 18,278,610 3,995,507
1,918,734 4,089,439 3,023,265 4,284,997 7,308,262 3,106,509 4,266,6873
778,159 30,219,661 32,510,168 1,622,211 34,132,379 31,128,737 1,461,7804
91,765 8,192,240 8,606,261 124,726 8,730,987 7,838,123 135,5085
60,483 2,658,333 3,419,134 - 3,419,134 3,424,721 -
- 930,765 804,231 - 804,231 683,487 -
- 1,444,830 5,344,920 - 5,344,920 7,549,502 -
- - 772,463 - 772,463 1,681,855 -
- - - - - 352,899 -
- - - - - - -
- 342,876 677,725 - 677,725 605,344 -
- 202,318 185,842 - 185,842 228,475 -
- 274,801 217,918 - 217,918 83,730 -
5,507 553,909 626,741 - 626,741 977,367 -
- - - - - - -
- - - - - - -
37,390 167,679 - - - - -
33,642 2,554,613 - - - - -
254,397 7,227,146 - - - - -
- - - - - - -
- - - - - - -
4,887,080 75,870,085 72,918,187 9,829,674 82,747,861 75,939,359 9,859,482
source : Annual Report INACA & statistik angkutan udara Kementerian Perhubungan

INACA Berkiprah 21
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

Ada disrupsi dan paradox


Tetapi, apakah proyeksi pertumbuhan akan tetap begitu? Bela­
kangan ini terjadi disrupsi (disruption) yang mengubah banyak
hal sedemikian rupa. Cara-cara bisnis lama menjadi obsolete.
­Disrupsi ini melanda pemerintahan, ekonomi, hukum, politik, sam-
pai ­penataan kota, konstruksi, pelayanan kesehatan, pendidikan,
­kompetisi bisnis, juga hubungan-hubungan sosial. Konsep pemasar­
an pun ­terdisrupsi.
Industri penerbangan tidak luput dari disrupsi. Dunia akan selalu
berubah dan perubahan itu sendiri akan terus terjadi. Dalam pener­
bangan domestik saja, penambahan supply ­industri ­penerbangan

Jumlah Penumpang Yang Diangkut Maskapai Nasional


2014 2015 2015 2016
No AIRLINES
TOTAL DOM INTL TOTAL DOM INTL
1 GARUDA INDONESIA 22,274,117 19,965,025 4,171,285 24,136,310 19,973,260 4,291,439
2 INDONESIA AIR ASIA 7,373,196 2,064,859 3,665,062 5,729,921 1,327,913 3,097,680
3 LION AIR 32,590,517 26,488,654 1,175,640 27,664,294 30,925,106 1,483,395
4 SRIWIJAYA AIR 7,973,631 7,139,801 164,834 7,304,635 8,403,053 276,832
5 WINGS AIR 3,424,721 3,432,413 - 3,432,413 4,902,728 -
6 TRIGANA AIR 683,487 504,961 - 504,961 499,282 -
7 CITILINK INDONESIA 7,549,502 9,376,397 - 9,376,397 11,079,426 -
8 BATIK AIR 1,681,855 4,595,672 41,949 4,637,621 7,479,833 169,924
9 NAM AIR 352,899 1,212,949 2,049 1,214,998 2,424,335 31,512
10 INDONESIA AIR ASIA EXTRA - 258,010 299,106 557,116 960,274 990,831
11 EXPRESS AIR 605,344 414,311 13,981 428,292 462,279 35,633
12 TRANSNUSA AVIATION 228,475 184,565 - 184,565 67,664 -
13 SUSI AIR 83,730 42,917 - 42,917 32,659 -
14 KALSTAR AVIATION 977,367 867,746 - 867,746 846,553 -
15 DIRGANTARA AIR SERVICE - - - - - -
16 KARTIKA AIRLINES - - - - - -
17 MANDALA AIRLINES - - - - - -
18 MERPATI - - - - - -
19 BATAVIA AIR - - - - - -
20 ADAM AIR - - - - - -
21 RIAU AIRLINES - - - - - -
TOTAL 85,798,841 76,548,280 9,533,906 86,082,186 89,384,365 10,377,246

22 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan

nasional tercermin dari jumlah kota yang dilayani. Pada tahun 2017
ada 128 kota yang dihubungkan dari sebelumnya 115 kota pada
2016, dan 109 kota pada 2015. Jumlah rute domestik pun terus naik
dalam tiga tahun terakhir.
Ada 283 rute yang dilayani pada 2015, naik menjadi 313 rute pada
2016, dan pada 2017 mencapai 374 rute.
Namun, ada semacam paradoks sedang berlaku di perniagaan
penerbangan. Karena setiap tutup tahun, sebagian besar laporan
keuangan maskapai-maskapai penerbangan nasional mencatat
kondisi yang tidak menggembirakan karena fluktuasi nilai tukar
Rupiah terhadap USD dan harga Avtur (minyak dunia). n

2016 2017 2017 2018


TOTAL DOM INTL TOTAL DOM INTL TOTAL
24,264,699 19,601,133 4,833,194 24,434,327 19,216,605 4,752,424 23,969,029
4,425,593 1,087,946 3,273,758 4,361,704 1,357,853 3,308,813 4,666,666
32,408,501 33,131,053 2,234,970 35,366,023 33,456,657 2,950,920 36,407,577
8,679,885 9,745,162 283,936 10,029,098 9,594,888 498,057 10,092,945
4,902,728 5,896,727 - 5,896,727 6,447,383 38,839 6,486,222
499,282 686,641 - 686,641 685,373 - 685,373
11,079,426 12,229,188 - 12,229,188 14,858,903 220,299 15,079,202
7,649,757 10,079,902 499,012 10,578,914 11,820,793 817,129 12,637,922
2,455,847 2,437,318 25,622 2,462,940 3,130,389 10,945 3,141,334
1,951,105 1,033,969 1,256,037 2,290,006 830,947 902,141 1,733,088
497,912 461,499 25,622 487,121 388,456 689 389,145
67,664 25,126 42,327 67,453 331,781 - 331,781
32,659 19,058 45,586 64,644 41,260 - 41,260
846,553 455,942 - 455,942 - - -
- - - - - - -
- - - - - - -
- - - - - - -
- - - - - - -
- - - - - - -
- - - - - - -
- - - - - - -
99,761,611 96,890,664 12,520,064 109,410,728 102,161,288 13,500,256.0 115,661,544
source : Annual Report INACA & statistik angkutan udara Kementerian Perhubungan

INACA Berkiprah 23
2
24 INACA Berkiprah
Era Penerbangan
di Indonesia

INACA
INACA Berkiprah
Berkiprah 25
25
Era Penerbangan di Indonesia

Fajar menyingsing elang menyongsong.


Sambutlah pagi dengan penuh semangat
untuk bekerja dengan gigih.

S
ejak awal kemudian berkembang, industri penerbangan
­Indonesia bergerak di dua macam bisnis yaitu ­penerbangan
berjadwal dan penerbangan tidak berjadwal atau pener-
bangan charter.
Perusahaan penerbangan charter terutama melayani perusa-
haan-perusahaan lain yang bergerak di sektor pertambangan. Di­
antaranya, pertambangan minyak bumi dan gas (oil and gas produc­
tion/OGP), pertambangan batubara, di sektor kehutanan terutama
perkayuan (timber), dan lain-lain.
Perusahaan penerbangan berjadwal yang operasi dan bisnis-
nya mengangkut penumpang dimulai dari berdirinya maskapai
­penerbangan milik negara, Garuda Indonesia Airways tahun 1949.
Waktu itu belum ada perusahaan penerbangan charter ­hingga
­beberapa tahun kemudian. Tetapi ada kegiatan penerbangan tidak
berjadwal yang dioperasikan oleh Caltex, sebuah perusahaan
­minyak asing. Caltex mempunyai armada dan mengoperasikan
sendiri ­armadanya itu.
Dari penuturan dan pengalaman Soeratman Doerachman, per-
nah duduk sebagai pengurus di INACA, pada periode menjelang 1970,
beberapa pemimpin perusahaan penerbangan swasta nasional, di­
antaranya merangkap sebagai pemilik perusahaan, melihat kebutuh­
an untuk membentuk suatu organisasi ­penerbangan nasional. Dan
akhirnya mereka mewujudkan inisiatif tersebut ­dengan mendirikan
asosiasi perusahaan-perusahaan penerbangan nasional yang diberi
nama Indonesia National Air Carriers Association (INACA).
INACA lahir pada 19 Oktober 1970. Hampir semua pemimpin-
pemimpin perusahaan penerbangan swasta nasional tadi menjadi
pendiri INACA. Sularto Hadisumarto, Presiden Direktur Bayu Air,
bersama dengan IAT, SMAC, dan Sempati Air menjadi motornya.
Dan Sularto Hadisumarto dipilih sebagai Ketua Umumnya.
Tetapi, pada saat INACA berdiri Garuda Indonesia dan Merpati,
dua maskapai penerbangan milik pemerintah, belum ikut ber-
gabung. Kedua maskapai itu masuk sebagai anggota beberapa
­waktu kemudian.

26 INACA Berkiprah
Era Penerbangan di Indonesia

Suatu kenangan di sela-sela satu pertemuan internasional di Madrid, Spanyol, 1994,


Ketua Umum INACA pertama, Sularto Hadisumarto (tengah) bersama Dirut Garuda Indonesia
waktu itu, Wage Mulyono (kiri) bersama Tengku Burhanuddin (kanan).

Liberalisasi I dan II
Meminjam istilah Suratman, tahun 1970 merupakan periode
­liberalisasi pertama dalam industri penerbangan nasional. Sejak
­Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 sampai dengan ­1960-an,
hanya ada dua maskapai penerbangan sipil berjadwal yang ber­
operasi, yakni Garuda Indonesian Airways dan Merpati Nusantara
Airways (­Merpati).
Baru pada tahun 1969 di bawah pimpinan Presiden Soeharto,
pemerintah membuka kesempatan bagi pengusaha swasta ­nasional
untuk bergerak di bidang penerbangan sipil. Waktu itu Menteri Per-
hubungan dijabat oleh Frans Seda, seorang tokoh ekonom, kemu-
dian digantikan oleh Prof. Emil Salim, juga seorang tokoh ekonom
dari Universitas Indonesia. Kedua menteri ini melaksanakan kebi-
jakan tersebut. Dan sejak itu mulai diizinkan pembukaan perusa-
haan-perusahaan penerbangan baru.
Pada masa itu prosedur mendirikan perusahaan penerbangan
sederhana sekali, kenang Suratman. Kalau sudah punya pesawat,
ada pilotnya, lalu mengajukan permohonan izin rute terbang ke-
pada pemerintah. Prosesnya demikian saja sudah bisa mendirikan
perusahaan penerbangan dan beroperasi.

INACA Berkiprah 27
Era Penerbangan di Indonesia

Sejak awal berdiri, INACA mengupayakan kesetaraan antara


maskapai milik pemerintah dan maskapai milik swasta. Pertama
kali yang diperjuangkan adalah diperbolehkannya maskapai swasta
menggunakan dan memiliki armada pesawat jet. Karena itu meru-
pakan kebutuhan untuk melayani transportasi udara di wilayah
­Indonesia yang sangat luas.
Sebelum tahun 1970-an, hanya Garuda Indonesian Airways saja
yang diperbolehkan oleh pemerintah menggunakan pesawat jet.
Maskapai milik pemerintah lainnya Merpati, pada waktu itu, hanya
diperbolehkan menggunakan pesawat propeller atau baling-­baling.
INACA terus menyuarakan agar maskapai penerbangan swasta
nasional diperbolehkan menggunakan pesawat jet. Hingga pada
akhirnya di pertengahan 1970-an pemerintah mengizinkan peng-
gunaan pesawat jet oleh swasta. Dan dimulai liberalisasi tahap
­kedua.
Ihwal hanya Garuda Indonesia yang diperbolehkan mengguna-
kan pesawat jet begini. Presiden Soeharto memberi kepercayaan
kepada Wiweko Supono untuk memimpin Garuda Indonesia.
­Beliau dinilai memiliki pengetahuan dan keahlian dalam dunia

28 INACA Berkiprah
Era Penerbangan di Indonesia

i­ ndustri penerbangan. Pada saat itu, para pejabat di level menteri


pun nyaris tidak pernah bisa membantah atau menolak rencana
kebijakan yang hendak diterapkan oleh Wiweko di Garuda Indone­
sia. Sekalipun kebijakan manajemennya atau praktik bisnisnya ber-
potensi akan berpengaruh atau berdampak terhadap unsur-­unsur
kegiatan industri penerbangan nasional lainnya.
Publik mengenal Wiweko sebagai seorang direktur utama ­dengan
sikap dan praktik hemat dalam mengelola perusahaan.
Wiweko memang menorehkan sejarah tersendiri di dunia aviasi
Indonesia. Dialah penggagas dari sistem ‘Two-Men Cockpit’, pilot
dan co-pilot, yang diterapkan secara global oleh industri aviasi.
­Wiweko, lahir 18 Januari 1923, kemudian tercatat di sejarah seba-
gai seorang pejuang, perintis AURI, penerbang, perancang pesawat,
pengembang industri dirgantara, pelopor penerbangan sipil, dan
seseorang yang turut membesarkan PN, Garuda Indonesia Airways
(kini Garuda Indonesia).
Jadi, Wiweko menjadi Bapak dari pesawat ‘Two-men Cockpit’
yang diterapkan pabrik pesawat terbang Airbus Industrie, pesa-
wat pertama Airbus Kokpit dua awak yaitu Airbus A-300 B4 FFCC
(Forward ­Facing Crew Cockpit). Itu merupakan cikal bakal pesa-
wat Glass ­Cockpit berawak dua, menjadi pesawat transport sipil
sekarang. ­Pesawat A330-B4 FFCC masuk ke dalam jajaran armada
­Garuda ­Indonesia ­tahun 1982. Garuda Indonesia merupakan maska-
pai pertama di dunia yang menggunakan dan mengoperasikan
­armada Airbus A300 B4.
Karirnya di sektor aviasi di tengah periode perjuangan kemerde-
kaan R.I. membuat dirinya dipercaya oleh Presiden Soekarno
­untuk membeli satu pesawat DC-3 Dakota untuk kepentingan per-
juangan. Bersamaan itu kegiatan Wiweko dalam memperjuangkan
­kedirgantaraan Indonesia melahirkan Garuda Indonesian Airways
pada 26 Januari 1949.
Kemudian, September 1967, Wiweko berkesempatan mengunju­
ngi pabrik Airbus di Blagnac, Perancis. Berbekal karir gemilangnya
di sektor aviasi Indonesia, Wiweko datang dengan predikat sebagai
tamu kehormatan di markas Airbus tersebut. Kesempatan menja-
jal bangku pilot A300 waktu itulah tak disia-siakan oleh Wiweko
­memperkenalkan dan menerapkan sistem ‘Two-Men Cockpit’, ­hanya
pilot dan co-pilot di dalam kokpit, dan flight engineer tak perlu lagi.

INACA Berkiprah 29
Era Penerbangan di Indonesia

Sejak itu pesawat AB-4 kemudian diseluruh dunia menggunakan


kokpit hanya dengan dua kru kokpit.
Sepulangnya ke Indonesia pasca tugas di markas Airbus terse-
but, Wiweko dipanggil untuk menghadap Presiden Soeharto pada
­Februari 1968. Tak diduga-duga, ia diangkat menjadi Direktur
­Utama ­Garuda Indonesia Airways pada 17 Februari 1968. Di bawah
­kendalinya, Garuda Indonesia berhasil melejit di sektor ­domestik
maupun ­internasional. Masa kepemimpinan Wiweko berakhir
pada 17 N ­ ovember 1984.
Wiweko dianugerahi Bintang Jasa Utama dari Pemerintah
­Republik Indonesia berkat jasanya yang besar pada perkemban-
gan dunia kerdirgantaraan Indonesia, terlebih pada Flag Carrier
­Garuda Indonesia.
Suatu ketika, Garuda Indonesia menaikkan tarif dan harga jual
tiket hingga 30 persen lebih. Tidak ada yang bisa menolak atau
bahkan sekedar memberi masukan. Kemudian, Garuda Indonesia
menghapuskan semua layanan makan dan minum di atas pesawat
saat penerbangan. Sama seperti sebelumnya, tidak ada yang bisa
menolak ataupun menyampaikan pendapat. Terhadap kebijakan
yang ditempuhnya, menghapuskan layanan makanan dan minum­
an dalam penerbangan jarak pendek dan menengah, Wiweko terke-
nal dengan jawaban tegasnya, ”Apakah Anda mau terbang, atau,
mau makan?”
Bagaimanapun diakui, semasa kepemimpinan Wiweko Supono
Garuda Indonesia Airways berhasil membangun armada modern
­dengan pesawat-pesawat jet berukuran besar dan kecil. ­Garuda
­Indonesia diakui oleh dunia sebagai the biggest airlines in the
­southern ­hemisphere . Airlines terbesar di belahan bumi bagian se-
latan. ­Wiweko Supono kemudian digantikan oleh R.A.J. Lumenta
pada ­tahun 1984. Pergantian direktur utama ­Garuda Indonesia ini
ditetapkan melalui Keputusan P ­ residen.
Lalu, apa yang terjadi di antara periode liberalisasi tahap per-
tama dan liberalisasi tahap kedua antara tahun 1970–1978?
Setelah pemerintah melonggarkan perizinan, sejak tahun
1970 ­perusahaan-perusahaan penerbangan baru bermunculan.
­Jumlahnya mencapai belasan. Meskipun demikian, kecuali Garuda
­Indonesia, perusahaan-perusahaan baru itu tetap hanya diperboleh­
kan menggunakan pesawat propeller.

30 INACA Berkiprah
Era Penerbangan di Indonesia

Sekitar pertengahan tahun 1970-an, pemerintah kembali me­


relaksasi regulasi. Kali ini memperbolehkan maskapai selain
Garuda Indonesia menggunakan pesawat jet. Merpati langsung
­memanfaatkan kesempatan ini dan mulai menggunakan pesawat
jet khusus untuk melayani penerbangan charter. Langkah Merpati
diikuti oleh Mandala, Bouraq, dan Sempati Air. Semua maskapai
menggunakan pesawat jet untuk mengoperasikan penerbangan
charter.
Pada tahun 1976 pemerintah memberi kesempatan kepada
maskapai-maskapai swasta nasional relatif besar dan yang meng­
operasikan charter ikut mengangkut jemaah haji Indonesia. Sebe-
lumnya, angkutan haji hanya dioperasikan oleh Garuda Indonesia
dan Saudi Airlines.
Merpati, Mandala, dan Bouraq langsung mengambil kesempa-
tan ini. Operasional angkutan haji selain Garuda Indonesia dimu-
lai pada tahun 1976. Sayangnya, ketiga maskapai ini dinilai masih
kurang pengalaman. Sehingga izin charter angkutan haji hanya
berlangsung sampai dengan tahun 1978. Setelah itu angkutan haji
diberikan lagi kepada Garuda Indonesia dan Saudi Airlines sepenuh-
nya.
Bagaimanapun, menurut Suratman, diberikannya kesempatan
mengangkut jemaah haji kepada maskapai selain Garuda ­Indonesia
merupakan sebuah tonggak sejarah tersendiri dalam industri pe­
nerbangan nasional. Ini juga merupakan salah satu hasil ­perjuangan
INACA.

Liberalisasi ketiga dan keempat


Pada praktiknya, selama tahun 1970–1980 pengoperasian pe-
sawat jet untuk penerbangan sipil berjadwal terbatas hanya oleh
Garuda Indonesia. Karena permintaan terhadap transportasi udara
terus meningkat dan kebutuhan pesawat jet semakin mendesak,
­INACA kembali memperjuangkan agar anggota-anggotanya diberi-
kan izin menggunakan pesawat jet. Ini agar maskapai-maskapai,
terutama penerbangan berjadwal, dapat melayani lebih banyak
tujuan di ­pulau-pulau lain. Hingga akhirnya pemerintah merestui
penggunaan pesawat jet oleh swasta.
Restu pemerintah itu diperoleh setelah hampir 20 tahun. ­Itulah

INACA Berkiprah 31
Era Penerbangan di Indonesia

tonggak liberalisasi ketiga. Begitu Suratman menuturkan. Pada


­medio 1989 dan awal 1990, Merpati, Mandala, dan Sempati Air mem-
peroleh izin mengoperasikan pesawat jet. Dan industri ­penerbangan
Indonesia memasuki babak baru.
Dengan telah diizinkannya menggunakan pesawat jet, Sempati
Air mengubah izin perusahaannya menjadi penerbangan ber­
jadwal pada awal 1990. Sampai dengan tahun 1990, maskapai ini
hanya mengoperasikan penerbangan charter.
Sejak kebijakan pemerintah membuka kesempatan mendirikan
perusahaan penerbangan baru dan mengizinkan maskapai swasta
nasional yang melayani penerbangan berjadwal menggunakan
pesawat jet, industri penerbangan nasional melihat pertumbuh­
an yang sangat tinggi. Era tahun 1990-an, permintaan terhadap
­transportasi udara terus meningkat di masyarakat juga permintaan
terhadap rute-rute baru di dalam negeri terus bertambah. Inilah
yang terjadi dalam periode liberalisasi ketiga.
Sejenak, mari melongok kembali ke masa liberalisasi tahap per-
tama yang terjadi pada tahun 1969–1970. Republik Indonesia sudah
berdiri selama 25 tahun. Pada tahap pertama itu dibuka izin men­
dirikan perusahaan-perusahaan penerbangan swasta ­nasional.
Tahap kedua berlangsung manakala pemerintah menempuh ke-
bijakan baru dengan memperbolehkan maskapai swasta nasional
menggunakan pesawat jet tetapi terbatas sebagai penerbangan
charter saja. Tahap ketiga, penggunaan pesawat jet bagi semua
maskapai penerbangan berjadwal.
Industri penerbangan Indonesia kemudian memasuki ­liberalisasi
tahap keempat ketika memasuki awal tahun 2000-an, abad
­Milenium. Pemerintah memperbolehkan berdiri dan beroperasi
maskapai-maskapai penerbangan bujet atau yang dikenal sebagai
Low Cost Carrier (LCC). Masa ketika semua orang bisa mengguna-
kan transportasi udara. Seperti yang disarikan di dalam tagline LCC
asal Malaysia AirAsia, now everyone can fly. Peran Lion Air sebagai
Low Cost Carrier di Indonesia yang sukses baik terhadap upaya pe­
ningkatan jumlah penumpang maupun jumlah armada, ­disamping
Garuda Indonesia sebagai full service airlines.
Sementara itu, di wilayah paling ujung timur Indonesia di
­Papua, pada tahun 1970–1980-an terdapat lebih kurang 120 remote/­
isolated airstrip. Pada waktu itu maskapai penerbangan berjadwal

32 INACA Berkiprah
Era Penerbangan di Indonesia

yang ­melayani Papua hanya Merpati. Sedangkan penerbangan ke


pedalam­an atau remote area dilayani oleh misionaris yang meng­
operasikan pesawatnya sendiri.
Mulai tahun 1993, satu operator baru mulai melayani pener­
bangan berjadwal hingga ke pedalaman di Papua yakni Trigana Air
Service (TAS). Jadi pada tahun 1990-an layanan transportasi udara
di Papua dilayani oleh Merpati, Trigana, dan misionaris.
Awal tahun 2000-an, layanan penerbangan ke pedalaman Papua
bertambah. Perusahaan-perusahaan penerbangan baru yang lebih
kecil mulai terbang ke pelosok-pelosok. Diantaranya Susi Air, Alfa
Trans Dirgantara, Enggang, Dimonim, Asia One, dan lain-lain.
Pada umumnya, mereka itu menggunakan pesawat Cesna
­Caravan. Tipe pesawat yang cocok digunakan untuk terbang ke
pedalaman. Sedangkan penerbangan reguler yang dilayani oleh
TAS menggunakan pesawat-pesawat DHC-6 Twin Otter, ATR 42-300,
ATR 72-342, ATR 72-500, hingga Boeing B737-300, dan B737-400.
Armada yang dimiliki TAS untuk operasional di Papua termasuk
jenis pesawat kargo, baik dari Boeing maupun ATR. Dan pesawat-
pesawat multifungsi.
Bisa dikatakan, dari tahun 1970-an hingga 1980-an ketersedia­an
fasilitas penerbangan di pedalaman Papua masih minimum hingga
none. Kelengkapan rambu-rambu penerbangan vital ­seperti menara
Aerodrome Control Tower (ADC), peralatan BMKG, dan ­peralatan
komunikasi tidak ada. Kemudian apron, terminal, ­pemadam
­kebakaran, dan keamanan bandara Aviation Security (Avsec) juga
sangat minim. n

INACA Berkiprah 33
3
34 INACA Berkiprah
Larangan
Terbang
ke Eropa

INACA Berkiprah 35
Larangan Eropa

Diatas langit masih ada langit.


Diatas orang hebat/pintar/pandai dan sebagainya
masih ada orang yang lebih tinggi lagi tingkat kehebatannya.

S
emua bermula dari sebelum tahun 1990-an hingga medio
2007. Kala itu beberapa kali terjadi kecelakaan pesawat di
Indo­nesia. Pada tahun 2007 ada dua kecelakaan. Awal ­Januari
pesawat Adam Air jatuh di perairan Majene, Selat Makassar.
Kemudian pesawat Garuda Indonesia mengalami ­kecelakaan pada
pertengahan tahun itu. Begitu penuturan Agus Santoso, Direktur
Jenderal Perhubungan Udara pada Februari 2017–Juli 2018.
Berdasarkan rangkaian peristiwa kecelakaan penerbangan itu
kemudian International Civil Aviation Organization (ICAO), sebagai
lembaga organisasi penerbangan sipil internasional, melakukan
audit terhadap penerbangan sipil di Indonesia. ICAO mengirimkan
tim Universal Oversight Audit Program (USOAP) ke Indonesia pada
­Februari 2007. Hasil audit USOAP menunjukkan nilai Indonesia
hanya mencapai 54%.
ICAO melakukan audit ke negara-negara anggotanya di seluruh
dunia. Dari hasil audit USOAP itu ditentukan nilai safety compliance
penerbangan sipil suatu negara. ICAO menetapkan standar kesela-
matan penerbangan sipil internasional minimal 60%. ­Negara­-­ne­gara
dengan skor Global Aviation Safety Plan (GASP) di bawah 60% harus
menaikkan standar keamanannya hingga di atas 60%. Itu adalah
batas minimal keselamatan penerbangan sipil internasional yang
harus dipenuhi.
Masih pada tahun 2007. FAA (Federal Aviation Administration),
otoritas penerbangan AS, menge­luarkan pengumuman bahwa ke-
selamatan penerbangan di Indonesia turun dari Kategori 1 men-
jadi Kategori 2. Yang dimaksud ­Kategori 2 dalam peraturan FAA,
regulasi keselamatan penerbang­an suatu negara tidak dilaksana-
kan dengan baik, pengawasannya pun tidak memenuhi kelayakan,
dan peraturan-peraturan penerbangannya tidak sesuai dan tidak
memenuhi standar yang ditetapkan oleh ICAO. Standar keamanan
penerbang­an ICAO tercantum di dalam Konvensi Chicago Anex
1–19. “First Category adalah yang memenuhi syarat, dan Second
­Category yang tidak compliance. Pilihan penilaiannya hanya dua,

36 INACA Berkiprah
Larangan Eropa

Yes or No. Itulah AS,” ujar Agus.


Pada awal Juli 2007, Uni Eropa (UE) pun menjatuhkan larangan
(ban) terbang kepada maskapai-maskapai penerbangan Indonesia.
Mereka dilarang beroperasi ke negara-negara anggota UE.
UE berpedoman, hasil audit ICAO menunjukkan keselama-
tan ­penerbangan di Indonesia hanya mencapai 54% dan berada
di bawah standar internasional yang ditetapkan 60%. Itu meng-
indikasikan penyelenggaraan keselamatan penerbangan di Indo-
nesia buruk. Penilaian ICAO tersebut dipergunakan karena USOAP
merupakan standar audit penerbangan dunia. Walaupun sebetul­
nya, hasil audit tersebut tidak bisa dipakai untuk menghukum
(­punishment) terhadap suatu negara. Tetapi UE sudah mengambil
keputusan demikian.
Setiap negara mempunyai otoritas di bidang penerbangan. Di
Uni Eropa, otoritas penerbangan tertinggi adalah European ­Aviation
Safety Agency (EASA). Pelaksana teknisnya ada di Joint Aviation
­Authority (JAA). JAA merupakan gabungan dari otoritas-otoritas
­penerbangan di negara-negara anggota UE. Otoritas JAA ini berlaku
untuk semua negara anggota UE.
Ada tujuh komite di UE terkait penerbangan yang selalu merujuk
pada hasil-hasil audit yang dipercaya di dunia. Salah satunya adalah
Aviation Safety Unit (ASU) di bawah Direktorat Penerbangan Sipil
EU. Larangan terbang ke Eropa kepada maskapai-maskapai pener-
bangan Indonesia dikeluarkan oleh ASU. Tetapi ASU bukan bagian
dari EASA. Pada saat larangan terbang ke Eropa itu diberlakukan,
anggota UE ada 22 negara. Larangan terbang tersebut dikeluarkan
agar komunitas UE tidak terbang dengan maskapai-maskapai dari
negara yang dianggap berbahaya, seperti Indonesia pada tahun
2007 lalu. Jadi tujuannya adalah melindungi komunitas UE.
Larangan terbang (EU Ban) dari UE ini rumit. Agus Santoso men-
jelaskan kerumitannya begini. Apabila ada satu negara anggota UE
memberlakukan larangan terbang maka larangan itu bisa dipakai
atau diberlakukan di semua negara anggota. Sedangkan pada saat
hendak mencabut larangan tersebut, harus melalui keputusan ber-
sama yang disetujui oleh seluruh negara anggota. Dan Indonesia
harus mendapatkan persetujuan dari 28 negara anggota UE untuk
mencabut larangan terbang terhadap maskapai-maskapai pener-
bangan nasional.

INACA Berkiprah 37
Larangan Eropa

Larangan terbang EU ditujukan kepada maskapai-maskapai


­ enerbangan nasional selaku operator. Larangan itu berlaku bagi
p
62 air operators Indonesia, airlines (berjadwal) dan charter. Dalam
sebuah wawancara dengan wartawan di Departemen ­Perhubungan,
Menteri Perhubungan saat itu Jusman Syafii Djamal menyatakan,
mencabut larangan terbang UE susah sekali.

Mulai lepas
Pada tahun 2009 empat maskapai penerbangan nasional berhasil
melepaskan EU (European Union) Ban, yakni Garuda Indonesia dan
Mandala (­berjadwal), serta Airfast dan Premiair (charter). ­Kemudian
menyusul Citilink, Lion Air, dan Batik Air. Masing-masing maskapai
yang ingin melepaskan EU Ban mengajukan diri untuk diaudit.
Alhasil, selama 10 tahun Indonesia baru berhasil mencabut
­larangan terhadap 7 maskapai penerbangan nasional. Indonesia me-
merlukan 11 tahun agar UE mencabut larangan terbangnya kepada
maskapai-maskapai penerbangan nasional. Akhirnya, pada perte­
ngahan Juni 2018 UE secara resmi menyatakan mencabut larangan
terbangnya kepada seluruh maskapai penerbangan I­ ndonesia.
Di antara tahun 2007 dan 2009 dimana terjadi insiden-insiden
kecelakaan pesawat, dunia penerbangan Indonesia menorehkan
catatan bagus. Zero fatal accident sepanjang tahun 2008. Prestasi
yang sama diulang kembali pada tahun 2017. Sepanjang tahun itu
tercatat Zero Passenger Fatal Accident. Sedangkan tahun-tahun
lainnya selalu ada saja pesawat yang mengalami kecelakaan dan
menyebabkan korban jiwa di Indonesia.
Tim USOAP-ICAO datang lagi melakukan audit di Indonesia pada
pertengahan Agustus 2014. Ini sebelum Joko Widodo menjabat
Presiden RI pada 2014. Larangan terbang ke Eropa telah berjalan
selama 7 tahun, penurunan peringkat dari FAA pun masih berlaku.
Hasil audit ICAO pada pertengahan tahun 2014 diharapkan ada
­perubahan signifikan.
Namun, hasil dari USOAP antiklimaks. Nilai compliance yang
dicapai Indonesia hanya 45%. Hal itu menambah suramnya citra
masyarakat penerbangan di seluruh Indonesia. Bahkan sempat
menjadi cemoohan.
“Safety compliance penerbangan Indonesia bukan naik nilainya,

38 INACA Berkiprah
Larangan Eropa

tidak mendekati angka 60%, malah menjauh ke bawah,” kata Agus.


Kemudian pada tahun itu juga ditetapkan suatu program
­perbaikan. Dirjen Perhubungan Udara Kementerian ­Perhubungan
melakukan pembenahan-pembenahan. Pertengahan tahun 2016
diaudit lagi oleh tim USOAP. Nilai aviation safety compliance di
­Indonesia naik, tapi baru mencapai 51% dan masih di bawah stan-
dar 60%.
Selagi berupaya meningkatkan nilai Global Aviation Safety Plan
(GASP), Indonesia juga berupaya menaikkan kembali peringkat FAA
dari Kategori 2 ke Kategori 1. Assesment yang dilakukan oleh FAA
­memang sedikit berbeda dari ICAO walaupun tidak lepas dari ­standar
internasional itu. FAA hanya fokus pada ­perbaikan-­­­per­baikan di
tiga anex yaitu Anex 1: personnel licencing; Anex 6: operation of air­
craft; Annex 8: Airworthiness of Aircraft.
Federal Aviation Administration (FAA) merupakan lembaga
­regulator yang bertanggung jawab sebagai pengatur dan pengawas
­penerbangan sipil di Amerika Serikat. FAA bagian dari Kementerian
Transportasi Amerika Serikat. Dan fungsinya mirip dengan Direk-
torat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian ­Perhubungan di
Indonesia.
Undang-undang Penerbangan Federal 1958 menjadi dasar
­hukum berdirinya FAA. Pada awal berdiri namanya Federal Avia­
tion ­Agency. Sedangkan nama yang digunakan sekarang sejak FAA
ber­ada di bawah Kementerian Transportasi pada tahun 1966. Untuk
mengaudit regulasi AS menggunakan istilah assesment. FAA mem-
punyai badan assesment yang disebut International Aviation Safety
Assesment (IASA). Hasil assesment FAA ini juga menjadi acuan di
­banyak negara
Hasil assesment FAA pada 4 Maret 2016 dinyatakan OK. Anggota
INACA juga ikut berperan besar di situ. Dan pada 15 Agustus 2016
FAA menyatakan Indonesia kembali ke Kategori 1.
Setelah dilantik menjadi Direktur Jenderal Perhubungan Udara
pada Februari 2017, Agus Santoso langsung merancang tiga
­program kerja yang masing-masing ditargetkan selesai dalam 8
bulan. Program kerja 8 bulan pertamanya menaikkan nilai safety­
­compliance penerbangan Indonesia di atas 60%.
“Saya pasang di atas 70% agar pasti melewati passing grade. Jadi
waktu itu kami buat semacam camp konsentrasi, mengundang

INACA Berkiprah 39
Larangan Eropa

direktur seluruh airlines, semua profesional di bidang masing-


­masing, pilot, bagian maintainance, bagian airside di bandara, dan
dari navigasi. Kita harus mempunyai program melompat dari itu,”
ungkap Agus.

Melewati 97 negara
Bulan Oktober 2017 ICAO kembali mengaudit Indonesia. Hasil dari
USOAP kali ini mencapai 80,34%. Itu merupakan suatu ­lompatan
luar biasa. Dengan capaian tersebut Indonesia praktis melewati
­rata-rata tingkat safety compliance di antara 97 negara lainnya.
Secara lengkap hasil audit ICAO tahun 2017 :
1. Primary Aviation Legislation and associated civil aviation
regulations 71,43% (rata-rata dunia hanya 71,46%
2. Civil Aviation Organizational structure 69,23% (67,75%)
3. Personnel Lcencing activities 75% (72,87%)
4. Aircraft operations 87,5% (67,97%)
5. Airwothiness of civil aircraft 90,91% (77,28%)
6. Aerodromes 72,73% (58,53%)
7. Air Navigation services 84,09% (62,43%)
8. Accident and serious incident investigations 63,73% (55,54%)
Program 8 bulan kedua adalah mencabut larangan terbang UE
(EU Ban) terhadap maskapai penerbangan Indonesia ke Eropa.
Waktu itu ada 55 maskapai penerbangan masih terkena larangan
terbang. Pada tahun 2009 jumlah air operator di Indonesia ada 62,
baik airlines maupun air charter.
Bulan Mei 2018 Uni Eropa mengirim tim audit dari EASA dan per-
wakilan dari negara-negaranya ke Indonesia. Wings Air, Sriwijaya,
dan Susi Air mewakili 55 maskapai yang masih terkena larangan
terbang UE (EU Ban) untuk diaudit. Ketiganya mewakili operator-
operator ­penerbangan di Indonesia telah mematuhi regulasi.
Kemudian delegasi Indonesia, terdiri dari Dirjen Perhubungan
Udara dan perwakilan dari tiga maskapai yang diaudit, melaku-
kan presentasi di hadapan UE. Hasilnya mereka satisfied. Di tengah
­delegasi Indonesia sedang berjuang meyakinkan UE di Eropa, salah
seorang anggota delegasi perwakilan dari Sriwijaya Air yakni Capt.
Lalu Mohammad Syakir menghembuskan nafas terakhir karena
sakit.

40 INACA Berkiprah
Larangan Eropa

Perjuangan berakhir dengan gemilang. Indonesia berhasil meya-


kinkan Uni Eropa. Dan pada 15 Juni 2018 UE secara resmi mencabut
larangan terbang (EU Ban) terhadap seluruh maskapai ­penerbangan
­Indonesia.
Program 8 bulan ketiga adalah mengambil alih FIR Indonesia
yang selama ini dikelola oleh Singapura dan Malaysia. Program
ini belum sempat sepenuhnya terlaksana. Batas waktunya pada
tahun 2024 mendatang. Baru Malaysia sudah memperbolehkan
­Indonesia mengoperasikan FIR Indonesia kita sendiri, sudah clear.
Selanjutnya diharapkan, stakeholdes penerbangan Indonesia bisa
­menyelesaikannya. n

INACA Berkiprah 41
4
42 INACA Berkiprah
Keselamatan
dan Keamanan
Penerbangan

INACA Berkiprah 43
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

When once you have tasted flight,


you will forever walk the earth with your eyes
turned skyward, for there you have been,
and there you will always long to return.

­— Leonardo Da Vinci ­—

P
enurunan peringkat keselamatan penerbangan di Indone-
sia oleh otoritas penerbangan sipil Amerika Serikat FAA dan
larangan terbang ke Eropa oleh Uni Eropa bukan merupa-
kan latar belakang kelahiran Undang-undang No.1 tahun
2009 mengenai Penerbangan. Kondisi keselamatan penerbangan
nasional yang tidak menggembirakan dan dibutuhkan revisi-revisi
peraturan penerbangan yang mengacu pada standar internasional
adalah alasan utamanya.
Ketika FAA merilis informasi penurunan peringkat keselamatan
penerbangan di Indonesia (down grade) sifatnya tidak lebih seperti
halnya Travel Warning. Dan itu tidak bertujuan melakukan tindak­
an langsung terhadap negara lain.
Federal Aviation Administration (FAA) selaku otoritas pener-
bangan sipil dan bagian dari pemerintahan Amerika Serikat
(AS) berkewajiban menginformasikan kepada warga negaranya
tingkat keamanan penerbangan di negara-negara yang dilayani
­penerbangan langsung, baik oleh maskapai AS maupun maskapai
dari luar AS. Antara AS dan Indonesia pernah dilayani penerbang­
an langsung oleh ­Garuda Indonesia (1997) dan Continental (2005).
Jadi FAA dan TSA (Transportation Security Aviation) pernah melaku-
kan assesment di Indonesia. Dan hasil dari ­assesment itu kemudian
diinformasikan kepada seluruh warga n ­ egara AS.
Kecelakaan pesawat cukup banyak terjadi pada medio 2004, 2005,
2006, dan awal 2007. Pada bulan November 2004 terjadi kecelakaan
pesawat di Bandara Adi Sumarmo Solo. Kecelakaan itu menelan
korban 25 orang meninggal dunia dan lebih dari 60 ­penumpang ter-
luka. Kemudian DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) meminta diben-
tuk tim independen untuk mengaudit keselamatan penerbangan
nasional pada tahun 2005.
Tim independen ini terdiri dari para pemangku kepentingan di
industri penerbangan. Tim terdiri dari airlines, bengkel ­perawatan,

44 INACA Berkiprah
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

akademisi, dan Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara


­Kementerian Perhubungan selaku regulator. Ini tim audit
­(assesment) saja, bukan Komite Nasional ­Keselamatan Transportasi
(KNKT).
Tim audit independen itu menyelesaikan laporannya pada 2006.
Hasilnya menunjukkan, kualitas penerbangan nasional dari sisi
kualitas keselamatan, keamanan, dan pelayanan publik (public
­services) tidak menggembirakan. Tim merekomendasikan pembe-
nahan secara signifikan baik di lingkungan regulator, dalam hal ini
Dirjen Perhubungan Udara, maupun di lingkungan operator mulai
dari airlines hingga bengkel perawatan.
Kemudian Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan Surat
­Peringatan kepada operator-operator tertentu agar meningkatkan
upaya-upaya keselamatan dan keamanan penerbangan, serta pe-
layanannya. Namun, Surat Peringatan tersebut tidak mempunyai
sanksi ataupun penalti/hukuman.
Pada 1 Januari 2007 terjadi lagi kecelakaan pesawat besar. ­Pesawat
naas itu jatuh di perairan Majene, Selat Makassar, yang ­termasuk
ke wilayah Sulawesi Barat. Maskapai penerbangan bekerja sama
dengan satu perusahaan konsultan swasta dari AS akhirnya berha-
sil menemukan kotak hitam pesawat tersebut di kedalaman 2.000
mdpl. Dan kotak hitam berhasil diangkat pada 28 Agustus 2007.
Pencarian korban dan bangkai pesawat sempat dihentikan.
Amerika Serikat selaku negara manufaktur Boeing menyampaikan
keberatannya atas penghentian pencarian pesawat naas dalam
­kecelakaan itu. Di dalam regulasi ICAO, manufaktur boleh menge-
tahui penyebab terjadinya kecelakaan. Bahkan kalaupun sampai

INACA Berkiprah 45
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

Laporan EKKT:Presiden Susilo Bambang Yudhoyono foto bersama (kiri-kanan) Mensesneg


Hatta Rajasa, Tengku Burhanuddin, Laksda Purn. Yayun Riyanto, Menhub Jusman SD, Ketua
Tim Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (EKKT) Chappy Hakim,
Prof. Priyatna Abdulrasyid, Prof. Oentarjo Diran, dan Menseskab Sudi Silalahi, di halaman
kantor Presiden. Foto bersama dilakukan setelah Tim EKKT melaporkan hasil kerjanya
­selama tiga bulan setelah mendapat mandat dari Presiden. (Foto:Suara Karya).

harus melakukan penyelidikan untuk mengetahuinya.


