Setengah Abad
Industri
Penerbangan
Nasional
INACA Berkiprah
INACA Berkiprah 1
Diterbitkan oleh:
2 INACA Berkiprah
Daftar Isi
Bab 1 Sebelum dan Setelah Seperempat Abad
Kemerdekaan 13
Bab 2 Era Penerbangan di Indonesia 24
Bab 3 Larangan Eropa 35
Bab 4 Keselamatan dan Keamanan Penerbangan 43
Bab 5 Konvensi Capetown Tonggak Sejarah 53
Bab 6 Regulasi Penerbangan Nasional 59
Bab 7 Kemitraan dengan Pemerintah 73
Bab 8 Navigasi Penerbangan 79
Bab 9 Tarif, dan Harga Jual Tiket 91
Bab 10 Isu Strategis yang Dinamis 107
Bab 11 Perjalanan Organisasi 115
Bab 12 Kegiatan Asosiasi 123
Bab 13 Serba Standar Internasional 131
Bab 14 Penerbangan di Papua 137
Bab 15 Perusahaan Penerbangan di Indonesia 143
Bab 16 Bandar Udara 153
Bab 17 Peranan Maskapai terhadap Pariwisata 165
Bab 18 Bahan Bakar Penerbangan 173
Bab 19 Bisnis Kargo Udara 179
Bab 20 Penerbangan Tidak Berjadwal (Charter) 189
Bab 21 Bisnis Helikopter 195
Bab 22 Kepengurusan INACA 203
INACA Berkiprah 3
4 INACA Berkiprah
Pengantar
Pertama-tama kami, menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tinggi
nya kepada banyak tokoh, pelaku sejarah, dan
pemerhati industri penerbangan nasional.
Banyak pihak telah memberi dukungan dan
kerja sama yang baik sehingga memungkinkan
kami dapat menerbitkan buku ini.
Pengurus organisasi INACA memandang
perlu untuk menghimpun pengalaman-pengalaman, catatan-
catatan, pemikiran-pemikiran, juga kritik mengenai organisasi ini.
Dan menghimpun sebanyak mungkin informasi dan data industri
penerbangan nasional agar dapat dirangkum menjadi sebuah buku
catatan sejarah.
Pada dasarnya INACA adalah mitra pemerintah. Bersamaan itu
juga sebagai wadah maskapai-maskapai penerbangan nasional
yang mengupayakan kegiatan-kegiatan memajukan dan memper
kuat industri penerbangan nasional.
Secara khusus kami sampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu
yang telah bersedia menjadi narasumber, menyediakan waktu, dan
berkenan memberikan informasi, referensi, pendapat/pandangan,
pengalaman, serta kisah melalui wawancara-wawancara yang di-
lakukan oleh anggota tim penyusun buku ini.
Ini merupakan buku catatan sejarah INACA pertama. Di dalam-
nya mungkin sekali terdapat isi yang tidak cukup, kurang infor-
matif, atau bahkan kekeliruan. Kami mohon maaf.
Seraya berharap jika ada materi yang akan bisa menyempurna-
kan isi buku ini kiranya dapat dikirimkan kepada kami. Apabila
nanti diperlukan lagi, tentu bisa diterbitkan buku catatan sejarah
yang lebih lengkap dan sempurna.
Tengku Burhanuddin
Sekretaris Jenderal
Indonesia National Air Carriers Association
INACA Berkiprah 5
Menteri Perhubungan
Republik Indonesia
6 INACA Berkiprah
ntuk mendukung pertumbuhan industri penerbangan
u
sipil nasional berskala internasional dalam memperkuat
hubungan internal bangsa dalam mencapai tujuan nasional.
Saya berharap buku ini bermanfaat dan menunjuk-
kan peran INACA dalam menjalin interaksi dan hubungan
komunikatif dengan regulator dan antar pelaku bisnis aviasi.
Disamping itu, bahwa dalam buku ini peran INACA sebagai
asosiasi penerbangan dapat menampung dan menyalurkan
ide, keinginan, cita-cita para anggota dan pengurusnya yang
bukan terbatas pada kepentingan ekonomi industri pener-
bangan saja, namun juga berorientasi pada pembangunan
bangsa dan pengembangan ekonomi nasional.
Akhir kata, kepada semua pihak yang terlibat dalam pe-
nyusunan buku ini, kami mengucapkan selamat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya. Kami menyambut dengan
antusias dan berharap dengan terbitnya buku ini akan mem-
perkaya pengetahuan terkait perkembangan dan kontribusi
INACA dalam industri penerbangan sipil di Indonesia.
INACA Berkiprah 7
8 INACA Berkiprah
Dari Direktur Jenderal
Perhubungan Udara
Sebagai naskah yang bersifat sejarah, uraian
di buku ini tentulah factual, otentik dan menu-
rut proporsi yang sebenarnya. Tentang seluk
beluk perkembangan industri penerbangan
nasional Indonesia, ini merupakan buku
yang pertama disusun oleh kalangan industri
penerbangan nasional sendiri, maka pujian
pada Indonesia National Air Carrier Associa-
tion, INACA, patutlah disampaikan dengan
tulus.
Dengan diterbitkannya buku ini dengan judul Menjelang Setengah
Abad Industri Penerbangan Nasional, INACA Berkiprah, kami ber-
harap dan percaya, akan bisa berperan dalam membangun pemaha-
man yang diperlukan di kalangan khalayak Indonesia. Pemahaman
yang tepat tentu akan nemberikan dukungan yang tepat pula ter-
hadap kebijakan dan upaya upaya dari pemerintah dalam rangka
memajukan industri penerbangan nasional Indonesia. Semua itu
tak lain tujuannya adalah untuk kepentingan memajukan per-
ekonomian nasional dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Selamat membaca.
INACA Berkiprah 9
Sambutan
Ketua Umum INACA
10 INACA Berkiprah
Yang menarik selama setengah abad penerbangan lndonesia,
begitu banyak bertumbuhan perusahaan penerbangan mencapai
lebih kurang 95 perusahaan yang pernah hadir, namun dikarena-
kan persaingan bisnis yang begitu ketat, satu persatu berguguran
hingga saat ini tinggal 53 maskapai yang masih beroperasi terdiri
dari 16 maskapai berjadwal dan 37 tidak berjadwal.
Harapan saya, semoga buku ini bermanfaat bagi masyarakat luas,
khususnya para pebisnis penerbangan Indonesia, semoga bisnis
penerbangan nasional lndonesia semakin baik.
INACA Berkiprah 11
1
12 INACA Berkiprah
Sebelum
dan Setelah
Seperempat
Abad
Kemerdekaan
INACA Berkiprah 13
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
T
idak setiap negara di dunia mempunyai asosiasi penerbang
an nasional. Amerika Serikat (AS) punya The Air Transpor
tation Association (ATA). ATA adalah asosiasi perdagangan
maskapai-maskapai penerbangan bersertifikasi di AS dan
didirikan oleh 14 maskapai penerbangan pada tahun 1936. ATA
merupakan yang pertama dan hingga kini satu-satunya organisasi
niaga untuk maskapai-maskapai utama di AS.
ATA mengambil peran aktif dalam semua keputusan utama
pemerintah terkait penerbangan. Termasuk pembentukan Dewan
Penerbangan Sipil, pembuatan sistem kontrol lalu lintas udara, dan
Undang-undang Deregulasi Maskapai Penerbangan di AS tahun
1978.
Kemudian, disebut Airlines for America (A4A), tadinya dikenal
sebagai ATA itu. Ini menjadi asosiasi penerbangan niaga AS dan
kelompok lobi yang berbasis di Washington, D.C., mewakili maska-
pai-maskapai penerbangan terbesar. Maskapai penerbangan ang-
gota A4A dan afiliasinya mengangkut lebih dari 90 persen lalu lin-
tas penumpang dan kargo di AS.
Di Cina ada China Air Transport Association (CATA). Asosiasi ini
didirikan pada 9 September 2005 berdasarkan undang-undang dan
peraturan yang relevan di Cina. Registrasinya disetujui oleh Kemen-
terian Urusan Sipil Republik Rakyat Tiongkok. Anggotanya terdiri
dari maskapai-maskapai penerbangan sipil, bergabung juga ke situ
berbagai badan hukum perusahaan, lembaga publik, dan badan
hukum organisasi sosial secara sukarela. Hingga September 2017,
CATA memiliki 4.027 anggota, 87 diantaranya merupakan anggota
penuh CATA, dan 3.940 anggota afiliasi CATA.
Indonesia mempunyai Indonesia National Air Carriers Association
(INACA). Keberadaan asosiasi maskapai-maskapai penerbangan
14 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
INACA Berkiprah 15
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
Lahirnya INACA
Bayu Air didirikan oleh pengusaha swasta nasional Sularto
adisumarto. Beliau kemudian berinisiatif mengajak pengusaha-
H
pengusaha swasta nasional lainnya mendirikan suatu organisasi
perusahaan-perusahaan penerbangan Indonesia. Hingga kemudi-
an lahir Indonesia National Air Carriers Association (INACA) pada
15 Oktober 1970. Dan Sularto Hadisumarto, Direktur Utama Bayu
Air, dipilih dan diangkat menjadi Ketua Umum pertamanya.
Pendiri lainnya ialah Maki Perdanakusuma dari Dirgantara Air
Service, Frank Reuneker dari Indonesia Airfast, Dolf Latumahina
dari Sempati Air, Benny Rungkat (waktu itu perusahaan
penerbangannya Bouraq Indonesia), dan Sri Rahayu dari Deraya
Air. Perusahaan-perusahaan penerbangan charter waktu itu,
Sabang Merauke Air Charter (SMAC), Dirgantara Air Service (DAS)
serentak masuk menjadi anggota.
Para pendiri mempunyai pandangan yang sama. Bahwa, seba-
gai asosiasi perusahaan penerbangan Indonesia bisa berperan
strategis mendorong pertumbuhan industri penerbangan dan
ekonomi nasional, serta memperkuat hubungan internal bangsa
dalam mencapai tujuan-tujuan nasional. Para pendiri, pengurus
organisasi ini, bersama semua anggotanya terdorong oleh motivasi
dan semangat ingin memajukan dan mengembangkan industri
penerbangan Indonesia secara terus-menerus atau berkelanjutan.
Sembilan belas tahun sejak didirikan, INACA diakui oleh pemerin
tah sebagai satu-satunya Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasio
nal Indonesia dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Per-
hubungan RI Nomor: KP 5/AU.701/PHB-89 tanggal 23 November 1989,
yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Azwar Anas.
Ketika isi buku ini mulai disusun awal tahun 2019, kehidupan
organisasi sudah berusia 49 tahun. Kebanggaan, rasa syukur, dan
harapan-harapan baru terungkap dari mereka sebagai saksi seja-
rah kelahiran INACA dan berjalannya organisasi. Assosiasi ini te-
16 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
INACA Berkiprah 17
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
18 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
INACA Berkiprah 19
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
20 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
INACA Berkiprah 21
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
22 INACA Berkiprah
Sebelum dan Setelah Seperempat Abad Kemerdekaan
nasional tercermin dari jumlah kota yang dilayani. Pada tahun 2017
ada 128 kota yang dihubungkan dari sebelumnya 115 kota pada
2016, dan 109 kota pada 2015. Jumlah rute domestik pun terus naik
dalam tiga tahun terakhir.
Ada 283 rute yang dilayani pada 2015, naik menjadi 313 rute pada
2016, dan pada 2017 mencapai 374 rute.
Namun, ada semacam paradoks sedang berlaku di perniagaan
penerbangan. Karena setiap tutup tahun, sebagian besar laporan
keuangan maskapai-maskapai penerbangan nasional mencatat
kondisi yang tidak menggembirakan karena fluktuasi nilai tukar
Rupiah terhadap USD dan harga Avtur (minyak dunia). n
INACA Berkiprah 23
2
24 INACA Berkiprah
Era Penerbangan
di Indonesia
INACA
INACA Berkiprah
Berkiprah 25
25
Era Penerbangan di Indonesia
S
ejak awal kemudian berkembang, industri penerbangan
Indonesia bergerak di dua macam bisnis yaitu penerbangan
berjadwal dan penerbangan tidak berjadwal atau pener-
bangan charter.
Perusahaan penerbangan charter terutama melayani perusa-
haan-perusahaan lain yang bergerak di sektor pertambangan. Di
antaranya, pertambangan minyak bumi dan gas (oil and gas produc
tion/OGP), pertambangan batubara, di sektor kehutanan terutama
perkayuan (timber), dan lain-lain.
Perusahaan penerbangan berjadwal yang operasi dan bisnis-
nya mengangkut penumpang dimulai dari berdirinya maskapai
penerbangan milik negara, Garuda Indonesia Airways tahun 1949.
Waktu itu belum ada perusahaan penerbangan charter hingga
beberapa tahun kemudian. Tetapi ada kegiatan penerbangan tidak
berjadwal yang dioperasikan oleh Caltex, sebuah perusahaan
minyak asing. Caltex mempunyai armada dan mengoperasikan
sendiri armadanya itu.
Dari penuturan dan pengalaman Soeratman Doerachman, per-
nah duduk sebagai pengurus di INACA, pada periode menjelang 1970,
beberapa pemimpin perusahaan penerbangan swasta nasional, di
antaranya merangkap sebagai pemilik perusahaan, melihat kebutuh
an untuk membentuk suatu organisasi penerbangan nasional. Dan
akhirnya mereka mewujudkan inisiatif tersebut dengan mendirikan
asosiasi perusahaan-perusahaan penerbangan nasional yang diberi
nama Indonesia National Air Carriers Association (INACA).
INACA lahir pada 19 Oktober 1970. Hampir semua pemimpin-
pemimpin perusahaan penerbangan swasta nasional tadi menjadi
pendiri INACA. Sularto Hadisumarto, Presiden Direktur Bayu Air,
bersama dengan IAT, SMAC, dan Sempati Air menjadi motornya.
Dan Sularto Hadisumarto dipilih sebagai Ketua Umumnya.
Tetapi, pada saat INACA berdiri Garuda Indonesia dan Merpati,
dua maskapai penerbangan milik pemerintah, belum ikut ber-
gabung. Kedua maskapai itu masuk sebagai anggota beberapa
waktu kemudian.
26 INACA Berkiprah
Era Penerbangan di Indonesia
Liberalisasi I dan II
Meminjam istilah Suratman, tahun 1970 merupakan periode
liberalisasi pertama dalam industri penerbangan nasional. Sejak
Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 sampai dengan 1960-an,
hanya ada dua maskapai penerbangan sipil berjadwal yang ber
operasi, yakni Garuda Indonesian Airways dan Merpati Nusantara
Airways (Merpati).
Baru pada tahun 1969 di bawah pimpinan Presiden Soeharto,
pemerintah membuka kesempatan bagi pengusaha swasta nasional
untuk bergerak di bidang penerbangan sipil. Waktu itu Menteri Per-
hubungan dijabat oleh Frans Seda, seorang tokoh ekonom, kemu-
dian digantikan oleh Prof. Emil Salim, juga seorang tokoh ekonom
dari Universitas Indonesia. Kedua menteri ini melaksanakan kebi-
jakan tersebut. Dan sejak itu mulai diizinkan pembukaan perusa-
haan-perusahaan penerbangan baru.
Pada masa itu prosedur mendirikan perusahaan penerbangan
sederhana sekali, kenang Suratman. Kalau sudah punya pesawat,
ada pilotnya, lalu mengajukan permohonan izin rute terbang ke-
pada pemerintah. Prosesnya demikian saja sudah bisa mendirikan
perusahaan penerbangan dan beroperasi.
INACA Berkiprah 27
Era Penerbangan di Indonesia
28 INACA Berkiprah
Era Penerbangan di Indonesia
INACA Berkiprah 29
Era Penerbangan di Indonesia
30 INACA Berkiprah
Era Penerbangan di Indonesia
INACA Berkiprah 31
Era Penerbangan di Indonesia
32 INACA Berkiprah
Era Penerbangan di Indonesia
INACA Berkiprah 33
3
34 INACA Berkiprah
Larangan
Terbang
ke Eropa
INACA Berkiprah 35
Larangan Eropa
S
emua bermula dari sebelum tahun 1990-an hingga medio
2007. Kala itu beberapa kali terjadi kecelakaan pesawat di
Indonesia. Pada tahun 2007 ada dua kecelakaan. Awal Januari
pesawat Adam Air jatuh di perairan Majene, Selat Makassar.