Setelah peristiwa kecelakaan Adam Air pada 1 Januari 2007,
­Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Timnas EKKT
(Evaluasi Keselamatan Kecelakaan Transportasi) berdasarkan
­Keppres No.3 Tahun 2007 tanggal 11 Januari 2007 dengan tugas
melakukan penyelidikan menyeluruh dan evaluasi terhadap kese­
lamatan dan keamanan transportasi, menyusul terjadinya banyak
kecelakaan transportasi selama 5 tahun kebelakang.
Hampir bersamaan dengan pembentukan Timnas EKKT, ICAO
mengirimkan tim Universal Safety Oversight Audit Program
(­USOAP) ke Indonesia pada bulan Februari 2007. Tim ini kemudian
menemukan 121 temuan mayor dan minor dalam penerbangan di
­Indonesia.
FAA pernah mengirimkan tim International Aviation ­Safety
­Assesment (IASA) ke Indonesia pada bulan September 1997. ­Waktu itu
Garuda Indonesia melayani penerbangan ke AS. Otoritas ­penerbangan
AS pasti akan melakukan assesment ke negara-negara yang mempu-
nyai konektivitas udara langsung. Hasilnya, Indonesia memenuhi
standar keselamatan penerbangan internasional saat itu.
Pada tahun 2005, AS kembali melakukan assesment di Indonesia.

46 INACA Berkiprah
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

Kali ini tim yang datang dari Transportation Security ­Administration


(TSA) di bawah Homeland Security (Departemen Dalam Negeri AS).
Assesment dilakukan di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali karena
maskapai AS Continental melayani penerbangan Guam–Denpasar
saat itu. TSA menemukan 21 temuan dengan nilai merah semua.
“Bali dinyatakan tidak memenuhi standar keamanan penerbang­
an internasional pada 2005 menurut hasil assesment TSA,” ujar
­Suprasetyo, menjabat Direktur Jenderal Perhubungan Udara pada
Januari 2015–Februari 2017.
Temuan pertama terkait regulasi keamanan bandara. Program
keamanan bandara tidak pernah dilaksanakan dan tidak pernah di-
audit. Pengamanan fisik pun minim dan lemah. Mulai dari peralatan
dan perlengkapan keamanan di bandara, pengawasan keamanan
bandara, standar prosedur operasional, dan kontrolnya. Bandara di
Bali dinilai rawan terhadap tindakan-tindakan melawan hukum.
Kemudian Indonesia diberi waktu 3 x 3 bulan untuk memperbaiki­
nya. Pemerintah mulai membuat dan membenahi regulasi-regulasi
mengacu pada standar ICAO. Namun, sampai dengan 9 bulan dari
waktu yang ditentukan belum ada perbaikan signifikan. Akhirnya
pemerintah AS mengeluarkan Public Notice, pemberitahuan ke-
pada masyarakat AS bahwa Bandara International I Gusti Ngurah
Rai Denpasar, Bali, Indonesia, tidak memenuhi standar keamanan
­penerbangan internasional.
“Public Notice itu ditempelkan di seluruh bandara di AS,” kata
­Suprasetyo.
Pada Desember 2007 Bandara I Gusti Ngurah Rai baru dinyata-
kan memenuhi standar keamanan penerbangan internasional oleh
TSA. Tetapi, masalah tidak berhenti sampai di situ.
Selagi memperbaiki tingkat keamanan di bandara di Bali, pada
bulan April 2007 tim IASA dari FAA melakukan assesment lagi ke
­Indonesia. Sayangnya, mereka menemukan kondisi penerbangan
di Indonesia tidak sebagus daripada 10 tahun sebelumnya.
Menurut hasil assesment IASA bulan April 2007, peraturan
­perundangan penerbangan di Indonesia dinilai tidak ­mengacu pada
standar-standar keselamatan penerbangan sipil yang ­dikeluarkan
oleh ICAO. Penerbangan Indonesia kekurangan tenaga ahli (­technical
­expertise) dan inspektur pengawas.
FAA mensyaratkan, setiap 10 unit pesawat diawasi oleh satu orang

INACA Berkiprah 47
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

inspektur dengan kompetensi kapten. Misalnya ada 10 unit pesawat


Boeing 737 maka harus diawasi oleh satu orang inspektur dengan
kompetensi kapten Boeing 737. Karena kekurangan ­tenaga inspek-
tur maka pengawasan terhadap operasional pesawat-­pesawat pun
tidak maksimal.
Hasil dari assesment IASA tersebut yang membuat FAA memu-
tuskan menurunkan peringkat keselamatan penerbangan Indo-
nesia dari Kategori 1 ke Kategori 2. Kategori 2 berarti Indonesia
tidak memenuhi standar keselamatan penerbangan internasional.
Begitu Suprasetyo menjelaskan bagaimana Indonesia sampai di-
­downgrade oleh FAA.
Dalam rangka menindaklanjuti hasil audit oleh USOAP pada
bulan Februari 2007, ICAO menghadiri pertemuan di Bali. Men-
teri Perhubungan pun hadir di situ. Hasil dari pertemuan tersebut
adalah penandatanganan kesepakatan antara Indonesia dan ICAO
pada tanggal 2 Juli 2007.
ICAO menyatakan berkomitmen membantu dan mendukung In-
donesia menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam pen-
erbangan nasional. Indonesia juga berkomitmen, dalam kurun
waktu selama dua tahun akan menyelesaikan semua masalah yang
ditemukan dari audit ICAO pada bulan Februari 2007.
Di saat Indonesia tengah berupaya membenahi masalah-masalah
yang dihadapi dalam penerbangan nasional, Uni Eropa (UE)
­mengeluarkan larangan terbang terhadap semua airlines dari Indo-
nesia ke wilayah Uni Eropa. Larangan terbang itu dikeluarkan pada
tanggal 5 Juli 2007 dan diumumkan langsung oleh Dubes UE pada
tanggal 6 Juli 2007 di kantor Dirjen Perhubungan Udara Kemente-
rian ­Perhubungan di Jakarta.

Sekilas lagi latar belakang


Larangan Eropa
Larangan terbang kepada maskapai-maskapai penerbangan
­ asional oleh UE dikeluarkan oleh Aviation Safety Unit (ASU).
n
­Namun unit ini bukan bagian dari European Aviation Safety Agency
(EASA), otoritas penerbangan tertinggi di Eropa.
UE mengemukakan alasan mengeluarkan larangan terbang itu.
Pertama, larangan dikeluarkan mengacu pada hasil audit yang di-

48 INACA Berkiprah
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

lakukan oleh ICAO bulan Februari 2007. Kedua, FAA menurunkan


peringkat keselamatan penerbangan di Indonesia ke Kategori 2.
Ketiga, Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan
membuat kategorisasi maskapai penerbangan di Indonesia. Menu-
rut kategorisasi itu, tidak ada satupun maskapai penerbangan di
Indonesia masuk dalam kategori 1. Dan keempat, UE pernah me-
layangkan surat permohonan laporan keselamatan penerbangan
di Indonesia beberapa kali kepada pemerintah, ditujukan kepada
Kementerian Perhubungan. Namun permohonan tersebut tidak
pernah ditanggapi.
Jadi, Dirjen Perhubungan Udara pernah mengeluarkan kategori-
sasi maskapai penerbangan pada bulan April 2007. Kategorisasi
ini merupakan tindak lanjut dari hasil audit Tim Independen 2006
dan audit internal Dirjen Perhubungan Udara ke seluruh maskapai
­penerbangan di awal tahun 2007.
Pada waktu itu, Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan 3
­kategori bagi maskapai penerbangan nasional. Ada 20 elemen atau
kriteria yang dinilai. Kriterianya diturunkan dari 8 unsur penilaian
di dalam audit ICAO.
Kategori 1, maskapai penerbangan yang sudah memenuhi semua
kriteria keselamatan penerbangan internasional, complied with
regulation dan conformed to standard. Nilai yang harus dicapai agar
masuk ke kategori ini di atas 80%.
Kategori 2, maskapai penerbangan dinilai sudah memenuhi
­requirement minimal keselamatan penerbangan yang telah
­ditetapkan oleh ICAO. Poin di kategori ini antara 60%–80%.
Kategori 3, maskapai penerbangan dinilai belum memenuhi stan-
dar keamanan penerbangan internasional. Maskapai-maskapai
yang masuk dalam Kategori 3 berarti masuk ke periode inkubasi
perbaikan dan dilakukan perawatan secara serius.

Beda Keselamatan dan Keamanan


Penerbangan
Ada baiknya kita pahami dahulu. Ada perbedaan antara kesela-
matan penerbangan dan keamanan penerbangan.
Keselamatan penerbangan adalah segala sesuatu mengenai
compliance dan conformity. Semua tindakan yang complied with

INACA Berkiprah 49
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

­regulation, dan conformed to safety standard.


Sedangkan keamanan penerbangan adalah segala sesuatu yang
terkait dengan unlawful act. Dalam unlawful act mengandung
­tindakan-tindakan melawan hukum, melawan regulasi, ada inten­
tion, motivation, dan planning dari orang yang melawan.
International Civil Aviation Organisation (ICAO) adalah badan/
lembaga bidang penerbangan sipil di bawah naungan Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB). ICAO berhak melakukan audit langsung ke
negara-negara anggotanya sesuai dengan hasil dari sidang-sidang
assembly mereka.
Sedangkan FAA, sebenarnya tidak pernah melakukan audit se-
cara langsung di lapangan di Indonesia. FAA melakukan assesment
pun semua mengacu pada peraturan dan audit USOAP-ICAO. Dia
hanya fokus pada beberapa items dari 19 Annex yang ada dalam
­Konvensi Chicago 1944. Dan mereka akan melakukan assesment
jika ada penerbangan langsung ke dan dari
AS yang dilayani baik oleh maskapai AS
INACA banyak ataupun maskapai dari negara-negara lain.
memberi Assesment FAA fokus pada keselamatan
­masukan penerbangannya, ­sedangkan assesment TSA
di dalam proses fokus pada keamanan ­penerbangannya.
pembuatan UU Indonesia adalah anggota General
No. 1 tahun ­Assembly ICAO dan pernah menjadi anggota
2009 tentang Consul ICAO pada tahun 2001. ­Anggota Con-
Penerbangan. sul dibatasi jumlahnya, hanya 33 ­negara.
Sedangkan anggota assembly ICAO terdiri
dari 190 negara pada tahun 2008.
Jadi, untuk membenahi penerbangan nasional, banyak pasal
di dalam UU No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan mengadopsi
requirement keselamatan, keamanan, dan lain-lain, yang telah
ditetapkan oleh ICAO. Semua persayaratan dan garis besar per­
aturan-peraturan ICAO sudah masuk di dalamnya. Undang-­undang
penerbangan saat ini lebih detil, isinya lebih padat, dan lebih
­komprehensif.
Sebagai mitra kerja pemerintah, INACA banyak memberi ­masukan
di dalam proses pembuatan UU No. 1 tahun 2009 tentang Pener-
bangan. Isu paling panas dan INACA berupaya dengan alot adalah
terkait kebijakan Open Sky, kepemilikan asing di dalam ­penanaman

50 INACA Berkiprah
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

modal asing, dan Air Service Agreement terutama terkait 5th Free­
doom dan 6th Freedom.
INACA sangat peduli terhadap ketiga hal tersebut, menurut Budi
Mulyawan Suyitno yang pernah menjabat Menteri Perhubungan
RI di era Presiden Abdurrachman Wahid. Walaupun Indonesia
terikat dalam multi­lateral agreement, implementasinya tetap me­
ngacu pada perjanjian ­bilateral sesuai asas resiprokal. Misalnya,
di ­ASEAN sudah menyepakati Open Sky tetapi UU Penerbangan
­Nasional mengaturnya dengan mengacu pada perjanjian bilateral.
Di sini kepentingan ­negara dan INACA melindungi anggota INACA
dengan undang-­undang penerbangan tersebut.
INACA juga berkepentingan dalam navigasi penerbangan.
­Dalam hal ini adalah pelayanan CNS-ATS (Communication Navi­
gation ­Surveillance-Air Traffic Management System). Ini karena
­biaya-biaya (charges) yang dikenakan terhadap maskapai-maskapai
­penerbangan anggota INACA mesti sebanding dengan pelayanan
yang diberikan. Biaya-biaya tersebut ditetapkan dengan policy dari
ICAO (International Civil Aviation Organization) dan dilaksanakan
di Indonesia oleh AirNav Indonesia dengan basis Cost Recovery.
UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan juga memperkuat po-
sisi Komite Nasional Keamanan Transportasi (KNKT). Cikal bakal
KNKT ada di Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara pada tahun 1993.
Nama KNKT disyahkan pada 1995.
Selain itu juga diatur mengenai Mahkamah Penerbangan.
­Keberadaan Mahkamah Penerbangan ini agar tidak terjadi
­kriminalisasi kepada pilot dan lain-lain. Apabila terbukti melaku-
kan kesalahan maka hukumannya dilakukan secara profesional.
­Misalnya terjadi dispute, pilot bisa mengecek keabsahan sertifikat
pilotnya. Namun hingga saat ini belum terlaksanakan.
Di dalam UU tersebut juga telah dicantumkan pasal yang me-
nentukan dan mengatur PT AirNav sebagai Air Navigation Service
Provider (ANSP), itu berkat peran Tim EKKT (Evaluasi ­Keselamatan
Kecelakaan Transportasi) yang menyarankan agar pengaturan
tersebut masuk di dalam Undang-undang Penerbangan.
Dan menurut para pakar di ICAO, UU Penerbangan Indonesia
saat ini merupakan salah satu Peraturan perundang-undangan ten-
tang penerbangan terbaik di dunia. One of the Best Aviation Law in
the World. n

INACA Berkiprah 51
5
52 INACA Berkiprah
Konvensi
Capetown
Tonggak
Sejarah

INACA Berkiprah 53
Konvensi Capetown Tonggak Sejarah

To most people, the sky is the limit.


To those who love aviation, the sky is home.

­— Jerry Crawford ­—

A
da satu perjuangan organisasi INACA yang tercatat
­dengan kegigihan dan ketekunan mengupayakan kepas-
tian hukum terkait kepentingan internasional atas ­objek
pesawat udara di Indonesia. Ketua Umum INACA ­Rusdi
­Kirana (2006–2008). Kegigihan dan ketekunannya kemudian didu-
kung bersama oleh Emirsyah Satar (waktu itu direktur utama
­Garuda Indonesia), ­Tengku ­Burhanuddin sekretaris jenderal
­INACA, dan Muchtar, Kepala ­Administrasi Keuangan INACA. Serta
Herry Bakti yang pada saat itu sedang menjabat sebagai staf ahli
Menteri Perhubungan. Bolak balik membahas selama sekitar dua
tahun dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Hukum
dan Hak Azazi Manusia, dengan DPR-RI dan lain-lain, dokumen
dari Cape Town Convention yang ­berisi konsep kepastian hukum itu
akhirnya diratifikasi oleh Pemerintah RI dan dimasukkan menjadi
bagian d ­ alam Undang-undang nomor 1/2009.
Ketua Umum INACA pada tahun 2008 Emirsyah Satar dan ­Rusdi
Kirana sebagai direktur utama Lion Air yang mengusulkan agar
dimasukan ke dalam UU No 1 tahun 2009. Setelah dilaksanakan,
­dapatlah dikatakan bahwa Edward Silooy berperan penting dalam
membuka dan mendorong para maskapai bisa memperbarui dan
meremajakan armada-armada pesawat. Kepastian dan kejelasan
pengaturan hukumnya memberikan kemudahan dan dorongan pe-
nambahan armada pesawat terbang bagi maskapai penerbangan
nasional Indonesia. Ini pun bisa disebut sebagai salah satu tong-
gak sejarah dalam memajukan ­industri penerbangan nasional.
­Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan itu
sendiri telah merupakan tonggak sejarah utama dalam sejarah
pembangunan dan pengembangan industri penerbangan nasional
di Indonesia.
Dalam konteks itu INACA mengupayakan pengertian dalam
memperjuangkan kemudahan/kepercayaan ­lembaga-lembaga
­keuangan internasional dalam hal leasing pesawat melalui
­Capetown ­Convention 2001. Konvensi tersebut akhirnya diratifikasi

54 INACA Berkiprah
Konvensi Capetown Tonggak Sejarah

oleh ­pemerintah Indonesia dengan keputusan presiden, dan dican-


tumkan dalam ­undang-undang nomor 1 tahun 2009 Bab IX yaitu
­me­ngenai ­kepentingan internasional atas objek pesawat udara.
Pasal-pasal pada Undang-undang tentang penerbangan itu, di
Bab IX jadinya menegaskan bahwa :
(1) Debitur dapat menerbitkan kuasa memohon deregistrasi
kepada kreditur untuk memohon penghapusan pendaftaran
dan ekspor atas pesawat terbang atau helikopter yang
telah memperoleh tanda pendaftaran Indonesia dan tanda
kebangsaan Indonesia.
(2) Kuasa memohon deregistrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus diakui dan dicatat oleh Menteri dan tidak dapat
dibatalkan tanpa persetujuan kreditur.
(3) Kuasa memohon deregistrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tetap berlaku pada saat debitur dinyatakan pailit atau
berada dalam keadaan tidak mampu membayar utang.
(4) Kreditur merupakan satu-satunya pihak yang berwenang
untuk mengajukan permohonan penghapusan pendaftaran
pesawat terbang atau helikopter tersebut sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam kuasa memohon deregistrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tadi.
Dalam hal debitur cedera janji, kreditur dapat mengajukan permo-
honan kepada Menteri sesuai dengan kuasa memohon ­deregistrasi
sebagaimana disebutkan tadi untuk meminta peng­hapusan pendaf-
taran dan ekspor pesawat terbang atau helikopter. Lalu, berdasar-
kan permohonan kreditur sebagaimana dimaksud, Menteri wajib
menghapus tanda pendaftaran dan kebangsaan pesawat terbang
atau helikopter paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan
diterima.
Kementerian yang membidangi urusan penerbangan dan ­instansi
pemerintah lainnya harus membantu dan memperlancar pelaksa-
naan upaya pemulihan yang dilakukan oleh kreditur berdasarkan
perjanjian sebagaimana dimaksud disebutkan tadi.
Hak-hak kreditur dan upaya pemulihan timbul pada saat ditanda-
tanganinya perjanjian oleh para pihak. Kepentingan ­internasional,
termasuk setiap pengalihan dan/atau subordinasi dari kepentingan
tersebut, memperoleh prioritas pada saat kepentingan tersebut

INACA Berkiprah 55
Konvensi Capetown Tonggak Sejarah

didaftarkan pada kantor pendaftaran internasional.


Dalam hal debitur cedera janji, kreditur dapat meminta pene­
tapan dari pengadilan negeri untuk memperoleh tindakan semen-
tara berdasarkan perjanjian sebagaimana disebutkan di atas, tanpa
didahului pengajuan gugatan pada pokok perkara untuk melak-
sanakan tuntutannya di Indonesia dan tanpa para pihak mengikuti
mediasi yang diperintahkan oleh pengadilan.
Penetapan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud disebut-
kan tadi, dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dinyatakan
dalam deklarasi yang dibuat oleh Pemerintah sehubungan dengan
konvensi dan protokol tersebut.
Pengadilan, kurator, pengurus kepailitan, dan/atau debitur ­harus
menyerahkan penguasaan objek pesawat udara kepada kreditur
yang berhak dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Peme­rintah.
Tagihan-tagihan tertentu memiliki prioritas terhadap tagihan dari

56 INACA Berkiprah
Konvensi Capetown Tonggak Sejarah

pemegang kepentingan internasional yang terdaftar atas objek


­pesawat udara.
Ketentuan dalam konvensi internasional mengenai kepentingan
internasional dalam peralatan bergerak dan protokol ­mengenai
masalah-masalah khusus pada peralatan pesawat udara, di mana
Indonesia merupakan pihak mempunyai kekuatan hukum di
­Indonesia dan merupakan ketentuan hukum khusus (lex specialis).
Sejak itu suasana saling percaya terbangun semakin kuat
dan ­terpelihara antara pemerintah Indonesia, para maskapai
­pener­bangan (utamanya anggota INACA), dan para kreditur atau
­penyewaan pesawat terbang di dunia, lalu kemudian lancar sekali
bagi maskapai penerbangan nasional dalam melaksanakan ­program
­penambahan maupun peremajaan armada pesawat. Mulai saat itu
pulalah menyusul berdatangan armada baru yang dioperasikan di
Indonesia oleh maskapai nasional Indonesia. n

INACA Berkiprah 57
6

58 INACA Berkiprah
Regulasi
Penerbangan
Nasional

INACA Berkiprah 59
Regulasi Penerbangan Nasional

Aviation is the branch of engineering that is least forgiving


of mistakes.
— Freeman Dyson —

A. Deregulasi dan penguatan regulasi


Puncak perubahan-perubahan regulasi di bidang industri pe­
nerbangan di Indonesia boleh dikatakan terjadi pada tahun 2014.
­Pelayanan angkutan udara mengarah pada liberalisasi. Dan, ham-
pir semua peraturan yang dibuat oleh Pemerintah selalu melibat-
kan INACA.
Namun demikian, sehubungan dengan cara pandang antara
­Pemerintah dan INACA terdapat perbedaan maka semua keputusan
yang diambil tetap berdasarkan ‘Win Win Solution’. Ada memang
kebijakan-kebijakan yang diambil secara sepihak oleh Pemerintah.
Misalnya terkait modal disetor. Sebelumnya ada peraturan menge-
nai ketentuan nominal modal disetor tetapi kemudian peraturan
ini dihapus.
Perubahan-perubahan regulasi penerbangan nasional paling
banyak terjadi pada medio 2014–2017. Selama periode tersebut
Pemerintah ingin memperkuat daya saing maskapai-maskapai
­penerbangan nasional melalui kinerja perusahaan dengan lebih
sehat. Dan KM nomor 25 tahun 2008 menjadi pijakan perubahan-
perubahan regulasi baik deregulasi ataupun penguatan regulasi
(reregulasi).
Pembahasan deregulasi pada umumnya menyangkut aspek
ekonomi, khususnya pengusahaan. Selain deregulasi, juga diatur
mengenai penyempurnaan regulasi. Deregulasi penerbangan di
aspek ekonomi atau pengusahaan telah dimulai sejak tahun 2001
yaitu Keputusan Menteri Perhubungan (KM) Nomor 127 tahun 1990
diubah menjadi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 11 tahun
2001. Perubahan paling besar yang pernah dilakukan adalah meng-
hapus penjenjangan pengusahaan pelayanan penerbangan.
KM No. 127/1990 mengatur, badan hukum Indonesia hanya di-
izinkan untuk mendirikan perusahaan angkutan udara niaga tidak
berjadwal di dalam negeri. Setelah lima tahun dan melalui proses

60 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional

evaluasi akan diberikan izin niaga tidak berjadwal keluar negeri.


Lima tahun kemudian diberikan izin angkutan udara ­niaga ber­
jadwal ­dalam negeri, dan lima tahun kemudian lagi baru akan
diberikan izin angkutan udara niaga berjadwal keluar negeri.
­Sehingga suatu badan usaha di Indonesia untuk dapat melayani
angkutan udara niaga berjadwal di dalam dan luar negeri membu-
tuhkan waktu 20 tahun.
Krisis moneter yang melanda dunia pada tahun 1998 merupa-
kan cikal bakal deregulasi penerbangan nasional. Di awal tahun
­2000-an muncul pelaku-pelaku usaha bidang transportasi udara
seperti Lion Mentari Airlines, Sriwijaya Air, Batavia Air, Star Air,
­Jatayu, dan lain-lain.
Dengan perubahan KM No. 127/1990 menjadi KM No.11/2001,
penjenjangan pengusahaan jasa angkutan udara dihapus. Dalam
peraturan ini tidak diatur jumlah pesawat udara yang harus di­
miliki atau dikuasai oleh maskapai penerbangan. Artinya, dengan
dua ­armada pesawat terbang suatu badan hukum Indonesia sudah
bisa mendapatkan izin usaha angkutan udara niaga berjadwal atau
tidak berjadwal. Baik itu untuk angkutan udara di dalam ataupun
di luar negeri.

INACA Berkiprah 61
Regulasi Penerbangan Nasional

Kemudian Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai tarif.


Pada tahun 2005 Kementerian Perhubungan mengeluarkan KM No.
35 tahun 2005 yang mengatur tarif batas atas dan Angka R ­ eferensi.
Lalu Kementerian Perhubungan menerbitkan peraturan baru
lagi KM No.25 tahun 2008. Peraturan baru ini dibuat dengan meli-
hat perkembangan perusahaan penerbangan nasional yang tidak
memberikan suatu kepastian pelayanan. Khususnya terkait jumlah
armada pesawat yang dioperasikannya. Kementerian ­Perhubungan
selaku regulator mengubah persyaratan jumlah armada pesawat
yaitu :
4 Angkutan udara niaga berjadwal : 2 (dua) pesawat dimiliki dan 3
(tiga) pesawat dikuasai (total armada 5 (lima) pesawat)
4 Angkutan udara niaga tidak berjadwal : 1 (satu) pesawat dimiliki
dan 2 (dua) pesawat dikuasai (total armada 3 (tiga) pesawat)
4 Angkutan khusus kargo : 2 (dua) pesawat dikuasai

KM No. 25/2008 juga mengatur penguatan kinerja perusahaan


penerbangan dengan cara antara lain:

62 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional

4 Mendorong perusahaan penerbangan melakukan kerja sama


antar mereka dalam mengeksploitasi pasar angkutan udara
dalam negeri melalui kerja sama codeshare, joint operation,
­interlining, dan lain-lain (namun sampai sekarang belum ber-
jalan efektif).
4 Perlindungan bagi perusahaan penerbangan yang membuka
rute baru selama 3 tahun. Perlindungan selama 3 tahun ini
berupa, perusahaan penerbangan tersebut akan melayani rute
baru ­tanpa pesaing pada tahun pertama. Pertimbangannya, satu
tahun pertama perusahaan harus membuat promosi dan men-
ciptakan pasar. Tahun ke-2 pengelolaan pasar, dan tahun ke-3
diproyeksikan sudah menghasilkan untung dari rute tersebut.
Tahun ke-4 akan diberikan pesaing agar tidak terjadi monopoli.
Melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
­Penerbangan, kepemilikan armada pesawat diubah. Ini bertujuan
untuk memperkuat jaringan penerbangan dan kesinambungan
­pelayanan.
Perubahan tersebut adalah:
1) Angkutan udara niaga berjadwal: 5 (lima) pesawat dimiliki dan 5
(lima) pesawat dikuasai (total armada 10 pesawat)
2) Angkutan Udara niaga tidak berjadwal: 1 (satu) pesawat dimiliki
dan 2 (dua) dikuasai (total armada 3 pesawat)
3) Angkutan khusus kargo: 1 (satu) pesawat dimiliki dan 2 (dua)
­pesawat dikuasai (total armada 3 pesawat)

Selain itu, dalam undang-undang ini pelayanan angkutan udara


secara jelas dibagi ke dalam tiga jenis yaitu:
• Full Services;
• Medium Services; dan
• No Frills atau Low Cost Carriers (LCC).

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 juga mempertegas penger-


tian ‘mayoritas’ kepemilikan perusahaan penerbangan menjadi
‘single mayority’. Artinya, salah satu pemegang saham nasional
harus lebih besar dari salah satu pemegang saham asing dalam
konteks 51% dan 49%. Misalnya, pemegang saham nasional sebesar
51% terdiri dari 25%, 26%, dan pemegang saham asing maksimum
25% dan 24%.

INACA Berkiprah 63
Regulasi Penerbangan Nasional

Setelah berlaku UU No. 1/2009, Kementerian Perhubungan me­


ngeluarkan KM No. 26 tahun 2010 mengenai pengaturan tarif.
­Peraturan ini mengatur tarif dalam dua pola yaitu tarif batas atas
dan tarif referensi (batas bawah).
Puncak deregulasi terjadi pada tahun 2014. Tahun ini pelayanan
angkutan udara mengarah ke liberalisasi. Hal itu ditandai dengan,
antara lain:
(1) Tidak adanya pola ‘hub & spoke’, termasuk pengarahan
‘­operational base’ oleh Pemerintah.
(2) Tidak adanya perhitungan penambahan kapasitas untuk semua
rute (rute padat, rute kurang padat, dan rute tidak padat).
(3) Tidak ada lagi perlindungan kepada maskapai penerbangan
yang membuka rute baru.
(4) Persaingan antarmaskapai penerbangan semakin tidak terarah.
Semua maskapai penerbangan bermain di tarif batas bawah,
atau antara tarif batas bawah dan tarif batas atas. Tarif batas
atas hanya diberlakukan oleh maskapai penerbangan pada saat
musim sibuk (peak seasons).
Kompetisi maskapai-maskapai penerbangan sudah mengarah ke
‘cut throat competition’ mulai tahun 2014. Hal strategis terjadinya
kompetisi ini adalah sudah tidak ada lagi kajian ‘supply and demand’
dalam pengadaan pesawat terbang.
Untuk mengatur pemerataan penggunaan Slot pada bandar udara
yang merata memenuhi azas transparansi non diskriminasi dan
adil , pemerintah membentuk Indonesia Airport Slot Management
(IASM) sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
­

Udara Nomor: KP 112 tahun 2017 butir 2.2 Tentang Pengelolaan


Slot Time pada 35 bandara di Indonesia. IASM menggantikan IDSC
(­Indonesia Slot Coordinator).
Selain deregulasi tersebut di atas, Kementerian Perhubungan
mengeluarkan PM Nomor 410 tahun 2015. Peraturan ini merupa-
kan penguatan pengaturan mengenai modal disetor untuk perusa-
haan penerbangan, yaitu:
(1) untuk angkutan udara niaga berjadwal yang menggunakan tipe
pesawat udara terbesar dan saling menunjang dengan kapasitas
lebih dari 70 (tujuh puluh) tempat duduk sekurang-kurangnya
modal disetor sebesar Rp. 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah);

64 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional

(2) untuk angkutan udara niaga berjadwal yang menggunakan tipe


pesawat udara terbesar dan saling menunjang dengan kapasitas
kurang dari 70 (tujuh puluh) tempat duduk sekurang-kurangnya
modal disetor sebesar Rp. 300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar
rupiah);
(3) untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal yang mengguna-
kan tipe pesawat udara terbesar dan saling menunjang dengan
kapasitas lebih dari 70 (tujuh puluh) tempat duduk sekurang-
kurangnya modal disetor sebesar Rp. 300.000.000.000,00 (tiga
ratus miliar rupiah);
(4) untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal yang mengguna-
kan tipe pesawat udara terbesar dan saling menunjang dengan
kapasitas kurang dari 70 (tujuh puluh) tempat duduk sekurang-
kurangnya modal disetor sebesar Rp. 150.000.000.000,00 (sera-
tus lima puluh miliar rupiah); dan
(5) untuk angkutan udara niaga khusus kargo dengan mengguna-
kan semua tipe pesawat udara yang saling menunjang, sekurang-
kurangnya modal disetor sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (sera-
tus miliar rupiah).
Pada akhirnya, ketentuan modal disetor tersebut dihapus dengan
PM Nomor 38 tahun 2017.

B. Riwayat peraturan perundang-undangan


penerbangan nasional
Sejak Republik Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945, ­Pemerintah
telah menerbitkan dan memberlakukan tiga ­perundang-undangan
yang mengatur industri penerbangan nasional, yaitu:
• Undang-undang No.83 tahun 1958 tentang Penerbangan
• Undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan
• Undang-undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Isi UU No.15/1992 lebih lengkap daripada UU No.83/1958. ­Begitu
pula isi UU No.1/2009 lebih disempurnakan lagi dibandingkan
­dengan UU No.15/1992.
Dibandingkan dengan undang-undang penerbangan sebelum­nya,
UU No.1/2009 merupakan undang-undang penerbangan terleng-
kap dan terjadi perubahan paling besar. Di dalamnya ­sudah men-
cakup hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan

INACA Berkiprah 65
Regulasi Penerbangan Nasional

­ enerbangan serta navigasi penerbangan secara lebih rinci dan


p
mendalam. Peraturan-peraturan yang banyak berkembang atau
tumbuh atau yang baru di dalam perundang-undangan ini ­terutama
berkaitan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Cucuk Suryo Suprodjo, menjabat Direktur Jenderal ­Perhubungan
Udara Kementerian Perhubungan tahun 2002-2005, menerangkan,
“Isi UU No.1/2009 banyak yang dahulunya adalah Peraturan Men-
teri (Permen) ataupun keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara. Kemudian itu diambil dan dimodifikasi, lalu dimasukkan
ke dalam pasal-pasal di undang-undang tersebut. Semenjak UU
No.1/2009 diundangkan maka peraturan-peraturan yang lebih ren-
dah tingkatannya juga harus dipersiapkan dengan lebih lengkap.”
Dalam perundang-undangan, peraturan paling rendah adalah
Peraturan Menteri (Permen). Perubahan Permen tidak dibatasi
waktu sehingga perubahannya tidak selama perubahan undang-
undang. Artinya, setiap saat bisa diubah sesuai dengan kebutuhan
waktu itu. Misalnya, organisasi penerbangan sipil internasional
(ICAO) mengeluarkan ketentuan baru yang berklasifikasi standar
maka itu harus segera ditindaklanjuti dengan peraturan baru. ­Kalau
tidak dilakukan/dilaksanakan, Indonesia harus menginformasikan
kepada ICAO sebagai justifikasi.
Perubahan peraturan yang dibuat oleh ICAO telah dijelaskan
secara lebih rinci di dalam anex-nya dan harus segera diikuti.
­Implementasinya sudah cukup sampai di tingkat Permen, tidak per-
lu sampai ke tingkat undang-undang. Peraturan yang dikeluarkan
oleh ICAO merupakan peraturan yang berlaku dan harus ­diikuti oleh
seluruh penerbangan di dunia, tidak terkecuali di d ­ alam n
­ egeri.
Cucuk menambahkan, salah satu keistimewaan UU No.1/2009 ada-
lah dalam keadaan yang sangat diperlukan Menteri ­Perhubungan
bisa langsung memutuskan atau mengubah suatu Permen sesuai
kebutuhannya pada saat itu.
Contoh, peraturan mengenai tarif batas atas dan tarif batas
bawah. Apabila terjadi peristiwa, misalnya, kecelakaan pesawat
yang menyebabkan harus dilakukan perubahan peraturan yang
­sifatnya teknis maka Permen baru bisa saja dikeluarkan.
Sedangkan Keputusan Menteri (Kepmen) sifatnya berlaku di
kalangan internal. Dan Direktur Jenderal hanya mengeluarkan
­Instruksi.

66 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional

Isi perundang-undangan akan menyesuaikan dengan:


a) Perkembangan teknologi.
b) Perkembangan permintaan masyarakat.
c) Perkembangan peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan
yang dikeluarkan oleh ICAO. Sampai dengan saat ini, ICAO telah
mengeluarkan Anex 1 sampai dengan Anex 19.

UU No.1/2009 tentang Penerbangan sudah mencakup standar


keselamatan dan kemanan penerbangan yang telah diatur dan
diberlakukan oleh ICAO dalam hampir semua Anex-nya. Peraturan-
peraturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Konvensi Chicago
tahun 1944.
Teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat, begitu-
pun perkembangan teknologi penerbangan dan teknologi ­keamanan
penerbangan. Sehingga akhirnya permintaan masyarakat semakin
bertambah. Maka kualitas pelayanan kepada pengguna pun harus
ditingkatkan.
Teknologi berperan penting dalam industri penerbangan ­nasional
karena:

INACA Berkiprah 67
Regulasi Penerbangan Nasional

a) Industri penerbangan membutuhkan informasi yang akurat,


cepat, dan tepat waktu. Ini untuk meningkatkan respon yang
lebih cepat dalam rangka menaikan kualitas pelayanan kepada
masyarakat. Peran digitalisasi sangat besar karena kebutuhannya
terus bertambah maka kapasitasnya pun harus ditingkatkan.
b) Industri penerbangan membutuhkan pelayanan yang cepat.
­Digitalisasi mempengaruhi sensitivitas tingkat pelayanan men-
cakup operator penerbangan, operator bandara, dan operator
navigasi penerbangan.
c) Interkoneksi pesawat juga memerlukan informasi cepat dan
­akurat jadi membutuhkan teknologi digital. Dan digitalisasi yang
dapat memenuhi keperluan tersebut.

Teknologi digital dalam industri pener-


Industri bangan nasional sudah menggema lebih
penerbangan dari 10 tahun lalu. Realitasnya, ­digitalisasi
membutuhkan telah dimulai sejak awal tahun 2000 atau
informasi yang awal abad XXI. Tetapi belum ­disadari
akurat, cepat, ­sepenuhnya. Misalnya dalam pemesanan
dan tepat tiket, ­interkoneksi antar-pesawat, ­publikasi
waktu. harga tiket, dan lain-lain.
Masyarakat pada umumnya selalu tertarik
dan memperhatikan hal-hal ­menyangkut
bisnis angkutan udara. Masyarakat ­merasakan keterkaitan langsung
dengan hal tersebut. Sedangkan peraturan-peraturan ­keselamatan
dan keamanan penerbangan tidak berkaitan langsung. ­Sehingga pe-
rubahan-perubahan regulasi oleh Pemerintah lebih banyak terkait
dengan bisnis penerbangan.
Pola ‘Hub and Spoke’ tidak lagi efektif diarahkan oleh Pemerin-
tah. Sebagaimana diketahui, pada dekade 1970-an, Pemerintah
mengarahkan maskapai-maskapai penerbangan membuat pool
pelayanan ‘Hub and Spoke’ dengan menetapkan operational base
bagi masing-masing maskapai penerbangan. Pemerintah sempat
mengatur operational base Garuda Indonesia di Jakarta, Merpati di
Surabaya, Bouraq di Banjarmasin, dan Mandala di Manado. Namun
kenyataannya, hub and spoke itu tidak berjalan.

68 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional

C. Era pembabakan peraturan bisnis


angkutan udara di Indonesia
Cucuk Suryo Suprodjo membagi era pembabakan peraturan
bisnis angkutan udara di Indonesia sebagai berikut:
1. Era dibatasinya pemberian izin bagi maskapai penerbangan
menggunakan pesawat bermesin jet. Hanya ada dua maskapai
yang diizinkan menggunakan pesawat jet yakni Garuda ­Indonesia
(berjadwal) dan Pelita Air Service (tidak berjadwal) dalam era
ini.
2. Era perusahaan penerbangan swasta diizinkan menggunakan pe-
sawat jet. Di era ini perusahaan-perusahaan yang menggunakan
pesawat jet adalah Garuda Indonesia, Pelita Air Service, Merpati,
Sempati, Mandala, dan Bouraq.
3. Era deregulasi awal yakni tidak ada pembatasan jumlah maska-
pai penerbangan dan pemakaian pesawat jet mulai awal tahun
2000-an atau awal abad XXI, yakni:
(1) Deregulasi awal terjadi setelah krisis moneter. Waktu itu
peran moda transportasi lain, transportasi darat dan laut,
­menurun. Karena pembangunan infrastrukturnya terlambat,
pemeliharaan infrastrukturnya dan moda transportasinya
pun terlambat. Waktu itu, untuk membangun transportasi
udara dinilai memerlukan investasi relatif lebih kecil.

INACA Berkiprah 69
Regulasi Penerbangan Nasional

(2) Setelah insiden 9/11 pada 11 September 2001 di New York,


Amerika Serikat, banyak pesawat grounded, tidak terbang.
Harga sewa pesawat turun atau murah. Waktu itu biaya
­operasional penerbangan pun turun sehingga harga tiket
­pesawat menjadi lebih murah.
(3) Kemudian Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No.5
Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli dan Per-
saingan Usaha Tidak Sehat.
(4) Deregulasi di tahap awal ini mempertimbangkan, dengan
dibuka kesempatan tumbuh bagi maskapai penerbangan
baru maka harga tiket akan turun, jumlah armada akan me­
ningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah operator, dan
akan terjadi persaingan usaha yang lebih sehat.
(5) Tarif mulai diatur. Tarif yang diatur hanya tarif batas atas se-
dangkan tarif batas bawah tidak diatur. Alasan hanya tarif
batas atas saja yang diatur adalah untuk menghindari tarif
yang terlalu tinggi karena pada rute-rute atau tujuan-tujuan
tertentu hanya dilayani oleh satu maskapai penerbangan

70 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional

saja. Pengawasan tarif batas bawah tidak mudah. Selain itu,


maskapai penerbangan baru memerlukan promosi, salah satu
di antaranya menawarkan tiket murah. Maka dengan tidak
diaturnya tarif batas bawah itu diharapkan akan membantu
usaha maskapai penerbangan baru. Dan kebijakan semacam
ini pun telah diberlakukan di luar negeri.
(6) Melalui KM No. 35/2005 Kementerian Perhubungan meng-
atur tarif batas atas dan Angka Referensi. Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara membuat Angka Referensi untuk meng­
awasi tarif batas bawah yang tidak diatur oleh pemerintah. Ini
adalah jalan tengah yang diambil oleh pemerintah waktu itu.
Agar keselamatan dan keamanan penerbangan tetap ­dapat
dijaga. Angka Referensi bukan tarif batas bawah. Tetapi te-
lah diperhitungkan secara seksama dan hanya digunakan di
lingkup internal regulator. Angka Referensi digunakan untuk
memudahkan pengawasan oleh para Inspektur di Dirjen Per-
hubungan Udara dalam melaksanakan tugasnya. Dan secara
tidak langsung langkah tersebut pada akhirnya diperhatikan
juga oleh maskapai-maskapai penerbangan.
4. Era deregulasi kedua yakni terkait tarif dan usaha/bisnis angkut­
an udara setelah UU No.1/2009 berlaku.
(1) Pada tahun 2010 Pemerintah melalui Kementerian Perhubun-
gan mengatur lagi tarif angkutan udara melalui KM No. 26 ta-
hun 2010. Pengaturan tarif dibuat dalam dua pola yaitu tarif
batas atas dan tarif referensi (batas bawah).
(2) Puncak deregulasi terjadi pada tahun 2014. Pelayanan
­angkutan udara mengarah ke liberalisasi.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan multiairlines services yakni
satu rute bisa dilayani oleh lebih dari satu maskapai penerbangan,
dan mengambil langkah Barrier to Entry, untuk menjamin pelayan-
an transportasi udara kepada masyarakat tidak berhenti. Kebijakan
tersebut telah dimulai sejak awal tahun 2000-an.
Kebijakan-kebijakan Pemerintah terkait bisnis transportasi
udara tergantung pada kebutuhan saat itu. Perubahan-perubahan
­kebijakan karena kebutuhannya berubah-ubah. ­Memang kebijakan-
­kebijakan yang diambil ha­rus konsisten. n

INACA Berkiprah 71
7

72 INACA Berkiprah

72 INACA Berkiprah
Kemitraan
dengan
Pemerintah

INACA Berkiprah 73

INACA Berkiprah 73
Kemitraan dengan Pemerintah

Pilots take no special joy in walking. Pilots like flying.