Kemudian pesawat Garuda Indonesia mengalami kecelakaan pada
pertengahan tahun itu. Begitu penuturan Agus Santoso, Direktur
Jenderal Perhubungan Udara pada Februari 2017–Juli 2018.
Berdasarkan rangkaian peristiwa kecelakaan penerbangan itu
kemudian International Civil Aviation Organization (ICAO), sebagai
lembaga organisasi penerbangan sipil internasional, melakukan
audit terhadap penerbangan sipil di Indonesia. ICAO mengirimkan
tim Universal Oversight Audit Program (USOAP) ke Indonesia pada
Februari 2007. Hasil audit USOAP menunjukkan nilai Indonesia
hanya mencapai 54%.
ICAO melakukan audit ke negara-negara anggotanya di seluruh
dunia. Dari hasil audit USOAP itu ditentukan nilai safety compliance
penerbangan sipil suatu negara. ICAO menetapkan standar kesela-
matan penerbangan sipil internasional minimal 60%. Negara-negara
dengan skor Global Aviation Safety Plan (GASP) di bawah 60% harus
menaikkan standar keamanannya hingga di atas 60%. Itu adalah
batas minimal keselamatan penerbangan sipil internasional yang
harus dipenuhi.
Masih pada tahun 2007. FAA (Federal Aviation Administration),
otoritas penerbangan AS, mengeluarkan pengumuman bahwa ke-
selamatan penerbangan di Indonesia turun dari Kategori 1 men-
jadi Kategori 2. Yang dimaksud Kategori 2 dalam peraturan FAA,
regulasi keselamatan penerbangan suatu negara tidak dilaksana-
kan dengan baik, pengawasannya pun tidak memenuhi kelayakan,
dan peraturan-peraturan penerbangannya tidak sesuai dan tidak
memenuhi standar yang ditetapkan oleh ICAO. Standar keamanan
penerbangan ICAO tercantum di dalam Konvensi Chicago Anex
1–19. “First Category adalah yang memenuhi syarat, dan Second
Category yang tidak compliance. Pilihan penilaiannya hanya dua,
36 INACA Berkiprah
Larangan Eropa
INACA Berkiprah 37
Larangan Eropa
Mulai lepas
Pada tahun 2009 empat maskapai penerbangan nasional berhasil
melepaskan EU (European Union) Ban, yakni Garuda Indonesia dan
Mandala (berjadwal), serta Airfast dan Premiair (charter). Kemudian
menyusul Citilink, Lion Air, dan Batik Air. Masing-masing maskapai
yang ingin melepaskan EU Ban mengajukan diri untuk diaudit.
Alhasil, selama 10 tahun Indonesia baru berhasil mencabut
larangan terhadap 7 maskapai penerbangan nasional. Indonesia me-
merlukan 11 tahun agar UE mencabut larangan terbangnya kepada
maskapai-maskapai penerbangan nasional. Akhirnya, pada perte
ngahan Juni 2018 UE secara resmi menyatakan mencabut larangan
terbangnya kepada seluruh maskapai penerbangan I ndonesia.
Di antara tahun 2007 dan 2009 dimana terjadi insiden-insiden
kecelakaan pesawat, dunia penerbangan Indonesia menorehkan
catatan bagus. Zero fatal accident sepanjang tahun 2008. Prestasi
yang sama diulang kembali pada tahun 2017. Sepanjang tahun itu
tercatat Zero Passenger Fatal Accident. Sedangkan tahun-tahun
lainnya selalu ada saja pesawat yang mengalami kecelakaan dan
menyebabkan korban jiwa di Indonesia.
Tim USOAP-ICAO datang lagi melakukan audit di Indonesia pada
pertengahan Agustus 2014. Ini sebelum Joko Widodo menjabat
Presiden RI pada 2014. Larangan terbang ke Eropa telah berjalan
selama 7 tahun, penurunan peringkat dari FAA pun masih berlaku.
Hasil audit ICAO pada pertengahan tahun 2014 diharapkan ada
perubahan signifikan.
Namun, hasil dari USOAP antiklimaks. Nilai compliance yang
dicapai Indonesia hanya 45%. Hal itu menambah suramnya citra
masyarakat penerbangan di seluruh Indonesia. Bahkan sempat
menjadi cemoohan.
“Safety compliance penerbangan Indonesia bukan naik nilainya,
38 INACA Berkiprah
Larangan Eropa
INACA Berkiprah 39
Larangan Eropa
Melewati 97 negara
Bulan Oktober 2017 ICAO kembali mengaudit Indonesia. Hasil dari
USOAP kali ini mencapai 80,34%. Itu merupakan suatu lompatan
luar biasa. Dengan capaian tersebut Indonesia praktis melewati
rata-rata tingkat safety compliance di antara 97 negara lainnya.
Secara lengkap hasil audit ICAO tahun 2017 :
1. Primary Aviation Legislation and associated civil aviation
regulations 71,43% (rata-rata dunia hanya 71,46%
2. Civil Aviation Organizational structure 69,23% (67,75%)
3. Personnel Lcencing activities 75% (72,87%)
4. Aircraft operations 87,5% (67,97%)
5. Airwothiness of civil aircraft 90,91% (77,28%)
6. Aerodromes 72,73% (58,53%)
7. Air Navigation services 84,09% (62,43%)
8. Accident and serious incident investigations 63,73% (55,54%)
Program 8 bulan kedua adalah mencabut larangan terbang UE
(EU Ban) terhadap maskapai penerbangan Indonesia ke Eropa.
Waktu itu ada 55 maskapai penerbangan masih terkena larangan
terbang. Pada tahun 2009 jumlah air operator di Indonesia ada 62,
baik airlines maupun air charter.
Bulan Mei 2018 Uni Eropa mengirim tim audit dari EASA dan per-
wakilan dari negara-negaranya ke Indonesia. Wings Air, Sriwijaya,
dan Susi Air mewakili 55 maskapai yang masih terkena larangan
terbang UE (EU Ban) untuk diaudit. Ketiganya mewakili operator-
operator penerbangan di Indonesia telah mematuhi regulasi.
Kemudian delegasi Indonesia, terdiri dari Dirjen Perhubungan
Udara dan perwakilan dari tiga maskapai yang diaudit, melaku-
kan presentasi di hadapan UE. Hasilnya mereka satisfied. Di tengah
delegasi Indonesia sedang berjuang meyakinkan UE di Eropa, salah
seorang anggota delegasi perwakilan dari Sriwijaya Air yakni Capt.
Lalu Mohammad Syakir menghembuskan nafas terakhir karena
sakit.
40 INACA Berkiprah
Larangan Eropa
INACA Berkiprah 41
4
42 INACA Berkiprah
Keselamatan
dan Keamanan
Penerbangan
INACA Berkiprah 43
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
— Leonardo Da Vinci —
P
enurunan peringkat keselamatan penerbangan di Indone-
sia oleh otoritas penerbangan sipil Amerika Serikat FAA dan
larangan terbang ke Eropa oleh Uni Eropa bukan merupa-
kan latar belakang kelahiran Undang-undang No.1 tahun
2009 mengenai Penerbangan. Kondisi keselamatan penerbangan
nasional yang tidak menggembirakan dan dibutuhkan revisi-revisi
peraturan penerbangan yang mengacu pada standar internasional
adalah alasan utamanya.
Ketika FAA merilis informasi penurunan peringkat keselamatan
penerbangan di Indonesia (down grade) sifatnya tidak lebih seperti
halnya Travel Warning. Dan itu tidak bertujuan melakukan tindak
an langsung terhadap negara lain.
Federal Aviation Administration (FAA) selaku otoritas pener-
bangan sipil dan bagian dari pemerintahan Amerika Serikat
(AS) berkewajiban menginformasikan kepada warga negaranya
tingkat keamanan penerbangan di negara-negara yang dilayani
penerbangan langsung, baik oleh maskapai AS maupun maskapai
dari luar AS. Antara AS dan Indonesia pernah dilayani penerbang
an langsung oleh Garuda Indonesia (1997) dan Continental (2005).