— Neil Armstrong —

H
arga sewa pesawat di dunia turun pada awal tahun
­2000-an. Total biaya operasional penerbangan (Total
­Operational Cost/ TOC) pun ikut turun dan harga jual
tiket menjadi ­lebih murah. Transportasi udara menawar-
kan kecepatan tiba di tujuan dan hal ini menarik minat masyarakat
berpindah moda transportasi. Sejak itu permintaan terhadap trans-
portasi udara terus tumbuh, jumlah penumpang terus naik, dan
akhirnya kebutuh­an terhadap armada pesawat dan bandar udara
juga meningkat. Perkembangan tersebut berlangsung seakan tak
terbendung.
Awal tahun 2016. Nilai tukar rupiah berada di tingkat Rp 13.898
per 1 dollar AS. Sebelumnya, nilai tukar rupiah di penutup tahun
2015 lebih kuat 2,34% yakni sebesar Rp 13.436. Fluktuasi nilai ­tukar
mata uang yang bisa terjadi setiap saat merupakan satu diantara
sekian banyak tantangan yang harus dihadapi pelaku industri
­penerbangan.
Misalnya, kontrak bisnis menyewa dan penyewaan pesawat
­dengan perusahaan asing dilakukan dalam mata uang dollar AS.
Sedangkan Pemerintah mengatur semua transaksi harus meng-
gunakan rupiah. Untuk mengatasi hal ini INACA mengupayakan
maskapai-maskapai penerbangan nasional anggotanya bisa meng-
gunakan nilai tukar rupiah berdasarkan konversi Jakarta Inter­
change Spot Dollar (JISDOR).
Pemerintah menggulirkan program Pengampunan Pajak pada
tahun 2016. Salah satu dari dampak program itu adalah nilai ­tukar
­rupiah cukup menguat rata-rata di kisaran Rp 13.100 selama ­periode
Juni sampai dengan Oktober 2016. Nilai tukar rupiah yang stabil itu
membuat harga bahan bakar avtur relatif stabil. Dan ­biaya-biaya
lain dalam industri penerbangan relatif tidak fluktuatif sepanjang
tahun 2016
Dalam mengelola isu-isu dan permasalahan-permasalahan
semacam itu, INACA tampil sebagai badan yang mewakili kepen­
tingan maskapai-maskapai penerbangan nasional saat menghadap
ke otoritas yang menetapkan kebijakan-kebijakan pemerintah.

74 INACA Berkiprah
Kemitraan dengan Pemerintah

­ eran INACA diakui besar sekali dan cukup mendalam. Dan sebagai
P
mitra kerja Pemerintah telah bekerja sama dengan baik.
Peraturan di bawah undang-undang bersifat fleksibel dan
bisa sering kali berubah-ubah. Maka pada waktu merencanakan
­peraturan baru ataupun mengubah peraturan, Pemerintah se-
lalu mengikutsertakan INACA. Pemerintah akan selalu meminta
pendapat dan berdiskusi tatap muka dengan pemangku kepen­
tingan ­penerbangan nasional termasuk INACA. Selaku mitra kerja
­Pemerintah, INACA harus mengikuti perkembangan bisnis pener-
bangan baik di domestik maupun di kawasan regional dan global.
Pemerintah juga melakukan dengar pendapat dengan DPR untuk
merumuskan peraturan-peraturan.
Sebelum suatu peraturan ditetapkan, INACA berperan menso-
sialisasikannya kepada anggota. Dan setelah peraturan ditetapkan,
Kementerian Perhubungan melibatkan lagi INACA untuk men­
sosialisasikan dan menyebarluaskan peraturan-peraturan baru ke-
pada anggota dan masyarakat. Sehingga publik lebih mengetahui
dan memahaminya secara detil.
Dalam relasi kemitraan antara Pemerintah dan INACA, ­paling
alot dalam membahas peraturan terkait bisnis penerbangan.
­Terutama terkait penetapan tarif. Karena penetapan tarif menyang-
kut ­kepentingan publik (masyarakat), dan strategi bisnis maskapai
penerbangan yang masing-masing berbeda-beda.

INACA Berkiprah 75
Kemitraan dengan Pemerintah

Kementerian Perhubungan harus bijaksana dalam menetapkan


tarif. Pemerintah harus memperhatikan daya beli masyarakat. Di
saat yang sama, penetapan tarif mesti menjamin keberlangsungan
usaha/bisnis dan maskapai penerbangan memberikan pelayan-
an yang baik kepada konsumen. Dan selaku regulator, harus me-
mastikan operator penerbangan memenuhi syarat dan menjamin
­keselamatan dan keamanan penerbangan.
Dengan kata lain, tarik-menarik dalam relasi kemitraan ini pal-
ing sering terjadi dalam hal :
1) Penentuan tarif tiket pesawat. INACA sebagai asosiasi mewakili
kepentingan pengusaha/maskapai penerbangan, dan pemerin-
tah mewakili kepentingan publik.
2) Masih ada jarak antara manajemen airlines dan manajemen
­airport. INACA mengupayakan agar bagaimana anggotanya mem-
peroleh pelayanan yang baik dari operator-operator b
­ andara.
3) Jarak juga masih terjadi antara airlines dengan pengelola ­navigasi,
Airnav. INACA terus mendorong Airnav memberikan pelayanan
yang baik kepada operator-operator penerbangan sesuai ­dengan
peraturan dan ketentuan industri penerbangan.

Dalam hal navigasi, tentu paling alot terkait slot time. Karena
pemberian slot time dilakukan melalui rapat koordinasi antara
­Airnav, operator bandara, dan airport administrator (Kementerian
Perhubungan).
Tantangan terbesar bagi maskapai penerbangan nasional ­adalah
masih berpola ‘single fighter’. Kecuali Garuda Indonesia yang sudah
masuk ke kancah persaingan global dengan melakukan kerja sama
aliansi global SkyTeam.
Di era sekarang, sudah bukan lagi masa maskapai penerbangan
bersaing secara individual. Apalagi dalam waktu dekat akan diber-
lakukan ASEAN Single Aviation Market (ASAM).
Apabila pola seperti itu tetap dibiarkan oleh Pemerintah maka
dikhawatirkan dalam jangka pendek akan terjadi krisis pelayanan
angkutan udara di dalam negeri yang disebabkan maskapai pe­
nerbangan bangkrut, atau mekanisme pelayanan diganti dengan
sistem monopoli atau oligopoli.
Dalam jangka panjang, ada hal yang sangat dikhawatirkan ­yakni

76 INACA Berkiprah
Kemitraan dengan Pemerintah

pencabutan pemberlakuan asas cabotage, baik oleh maskapai


­penerbangan asing ataupun maskapai penerbangan nasional yang
mayoritas sahamnya dikuasai asing. Karena maskapai ­penerbangan
nasional di dalam negeri sudah tidak mampu melayani seluruh rute
penerbangan domestik.
Cucuk Suryo Suprodjo berpandangan, ada beberapa hal perlu
diantisipasi yaitu:
4Menghidupkan atau melaksanakan kembali, melalui ‘­pemaksaan’,
pola ‘hub & spoke’.
4Evaluasi formula tarif. Menurutnya, Indonesia bisa ­mengambil
contoh Uni Eropa sebelum liberalisasi penuh tahun 2002. Pada
­tahun 1997 Komisi Penerbangan Eropa menerapkan tarif
­ekonomi dengan ketentuan sekian persen di bawah atau di atas
tarif yang ditetapkan wajib lapor atau atas persetujuan Komisi.
4Mendorong kerja sama antarmaskapai penerbangan nasional
yaitu tidak harus suatu rute dilayani oleh perusahaan pener-
bangan nasional, tapi harus dilakukan kerja sama, khususnya di
rute-rute yang tidak padat atau kurang padat.
4Evaluasi jam operasi bandar udara (bandara), khususnya ban-
dara-bandara yang dikelola oleh Pemerintah (UPBU). Sehingga
tidak terjadi penumpukan penerbangan di bandara pada jam-
jam tertentu sebagai akibat dari keterbatasan jam operasional di
bandara tujuan.
4Meningkatkan peran INACA dalam setiap pengambilan kebijakan
yang bersifat nasional, bukan hanya untuk kepentingan INACA
saja. n

INACA Berkiprah 77
8
78 INACA Berkiprah
Navigasi
Penerbangan

INACA Berkiprah 79
Navigasi Penerbangan

Perencanaan yang baik senantiasa membantu.


Akan tetapi waktu yang dihabiskan dengan rasa was-was
dan menunda-nunda sangatlah menguras energi.

­— Pepatah Bijak —

A
irNav Indonesia adalah Perusahaan Umum (Perum) Lem-
baga Penyelenggara Pelayanan Navigasi ­Penerbangan
­Indonesia (LPPNPI), merupakan Badan Usaha Milik
­Negara (BUMN) yang berdiri pada tanggal 13 September
2012. Pendirian perum ini sesuai amanat Undang-Undang No.1
­tahun 2009 tentang Penerbangan.
Tugasnya adalah menyediakan pelayanan navigasi penerbangan.
Sebelumnya, tugas-tugas tersebut ditangani oleh beberapa pihak
yaitu PT AP1, PT AP2, Pemerintah melalui Dirjen Angkutan Udara
dan otoritas di bandara. Presiden Susilo Bambang ­Yudhoyono satu
ketika membentuk Tim EKKT (Evaluasi Keselamatan Kecelakaan
Transportasi), yang diketuai oleh Marsekal (Purn) Chappy Hakim,
inilah yang kemudian menyarankan agar navigasi penerbangan di
Indonesia dijadikan berada di bawah single provider dan disebut
­sebagai lembaga penyelenggaraan pelayanan navigasi ­penerbangan
Indonesia (LPPNPI). Ketentuan mengenai single ­provider ­kemudian
dimasukkan tercantum di dalam UU pe­nerbangan tahun 2009
­tersebut.
BUMN ini mengelola seluruh ruang udara Indonesia yang dibagi
menjadi dua Flight Information Region (FIR) yaitu Jakarta FIR dan
Ujung Pandang (Makassar) FIR. Beroperasinya dengan delapan kan-
tor cabang dan 18 kantor distrik di seluruh Indonesia. Sejak 2015,
AirNav mengelola ruang udara FIR Jakarta dengan ­membaginya
menjadi 12 sektor atau daerah wilayah udara. Dan sejak 2017
wilayah udara FIR Ujung Pandang pun dibagi ke dalam 12 sektor.
Sibuk dan padat lalu lintas di udara Indonesia. Maka, AirNav me-
merlukan tingkat kepekaan tinggi terhadap gejala pertumbuhan
industri penerbangan yang relatif terus meningkat. Dengan jum-
lah armada setiap maskapai penerbangan yang terus bertambah,
setiap pergerakan pesawat akan memerlukan pemantauan atau

80 INACA Berkiprah
Navigasi Penerbangan

monitoring yang semakin ketat, dan komunikasi juga akan semakin


ramai dan sensitif.
Data yang dirilis oleh Air Nav­ menunjukkan­ peningkatan ­trafik
tersebut seperti ini:

Itu menunjukkan jumlah pemberangkatan dan pendaratan pesa-


wat di Indonesia yang dilayani oleh AirNav setiap bulan.
Luas Indonesia digambarkan antara lain dengan, ukuran pan-
jangnya lebih kurang sama dengan jarak dari London, Inggris hing-
ga ke Istambul, Turki. Ini bisa dianalogikan, Indonesia seluas Uni
Eropa yang beranggotakan 28 negara. Jadi, sebegitu luas wilayah
udara yang dikelola oleh Air Navigation Indonesia (AirNav).
Sejak mulai beroperasi pada tahun 2012, AirNav telah melaku-
kan beberapa restrukturisasi ruang udara penerbangan Indonesia
seperti digambarkan di atas. Tujuan restrukturisasi: (1) Meningkat-
kan kapasitas ruang udara; (2) Meningkatkan tingkat keselamat­
an; (3) Meningkatkan kewaspadaan ATC; (4) Mengurangi beban
­komunikasi.

INACA Berkiprah 81
Navigasi Penerbangan

Selama pesawat berada di wilayah FIR, AirNav mengatur dan


memberi izin kepada pilot berapa ketinggian pesawat, memberi-
tahukan arah yang mesti ditempuhnya, hingga mengatur jam
­berangkat dan jam ketibaan penerbangan.
Sebenarnya permasalahan ini sudah lama terjadi. Operator-
­operator penerbangan cenderung memperebutkan slot time pada
jam sibuk atau golden time. Peak hour berlangsung antara pukul
06.00–09.00 di pagi hari dan antara pukul 16.00–17.00 di sore hari.
Inilah yang mengakibatkan kepadatan jadwal penerbangan. Pada
waktu-waktu itu beban kerja yang tinggi terkonsentrasi di pengatur
operasional penerbangan, baik di sisi bandara, ground handling,
maskapai penerbangan, hingga pengatur navigasi penerbangan.
Sementara, di luar golden time jadwal penerbangan cenderung
sedikit, atau bahkan boleh disebut kosong.
Permasalahan serupa itu antara lain yang harus dikelola dengan
tepat oleh Air Nav.
Apabila diperhatikan, setiap periode, misalnya Natal dan
­Tahun Baru, penerbangan tambahan (extra flight) cukup banyak
­dijadwal­kan pada waktu-waktu yang dianggap bukan waktu favorit

82 INACA Berkiprah
Navigasi Penerbangan

­ enumpang dan operator. Seperti jadwal penerbangan pada siang


p
dan tengah hari, atau pada malam hingga dini hari.
Ini satu indikasi positif. Jika penerbangan dengan time slot
­tersebut bisa dilaksanakan di luar peak season, slot time pener-
bangan pada hari-hari biasa (weekdays) akan bisa disebar lebih
merata sepanjang tahun. Dengan demikian, beban kerja pengatur
­penerbangan juga bisa lebih diratakan dan lebih ringan karena
konsentrasi ­pengawasan bisa dilaksanakan dengan waktu yang
lebih m ­ erata.
Pertumbuhan industri penerbangan Indonesia secara kuantitatif
berpacu dengan kecepatan kebutuhan peningkatan fasilitas dan
­infrastruktur yang mendukung industri penerbangan, juga mendu-
kung AirNav dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Bandara Internasional Soekarno-Hatta merupakan salah satu
contoh keadaan ekstrim kepadatan pergerakan lepas landas-
­mendarat pesawat-pesawat. Di situ AirNav berperan sangat besar
dan penting dalam mengelola time slot yakni membagi dan menen-
tukan jadwal penerbangan bagi para operator penerbangan. Di situ
juga menonjol koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai pihak
terkait di bandara.
Peran dan tanggung jawab AirNav di Bandara Soekarno-Hatta
tercermin dari bagaimana meningkatkan efisiensi penggunaan
fasilitas dan prasarana. Lihatlah bagaimana AirNav meningkatkan
jumlah pergerakan pesawat dari 68 pergerakan per jam pada 2013
menjadi 81 pergerakan pada tahun 2017.
Bandara Husein Sastranegara, Bandung, adalah contoh lain
bandara yang mengalami peningkatan tinggi dalam kuantitas
­pergerakan pesawat maupun jumlah penumpangnya. Di bandara
ini, AirNav bersinergi dengan TNI Angkatan Udara membangun
dan mengoperasikan menara (tower) baru. Pembangunan me-
nara ini guna memaksimalkan pelayanan pengaturan lalu lintas
­penerbangan niaga dan penerbangan militer.
Menara baru menggantikan fungsi menara lama yang telah ber­
usia hampir 100 tahun melayani pengaturan take off dan ­landing
pesawat-pesawat di bandara tersebut. Sinergi kedua institusi ini
­dalam bentuk pembangunan menara dilaksanakan oleh TNI AU,
dan kelengkapan fasilitas tower set terbaru dilakukan oleh AirNav
sebagai investasi.

INACA Berkiprah 83
Navigasi Penerbangan

Bandara Husein Sastranegara waktu itu (September 2018) telah


melayani pengaturan lalu lintas pesawat yang datang dan pergi
­sebanyak 70 penerbangan per hari di rute domestik dan 14 pener-
bangan di rute internasional.
Dikutip dari media, Direktur Operasi AirNav Indonesia Wisnu
Darjono mengatakan, AirNav mendukung dengan peralatan dan
perlengakapan fasilitas terbaik dengan teknologi mutakhir. Seh-
ingga diharapkan, pelayanan pengaturan lalu lintas penerbangan
dapat berjalan lebih baik, keamanan dan keselamatan penerban-
gan pun lebih terjamin.
“Karena peralatan yang AirNav Indonesia support berstandar
­internasional,” ujar Wisnu.
Tapi, AirNav masih mengahadapi tantangan sekaligus peluang
dalam waktu panjang. Jumlah bandara di seluruh Indonesia ham-
pir 300. Cukup banyak bandara dengan sarana dan prasarana da-
lam keadaan sangat minim. Di Papua misalnya. Secara kuantitatif,
jumlah bandara di pulau ini mengambil porsi sepertiga dari total
jumlah bandara di Indonesia. Tentulah itu memerlukan pembangu-
nan dan pengembangan oleh AirNav.
Sekarang ini saja, AirNav harus membangun 16 menara peng­
awas/pengatur lalu lintas udara di bandara-bandara yang su-

84 INACA Berkiprah
Navigasi Penerbangan

dah relatif besar. Menara-menara itu untuk bandara-bandara di


­Banjarmasin, Semarang, Balikpapan, Denpasar, Kertajati (Jawa
Barat), Pangkalpinang (Bangka, Bangka Belitung), Tanjung Pinang
(Bintan, Kepri), Pontianak, Silangit (Toba, Sumatera Utara), Ilaga
dan Wamena (Papua), Palu, Luwuk, Lampung, Solo, dan bandara
internasional baru di Kulon Progo, Yogyakarta. ­
Operator-operator bandara sendiri juga tengah disibukkan
­dengan memperpanjang landas pacu di Bandara Soekarno-
­Hatta (Jakarta), Bandara Juanda (Surabaya), dan Bandara I Gustri
­Ngurah Rai (­Denpasar, Bali). Di tahun 2019 ditargetkan, Bandara
­Soekarno-Hatta berkapasitas 90 pergerakan pesawat per jam; di
Bandara Juanda mengakomodasi 40 pergerakan pesawat per jam;
dan di Bandara I Gusti Ngurah Rai bisa mencapai 35 pergerakan
pesawat per jam.

INACA Berkiprah 85
Navigasi Penerbangan

Pada unsur navigasi, kepastian jaminan keselamatan operasi


penerbangan bertumpu pada Perum LPPNPI.
Dalam kaitan hal tersebut diatas, Perum LPPNPI berupaya me­
ningkatkan pelayanan melalui CNS (Communication, Navigation,
dan Surveillance).
Sesuai dengan Visi dan Misi Perum LPPNPI untuk menjadi Air
Navigation single provider satu-satunya di Indonesia dituntut untuk
memberikan pelayanan kelas dunia, dan salah satu upayanya ­adalah
melakukan kegiatan pengukuran tingkat kepuasan ­pelanggan.
Sehubungan dengan program kerja tahunan INACA 2018 telah
melaksanakan kegiatan Pengukuran Tingkat Kepuasan ­Pelanggan
atas semua aspek layanan yang diberikan oleh pihak Airnav (­Perum
LPPNPI).
Telah dilaksanakan kegiatan pengukuran Tingkat Pelayanan
­AirNav Indonesia di 10 (sepuluh) lokasi AirNav yaitu di Jakarta
(JATSC), Makassar (MATSC), Denpasar, Surabaya, Medan, ­Balik­papan,
Batam/Tanjung Pinang, Bandung, dan Ternate.
Kegiatan pengukuran Cockpit Crew Satisfaction Index (CSI)
­dilakukan oleh tim lokal AirNav di 10 daerah pelayanan selama
­periode bulan Desember 2018. Responden yang terlibat di da-
lamnya terdiri dari 1.015 Kapten Pilot, 844 Co-pilot penerban-
gan ­domestik, dan 171 pilot penerbangan internasional. Hasilnya
­sebagai ­berikut:

86 INACA Berkiprah
AirNav Berperan

Adapun aspek-aspek yang menjadi sorotan utama dalam kertas


kuesioner yang disebarkan adalah :
A. Readability of the VHF/HF radio communication facilty
B. Serviceability of the navigation aids facility
C. Provision of weather information services
D. Provision of Instruction and clearance from the ATC (Tower)
E. Provision of instruction and clearance from the ATC (APP/ACC)
F. Phraseology of instruction and clearance from ATC
G. ATC responsiveness in conformity with Pilot’s request
H. ATC responsiveness in emergency or abnormal situation
I. Landing and departure Procedures
(ILS/VOR-DME/NDB/PBN-RNAV/Approach)
J. Provision of Aeronautical information services
(NOTAM/Publication Information Bulletin)
Z. OVERALL

INACA Berkiprah 87
Navigasi Penerbangan

Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data yang diterima oleh


Tim INACA , didapat hasil sebagai berikut :
Hasil Pengukuran Service Quality Index (SQI) yang merupakan
agregat dari Cockpit Crew Satisfaction Index (CSI) dan Observed
­Quality Index (OQI) pada tahun 2018 mencapai 4,31 point dengan
interpretasi Sangat Puas.

Service Quality Index 2018 — AirNav Indonesia

Beberapa catatan dari aspek-aspek yang dinilai Cockpit Crew dan


perlu mendapat perhatian dan perbaikan dari AirNav Indonesia
adalah sebagai berikut :
Pilot Domestik :
1. Landing and Departure PROCEDURE (ILS) and Serviceability
of Navigation Aids Facility.
2. Provision of WEATHER Information Services.
3. PHRASEOLOGY of instruction and clearance from ATC.

88 INACA Berkiprah
Navigasi Penerbangan

Pilot International :
1. Provision of WEATHER Information Services.
2. Provision of instruction and clearance from APP/ACC.
3. PHRASEOLOGY of instruction and clearance from ATC.
4. ATC RESPONSIVENESS in emergency or abnormal situation.

S Q I = 4,31

Selanjutnya, walaupun sudah mencapai hasil yang memuas-


kan (SQI 4,31), Airnav Indonesia atau Perum LPPNPI harus tetap
terus berupaya meningkatkan pelayanan navigasi melalui pening-
katan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur dan modernisasi
­peralatan demi memberikan pelayanan yang prima bagi pengguna
jasa, khususnya anggota INACA sebagai Stakeholders utama. Tugas
beratnya yang belum juga terlaksana adalah mengambil alih sektor
A-B-C, meskipun sebenarnya kemampuan AirNav Indonesia sudah
mumpuni. n

INACA Berkiprah 89
90
9
INACA Berkiprah
Tarif, dan
Harga
Jual Tiket

INACA Berkiprah 91
Tarif, dan Harga Jual Tiket

People say the customer is always right,


but you know what, — they are not.
Sometimes they are wrong and they need to be told so….

— Michael O’Leary, Ryanair —

D
ari perspektif maskapai penerbangan terdapat dua isu
­besar sebelum tahun 2000. Isu pertama adalah soal tarif
atau harga tiket. Isu kedua adalah persamaan hak meng-
gunakan armada pesawat jet oleh maskapai-maskapai
­penerbangan nasional. Kedua isu tersebut selalu cenderung berkem-
bang menjadi kontroversi dan ramai dibicarakan oleh masyarakat
melalui media.
Tahun 1984. Garuda Indonesia mulai dipimpin oleh Direktur
Utama baru R.A.J. Lumenta, menggantikan Wiweko Soepono.
­Kemudian, Direktur Niaga Garuda Indonesia waktu itu M. ­Soeparno
menggantikan Lumenta sebagai direktur utama. Pada waktu di­
pimpin oleh M. Suparno maskapai milik pemerintah ini baru masuk
menjadi anggota INACA. Di dalam organisasi air carriers Indonesia
ini Garuda Indonesia langsung dilibatkan di bagian pertarifan da-
lam industri penerbangan nasional.
Lalu Garuda Indonesia menugaskan Indra Setiawan di komite
bidang tarif penerbangan di INACA. Ketika itu Indra bekerja di
Biro Ekonomi Bagian Tarif kantor pusat Garuda Indonesia. Dia juga
pernah diangkat sebagai Direktur Niaga Merpati (1997), namun di
­INACA tetap berada di komite yang membidangi urusan tarif.
Komite di bidang tarif ini termasuk melakukan riset pemasaran.
Masukan-masukan yang diberikan oleh INACA kepada pemerintah
cukup lengkap karena di dalamnya ada maskapai-maskapai milik
pemerintah Garuda Indonesia dan Merpati, dan maskapai-­maskapai
swasta seperti Bouraq, Mandala, dan Sempati Air. Saat itu INACA
masih dipimpin oleh Sularto Hadisumarto (Bayu Air) dan sekre-
taris jenderal Benny Rungkat (Bouraq).
Riwayat perjalanan dan perkembangan pengaturan tarif dan
­harga jual tiket penerbangan di Indonesia dapat diringkaskan
begini. Awalnya pemerintah menetapkan single tarif bagi dunia
­penerbangan nasional untuk menetapkan harga jual tiket oleh

92 INACA Berkiprah
Tarif, dan Harga Jual Tiket

Maskapai penerbangan legendaris.

maskapai penerbangan. Bermula berdasarkan tarif yang diusulkan


oleh maskapai BUMN Garuda Indonesia. Tetapi kemudian usulan
mengenai tarif diajukan oleh beberapa maskapai untuk kemudian
dipertimbangkan dan ditetapkan oleh pemerintah. Akhirnya keten-
tuan mengenai penetapan tarif penerbangan dimasukkan dalam
UU no. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Jadi, tarif penerbangan
ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Perhubungan.
Berdasarkan Undang-undang tahun 2009 tersebut, pemerintah
dengan memperhatikan pertimbangan dari KPPU (Komisi Peng­
awasan Persaingan Usaha), pemerintah menetapkan apa yang di­
sebut sebagai Tarif Referensi dengan menentukan Referensi tarif
batas bawah dan batas atas. Angka Referensi bukan tarif batas.
Tetapi angka itu digunakan sebagai referensi oleh para inspektur
di Dirjen Perhubungan Udara dalam mengawasi para operator dan
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan dengan lebih teliti
dan lebih mendalam. Pemerintah selaku regulator harus memas-
tikan maskapai-maskapai yang memberlakukan tarif di bawah
­Angka Referensi tetap bisa menjamin keselamatan penerbangan-
nya. Ini dilakukan oleh Kementerian Perhubungan untuk men-
jawab ­kekhawatiran publik, kalau harga tiketnya diturunkan maka
safety-nya pun mungkin akan diabaikan.

INACA Berkiprah 93
Tarif, dan Harga Jual Tiket

“Tapi sistem referensi tarif itu praktis tidak bisa berjalan,” ­Tengku
Burhanuddin menuturkan.
Pemerintah kemudian menentukan dengan mengadakan
ketetapan tarif batas sebagai batas harga jual tiket oleh maskapai
­penerbangan. Adapun tarif batas atas dan batas bawah itu diten-
tukan berdasarkan biaya-biaya yng diajukan oleh pihak maska-
pai ­penerbangan. Dalam hal itu pemerintah melalui Peraturan
Menteri Perhubungan no. PM 14 tahun 2016 tentang mekanisme
formulasi perhitungan dan penetapan tarif batas atas dan batas
bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara ni-
aga ­pe­numpang dalam negeri, komponen biaya-biaya angkutan
udaranya terdiri atas sebagai berikut :
(Komponen biaya-biaya jasa angkutan udara, ini juga yang mem-
bentuk TOC, Total Operating Cost bagi penerbangan) :

A. Biaya operasi langsung tetap


1. biaya penyusutan/sewa pesawat udara
2. biaya asuransi
3. biaya tetap crew
4. biaya gaji tetap teknisi
B. Biaya operasi langsung variabel
1. biaya pelumas
2. biaya bahan bakar minyak
3. biaya tunjangan crew
4. biaya overhaul/pemeliharaan
5. biaya jasa kebandarudaraan
6. biaya jasa pelayanan navigasi penerbangan
7. biaya jasa gedung handling penerbangan
8. biaya catering penerbangan
C. Biaya operasi tidak langsung
1. biaya organisasi
2. biaya pemasaran/penjualan.

Indra Setiawan menuturkan pengalamannya begini. Sejak


­ aruda Indonesia menjadi anggota, INACA mulai memberikan
G
­masukan-masukan, termasuk keluhan-keluhan, dari kalangan in-
dustri penerbangan nasional kepada Departemen Perhubungan.

94 INACA Berkiprah
Tarif, dan Harga Jual Tiket

Jumlah maskapai penerbangan relatif masih sedikit. Tetapi INACA


sudah memberikan banyak masukan kepada pemerintah. Dan salah
satu isu yang selalu menjadi paling hangat di industri pe­nerbangan
nasional adalah mengenai permasalahan tarif dan harga jual tiket
penerbangan kepada konsumen.
Garuda Indonesia mengambil peran utama terkait pertarifan
­penerbangan berjadwal nasional. Mengapa? Menurut Indra, pada
periode 1979–1980 maskapai ini pernah menaikkan tarif hingga
35%, kenaikan tarif terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
­Selain itu, ada kebijakan Departemen Perhubungan menjadikan
harga tiket Garuda Indonesia sebagai dasar menentukan harga tiket
yang boleh diberlakukan oleh maskapai-maskapai penerbangan
swasta.
Di dunia penerbangan Indonesia, yang disebut sebagai tarif,
ditetapkan oleh pemerintah, adalah komponen-komponen biaya
yang harus dibayar sebagai imbal jasa pengangkutan penumpang
termasuk biaya komisi, agen dan biaya-biaya lain. Sedangkan rate
adalah biaya yang harus dibayar oleh pengirim barang per kilogram
(kg). Sedangkan fares atau harga jual merupakan biaya yang harus
dibayar oleh penumpang saat memakai layanan transportasi udara,
yaitu tarif ditambah PPn (Pajak Penjualan), Asuransi, pajak pe-
layanan penumpang di bandara atau populer disebut psc, ­passenger
­service tax atau airport tax, dan lain-lain Asuransi (IWJR).
Dari pengertian tersebut, tarif tiket penerbangan sangatlah
­berperan penting di bidang penerbangan yang melibatkan para

INACA Berkiprah 95
Tarif, dan Harga Jual Tiket

penumpang, perusahaan penerbangan yang bersangkutan serta


pemerintah yang berperan sebagai regulator.
Penerapan tarif di bisnis penerbangan yang terlalu tinggi akan
bisa menyebabkan penumpang tidak dapat menikmati jasa trans-
portasi udara. Sebaliknya tarif terlalu rendah justru secara bisnis
bisa mengancam kelangsungan hidup perusahaan ­penerbangan.
Adapun bagi pemerintah sendiri, tarif merupakan salah satu
­sarana untuk bisa mengendalikan kebutuhan transportasi udara
oleh masyarakat dengan memperhatikan keberlangsungan hidup
bagi perusahaan penerbangan.

Kompetisi yang fair


Berdasarkan Undang Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanam­
an Modal Asing (PMA), kebijakan transportasi udara memperboleh-
kan adanya banyak perusahaan penerbangan tetapi terbatas (multi
limited airline system). Ini memungkinkan dibukanya perusahaan
­penerbangan milik swasta. Tetapi jenis pesawat udara dan tarif-
tarif dikendalikan oleh pemerintah. Hanya Garuda Indo­nesia yang
boleh menggunakan pesawat bermesin jet. Swasta hanya boleh
menggunakan pesawat udara bermesin baling-baling (­ propeller).
Adapun mengenai tarif, ditentu­kan dengan mengacu pada tarif
Garuda Indonesia, perusahaan pe­nerbangan swasta hanya boleh
menentukan tarif 15% dibawah tarif Garuda.
Pada era reformasi (1998) sampai tahun 2007, kebijakan trans-
portasi bersifat liberal. Ini untuk menunjang kebijakan pariwisata
nasional. Sehubungan itulah membuat atau mendirikan perusa-
haan penerbangan menjadi sangat mudah, persaingan menjadi
menghebat antara moda transportasi kereta api, darat, laut, antara
pemain lama dengan pemain baru, kemudian pemain baru dengan
pemain baru lain.
Agar terpelihara suatu kompetisi yang fair, bagaimanapun juga,
pengaturan, tindakan dan petunjuk-petunjuk dari pemerintah
tetap diperlukan, tentu di back-up dengan baik oleh peraturan pe-
rundang-undangan yang berlaku
Penerapan tarif batas juga merupakan kewenangan yang di­miliki
Pemerintah dalam memajukan maupun menjaga sektor ­industri
agar tetap berkembang. Berdasarkan Pasal 7 ayat (20) Undang

96 INACA Berkiprah
Tarif, dan Harga Jual Tiket

­ ndang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian dijelaskan bahwa


U
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembang­
an terhadap industri untuk:

1 Mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara


­sehat dan berhasil guna;

2 Mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta men­


cegah persaingan tidak jujur;

3 Mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh kelom-


pok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.

Anggota INACA merasakan peran penting organisasi dalam


­ onteks kondisi seperti itu. Hak menentukan dasar penghitungan
k
dan stuktur pertarifan ada di Departemen Perhubungan. Kebijakan
yang diambil oleh pemerintah pasti mempengaruhi dan menen-
tukan harga jual tiket oleh maskapai penerbangan. Keberadaan
­organisasi bisa menyampaikan aspirasi dan sudut pandang ­melihat
­permasalahan dan solusi dari pelaku industri penerbangan
­nasional. Sedangkan reaksi dan wacana publik yang dipublikasikan
di media massa paling banyak menyuarakan kepentingan publik
selaku ­konsumen.
INACA dalam hal ini berperan mempertemukan kepentingan
anggotanya, yakni maskapai-maskapai penerbangan, dengan ke-
pentingan konsumen dan kepentingan pemerintah cq Departemen
Perhubungan selaku regulator dan fasilitator.
Sampai tahun 1999, tarif tiket pesawat terus menjadi public
­issue. Danutirto, Menteri Perhubungan kala itu, meminta bertemu
dengan INACA. Pasca pertemuan tersebut, kebijakan baru dalam
pengaturan tarif penerbangan dan harga jual tiket pesawat mulai
diberlakukan. Pemerintah mengambil kebijakan mengadakan dan
menetapkan batas harga atas atau harga tertinggi, dan batas harga
bawah atau harga terendah. Dalam hal ini Garuda Indonesia pun
tidak boleh melanggarnya.
Perang tarif akhirnya melibatkan semua maskapai termasuk
perusahaan penerbangan charter. Ketika organisasi perusahaan
air charter IACA (Indonesia Air Charter Association) berdiri, di-
akuinya banyak juga menyuarakan isu perang tarif di antara

INACA Berkiprah 97
Tarif, dan Harga Jual Tiket

­ erusahaan-perusahaan air charter. Memang perang tarif ­lebih


p
banyak terjadi di antara maskapai-maskapai penerbangan
­berjadwal dibandingkan dengan yang terjadi di penerbangan tidak
­berjadwal.
Cucuk Suryo Suprodjo, Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Kementerian Perhubungan mulai dari Oktober 2002 sampai ­dengan
Agustus 2005, mengakui, yang paling alot dipermasalahkan memang
mengenai harga, tarif. Penetapan tarif batas atas dan batas bawah
tiket penerbangan diatur dengan Peraturan Menteri (­Permen).
­Sifatnya dinamis sekali. Contoh, ketika belum lama dikeluarkan
peraturan baru pada tahun 2016 ternyata peraturan itu diganti lagi
pada 2018. Dalam peraturan terbaru tahun 2018 ­dinyatakan, tarif
batas bawah dinaikkan dari 30% menjadi 35%.
Perubahan-perubahan peraturan terkait tarif bisa sering terjadi.
Pertimbangan perubahan tarif itu berkaitan di antaranya dengan
kenaikan harga avtur yang tinggi dan nilai tukar dollar Amerika
­Serikat yang menguat.

Suara INACA dan masyarakat


Terhadap setiap penentuan tarif, di antara seluruh ­perusahaan
penerbangan belum tentu bisa langsung tersusun satu ­su­ara atau satu
pendapat yang sama. Dengan kata lain, INACA yang ­menyalurkan
­kepentingan anggotanya yaitu ­perusahaan-­perusahaan pener­
bangan pun dihadapkan pada perbedaan pendapat di antara ang-
gotanya sendiri.
Pemerintah mendengarkan aspirasi perusahaan-perusahaan pen-
erbangan yang disampaikan oleh INACA. Pemerintah pun memper-
hatikan suara masyarakat. Dari sisi harga, pemerintah tentu mem-
perhatikan kemampuan daya beli masyarakat. Dan di sisi lainnya,
pemerintah mempertimbangkan pengaruh atau keterkaitan antara
harga tiket dengan pelayanan dan keselamatan ­penerbangan.
“Jika harganya ditinggikan, nanti bagaimana dengan ­kepentingan
masyarakat? Tapi, kalau harganya juga tidak tinggi, apakah itu akan
berdampak pada aspek keselamatan penerbangan? Apakah akan
terjadi penurunan pelayanan?” tutur Cucuk.
Akhirnya, banyak anggota INACA berpendapat, tarif batas bawah
memang harus diadakan. Jadi INACA mereferensikan tarif batas

98 INACA Berkiprah
Tarif, dan Harga Jual Tiket

bawah kepada pemerintah. Karena Kementerian Perhubungan


­sudah menetapkan tarif batas atas.
Tarif batas atas dipatok guna melindungi konsumen. Dan tarif
batas bawah ditentukan agar mampu melindungi produsennya
­(airlines).
Cucuk teringat pengalaman ketika fenomena LCC (low cost
­carrier) baru saja berkembang. Fenomena ini kemudian memuncul-
kan beragam pendapat di kalangan anggota INACA. Di samping itu,
setiap maskapai penerbangan mempunyai strategi masing-­masing
yang tepat bagi perusahaannya.
Pernah berlaku, bagi siapa yang menjual dengan harga di bawah
harga tiket Garuda Indonesia akan dikenakan sanksi denda. Prak-
tik tarif yang ditentukan oleh Garuda Indonesia bisa digolongkan
sebagai praktik kartel. Di negara lain, di Amerika Serikat misalnya,
­pe­ngaturan semacam itu melanggar antitrust law dan bisa dike-
nakan hukuman. Ini tantangan bagaimana mengawasi tarif batas
bawah. Semua maskapai penerbangan mungkin menjual kepada
publik pada harga yang sama, 100 rupiah misalnya. Tetapi, pen-
jualan tiket kepada agen-agen tentu pada tingkat harga yang ber-
beda dan di bawah harga publik. Lalu bagaimana ini diawasi dan
bagaimana bisa memberikan sanksinya?
Persaingan antarmaskapai penerbangan berkembang semakin
sengit. Masing-masing perusahaan berupaya dengan cara-cara yang
bervariasi dan taktik berbeda-beda.

INACA Berkiprah 99
Tarif, dan Harga Jual Tiket

Sempati Air pernah memperkenalkan skema On Time ­Guarantee


(OTG). Artinya, kalau pesawat mengalami keterlambatan maka
­operator akan memberikan kompensasi ganti rugi kepada pe­­
numpang berupa voucher. Dengan voucher tersebut, penumpang
bisa menggunakannya untuk membeli tiket perjalanan lain dan
akan mendapatkan potongan harga sebesar yang tercantum pada
voucher di agen penjual tiket. Ini memang taktik. Namun bukankah
itu berarti penurunan harga jual tiket?
Pada situasi dan kondisi demikian, INACA menghadapi masalah
yang dilematis. Terhadap Departemen Perhubungan selaku mitra
kerja pemerintah dan terhadap anggota yakni maskapai-maskapai
penerbangan. Selain itu juga harus menghadapi wacana yang di­
bicarakan oleh masyarakat dan media.
Wahyu Hidayat ialah Ketua INACA periode 2002, dan ­ pernah
menjabat sebagai Direktur Utama Merpati Nusantara Airline dan
Direktur Utama Pelita Air Service.
Pada masa itu dimana terjadi perang tarif dan pengawasan ter-
hadap operator-operator penerbangan oleh pemerintah belum
ketat, terjadi kecelakaan-kecelakaan. Untuk menanggapi kondisi
tersebut, Wahyu selaku Ketua INACA saat itu mengambil inisiatif.
Dia mengajak kepada maskapai-maskapai penerbangan nasional
­mengadakan koridor harga atau koridor tarif. Dari situ nantinya
muncul kebijakan tarif batas atas dan tarif batas bawah.