Jadi FAA dan TSA (Transportation Security Aviation) pernah melaku-
kan assesment di Indonesia. Dan hasil dari assesment itu kemudian
diinformasikan kepada seluruh warga n egara AS.
Kecelakaan pesawat cukup banyak terjadi pada medio 2004, 2005,
2006, dan awal 2007. Pada bulan November 2004 terjadi kecelakaan
pesawat di Bandara Adi Sumarmo Solo. Kecelakaan itu menelan
korban 25 orang meninggal dunia dan lebih dari 60 penumpang ter-
luka. Kemudian DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) meminta diben-
tuk tim independen untuk mengaudit keselamatan penerbangan
nasional pada tahun 2005.
Tim independen ini terdiri dari para pemangku kepentingan di
industri penerbangan. Tim terdiri dari airlines, bengkel perawatan,
44 INACA Berkiprah
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
INACA Berkiprah 45
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
46 INACA Berkiprah
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
INACA Berkiprah 47
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
48 INACA Berkiprah
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
INACA Berkiprah 49
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
50 INACA Berkiprah
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
modal asing, dan Air Service Agreement terutama terkait 5th Free
doom dan 6th Freedom.
INACA sangat peduli terhadap ketiga hal tersebut, menurut Budi
Mulyawan Suyitno yang pernah menjabat Menteri Perhubungan
RI di era Presiden Abdurrachman Wahid. Walaupun Indonesia
terikat dalam multilateral agreement, implementasinya tetap me
ngacu pada perjanjian bilateral sesuai asas resiprokal. Misalnya,
di ASEAN sudah menyepakati Open Sky tetapi UU Penerbangan
Nasional mengaturnya dengan mengacu pada perjanjian bilateral.
Di sini kepentingan negara dan INACA melindungi anggota INACA
dengan undang-undang penerbangan tersebut.
INACA juga berkepentingan dalam navigasi penerbangan.
Dalam hal ini adalah pelayanan CNS-ATS (Communication Navi
gation Surveillance-Air Traffic Management System). Ini karena
biaya-biaya (charges) yang dikenakan terhadap maskapai-maskapai
penerbangan anggota INACA mesti sebanding dengan pelayanan
yang diberikan. Biaya-biaya tersebut ditetapkan dengan policy dari
ICAO (International Civil Aviation Organization) dan dilaksanakan
di Indonesia oleh AirNav Indonesia dengan basis Cost Recovery.
UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan juga memperkuat po-
sisi Komite Nasional Keamanan Transportasi (KNKT). Cikal bakal
KNKT ada di Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara pada tahun 1993.
Nama KNKT disyahkan pada 1995.
Selain itu juga diatur mengenai Mahkamah Penerbangan.
Keberadaan Mahkamah Penerbangan ini agar tidak terjadi
kriminalisasi kepada pilot dan lain-lain. Apabila terbukti melaku-
kan kesalahan maka hukumannya dilakukan secara profesional.
Misalnya terjadi dispute, pilot bisa mengecek keabsahan sertifikat
pilotnya. Namun hingga saat ini belum terlaksanakan.
Di dalam UU tersebut juga telah dicantumkan pasal yang me-
nentukan dan mengatur PT AirNav sebagai Air Navigation Service
Provider (ANSP), itu berkat peran Tim EKKT (Evaluasi Keselamatan
Kecelakaan Transportasi) yang menyarankan agar pengaturan
tersebut masuk di dalam Undang-undang Penerbangan.
Dan menurut para pakar di ICAO, UU Penerbangan Indonesia
saat ini merupakan salah satu Peraturan perundang-undangan ten-
tang penerbangan terbaik di dunia. One of the Best Aviation Law in
the World. n
INACA Berkiprah 51
5
52 INACA Berkiprah
Konvensi
Capetown
Tonggak
Sejarah
INACA Berkiprah 53
Konvensi Capetown Tonggak Sejarah
— Jerry Crawford —
A
da satu perjuangan organisasi INACA yang tercatat
dengan kegigihan dan ketekunan mengupayakan kepas-
tian hukum terkait kepentingan internasional atas objek
pesawat udara di Indonesia. Ketua Umum INACA Rusdi
Kirana (2006–2008). Kegigihan dan ketekunannya kemudian didu-
kung bersama oleh Emirsyah Satar (waktu itu direktur utama
Garuda Indonesia), Tengku Burhanuddin sekretaris jenderal
INACA, dan Muchtar, Kepala Administrasi Keuangan INACA. Serta
Herry Bakti yang pada saat itu sedang menjabat sebagai staf ahli
Menteri Perhubungan. Bolak balik membahas selama sekitar dua
tahun dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Hukum
dan Hak Azazi Manusia, dengan DPR-RI dan lain-lain, dokumen
dari Cape Town Convention yang berisi konsep kepastian hukum itu
akhirnya diratifikasi oleh Pemerintah RI dan dimasukkan menjadi
bagian d alam Undang-undang nomor 1/2009.
Ketua Umum INACA pada tahun 2008 Emirsyah Satar dan Rusdi
Kirana sebagai direktur utama Lion Air yang mengusulkan agar
dimasukan ke dalam UU No 1 tahun 2009. Setelah dilaksanakan,
dapatlah dikatakan bahwa Edward Silooy berperan penting dalam
membuka dan mendorong para maskapai bisa memperbarui dan
meremajakan armada-armada pesawat. Kepastian dan kejelasan
pengaturan hukumnya memberikan kemudahan dan dorongan pe-
nambahan armada pesawat terbang bagi maskapai penerbangan
nasional Indonesia. Ini pun bisa disebut sebagai salah satu tong-
gak sejarah dalam memajukan industri penerbangan nasional.
Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan itu
sendiri telah merupakan tonggak sejarah utama dalam sejarah
pembangunan dan pengembangan industri penerbangan nasional
di Indonesia.
Dalam konteks itu INACA mengupayakan pengertian dalam
memperjuangkan kemudahan/kepercayaan lembaga-lembaga
keuangan internasional dalam hal leasing pesawat melalui
Capetown Convention 2001. Konvensi tersebut akhirnya diratifikasi
54 INACA Berkiprah
Konvensi Capetown Tonggak Sejarah
INACA Berkiprah 55
Konvensi Capetown Tonggak Sejarah
56 INACA Berkiprah
Konvensi Capetown Tonggak Sejarah
INACA Berkiprah 57
6
58 INACA Berkiprah
Regulasi
Penerbangan
Nasional
INACA Berkiprah 59
Regulasi Penerbangan Nasional
60 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional
INACA Berkiprah 61
Regulasi Penerbangan Nasional
62 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional
INACA Berkiprah 63
Regulasi Penerbangan Nasional
64 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional
INACA Berkiprah 65
Regulasi Penerbangan Nasional
66 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional
INACA Berkiprah 67
Regulasi Penerbangan Nasional
68 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional
INACA Berkiprah 69
Regulasi Penerbangan Nasional
70 INACA Berkiprah
Regulasi Penerbangan Nasional
INACA Berkiprah 71
7
72 INACA Berkiprah
72 INACA Berkiprah
Kemitraan
dengan
Pemerintah
INACA Berkiprah 73
INACA Berkiprah 73
Kemitraan dengan Pemerintah
H
arga sewa pesawat di dunia turun pada awal tahun
2000-an. Total biaya operasional penerbangan (Total
Operational Cost/ TOC) pun ikut turun dan harga jual
tiket menjadi lebih murah. Transportasi udara menawar-
kan kecepatan tiba di tujuan dan hal ini menarik minat masyarakat
berpindah moda transportasi. Sejak itu permintaan terhadap trans-
portasi udara terus tumbuh, jumlah penumpang terus naik, dan
akhirnya kebutuhan terhadap armada pesawat dan bandar udara
juga meningkat. Perkembangan tersebut berlangsung seakan tak
terbendung.
Awal tahun 2016. Nilai tukar rupiah berada di tingkat Rp 13.898
per 1 dollar AS. Sebelumnya, nilai tukar rupiah di penutup tahun
2015 lebih kuat 2,34% yakni sebesar Rp 13.436. Fluktuasi nilai tukar
mata uang yang bisa terjadi setiap saat merupakan satu diantara
sekian banyak tantangan yang harus dihadapi pelaku industri
penerbangan.