Batas atas, batas bawah


“Awalnya kami minta kepada pemerintah tarif batas atas
saja yang dipatok. Bukan tarif batas bawahnya,” ujar Wahyu.
­Mengapa?
Batas atas dipatok agar dapat melindungi konsumen. Wahyu
mencontohkan, di Papua atau Kalimantan, apabila hanya ada satu
operator saja yang mengoperasikan pesawat kecil intradaerah di
situ maka operator tersebut bisa memonopoli rute dan menetap-
kan harga setinggi-tingginya. Oleh sebab itu diperlukan ketentuan
batas atas.
Bagaimana dengan tarif batas bawah? Wahyu menjawabnya,
­“Biarkan saja dilepas ke persaingan di pasar.”
Namun insiden-insiden kecelakaan pesawat, publik ramai

100 INACA Berkiprah


Tarif, dan Harga Jual Tiket

­ empertanyakan dan membicarakan apakah penurunan harga


m
berdampak pada pengabaian keselamatan penerbangan? Hingga
akhirnya ditentukan floor price dan tidak ada yang diperbolehkan
menjual tiket dengan harga lebih rendah dari floor price atau batas
bawah yang telah ditetapkan.
Menurut Wahyu, sebenarnya pemerintah tidak perlu sam-
pai ­mengatur harga tiket pesawat (pricing). Karena di pasar
­internasional pun tidak ada pengaturan harga. Perang tarif ber-
langsung sengit pada periode 1998–1999 dan awal tahun 2000-an.
Persaingan sempat sedikit berkurang setelah Sempati Air berhenti
beroperasi.
Meruncingnya persaingan antarmaska-
pai penerbangan di­rasakan sekali pada era Di dunia
Reformasi. Menteri Perhubungan Agum Gu- penerbangan
melar menerapkan kebijakan baru ­dengan sipil, yang
semakin mempermudah pendirian air­ paling alot itu
lines pada tahun 1998. Maka di awal tahun isu tarif dan
2000-an lahir beberapa airlines baru secara ­harga jual tiket
beruntun. Ketika itu biaya peng­operasian pesawat.
pesawat cukup murah. ­Indonesia pun mu-
lai mengenal low cost carrier dan memasuki era pasar bebas.
Menurut Ketentuan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang ­Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dikemukakan
bahwa pelaku usaha di Indonesia, dalam hal ini maskapai, di dalam
menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku
usaha dan kepentingan umum. Dengan adanya landasan tersebut
setiap perusahaan, atau maskapai, tidak diperbolehkan menetap-
kan harga sekehendaknya, tetapi harus sesuai mekanisme dan for-
mulasi yang telah ditetapkan agar tercipta persaingan yang sem-
purna. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan
amanat UU No. 5 Tahun 1999 untuk melakukan pengawasan guna
menciptakan iklim persaingan usaha yang kondusif.
Peraturan tarif batas bawah dalam Peraturan Menteri Perhu­bung­
an No. 14 Tahun 2016, memperlihatkan adanya upaya ­pemerintah
dalam menjaga persaingan usaha antar pelaku (­maskapai) tetap
kondusif. Karena jika tidak ada Batasan penerapan tarif bawah,
maka penerapan tarif ini akan ditentukan oleh mekanisme pasar.

INACA Berkiprah 101


Tarif, dan Harga Jual Tiket

Sehingga maskapai bisa saja menjual tiket dibawah biaya opera-


sional, perusahaan/maskapai yang tidak mampu bertahan dampak-
nya akan mengalami gulung tikar.
Garuda Indonesia yang selama ini berada di depan dalam per-
tarifan angkutan udara pun mesti beradaptasi di era pasar bebas
dengan jumlah operator penerbangan di dalam negeri berlipat kali
daripada sebelum tahun 2000.
Pada tahun 2001 KPPU memberikan rekomendasi kepada
­Kemenhub agar mencabut Keputusan Menteri Perhubungan
­Nomor 25 Tahun 1997. Kepmenhub ini memberikan wewenang
kepada ­INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara untuk
menetapkan tarif angkutan udara kelas ekonomi. Pelimpahan we-
wenang kepada INACA dianggap KPPU sama dengan melegalkan
praktek kartel tarif penerbangan.
Bunyi Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 25 Tahun 1997
adalah sebagai berikut :
“Penyesuaian besaran tarif penumpang angkutan udara niaga
berjadwal dalam negeri kelas ekonomi untuk masing-masing rute
penerbangan, dilaksanakan oleh Asosiasi Perusahaan ­Penerbangan
Nasional Indonesia atau Indonesia National Air Carriers Associa­
tion (INACA) berdasarkan tarif dasar sebagaimana dimaksud da-
lam ayat (2) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 61 Tahun
1996, dan setelah dikonsultasikan kepada Menteri Perhubungan.”
­Menteri Perhubungan saat itu Dr. Haryanto Dhanutirto.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2016
­Tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan Dan Penetapan Tarif
Batas Atas dan Bawah Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara
Niaga Berjadwal Dalam Negeri, khususnya penerapan tarif batas
bawah ­merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam menjaga
agar penerapan tarif penerbangan tidak terlalu rendah. Disebutkan
bahwa tarif batas bawah penumpang serendah-rendahnya 30%
dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan yang diberikan.
Salah satu kriteria industri penerbangan yang sangat dinamis
adalah padat regulasi, ini terbukti dengan diterbitkannya ­Peraturan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 20 Tahun
2019 Tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas
Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Ber-
jadwal Dalam Negeri, mencabut Peraturan Menteri Perhubungan

102 INACA Berkiprah


Tarif, dan Harga Jual Tiket

Nomor PM 14 Tahun 2016. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor


PM 20 Tahun 2019 disahkan tanggal 28 Maret 2019. Dalam Pasal
29 Ayat (1) disebutkan Menteri dapat mengatur besaran tarif batas
bawah yang ditetapkan oleh Badan Usaha Angkutan Udara Niaga
Berjadwal.
Ketentuan Pasal 11 PM 20 Tahun 2019 mengharuskan diatur
mengenai tarif batas atas dalam Keputusan Menteri Perhubungan
Tentang Tarif Batas Nomor KM 72 Tahun 2019 Tentang Tarif Batas
Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga
Berjadwal Dalam Negeri. Dimana dalam Diktum Keempat KM 72
Tahun 2019 ditetapkan tarif batas bawah penumpang pelayanan
kelas ekonomi paling sedikit 35% dari tarif batas atas sesuai kelom-
pok pelayanan yang ditetapkan.
Jauh dari sorotan publik, pelaku air charter mengungkapkan,
ketimbang persoalan tarif mereka lebih membutuhkan pengertian
dan dukungan penuh pemerintah. Di antara mereka pun bukan
tidak ada persoalan tarif.
Ari D. Singgih (Premiair) menerangkan, banyak sekali air char­
ter di Indonesia melayani penerbangan ke daerah-daerah peda-
laman. Agar bisa beroperasi mereka membutuhkan bandara yang
aman. Peralatan dan kelengkapan navigasi penerbangan perlu
dipasang. Tingkat kecelakaan (rate of accident) dalam operasional
­penerbangan charter di Indonesia lebih tinggi daripada penerban-
gan berjadwal. Rata-rata airlines penerbangan berjadwal melayani
penerbangan dari kota besar ke kota besar. Sedangkan pesawat
charter terbang ke daerah pedalaman yang tidak mempunyai fasili-
tas memadai dan cuaca yang sering berubah-ubah.
Menurut Wahyu Hidayat, pernah memimpin Pelita Air Service,
di sektor penerbangan charter relatif tidak terjadi permasalahan
terkait tarif. Karena konsumen menyewa pesawat. Berbeda dengan
konsumen penerbangan reguler yang harus membeli tiket.
Di bawah kepemimpinannya, layanan penerbangan reguler oleh
Pelita Air Service dihentikan. Karena maskapai ini tidak cukup
pengalaman bermain di sektor reguler hingga akhirnya menderita
kerugian besar. Setelah itu Pelita Air Service berkonsentrasi kembali
di bisnis charter. Pelita memiliki banyak pesawat fix wing maupun
rotary wing (helikopter) dan mengoperasikannya untuk melayani
penerbangan charter.

INACA Berkiprah 103


Tarif, dan Harga Jual Tiket

Cucuk Suryo Suprojo berada langsung di tengah kancah isu


perang tarif yang tidak pernah surut perhatian di negeri ini. Dia
melihat, bagi publik masalah terkait airlines seolah hanya soal tarif
dan harga tiket semata. Masalah-masalah yang tengah ­membelit
industri penerbangan jadi kurang diperhatikan. Setiap airlines
mempunyai kebijakan perusahaan dan strategi bisnis yang ber-
beda-beda. Sekalipun INACA merupakan wadah bagi airlines dan
merepresentasikan kepentingan industri bukan berarti bisa ­dengan
mudah menyampaikan satu suara untuk semua.
Wacana tarif transportasi udara yang ramai dibicarakan itu
dikaitkan juga dengan aspek keselamatan dan keamanan pener-
bangan. Dalam hal ini pemerintah harus tetap bijaksana. Pemerin-
tah mesti memperhatikan keberlangsungan industri penerbangan
dan menjamin keberlanjutan usahanya. Agar persaingan usaha
sehat ­praktik-praktik monopoli dihindari. Industri penerbangan
adalah industri yang fully regulated. Syarat-syarat keselamatan dan
keamanan penerbangan harus dipatuhi. Pemerintah pun mesti
memastikan daya beli masyarakat menjangkau tarif penerbangan
yang ada.
Pada awalnya pemerintah mengatur tarif batas atas saja. Ini
­dilakukan agar tidak ada tarif yang terlalu tinggi karena di rute-rute
tertentu terjadi monopoli, atau hanya dilayani oleh satu maskapai
saja.
Penetapan tarif batas atas dan batas bawah menjadi hot ­issue
terutama setelah Indonesia secara serius memulai kebijakan

104 INACA Berkiprah


Tarif, dan Harga Jual Tiket

­ ultiairlines system. Sistem ini berlaku semenjak undang-undang


m
mengenai persaingan usaha diberlakukan. Dengan kebijakan baru
tersebut, dalam satu rute dilayani oleh lebih dari satu ­airlines.
­Kebutuhan untuk mengkoneksikan lebih banyak tujuan dan per-
mintaan terhadap angkutan udara di Indonesia yang tumbuh
­dengan cepat adalah beberapa alasan mengapa dibutuhkan sistem
semacam itu.
Ketika pemerintah membuka kran lebih besar bagi tumbuh-
nya maskapai-maskapai penerbangan baru di paruh akhir tahun
­1990-an, dimana nilai tukar USD pada saat itu berkisar pada Rp 1.836,
sehingga biaya operasional pesawat cukup rendah. ­Operator dan
jumlah armada bertambah. Tiket pesawat jadi murah. ­Kecepatan
dan harga tiket pesawat menarik minat masyarakat beralih moda
transportasi. Pertumbuhan jumlah penumpang pesawat udara dan
permintaannya terus meningkat dan itu ­berdampak pada kebutuh­
an armada pesawat dan fasilitas bandara.
Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 2009
mengenai penerbangan. Peraturan-­peraturan di dalam undang-
­undang baru ini jauh lebih lengkap dari Undang-undang pener­
bangan sebelumnya. Persyaratan-persyaratannya lebih banyak dan
lebih kompleks dalam hal mendirikan dan meng­operasikan perusa-
haan penerbangan.
Selain itu, di dalam UU Nomor 1 tahun 2009 menambahkan dua
­aspek melekat dan akan diawasi lebih nyata yaitu aspek keamanan
dan aspek keselamatan penerbangan.
Keadaan awal tahun 2019 telah terjadi gejolak harga jual tiket
yang dianggap tinggi oleh masyarakat, sementara Maskapai tidak
melanggar peraturan Tarif Batas Atas (TBA) yang sudah ditentukan
oleh Peraturan Menteri Perhubungan.
Faktor yang sangat mempengaruhi harga jual tiket adalah pe­
nguatan kurs dollar terhadap rupiah yang pada saat itu mendekati
Rp 15,000 serta naiknya harga minyak dunia yang berakibat naik­
nya harga Avtur di Indonesia, yang dipengaruhi oleh naiknya har-
ga minyak dunia tersebut dan juga lemahnya Rupiah terhadap US
­dollar.
Implikasi perang dagang China-USA sangat berpengaruh juga ter-
hadap pertumbuhan ekonomi yang berakibat kepada daya beli. n

INACA Berkiprah 105


10

106 INACA Berkiprah


Isu
Strategis
yang
Dinamis

INACA Berkiprah 107


Isu Strategis yang Dinamis

Never quit. Never give up. Fly it to the end.


­— Chuck Aaron ­—

I
NACA menyuarakan aspirasi anggota dalam bentuk
­pandangan-pandangan dan saran-saran dari pelaku
­industri penerbangan nasional untuk dibicarakan hing-
ga dirundingkan bersama dengan Pemerintah selaku
regulator dan pemangku-pemangku kepentingan industri
penerbangan nasional lainnya.
INACA juga melaksanakan forum-forum bagi anggotanya.
Forum-forum ini guna memenuhi kebutuhan ‘software’ dan
‘brain ware’ anggota di aspek operasional, teknis, pemasaran,
manajemen, sumber daya manusia, hingga aspek pelayanan
dan keselamatan penerbangan.
Salah satu kekuatan INACA sebagai organisasi, sejak ­tahun
2003, Rapat umum Anggota (RUA) setiap tahunnya mencer-
minkan sikap kebersamaan dalam menghadapi isu-isu
­strategis di industri penerbangan nasional. RUA selalu up
dated dalam memilih dan membahas gejala/isu yang sedang
dihadapi bersama.

108 INACA Berkiprah


Isu Strategis yang Dinamis

Pada tahun 2003 dimana pada saat itu baru saja terjadi
Bom Bali di akhir tahun 2002, disepakati mengusung tema
Enhancing the role of National Air transportation in the
­promotion of economic recovery in Indonesia, tentunya berisi
­langkah-langkah yang perlu dijalankan bersama demi mem-
bantu kepulihan situasi ekonomi Indonesia pada umumnya
dan Pariwisata pada khususnya.
Pada tahun selanjutnya, tema Kesiapan Perusahaan
­Penerbangan Nasional Menghadapi Lingkungan Bisnis Global
sengaja diambil guna mengantisipasi kebijakan ‘deregulasi’
Pemerintah yang telah memberikan kesempatan dan ­peluang
seluas-luasnya bagi usaha bidang jasa penerbangan dan akan
membawa tingkat persaingan bisnis semakin tajam.
Pada tahun 2005 sehubungan
dengan pertimbangan ­banyaknya
isu accident/incident di beberapa Rapat umum
bandar udara, maka diangkatlah Anggota (RUA)
tema Strenghtening National Avia­ setiap tahunnya
tion ­business through Integrated
Quality and Service ­Improvement.
mencerminkan
­Kemudian, berturutan dengan sikap kebersamaan
tema tersebut di tahun berikut- dalam menghadapi
nya RUA mengangkat tema New isu-isu ­strategis
Horizon of the Aviation ­Industry di industri
dengan alasan bahwa pada tahun
tersebut ­peluang bisnis aviasi cu-
penerbangan
kup membaik namun di sisi lain nasional.
perlu melakukan persiapan dalam
menghadapi ‘ASEAN Open Sky policy’ ­serta masuknya Airlines
asing melalui perusahaan penerbang­an nasional ­dengan me-
manfaatkan celah hukum PMA, dan itu dapat menerobos azas
Cabotage.
Giliran peningkatan sarana dan prasarana Bandara, infra
struktur, SDM, regulasi, pembukaan rute-rute baru men-
jadi sorotan pada Rapat Anggota tahun 2007. Tema yang di­
ambil adalah ‘Balancing the Growth of Aviation in Indonesia’.

INACA Berkiprah 109


Isu Strategis yang Dinamis

Berkaitan dengan topik pembicaraan yang diambil pada saat


RUA ­tahun 2006, disepakati kembali untuk mengangkat tema
dalam mengantisipasi ‘ASEAN Open Sky Policy’ yaitu pada ta-
hun 2008, dimana diharapkan kepada Pemerintah untuk tidak
ter­gesa-gesa menerapkan liberalisasi penerbangan ­bilamana
kita ­belum siap.
Di tahun 2009, yang menjadi topik pembicaraan adalah
masih tingginya harga BBM dan kurs IDR terhadap USD,
­disamping daya beli masyarakat masih rendah serta ditambah
polemik tentang perlu tidaknya tariff diatur oleh ­Pemerintah.
Pengenaan fuel surcharge yang dipertanyakan KPPU (­Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha) dan kesulitan air charter
mendapatkan order serta ketatnya persyaratan dan kontrak
kerja dengan oil company membuat industri penerbangan
­berada pada titik dilematis.

Kepentingan ekonomi nasional


Program penghijauan dari Pemerintah diantisipasi oleh
INACA pada rapat anggota di tahun berikutnya (2010)
­dengan mengusung tema New Approach Towards Green
­Aviation, ­sementara pada tahun 2011 sengaja diambil tema
­Empowering the Aviation’s role in Supporting of Six National

110 INACA Berkiprah


Isu Strategis yang Dinamis

Economics ­Corridors development. Dimaksud dengan koridor


ekonomi itu dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali/Nusa Teng-
gara, Kalimantan, Sulawesi dan Papua yang tertuang dalam
MP3EI (­Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
­Ekonomi ­Indonesia). Untuk mendukung program ­tersebut
tentunya perlu dilakukan pengembangan strategi Hub & Spoke
untuk masuk ke masing-masing daerah tersebut, dan pasti-
lah diperlukan dukungan perluasan sarana dan p ­ rasarana di
daerah tersebut.
Dengan masih banyaknya hambatan-hambatan yang di­
hadapi oleh anggota, maka pada tahun 2012 diusunglah tema
The Readiness of Indonesian Aviation Industry to deal with the
growth of Air Transportation.
Masih berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan OPEN Sky
Policy, isyu itu dijadikan kembali sebagai topik utama pada
­Rapat Umum Anggota tahun 2013. Adapun tema yang di-
angkat adalah Welcoming The Open Sky Era with Safety level
­Enhancement, Infrastructure, Improvement and Connectivity,
karena kebijakan tersebut akan dilaksanakan pada tahun
2015.
Pada tahun 2014 keadaan maskapai penerbangan meng­
hadapi masa-masa sulit di mana kurs USD terhadap IDR
lebih rendah 20%–10%, serta harga Avtur mengalami ke-
naikan, tetapi penyesuaian tarif khususnya untuk pener-
bangan berjadwal sangat memprihatinkan. Sehubungan itu
lalu ­disepakati untuk mengambil tema Improving Indonesian
­Aviation Industry Competitiveness, sekaligus menindaklanjuti
Peraturan Menteri nomor PM 51 tahun 2014 yang dikeluarkan
pada tanggal 30 September 2014 tentang Mekanisme Formu­
lasi Perhitungan Dan Penetapan Tarif Batas Atas Pe­numpang
Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal
Dalam ­Negeri.
Sejalan dengan penerapan Masyarakat Ekonomi ­ASEAN
(MEA) pada awal tahun 2016 yang berbasis Produksi ­dengan
mengintegrasikan 12 (dua belas) sektor prioritas, salah
­satunya adalah sektor Transportasi Udara, demikian juga
­bersamaan dengan itu mengantisipasi ASEAN Open Sky ­policy,

INACA Berkiprah 111


Isu Strategis yang Dinamis

maka pada kesempatan RUA tahun 2015 Anggota mengusung


tema ­Leveraging National Competitiveness to Address ­(ASEAN)
Open Sky market.
Penerbangan Indonesia telah memasuki Era ASEAN Open
Sky dimana terjadi persaingan yang ketat antara Airlines di
­negara ASEAN. Guna meningkatkan daya saing, di­angkat
Tema Enhancing the Agility of Airlines industry di tahun 2016
­dalam pembenahan mutu pelayanan, kualitas Sumber Daya
­Manusia serta fasilitas keselamat­
an penerbangan dan a ­ rmada.
INACA terus Sinergitas antara para pemang-
memperluas ku kepentingan di dunia ­industri
kerjasama penerbangan dinilai perlu untuk
dengan berbagai dibicarakan. Di ­tahun 2017 diang-
katlah tema Airlines and Airports
kalangan termasuk can Jointly ­improve Safety, Boost
pemangku revenue and lower costs. Di situ
kepentingan peran pengelola bandar udara
industri sangat diperlukan.
penerbangan Tahun 2018 RUA INACA meng­
angkat tema Managing The
nasional lainnya. ­Dynamic Challenges in the (Natio­
nal) Aviation Industry.
Seperti dimaklumi, INACA memandang pemerintah ialah
selaku regulator dan fasilitator publik. Pemerintah meng­
ambil langkah-langkah ke arah penyesuaian kebijakan dan
peraturan-peraturan yang tentulah dimaksudkan hendak
memperkuat pengembangan nasional pada umumnya.
Tengku Burhanuddin, yang dipercaya menjabat sebagai
Sekretaris Jenderal INACA sejak tahun 2001, menjelaskan,
asosiasi ini sebagai organisasi terus memperluas kerjasama
dengan berbagai kalangan termasuk pemangku kepentingan
industri penerbangan nasional lainnya.
Kerjasama ini sebagai upaya mendukung penguatan dan
mendorong kemajuan anggota INACA pada khususnya mau-
pun industri penerbangan di Indonesia pada umumnya.

112 INACA Berkiprah


Isu Strategis yang Dinamis

Di tengah industri penerbangan yang terus bergerak


maju menyesuaikan diri dengan perubahan jaman, INACA
­ber­upaya terus memberikan dukungan dalam melayani dan
menyuarakan aspirasi para anggotanya.
Kepemimpinan dan pengelolaan organisasi yang ­dijalankan
oleh setiap kepengurusan ke pengurusan berikutnya telah
berjalan dengan gaya yang prudent, berhati-hati, progresif
dan melangkah maju ke arah keseimbangan namun tetap
­disiplin. Tidak jauh berbeda dengan pilot ketika menerbang-
kan pesawatnya.
Dapatlah dikatakan bahwa INACA dengan melaksanakan
keseluruhan program-programnya adalah untuk mendukung
­kepentingan nasional, bukan saja khusus pada sektor konek-
tifitas, tetapi juga mendukung keseluruhan kepentingan pem-
bangunan ekonomi nasional. n

INACA Berkiprah 113


11
114 INACA Berkiprah
Perjalanan
Organisasi

INACA Berkiprah 115


Perjalanan Organisasi

Enak makan dikunyah enak kata diperkatakan.


Segala sesuatu haruslah dimusyawarahkan terlebih dahulu.

T
ahun 2002. Selaku Direktur Utama Garuda Indonesia In-
dra Setiawan sering menghadiri kegiatan International Air
Transport Association (IATA). Selain itu juga menghadiri
pertemuan-pertemuan asosiasi airlines se-Asia Pasifik
(AAPA).
Sekretaris jenderal di IATA tampak amat berperan. Baik pada
pertemuan-pertemuan tahunan (annual), general meeting, atau di
pertemuan-pertemuan mengenai scheduling, sekretaris jenderal
tampak selalu berperan. Dan seorang sekretaris jenderal dipilih
untuk bekerja selama beberapa tahun tertentu.
Dirut Garuda Indonesia, masuk menjadi anggota Association of
Asia Pacific Airlines (AAPA). Garuda Indonesia juga aktif di asosiasi
ini. Di situ disaksikannya juga sama dengan yang dia temui di IATA.
Hanya skalanya yang berbeda. Waktu itu AAPA beranggotakan 12
airlines di wilayah Asia Pasifik.
Di dalam struktur organisasi AAPA ada komite-komite di antara­
nya, komite safety, security, marketing, tarif, dan schedule. Di situ,
presiden asosiasi bukan dipilih oleh anggota sebagaimana sistem
demokrasi, melainkan ditentukan secara bergiliran menurut nama
dan berdasarkan urutan alphabet. Di IATA juga begitu.

Kantor IATA di Madrid, Spanyol.

116 INACA Berkiprah


Perjalanan Organisasi

Di kedua asosiasi penerbangan tersebut, untuk menjabat dan


bertugas sebagai sekretaris jenderal ketentuannya ialah dengan
memilih dan mengangkat seseorang. Sekretaris jenderal berperan
sentral dalam mengurus dan menggerakkan roda organisasi.
Indra terkesan dengan sistem itu. Menurutnya, hal tersebut ­cocok
diterapkan di INACA. Kemudian dia mencoba secara ­perlahan-lahan
menceritakan ide tersebut kepada Sularto, Ketua INACA saat itu.
Sang Ketua diakuinya berwatak keras dan penuh disiplin. Dari sisi
usia, ketua INACA saat itu beda beberapa generasi dari Indra.
“Saya coba gaya gerilya, —artinya, coba omong-omong ‘informal’
dengan kawan-kawan di airlines lain, satu demi satu,” ujar Indra
mengenangnya.
Pertama kali tentu di kalangan internal Garuda Indonesia ter-
lebih dahulu. Dia melontarkan wacana, “Bagaimana kalau di ­INACA
dibuat seperti di AAPA?” Saat-saat itu, kenang Indra, “Dengan penuh
­hormat Pak Ketua Sularto yang sudah jadi sesepuh, dan, Bayu Air
sudah tidak terbang lagi, waktunya regenerasi dirasakan kenis-
cayaan”. Ide menerapkan cara berorganisasi seperti yang berlaku
di AAPA kemudian mulai menjalar dan mengalir di INACA.
Pada suatu waktu, para pimpinan airlines anggota INACA ­tengah
berkumpul. Indra menyampaikan ide-ide antara lain, agar nanti
yang menjadi presiden setiap tahun bergantian saja di antara CEO
airlines anggota INACA. Tapi, untuk setiap momen resmi mewakili
organisasi, misalnya kalau dipanggil rapat dengan lembaga tinggi
negara DPR, hendaknya tampil seperti sebelumnya, seperti yang
senantiasa dilaksanakan oleh Ketua Sularto.
Sedangkan yang bekerja rutin mengurus organisasi harus di-
lakukan oleh seorang sekretaris jenderal. Untuk menentukan se-
orang sekretaris jenderal pun sebaiknya dibuat kriteria yang secara
obyektif dapat diterapkan. Dua kriteria diantaranya, seseorang yang
pernah bekerja di airlines, tapi tidak lagi bekerja di airlines. Hal itu
guna menghindarkan potensi conflict of interest. Dan ide tersebut
diterima dan disepakati oleh semua anggota.
Erlangga mengambil inisiatif. Dia menyarankan presiden atau
ketua umum kali itu ditunjuk saja Garuda Indonesia, berdasarkan
huruf alphabetis G. Usulan itu diterima. Jadilah penentuan presi-
den atau ketua umum asosiasi pertama kali, pasca ­Sularto, adalah
Garuda Indonesia.

INACA Berkiprah 117


Perjalanan Organisasi

Satu lagi semacam prosedur baru dilontarkan. Agar adil, sekaligus


ditentukan juga pemilihan wakil ketua dari air charter. ­Kemudian
ditunjuk Prawira, seorang senior, kendati diakui bahwa dia bukan
berlatar belakang airlines, melainkan dari bank sekuritas.
“Tak apa-apa, belajar sama saya setahun. Tahun depan otomatis
akan jadi ketua, dan ada pemilihan wakil ketua dari schedule air­
lines, dan begitulah seterusnya nanti…,” begitu dijawab oleh Indra.
Sejak itu, pemilihan Ketua INACA tidak lagi melalui sistem ­voting
alias pemungutan suara. Dengan demikian bisa dihindari potensi
konflik dari perebutan posisi Ketua Umum. Ketua umum diplih lang-
sung secara aklamasi, berdasarkan giliran dan berurutan menurut
alphabetis nama perusahaan.
Adapun untuk sekretaris jenderal, waktu itu yang sesuai dengan
kriteria tadi, terpilihlah Tengku Burhanuddin. Tengku sudah pen-
siun dari ­Garuda Indonesia dan mempunyai banyak pengalaman di
pos-pos luar negeri baik di Asia hingga Eropa.
Di dunia penerbangan nasional ada terjadi arus perubahan.
Pada awalnya, hanya ada dua maskapai penerbangan beroperasi
secara berjadwal. Keduanya adalah perusahaan Badan Usaha ­Milik
­Negara. Kemudian, pemerintah mulai memperbolehkan berdiri
maskapai penerbangan swasta. Tadinya hanya BUMN yang boleh
terbang berjadwal, lalu swasta pun diizinkan. Peraturan hanya
BUMN yang boleh menggunakan pesawat bermesin jet pun ­akhirnya
direvisi dengan mulai mengizinkan swasta menggunakan pesawat
­bermesin jet dan melayani penerbangan berjadwal lebih banyak.
Titik tolaknya pada tahun 1967 yakni ketika Pemerintah menge­
luarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Modal ­Dalam
Negeri. Di bawah undang-undang ini tidak terlalu sulit bagi warga
negara Indonesia mendirikan perusahaan penerbangan. Seperti di-
catat tadi, rupanya telah terjadi proses pematangan akan ­kesadaran
bahwa negeri Indonesia teramat luas dan tidak akan cukup dilayani
hanya oleh empat maskapai penerbangan.
Medio bulan Oktober tahun 1970, beberapa orang yang telah
mendirikan perusahaan penerbangan swasta nasional memulai
pemikiran untuk melangkah lebih maju lagi. Mereka kemudian
mendirikan organisasi untuk berhimpun dan dinamakan Asosiasi
Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia disingkat INACA.
Alkisah, dirasakan oleh sebagian anggota bahwa organisasi

118 INACA Berkiprah


Perjalanan Organisasi

I­ NACA di tahun-tahun 2007–2008 cenderung membicarakan dan


memperhatikan ‘airlines’ saja, —dimaksudkan ‘airlines’ dalam kon-
teks ini ialah airlines yang berjadwal—, asosiasi ini dominan mem-
perhatikan, membicarakan dan mengurus airlines.

Asosiasi Charter Lahir


Pada periode itu, setiap kali ra-
pat umum anggota (RUA) INACA
tema dan topik-topik rapat-rapatnya
­sangat sedikit menyentuh ­bidang air
charter. Ada perasa­an ‘dianaktirikan’
di kalangan air ­charter. Penerbang­
an charter nasional ­seolah tidak di­
bicarakan, tidak diurusi, dan isu-isu
seputar air charter dalam ­negeri lu-
put diperhatikan.
Keluhan-keluhan dari air charter
di­sampaikan kepada INACA. Air charter sebagai bagian dari ang-
gota INACA juga menghadapi isu-isu yang mesti dibicarakan. Na-
mun, di rapat berikutnya isu sepu­tar airlines masih tetap dominan.
Sampai di satu titik, dari kalangan air charter membentuk ­asosiasi
baru yakni Indonesian Air Charter Assosiation (IACA) tahun 2008.
“Jadi, kurun waktu 1970 sampai 2007 hanya ada INACA. Karena
merasa tidak diperhatikan maka air charter membentuk asosiasi
sendiri. Kemudian, rupanya INACA kaget, ternyata berdiri IACA,”
ujar Ari D. Singgih salah satu pendirinya.
Ketika IACA berdiri, Dirjen Perhubungan Udara dijabat oleh
Budi Mulyawan Suyitno. Dirjen Perhubungan Udara menyatakan
­sangat mengerti dengan kebutuhan jajaran air charter. Dia menam-
pung IACA dan meresmikan asosiasi ini supaya bisa menampung
asprirasi dari kalangan operator air charter.
INACA saat itu beranggotakan sekitar 40 operator. Anggotanya
terdiri dari 25 operator penerbangan tidak berjadwal (air charter)
dan 15 airlines, operator penerbangan berjadwal.
Jumlah anggota INACA tentu menciut ketika IACA muncul. ­INACA
lalu melakukan pendekatan, duduk bersama IACA, membahas
­bagaimana jalan terbaik supaya bersatu lagi.

INACA Berkiprah 119


Perjalanan Organisasi

Rapat Umum Anggota (RUA) INACA pada 11–12 Juni 2010 di


­ andung mencatat sejarah yakni bergabungnya kembali Indonesia
B
Air Charter Association (IACA) dengan INACA. Salah satu hasil dari
RUA 2010, dilakukan penyesuaian-penyesuaian organisatoris demi
memajukan lagi organisasi INACA. Dengan telah bergabung kem-
bali air charter maka jumlah anggota INACA menjadi 35 maskapai
penerbangan, terdiri dari 15 maskapai berjadwal (airlines) dan 20
maskapai tidak berjadwal (air charter).
Di dalam struktur organisasi dan kepengurusan dilakukan pem-
baruan dan penyesuaian dan dimulai adanya sistim pemilihan ­ketua
yang berlaku 3 tahun. Dengan struktur baru kepengurusan yang
­disyahkan dalam RUA INACA tahun 2010 di Bandung itu, organisasi
­dipimpin oleh seorang Ketua Umum dan di bawahnya diadakan
dua ­ketua maskapai penerbangan yaitu penerbangan berjadwal
dan ­penerbangan tidak berjadwal atau charter. Berdiri sama tinggi
duduk sama rendah, begitulah filosofi kepengurusan baru itu.
Sejak saat itu, setiap kali RUA atau pembicaraan-pembicaraan
rapat organisasi, ketua air charter bisa mengajukan point-point
yang perlu dibahas. Sebelumnya, kesempatan itu nyaris tidak
ada. ­Struktur kepengurusan di tahun-tahun sebelumnya, terdiri
atas ­Ketua Umum yang langsung membawahi ketua-ketua bidang.
Ada bidang hukum, bidang operasi, dan seterusnya. Dengan ada
tiga ­ketua, yakni Ketua Umum, ketua airlines berjadwal dan tidak
­berjadwal atau charter, maka aspirasi seluruh air carrier nasional
dapat ditampung. Tentu ini sesuai dengan nama dan semangat awal
berdirinya Indonesia National Air Carriers Asscosiation (INACA).
“Ya kita melebur lagi. Kita sudah tidak ada masalah,” kata Ari.
Ketika air charter memisahkan diri ke dalam IACA, INACA ­praktis
seolah-olah hanya terdiri atas maskapai penerbangan berjad­wal
saja. Air charter sudah tidak mau ikut-ikutan. Pasca bergabung
lagi, dan berjalan sebagaimana seharusnya, kelompok air charter
di ­INACA cukup kuat, baik posisinya maupun suaranya. Organisasi
berjalan seimbang antara airlines dan air charter.
Hampir seluruh operator air charter di Indonesia adalah anggota
INACA. Ada satu atau dua operator yang tidak ikut masuk menjadi
anggota INACA dan itu bukan masalah karena tidak diharuskan.
Di dalam rapat-rapat anggota INACA seterusnya, bidang air charter
­selalu dibahas.

120 INACA Berkiprah


Perjalanan Organisasi

Di dalam dinamika asosiasi-asosiasi industri di Indonesia hal


semacam ini jarang sekali terjadi. Sehingga yang terjadi di INACA
bisa dinyatakan sebagai suatu sejarah, khususnya di dalam indus-
tri penerbangan nasional. Dan asosiasi berkembang dan berjalan
positif sekali.
Mengenai rapat-rapat internal INACA, ada satu hal yang baik dan
patut dicatat. Salah satu pengurus, Erlangga Suryadarma, setiap
kali Rapat Umum Anggota selalu mengedepankan pendapat diper-
lukannya di Indonesia Dewan Penerbangan Nasional. Pendapat­
nya didukung oleh Marsekal (Purn.) Chappy Hakim, yang menya-
takan adanya Dewan tersebut akan semakin terkoordinasi wilayah
udara Indonesia, agar tertata dan baik dengan dunia penerbangan
­nasional, ­dengan infrastrukturnya, ddan seterusnya.
Pernah terjadi selama dua tahun berturut-turut hingga tahun
2016, pertumbuhan jumlah penumpang yang diangkut di dalam
negeri rata-rata 10 persen per tahun, namun pada beberapa pe-
riode pernah mencapai angka 20 persen per tahun. Di tengah per-
tumbuhan industri penerbangan Indonesia secara keseluruhan,
maskapai-maskapai penerbangan tidak berjadwal pun merasakan
kemajuan-kemajuan konsisten. Ini ditandai dengan jumlah maska-
pai yang beroperasi di non-scheduled airlines cenderung naik. Malah
di scheduled airlines terjadi sebaliknya, jumlah operator cenderung
berkurang.
Tahun 2012 tercatat 42 perusahaan non-scheduled airlines yang
beroperasi. Pada tahun 2016 telah menjadi 48 perusahaan. Jumlah
helideck register di tahun 2016 tercatat 201 dari sebelumnya tercatat
194 pada tahun 2015. Register Elevated Heliport naik jadi 53 titik
tahun 2016 dibandingkan dengan 45 titik pada tahun sebelumnya.
Begitu pun Register Surface Level Heliport menjadi 91 titik dari 82
titik pada 2015. Dan seterusnya.
Khusus private jet, jumlahnya sekitar 40 unit di Indonesia. Adapun
armada pesawat penerbangan charter keseluruhannya berjumlah
sekitar 150 pesawat di seluruh Indonesia. Maskapai Susi Air boleh
dikatakan yang paling besar saat itu dengan 50–60 pesawat. Dan
perusahaan charter lain masing-masing mengoperasikan 2, atau 4,
hingga 5 pesawat. n

INACA Berkiprah 121


12

122 INACA Berkiprah


Kegiatan
Asosiasi

INACA Berkiprah 123


Kegiatan Asosiasi

Aviation is the branch of engineering that is least forgiving


of mistakes.

­— wiseoldsayings.com ­—

S
ebagai asosiasi tentulah sejak awal setiap tahun melaksana-
kan RUA, ---Rapat Umum Anggota--, di mana pengurus mem-
berikan laporan pertanggungan jawab, anggota bersama
membahas isyu-isyu yang relevan mengenai perkembang­
an industri penerbngan umumnya dan terkait bisnis ­penerbangan
yang tengah dan yang cenderung akan dihadapi oleh industri
­penerbangan nasional. Konsistensi dan kedisiplinan penyelengga-
raan RUA itulah yang menjadi salah satu kekuatan berdirinya dan
bergeraknya asosiasi INACA ini.
Kegiatannya dalam kerangka kemitraan dengan pemerintah
antara lain dalam memberikan informasi, saran dan pendapat
kepada pemerintah melalui Kementerian Perhubungan, maupun
kepada lembaga dan organisasi lain, kepada DPR-RI. Organisasi-
­organisasi swasta dan masyarakat pun berkomunikasi dengan
­INACA untuk hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan di ­dunia
penerbangan nasional.
Kegiatan kegiatan pun dilakukan secara aktif dengan Dirjen
­Perhubungan Udara, yang tidak banyak diketahui luas oleh public.
Itu antara lain, bersurat mengusulkan kepada Menteri Perhubung­
an untuk Pembentukan Majelis Profesi Penerbangan. Itu pun meru-
juk sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 1 tahun 2009.
Selalu ikut serta dalam setiap ­proses penambahan maupun
­perubahan atau pembuatan Peraturan Menteri dan SKEP Dirjen,
maka praktis apa yang disebut ‘Notice of Proposed Rulemaking’ da-
pat dilaksanakan secara konsisten.
Organisasi melaksanakan penyampaian data/informasi kepada
anggota, baik yang bersifat administratif maupun teknis opera-
sional, Peraturan-peraturan dari Menteri Perhubungan, Instruksi
Dirjen Perhubungan, dan lain-lain.
Bidang Riset dan Data mempersiapkan penerbitan ­Annual Report
INACA, Indonesia Aviation Outlook, dan situs resmi (website) INACA
(http://inaca.or.id), serta media sosial lainnya yang terbaru.

124 INACA Berkiprah


Kegiatan Asosiasi

INACA melaksanakan kerja sama dengan asosiasi-asosiasi ­bisnis


dan profesi lain seperti dengan KADIN (Kamar Dagang & Indus-
tri ­Indonesia), Federasi Pilot Indonesia (FPI), Indonesia Air Traffic
Control Association (IATCA), ASITA (Asosiasi Tour & Travel Agent
­Indonesia), ­ASTINDO (Asosiasi Ticketing Agent Indonesia), PHRI
(Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia), MHU (Masyarakat
­Hukum Udara), dan GIPI (Gabungan Industri Pariwisata).
INACA terus berupaya meningkatkan hubungan kemitraan
­dengan Pemerintah, BUMN, maupun media cetak, elektronika, dan
daring (online). Yang membuat organisasi ini diperhatikan dan
direspek oleh dunia internasional adalah antara lain dengan me-
nyelenggarakan seminar-seminar di bidang aviasi berkelas inter-
nasional, antara lain melalui kerja sama dengan ­organisasi penye-
lenggara i­ nternasional.
Telah dibentuk kelompok kerja bersama dengan Asosiasi
Perusahaan­Penerbangan­Asia­Pasifik ­(AAPA) yang disebut ­Indonesia
Aviation Safety Forum (IASF). Di level nasional, peningkatan Safety
Awareness telah dilakukan melalui partisipasi aktif INACA dalam
­Accident Review Forum (ARF) yang diselenggarakan oleh KNKT, ­serta
Safety Forum Group Discussion yang diselenggarakan oleh ­DKPPU di
Papua.
Untuk pelatihan mengenai Dangerous Goods (DG) penyeleng-
garaannya bekerja sama dengan Direktorat Keamanan Pener-
bangan. Di bidang Operasi dan Teknik, INACA telah menyelesai-
kan ­peraturan mengenai izin helikopter tebang IFR. Sedangkan
VFR terbang pada malam hari masih dalam proses diupayakan.
­Beberapa program kerja di bidang Niaga umumnya meliputi usulan
­perubahan, ­perbaikan, dan penerbitan peraturan baru di bidang
aviasi. Di antaranya yang telah dilakukan ialah usulan peninjauan
kembali PM 45/2105. Peraturan Menteri ini telah diubah menjadi
PM 38/2017. Ini merupakan perubahan ke-9 dari KM 25/2008 ten-
tang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Di dalam peraturan baru,
Equity telah diperhitungkan sebagai modal, dengan kata lain tidak
perlu lagi modal yang disetor.
INACA mengusulkan peninjauan ulang atas PM 14 tahun 2016
­perihal Tarif. Mengenai isu paling panas itu telah dilakukan ­beberapa
kali pertemuan, dan masih menunggu revisi dari ­Peraturan ­Menteri
tersebut.

INACA Berkiprah 125


Kegiatan Asosiasi

PM 159/2015 telah dilakukan perubahan melalui PM 38/2017


(­perubahan ke-9 dari KM 25/2008 tentang Penyelenggaraan ­Angkutan
Udara). Ini mengatur, apabila terjadi kecelakaan ­(accident) atau
serious insident, maskapai tidak perlu menunggu dari ­hasil ­akhir
­investigasi KNKT, cukup hasil dari tim yang dibentuk oleh Direk-
torat Jenderal Perhubungan Udara.
Proteksi rute virgin masih diperlukan. Hal ini untuk melindungi
operator yang telah lama beroperasi di daerah terisolasi. Mengenai
hal tersebut, INACA telah menyampaikan surat resmi kepada Men-
teri Perhubungan.
Di Bidang Keuangan dan SDM kegiatan yang dilakukan antara
lain, mendorong pengaturan penggunaan pilot asing terutama di
remote area. Dinyatakan bahwa, pilot asing masih tetap diperlukan
di Indonesia namun perlu diatur. Ini mengingat Indonesia masih
kekurangan pilot dengan kualifikasi Instruktur.
Pilot asing masih diperlukan selama ketersediaan single ­engine
­pilot untuk mengoperasikan pesawat penerbangan perintis di
­remote area belum mencukupi. Di Bidang Kargo, telah diterbitkan
PM No.7 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
­Perhubungan Nomor PM 160 Tahun 2015 tentang Peremajaan
­Armada Pesawat Udara Angkutan Udara Niaga. Masih di Bidang
Kargo, setelah bebe­rapa tahun diperjuangkan, akhirnya terbit Per-
aturan Menteri Keuang­an No.193/ PMK.03/2015 tentang Tata Cara
Pemberian Fasilitas Bea Masuk (BM) Atas Impor dan ­Penyerahan
Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkut Tertentu.
Dengan pembebasan BM tersebut, maskapai nasional dapat men-
ingkatkan kualitas pelayanan, mengembangkan usaha, dan mengu-
tamakan keselamatan dan keamanan penerbang­an. Karena maska-
pai akan lebih punya ­kemampuan dan memprioritaskan perawatan
­pesawat. Pembebasan pajak menjadi insentif yang akan membantu
maskapai nasional berkompetisi di tingkat regional ASEAN. ­Apalagi
Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2016 memberlakukan
­single aviation market di mana persaingan bisnis penerbangan men-
jadi semakin ketat.
Alat-alat angkut tertentu untuk perusahaan angkutan udara
­niaga nasional yang impornya tidak dikenakan BM meliputi:
• ­Pesawat­ udara ­yang­ diimpor­ dan ­digunakan­ oleh ­perusahaan
penerbangan niaga nasional.