Misalnya, kontrak bisnis menyewa dan penyewaan pesawat
dengan perusahaan asing dilakukan dalam mata uang dollar AS.
Sedangkan Pemerintah mengatur semua transaksi harus meng-
gunakan rupiah. Untuk mengatasi hal ini INACA mengupayakan
maskapai-maskapai penerbangan nasional anggotanya bisa meng-
gunakan nilai tukar rupiah berdasarkan konversi Jakarta Inter
change Spot Dollar (JISDOR).
Pemerintah menggulirkan program Pengampunan Pajak pada
tahun 2016. Salah satu dari dampak program itu adalah nilai tukar
rupiah cukup menguat rata-rata di kisaran Rp 13.100 selama periode
Juni sampai dengan Oktober 2016. Nilai tukar rupiah yang stabil itu
membuat harga bahan bakar avtur relatif stabil. Dan biaya-biaya
lain dalam industri penerbangan relatif tidak fluktuatif sepanjang
tahun 2016
Dalam mengelola isu-isu dan permasalahan-permasalahan
semacam itu, INACA tampil sebagai badan yang mewakili kepen
tingan maskapai-maskapai penerbangan nasional saat menghadap
ke otoritas yang menetapkan kebijakan-kebijakan pemerintah.
74 INACA Berkiprah
Kemitraan dengan Pemerintah
eran INACA diakui besar sekali dan cukup mendalam. Dan sebagai
P
mitra kerja Pemerintah telah bekerja sama dengan baik.
Peraturan di bawah undang-undang bersifat fleksibel dan
bisa sering kali berubah-ubah. Maka pada waktu merencanakan
peraturan baru ataupun mengubah peraturan, Pemerintah se-
lalu mengikutsertakan INACA. Pemerintah akan selalu meminta
pendapat dan berdiskusi tatap muka dengan pemangku kepen
tingan penerbangan nasional termasuk INACA. Selaku mitra kerja
Pemerintah, INACA harus mengikuti perkembangan bisnis pener-
bangan baik di domestik maupun di kawasan regional dan global.
Pemerintah juga melakukan dengar pendapat dengan DPR untuk
merumuskan peraturan-peraturan.
Sebelum suatu peraturan ditetapkan, INACA berperan menso-
sialisasikannya kepada anggota. Dan setelah peraturan ditetapkan,
Kementerian Perhubungan melibatkan lagi INACA untuk men
sosialisasikan dan menyebarluaskan peraturan-peraturan baru ke-
pada anggota dan masyarakat. Sehingga publik lebih mengetahui
dan memahaminya secara detil.
Dalam relasi kemitraan antara Pemerintah dan INACA, paling
alot dalam membahas peraturan terkait bisnis penerbangan.
Terutama terkait penetapan tarif. Karena penetapan tarif menyang-
kut kepentingan publik (masyarakat), dan strategi bisnis maskapai
penerbangan yang masing-masing berbeda-beda.
INACA Berkiprah 75
Kemitraan dengan Pemerintah
Dalam hal navigasi, tentu paling alot terkait slot time. Karena
pemberian slot time dilakukan melalui rapat koordinasi antara
Airnav, operator bandara, dan airport administrator (Kementerian
Perhubungan).
Tantangan terbesar bagi maskapai penerbangan nasional adalah
masih berpola ‘single fighter’. Kecuali Garuda Indonesia yang sudah
masuk ke kancah persaingan global dengan melakukan kerja sama
aliansi global SkyTeam.
Di era sekarang, sudah bukan lagi masa maskapai penerbangan
bersaing secara individual. Apalagi dalam waktu dekat akan diber-
lakukan ASEAN Single Aviation Market (ASAM).
Apabila pola seperti itu tetap dibiarkan oleh Pemerintah maka
dikhawatirkan dalam jangka pendek akan terjadi krisis pelayanan
angkutan udara di dalam negeri yang disebabkan maskapai pe
nerbangan bangkrut, atau mekanisme pelayanan diganti dengan
sistem monopoli atau oligopoli.
Dalam jangka panjang, ada hal yang sangat dikhawatirkan yakni
76 INACA Berkiprah
Kemitraan dengan Pemerintah
INACA Berkiprah 77
8
78 INACA Berkiprah
Navigasi
Penerbangan
INACA Berkiprah 79
Navigasi Penerbangan
— Pepatah Bijak —
A
irNav Indonesia adalah Perusahaan Umum (Perum) Lem-
baga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan
Indonesia (LPPNPI), merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang berdiri pada tanggal 13 September
2012. Pendirian perum ini sesuai amanat Undang-Undang No.1
tahun 2009 tentang Penerbangan.
Tugasnya adalah menyediakan pelayanan navigasi penerbangan.
Sebelumnya, tugas-tugas tersebut ditangani oleh beberapa pihak
yaitu PT AP1, PT AP2, Pemerintah melalui Dirjen Angkutan Udara
dan otoritas di bandara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono satu
ketika membentuk Tim EKKT (Evaluasi Keselamatan Kecelakaan
Transportasi), yang diketuai oleh Marsekal (Purn) Chappy Hakim,
inilah yang kemudian menyarankan agar navigasi penerbangan di
Indonesia dijadikan berada di bawah single provider dan disebut
sebagai lembaga penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan
Indonesia (LPPNPI). Ketentuan mengenai single provider kemudian
dimasukkan tercantum di dalam UU penerbangan tahun 2009
tersebut.
BUMN ini mengelola seluruh ruang udara Indonesia yang dibagi
menjadi dua Flight Information Region (FIR) yaitu Jakarta FIR dan
Ujung Pandang (Makassar) FIR. Beroperasinya dengan delapan kan-
tor cabang dan 18 kantor distrik di seluruh Indonesia. Sejak 2015,
AirNav mengelola ruang udara FIR Jakarta dengan membaginya
menjadi 12 sektor atau daerah wilayah udara. Dan sejak 2017
wilayah udara FIR Ujung Pandang pun dibagi ke dalam 12 sektor.
Sibuk dan padat lalu lintas di udara Indonesia. Maka, AirNav me-
merlukan tingkat kepekaan tinggi terhadap gejala pertumbuhan
industri penerbangan yang relatif terus meningkat. Dengan jum-
lah armada setiap maskapai penerbangan yang terus bertambah,
setiap pergerakan pesawat akan memerlukan pemantauan atau
80 INACA Berkiprah
Navigasi Penerbangan
INACA Berkiprah 81
Navigasi Penerbangan
82 INACA Berkiprah
Navigasi Penerbangan
INACA Berkiprah 83
Navigasi Penerbangan
84 INACA Berkiprah
Navigasi Penerbangan
INACA Berkiprah 85
Navigasi Penerbangan
86 INACA Berkiprah
AirNav Berperan
INACA Berkiprah 87
Navigasi Penerbangan
88 INACA Berkiprah
Navigasi Penerbangan
Pilot International :
1. Provision of WEATHER Information Services.
2. Provision of instruction and clearance from APP/ACC.
3. PHRASEOLOGY of instruction and clearance from ATC.
4. ATC RESPONSIVENESS in emergency or abnormal situation.
S Q I = 4,31
INACA Berkiprah 89
90
9
INACA Berkiprah
Tarif, dan
Harga
Jual Tiket
INACA Berkiprah 91
Tarif, dan Harga Jual Tiket
D
ari perspektif maskapai penerbangan terdapat dua isu
besar sebelum tahun 2000. Isu pertama adalah soal tarif
atau harga tiket. Isu kedua adalah persamaan hak meng-
gunakan armada pesawat jet oleh maskapai-maskapai
penerbangan nasional. Kedua isu tersebut selalu cenderung berkem-
bang menjadi kontroversi dan ramai dibicarakan oleh masyarakat
melalui media.
Tahun 1984. Garuda Indonesia mulai dipimpin oleh Direktur
Utama baru R.A.J. Lumenta, menggantikan Wiweko Soepono.
Kemudian, Direktur Niaga Garuda Indonesia waktu itu M. Soeparno
menggantikan Lumenta sebagai direktur utama. Pada waktu di
pimpin oleh M. Suparno maskapai milik pemerintah ini baru masuk
menjadi anggota INACA. Di dalam organisasi air carriers Indonesia
ini Garuda Indonesia langsung dilibatkan di bagian pertarifan da-
lam industri penerbangan nasional.
Lalu Garuda Indonesia menugaskan Indra Setiawan di komite
bidang tarif penerbangan di INACA. Ketika itu Indra bekerja di
Biro Ekonomi Bagian Tarif kantor pusat Garuda Indonesia. Dia juga
pernah diangkat sebagai Direktur Niaga Merpati (1997), namun di
INACA tetap berada di komite yang membidangi urusan tarif.
Komite di bidang tarif ini termasuk melakukan riset pemasaran.
Masukan-masukan yang diberikan oleh INACA kepada pemerintah
cukup lengkap karena di dalamnya ada maskapai-maskapai milik
pemerintah Garuda Indonesia dan Merpati, dan maskapai-maskapai
swasta seperti Bouraq, Mandala, dan Sempati Air. Saat itu INACA
masih dipimpin oleh Sularto Hadisumarto (Bayu Air) dan sekre-
taris jenderal Benny Rungkat (Bouraq).
Riwayat perjalanan dan perkembangan pengaturan tarif dan
harga jual tiket penerbangan di Indonesia dapat diringkaskan
begini. Awalnya pemerintah menetapkan single tarif bagi dunia
penerbangan nasional untuk menetapkan harga jual tiket oleh
92 INACA Berkiprah
Tarif, dan Harga Jual Tiket
INACA Berkiprah 93
Tarif, dan Harga Jual Tiket
“Tapi sistem referensi tarif itu praktis tidak bisa berjalan,” Tengku
Burhanuddin menuturkan.
Pemerintah kemudian menentukan dengan mengadakan
ketetapan tarif batas sebagai batas harga jual tiket oleh maskapai
penerbangan. Adapun tarif batas atas dan batas bawah itu diten-
tukan berdasarkan biaya-biaya yng diajukan oleh pihak maska-
pai penerbangan. Dalam hal itu pemerintah melalui Peraturan
Menteri Perhubungan no. PM 14 tahun 2016 tentang mekanisme
formulasi perhitungan dan penetapan tarif batas atas dan batas
bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara ni-
aga penumpang dalam negeri, komponen biaya-biaya angkutan
udaranya terdiri atas sebagai berikut :
(Komponen biaya-biaya jasa angkutan udara, ini juga yang mem-
bentuk TOC, Total Operating Cost bagi penerbangan) :
94 INACA Berkiprah
Tarif, dan Harga Jual Tiket
INACA Berkiprah 95
Tarif, dan Harga Jual Tiket
96 INACA Berkiprah
Tarif, dan Harga Jual Tiket
INACA Berkiprah 97
Tarif, dan Harga Jual Tiket
98 INACA Berkiprah
Tarif, dan Harga Jual Tiket
INACA Berkiprah 99
Tarif, dan Harga Jual Tiket
I
NACA menyuarakan aspirasi anggota dalam bentuk
pandangan-pandangan dan saran-saran dari pelaku
industri penerbangan nasional untuk dibicarakan hing-
ga dirundingkan bersama dengan Pemerintah selaku
regulator dan pemangku-pemangku kepentingan industri
penerbangan nasional lainnya.
INACA juga melaksanakan forum-forum bagi anggotanya.
Forum-forum ini guna memenuhi kebutuhan ‘software’ dan
‘brain ware’ anggota di aspek operasional, teknis, pemasaran,
manajemen, sumber daya manusia, hingga aspek pelayanan
dan keselamatan penerbangan.
Salah satu kekuatan INACA sebagai organisasi, sejak tahun
2003, Rapat umum Anggota (RUA) setiap tahunnya mencer-
minkan sikap kebersamaan dalam menghadapi isu-isu
strategis di industri penerbangan nasional. RUA selalu up
dated dalam memilih dan membahas gejala/isu yang sedang
dihadapi bersama.
Pada tahun 2003 dimana pada saat itu baru saja terjadi
Bom Bali di akhir tahun 2002, disepakati mengusung tema
Enhancing the role of National Air transportation in the
promotion of economic recovery in Indonesia, tentunya berisi
langkah-langkah yang perlu dijalankan bersama demi mem-
bantu kepulihan situasi ekonomi Indonesia pada umumnya
dan Pariwisata pada khususnya.
Pada tahun selanjutnya, tema Kesiapan Perusahaan
Penerbangan Nasional Menghadapi Lingkungan Bisnis Global
sengaja diambil guna mengantisipasi kebijakan ‘deregulasi’
Pemerintah yang telah memberikan kesempatan dan peluang
seluas-luasnya bagi usaha bidang jasa penerbangan dan akan
membawa tingkat persaingan bisnis semakin tajam.
Pada tahun 2005 sehubungan
dengan pertimbangan banyaknya
isu accident/incident di beberapa Rapat umum
bandar udara, maka diangkatlah Anggota (RUA)
tema Strenghtening National Avia setiap tahunnya
tion business through Integrated
Quality and Service Improvement.
mencerminkan
Kemudian, berturutan dengan sikap kebersamaan
tema tersebut di tahun berikut- dalam menghadapi
nya RUA mengangkat tema New isu-isu strategis
Horizon of the Aviation Industry di industri
dengan alasan bahwa pada tahun
tersebut peluang bisnis aviasi cu-
penerbangan
kup membaik namun di sisi lain nasional.
perlu melakukan persiapan dalam
menghadapi ‘ASEAN Open Sky policy’ serta masuknya Airlines
asing melalui perusahaan penerbangan nasional dengan me-
manfaatkan celah hukum PMA, dan itu dapat menerobos azas
Cabotage.
Giliran peningkatan sarana dan prasarana Bandara, infra
struktur, SDM, regulasi, pembukaan rute-rute baru men-
jadi sorotan pada Rapat Anggota tahun 2007. Tema yang di
ambil adalah ‘Balancing the Growth of Aviation in Indonesia’.
T
ahun 2002. Selaku Direktur Utama Garuda Indonesia In-
dra Setiawan sering menghadiri kegiatan International Air
Transport Association (IATA). Selain itu juga menghadiri
pertemuan-pertemuan asosiasi airlines se-Asia Pasifik
(AAPA).
Sekretaris jenderal di IATA tampak amat berperan. Baik pada
pertemuan-pertemuan tahunan (annual), general meeting, atau di
pertemuan-pertemuan mengenai scheduling, sekretaris jenderal
tampak selalu berperan. Dan seorang sekretaris jenderal dipilih
untuk bekerja selama beberapa tahun tertentu.
Dirut Garuda Indonesia, masuk menjadi anggota Association of
Asia Pacific Airlines (AAPA). Garuda Indonesia juga aktif di asosiasi
ini. Di situ disaksikannya juga sama dengan yang dia temui di IATA.
Hanya skalanya yang berbeda. Waktu itu AAPA beranggotakan 12
airlines di wilayah Asia Pasifik.
Di dalam struktur organisasi AAPA ada komite-komite di antara
nya, komite safety, security, marketing, tarif, dan schedule. Di situ,
presiden asosiasi bukan dipilih oleh anggota sebagaimana sistem
demokrasi, melainkan ditentukan secara bergiliran menurut nama
dan berdasarkan urutan alphabet. Di IATA juga begitu.
— wiseoldsayings.com —
S
ebagai asosiasi tentulah sejak awal setiap tahun melaksana-
kan RUA, ---Rapat Umum Anggota--, di mana pengurus mem-
berikan laporan pertanggungan jawab, anggota bersama
membahas isyu-isyu yang relevan mengenai perkembang
an industri penerbngan umumnya dan terkait bisnis penerbangan
yang tengah dan yang cenderung akan dihadapi oleh industri
penerbangan nasional. Konsistensi dan kedisiplinan penyelengga-
raan RUA itulah yang menjadi salah satu kekuatan berdirinya dan
bergeraknya asosiasi INACA ini.