126 INACA Berkiprah


Kegiatan Asosiasi

•­ Suku ­cadang ­pesawat­ udara­ serta­ peralatan­ keselamatan pener-


bangan dan peralatan keselamatan manusia.
• ­Peralatan ­untuk ­perbaikan ­dan ­pemeliharaan ­yang ­diimpor­ dan
digunakan oleh perusahaan penerbangan niaga nasional.
•­ Suku ­cadang ­pesawat ­udara ­serta ­peralatan­ untuk ­perbaikan­
dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang
­ditunjuk oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional, yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi
pesawat udara kepada perusahaan penerbangan niaga nasional.
Suku cadang yang memperoleh BM jumlahnya 25 items.
­Diantaranya, suku cadang rangka komponen pesawat terbang,
ban luar dan ban dalam pesawat terbang baik yang baru maupun
­vulkanisir, dan mesin torak pesawat udara.

Pelatihan CASO dan


Forum-forum internasional
Seperti disebutkan tadi, organisasi juga menghelat kegiatan-
kegiatan berskala internasional. Kegiatan itu bekerja sama dengan
asosiasi-asosiasi industri penerbangan internasional, antara lain,
pertemuan bersama dengan Association of Asia Pacific Airlines. Per-
temuan ini merupakan Indonesian Air Safety Forum INACA–AAPA.
Forum ini diselenggarakan di Jakarta.
Forum internasional bertajuk Aeroleasing 2014 diselenggara-
kan pada Mei 2014 di Jakarta. Forum ini dihadiri oleh 211 peserta
dari 19 negara yaitu Perancis, Kuwait, Malaysia, ­Amerika Serikat,
Irlandia, Jerman, Indonesia, Malaysia, Jepang, Inggris, Hong Kong,
­Singapura, Afrika Selatan,Yunani, Slovenia, Swedia, Rusia, ­Belanda,
dan ­Spanyol. INACA bekerja sama dengan AVCON Group menye-
lenggarakan ­Indonesia Aviation Training & Education ­Conference
(IATEC) pada Juni 2015 di Jakarta.
Bekerjasama dengan International Air Transport Association
(IATA) menyelenggarakan workshop tentang Dangerous Goods
Workshop pada bulan November 2015 di Jakarta. Safety Flight—
Workshop EGPWS & Weather Radar System, dilaksana­kan oleh INA-
CA bersama Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) dan
PT. Honeywell pada Desember 2015 di Jakarta. Kegiatan pelatihan

INACA Berkiprah 127


Kegiatan Asosiasi

CASO (Company Aviation Safety Officer) merupakan kegiat­an paling


banyak yang dilakukan oleh INACA. Asosiasi merancang dan me-
nyelenggarakan program pelatihan ini untuk mengembangkan ke-
mampuan para petugas keamanan dengan focus pada identifikasi
dan analisis bahaya keamanan dalam operasional ­penerbangan
dan cepat tanggap mengidentifikasi solusi yang mungkin untuk
perbaikan dan pengelolaan. Program pelatihan CASO menjadi ele-
men berharga dan penting di dalam operasional perusahaan.
Materi yang diberikan untuk pelatihan CASO terdiri atas ­sebagai
berikut: Rule and Regulation; Safety Philosophy improving Safety
­Culture; Emergency Response Plan and Media Handling; Safety
Awareness; Accident and Incident Prevention; Risk Assessment and
Risk Analysis; Accident and Incident Investigation; Human Factors
Management and Organisation; Alcohol Drug Bloodbone Pathogene;
Safety Management System (SMS) and Effective Reporting System;
Hazard Identification and Risk Assessment; Rules and Regulations;
Audit Procedures; dan Case Study Workshop.
Pada kegiatan pelatihan lainnya, SIT (Safety Investigation
­Training) diberikan materi-materi Rules and regulations; Investiga­
tion Philosophy; Conducting Investigation; Human Factor Issues in
Investigation; Investigating Organisation and Management; Analysis
Technique; Interviewing Technique; Report Writing; Developing Rec­
ommendation; Database of Incident and Follow up Recommendation;
Practical Exercises.
Adalagi kegiatan pelatihan ASAT (Aviation Safety Audition
­Training) para peserta mendalami materi-materi: Introduction to
Quality and Safety System Auditing; Managing the Audit Program;
Audit Planning; Document Review; Audit Preparation; On Site Audit
Performance; ­Review and Closing Meeting;Reporting and Follow up;
Practical Exercise.
Selanjutnya, program pelatihan CASO ini dapat dengan mudah
diintegrasikan ke dalam program Manajemen Sistem Keamanan
(SMS) perusahaan. Kursus ini berbasis pada panduan terbaru dari
program CASO di seluruh dunia. Di awal programnya meliputi
pengenalan terhadap Manajemen Sistem Keamanan (SMS), filo-
sofi keselamatan dan budaya keselamatan, serta penilaian risiko
dan manajemen risiko. Pelatihan ini juga memberikan kecakapan
teknis bagaimana memperbaiki data-data keselamatan misalnya

128 INACA Berkiprah


Kegiatan Asosiasi

pe­ngumpulan data, analisis tren, dan seterusnya, sehingga CASO


­dapat melakukan investigasi terhadap suatu kejadian dan meng­
analisa suatu peristiwa serta mampu mengembangkan sistem
­
pelaporan dari suatu insiden.
Caso yang dilaksanakan awal Februari 2017 sudah merupakan
angkatan XXVI, diikuti oleh peserta berjumlah 27 orang, berasal dari
15 perusahaan dengan berbagai latar belakang profesi di ­lingkungan
dunia aviasi, yaitu pilot, station manager, awak kabin, FOO, instruk-
tur, bahkan ada peserta dari bidang keuangan. Pelatihan CASO ber-
lanjut selama delapan hari, materi yang disajikan dibawakan oleh
ahli dari berbagai bidang dan instansi, diantaranya Kemenhub dan
KNKT.
Salah satu fungsi organisasi adalah memelihara komunikasi dan
mengalirkan informasi baik dari internal maupun dari eksternal
kepada seluruh anggota. Asosiasi inisecara teratur dan konsisten
mendistribusikan informasi dan data-data. Tidak terkecuali hal-hal
yang menyangkut aspek teknis dan operasional di dalam industri
penerbangan seperti Peraturan-peraturan Menteri Perhubungan,
Instruksi dari Dirjen Perhubungan Udara, dan lain-lain. Adapun
kepada lembaga-lembaga Pemerintah INACA ­mengirimkan usulan,
saran-saran, ---termasuk mengenai ­peningkatan keselamatan dan
keamanan penerbangan---, kepada lembaga eksekutif, ­legislatif,
yudikatif, dan pihak terkait lainnya. Pertemuan-pertemuan berka-
la antara anggota asosiasi dengan para pejabat di lingkungan
­Kementerian Perhubungan merupakan media ­komunikasi lang-
sung antara pelaku bisnis penerbangan ­dengan para pengambil
keputusan di pihak regulator dan fasilitator.
Untuk itu organisasi telah memfasilitasi beberapa kali pertemuan
antara Pengurus dan Anggota INACA dengan pejabat Eselon 2 hing-
ga Eselon 3 di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, di Direktorat
Angkutan Udara, Direktorat Kelaikan Udara dan ­Pengoperasian
Pesawat Udara (DKUPPU), Direktorat Keselamatan Penerbangan,
Direktorat Navigasi, Direktorat Bandar Udara, Sekditjen dan Lem-
baga Pemerintah seperti Komisi Pengawasan Persaingan Usaha,
dan Badan Narkotika Nasional. n

INACA Berkiprah 129


13
130 INACA Berkiprah
Serba
Standar
Internasional

INACA Berkiprah 131


Serba Standar Internasional

Jangan biarkan jarak yang akan ditempuh


menghalangi langkah pertama Anda.
­— Pepatah Bijak ­—

S
tandar internasional dalam industri penerbangan ­global
tidak hanya berlaku di kalangan maskapai-maskapai
penerbangan berjadwal tetapi juga operator-operator
­penerbangan charter (tidak berjadwal/non-reguler).
Di sektor air charter ada standar International Standard ­Business
Operation (ISBAO). Selama ini barangkali kita lebih terbiasa men­
dengar standar IATA yang disebut IATA Operational Standard
­Assesment (IOSA). Standar IOSA berlaku bagi scheduled airlines.
Dan standar ISBAO berlaku bagi operator-operator air charter di
seluruh dunia.
Premiair, salah satu anggota INACA, merupakan pionir operator
air charter Indonesia yang sudah memiliki standar ISBAO. Opera-
tor air charter ini sudah mendapatkan sertifikat ISBAO sejak tahun
2009. Bahkan saat ini standar yang dimilikinya sudah mencapai
­Level 3. Whitesky Aviation adalah operator air charter Indonesia
lainnya yang sudah bersertifikasi ISBAO.
Di Indonesia baru ada dua perusahaan air charter bersertifikat
­ISBAO yaitu ­Premiair dan Whitesky Aviation. Premiair mengajak
­semua operator air charter nasio­nal me­nerapkan standar interna-
sional di Indonesia. Mengapa itu diperlukan?
President Commisioner Premiair Ari Daryata Singgih menjelas-
kan, manakala ada perusahaan internasional membuka bidding
untuk melakukan tender dengan persyaratan operator air char­
ter berstandar ISBAO maka operator-operator dari Indonesia bisa
mengikutinya. Bidding tidak hanya dilakukan oleh perusahaan
­internasional yang beroperasi di Indonesia tetapi juga yang ber­
operasi di luar negeri.
“Operator-operator lain masih lihat-lihat dulu. Dengan ­telah
memiliki sertifikasi standar ISBAO, operator-operator dari
­Indonesia boleh bidding dan mengikuti proses tender di kawasan
­internasional,” ujar Ari.
Sertifikasi ISBAO dibagi menjadi Level 1, Level 2, dan Level 3.
­Untuk mendapatkannya operator harus menjalani proses audit
yang dilakukan oleh ISBAO sendiri. Kepada pemegang sertifikasi,

132 INACA Berkiprah


Serba Standar Internasional

ISBAO akan melakukan audit dalam rentang waktu berbeda-beda.


Ada yang diaudit setiap tiga tahun, dan ada yang setiap dua tahun.
“Itu tergantung dari level sertifikat yang dimilikinya,” kata Ari.
Pemegang sertifikat Level 3 berarti berkemampuan dan kom-
peten mengajarkan operator lain untuk bisa ikut ISBAO. Jadi, peru-
sahaan ini bisa memberikan pengajaran kepada operator-operator
lain yang ingin mengambil sertifikasi ISBAO. Dan Premiair memiliki
standar ISBAO sejak tahun 2009.
Di bidang charter, Premiair bisa dipandang sebagai salah satu
contoh menarik di Indonesia. Seperti diceritakan oleh Ari, dia me-
mulai bisnisnya dengan menyewakan pesawat. Kemudian peru-
sahaan berkembang menjadi holding company. Sekarang Premiair
membawahi tiga perusahaan yang bergerak di bidang industri
aviasi dengan jasa berbeda-beda. Ada International Maintainance
Overhaul (IMO), yaitu perusahaan yang mempunyai lisensi khusus
untuk perbengkelan pesawat tipe tertentu. Perusahaan lainnya
beroperasi sebagai penyedia jasa ground handling pesawat yaitu
jasa meng­urus kebersihan pesawat, mengatur flight plan dan flight
clearance, kemudian menyediakan jasa catering untuk pesawat,
hingga me­ngelola ruang tunggu VIP lounge.
Diversifikasi bisnis lain yang dikembangkan Premiair adalah
­pengelolaan pesawat milik pihak lain. Pemilik pesawat menyewa-
kan pesawatnya, sedangkan crew dan kebutuhan lainnya semua
diatur oleh perusahaan ini dengan biaya tertentu yang disepakati.
Tiga kegiatan bisnis tersebut membuat perusahaan charter ini

INACA Berkiprah 133


Serba Standar Internasional

tidak bergantung hanya pada satu revenue line.


Dengan sertifikasi internasional misalnya dari FAA, berarti
­pesawat-pesawat asing bisa ‘masuk bengkel’ atau melakukan per-
baikan di Indonesia. Setiap bengkel pesawat mempunyai sertifkat
masing-masing. Setiap bagian pesawat yang hendak diperbaiki me-
merlukan sertifikasi, approval, dari badan otorisasi dunia. Salah
satu diantaranya sertifikasi yang dikeluarkan oleh FAA, Amerika
Serikat.
Umpama ada satu pesawat Boeing remnya rusak. Perusahaan
maintainance yang memegang sertifikat approval untuk pekerjaan
tersebut boleh menerima pekerjaan memperbaiki rem pesawat
­Boeing tersebut. Tapi bukan berarti bengkel tersebut bisa mem-
perbaiki keseluruhan pesawatnya. Seperti halnya dengan Garuda
Maintainance Facility (GMF), bengkel pesawat terbesar di Indone-
sia. Bengkel ini mempunyai sertifikasi-sertifikasi untuk beberapa
bagian tertentu dari tipe-tipe pesawat tertentu. Sertifikasi itu telah
di-approve oleh otoritas dunia seperti FAA. Jadi GMF hanya bisa
mengerjakan pemeliharaan pesawat terbang sesuai dengan serti-
fikasi-sertifikasi yang dimilikinya.
Begitupun yang bisa dilakukan oleh salah satu unit bisnis
­Premiair. Bengkelnya bisa mengerjakan bagian-bagian tertentu
dari tipe-tipe pesawat tertentu.
Terkait isu standar internasional ini, para maskapai anggota ­INACA
pada dasarnya sudah memenuhi standar-standar internasional jika
ingin beroperasi ke luar negeri. Namun secara pertimbangan bisnis
harus diakui, bahwa memenuhi kebutuhan atas permintaan pasar
di dalam negeri saja sudah merupakan peluang efektif bisnis yang
secara komersial menguntungkan. Maka pada ­tahun-tahun per­
tama maskapai nasional lahir dan mulai ­beraktifitas, fokus dituju-
kan pada pelayanan penerbangan rute domestik.

Menambah penerbangan luar negeri


Manakala Pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan nasio­
nal di bidang pariwisata yang bertujuan memajukan pariwisata
dengan berupaya meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan
dari manca­negara, maskapai penerbangan nasional pun menyam-
butnya sebagai peluang bisnis selain peluang memenuhi cita-cita

134 INACA Berkiprah


Serba Standar Internasional

nasional. Pada tahap-tahap awal maskapai-maskapai penerbangan


nasional selain Garuda Indonesia mulai memasuki pasar-pasar ter-
dekat di rute-rute regional atau cross border terdekat.
Selain melayani penerbangan dalam negeri, anggota INACA me-
mulai penerbangan luar negeri dengan melayani rute Singapura,
Kuala Lumpur, Bangkok, Hong Kong, dan beberapap kota besar di
Australia. Begitulah pengoperasian awal rute-rute keluar negeri
pada umumnya.
Sejak beberapa tahun belakangan, tiba-tiba ada semacam ­booming
ketika dibuka penerbangan charter antara kota-kota di Cina dengan
kota-kota di Indonesia seperti Denpasar, Manado, Jakarta, Medan,
dan lain-lain. Di Cina, operator Indonesia bahkan masuk hingga ke
kota-kota kedua.
Dalam hal ini, para maskapai penerbangan nasional Indonesia
pun mengembangkan bisnis dengan melaksanakan peran positif-
nya mendukung kebijakan dan strategi nasional, antara lain di
­sektor pengembangan pariwisata.
Di sektor pariwisata, ekosistem yang terdiri atas faktor-faktor
­aksesibilitas, amenitas dan atraksi, disebut faktor-faktor 3A, meru­
pakan pembentuk produk pariwisata. Jadi, aksesibilitas udara ­untuk
pariwisata Indonesia memberikan dan menuntut peran penting
dari para maskapai penerbangan.
Maskapai penerbangan nasional yang melayani rute internasio­
nal tercatat 12 perusahaan pada tahun 2017. Jumlah itu terdiri atas
9 maskapai pengangkut penumpang dan 3 freighter, pengangkut
kargo. Penerbangan dari dalam negeri untuk rute internasional ini
beroperasi dari 13 kota di Indonesia, terbang ke 27 kota di 13 ­negara
tujuan. Kapasitas angkutnya 323.464 penumpang (pax) per ­minggu.
Total kapasitas penumpang setiap tahun mencapai 17.288.128
­penumpang.
Bandingkan dengan jumlah maskapai internasional yang ter-
bang ke Indonesia. Total ada 48 maskapai internasional terdiri
atas 42 ­penerbangan penumpang dan 6 freighter. Penerbangan
­internasional ini beroperasi dari 43 kota di 21 negara. Tujuannya di
dalam negeri Indonesia adalah 19 kota. Kapasitas angkut ­penumpang
pe minggu 535.080 penumpang. Dan kapasitas ­penumpang per ta-
hun mencapai 27.824.160 penumpang. Masih terbuka luas ­peluang
bagi maskapai nasional untuk beroperasi ke rute internasional. n

INACA Berkiprah 135


14

136 INACA Berkiprah


Penerbangan
di Papua

INACA Berkiprah 137


Penerbangan di Papua

Same with anyone who’s been flying for years and loves it still.
We’re part of a world we deeply love. Just as musicians feel
about scores and melodies, dancers about the steps and flow
of music, so we’re one with the principle of flight, the magic
of being aloft in the wind!
­— Richard Bach ­—

U
ni Eropa menambah persyaratan ketika Indonesia
­ber­upaya mencabut larangan terbang (EU Ban). Syaratnya,
assesment keselamatan penerbangan dilakukan di ­Papua.
Penerbangan di Papua sangat berbeda ­dibandingkan
­dengan daerah lain di Indonesia. Keterbatasan perangkat pener-
bangan dan rambu-rambu keselamatan merupakan diantara faktor-
faktor krusial yang menyebabkan tingkat kecelakaan transportasi
udara di wilayah ini tinggi. Dan waktu itu, ada kesan penerbangan
di Papua kurang diperhatikan oleh regulator.
Dalam rangka penilaian dan pertimbangan Uni Eropa (UE) men-
cabut larangan terbang ke Eropa (EU Ban) terhadap maskapai-
maskapai penerbangan Indonesia, UE ternyata memilih akan meng­
uji ­keselamatan penerbangan di Papua. Kemudian tim ­assesment
dari Uni Eropa datang pada bulan Maret 2018 untuk menguji
­keselamatan penerbangan di Papua.
Pada saat audit tersebut dilakukan, Indonesia sudah meraih kem-
bali peringkat Kategori 1 dari Federal Aviation Administration (FAA),
Amerika Serikat. Bagi Indonesia, ini saatnya menagih UE mencabut
larangan terbangnya terhadap maskapai-maskapai penerbangan
Indonesia. Larangan itu telah berjalan lebih dari 10 tahun. Namun,
UE memberikan syarat tambahan tadi, pengujian ­keselamatan pen-
erbangan (assesment) juga dilakukan di Papua.
Pemerintah mempersiapkan assesment UE dengan sebaik-
b
­ aiknya. Ini mengingat kondisi geografis Papua sebagian besar ada-
lah pegunungan dan dinilai cukup sulit untuk penerbangan. Aspek-
aspek yang akan dinilai dalam pengujian itu diantaranya regulasi,
bandara, maskapai penerbangan (operator), kelaikudaraan, dan
lainnya.
Ada atau tidak ada pengujian ini, Pemerintah memang ­berencana
hendak melakukan ramp check. Operator harus paham bahwa

138 INACA Berkiprah


Penerbangan di Papua

antara operator dan regulator perlu bersinergi. Dalam menjaga


­keselamatan penerbangan di Indonesia diperlukan komunikasi
dan kerja sama timbal balik.
Infrastruktur bandara di Papua sudah dan sedang dikembang-
kan agar menjadi seperti bandara-bandara lainnya di wilayah
­barat Indonesia. Puluhan tahun sebelumnya, Papua dianggap
­remote area. Jauh dari Jakarta, dan tidak tersentuh oleh inspektur.
Pesawat harus terbang dahulu minimal lima jam. Jadi Papua ini
dianggap kurang diperhatikan oleh regulator.
Maskapai-maskapai penerbangan yang diperiksa adalah maska-
pai-maskapai nasional. Bandara ataupun air strip sudah dan
­sedang dibenahi. Ketika dahulu itu dibangun belum memenuhi
standar. Air strip pernah dibangun seadanya, ada pula yang arah
landas pacunya salah.
Tingkat kecelakaan pesawat relatif tinggi di Papua. Ini disebab-
kan antara lain karena pagar-pagar safety penerbangan belum
tersedia.
Penerbangan di Papua berbeda daripada di wilayah lain di
­Indonesia. Terkait kondisi cuaca, sejak 1970-an sampai sekarang
pilot-pilot yang terbang ke Papua harus mengenal dan memahami

INACA Berkiprah 139


Penerbangan di Papua

karakter fenomena cuaca lokal. Pedalaman Papua berada di keting-


gian rata-rata 7.000 mdpl dengan perubahan cuaca yang cepat dan
drastis.
Sekarang pilot-pilot yang terbang ke Papua sudah terbantu.
­Mereka bisa memantau cuaca dari satelit di iPad.
Untuk meminimalisasi kecelakaan pesawat, regulator membuat
dan menetapkan rute-rute terbang bagi operator-operator yang
melayani pedalaman Papua. Rute ini hanya untuk di wilayah Papua
dan masih berlaku sampai sekarang. Jika ada yang melenceng dari
rute itu maka resikonya adalah kecelakaan.
Trigana Air Service (TAS) membantu pemerintah membuat peng-
aturan jalur lalu lintas udara di Papua pada tahun 2008–2009. Jalur
lalu lintas udara ini, atau rute terbang, disebut Visual Airways.
Jalur lalu lintas udara itu digunakan sampai sekarang, demikian
­dituturkan oleh Kapten Rubijanto Adisarwono, President Director
­Trigana Air dan Tridjana Adisampurna, President Commisioner
Trigana Air.
Pilot-pilot yang terbang ke pedalaman Papua hanya mengandal-
kan bantuan dan menggunakan peta pada tahun 1970-an hingga
1980-an. Saat itu tidak ada VOR/NDB. Pada tahun 1990-an mulai
disediakan GPS yang membantu pilot menerbangkan pesawat. GPS
ini berfungsi menggantikan peran VOR/NDB guna menunjukkan
arah pesawat.

140 INACA Berkiprah


Penerbangan di Papua

Pada waktu TAS mulai terbang di Papua awal tahun ­1990-an,


manajemen memberikan alat komunikasi untuk mengatasi
­tantangan komunikasi di pedalaman kepada camat atau ­misionaris
di air strip tujuan. Pada mulanya diberikan HT berfrekuensi ting-
gi. Kemudian, telepon satelit menggantikan HT. Peralatan ­tersebut
guna mempermudah komunikasi antara kru pesawat dengan
­camat atau ­misionaris di darat saat pesawat terbang ke tujuan. Alat
­komunikasi digunakan misalnya untuk mengetahui kondisi cuaca
di tujuan, jumlah penumpang dan kargo, dan lain-lain.
Menurut Kapten Rubijanto, yang masih sangat dibutuhkan oleh
penerbangan-penerbangan ke pedalaman Papua adalah Flight
­Instrument. Keberadaan dan peran ATC untuk mengatur dan me-
mandu penerbangan sangat dibutuhkan di Papua. Prasarana
dan sarana tersebut belum terpenuhi atau masih dalam kondisi
­minimum.
“Penerbangan di Papua sangat membutuhkan keselarasan
­kebijakan dari seluruh pemangku kepentingan, baik dari pusat dan
daerah, serta AirNav,” tegas Kapten Rubijanto.
Saat ini sudah ada perubahan-perubahan. Panjang air strip di
Papua rata-rata 600–700 meter. Di beberapa air strip sudah mu-
lai ada semacam terminal-terminal kecil. Perbaikan-perbaikan
seperti perpanjangan landas pacu dan pelapisan aspal juga mulai
­dilaksanakan.
Angkutan udara mengambil porsi sekitar 90% dari ­keseluruhan
transportasi di Papua. Transportasi udara sangat dibutuhkan ter­
utama ke wilayah pedalaman yang berada di pegunungan. Trans-
portasi untuk mengangkut sembilan bahan pokok, BBM, dan
­bahan-bahan bangunan untuk infrastruktur seperti semen, besi,
dan lain-lain.
TAS, anggota INACA, fokus pada pengangkutan kargo khusus-
nya ke wilayah pedalaman. TAS telah melayani penerbangan intra
­Papua selama 25 tahun.
Pemerintahan Joko Widodo—Jusuf Kalla memang memberi
­perhatian khusus ke Papua sejak tahun 2014. Perhatian khusus itu
direalisasikan melalui kebijakan-kebijakan nasional membangun
­berbagai infrastruktur, prasarana dan sarana transportasi udara
dan laut, dan membuka aksesibilitas di darat secara simultan. n

INACA Berkiprah 141


15
142 INACA Berkiprah
Perusahaan
Penerbangan
di Indonesia

INACA Berkiprah 143


Perusahaan Penerbangan di Indonesia

A zero-gravity flight is a first step toward space travel.


— Stephen Hawking ­—

S
eperti telah diceritakan sebelumnya, INACA sebagai suatu
organisasi sejak kelahirannya hidup dan berjuang me­
nyuarakan aspirasi dan untuk kepentingan serta kemajuan
anggotanya. Selama itu pula kita menyaksikan kelahiran
maskapai-maskapai baru dan terus beroperasi hingga sekarang.
Namun ada pula yang pergi, yakni maskapai-maskapai yang ber-
henti beroperasi, dan tidak sedikit kemudian ditutup. Mari kita
­ikuti catatan-catatan yang berhasil dikumpulkan.
Sempati Air didirikan pada Desember 1968 dengan nama
PT ­Sempati Air Transport. Maskapai ini memulai penerbangan
perdana­nya pada Maret 1969 menggunakan pesawat DC3. Pada
mulanya adalah maskapai penerbangan charter namun kemudian
berubah menjadi penerbangan berjadwal setelah maskapai swasta
diizinkan menggunakan pesawat jet. Maskapai ini awalnya hanya
menawarkan jasa transportasi bagi karyawan perusahaan minyak.
Lalu berkembang memulai penerbangan berjadwal ke Singapura,
Kuala Lumpur, dan Manila. Ketika krisis moneter 1998 menghan-
tam Indonesia, Sempati Air terpaksa menjual atau mengembalikan
pesawatnya. Sempati Air berhenti beroperasi sejak 5 Juni 1998.
Adam Air mulai beroperasi pada 19 Desember 2003 dengan pe­
nerbangan perdana dari Jakarta ke Balikpapan. Maskapai ini meng-
gunakan dua pesawat Boeing 737 sewaan. Setelah berbagai insiden
dan kecelakaan pesawat yang menimpa industri penerbangan
Indonesia, pemerintah membuat pemeringkatan atas maskapai-
­maskapai tersebut. Diumumkan pada 22 Maret 2007, Adam Air
­berada di peringkat III. Akibatnya, maskapai ini mendapat sanksi
­administratif yang ditinjau ulang kembali setiap 3 bulan. Setelah
tidak ada perbaikan kinerja dalam waktu 3 bulan, Air Operator
­Certificate Adam Air kemudian dibekukan. Kegiatan operasional
Adam Air kemudian dihentikan sejak 17 Maret 2008. Izin terbang
atau Operation Specification Adam Air dicabut Kementerian Per-
hubungan pada 18 Maret 2008. Dan Aircraft Operator Certificate
(AOC) ikut dicabut pada 19 Juni 2008 yang mengakhiri semua
­operasi penerbangannya.

144 INACA Berkiprah


Perusahaan Penerbangan di Indonesia

Bouraq Indonesia didirikan oleh J.A. Sumendap pada akhir ­tahun


1960-an. Pada dekade 1980-an, Bouraq makin melaju. Saat itu Bouraq
memiliki empat pesawat Vicker Viscount (VC843), tiga pesawat Casa
NC212, dan enam belas BAE748 seri 2A dan 2B. ­Sampai pada tahun
1997, maskapai ini bahkan memiliki sepuluh unit ­Hawker ­Siddeley
748 dan delapan B737/200. Krisis ekonomi me­nerpa ­Indonesia.
Bouraq mengambil bermacam langkah strategis agar mampu tetap
bertahan, seperti pengurangan jumlah armada dan menutup bebe­
rapa operasi jalur penerbangan yang dinilai kurang menguntung-
kan. Pada penghujung 2004 Bouraq Airlines berhenti ber­operasi
­karena kalah bersaing dengan operator-­operator pe­nerbangan
baru yang bermunculan di awal masa reformasi.
Indonesia Airlines didirikan tahun 1999 dan mulai beroperasi
Maret 2001. Pada September 1999 maskapai ini memperoleh izin
dari Pemerintah untuk melakukan penerbangan berjadwal di
­empat rute. Tetapi kemudian menghentikan operasinya pada tahun
2003.
Linus Airways adalah salah satu maskapai penerbangan regional
Indonesia. Maskapai ini pernah melayani beberapa kota di Indone-
sia antara lain Pekanbaru, Medan, Semarang, Palembang, Batam,
dan Bandung. Perusahaannya berdiri sejak 1 Juni 2004 dan mengan-
tongi izin terbang (Air Operator Certificate/AOC) dari Kementerian
Perhubungan pada 13 Februari 2008. Dikarenakan alasan kesulitan
likuiditas maka terpaksa pemerintah secara resmi mencabut izin
rute Linus Air. Dan maskapai itu menghentikan layanannya sejak
27 April 2009.
Batavia Air mulai beroperasi pada tanggal 5 Januari 2002. Maska-
pai ini memulai operasionalnya dengan satu unit pesawat Fokker
F28 dan dua unit Boeing 737/200. Ketika Pemerintah membuat
pemeringkatan atas maskapai-maskapai penerbangan nasional,
­diumumkan pada 22 Maret 2007, Batavia Air berada di peringkat III.
Batavia Air berhasil memperbaiki kinerjanya sehingga memperoleh
penilaian baik dan naik peringkat ke Kategori 1 dari ­Kementerian
Perhubungan terhitung tahun 2009. Maskapai ini pun termasuk di
antara 4 maskapai Indonesia yang diperbolehkan terbang ke Uni
Eropa sejak Juni 2010. Namun pada tanggal 31 Januari 2013, ­Batavia
Air berhenti beroperasi karena dinyatakan pailit oleh Pengadilan
­Niaga Jakarta Pusat.

INACA Berkiprah 145


Perusahaan Penerbangan di Indonesia

Jatayu Airlines pada mulanya sebuah maskapai penerbangan


charter yang didirikan pada tahun 2000. Maskapai ini pernah
meng­operasikan penerbangan domestik dan internasional. ­Namun,
­Jatayu sempat berhenti beroperasi pada tahun 2007. Setelah menda-
patkan kembali lisensi dari Pemerintah, Jatayu beroperasi lagi seba-
gai maskapai charter. Pada April 2008, Departemen Perhubungan
Republik Indonesia membekukan izin penerbangan Jatayu Airlines
karena tidak memenuhi kelaikan jumlah armada minimal lima unit
pesawat.
Star Air berdiri tahun 2000. Karena tidak aktif (menghentikan
­operasi) Pemerintah mencabut lisensinya pada tahun 2008.
Efata Papua Airlines merupakan maskapai penerbangan layan-
an penuh. Maskapai ini menawarkan kelas delux dan kelas ekono-
mi, serta menyediakan makanan selama penerbangan. Maskapai
­penerbangan dari Papua itu menyediakan sistem pemesanan se-
cara daring (online) dan dapat dibatalkan hingga 24 jam sebelum
penerbangan. Menteri Perhubungan mencabut lisensi 11 maska-
pai penerbangan Indonesia pada Februari 2007, termasuk PT Efata
Papua Airlines, untuk memberikan kesempatan bagi para operator
merestrukturisasi perusahaannya. Namun sejak itu Efata Papua
tidak beroperasi lagi.
Bali Air adalah sebuah maskapai penerbangan berbasis di
­Jakarta. Departemen Perhubungan menunda pembatalan lisensi
dari 11 maskapai penerbangan yang menganggur pada bulan
­Februari 2007, termasuk Bali Air. Pembatalan itu untuk memberi-
kan ­peluang restrukturisasi kepada para operator. Bali Air ini juga
tidak ada i­ nformasi tentang restrukturisasinya.
Air Paradise International memulai operasi pada 16 Februari
2003 untuk melayani penerbangan dari Australia ke Bali. Maska-
pai ini muncul setelah maskapai penerbangan Australia Ansett ber-
henti beroperasi. Air Paradise terpaksa berhenti beroperasi sejak
23 ­November 2005 akibat jumlah penumpangnya menurun setelah
peristiwa Bom Bali 2005.
Asia Avia Airline mengoperasikan penerbangan domestik ter­
jadwal. Basis utamanya di Bandar Udara Internasional Polonia,
­Medan. Asia Avia juga salah satu dari 11 maskapai penerbangan yang
dicabut lisensinya oleh Menteri Perhubungan pada ­Februari 2007
dan memberi kesempatan merestrukturisasi maskapai t­ ersebut.

146 INACA Berkiprah


Perusahaan Penerbangan di Indonesia

Bayu Indonesia (nama resminya PT. Bayu Indonesia Air) adalah


sebuah maskapai penerbangan yang izin penerbangannya telah
dibekukan oleh Departemen Perhubungan.
Dirgantara Air Service (DAS) berdiri dan mulai beroperasi pada
­tahun 1971. Maskapai ini salah satu yang diumumkan dalam pe-
meringkatan maskapai-maskapai di Indonesia pada bulan Maret
2007. Dan DAS berhenti beroperasi pada tahun 2009.
Pacific Royale menerima izin penerbangan dari Pemerintah pada
bulan November 2011. Maskapai ini mulai beroperasi pada tanggal
11 Juni 2012. Namun dilaporkan pada bulan November 2012 lisensi
penerbangannya telah dicabut.
Kaltim Airlines adalah maskapai penerbangan regional di Indo-
nesia yang fokus melayani daerah-daerah di Kalimantan Timur.
­Penerbangan perdananya dimulai pada tanggal 17 Agustus 2011.
Tapi tidak lama kemudian berhenti beroperasi.
Megantara Air adalah maskapai penerbangan kargo ­berbasis di
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Operasinya dimulai
pada Mei 2007. Maskapai ini mengoperasikan layanan ­angkutan
barang sewaan dan penerbangan reguler antara Indonesia dan
­Singapura. Sejak Mei 2009, maskapai ini menghentikan semua
­operasinya. Dan semua pesawat kemudian dikembalikan ke
­Transmile Air Services dari Malaysia.
Nurman Avia Indopura berbasis di Jakarta. Maskapai ini
meng­operasikan penerbangan charter penumpang dan kargo.
­Operasionalnya diresmikan pada 1997. Tetapi juga berhenti ­operasi
tidak lama kemudian.
Nusantara Buana adalah maskapai yang melayani antara Bandara
Polonia Medan dan Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh. Maskapai
ini berbasis di Bandara Polonia Medan. Sejak Januari 2010 pener-
bangannya tidak ada lagi.
Riau Airlines adalah maskapai penerbangan daerah yang ber-
pusat di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Riau ­Airlines
merupakan maskapai penerbangan komersial satu-satunya yang
dimiliki oleh pemerintah daerah didirikan pada tahun 2002 dan
memulai operasinya pada Desember 2002. Maskapai daerah ini
berhenti beroperasi pada tahun 2008 karena krisis keuangan.
Seulawah NAD Air didirikan pada September 2002, tetapi
­meng­akhiri penerbangannya pada 21 Maret 2003 dan tanpa

INACA Berkiprah 147


Perusahaan Penerbangan di Indonesia

­ ejelasan kapan beroperasinya kembali. Demikian juga dengan Sky


k
Aviation yang mulai beroperasi pada tahun 2010 dan juga sebagai
maskapai pertama yang menggunakan pesawat Sukhoi untuk pe­
nerbangan berjadwal , juga tidak dapat bertahan lama dan ber-
henti beroperasi pada tahun 2014.
Awair yang sempat beroperasi beberapa tahun , tidak dapat ber-
tahan lama yang kemudian diambil alih dan di operasikan oleh
Air Asia Indonesia. dan ini adalah merupakan penerbangan yang
merupakan merupakan kerjasama dengan ratio share 51% pemilik
saham dari Indonesia dan 49% dari Air Asia Holding.
Jadi, yang telah pernah beroperasi dan yang telah ‘pergi’ itu ter-
diri atas operator penerbangan berjadwal dan yang tidak ­berjadwal
atau penerbangan charter.
Selengkapnya daftar perusahaan penerbangan di Indonesia ter-
catat sebagai berikut:

Perusahaan Penerbangan di Indonesia 1997–2018


NAMA AOC SIUAUN TYPE
No ANGKUTAN STATUS A/C
1 ADAM AIR 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
2 AIR MALEO 121 BERJADWAL CARGO NO. OPS FW
3 AIR PARADISE 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
4 ASIALINK CARGO AIRLINES 121 BERJADWAL CARGO NO. OPS FW
5 AVIASTAR MANDIRI 121 BERJADWAL PAX OPS FW
6 BAYU AIR CARGO 121 BERJADWAL CARGO NO. OPS FW
7 BOURAQ INDONESIA 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
8 BALI AIR 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
9 BATIK AIR INDONESIA 121 BERJADWAL PAX OPS FW
10 CARDIG AIR 121 BERJADWAL CARGO OPS FW
11 CITILINK INDONESIA 121 BERJADWAL PAX OPS FW
12 EFATA AIR 121 BERJADWAL CARGO NO. OPS FW
13 GARUDA INDONESIA 121 BERJADWAL PAX OPS FW
14 INDONESIA AIR TRASNPORT 121 BERJADWAL PAX OPS FW
15 INDONESIA AIR ASIA 121 BERJADWAL PAX OPS FW
16 INDONESIA ARLINES 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
17 KAL STAR AVIATION 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
18 KARTIKA AIRLINES 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
19 LION MENTARI AIRLINES 121 BERJADWAL PAX OPS FW

148 INACA Berkiprah


Perusahaan Penerbangan di Indonesia

NAMA AOC SIUAUN TYPE


No ANGKUTAN STATUS A/C

20 LINUS AIRWAYS 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW


21 MANDALA AIRLINES 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
22 MERPATI NUSANTARA AIRLINES 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
23 METRO BATAVIA 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
24 NAM AIR 121 BERJADWAL PAX OPS FW
25 PASIFIC ROYALE AIRWAYS 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
26 STAR AIR 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
27 RIAU AIRLINES 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
28 SEMPATI AIR 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
29 SKY AVIATION 121 & 135 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
30 SRIWIJAYA AIR 121 BERJADWAL PAX OPS FW
31 WINGS ABADI AIRLINES 121 BERJADWAL PAX OPS FW
32 TOP AIR 121 BERJADWAL PAX NO. OPS FW
33 GERMANIA TRISILA AIR (GTR)/
MIMIKA AIR / ASIAN ONE AIR 121 TDK BERJADWAL PAX NO. OPS FW
34 JAYAWIJAJA DIRGANTARA 121 TDK BERJADWAL CARGO OPS FW
35 MANUNGGAL AIR SERVICE 121 TDK BERJADWAL CARGO NO. OPS FW
36 NUSANTARA AIR CHARTER 121 TDK BERJADWAL CARGO OPS FW
37 PELITA AIR SERVICE 121 & TDK BERJADWAL PAX OPS FW &
135 RW
38 REPUBLIC EXPRESS 121 TDK BERJADWAL CARGO OPS FW
39 TRANSNUSA AVIATION MANDIRI 121 BERJADWAL PAX OPS FW
40 TRAVEL EXPRESS AVIATION SERVICE 121 BERJADWAL PAX OPS FW
41 TRIGANA AIR SERVICE 121 BERJADWAL PAX OPS FW
42 TRI-MG INTRA ASIA 121 BERJADWAL CARGO OPS FW
43 MY INDO AIR 121 BERJADWAL CARGO OPS FW
44 SEULAWAH NAD AIR 121 TDK BERJADWAL PAX NO. OPS FW
45 AIRFAST INDONESIA 121 & TDK BERJADWAL PAX OPS FW &
135 RW
46 AIR PASIFIK UTAMA 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
47 ALFA TRANS DIRGANTARA 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
48 ANGKASA SUPER SERVICE 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
49 ASCONUSA AIR TRANSPORT 135 TDK BERJADWAL PAX NO. OPS FW
50 ANGKASA SUPER SERVICE 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
51 ASCONUSA AIR TRANSPORT 135 TDK BERJADWAL PAX NO. OPS FW
52 ASI PUDJIASTUTI AVIATION 135 TDK BERJADWAL PAX OPS FW
53 DABI AIR 135 TDK BERJADWAL PAX OPS FW

INACA Berkiprah 149


Perusahaan Penerbangan di Indonesia

NAMA AOC SIUAUN TYPE


No ANGKUTAN STATUS A/C
54 DERAYA AIR 135 TDK BERJADWAL PAX OPS FW
55 DERAZONA AIR SERVICE 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
56 EASTINDO 135 TDK BERJADWAL PAX OPS FW
57 EXPRESS TRANSPORTASI
ANTAR BENUA (PREMIAIR) 135 TDK BERJADWAL PAX OPS FW
58 ELANG LINTAS INDONESIA 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
59 ELANG NUSANTARA AIR 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
60 ENGGANG AIR SERVICE 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
61 ERSA EASTERN AVIATION 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
62 GATARI AIR SERVICE 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
63 HEVILIFT AVIAITON INDONESIA 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
64 INTAN ANGKASA AIR SERVICE 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
65 JHONLIN AIR SERVICE 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
66 KOMALA INDONESIA 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
67 MARTA BUANA ABADI 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
68 MATHEW AIR NUSANTARA 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
69 MEGANTARA AIR 121 TDK BERJADWAL CARGO OPS FW
70 NATIONAL UTILITY HELICOPTERS 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
71 NUSANTARA BUANA AIR 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
72 PEGASUS AIR SERVICES 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
73 PENERBANGAN ANGKASA SEMESTA 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
74 PURAWISATA BARUNA 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
75 SABANG MERAUKE RAYA
AIR CHARTER (SMAC) 135 TDK BERJADWAL PAX NO. OPS FW
76 SAYAP GARUDA INDAH 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
77 SURVEY UDARA PENAS 135 TDK BERJADWAL PAX NO. OPS FW
78 SURYA AIR 135 TDK BERJADWAL PAX OPS RW
79 TRANSWISATA PRIMA AVIATION 135 TDK BERJADWAL PAX OPS FW
80 TRAVIRA AIR 135 TDK BERJADWAL PAX OPS FW
& RW
81 UNINDO AIR CHARTER / AMUR 135 TDK BERJADWAL PAX NO. OPS RW
82 WHITESKY AVIATION 135 TDK BERJADWAL PAX OPS FW
&R

150 INACA Berkiprah


Perusahaan Penerbangan di Indonesia

AIRLINES YANG TIDAK SEMPAT BEROPERASI

83 CHARTENZ PAPUA AIRLINES


84 INTERNUSA AIR
85 SATRIO MATARAM AIR
86 ALATIEF AIR
87 GOLDEN AIR
88 NUSANTARA INTERNATIONAL SERVICE
89 EAGLE TRANSPORT SERVICE
90 ASAHI ARIWAYS
91 AIR BORNEO
92 ASMAT AIR
93 AIR REGIONAL
94 KALTIM AIR
95 ZAMRUD AIR

Keterangan:
SIUAUN = Surat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga
OPS = beroperasi
NO OPS = tidak beroperasi
FW = Fixed Wings
RW = Rotary Wings
PAX = Passenger

Jadi, sejarah mencatat adanya di Indonesia jumlah maskapai


­penerbangan pernah mencapai 95 perusahaan penerbangan.
Pada saat buku ini disusun siap untuk naik percetakan (Juli, 2019)
­maskapai yang sedang beroperasi berjumlah 53, yang terdiri dari
16 penerbangan berjadwal dan 37 penerbangan tidak berjadwal.
Maskapai yang sudah tidak beroperasi ada 42 yang terdiri atas 29
pernah beroperasi, 13 maskapai yang tidak sempat beroperasi. n

INACA Berkiprah 151


Bandara L­ ombok Praya.

Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali.

152 INACA Berkiprah


16
Bandar
Udara

Terminal 3
Bandara Soekarno-Hatta.

INACA Berkiprah 153


Bandar Udara

Pertumbuhan industri penerbangan Indonesia memang pesat,


tapi apalah artinya murah dan banyak jika berarti
mengkompromikan arti selamat.
— Najwa Shihab ­—

P
ertumbuhan industri penerbangan secara keseluruhan
di Indonesia membawa dampak ganda pada kegiatan
­ekonomi. Di sisi lainnya, pertumbuhan itu sendiri menun-
tut pe­ningkatan infrastruktur. Infrastruktur berupa
­bandar udara (bandara) dan pendukungnya merupakan persyara-
tan ­mutlak.
Pemerintahan baru di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo
sejak Oktober 2014 telah menetapkan, pembangunan infrastruktur
sebagai salah satu fokus utama pembangunan. Pembangunan dan
pengembangan bandara di Indonesia sejak itu dilaksanakan nyaris
secara massif di berbagai daerah, terutama di luar Pulau Jawa dan
Bali.
Sejarah kebandarudaraan di Indonesia dimulai semenjak
­Presiden pertama RI Soekarno kembali dari lawatan kenegaraan dari
­Amerika Serikat pada tahun 1962. Presiden Soekarno ­menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1962 yang menyatakan
pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran.
Tugas pokok PN Angkasa Pura Kemayoran ini adalah mengelola
dan mengusahakan Pelabuhan Udara Kemayoran di Jakarta yang
saat itu merupakan satu-satunya bandar udara internasional.
­Bandara Kemayoran ini melayani penerbangan dari dan keluar
­negeri selain penerbangan domestik.
Kemudian, pada tahun 1986 wilayah pengelolaan bandar udara
komersial di Indonesia dibagi dua. Sehingga Perum Angkasa Pura
Kemayoran pun berubah menjadi Perum Angkasa Pura I, dan diben-
tuk perusahaan umum baru yakni Perum Angkasa Pura II. ­Perum
Angkasa Pura I mengelola bandara di wilayah tengah dan timur
­Indonesia, sedangkan Perum Angkasa Pura II mengelola ­bandara
di wilayah barat Indonesia.
Fakta dan data menunjukkan, pertumbuhan industri penerbang­an
nasional secara kuantitatif semakin kencang. Sejak itu, ­pengelolaan
dan pengembangan bandara dituntut juga dapat ­meningkatkan
pertumbuhan di dimensi kualitatifnya.

154 INACA Berkiprah


Bandar Udara

BUMN Angkasa Pura ditugaskan melaksanakan pembangunan


dan pengembangan kebandarudaraan di Indonesia. Perusahaan
pengelola bandara ini mengakselerasi pengembangan dan pem-
bangunan bandara yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas demi
meningkatkan kepuasan pelanggan. Ini dilakukan dalam rangka
meningkatkan Customer ­Satisfaction Index (CSI).
Setiap tahun INACA bersama Angkasa Pura I dan Angkasa Pura
II secara konsiten melakukan pengukuran tingkat kepuasan pe-
langgan bandara. Itu dilakukan melalui survei pengukuran Indeks
Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Index, disingkat CSI)
­secara regular.
Survei dilaksanakan dengan metode kuesioner terhadap 5
­kelompok pelanggan, yaitu penumpang, cockpit crew, station
­manager, konsesioner, dan operator kargo. Selain dengan ­kuesioner,
permasalahan dan saran-saran dari pelanggan juga digali melalui
wawancara/FGD dan observasi lapangan.
Hasil pengukurannya meliputi
CSI korporat dan seluruh bandar
udara beserta indikator lainnya
yaitu Tingkat Kepentingan aspek
pelayanan, Matriks Kepenting­
an-­Kepuasan, ­Saran Pelanggan,
­Prioritas Perbaikan, Pengalaman
Terbaik dan Terburuk ­Penumpang,
Rasio Pujian terhadap Keluhan
(­sebagai indikator Ketidakpuasan),
Rata-rata Belanja penum­pang, dan
profil penumpang. dengan skala
­Penilaian (Rating Scale) :
5 = Sangat puas (kinerja >> harapan)
4 = Puas (kinerja > harapan)
3 = Cukup (kinerja = harapan)
2 = Tidak puas (kinerja < harapan)
1 = Sangat tidak puas (kinerja << harapan)
Pada bandara-bandara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I ter-
lihat adanya trend peningkatan Index setiap tahun , hanya untuk
tahun 2015 tidak dapat dijadikan komparasi karena tidak dilaku-
kannya kegiatan CSI pada bandara DPS, SUB, UPG, BPN dan LOP.

INACA Berkiprah 155


Bandar Udara

PT Angkasa Pura I :

Untuk masing-masing bandara, hanya Bandara DPS , UPG , MDC,


BDJ dan KOE yang menunjukkan pertumbuhan index secara kon-
sisten, untuk bandara lainnya terjadi fluktuasi index, umumnya
­disebabkan adanya renovasi Bandara.
Di sisi lain, pengukuran CSI yang dilakukan di bandara-bandara
dibawah pengelolaan PT Angkasa Pura II, menunjukkan pertumbuh­
an rerata index yang relatif lebih signifikan.

PT Angkasa Pura II :

Dari kegiatan pengukuran tahun 2014 s/d 2018 semua bandara


menunjukkan kenaikan index kecuali bandara HLP pada tahun
2015, kemungkinan sebabnya ialah terkait adanya beberapa ke­
giatan renovasi. Bandara yang mencatat index tertinggi pada tahun
2018 adalah bandara PNK dengan angka 4,85.
Dilakukan juga secara umum Analisis beberapa Prioritas Per­
baikan berdasarkan Kepentingan-Kepuasan dan saran dari pelang-
gan. Harapan dari penumpang umumnya adalah ketersediaan free
wifi/internet, informasi harga produk, fasilitas berbelanja/restoran,
media hiburan, dan fasilitas parkir, sementara prioritas perbaikan
pelayanan yang diharapkan oleh Cockpit Crew adalah kenyamanan
pendaratan, fasilitas keselamatan pendaratan, marka landasan,
kondisi dan marka taxiway/apron.
Prioritas perbaikan pelayanan yang diminta oleh Station Manager
adalah fasilitas check-in, pelayanan administrasi, kebersihan toilet,
kondisi dan AC ruang kerja, serta prioritas perbaikan pelayanan.
Pihak Konsesioner menginginkan perbaikan kondisi dan AC ruang

156 INACA Berkiprah


Bandar Udara

usaha, penanganan keluhan, fasilitas telekomunikasi/internet, dan


kemudahan logistik.
Prioritas perbaikan pelayanan yang diharapkan oleh pelang-
gan dari kegiatan Kargo adalah kebersihan toilet, fasilitas parkir
­kendaraan, penanganan keluhan, efisiensi kargo masuk, dan SLA.

Pengembangan bandara
Pengembangan dan pembangunan bandara dimaksud antara lain,
Bandara Internasional Lombok (BIL/LIA) di Praya, ­Lombok ­Tengah.
BIL/LIA ini menggantikan bandara lama Bandara ­Selaparang yang
berada di tengah kota Mataram, ibukota Provinsi Nusa ­Tenggara
Barat. BIL/LIA resmi beroperasi sejak 20 Oktober 2011.
Selanjutnya, terminal internasional baru Bandara Internasional
I Gusti Ngurah Rai Bali resmi beroperasi pada 19 September 2013,
menjelang berlangsungnya KTT APEC 2013 di Bali. Dengan pengem-
bangan ini, kapasitas bandara di Bali itu meningkat dari 9,7 juta
penumpang per tahun menjadi 24,7 juta penumpang per tahun.
Terminal 2 (T2) Bandara Internasional Juanda di Surabaya mu-
lai dioperasikan pada 14 Februari 2014. Dengan beroperasinya T2,
­kapasitas Bandara Juanda meningkat dari 8 juta penumpang per
tahun menjadi 14 juta penumpang per tahun. Bandara di ­ibukota

INACA Berkiprah 157


Bandar Udara

Provinsi Jawa Timur itu juga berperan besar menopang ­Bandara


I Gusti Ngurah Rai di Bali dan BIL/LIA di Lombok manakala
­diperlukan mitigasi karena bencana alam seperti yang terjadi men-
jelang akhir tahun 2017.
Kemudian, pengoperasian terminal baru Bandara Internasio­
nal Sepinggan Balikpapan pada 22 Maret 2014 telah meningkatkan
kapasitasnya dari 1,7 juta penumpang per tahun menjadi 15 juta
­penumpang per tahun. Ini yang terbesar di Pulau Kalimantan.
Pada 12 September tahun 2018, ada tiga bandara ­mendapatkan
penghargaan the Best Airport in the World di Kanada. Tidak
­tanggung-tanggung, semuanya menempati tiga peringkat teratas.
‘The 1st World Best Airport’ diterima oleh manajemen Bandara I
Gusti NgurahRai, Bali. Manajemen Bandara Sepinggan, ­Balikpapan,
menerima ‘The 2nd World Best Airport’. Dan Bandara Juanda,
­Surabaya, berada di posisi ‘The 3rd World Best Airport’.
Prestasi-prestasi yang diakui pada bandara-bandara ialah ban-
dara Ngurah Rai di Bali, Peringkat Pertama Bandara Terbaik di
­Dunia kategori bandara berpenumpang 15–25 juta orang per tahun.
Peringkat Kedua bandara terbaik di Asia Pasifik berpenumpang di
atas 2 juta orang per tahun. Bandara Juanda, Surabaya, Peringkat
Ketiga Bandara Terbaik di Dunia Kategori bandara berpenumpang
15–25 juta orang per tahun.
Yang tergolong bandara relative besar ada tiga belas di kawasan
tengah dan timur Indonesia, yaitu: 1. Bandara I Gusti Ngurah Rai—
Denpasar; 2. Bandara Juanda—Surabaya; 3. Bandara Sultan Hasa-
nuddin—Makassar; 4. Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman
Sepinggan Balikpapan; 5. Bandara Frans Kaisiepo—Biak; 6. Bandara
Sam Ratulangi—Manado 7. Bandara Syamsudin Noor—Banjarma-
sin; 8. Bandara Ahmad Yani—Semarang; 9. Bandara Adisutjipto—
Yogyakarta; 10. Bandara Adi Soemarmo—Surakarta; 11. Bandara
Internasional Lombok—Lombok Tengah; 12. Bandara Pattimura—
Ambon; 13. Bandara El Tari—Kupang.
Menurut rencana pemerintah BUMN ini akan mengelola delapan
bandara lagi. Angkasa Pura harus menghadapi laju pertumbuhan
­penumpang yang lebih cepat daripada laju penambahan kapasitas
bandara. Bandara yang relative besar yang berada di bawah pe­
ngelolaan Angkasaa Pura berjumlah 19 bandara di wilayah bagian
barat ­Indonesia.

158 INACA Berkiprah


Bandar Udara

Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.

Bandara Jakarta Cengkareng telah berganti nama menjadi Ban-


dara Internasional Soekarno-Hatta sejak 13 Agustus 1984. Untuk
pembangunan dan pengelolaan bandara di Indonesia, memang,
Angkasa Pura telah menunjukkan kemajuan bisnis dan peningka-
tan dalam bisnis layanan bandara melalui penambahan berbagai
fasilitas dan infrastruktur, serta peningkatan kualitas layanan ban-
dara-bandara di bawah m ­ anajemennya.
Kinerjanya termasuk merancang layanan terkait bandara dengan
fokus pada menciptakan aspek keamanan sekaligus kenyamanan
bagi semua pengguna layanan bandara saat berada di dalam area.
Selaku operator bandara, Angkasa Pura mendukung pelayanan
di bandara termasuk: layanan kedatangan dan keberangkatan
­penerbangan, layanan penempatan dan parkir pesawat, layan-
an penumpang penerbangan, layanan kontrol lalu lintas udara,
­layanan embarking dan disembarking, dan lain-lain.
Layanan lainnya yang menunjang penciptaaan kenyamanan
antara lain, penyewaan ruang untuk keperluan kantor dan ritel,
tempat parkir kendaraan, dan properti.

INACA Berkiprah 159


Bandar Udara

Ada juga penyewaan gudang, tanah dan fasilitas lainnya, dan


kegiatan konsesi. Angkasa Pura telah membentuk unit-unit bisnis
­strategis yang mengelola layanan kargo udara di setiap bandara
yang ­dikelolanya.
Selain itu, PT AP II juga menyediakan lahan untuk bangunan dan
lapangan bagi industri yang terkait dengan kontinuitas transpor-
tasi udara.
Seperti sudah disebutkan dalam hal infrastruktur dan utama­
nya di prasarana dan sarana bandara, industri penerbangan na-
sional ternyata menghadapi ketidak seimbangan antara kebutuhan
dan ketersediaan kapasitas bandara. Sebagai contoh, peningkatan
­volume bisnis selama periode 2013–2017 di bandara bandara tam-
pak berpacu dengan pertumbuhan industri penerbangan. Itu terli-
hat ­dalam tabel berikut ini:

PASSENGER TERMINAL CAPACITY PT ANGKASA


PASSENGER TERMINAL CAPACITY PURA I

Bandara-bandara di bawah TERMINAL LENGTH ANNU


NO AIRPORT
kelola PT AP 1 kapasitasnya (SGUARE METRE) CAP
tampak terlihat pada tabel 1 I Gusti Ngurah Rai
Domestik 67.884
di samping ini. Internasional 126.162
Domestik 47.190
2 Sultan Hasanuddin
Internasional 3.815
Sultan Aji Muhammad Domestik 102.934
3
Sulaiman Internasional 7.624
Domestik 62.700
BUMN Angkasa Pura 4 Juanda
Internasional 45.093
itu bukan tidak mungkin 5 Sam Ratulangi
Domestik 20.560
akan me­ngelola lebih ba­ Internasional 5.996
Domestik &
nyak bandara lagi. ­Karena 6 Jenderal Ahmad Yani
Internasional
58.652

ada 10 bandara akan 7 Zainudidin Abdul Madjid


Domestik &
26.737
Internasional
­diserahkan oleh Kemente- Domestik &
8 Syamsudin Noor 8.247
rian Perhubungan kepada Internasional
badan usaha pelat merah Domestik 9.069
9 Adi Soemarmo
Internasional 8.426
atau pun swasta. Domestik 17.196
10 Adi Sutjipto
Bandara-bandara ter­se­ Internasional 5.936
Domestik &
but akan dilepaskan de­ 11 Pattimura
Internasional
10.270
ngan skema ­Kerja Sama Domestik &
12 El Tari 7.642
Pemerintah dan Badan Internasional
Domestik &
Usaha (KPBU). Langkah 13 Frans Kaisiepo
Internasional
3.165

melepas ­pengelolaan TOTAL 645.298

160 INACA Berkiprah


Bandar Udara

PASSENGER TERMINAL CAPACITY (PT ANGKASA PURA II)


ANNUAL PASSENGER PAX MOVEMENT FY. % FROM
NO AIRPORT
CAPACITY 2017 (MILLION) 2017 CAPACITY
1 Soekarno-Hatta 43,0 63,0 147%
2 Husein Sastranegara 2,9 10,1 347%
3 Halim Perdanakusuma 2,5 3,9 156%
4 Sultan Mahmud Badaruddin II 3,2 3,8 118%
5 Sultan Thaha 1,5 4,7 310%
6 Depati Amir 1,5 4,0 264%
7 Minangkabau 2,8 3,5 126%
8 Kualanamu 9,0 6,9 77%
9 Sultan Syarif Kasim II 3,2 1,8 55%
10 Supadio 3,8 2,1 54%
11 Raja Haji Fisabilillah 1,2 0,4 29%
12 Sultan Iskandar Muda 2,0 1,2 60%
13 Silangit 0,5 0,3 57%
14 Blimbingsari 2,0
15 Kertajati 29
16 Tjilik Riwut n.a.
TOTAL 77,1 105,5 137%

bandara itu dilakukan untuk


NGTH ANNUAL PASSENGER PAX MOVEMENT P.Y % FROM
TRE) CAPACITY 2018 2018 CAPACITY mengefisien­kan ­anggaran
67.884 9.000.000 11.220.027 125% ­Kementerian Perhubungan.
26.162 16.000.000 12.553.687 78% Sehingga anggaran Pemerin­
47.190 6.600.000 13.303.537 202%
3.815 400.000 233.932 58% tah bisa lebih diarahkan ke
02.934 14.000.000 7.491.956 54% proyek-proyek di daerah-
7.624 1.000.000 56.785 6%
­daerah terpencil.
62.700 9.000.000 18.713.517 208%
45.093 5.000.000 2.237.546 45% Pemerintah menerbitkan
20.560 3.000.000 2.486.095 83% Permenhub Nomor: PM 8 Ta-
5.996 500.000 259.385 52%
hun 2018 tentang Organisasi
58.652 6.900.000 5.162.142 75%
dan Tata Kerja kantor UPBU
26.737 3.800.000 3.595.876 95% yang dikelola oleh Unit Pe-
nyelenggara Unit Penyeleng-
8.247 1.100.000 3.928.075 357%
gara Bandar Udara (UPBU)
9.069 1.200.000 2.612.328 218%
8.426 800.000 123.491 15%
­Direktorat Jenderal Perhubu­
17.196 2.400.000 7.967.992 332% ngan Udara tahun 2018 ber-
5.936 600.000 449.097 75% jumlah 161 bandara, jumlah
10.270 1.500.000 1.516.514 101% bandar udara yang dikelola
7.642 1.000.000 2.249.986 225% oleh Satuan Pelayanan Ban-
dar Udara (SPBU) Kemente-
3.165 500.000 490.345 98%
rian Perhubungan tahun 2018
45.298 84.300.000 96.652.313 192% ­tercatat 25 bandar udara.

INACA Berkiprah 161


Bandar Udara

Telah dimaklumi yang dikelola oleh Badan Usaha Bandar Udara


(BUBU) yaitu PT Angkasa Pura I tahun 2018 berjumlah 13 bandara
dan PT AP II berjumlah 16 bandara. n

Bandara Dikelola oleh UPBU


No. Kelas/Nama Bandara Kode Kota
UPBU KLS I
1 Raden Inten II TKG Lampung
2 Fatmawati BKS Bengkulu
3 Hanandjoeddin TJQ Tj. Pandan
4 Hang Nadim BTH Batam
5 Tjilik Riwut PKY Palangkaraya
6 Juwata TRK Tarakan
7 Mutiara SIS Al Jufri PLW Palu
8 Djalaluddin GTO Gorontalo
9 Sentani DJJ Jayapura
10 Mopah MKQ Merauke
11 Domine Edward Osok SOQ Sorong
12 Mozes Kilangin TIM Timika
13 Kalimarau BEJ Berau
14 Haluoleo KDI Kendari
UPBU KLS 2
1 Abdulrachman Saleh MLG Malang
2 Binaka GNS Nias
3 Cut Nyak Din MWQ Nagan Raya
4 Sultan M Salahuddin BMU Bima
5 Umbu Mehang Kunda WGP Waingapu
6 Fransiskus Xaverius Seda MOF Maumere
7 H. Hasan Aroeboesman ENE Ende
8 Tambolaka TMC Sumba Barat Daya
9 Komodo LBJ Labuanbajo
10 APT Pranoto SRI Samarinda
11 Iskandar PK> P. Bun
12 Gusti Syamsir Alam KBU Kota Baru
13 Rahadi Oesman KTG Ketapang
14 Pangsuma PSU Putusibau
15 Syukuran Aminuddin Amir LUW Luwuk
16 Kasiguncu PSL Poso
17 Sultan Babullah TTE Ternate
18 Rendani MKW Manokwari
19 Karel Satsuitubun LUV Langgur
20 Dow Aturure NBX Nabire
UPBU KLS 3
1 Muara Bungo MRB Jambi
2 Silampari LLG Lb. Linggau
3 Aek Godang AEG P. Sidempuan

162 INACA Berkiprah


Bandar Udara

No. Kelas/Nama Bandara Kode Kota


4 FL Tobing FLZ Pinangsori
5 Rembele TXE Takengon
6 Maimun Saleh SBG Sabang
7 Lasikin SMG Sinabang
8 Tanjung Harapan TJS Tj. Selor
9 H.Asan SMQ Sampit
10 Nunukan NNX Nunukan
11 Melalan MLK Melak
12 Tebelian SQG Sintang
13 R.A. Bessing MLN Malinau
14 Matahora WNI Wakatobi
15 Frans Sales Lega RTG Ruteng
16 Sultan M. Kaharuddin SWQ Sumbawa Besar
17 Mali ARD Alor
18 Wunopito LWE Lewoleba
19 Sultan Bantilan TLI Toli-toli
20 D.C. Saudale RTI Rote
21 Mathilda Batlayeri SXK Saumlaki
22 Noto Hadinegoro JBB Jember
23 Naha NAH Tahuna
24 Melonguane MNA Melonguane
25 Utarom KNG Kaimana
26 H. Aroeppala YKR Selayar
27 Tunggul Wulung CXP Cilacap
28 Wiriadinata TSY Tasikmalaya
29 Bua LLO Palopo
30 Nusawiru CJN Pangandaran
31 Malikus Saleh LSW Lhoksumawe
32 Stefanus ZRI Serui
33 Babo BXB Papua Barat
UPBU KLS 3
(Malayani Penerbangan Printis)
1 Dabo SIQ Singkep
2 Bintuni NTI Papua
3 Ilaga ILA Ilaga
4 Andi Jemma MXB Masamba
5 Raja Haji Abdullah TJB T. Balai Karimun
UPBU KLS 3
(Malayani Penerbangan Printis)
Satpel
1 Tanjung Api AMP Ampana
2 Harun Thohir BWN Bawean
3 Dewadaru KWB Karimunjawa
UPBU Satpel
(Koordinasi di bawah UPBU Kls 1)
1 Mangas MKF Kep. Talaud

INACA Berkiprah 163


17

164 INACA Berkiprah


Peranan
Maskapai
terhadap
Pariwisata

INACA Berkiprah 165


Peranan Maskapai terhadap Pariwisata

Orang optimistis dan pesimistis sama-sama memberi


kontribusi pada masyarakat. Yang optimistis menciptakan
pesawat terbang, yang pesimistis membuat parasut.
­— G. B. Stern ­—

T
ak diragukan lagi betapa terbukti maskapai penerbangan
nasional berperan penting sebagai salah satu faktor dalam
industri pariwisata. Yaitu, satu dari tiga faktor pembentuk
industri pariwisata yang disebut 3-A, Aksesibilitas, Ameni-
tas dan Atraksi. Peningkatan jumlah rute penerbangan di dalam
negeri, peningkatan kapasitas dan frekuensi penerbangan di dalam
negeri, telah tumbuh relatif tinggi seiring dengan peningkatan yang
termasuk ‘luar biasa’ dalam hal jumlah penumpang ­penerbangan
di rute dalam negri.
Dalam hal pembangunan dan pengembangan pariwisata
­internasional, Garuda Indonesia menorehkan sejarah yang penting
­ketika di suatu periode antara tahun 1980 hingga 1990-an dilayani­
nya penerbangan langsung dari Indonesia ke sekitar 34 kota-kota
di mancanegara. Ke dan dari benua Eropa khususnya, dilayani­
nya sekitar 15 kota internasional di Eropa. Pada waktu itu Eropa
­merupakan kawasan pasar wisatawan mancanegara, bukan saja
bagi dunia, tetapi bagi Indonesia pun amat potensial.

166 INACA Berkiprah


Peranan Maskapai terhadap Pariwisata

Selain Garuda Indonesia, hampir setiap maskapai penerbangan


nasional negara-negara di Eropa, pun pada masa itu melakukan
penerbangan regular berjadwal antara Eropa dan Indonesia.
Pertumbuhan kuantitatif jumlah penumpang di dalam ­negeri
dapat dipastikan berkorelasi langsung dengan pertumbuhan
wisatawan nusantara (wisnus). Menurut pihak Kementerian Pari-
wisata, perjalanan jumlah wisnus ditargetkan menjadi 275 juta di
tahun 2019, dari tadi­nya 250 juta perjalanan di tahun 2014.
Keseluruhan jumlah tersebut tentu menggunakan semua moda
angkutan, baik darat, air, maupun angkutan udara.

Tahun 2014 Tahun 2019

250 275
juta juta
Bersamaan dengan itu, Pada tahun 2017 Kementerian Perhu­
bungan mencatat ada 12 mas­kapai penerbangan ­anggota INACA
melayani penerbangan rute internasional terdiri dari 9 ­maskapai
peng­angkut pe­numpang. ­Penerbangan dari dalam negeri untuk
rute internasional ini ­beroperasi dari 13 kota di Indonesia, terbang
ke 27 kota di 13 n
­ egara tujuan. ­

Per Minggu Per Tahun

323.464 17.288.128
pax pax
Di tahun 2017 itu, menurut Kementerian Perhubungan, untuk rute
internasional maskapai nasional kapasitas angkut penumpang per
minggu 323.464 penumpang (pax). Total ­kapasitas penumpang per
tahun mencapai 17.288.128 pax, ini berarti jumlah ketersediaan seat
untuk mengangkut ­penumpang dari dan ke luar negeri atau ­wisman
atau wisatawan mancanegara.

INACA Berkiprah 167


Peranan Maskapai terhadap Pariwisata

Memang, keadaan obyektifnya ialah di satu sisi maskapai


­ enerbangan anggota INACA menjalankan perannya mendu-
p
kung kebijakan nasional ­untuk memajukan pariwisata Indonesia
­dengan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ­mancanegara
(­wisman). Pada sisi lainnya, pariwisata membuka ­peluang bis-
nis bagi maskapai untuk menggarap pasar pada rute luar negeri.
Statistik ­menunjukkan sekitar 75% dari keseluruhan jumlah wis-
man yang berkunjung ke Indonesia, masuk melalui bandar udara,
jadi, menggunakan transportasi udara.
Untuk penerbangan luar negeri, beberapa maskapai anggota
­INACA telah berbagi pasar (market share) di tahun 2017 tampak
­se­perti ini: 39% Garuda Indonesia, 26% Indonesia AirAsia, 18% Lion
Air (non anggota INACA), 10% Indonesia AirAsia Extra, 4% Batik
Air (non anggota INACA), 2% Sriwijaya Air, kurang dari 1% masing-
­masing ­Citilink, Travel Express, dan NAM Air (data dari Kementerian
­Perhubungan).

Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta.

168 INACA Berkiprah


Peranan Maskapai terhadap Pariwisata

Jumlah kota di luar negeri yang sudah dilayani penerbangan lang-


sung ke berbagai destinasi di Indonesia telah mencapai 59 kota. Na-
mun, kurang dari separuhnya (pada 2017) yang bisa ­dilayani oleh
maskapai nasional anggota INACA. Dengan kata lain, peluang meng­
operasikan penerbangan luar negeri dalam rangka mendukung
pariwisata sangat terbuka lebar. Pemerintah Indonesia bertekad
hendak menjadikan pariwisata sebagai core economy di negeri ini.
Adapun kota-kota di Indonesia yang telah dilayani oleh penerbang­
an ke luar negeri ialah: Balikpapan, Banda Aceh, ­Bandung, Batam,
Denpasar, Jakarta, Makassar, Manado, Medan, Padang, Palembang,
Pekanbaru, Pontianak, Praya, Lombok , Semarang, Solo, Surabaya,
Tarakan, Jogjakarta.
Adalah yang sangat menarik dan signifikan ketika maskapai
penerbangan nasional tiba-tiba menambah penerbangan ­langsung
antara Indonesia dan Cina. Ini bermula dari penerbangan char­
ter sekali dalam seminggu antara kota yang ‘terpencil’ di utara
­Indonesia yaitu Manado, dengan salah satu kota di Cina yang baru
diperkenalkan di Indonesia yakni Guangzhou. Penerbangan charter
­seminggu sekali itu kemudian dalam waktu relatif singkat berkem-
bang ­menjadi rangkaian penerbangan charter berkali-kali setiap
minggunya.
Kemudian, penerbangan charter melebar ke kota-kota kecil atau
secondary cities lainnya di Cina. Selain dari penerbangan charter
dari kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan
Shenzhen.
Jumlah kunjungan wisatawan dari Cina yang mendarat langsung
di Bandara Sam Ratulangi di Manado telah tumbuh rata-rata ­ratusan
persen dalam tempo singkat sejak pertama kali ­penerbangan
­charter dimulai.

INACA Berkiprah 169


Peranan Maskapai terhadap Pariwisata

Secara nasional, potret market-share penumpang antara ­maskapai


nasional pada rute internasional, di tahun 2017, tampak sebagai
­berikut:

Market share of International Market share of International


passenger by national passenger by national
airlines in 2016 airlines in 2017
41.35% Garuda Indonesia 39% Garuda Indonesia
29.85% Indonesia AirAsia 26% Indonesia AirAsia
14.29% Lion Air 18% Lion Air
9.55% Ind’sia AirAsia Extra 10% Ind’sia AirAsia Extra
1.64% Batik Air 4% Batik Air
2.67% Sriwijaya Air 2% Sriwijaya Air
0% Citilink 0% Citilink
0.34% Travel Express 0% Travel Express
0.30% NAM Air 0% NAM Air

Pangsa pasar penumpang dalam negeri 2016:


Batik Air NAM Air
Asi Pujiastuti 0.06% 6.00% 1.50%
Indonesia Air Asia Extra
Transnusa 0.24% 0.34%
Travira Air 0.66%
Citilink Garuda
Kalstar Aviation 1.13% 12.24% Indonesia
26.05%
Aviastar 0.1%
Sriwijaya Air Indonesia
Wings Air 4.45% 9.32% Air Asia
2.69%
Trigana Air 0.66% Lion Air 34.5%
Travel Express 0.54%

City of Indonesia Connected in International Routes in 2017:


1. Balikpapan 8. Manado 15. Semarang
2. Banda Aceh 9. Medan 16. Solo
3. Bandung 10. Padang 17. Surabaya
4. Batam 11. Palembang 18. Tarakan
5. Denpasar 12. Pekanbaru 19. Jogjakarta
6. Jakarta 13. Pontianak
7. Makassar 14. Praya Lombok

170 INACA Berkiprah


Peranan Maskapai terhadap Pariwisata

Pangsa pasar Number Market


Airlines of Pax Share
penumpang
dalam negeri 1. Lion Air 33.131.053 34 %
2017 2. Garuda Indonesia 19.601.133 20 %
3. Citilink 12.229.188 13 %
4. Batik Air 10.079.902 10 %
5. Sriwijaya Air 9.745.162 10 %
6. Wings Abadi 5.896.727 6%
7. NAM Air 2.437.318 3%
8. Indonesia AirAsia 1.087.946 1%
9. Indonesia AirAsia Extra 1.033.969 1%
10. Trigana Air Service 686.641 1%
11. Travel Express 461.499 0%
12. Kalstar Aviations 455.942 0%
13. Transnusa 25.126 0%
14. Asi Pujiastuti 19.058 0%

Potret pertumbuhan penerbangan rute internasional yang di-


layani oleh maskapai-maskapai penerbangan nasional tampak
­sebagai berikut ini :

(Sumber: diolah dari data Kemenhub)

Pertumbuhan pariwisata di Indonesia mencerminkan ­harapan


positif. Pertumbuhan tersebut juga berpeluang memperluas
­peranan maskapai penerbangan dan menjaga keberlanjutan bisnis
penerbangan itu sendiri.
Di rute dalam negeri contohnya. Pertumbuhan jumlah
­penum­pang cenderung meningkat terus. Pelaku industri pener-
bangan nasional semestinya bisa sekali memanfaatkan bisnis dari
pejalan domestik. Pelaku industri penerbangan nasional maupun
­operator ­penerbangan asing juga bisa mengembangkan bisnis di
sektor ­inbound sejalan dengan ekspansi pemasaran dan penjualan
pariwisata Indonesia ke mancanegara, maupun di sisi perjalanan
outbound.
Tetapi harus diakui bahwa peran penting airlines di bidang
pengembangan pariwisata, efektifitasnya akan tergantung pada
daya jual destinasi pariwisata itu sendiri. n

INACA Berkiprah 171


18

172 INACA Berkiprah


Bahan Bakar
Penerbangan

INACA Berkiprah 173


Bahan Bakar Penerbangan

Dari pesawat terbang yang saya cintai, saya melihat


ilmu pengetahuan yang saya puja memusnahkan kebudayaan,
padahal saya mengharapkan mereka dimanfaatkan
untuk kebudayaan.
­— G. B. Stern ­—

A
da perbedaan mencolok dalam hal ­permasalahan
bisnis yang dihadapi oleh industri penerbangan,
antara yang di Indonesia dengan di beberapa
­negeri lain. Di Indonesia, ­industri penerbangan
­menghadapi dua permasalahan yaitu fenomena naik turun-
nya kurs nilai mata uang asing khususnya Dollar AS terhadap
Rupiah ­Indonesia, selain itu, permasalahan yang juga selalu
dihadapi ialah fenomena naik turunnya harga bahan bakar
minyak di dunia.
Di negeri lain di mana kurs mata uangnya relative stabil
­terhadap dollar, maka yang dihadapi terbatas satu ­faktor
yaitu naik turunnya harga bahan bakar minyak. Maka di
­Indonesia, industri penerbangan menghadapi risiko naik

174 INACA Berkiprah


Bahan Bakar Penerbangan

(Sumber:PT Pertamina Aviasi)

t­ urunnya ­biaya-biaya operasional lantaran dua faktor terse-


but, ­sedangkan di berbagai Negara lainnya di luar negeri,
­industri penerbangannya menghadapi permasalahan dari
satu faktor saja, yaitu naik turunnya harga minyak di dunia.
Hampir semua biaya operasional yang relative besar-
­besar ­dalam operasi industri penerbangan dibayarkan da-
lam mata uang ­asing utamanya dalam dollar Amerika, misal
sewa atau pembelian pesawat, biaya maintenance and spare
parts. ­Sedangkan ­penghasilan dari operasional kebanyakan
­diterima dalam mata uang Rupiah ­Indonesia. Maka ketika
kurs mata uang Rupiah melemah terhadap dollar, biaya-
­biaya ­operasional dari dua faktor tersebut (sewa pesawat dan
bahan bakar minyak) bisa mencapai 40%, 50% hingga lebih
dari keseluruhan TOC/Total Operational Cost.
Pertamina Aviasi berkaitan langsung dengan kegiatan
­industri penerbangan nasional. Perusahaan ini menjual dua
produk utamanya yang pasti setiap saat dibutuhkan oleh
­operator penerbangan, yaitu avtur dan avgas. Avtur, atau
yang secara luas dikenal sebagai Jet A-1, merupakan bahan
bakar penerbangan untuk pesawat bermesin jet dan turbo­
prop. Avgas (aviation gasoline) merupakan bahan bakar ­untuk
pesawat bermesin piston.

INACA Berkiprah 175


Bahan Bakar Penerbangan

Dimaklumi bahwa komponen bahan bakar pada industri


­ enerbangan mengambil porsi 30–40% dari Total Operation
p
Cost (TOC). Jadi perannya amatlah penting dalam pengelo-
laan operasi penerbangan.
Seluruh konsumen Pertamina Aviasi adalah entitas
­penerbangan, baik penerbangan komersial (airlines, charter,
dan general aviation lainnya) maupun pemerintahan (militer,
sekretariat negara, dan lain-lain). Beroperasinya melayani pe-
sawat penerbangan di dalam negeri dan di bandara-bandara
internasional.
Tentu Pertamina sendiri perlu membangun infrastruk-
turnya. Beberapa cara ditempuh oleh Pertamina dalam
mengembangkan infrastruktur. Pertama, membangun
­infrastruktur dengan ber­mitra (atau bahkan outsourcing,
dan kemudian membayar sewanya). ­Kedua, memiliki sendiri
­infrastruktur tersebut.
Pertamina Aviasi melakukan pengisian bahan bakar ke
pesawat-pesawat di lokasi yang telah disepakati. Pertamina
Aviasi meng­operasikan 66 Depot Pengisian Pesawat Udara
(DPPU) di seluruh I­ ndonesia.
Layanan oleh Pertamina dilakukan di seluruh Indonesia,
bukan hanya di kota besar. UU memungkinkan swasta boleh
mendistribusikan avtur di luar kota-kota besar dimaksud,
tetapi infrstrukturnya memang belum memungkinkan di­
sediakan oleh swasta.
INACA bersama Pertamina Aviation telah membentuk Tim
yang akan melakukan fuel audit bersama-sama secara ran-
dom dan berkelanjutan pada DPPU di bandara domestik.
Supply untuk DPPU tersebut sebagian besar diperoleh dari
­kilang minyak domestik yaitu Cilacap, Balikpapan, Dumai,
dan Plaju. ­Sebagian lagi berupa parcel import yang diguna-
kan untuk supply DPPU di Bandara Soekarno-Hatta.
Baik untuk memahami komponen-komponen apa saja yang
membentuk harga akhir dari avtur yang dibeli oleh ­operator
penerbangan dari Pertamina. Dalan persentase komponen
pembentuk harga avtur tersebut tergambar pada grafis beri-
kut ini:

176 INACA Berkiprah


Bahan Bakar Penerbangan

66 DPPU
Di dalam negeri, pertumbuhan penjualan avtur mengikuti
jumlah pertumbuhan armada pesawat. Bagaimana potret
pertumbuhan penggunaan avtur dan avgas, dapat digambar-
kan oleh Pertamina Aviasi, sebagai berikut:

INACA Berkiprah 177


19

178 INACA Berkiprah


Bisnis
Kargo Udara

INACA Berkiprah 179


Bisnis Kargo Udara

Failure only happens when we give up.


­— B.J Habibie ­—

P
erkembangan bisnis kargo dan peran anggota INACA juga
padat dengan kurva naik turun yang menarik dan itu
­melengkapi sejarah industri penerbangan nasional Indo-
nesia. Bisnis pengiriman barang melalui udara yang diang-
kut pesawat khusus kargo di Indonesia dinilai berkembang lam-
bat ­karena angkutan udara penumpang secara objektif memang
­cenderung bertumbuh lebih cepat. Belakangan bisnis kargo udara
meningkat relative lebih tinggi, namun demikian, ­pertumbuhan
pengguna jasa angkutan udara yang melesat itu, ternyata tidak
dibarengi dengan melonjaknya volume barang yang diangkut oleh
freighter (pesawat terbang yang khusus pengangkut kargo) dalam
negeri.
Pangsa pasar kargo udara yang diserap freighter pada umum-
nya hanya sekitar 1% dari total volume kargo domestik melalui
darat, laut dan udara. Kompetisinya sangat tinggi, terutama dengan
­pesawat penumpang.
Pengelola penerbangan freighter mengalami kesulitan untuk ber-
saing dengan pesawat penumpang lantaran perbedaan tarif yang
cukup mencolok. Tarif kargo udara yang ditawarkan ­freighter pada
umumnya empat kali lebih mahal ketimbang tariff angkut yang
­ditawarkan oleh pesawat penumpang, kata Boyke P ­Soebroto,
Direktur Utama PT Cardig Air anggota INACA yang juga pernah
menjabat Ketua Penerbangan Kargo di kepengurusan INACA.
Lebih rincinya sejarah pengalaman bisnis angkutan kargo udara
diungkapkan oleh Muhammad Ridwan, direktur PT My Indo
­Airlines.
Penerbangan komersial pengangkut penumpang yang ­relative
terbesar terutamanya ialah grup Garuda Indonesia dan grup Lion
Air. Mereka menjual harga relative lebih murah untuk ongkos
angkut kargo. Memang, fokus bisnis mereka sebenarnya angkutan
penumpang. Kalaupun setiap hari selalu ada sejumlah kargo yang
diterima oleh kedua maskapai tersebut, itu boleh dikatakan ibarat
sekedar merupakan ‘uang receh’ sebagai tambahan penghasilan.
Keadaan itu berlangsung sampai tahun 2018. Belum dapat diduga
akan bagaimana nanti perkembangannya setelah itu.

180 INACA Berkiprah


Bisnis Kargo Udara

Dimaklumi bahwasanya penerbangan kargo dengan mengguna-


kan pesawat khusus freighter, tidak akan bisa menyaingi pesawat
penumpang dalam hal harga untuk mengangkut kargo. Maska-
pai penerbangan penumpang bisa membawa kargo atau bisa dis-
ebut belly space cargo flight dengan harga jauh lebih murah kar-
ena pendapatan utamanya diperoleh dari angkutan penumpang,
sedang­kan penerbangan dengan pesawat freighter pendapatan uta-
manya tentu dari mengangkui kargo semata. Cuma dari kargo saja
penghasilannya, pesawatnya tidak diisi p ­ enumpang.
Yang jadi kendala antara lain kebanyakan di Indonesia ini
­pengangkutan kargonya hanya untuk satu arah. Contohnya, ter-
bang dari Jakarta ke Balikpapan, pesawatnya penuh terisi karena
banyak kargo mau keluar dari Jakarta menuju ke Balikpapan. Tapi
kargo yang keluar dari Balikpapan menuju Jakarta tidak ada alias
kosong. Kalaupun jika kebetulan kargo ada, volumenya sekedar
berkisar 100 atau 200 kilogram. Begitulah bedanya dengan pener-
bangan ­penumpang yang pergi dan pulang pesawatnya selalu terisi
­penumpang.
Rute yang paling gemuk di penerbangan freighter adalah
­Jayapura–Wamena. Dan Sentani–Wamena. Untuk angkutan penum­
pang jadwalnya bisa terbang sehari 14 kali. Untuk angkutan kargo
bisa terbang 7 kali setiap hari.

Aktivitas Cardig Air di bandara.

INACA Berkiprah 181


Bisnis Kargo Udara

Adapun di bagian barat Indonesia, angkutan kargo udara selama


ini paling banyak beroperasi pada rute Batam–Jakarta. Namun itu-
pun masih menggunakan pesawat-pesawat penumpang.
Akibat ketidakmampuan untuk bersaing itu, sebagian besar
­armada freighter digunakan hanya melayani pengiriman barang di
kawasan Papua.

Upaya meningkatkan bisnis kargo


Berdasarkan data Kementerian Perhubungan pada Juli 2016,
jumlah maskapai niaga berjadwal kargo berjumlah tiga maskapai
yaitu PT Cardig Air, PT TRI-MG Intra Asia Airlines, dan PT My Indo
Airlines. Sementara maskapai niaga tidak berjadwal kargo yang
mendapatkan izin dari Kemenhub juga tercatat tiga maskapai,
­yakni PT TRI-MG Intra Asia Airlines, PT Asialink Cargo Express, dan
PT Republic Express.
Boyke Soebroto, pernah mengatakan kepada media, trafik ­kargo
di Bandara Soekarno Hatta bisa tumbuh sekitar 10% dari 800.000
ton per tahun, katanya waktu itu. Dia menjelaskan, perge­rakan
kargo internasional akan mening­kat setelah mulai dibukanya
penerbangan langsung dari ­China ke Indonesia, yakni China–Bali,
China–Manado dan ke depan ­China–Medan. Penerbangan langsung
tersebut akan mendorong peningkatan volume. Sementara selama
ini, penerbangan dari ­China ke Indonesia masih harus melalui
­negara-negara lain seperti Singapura, Hongkong dan lain-lain.
Pada tahun 2017, dengan maksud tujuan mendorong pertum­
buhan bisnis kargo udara, INACA bekerjasama dengan The
­International Air Cargo Association (TIACA) dan dengan beberapa
perusahaan kargo terkemuka, telah menyelenggarakan Air Cargo
­Summit Indonesia pertama di Jakarta.
Konferensi 2 hari itu menghadirkan lebih dari 200 pemimpin
­industri untuk mengeksplorasi peluang dan perkembangan terbaru
serta tantangannya di Indonesia. Indonesia nyatanya merupakan
ekonomi terbesar Asia Tenggara dan produk domestik bruto (PDB)
tumbuh sekitar 5,6 persen pada tahun 2016, menurut Laporan
Transportasi Kargo Indonesia. Potensi bisnis kargo udara di Indo-
nesia membuka peluang akan pertumbuhan yang pesat.
Kargo Indonesia masih didominasi oleh pergerakan domestik

182 INACA Berkiprah


Bisnis Kargo Udara

yakni sekitar 90% dari keseluruhan volume kargo udara. Diper-


kirakan dan diharapkan yang akan menyetir pertumbuhan kargo
domestik adalah utamanya e-commerce karena membutuhkan
­kecepatan, jadi, akan tumbuh tahun 2017 sejalan dengan pertum-
buhan e-commerce.
Sementara itu pihak manajemen Cargo Garuda Indonesia meng­
ungkapkan sekitar 60% besar kargo yang mereka angkut ada di
domestik. Sedangkan 40% sisanya dari penerbangan internasional.
Perusahaan pelat merah ini menargetkan pendapatan bisnis kargo
bisa mencapai US$ 300 juta di tahun 2017. Kargonya banyak datang
dari Eropa, Australia dan Cina.
Dinyatakan, Garuda Indonesia menargetkan bisa mengangkut
kargo sebesar 440.000 ton tahun 2017, tumbuh dari target 331.000
ton tahun 2016. Perusahaan ini akan lebih fokus membesarkan
angkutan kargo domestik karena pasar masih besar.
Pada tahun-tahun sebelumnya ada perkiraan bahwa rata-rata vol-
ume kargo udara di bandara-bandara yang dikelola BUMN AP I dan
AP II di tahun 2015 akan tumbuh berkisar 6%. Bahkan AP II optimis
bisa tumbuh 9%-10% dari realisasi tahun 2014. Tapi sayang prediksi
itu tak tercapai. Dilihat dari perspektif regional, ternyata Asia ­Pasifik
dan Amerika Utara menjadi wilayah ­dengan per­mintaan jasa kargo
udara paling anjlok secara signifikan, yakni masing-­masing 5,2%
dan 1,8%. Persaingan sengit, kapasitas ­meningkat dan permintaan
stagnan, membuat bisnis kargo udara menjadi ­sulit ­untuk meng-
hasilkan keuntungan. Hal ini membuat tahun 2016 ­dinyatakan
menjadi tahun yang sulit bagi bisnis kargo. Seperti dicatat tadi, ada
tiga perusahaan penerbangan nasional tidak berjadwal spesialis
kargo beroperasi di Indonesia.
Naik turunnya bisnis kargo udara tergambar antara lain dari
perkembangan berikut ini. Bisnis kargo udara di dalam negeri di
­periode 2010–2012 pertumbuhannya relatif tinggi antara 16–20%,
tetapi tahun 2013 tingkat pertumbuhannya menurun menjadi 5%
lebih. Kargo udara terkait langsung dengan kegiatan dan volume
perdagangan/dan perekonomian ­umumnya. Kegiatan pada pener-
bangan luar negeri memperlihatkan bisnis ini berkembang cukup
fulktuatif.
Volume kargo keseluruhan menurun tipis tahun 2015 di­banding
tahun 2014. Namun tingkat pertumbuhannya amat fluktuatif, di

INACA Berkiprah 183


Bisnis Kargo Udara

tahun 2013 minus 5,67%, tahun 2015 minus lagi 3,51%. Turunnya
trafik kargo udara tahun 2015 itu terdampak negatif oleh berlanjut-
nya peristiwa bencana alam seperti erupsi gunung berapi dan asap
di Sumatra dan Kalimantan. Sejumlah pelaku bisnis logistik telah
lebih memilih moda transportasi darat dan moda transportasi laut,
ketimbang pesawat udara. Realisasi pengangkutan kargo udara ta-
hun 2015 diperkirakan mencapai 686.850 ton. Bagusnya, menjelang
akhir tahun terdapat indikasi ekonomi mulai lebih baik, rupiah
cenderung menguat, harga minyak kelapa sawit mulai menunjuk-
kan tendensi membaik.
Bisnis sektor kargo udara di tahun 2017 agak menurun dengan
pertumbuhan yang negatif, padahal tahun 2016 mencatat pertum-
buhan sekitar 3,5 persen dibandingkan dengan 1,75 persen pada
tahun 2015.
Tahun 2016 itu pertumbuhannya adalah berkat meningkatnya
permintaan konsumen untuk barang impor. Jumlah kargo domes-
tik tahun 2017 di Indonesia meningkat ­sekitar 14 % dibandingkan
kargo domestik tahun 2016.
Kebijakan ekonomi dari pemerintah diharapkan akan men­
dorong kegiatan ekonomi, dan di tengah Asean open sky yang ber-
jalan, pangsa pasar kargo udara akan menjadi lebih besar.

Komplementer Freighter
dan pesawat penumpang
Ada perbedaan mencolok dalam aspek tekhnis antara mengguna-
kan penerbangan pesawat penumpang dengan pesawat kargo. Di
antara satuan-satuan kargo ada yang tidak bisa masuk ke ­pesawat
penumpang, lantaran ukuran barangnya melebihi ukuran besar
yang ditentukan. Juga melebihi pembatasan beratnya. Barang yang
padat, berukuran panjang, harus diangkut pesawat kargo. Pesawat
penumpang memang membatasi ukuran atau dimensi barang yang
boleh diangkut, terbatas maksimal 50 kilogram atau 100 kilogram
per satuan barang. Pada pesawat penumpang bagi porter tentu tak
mungkin mengangkat barang lebih dari 100 kg–200 kg. Lain halnya
pesawat kargo freighter yang bisa menerima barang sampai 1 atau
2 ton per satu barang. Pintu pesawatnya untuk ruang kargo pun
berukuran lebih besar.

184 INACA Berkiprah


Bisnis Kargo Udara

Operator Air freight indonesia boleh beroperasi keluar negeri.


Maskapai My Indo misalnya, terbang ke Singapura. Pernah me-
layani operasi ke Madras, Spanyol, juga ke Mumbai, India. Untuk
penerbangan charter diperbolehkan terbang ke mana saja.
Bisnis kargo udara dengan pesawat khusus pengangkut kargo di
Indonesia nyatanya belumlah banyak. Pernah ada maskapai ber-
nama Manunggal harus tutup. Megantara tutup. NAC tutup. RPX
­tutup. Cukup banyak perusahaan spesialis penerbangan kargo
­harus berhenti.
Jadi, berapakah kapasitas yang ada di bidang angkutan kargo
udara ini? Cara menghitumgnya ialah, dengan asumsi rata-rata
­setiap perusahaan beroperasi dengan standar minimum 3 pesawat.
Berarti 3 perusahaan x 3 pesawat x 15 ton (kapasitas masing-­masing
pesawat freighter) maka total kapasitasnya di sekitar 135 ton untuk
sekali terbang.
Tetapi kapasitas tersebut adalah yang khusus menggunakan pe-
sawat freighter. Di luar armada freighter, kapasitas angkutan kargo
udara ini jauh lebih banyak lagi, yaitu yang menggunakan pener-
bangan dengan pesawat penumpang. Jika diasumsikan tiap satu
pesawat pengangkut penumpang dapat menerima mengangkut 3
ton kargo udara, maka dapat dibayangkan besarnya kemampuan
angkut pesawat penumpang yang jumlahnya ratusan pesawat yang
dioperasikan oleh grup Garuda Indonesia dan Lion Air saja. Bisa
mencapai total kapasitas ribuan ton kargo udara.
Tapi yang paling ramai angkutan kargo udara memang di
­kawasan Papua lantaran di sana tidak terdapat pilihan lain untuk
moda angkutan kargo. Tidak bisa jalan darat tidak bisa melalui laut.
Cuma bisa dengan angkutan udara.
Sebutlah contoh penerbangan freighter Jakarta ke Balikpapan
adanya sehari sekali, dan Jakarta–Semarang sehari cuma 1 kali juga.
Pelanggan kalau mau mengirim barang dengan pesawat khusus
kargo waktunya belum tentu cocok dengan jadwal yang diinginkan.
Sementara pesawat penumpang selalu ada yang beroperasi pagi,
siang, sore, malam. Pelanggan akan bebas memilih jadwal. Terjadi
fungsi komplementer antara maskapai khusus pengangkut kargo
dengan maskapai penerbangan penumpang.
Salah satu maskapai penerbangan khusus kargo, bernama
My Indo Airlines beroperasi mulai tahun 2012, dengan armada 3

INACA Berkiprah 185


Bisnis Kargo Udara

­ esawat freighter. Tahun 2019 rencananya total armadanya menjadi


p
6 pesawat. Penempatan pesawatnya masing-masing satu di ­Jakarta,
Balikpapan, dan Jayapura. Makapai lainnya, Tri-MG mempunyai 2
pesawat. Cardig Air berhenti beroperasi sejak tahun 2018.
Gejala menggembirakan perkembangan positif dan modern
­bisnis kargo udara diuraikan di majalah Cargo Indonesia edisi Mei
2019 berdasarkan penjelasan antara lain dari Garuda Indonesia.
Bahwa, bisnis kargo udara itu margin profit-nya maksimal 3 persen.
Tapi di era di mana terjadi booming bisnis e-commerce yang memer-
lukan pendistribusian general cargo dan paket-paket e-commerce
ke daerah-daerah, juga bisnisnya naik tajam. Jadi, peluang bisnis
kargo udara masih terbuka lebar dan pasarnya bakal tumbuh terus
terkait dengan kenyataan Indonesia mempunyai 237 bandara kecil
sampai dengan internasional (data dephub.go.id).
Bisnis e-commerce cerah di masa mendatang. Juga data historis
beberapa tahun belakangan menunjukkan kalau growth jumlah
­penumpang sudah mulai sulit untuk mencapai angka dua digit.
Justru di bisnis kargo, 2–3 tahun belakangan pertumbuhannya
di domestik rata-rata mencapai angka 11 persen. Ada proyeksi
­kargo domestik tahun 2019 bisa tembus 20 persen pertumbuhan
­dibandingkan tahun 2018.
Maskapai terbesar dalam hal ini, Garuda Indonesia misalnya,
mempersiapkan beberapa langkah business plan bidang kargo,
antara lain sebagai berikut:
Untuk mengatasi seringnya terjadi offload cargo, Garuda menja-
lin kerjasama dengan pesawat freighter dari My Indo. Yaitu melaku-
kan sewa secara wet lease dan hasilnya luar biasa. CLF (cargo load
­factor) sangat memuaskan sesuai target dan masih konsentrasi
pada pasar domestik. Misalnya, meng­angkut beberapa komodi-
tas antarpropinsi barang yang saling substitute dari tiap propinsi.
Contoh­nya, mengangkut ikan segar dari Makassar ke Jakarta, lalu
dari Jakarta mengangkut barang-barang e-commerce produk pen-
jualan online disebar ke daerah atau propinsi lain.
Contoh lainnya, produk cabai dari Kalimantan Selatan diangkut
ke Batam, lalu dari Batam membawa kembali general cargo dan
produk e-commerce ke daerah Indonesia Timur. Strategi itu ber-
jalan bagus, respons pasarnya bagus. Maka akan dikembangkan
konversi pesawat B 738 NG dan Airbus AB 330 ke versi freighter agar

186 INACA Berkiprah


Bisnis Kargo Udara

Garuda Indonesia bisa lebih meng-generate revenue yang maksimal


dari bisnis kargo. Tetapi yang freighter AB 330, dikonsentrasikan ke
pasar rute luar negeri. Permintaan kargo ke Hong Kong bagus, juga
mengangkut ikan tuna ke Jepang menjadi pasar yang menjanjikan.
Sangat diharapkan tahun 2019 konversi ke freighter untuk B 738
dan AB 330 berjalan sesuai time frame-nya.

Drone kargo pertama di dunia


Yang lebih maju lagi, rencananya Garuda Indonesia akan meng­
operasikan drone kargo yang pertama di dunia, kapasitasnya bisa
mengangkut 1,5 ton. Produksi pabrikan China Beihang Industry
rencana­nya akan dibeli 100-an drone kargo ini.
Drone kargo ini hanya memerlukan runway 300 meter. Lapang­
an terbang dengan runway 500 meter banyak terdapat di ­Papua,
Maluku, NTT, dan Kalimantan. Di situlah Drone Garuda akan
­menghubungkan pergerakan logistik antarkota, antarkabupaten,
bahkan kecamatan karena hanya memerlukan panjang landasan
300 meter. Drone ini bisa terbang beberapa jam, sehingga bisa
meng-cover remote area. Dengan demikian produk komoditas bisa
dibawa ke ibukota propinsi daerah dan hanya membutuhkan 10
­liter avtur saja.
Ekonomi daerah terpencil akan hidup bergairah dengan operasi
drone kargo ini. Dinyatakan, Garuda harus bisa menangkap pe­luang
ini. Drone bisa terbang beberapa jam, sehingga bisa melayani remote
area. Dengan demikian produk komoditas bisa dibawa ke ibukota
propinsi daerah dan, seperti disebut tadi, ---hanya ­membutuhkan
10 liter avtur saja. n

INACA Berkiprah 187


20

188 INACA Berkiprah


Penerbangan
Tidak Berjadwal
(Charter)

INACA Berkiprah 189


Penerbangan Tidak Berjadwal (Charter)

Ketika semua terlihat berlawanan denganmu, ingatlah


bahwa pesawat terbang selalu terbang melawan an­
gin, bukan mengikuti arus angin.
­— Henry Ford ­—

I
ndustri penerbangan di Indonesia setidaknya terbagi tiga
macam bisnis, yaitu penerbangan berjadwal, penerbangan
tidak berjadwal, dan penerbangan kargo. Pada bisnis pener-
bangan tidak berjadwal juga termasuk bisnis penerbangan
charter.
Beberapa faktor yang spesifik dan dipastikan secara langsung
mempengaruhi naik turunnya bisnis, yaitu kegiatan industri per-
tambangan dan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana di
daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan, yang diseleng-
garakan oleh pemerintah.
Faktor-faktor ketidakpastian di lingkungan eksternal sangat
mempengaruhi bisnis penerbangan ini yang sensitif terhadap
­perubahan-perubahan eksternal, bisa berupa perubahan regulasi,
perubahan harga avtur, perubahan nilai tukar rupiah terhadap
US Dollar, dan sebagainya. Ketidakpastian lingkungan terbagi dua,
yaitu kompleksitas (complexity) lingkungan industri penerbangan
dan dinamika (dynamic) industri penerbangan.
Operator penerbangan charter mengoperasikan pesawat terbang
(fixed wings) dan rotary wings yaitu helikopter. Di Indonesia keselu-
ruhan jumlahnya di tahun 2017 tercatat 48 operator penerbangan
tidak berjadwal dan charter, yang mengangkut penumpang atau-
pun kargo.
Jadi, penerbangan tidak berjadwal dan charter tidaklah semata-
mata untuk penggunaan pribadi. Maka diperkirakan bahwa tahun
2018 dan 2019, peningkatan bisnis ini antara lain diharapkan dari
meningkatnya mobilitas terkait kegiatan politik di Indonesia. Tentu
saja juga diharapkan kegiatan ekonomi pertambangan pun akan
menggeliat dan mendorong pertumbuhan penerbangan tidak ber-
jadwal dan charter.
Untuk penerbangan tidak berjadwal, di tahun 2017 tercatat seki-
tar 200 helikopter dengan 60 operator di Indonesia, di antaranya
41% helikopter tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan, dan

190 INACA Berkiprah


Penerbangan Tidak Berjadwal (Charter)

yang utamanya melayani penerbangan ke lokasi yang ­terpencil,


­berada di daerah-daerah pegunungan yang membutuhkan
­pengangkutan orang dan barang peralatan; lainnya 16% digunakan
untuk ­kegiatan lepas pantai, 16% untuk kegiatan law enforcement,
11% untuk ­charter, 9% untuk penggunaan korporasi, 7% untuk
Search and Rescue (SAR) dan 1% untuk Emergency Medical Service
(EMS). Pesawat jet ada 51, di antaranya 35% adalah large-sized jet,
dan 25% lighttype dan 16% merupakan mid-size jet aircraft.
Perbandingan jumlah maskapai antara yang berjadwal dan yang
tidak berjadwal menurut data Kementerian Perhubungan terlihat
seperti ini:

Jumlah Airlines yang Beroperasi


YEAR 2012 2013 2014 2015 2016
Scheduled airlines 19 19 16 17 17
Non scheduled airlines 42 44 49 45 48

Jajaran penerbangan tidak berjadwal merasakan kemajuan-


­ emajuan yang konsisten. Jumlah airlines yang beroperasi pada non-
k
scheduled airlines selama lima tahun terakhir cenderung menaik,
kebalikan pada scheduled airlines yang cenderung berkurang.
Tahun 2012 tercatat 42 perusahaan non-scheduled airlines yang
beroperasi, pada tahun 2016 telah menjadi 48 airlines. Jumlah heli­
deck register di tahun 2016 tercatat 201 dari tadinya di tahun 2015
tercatat 194, Register Elevated Heliport menjadi 53 di tahun 2016
dibandingkan 45 tahun sebelumnya, Registered Surface Level Heli­
port menjadi 91 dari 82 tahun 2015, dan seterusnya.
Pada tahun 2013 pangsa pasar penerbangan tidak berjadwal
dan penerbangan charter telah dibagi-bagi oleh pengguna yang
terdiri dari bidang kegiatan: Minyak dan Gas, Korporit, Pelayanan
­Kesehatan,
Pariwisata, Logistik, Survey Photo Aerial, Spot Charter, Per­
tambangan dan Perkebunan. Total nilai yang dihasilkan dari pasar
ini bagi industri penerbangan tercatat mencapai USD 530 juta.
Sayang sekali pada tahun 2015, dengan para pengguna yang sama,
hasil total yang dicapai telah berkurang lebih 50% sehingga tercatat

INACA Berkiprah 191


Penerbangan Tidak Berjadwal (Charter)

total nilai USD 230 juta. Sebanyak 20 perusahaan ­penerbangan tidak


berjadwal pada tahun 2017 itu tercatat sebagai anggota INACA.
Pembaharuan juga dilakukan pada PersyaratanPersyaratan
S
­ ertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara Niaga
­Untuk Penerbangan Komuter dan Charter. Beberapa perubahan
antara lain menyangkut definsi Extended Over Water Operations,
yang meliputi jarak penerbangan, serta definisi kategori A dan
kategori B yang memilah jenis dan spesifikasi pesawat. Peraturan
Menteri Perhubungan No. 152 Tahun 2015 memperbarui peng-
aturan tersebut atas dasar pertimbangan adanya muncul bebera-
pa standar baru terkait sertifikasi dan pengoperasian perusahaan
angkutan udara untuk penerbangan komuter dan charter. Melalui
PM 152 itu juga diatur susunan struktural manajemen perusahaan
maskapai penerbanganyang harus diikuti dan dipenuhi setiap pe-
rusahaan penerbanganberjadwal dan tidak berjadwal.
Penerbangan tidak berjadwal, baik secara individual maupunber-
sama-sama, melangkah terus mengupayakan kemajuan demikema-
juan, mengingat potensi dan kebutuhan masyarakat di Indonesi-
aterhadap peranannya, bagaimanapun, akan semakin bertambah.
Salah satu langkah signifikan di tahun 2014, telah menyeleng-
garakanajang International Indonesia Business and CharterAviation
Summit (IBCAS).

Penerbangan perintis
Ada satu lagi tipe bisnis penerbangan yang dijalankan oleh
i­ ndustri penerbangan Indonesia, yang disebut Penerbangan
­Perintis.Tanggal 27 Januari 2016 pemerintah memperbarui peng-
aturan beberapahal yang meliputi: jenis kegiatan angkutan udara
perintis,kriteria rute perintis, penyelenggaraan angkutan udara
perintis,pelaksanaan angkutan udara perintis, evaluasi rute per-
intis, serta kewajiban penyelenggara angkutan perintis. Angkutan
udara perintisterdiri dari: Angkutan udara perintis penumpang
dan angkutanudara perintis kargo.
Dalam melaksanakan pelayanan jasa angkutan udara perintis,
maskapai mendapatkan subsidi dari pemerintah berupa: ­subsidi
biaya operasi angkutan udara, subsidi bahan bakar minyak di ­lokasi
bandara yang tidak memiliki depo pengisian BBM, serta kompen-

192 INACA Berkiprah


Penerbangan Tidak Berjadwal (Charter)

sasi berupa pemberian rute lain di luar rute perintis bagi maskapai
tersebut.
Angkutan udara perintis sebagai aksesibilitas untuk daerah-
­daerah terpencil dan pedalaman yang tidak atau belum terhubungi
oleh moda transportasi lain. Juga berperan dalam membentuk-
konektivitas jaringan rute penerbangan yang menghubungkan
rute utama ataupun rute pengumpan dalam penyelenggaraan
angkutan udara nasional. Dari 193 destinasi, ada bandara yang
sudahdisertifikasi, ada yang baru diregister dan ada juga bandara
yang tidak memenuhi standar sebagai bandara sebagaimana yang
telah ditetapkan Pemerintah.
Bandara yang diterbangi oleh penerbangan perintis terdiri atas:
bandara Tanjung Api di Ampana, bandara Miangas di Kepulauan
Talaud, Dabo di Singkep, Letung di Anambas, Bintuni di Papua,
Long Apung di Long Apung, Beringin di Muara Teweh, Rokot Sipora
di Mentawai, Trunojoyo di Sumenep, Harun Thohir di Bawean dan
bandara Dewadaru di Karimunjawa. n

INACA Berkiprah 193


21

194 INACA Berkiprah


Bisnis
Helikopter

INACA Berkiprah 195


Bisnis Helikopter

Should consistently pursue the disciplines


in which you are studying.
You can be as consistent as I.
­— B.J. Habibie ­—

A
da satu lompatan baru dan cepat berkembang, yang
di ­Indonesia bahkan menunjukkan gejala yang sedang
berkembang lebih cepat lagi. Yaitu penerbangan heli­
kopter, yang pada dasarnya masuk dalam kategori pener-
bangan tidak berjadwal atau penerbangan charter.
Tahun-tahun 1970-an hingga 1980-an, helikopter di ­Indonesia
hanya digunakan untuk kepentingan transportasi logistik dan
transportasi kru di remote area seperti di pertambangan dan
­perkebunan di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Alat transportasi
udara helikopter juga digunakan terbatas pada mengangkut logistik
masyarakat ke kawasan pegunungan yang tidak terjangkau moda
transportasi di wilayah Papua.
Pemanfaatan teknologi helikopter bisa dikatakan belum di­
maksimalkan di Indonesia untuk penerbangan sipil atau
­penerbangan non-militer dan kepolisian. Sedangkan di negara-
negara maju, penggunaan helikopter tidak hanya sebatas untuk
kepentingan militer, kepolisian, dan penumpang VIP. Helikopter
telah berkembang dengan cepat untuk air ambulance, penanganan
bencana, Search & Rescue (SAR) ketika terjadi kecelakaan, mendu-
kung kegiatan penelitian dan survey misalnya aerial survey, hingga
menjadi alat transportasi di dalam kota dan antarkota.

196 INACA Berkiprah


Bisnis Helikopter

Pada periode tahun 2015 hingga 2016 disrupsi pun mulai me-
masuki bisnis persewaan helikopter. Pada periode itu mulai marak
gejala menuju Future Urban Air Mobility. Semenjak bisnis-bisnis
disrupsi seperti Uber, Grab, dan Gojek berkembang pesat, perse-
waan helikopter pun mulai bertumbuhkembang dengan meng­
adopsi konsep sistem komunikasi transportasi semacam itu. Sistem
­komunikasi transportasi tersebut telah sukses bermigrasi dari bis-
nis transportasi berbasis konvensional ke berbasis digital. Bisnis
persewaan helikopter yang bersifat on demand itu bisa cocok dan
beradaptasi dengan model bisnis baru di era disrupsi.
“Helikopter sudah dianggap sebagai moda transportasi masa de-
pan. Dulu kan helikopter itu banyak beroperasi di wilayah ­Papua,
identik degan layanan transportasi di remote area. Justu kami me-
lihat, potensi mengembangkan persewaan helikopter ada di perko-
taan. Nah, Whitesky Aviation dengan produknya Helicity ­telah menco-
ba menghadirkan helikopter sebagai sarana transportasi perkotaan,”
ujar Denon Prawiraatmadja, CEO-Founder Whitesky Aviation.
Sebagai sarana transportasi perkotaan dan antarkota masa ­depan,
penyewaan helikopter juga bisa dilakukan layaknya memesan ojek
motor atau mobil dan taksi melalui aplikasi Grab dan Gojek. Look,
Book, & Pay semua bisa dilakukan dalam satu aplikasi yang diunduh
di ponsel cerdas atau gawai dari platform Android atau iOS. Tetapi,

INACA Berkiprah 197


Bisnis Helikopter

setelah memesan, yang akan datang menjemput tentu bukan motor


atau mobil, melainkan helikopter Bell atau Airbus.
Itu yang sudah berjalan sejak Desember 2017. Jadi, Helicity ini
bisa booking secara konvensional juga bisa booking lewat aplikasi
Helicity. Nama aplikasi yang dikembangkan juga bernama Helicity
dan sudah ada di iOS dan Android.
Pengguna bisa memilih akan take off dari helipad mana dan men-
darat di helipad mana di tujuan. Informasi jarak dan lama tempuh
juga tersedia. Bagian paling menarik adalah pengguna bisa memilih
helikopter sesuai kebutuhan jumlah penumpang dan sesuai bujet.
Di tahun 2018, frekuensi Helicity melayani rute di dalam kota dan
sekitar Jakarta dan di Bandung serta menghubungkan kedua kota
besar itu sudah ada sebanyak 20 flight sampai 30 flight dalam sebu-
lan. Tahun 2015 dan 2016 belum ada penerbangan Helicity sama
sekali. Pada tahun 2017 barulah mulai penerbangan ini beroperasi
meskipun frekuensinya masih sedikit.
Ini merupakan inovasi pertama di kawasan Asia Tenggara.

Kebutuhan bandara dan helipad


Tahun 2020 bandar udara khusus helikopter pertama di Indone-
sia diharapkan bisa beroperasi. Sebelumnya helikopter tidak boleh
masuk kawasan Bandara Soekarno Hatta. Indonesia menerapkan
pembatasan terbang bagi helikopter sipil yaitu hanya boleh mulai
dari pukul 6.00 sampai dengan pukul 18.00 saja. Terbang malam
hari tidak diizinkan. Bersama-sama Kementerian Perhubungan,
sekarang tengah diupayakan aturan-aturan dan perizinan-­perizinan
agar helikopter juga bisa terbang pada malam hari.
Sampai dengan tahun 2018, di Jakarta dan sekitarnya terdapat
171 helipad, di antaranya 40 sudah tersertifikasi. Di Bandung 53
­helipad, kurang dari 20 yang sudah tersertifikasi.
Di dalam aplikasi Helicity, hanya helipad yang sudah ber­sertifikasi
yang akan tampil.
Berdasarkan populasi helikopter di kawasan Asia Pasifik, jum-
lah terbanyak berada di Australia, sekitar 2.000 helikopter. Popu-
lasi ­helikopter terbesar ada di Amerika Serikat, lebih dari 12.000
unit. Di kota Sao Paolo dan Rio de Janeiro, Brazil, yang mempunyai
­frekuensi penerbangan taksi udara padat, populasi helikopternya

198 INACA Berkiprah


Bisnis Helikopter

sebanyak 800 unit. Di seluruh Brazil ada sekitar 2.800 helikopter.


Di Indonesia, sampai dengan tahun 2018, populasi helikopter
baru mencapai di kisaran 200 unit. Di Jakarta sendiri baru ada seki-
tar 20 helikopter.
Peran peraturan pemerintah begitu penting dalam menstimulasi
atau mengeksplorasi layanan yang dapat dikembangkan melalui
helikopter. Pembatasan boleh terbang dari jam 6 pagi sampai jam 6
sore, itu tidak mendukung diversifikasi moda transportasi di perko-
taan dengan memanfaatkan helikopter.
Tahun 2013 populasi helikopter di Jepang nomor dua terbanyak
setelah Australia. Jumlahnya 800 helikopter waktu itu. Pemerintah
Cina memberlakukan peraturan tidak boleh ada obyek terbang
­(flying object) di ketinggian kurang dari 5.000 kaki. Ketinggian ter-
bang helikopter di dalam kota berada di rentang 1.000 kaki sampai
dengan 2000 kaki. Itu ketinggian yang paling nyaman. Dengan de-
mikian, helikopter tidak bisa terbang di kota-kota di Cina.
Peta populasi helikopter di kawasan Asia Pasifik telah berubah.
Setelah Pemerintah Cina mencabut peraturan tersebut, populasi
helikopter langsung tumbuh pesat dari sebelumnya hanya 300–500
helikopter saja di seluruh Cina. Populasi helikopter terbesar di Asia
Pasifik saat ini ada di Australia, Cina dan Jepang.

INACA Berkiprah 199


Bisnis Helikopter

Di bagian manapun di seluruh dunia, helikopter akan menjadi


transportasi on demand. Fungsi on demand-nya mirip motor, mo-
bil, dan taksi dalam aplikasi Grab atau Gojek. Tur di Bali dengan
­helikopter tahun-tahun belakangan mulai ramai peminatnya. Hanya
saja, jarak tempuh yang bisa dicapai oleh helikopter hanya sampai
2 jam penerbangan. Di Pulau Jawa, menurut pengalaman Helicity,
rute Jakarta–Bandung adalah yang paling ramai. Rute-rute lainnya
seperti ke Sukabumi, Cirebon, dan Pangandaran belum ­terlalu di-
minati, frekuensinya dalam sebulan antara 2 sampai 3 flight.
Kota-kota besar lain seperti Semarang dan Surabaya berpotensi
untuk mengembangkan Future Urban Air Transport dengan meng-
gunakan helikopter. Meskipun realisasinya baru bisa terwujud
­lebih dari lima tahun lagi.
Dengan belum ada data pasti berapa banyak pilot helikopter yang
ada di Indonesia, itu juga merupakan tantangan dalam mengem-
bangkan moda transportasi masa depan ini. Menurut pengalaman
Helicity sendiri, mereka masih kekurangan pilot yang sesuai rating
helikopter yang dimilikinya.
Helikopter buatan Bell dan Airbus paling banyak digunakan di
­Indonesia. Produk yang paling diminati adalah helikopter berkapa-
sitas 6 tempat duduk.

200 INACA Berkiprah


Bisnis Helikopter

Indonesia akan mempunyai bandar udara khusus helikopter


yang pertama. Heliport ini berada persis di samping kawasan Ban-
dara International Soekarno Hatta. Keberadaan heliport dan moda
transportasi helikopter akan semakin melengkapi moda transpor-
tasi lanjutan dari bandara setelah kereta bandara, bis, taksi, dan
transportasi daring.
Bagi para pengguna dari daerah lain maupun dari mancanegara,
setelah mendarat di Bandara Soekarno Hatta, akan langsung di-
transfer ke heliport. Transfer dengan menggunakan shuttle ­Helicity,
ataupun shuttle dari maskapai penerbangan misalnya Garuda
­Indonesia atau Singapore Airlines. Begitu juga sebaliknya, setelah
mendarat di heliport, pengguna akan langsung ditransfer ke lounge
­penumpang di bandara.
Di heliport nanti tersedia lounge untuk penumpang, 8 tempat
parkir helikopter, 10 hanggar besar dan bengkel helikopter. Hang-
gar itu nanti digunakan bukan hanya bagi pelanggan yang mempu-
nyai helikopter, tetapi juga akan ada tenan Bell Helicopter, Airbus
Helicopter, dan russian helicopter.
Untuk harga sewa Premium yang berkisar Rp 100 juta sekali
jalan, segmen pasar penggunanya sudah lebih pasti. Dengan ada­
nya aplikasi dan harga sewa yang relative terjangkau yakni mulai
dari Rp 16 juta di rute Jakarta-Bandung, segmentasi penggunanya
juga pasti pada golongan midddle up.
Jadi tentu berbeda jika helikopter dijadikan sebagai air ambu­
lance atau heli medic. Kebutuhannya adalah secepat mungkin tiba
di rumah sakit agar bisa dilakukan tindakan medis segera. n

INACA Berkiprah 201


22
202 INACA Berkiprah
Kepengurusan
INACA

INACA Berkiprah 203


Kepengurusan INACA

Dari satu periode kepengurusan ke periode berikutnya,


kepengurusan INACA telah dipimpin oleh Ketua Umum
dan Wakil Ketua sebagai berikut:

Pembina INACA
Emirsyah Satar
2013 - 2015

Erlangga Suryadarma
2015 - 2018

Muhammad Arif Wibowo

2017 - 2019

204 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Pengurus Inaca dari Masa ke Masa

Soelarto Hadisoemarto
Ketua Umum
1969 - 2001
Bayu Air

Wahyu Hidayat
Ketua Umum
2002
Merpati Nusantara

Indra Setiawan
Ketua Umum, 2003–2004
Garuda Indonesia

Azhar Mualim
Wakil Ketua Umum, 2003–2004
Garuda Indonesia

INACA Berkiprah 205


Kepengurusan INACA

Roekman Prawirasasra

Ketua Umum, 2004–2005


Indonesia Air Transport

Wirnardi Lie
Wakil Ketua Umum, 2004–2005
Jatayu Airlines

Wirnardi Lie
Ketua Umum, 2005–2006
Jatayu Airlines

Yindra Rusmiputro
Wakil Ketua Umum, 2005–2006
National Utility Helicopter

206 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Rusdi Kirana
Ketua Umum, 2006–2008
Lion air

Samudra Sukardi
Wakil Ketua Umum, 2006–2007
Pelita Air Service

Hariadi Soepangkat
Wakil Ketua Umum, 2007–2008
Pelita Air Service

INACA Berkiprah 207


Kepengurusan INACA

Emirsyah Satar
Ketua Umum, 2008–2010
Garuda Indonesia

Hartono Tanoesoedibjo
Wakil Ketua Umum, 2008–2009
Indonesia Air Transport

Gustiono Kustanto
Wakil Ketua Umum, 2009–2010
Indonesia Air Transport

Emirsyah Satar
Ketua Umum, 2010 - 2013
Garuda Indonesia

Syafril Nasution
Ketua Penerbangan Berjadwal, 2010–2013
Indonesia Air Transport

Bayu Sutanto
Ketua Penerbangan Tidak Berjadwal, 2010–2013
Aviastar Mandiri

208 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Muhammad Arif Wibowo

Ketua Umum, 2013–2016


2013–2015 Citilink
2015–2016 Garuda Indonesia

Bayu Sutanto
Ketua Penerbangan Berjadwal, 2013–2016
TransNusa Aviation

Denon Prawiraatmadja
Ketua Penerbangan Tidak Berjadwal, 2013–2016
Whitesky Aviation

Boyke P. Soebroto
Ketua Penerbangan Kargo, 2014–2016
Cardig Air

INACA Berkiprah 209


Kepengurusan INACA

Muhammad Arif Wibowo

Ketua Umum, 2016–2017


Garuda Indonesia

Pahala Nugraha Mansury


Ketua Umum, 2017–2018
Garuda Indonesia

I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra


Ketua Umum, 2018–2019
Garuda Indonesia

210 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Bayu Sutanto

Ketua Penerbangan Berjadwal, 2016–2019


TransNusa Aviation

Denon Prawiraatmadja

Ketua Penerbangan Tidak Berjadwal, 2016–2018


Whitesky Aviation

Boyke P.Soebroto
Ketua Penerbangan Kargo, 2016–2018
Cardig Air

Helmy A.Djaelan
Ketua Penerbangan Kargo, 2018–2019
Cardig Air

INACA Berkiprah 211


Kepengurusan INACA

Tokoh Penerbangan Nasional Indonesia


yang menjabat Sekretaris Jenderal INACA

Benny Rungkat

1989–1998

Ridwan Fataruddin

1998–2000

Tengku Burhanuddin

2001–2019

212 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

L
ayaknya suatu organisasi bisnis atau profesi, kehidupan
dan keberlanjutan organisasi sangat tergantung pada per-
an dan kegiatan asosiasi memperjuangkan kepentingan
anggota, dan seberapa besar anggota menerima manfaat
dari asosiasi. Selain itu, bagaimana asosiasi bisa ikut bermanfaat
bagi kepentingan masyarakat di luar organisasi.
Kepentingan anggota yang dimaksud di INACA ialah berdasar-
kan pertimbangan dan tujuan akhir demi memajukan kepentingan
bersama. Dalam hal ini kepentingan bagi kemajuan industri pener-
bangan nasional.
Suatu ketika, INACA memasuki periode yang fokus pada mem-
perkuat sektor penerbangan itu sendiri. Momentum itu tiba saat
digelar RUA INACA pada bulan Juni 2010 di Bandung.
INACA sudah semakin dewasa. Di dalam RUA 2010 itu, INACA
mempertegas dan memperjelas kembali Visi, Misi, dan Tujuan
yang ingin dicapai oleh asosiasi. Semuanya dirumuskan lebih clear
and clean. Benang merahnya ada pada meningkatkan manfaat
­organisasi bagi anggota secara timbal balik.
Apa sesungguhnya visi, misi dan manfaat asosiasi ini? Anggota
organisasi tentu terikat dan memperoleh manfaat berdasarkan visi
dan misinya yang dilaksanakan, dan manfaat bagi anggota tidak saja
terbatas kepentingan individual, tetapi justru ketika ­kepentingan
bersama bisa terwakili dan terpenuhi oleh fungsi dan kegiatan
­organisasi. Pelaksanaannya atau realisasinya akan ­dikelola oleh
­setiap kepengurusan. Dan kepengurusan berlaku untuk periode
­tertentu, sehingga secara periodik berganti, terjadi penyegaran. Dan,
memelihara mulus dan lancarnya setiap pergantian ­kepengurusan
telah menjadi salah satu kemampuan dan kekuatan organisasi ini
dalam meneruskan peran, fungsi dan manfaatnya bagi anggota dan
stakeholders industri penerbangan Indonesia.
Visi INACA sebagai organisasi adalah menyediakan hasil ­analitis
yang berkualitas tinggi untuk mendukung semua anggota dalam
mengevaluasi dan mengembangkan peluang kerjasama bilateral
dan multilateral dalam bidang keselamatan dan keamanan pener-
bangan dan sumber daya manusia, serta kerjasama lainnya yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dengan tujuan meningkatkan INACA.
INACA hendak dijadikan pusat atau sumber informasi yang

INACA Berkiprah 213


Kepengurusan INACA

terkait dengan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.