Kegiatannya dalam kerangka kemitraan dengan pemerintah
antara lain dalam memberikan informasi, saran dan pendapat
kepada pemerintah melalui Kementerian Perhubungan, maupun
kepada lembaga dan organisasi lain, kepada DPR-RI. Organisasi-
organisasi swasta dan masyarakat pun berkomunikasi dengan
INACA untuk hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan di dunia
penerbangan nasional.
Kegiatan kegiatan pun dilakukan secara aktif dengan Dirjen
Perhubungan Udara, yang tidak banyak diketahui luas oleh public.
Itu antara lain, bersurat mengusulkan kepada Menteri Perhubung
an untuk Pembentukan Majelis Profesi Penerbangan. Itu pun meru-
juk sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 1 tahun 2009.
Selalu ikut serta dalam setiap proses penambahan maupun
perubahan atau pembuatan Peraturan Menteri dan SKEP Dirjen,
maka praktis apa yang disebut ‘Notice of Proposed Rulemaking’ da-
pat dilaksanakan secara konsisten.
Organisasi melaksanakan penyampaian data/informasi kepada
anggota, baik yang bersifat administratif maupun teknis opera-
sional, Peraturan-peraturan dari Menteri Perhubungan, Instruksi
Dirjen Perhubungan, dan lain-lain.
Bidang Riset dan Data mempersiapkan penerbitan Annual Report
INACA, Indonesia Aviation Outlook, dan situs resmi (website) INACA
(http://inaca.or.id), serta media sosial lainnya yang terbaru.
S
tandar internasional dalam industri penerbangan global
tidak hanya berlaku di kalangan maskapai-maskapai
penerbangan berjadwal tetapi juga operator-operator
penerbangan charter (tidak berjadwal/non-reguler).
Di sektor air charter ada standar International Standard Business
Operation (ISBAO). Selama ini barangkali kita lebih terbiasa men
dengar standar IATA yang disebut IATA Operational Standard
Assesment (IOSA). Standar IOSA berlaku bagi scheduled airlines.
Dan standar ISBAO berlaku bagi operator-operator air charter di
seluruh dunia.
Premiair, salah satu anggota INACA, merupakan pionir operator
air charter Indonesia yang sudah memiliki standar ISBAO. Opera-
tor air charter ini sudah mendapatkan sertifikat ISBAO sejak tahun
2009. Bahkan saat ini standar yang dimilikinya sudah mencapai
Level 3. Whitesky Aviation adalah operator air charter Indonesia
lainnya yang sudah bersertifikasi ISBAO.
Di Indonesia baru ada dua perusahaan air charter bersertifikat
ISBAO yaitu Premiair dan Whitesky Aviation. Premiair mengajak
semua operator air charter nasional menerapkan standar interna-
sional di Indonesia. Mengapa itu diperlukan?
President Commisioner Premiair Ari Daryata Singgih menjelas-
kan, manakala ada perusahaan internasional membuka bidding
untuk melakukan tender dengan persyaratan operator air char
ter berstandar ISBAO maka operator-operator dari Indonesia bisa
mengikutinya. Bidding tidak hanya dilakukan oleh perusahaan
internasional yang beroperasi di Indonesia tetapi juga yang ber
operasi di luar negeri.
“Operator-operator lain masih lihat-lihat dulu. Dengan telah
memiliki sertifikasi standar ISBAO, operator-operator dari
Indonesia boleh bidding dan mengikuti proses tender di kawasan
internasional,” ujar Ari.
Sertifikasi ISBAO dibagi menjadi Level 1, Level 2, dan Level 3.
Untuk mendapatkannya operator harus menjalani proses audit
yang dilakukan oleh ISBAO sendiri. Kepada pemegang sertifikasi,
Same with anyone who’s been flying for years and loves it still.
We’re part of a world we deeply love. Just as musicians feel
about scores and melodies, dancers about the steps and flow
of music, so we’re one with the principle of flight, the magic
of being aloft in the wind!
— Richard Bach —
U
ni Eropa menambah persyaratan ketika Indonesia
berupaya mencabut larangan terbang (EU Ban). Syaratnya,
assesment keselamatan penerbangan dilakukan di Papua.
Penerbangan di Papua sangat berbeda dibandingkan
dengan daerah lain di Indonesia. Keterbatasan perangkat pener-
bangan dan rambu-rambu keselamatan merupakan diantara faktor-
faktor krusial yang menyebabkan tingkat kecelakaan transportasi
udara di wilayah ini tinggi. Dan waktu itu, ada kesan penerbangan
di Papua kurang diperhatikan oleh regulator.
Dalam rangka penilaian dan pertimbangan Uni Eropa (UE) men-
cabut larangan terbang ke Eropa (EU Ban) terhadap maskapai-
maskapai penerbangan Indonesia, UE ternyata memilih akan meng
uji keselamatan penerbangan di Papua. Kemudian tim assesment
dari Uni Eropa datang pada bulan Maret 2018 untuk menguji
keselamatan penerbangan di Papua.
Pada saat audit tersebut dilakukan, Indonesia sudah meraih kem-
bali peringkat Kategori 1 dari Federal Aviation Administration (FAA),
Amerika Serikat. Bagi Indonesia, ini saatnya menagih UE mencabut
larangan terbangnya terhadap maskapai-maskapai penerbangan
Indonesia. Larangan itu telah berjalan lebih dari 10 tahun. Namun,
UE memberikan syarat tambahan tadi, pengujian keselamatan pen-
erbangan (assesment) juga dilakukan di Papua.
Pemerintah mempersiapkan assesment UE dengan sebaik-
b
aiknya. Ini mengingat kondisi geografis Papua sebagian besar ada-
lah pegunungan dan dinilai cukup sulit untuk penerbangan. Aspek-
aspek yang akan dinilai dalam pengujian itu diantaranya regulasi,
bandara, maskapai penerbangan (operator), kelaikudaraan, dan
lainnya.
Ada atau tidak ada pengujian ini, Pemerintah memang berencana
hendak melakukan ramp check. Operator harus paham bahwa
S
eperti telah diceritakan sebelumnya, INACA sebagai suatu
organisasi sejak kelahirannya hidup dan berjuang me
nyuarakan aspirasi dan untuk kepentingan serta kemajuan
anggotanya. Selama itu pula kita menyaksikan kelahiran
maskapai-maskapai baru dan terus beroperasi hingga sekarang.
Namun ada pula yang pergi, yakni maskapai-maskapai yang ber-
henti beroperasi, dan tidak sedikit kemudian ditutup. Mari kita
ikuti catatan-catatan yang berhasil dikumpulkan.
Sempati Air didirikan pada Desember 1968 dengan nama
PT Sempati Air Transport. Maskapai ini memulai penerbangan
perdananya pada Maret 1969 menggunakan pesawat DC3. Pada
mulanya adalah maskapai penerbangan charter namun kemudian
berubah menjadi penerbangan berjadwal setelah maskapai swasta
diizinkan menggunakan pesawat jet. Maskapai ini awalnya hanya
menawarkan jasa transportasi bagi karyawan perusahaan minyak.
Lalu berkembang memulai penerbangan berjadwal ke Singapura,
Kuala Lumpur, dan Manila. Ketika krisis moneter 1998 menghan-
tam Indonesia, Sempati Air terpaksa menjual atau mengembalikan
pesawatnya. Sempati Air berhenti beroperasi sejak 5 Juni 1998.
Adam Air mulai beroperasi pada 19 Desember 2003 dengan pe
nerbangan perdana dari Jakarta ke Balikpapan. Maskapai ini meng-
gunakan dua pesawat Boeing 737 sewaan. Setelah berbagai insiden
dan kecelakaan pesawat yang menimpa industri penerbangan
Indonesia, pemerintah membuat pemeringkatan atas maskapai-
maskapai tersebut. Diumumkan pada 22 Maret 2007, Adam Air
berada di peringkat III. Akibatnya, maskapai ini mendapat sanksi
administratif yang ditinjau ulang kembali setiap 3 bulan. Setelah
tidak ada perbaikan kinerja dalam waktu 3 bulan, Air Operator
Certificate Adam Air kemudian dibekukan. Kegiatan operasional
Adam Air kemudian dihentikan sejak 17 Maret 2008. Izin terbang
atau Operation Specification Adam Air dicabut Kementerian Per-
hubungan pada 18 Maret 2008. Dan Aircraft Operator Certificate
(AOC) ikut dicabut pada 19 Juni 2008 yang mengakhiri semua
operasi penerbangannya.