­Selain itu, juga aspek pengetahuan serta alih teknologi yang terkait
dengan industri penerbangan bagi semua anggotanya.
Terkait itu, INACA menyediakan kerangka kerja efektif untuk
­semua anggota untuk membicarakan langkah-langkah mengurangi
dampak kerugian dari persaingan tidak sehat, mencari pemecahan-
nya terhadap dampak negatif dari pembatasan peraturan pemerin-
tah dan industri.
Maka misi organisasi ialah menjadi wadah pemersatu pendapat,
tekad, niat para anggota dalam rangka menciptakan iklim yang ­dapat
mendorong pertumbuhan dan peningkatan usaha bidang angkutan
udara yang mengutamakan azas manfaat, dan kesadaran hukum.
Tujuannya agar terwujud penerbangan yang selamat, efisien, tertib
dan teratur, nyaman, berdaya guna dan berhasil guna.
Untuk itu pula INACA menyatakan misinya ialah mewakili
­kepentingan bersama para anggota atau bertindak untuk dan atas
nama anggota dalam memenuhi kewajiban hukum berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain
itu misinya mencari dan menempuh upaya yang perlu dilakukan
bersama dengan berbagai instansi termasuk pemerintah maupun
pihak terkait lainnya di dalam maupun luar negeri untuk mencapai
tujuan.

214 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Dan, menjadikan INACA sebagai mitra pemerintah dalam


­ emberikan masukan-masukan untuk kepentingan industri aviasi
m
­nasional.

Mengisi bagian sejarah


Sejak berdiri, INACA selalu mengambil bagian dalam sejarah
­industri penerbangan Indonesia. INACA tidak pernah berhenti
berkiprah dari periode pemerintahan ke pemerintahan berikutnya.
Dari suatu situasi perekonomian ke situasi berikutnya. ­Sejak ­sebelum
dan setelah INACA dinyatakan sebagai satu-satunya ­organisasi ­aviasi
di negeri ini, asosiasi air carriers Indonesia yang bersama kepengurus­
an dan anggotanya, telah membuktikan ­betapa INACA mampu men-
jaga persatuan dan kebersamaan dalam mendukung dan semakin
mendukung kuatnya pemerintahan dalam upaya membangun dan
mengembangkan industri ­penerbangan di Indonesia.
Tentu saja keadaan objektif tetap perlu dicatat manakala ada
juga periode-periode di mana terjadi fluktuasi dan konjunktur per-
ekonomian yang naik dan turun, yang berdampak antara lain ada
anggota pelaku bisnis aviasi yang juga bisnisnya terayun naik dan
turun. Bahkan organisasi menghadapi adanya anggota yang ber-
henti beroperasi dan kemudian tutup seperti Bouraq Air tutup pada
tahun 2005, Star Air tutup di tahun 2008, Jatayu tutup sejak tahun
2007, dan beberapa lainnya. Sebaliknya, ada kelahiran beberapa
airlines baru seperti Lion Air, Air Asia, Sriwijaya Air, dan kemudian
­disusul oleh munculnya beberapa perusahaan daerah dan Low Cost
Carrier (LCC). Terjadi juga dinamika perkembangan manakala ada
airlines yang baru lahir tetapi beberapa tahun kemudian berhenti
dan tutup seperti Sempati Air, AWAIR, Riau Air, Seulawah Air.
Sebagai organisasi, INACA terbukti bisa menyikapi dan me­
nge­lola situasi sehingga tetap bisa berjalan dalam suasana yang
‘pas’. Artinya, dalam menjalankan fungsi, visi, dan misinya, ­setiap
­kepengurusan selalu menjaga keseimbangan, ­kepentingan yang jelas
bermanfaat, serta memelihara pertumbuhan dan ­perkembangan
industri p
­ enerbangan nasional.
Setelah 47 tahun berdiri, pada tahun 2017 keanggotaan
­INACA ­dibagi ke dalam tiga divisi yakni Penerbangan Berjadwal,
­Penerbangan Tidak Berjadwal, dan Penerbangan Kargo.

INACA Berkiprah 215


Kepengurusan INACA

Inaca Secretariat & Commissions 2006


4SECRETARIAT Members:
Secretary General: H.Sjamsi Junus (Batavia),
Capt. Hendra Jayadi (Derazona),
Tengku Burhanuddin
Devi Yanti (Garuda),
Finance & Administration: Noermansyah (Jatayu)
Muchtar Vice Chairman
Research: Koeswinarto (Mandala)
Wismono Nitidihardjo Operation & Technique
Secretary: Chairman:
Octaviana Roulina Yunus Dzulisnain (Merpati)
Machyudi, Darwinah Members:
4COMMISSIONS Eko Fipianto (NUH) ,
Capt. Tony D. Hadi (IAT),
Security & Safety: Bambang S.Edi (Dirgantara)
Chairman: Vice Chairman:
Capt. Novianto Herupratomo Awaluddin Harahap (Deraya)
(Garuda)
Finance & Human Resources:
Members: Chairman:
Moch. Sunaryo (SMAC),
I.G. Bambang Narayana (Mandala)
Iwan Hendarmin (Garuda),
Alexius W.Tjundo (Mandala), Members:
H.Soewarno (Jatayu) Guder Widodo (Dirgantara),
Krisman Tarigan (IAT),
Vice Chairman: Mia Arisandi (Lion),
J.Tumenggung (Star) Aditya Wardana (Sriwijaya)
Commercial: Vice Chairman:
Chairman: Deny Fajar (Garuda)
Jaka Pujiyono (Merpati)

Inaca Secretariat & Commissions 2007


4SECRETARIAT 4COMMISSIONS
Secretary General: Security & Safety:
Tengku Burhanuddin Chairman:
Finance & Administration: Capt. Novianto Herupratomo
Drs. Muchtar (Garuda)
Research: Moch.Sunaryo (SMAC),
Wismono Nitidihardjo Iwan Hendarmin (Garuda),
Alexius W.Tjundo (Mandala),
Secretary:
H.Soewarno (Jatayu)
Octaviana Roulina Machyudi,
Members: Vice Chairman:
Darwinah J. Tumenggung (Star)

216 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Commercial: Vice Chairman:


Chairman: Tony D. Hadi (IAT)
Jaka Pujiyono (Merpati) Finance & Human Resources:
Capt.Hendra Jayadi (Derazona), Chairman:
Devi Yanti (Garuda), I.G.Bambang Narayanan (Mandala)
Noermansyah Members:
Vice Chairman: Guder Widodo (Dirgantara),
H. Syamsi Junus (Batavia) Krisman Tarigan (IAT),
Operation & Technique: Mia Arisandi (Lion),
Chairman: Aditya Wardana (Sriwijaya)
Capt. Abhy Widya (Merpati) Vice Chairman:
Eko Fipianto (NUH), Deny Fajar (Garuda)
Capt. Fatahullah (Mandala),
Bambang S. Edi (Dirgantara)

Inaca Secretariat & Commissions 2008


4SECRETARIAT Commercial:
Chairman:
Secretary General:
Jaka Pujiyono (Merpati)
Tengku Burhanuddin, SE
Meinar (Lion)
Head of Finance &
Administration: Vice Chairman:
Drs. Muchtar Devi Yanti (Garuda)
Operation & Technique
Head of Economic Research,
Operation & Tehcnique: Chairman:
Wismono Nitidihardjo Capt. Abhy Widya (Merpati)
Eko Fipianto (NUH),
Secretary:
Bambang S.Edi (Dirgantara),
Octaviana Roulina
Capt.Fatahullah (Mandala)
Members:
Machyudi, Darwinah Vice Chairman:
Tonny Hadi (IAT)
4COMMISSIONS
Finance & Human Resources:
Security & Safety Chairman:
Chairman: I.G.Bambang Narayana (IAT)
Capt. Novianto Herupratomo Members:
(Garuda) Guder Widodo (Dirgantara),
Members: Krisman Tarigan (IAT),
Iwan Hendarmin (Garuda), Gabriela (Sriwijaya)
Alexius W. Tjundo (Mandala) Vice Chairman:
Vice Chairman: Deny Fajar (Garuda)
Capt.Budi Tanjung (Lion)

INACA Berkiprah 217


Kepengurusan INACA

Inaca Secretariat & Commissions 2009


4SECRETARIAT Members:
Devi Yanti (Garuda),
Secretary General:
Emizola Maas (Batavia),
Tengku Burhanuddin, SE
Moh.Amin (Pelita),
Head of Finance & Jafrie Arief (Indonesia AirAsia)
Administration:
Drs. Muchtar Vice Chairman:
Adithya Wardana (Kalstar)
Head of Economic Research,
Operation & Tehcnique: Operation & Technique:
Wismono Nitidihardjo Chairman:
Secretary: Capt. Nikmatullah (Merpati)
Octaviana Roulina Members:
Members: Eko Fipianto (Gatari),
Machyudi, Darwinah Bambang S. Edi (Dirgantara), Charles
Ari (Sriwijaya)
4COMMISSIONS
Vice Chairman:
Security & Safety: Capt. Fatahullah (Mandala)
Chairman: Finance & Human Resources:
Capt. Novianto Herupratomo
(Garuda) Chairman:
I.G. Bambang Narayana (IAT)
Members:
Members:
Capt. Nurcahyo Utomo (Merpati),
Ari Suryanta (Garuda),
Capt. Peter. J. Ranti (Mandala),
Guder Widodo (Dirgantara),
Soerjanto Tjahjono (IAT)
Jefferson W (Sriwijaya),
Vice Chairman: Aris Munandar (Merpati)
Capt. Budi Tanjung (Lion)
Vice Chairman:
Commercial: Fizan (Riau)
Chairman:
I. Tharian (Merpati)

Inaca Secretariat & Commissions 2010


4SECRETARIAT Secretary:
Octaviana Roulina
Secretary General:
Members:
Tengku Burhanuddin, SE
Machyudi, Darwinah
Head of Finance &
Administration: 4COMMISSIONS
Drs. Muchtar Security & Safety:
Head of Economic Research, Chairman:
Operation & Tehcnique: Capt. Novianto Herupratomo
Wismono Nitidihardjo (Garuda)

218 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Members: Operation & Technique:


Capt. Nurcahyo Utomo (Merpati), Chairman:
Capt. Peter J. Ranti (Mandala), Capt. Nikmatullah (Merpati)
Soerjanto Tjahjono (IAT) Members:
Vice Chairman: Eko Fipianto (Gatari),
Capt. Budi Tanjung (Lion) Bambang S. Edi (Dirgantara),
Charles An (Sriwjaya)
Commercial: Vice Chairman:
Chairman: Capt.Fatahullah (Mandala)
I. Tharian (Merpati) Finance & Human Resources
Members: Chairman:
Devi Yanti (Garuda), I.G. Bambang Narayana (IAT)
Emizola Maas (Batavia), Members:
Moh. Amin (Pelita), Ari Suryanta (Garuda),
Jafrie Arief (Indonesia AirAsia) Guder Widodo (Dirgantara),
Vice Chairman: Jefferson W (Sriwijaya),
Adhitya Wardana (KalStar) Aris Munandar (Merpati)
Vice Chairman:
Fizan (Riau)

Inaca Secretariat & Commissions 2011


4SECRETARIAT Commercial
Chairman:
Secretary General:
Hasudungan Pandiangan
Tengku Burhanuddin, SE
(Sriwijaya)
Head of Finance & Edward Sirait (Lion),
Administration: Aditya Wardana (KalStar),
Drs. Muchtar Devi Yanti (Garuda),
Head of Economic Research, Dexter Leopard (Batavia),
Operation & Tehcnique: Jafrie Arief (Indonesia AirAsia)
Wismono Nitidihardjo Operation & Technique:
Secretary: Chairman:
Octaviana Roulina Hotman Pangaribuan (DAS)
Members: Soerjanto Tjahjono (IAT),
Darwinah, Haryadi Gustafeni (Kartika),
Zaf Antemas (Lion)
4 SCHEDULE FLIGHT
COMMISSION Finance & Human Resources
Security & Safety: Chairman:
Nadia Hasanuddin (IAA)
Chairman:
Members:
Capt. Novianto Herupratomo
Risa R.Kusuma (IAT),
(Garuda)
Guder Widodo (DAS),
Setyo W (Marpati),
Hanif B.S (KalStar)
Budi Tanjung (Lion),
Harry Priyono (Express Air)

INACA Berkiprah 219


Kepengurusan INACA

Cargo Members:
Chairman: Donny Armand (Enggang),
Muhammad Amin (Pelita),
Akbar Marsmadi (CardigAir)
Eko Budi Gunarto (Trigana)
Members:
Yose Rizal (Merpati),
Operation & Technique
Prijastono Purwanto (Garuda), Chairman:
Sukirno (Batavia) Capt. Hendra Zayadi (NUH)
4 CHARTER FLIGHT Members:
COMMISSION Sadoko Bijoyo (PremiAir),
Dedi (Penas),
Security & Safety Thomas (PremiAir)
Chairman:
Capt. Nugroho Dahlan (Travira Air) Finance & Human Resources
Chairman:
Members: I.G. Bambang Narayana (Sky Aviation)
Gatot Purwoko (Airfast),
Yosa Rizal (Pelita), Members:
Mulyono (SMAC) Dave Wattimena (PremiAir),
Dian Nasution (Penas),
Commercial Achmad Syarifuddin (Gatari)
Chairman:
Budi Tutuko (SMAC)

Inaca Secretariat & Commissions 2012


4SECRETARIAT Commercial:
Secretary General Chairman:
Tengku Burhanuddin ,SE Hasudungan Pandiangan (Sriwijaya)
Head of Finance & Members:
Administration Edward Sirait (Lion),
Drs. Muchtar Aditya Wardana (Kartika),
Devi Yanti(Garuda),
Head of Economic Research, Dexter Leopard (Batavia),
Operation & Tehcnique Jafrie Arief (Indonesia AirAsia)
Wismono Nitidihardjo
Operation & Technique
Secretary
Octaviana Roulina Chairman:
Soerjanto Tjahjono (IAT)
Members:
Gustafeni (Kartika),
Darwinah, Haryadi
Zaf Antemas (Lion)
4 SCHEDULE FLIGHT Finance & Human Resources
COMMISSIONS
Chairman:
Security & Safety Nadia Hasanuddin (IAA)
Chairman: Members:
Capt. Sudiman Riyanto Noto (Garuda) Risa R. Kusuma (IAT),
Setyo W (Merpati) Guder Widodo (DAS),
Hanif B.S (KalStar)

220 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Cargo: Commercial:
Chairman: Chairman:
Akbar Marsmadi (CardigAir) Budi Tutuko (SMAC)
Yose Rizal (Merpati), Members:
Prijastono Purwanto (Garuda), Donny Armand (Enggang),
Sukirno (Batavia) Muhammad Amin (Pelita),
Eko Budi Gunarto (Trigana)
4 CHARTER FLIGHT
Operation & Technique
COMMISSIONS Chairman:
Security & Safety: Capt. Hendra Zayadi (NUH)
Chairman: Sadoko Bijoyo (PremiAir),
Capt. Nugroho Dahlan (Travira Air) Dedi (Penas), Thomas (PremiAir)
Members: Finance & Human Resources
Gatot Purwoko, Chairman:
Yosa Rizal, Mulyono I.G. Bambang Narayana (Sky Aviation)
Members:
Dave Wattimena (PremiAir),
Achmad Syarifuddin (Gatari)

Inaca Secretariat & Commissions 2013


4SECRETARIAT Commercial:
Secretary General: Chairman:
Tengku Burhanuddin, SE Hasudungan Pandiangan (Sriwijaya)

Head of Finance & Members:


Administration: Edward Sirait (Lion),
Aditya Wardana (Sky)
Drs. Muchtar
Devi Yanti (Garuda),
Head of Economic Research, Dexter Leopard,
Operation & Tehcnique: Jafrie Arief
Wismono Nitidihardjo Operation & Technique
Secretary Chairman:
Octaviana Roulina Soerjanto Tjahjono (IAT)
Members: Members:
Darwinah, Haryadi Besari Gustafeni (Kartika),
Zaf Antemas (Lion)
4 SCHEDULE FLIGHT Finance & Human Resources
COMMISSIONS Chairman:
Security & Safety: Nadia Hasanuddin (IAA)
Chairman: Members:
Capt.Sudiman Riyanto Noto (Garuda) Guder Widodo (DAS),
Hanif B.S (Kalstar)
Members:
Setyo W (Merpati)

INACA Berkiprah 221


Kepengurusan INACA

Cargo: Members:
Chairman: Donny Armand (Pegasus),
Eko Budi Gunarto (Trigana)
Akbar Marsmadi (CardigAir)
Members:
Operation & Technique:
Yose Rizal (Merpati), Chairman:
Prijastono Purwanto (Garuda), Sukirno Capt.Hendra Zayadi (NUH)
Members:
4 CHARTER FLIGHT Sadoko Bijoyo (Premi),
COMMISSIONS Dedi, Thomas (Premi)
Security & Safety Chairman: Finance & Human Resources:
Capt. Nugroho Dahlan (Travira Air) Chairman:
Members: I.G. Bambang Narayana (Sky)
Gatot Purwoko, Members:
Yosa Rizal (Pelita), Dave Wattimena (Premi),
Mulyono (SMAC) Dian Nasution (Jayawijaya)
Commercial:
Chairman:
Budi Tutuko (SMAC)

Inaca Secretariat & Commissions 2014


4 SECRETARIAT Commercial:
Secretary General Chairman:
Hasudungan Pandiangan (Sriwijaya)
Tengku Burhanuddin, SE
Members:
Head of Finance & Edward Sirait (Lion Air),
Administration: Aditya Wardana (Sky Aviation),
Drs. Muchtar Devi Yanti (Garuda),
Moch. Zainuddin (Kalstar Aviation),
Head of Economic Research,
Retra Permana (Express Air),
Operation & Tehcnique:
Agus Irianto (Citilink),
Wismono Nitidihardjo Pintoko Rama (Air Asia)
Secretary
Iyolla Xaviera Ohoiulun Operation & Technique:
Members: Chairman:
Caterina Ririn, W. Haryadi Besari Soerjanto Tjahjono (Indonesia Air)
Members:
4 SCHEDULE FLIGHT Andi Rivai (Garuda),
COMMISSIONS Zaf Antemas (Lion Air),
Security & Safety: Marnala Arwan (Citilink),
Chairman: Perbowo (Air Asia)
Capt. Sudiman Riyanto Noto (Garuda) Finance & Human Resources:
Members: Chairman:
Setyo W, Capt. Budi Tanjung (Sky Avia­ Albert Burhan (Citilink)
tion), Capt.Peter Ranti (Citilink),
Capt. Achmad Sadikin (AirAsia)

222 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Members: Members:
Agustinus Zadriano (TransNusa), Hanif Yudistira Ardi N (NUH),
Bambang Sunaryo (Kalstar Aviation), Muhammad Amin (Pelita Air),
Ridyawan Amnar (AirAsia) Guntor Satria Wibowo (Pelita Air)
Cargo: Operation & Technique:
Chairman: Chairman:
Akbar Marsmadi (CardigAir) Gerry Sujatman (Whitesky)
Rajendra Kartawiria (Garuda) Members:
4 CHARTER FLIGHT Capt. Hendra Jayadi (NUH),
COMMISSIONS Moch. Reza (Survei Udara Penas),
Capt. Eddy Harry S (Premi Air),
Security & Safety: Munandar (Indonesia Air)
Chairman: Finance & Human Resources:
Capt.Toos Sanitioso (Whitesky)
Chairman:
Members: I.G. Bambang Narayana (Sky Aviation)
Yusak U.Isnawan (Pelita Air),
Members:
Eko Fipianto(Cardig Air),
Anton Pranowo M (Indonesia Air),
Peter E.Latumeten (Airfast)
Achmad M (Premi Air),
Commercial: Hasto Pramono (Premi Air),
Chairman: Dian S.Nasution (Jayawijaya),
Eko B.Gunarto (Trigana) Dedi Sukardi (Survei Udara Penas)

Inaca Secretariat & Commissions 2015


4SECRETARIAT Members:
Capt. Peter Ranti (Citilink),
Secretary General Capt. Achmad Sadikin (AirAsia),
Tengku Burhanuddin, SE Eko Fipianto (Cardig)
Head of Finance & Commercial
Administration Chairman
Drs. Muchtar Hasudungan Pandiangan
(Sriwiijaya Air)
Head of Economic Research, Members:
Operation & Tehcnique Devi Yanti (Garuda),
Wismono Nitidihardjo Moch. Zainuddin (Kalstar),
Secretary Retra Permana (Express Air),
Iyolla Xaviera Ohoiulun Agus Irianto (Garuda)
Members: Operation & Technique
Caterina Ririn, Waras Haryadi Besari Chairman
4 SCHEDULE FLIGHT Soerjanto Tjahjono (Indonesia Air)
COMMISSIONS Members:
Andi Rivai (Garuda),
Safety, Security & Environment Marnala Arwan (Citilink),
Chairman Perbowo Adi (AirAsia),
Capt. Lucky Luksmono (Garuda) Darwansyah Toligi (Air Asia)

INACA Berkiprah 223


Kepengurusan INACA

Finance & Human Resources: Commercial


Chairman: Chairman:
Soeratman Doerachman Eko B. Gunarto (Trigana)
(Air Asia Extra) Members:
Members: Yudistira Ardi N (NUH),
Agustinus Zadriano (TransNusa), Muhammad Amin (Pelita),
Hanif Bambang Sunaryo (Kalstar), Guntor Satria Wibowo (Premi Air)
Ridyawan Amnar (Air Asia)
Operation & Technique:
Cargo: Chairman:
Chairman: Abraham Bastiaans (Whitesky)
Akbar Marsmadi (Cardig) Members:
Capt. Hendra Jayadi (NUH),
4 CHARTER FLIGHT Moch. Reza (Penas),
COMMISSIONS Capt. Eddy Harry S (Premi Air),
Security & Safety: Munandar (Indonesia Air)
Chairman: Finance & Human Resources:
Capt. Toos Sanitioso (Whitesky) Chairman:
Members: I.G. Bambang Narayana
Capt. Sudirman R. Noto (Pegasus), (Sky Aviation)
Indriyanto Setiadi (Travira), Members:
Yusak U. Isnawan (Pelita), Anton Pranowo (Indonesia Air)
Peter E. Latumeten (Airfast) M, Achmad M (Premi Air),
Hasto Pramono (Premi Air),
Dian S.Nasution (Jayawijaya),
Dedi Sukardi (Penas)

Inaca Secretariat & Commissions 2016


4SECRETARIAT Safety, Security & Environment
Secretary General Chairman:
Tengku Burhanuddin, SE Capt. Lucky Luksmono (Garuda)
Members:
Head of Finance & Capt. Peter Ranti (Citilink),
Administration Eko Fipianto (Cardig)
Drs. Muchtar Commercial
Head of Economic Research, Chairman:
Operation & Tehcnique Hasudungan Pandiangan
Wismono Nitidihardjo (Sriwijaya Air)
Secretary Members:
Iyolla Xaviera Ohoiulun Moch. Zainuddin (Kalstar),
Members: Retra Permana (Express Air),
Caterina Ririn, Agus Irianto (Garuda)
Waras Haryadi Besari Operation & Technique
Chairman:
4 SCHEDULE FLIGHT Andi Rivai (Garuda)
COMMISSIONS Members: Marnala Arwan (Citilink)

224 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Finance & Human Resources: Operation & Technique:


Chairman: Chairman:
Soeratman Doerachman (AirAsia Extra) Abraham Bastiaans (Whitesky)
Members: Members:
Agustinus Zadriano (Transnusa), Capt. Hendra Jayadi (NUH),
Hanif Bambang Sunaryo (Kalstar) Moch. Reza (Penas),
Capt. Eddy Harry S (Premi Air)
4 CHARTER FLIGHT
COMMISSIONS Finance & Human Resources:
Security & Safety: Chairman:
Chairman: I.G. Bambang Narayana
Capt. Toos Sanitioso Members:
Members: Anton Pranowo M (Indonesia Air),
Capt. Sudirman R. Noto (Pegasus), Achmad M (Premi Air),
Indriyanto Setiadi (Travira), Hasto Pramono (Premi Air),
Yusak U. Isnawan (Pelita), Dian S.Nasution (Jayawijaya),
Peter E. Latumeten (Airfast) Dedi Sukardi (Penas)
Commercial 4MANAGEMENT
Chairman: Chairman Cargo Flight:
Eko B. Gunarto (Trigana) Boyke P. Soebroto (Cardig Air)
Yudistira Ardi N (NUH),
Akbar Marsmadi (Cardig Air)
Muhammad Amin (Pelita),
Guntor Satria Wibowo (Premi Air)

Inaca Secretariat & Commissions 2017


4SECRETARIAT Safety, Security & Environment:
Chairman:
Secretary General: Capt.Lucky Luksmono (Garuda)
Tengku Burhanuddin, SE
Members:
Head of Finance & Capt. Peter Ranti (Citilink),
Administration: Eko Fipianto (Cardig)
Dicky Daryanto
Commercial
Head of Economic Research, Chairman:
Operation & Tehcnique: Hasudungan Pandiangan (Whitesky)
Wismono Nitidihardjo
Members:
Secretary: Moch. Zainuddin (Kalstar),
Iyolla Xaviera Ohoiulun Retra Permana (Express Air),
Members: Agus Irianto (Citilink)
Vina Dina Amalia, Operation & Technique
Waras Haryadi Besari
Chairman:
4 SCHEDULE FLIGHT Andi Rivai (Garuda)
COMMISSIONS Members:
Marnala Arwan (Citilink)
Finance & Human Resources

INACA Berkiprah 225


Kepengurusan INACA

Chairman: Chairman:
Soeratman Doerachman (Air Asia Extra) Abraham Bastiaans (Whitesky)
Members: Members:
Agustinus Zadriano (Transnusa), Capt. Hendra Jayadi (NUH),
Hanif Bambang Sunaryo (Kalstar) Moch. Reza (Penas),
Capt. Eddy Harry S (Premi Air)
4 CHARTER FLIGHT
COMMISSIONS Finance & Human Resources
Security & Safety: Chairman:
I.G. Bambang Narayana (Whitesky)
Chairman:
Members:
Indriyanto Setiadi (Travira)
Anton Pranowo M,
Members: Achmad M (Premi Air),
Yusak U. Isnawan (Pelita), Hasto Pramono (Premi Air),
Peter E. Latumeten (Airfast) Dian S. Nasution (Jayawiajya),
Commercial: Dedi Sukardi
Chairman: 4 MANAGEMENT
Eko B. Gunarto (Trigana) Chairman Cargo Flight:
Members: Boyke P. Soebroto (Cardig Air)
Yudistira Ardi N (NUH), Members:
Muhammad Amin (Pelita) Akbar Marsmadi (Cardig Air)
Operation & Technique:

Inaca Secretariat & Commissions 2018


Members:
4 SECRETARIAT Imam Rachmanto (Sriwijaya Air)
Secretary General:
Tengku Burhanuddin, SE Commercial:
Head of Finance & Chairman:
Administration: Eko B. Gunarto (Trigana Air)
Dicky Daryanto Members:
Head of Economic Research, Rifai Taberi (Indonesia Air Asia),
Operation & Tehcnique: Tenten W (Citilink Indonesia),
Wismono Nitidihardjo Wishnu Handoyono
(Indonesia Air Transport)
Secretary:
Iyolla Xaviera Ohoiulun Operation & Technique:
Members: Chairman:
Erni, Waras Haryadi Besari Capt. Toto Soebandoro (Sriwijaya Air)
4 SCHEDULE FLIGHT Members:
COMMISSIONS Saehu Nurdin (Garuda),
Capt. Wildy Manua
Safety, Security& Environment: (Indonesia Air Transport),
Chairman: Richard H. Kalumata
Capt. Achmad Sadikin (Indonesia Air Asia)
(Air Asia Indonesia)

226 INACA Berkiprah


Kepengurusan INACA

Finance & Human Resources: Operation & Technique:


Chairman: Chairman:
Kushindrarto Abraham Bastiaans (Cardig Air)
(Indonesia Air Transport) Members:
Members: Capt. Hendra Jayadi,
Edwin (Indonesia Air Asia) Moch. Reza, Capt.Eddy Harry S
4 CHARTER FLIGHT Finance & Human Resources
COMMISSIONS Chairman:
Safety, Security & Environtment: I.G. Bambang Narayana (Whitesky)
Members:
Chairman:
Ichsan (Weststar Aviation),
Peter S. Latumeten (Airfast indonesia)
Dian S. Nasution (Jayawijaya)
Patria Rhamadonna (Pelita Air),
Yuni Christyawati (Susi Air), 4 CARGO FLIGHT
Capt. Novianto (Airfast Indonesia) COMMISSIONS
Commercial: Network:
Syamsuddin Emo (Garuda)
Chairman:
Safety, Security & Environment:
Hasudungan Pandiangan
Zulkifli Ilyas Dolot (Trigana)
(Whitesky Aviation)
Hubungan antar lembaga:
Members:
Akbar Marsmadi (Cardig Air)
Ardyan Adhitya (Pelita Air),
Achmad Syarifuddin Keuangan & SDM:
(Weststar Aviation) Muhammad Ridwan (My indo)

INACA Berkiprah 227


Index
A airport administrator
Air Service Agreement
74
49
A4A Air strip 137, 139
Airlines for America 14 Aksesibilitas, Amenitas dan
AAPA Atraksi 133, 164
Asosiasi airlines aliansi global 73
se-Asia Pasifik 116, 117, 125, 127 amenitas dan atraksi 129, 154
Asosiasi Perusahaan Anex 32, 34, 46, 65
Penerbangan Asia Pasifik 16 Anex 1 32, 34, 46, 65
26, 102, 118, 125 Anex 6 32, 34, 46, 65
Association of Asia Pacific Anex 8 32, 34, 46, 65
Airlines 116, 127 Anex 19 32, 34, 46, 65
AB-4 30 annual 16, 108, 117
accident 38 ,40, 103,109, 125, 126 antiklimaks 34
Accident Review Forum 125 AOC
ADC Aircraft Operator Certificate
aero drome control 33 142
aeroborne 37 approval 132
Aeroleasing 127 apron 31, 154
Airbus 29, 30 ARF
air carriers 10, 12, 24, 90, 114, 184 Accident Review Forum 123
air charter 8, 16, 40 ASAM
96, 98,103, 111,149, 150 ASEAN Single Aviation Market 74
Aircraft Operator Certificate 144 assesment 130, 136
Airfast ASU
Indonesia Airfast 16 Aviation Safety Unit 35, 46
Airlines 11, 15–19 ATA 8
Airlines and Airports can Air Transportation Association
Jointly Improve Safety, Boost The Air Transportation
Revenues, and Lower Costs Association 12
106 ATC 85
Airlines for America 14 ATC responsiveness in
Airnav 70 conformity with Pilot’s
Air Nav 74 request 85
AirNav ATC responsiveness in emergency
Air Navigation Indonesia 81 or abnormal situation 85, 87
Air Navigation single provider 86 ATC responsiveness in emergency
Air Operator Certificate 145 or abnormal situation 85, 87
air operators 144 ATR 42-300 29
airport 62, 74, 106, 150 ATR 72-342 29

228 INACA Berkiprah


Index

ATR 42-300 29 charter 18


ATR 72-500 29 China Air Transport Association 8
Avgas clear 49
aviation gasoline 163 clear and clean 170
aviation safety compliance 35 CNS 78
Aviation Safety Unit 33, 45 Communication, Navigation,
Avsec 29 dan Surveillance 84
keamanan bandara 29, 43 CNS-ATS 41
Communication Navigation

B Surveillance-Air Traffic
Management System 41
B737-400 29 Cockpit Crew 80
Boeing B737-300 29 Cockpit Crew Satisfaction
Balancing the Growth of Index 84, 86
Aviation in Indonesia 101 codeshare 61
Ban 132 Company Aviation Safety
Bandara Internasional Officer 126
Lombok 149 complied with regulation 40
Barrier to Entry 67 complied with regulation dan
Bidding 118 conformed to standard 39
BIL/LIA conflict of interest 103
Bandara Internasional conformed to safety standard 40
Lombok 147, 149 Continental 34
BMKG 29 CSI
Boeing 737 44, 138, 140 Cockpit Crew Satisfaction Index
Boeing B737-300 29 78, 80
booming 129 Customer Satisfaction Index 139
brain ware 106 Customer Satisfaction Index 139
Budi Mulyawan Suyitno 111
D
C Dangerous Goods 112
Caltex 24 DAS
camp konsentrasi 37 Dirgantara Air Service 9
Cape Town Convention 52 DC3 132
Capital Intensive 15 debitur cedera janji 29
Highly Regulated 15 Depot Pengisian Pesawat
CASO Udara 156
Company Aviation Safety DG
Officer 126 Dangerous Goods 112
CATA 12 DHC-6 Twin Otter 25
China Air Transport diratifikasi 28
Association 12 Dirgantara Air Service 9
CEO airlines 115 disembarking 143
Cesna Caravan 31 Disrupsi 14
charges 41 disruptive 93

INACA Berkiprah 229


Index

down grade 34 Flight Information Region 73


downgrade 38 Flight Instrument 129
DPPU flight plan 119
Depot Pengisian Pesawat Udara floor price 90
156 formula tarif 69
freighter 123

E Full Services
full time
55
103
EASA fully regulated 92
European Aviation Safety
Agency
e-commerce
33, 45
170
G
egister Surface Level Heliport 113 Garuda Indonesia 20
EGPWS & Weather Radar System Garuda Indonesia Airways 20
120 Garuda Maintainance Facility 120
EKKT GASP
Evaluasi Keselamatan Kecelakaan Global Aviation Safety Plan 44
Transportasi 42, 47, 76 General Assembly 40
embarking 150 general aviation 156
Emirsyah Satar 50, 185–188 general meeting 102
Enhancing the Role of National Global Aviation Safety Plan 44
Air Transportation in the GMF
Promotion of Economic Garuda Maintainance Facility
Recovery in Indonesia 101 120
Equity 112 golden time 74
EU Ban 46 GPS 128
European Aviation Safety Agency ground handling 74
39, 45
Evaluasi Keselamatan Kecelakaan
Transportasi 36 H
Everyone Can Fly 23 Hawker Siddeley 748 132
extra flight 74 Highly Regulated 10
Capital Intensive
F High Technology Intensive
High Technology Intensive
10
10
FAA 34 holding company 119
Federal Aviation Administration 34 hovercraft 121
Federal Aviation Agency 47 HT 129
FIR hub & spoke 56
Flight Information Region 73
FIR Indonesia
First Category
49
44 I
fix wing 91 IACA
Flag Carrier 21 Indonesia Air Charter Association
flight clearance 119 106
flight engineer 20

230 INACA Berkiprah


Index

IASA Association 8
International Aviation Safety Indonesia Slot Coordinator 56
Assesment 37 intention 40
IASF Interkoneksi pesawat 60
Indonesia Aviation Safety Forum interlining 55
111 internal regulator 63
IASM International Air Transport
Indonesia Airport Slot Association 9
Management 56 International Aviation Safety As-
IAT sesment 37
Indonesia Air Transport 9 International Civil Aviation
IATA Organization 9
International Air Transport International Maintainance
Association 9 Overhaul 119
IATCA International Standard Business
Indonesia Air Traffic Control Operation 118
Association 111 internet of things 93
IATEC IOSA
Indonesia Aviation Training & Operational Standard Assesment
Education Conference 114 118
ICAO 36 ISBAO
International Civil Aviation International Standard Business
Organization 9 Operation 118
IDSC isolated airstrip remote 23
Indonesia Slot Coordinator 56 items 40
ILS
Landing and Departure
Procedure 80 J
IMO JAA
International Maintainance Joint Aviation Authority 45
Overhaul 119 JATSC
Improving Indonesian Aviation Jakarta........... 78
Industry Competitiveness 98 Joint Aviation Authority 45
inbound 151 joint operation 55
Indonesia Airfast 9 Jusman Syafii Djamal 46
Indonesia Airport Slot
Management 56
Indonesia Air Traffic Control K
Association 111
Indonesia Air Transport 9 Kategori 1 48
Indonesia Aviation Safety Forum keamanan bandara 25
111 kegiatan konsesi 143
Indonesia Aviation Training & KNKT
Education Conference 114 Komite Nasional Keselamatan
Indonesian Air Safety Forum 113 Transportasi 35
Indonesia National Air Carriers Komite Nasional Keselamatan
Transportasi 35

INACA Berkiprah 231


Index

Konvensi Chicago 40
Konvensi Chicago Anex 1–19 44 N
kreditur 29 New Approach Towards Green
Aviation 102
L Nilai compliance
No Frills
34
59
Landing and Departure Procedure non-reguler 124
(ILS) and Serviceability
of Navigation Aids Facility 80
Landing and departure O
Procedures 79 Observed Quality Index 84
ILS obsolete 18
VOR-DME OGP
LCC oil and gas production 22
Low Cost Carrier 23 oligopoli 73
Lembaga Penyelenggara One of the Best Aviation Law
Pelayanan Navigasi in the World 47
Penerbangan Indonesia 72 online 117, 141
Leveraging National On Time Guarantee 92
Competitiveness to Address Open Sky 46, 101, 103
(ASEAN) Open Sky Market 98 104, 172
lex specialis 53 operational base 60
Lion Mentari Airlines 57 Operational Standard
Low Cost Carrier 28, 59, 92 Assesment 124
94, 182 Operation Specification 138
LPPNPI OQI
Lembaga Penyelenggara Observed Quality Index 84
Pelayanan Navigasi OTG
Penerbangan Indonesia 76 On Time Guarantee 92
outbound 158
M outsourcing
Overall
164
83
Medium Services 59
Merpati
Merpati Nusantara Airways P
9, 13, 14, 15, 16 psc
22, 23, 27, 28, 29 passenger service tax 93
65, 89, 93, 143 passing grade 36
M. Soeparno 11 pax 129, 155
Muchtar 50, 185–187 peak seasons 60
multi limited airline system 94 penerbangan bujet 27
multiairlines 67 personal licensing 35
multiairlines system 96 pesawat AB-4
multilateral agreement 47 AB-4 24

232 INACA Berkiprah


Index

Phraseology of instruction and Program 43


clearance from ATC 83–85 Safety, Security & Environment
PHRASEOLOGY of instruction 184–187
and clearance from ATC 83, 84 schedule airlines 110
Provision of Aeronautical scheduling 108
information services 83 Seaplane 127, 128
Provision of instruction and secondary cities 32
clearance from APP/ACC 83, 85 Second Category 44
Provision of instruction and Sekjen INACA 12, 50, 104
clearance from the ATC 83, 85 serious insident 118
Provision of weather Serviceability of the navigation
information services 83, 84 aids facility 83
Provision of Weather Service Quality Index 84
Information Services 83, 84 single aviation market 73, 119
Public Notice 43 single mayority 59
punishment 33 SIT
Safety Investigation Training 120

R SkyTeam
slot time
73
60, 72, 78
rate of accident 95 SMAC 9, 10, 22, 143
Readability of the VHF/HF radio SQI
communication facilty 83 Service Quality Index 84
Readiness of Indonesian Aviation stakeholdes 37
Industry to Deal with the Growth Strengthening National
of Air Transportation 103 Aviation Business through
regulator 10, 12, 35, 41, 58, 67 Integrated Quality
72, 90, 96, 100, 104 and Service
121,132, 134 Improvement 101
relative 148, 162, 168 Sularto Hadisumarto 11, 22, 88
remote 28, 118, 132 Suprasetyo 35, 43, 44
remote area 28, 118, 132 Suratman 23, 27
requirement 45, 46
revenue line
Roscoe Turne
126
8
T
rotary wing 95, 127 T2
Rusdi Kirana 50 Terminal 2 139
tarif batas atas 57, 60, 63, 66, 67

S
tarif referensi
91, 93, 94, 96, 103
60, 67
Safety Awareness 117, 120 TAS
safety compliance 32, 35, 36 Trigana Air Service 29, 134
Safety Flight 120 technical expertise 44
Safety Forum Group teknologi informasi dan
Discussion 117 komunikasi 13, 63
Safety Investigation Training 120 Tengku Burhanuddin 12, 42,
Safety Oversight Audit 50, 104, 110, 178

INACA Berkiprah 233


Index

The 1st World Best Airport 148 VC843


The 2nd World Best Airport 148 Vicker Viscount 138
the biggest airlines in the VFR 118
southern hemosphere 25 VIP lounge 125
The International Air Cargo Visual Airways 134
Association 170 VOR/NDB 134
TIACA
The International Air Cargo
Association 170 W
TIK Wahyu Hidayat 12, 93, 95, 176
teknologi informasi dan weekdays 79
komunikasi 13, 63 Welcoming the Open Sky Era
timber 22 with Safety Level Enhancement,
tim independen 40, 41, 45 Infrastructure, Improvement
Timnas and Connectivity 103
Tim Nasional 42 Win Win Solution 56
TOC wisnus
Total Operational Cost 70, 163 wisatawan nusantara 155
tower 79, 83 Wiweko Supono 88
Transportation Security
Administration 43
Travel Warning 40 Z
Trigana Air Service 29, 134
TSA Zero fatal accident 34
Transportation Security Zero Passenger Fatal Accident 34
Administration 43
Two-Men Cockpit 24

U
UE
Uni Eropa 33, 36, 40, 44, 73,
77, 128, 132
Universal Oversight Audit
Program 32
unlawful act 46
UPBU 73
USOAP
Safety Oversight Audit Program
43
Universal Oversight Audit
Program 32

234 INACA Berkiprah


Index

INACA Berkiprah 235


Tentang Penulis
Arifin Hutabarat, (Sibolga, 20/4/1945) ­sejak awal
bekerja sebagai wartawan bidang ekonomi dan sejak
1972 menerbitkan majalah ­EKONOMIS, kemudian
fokus ke bidang pariwisata, koresponden ­TTG-Asia
Singapura, selaku Chief Editor menerbitkan bulan­
an Indonesia Tourist News edisi bahasa ­Inggris
­(1980–1985) di Singapura, edisi bahasa Jepang
(1982–1985) di Tokyo, Visit Indonesia Journal (1991)
di ­Amsterdam, majalah Tourism Trade & ­Investment
News (2003–2004) di Jakarta, ­umumnya ber­edar di
mancanegara. Selaku ­Public ­Relations Consultant di
Jepang (­ 1985–1999) dan Eropa (1991–1993).
Sejak 2008 kegiatannya tetap Konsultan ­Public
­Relations dan Pariwisata, seraya membuka blog
pariwisata www.indonesiatouristnews.com.
Sejak Januari 2010 memimpin redaksi pe­nerbitan
bulanan Newsletter PARIWISATA INDO­NESIA dari
­Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. Setiap
tahun menulis/menyusun INACA ­Annual Report.

236 INACA Berkiprah

Anda mungkin juga menyukai