Keterangan:
SIUAUN = Surat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga
OPS = beroperasi
NO OPS = tidak beroperasi
FW = Fixed Wings
RW = Rotary Wings
PAX = Passenger
Terminal 3
Bandara Soekarno-Hatta.
P
ertumbuhan industri penerbangan secara keseluruhan
di Indonesia membawa dampak ganda pada kegiatan
ekonomi. Di sisi lainnya, pertumbuhan itu sendiri menun-
tut peningkatan infrastruktur. Infrastruktur berupa
bandar udara (bandara) dan pendukungnya merupakan persyara-
tan mutlak.
Pemerintahan baru di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo
sejak Oktober 2014 telah menetapkan, pembangunan infrastruktur
sebagai salah satu fokus utama pembangunan. Pembangunan dan
pengembangan bandara di Indonesia sejak itu dilaksanakan nyaris
secara massif di berbagai daerah, terutama di luar Pulau Jawa dan
Bali.
Sejarah kebandarudaraan di Indonesia dimulai semenjak
Presiden pertama RI Soekarno kembali dari lawatan kenegaraan dari
Amerika Serikat pada tahun 1962. Presiden Soekarno menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1962 yang menyatakan
pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran.
Tugas pokok PN Angkasa Pura Kemayoran ini adalah mengelola
dan mengusahakan Pelabuhan Udara Kemayoran di Jakarta yang
saat itu merupakan satu-satunya bandar udara internasional.
Bandara Kemayoran ini melayani penerbangan dari dan keluar
negeri selain penerbangan domestik.
Kemudian, pada tahun 1986 wilayah pengelolaan bandar udara
komersial di Indonesia dibagi dua. Sehingga Perum Angkasa Pura
Kemayoran pun berubah menjadi Perum Angkasa Pura I, dan diben-
tuk perusahaan umum baru yakni Perum Angkasa Pura II. Perum
Angkasa Pura I mengelola bandara di wilayah tengah dan timur
Indonesia, sedangkan Perum Angkasa Pura II mengelola bandara
di wilayah barat Indonesia.
Fakta dan data menunjukkan, pertumbuhan industri penerbangan
nasional secara kuantitatif semakin kencang. Sejak itu, pengelolaan
dan pengembangan bandara dituntut juga dapat meningkatkan
pertumbuhan di dimensi kualitatifnya.
PT Angkasa Pura I :
PT Angkasa Pura II :
Pengembangan bandara
Pengembangan dan pembangunan bandara dimaksud antara lain,
Bandara Internasional Lombok (BIL/LIA) di Praya, Lombok Tengah.
BIL/LIA ini menggantikan bandara lama Bandara Selaparang yang
berada di tengah kota Mataram, ibukota Provinsi Nusa Tenggara
Barat. BIL/LIA resmi beroperasi sejak 20 Oktober 2011.
Selanjutnya, terminal internasional baru Bandara Internasional
I Gusti Ngurah Rai Bali resmi beroperasi pada 19 September 2013,
menjelang berlangsungnya KTT APEC 2013 di Bali. Dengan pengem-
bangan ini, kapasitas bandara di Bali itu meningkat dari 9,7 juta
penumpang per tahun menjadi 24,7 juta penumpang per tahun.
Terminal 2 (T2) Bandara Internasional Juanda di Surabaya mu-
lai dioperasikan pada 14 Februari 2014. Dengan beroperasinya T2,
kapasitas Bandara Juanda meningkat dari 8 juta penumpang per
tahun menjadi 14 juta penumpang per tahun. Bandara di ibukota
T
ak diragukan lagi betapa terbukti maskapai penerbangan
nasional berperan penting sebagai salah satu faktor dalam
industri pariwisata. Yaitu, satu dari tiga faktor pembentuk
industri pariwisata yang disebut 3-A, Aksesibilitas, Ameni-
tas dan Atraksi. Peningkatan jumlah rute penerbangan di dalam
negeri, peningkatan kapasitas dan frekuensi penerbangan di dalam
negeri, telah tumbuh relatif tinggi seiring dengan peningkatan yang
termasuk ‘luar biasa’ dalam hal jumlah penumpang penerbangan
di rute dalam negri.
Dalam hal pembangunan dan pengembangan pariwisata
internasional, Garuda Indonesia menorehkan sejarah yang penting
ketika di suatu periode antara tahun 1980 hingga 1990-an dilayani
nya penerbangan langsung dari Indonesia ke sekitar 34 kota-kota
di mancanegara. Ke dan dari benua Eropa khususnya, dilayani
nya sekitar 15 kota internasional di Eropa. Pada waktu itu Eropa
merupakan kawasan pasar wisatawan mancanegara, bukan saja
bagi dunia, tetapi bagi Indonesia pun amat potensial.
250 275
juta juta
Bersamaan dengan itu, Pada tahun 2017 Kementerian Perhu
bungan mencatat ada 12 maskapai penerbangan anggota INACA
melayani penerbangan rute internasional terdiri dari 9 maskapai
pengangkut penumpang. Penerbangan dari dalam negeri untuk
rute internasional ini beroperasi dari 13 kota di Indonesia, terbang
ke 27 kota di 13 n
egara tujuan.
323.464 17.288.128
pax pax
Di tahun 2017 itu, menurut Kementerian Perhubungan, untuk rute
internasional maskapai nasional kapasitas angkut penumpang per
minggu 323.464 penumpang (pax). Total kapasitas penumpang per
tahun mencapai 17.288.128 pax, ini berarti jumlah ketersediaan seat
untuk mengangkut penumpang dari dan ke luar negeri atau wisman
atau wisatawan mancanegara.
A
da perbedaan mencolok dalam hal permasalahan
bisnis yang dihadapi oleh industri penerbangan,
antara yang di Indonesia dengan di beberapa
negeri lain. Di Indonesia, industri penerbangan
menghadapi dua permasalahan yaitu fenomena naik turun-
nya kurs nilai mata uang asing khususnya Dollar AS terhadap
Rupiah Indonesia, selain itu, permasalahan yang juga selalu
dihadapi ialah fenomena naik turunnya harga bahan bakar
minyak di dunia.
Di negeri lain di mana kurs mata uangnya relative stabil
terhadap dollar, maka yang dihadapi terbatas satu faktor
yaitu naik turunnya harga bahan bakar minyak. Maka di
Indonesia, industri penerbangan menghadapi risiko naik
66 DPPU
Di dalam negeri, pertumbuhan penjualan avtur mengikuti
jumlah pertumbuhan armada pesawat. Bagaimana potret
pertumbuhan penggunaan avtur dan avgas, dapat digambar-
kan oleh Pertamina Aviasi, sebagai berikut:
P
erkembangan bisnis kargo dan peran anggota INACA juga
padat dengan kurva naik turun yang menarik dan itu
melengkapi sejarah industri penerbangan nasional Indo-
nesia. Bisnis pengiriman barang melalui udara yang diang-
kut pesawat khusus kargo di Indonesia dinilai berkembang lam-
bat karena angkutan udara penumpang secara objektif memang
cenderung bertumbuh lebih cepat. Belakangan bisnis kargo udara
meningkat relative lebih tinggi, namun demikian, pertumbuhan
pengguna jasa angkutan udara yang melesat itu, ternyata tidak
dibarengi dengan melonjaknya volume barang yang diangkut oleh
freighter (pesawat terbang yang khusus pengangkut kargo) dalam
negeri.
Pangsa pasar kargo udara yang diserap freighter pada umum-
nya hanya sekitar 1% dari total volume kargo domestik melalui
darat, laut dan udara. Kompetisinya sangat tinggi, terutama dengan
pesawat penumpang.
Pengelola penerbangan freighter mengalami kesulitan untuk ber-
saing dengan pesawat penumpang lantaran perbedaan tarif yang
cukup mencolok. Tarif kargo udara yang ditawarkan freighter pada
umumnya empat kali lebih mahal ketimbang tariff angkut yang
ditawarkan oleh pesawat penumpang, kata Boyke P Soebroto,
Direktur Utama PT Cardig Air anggota INACA yang juga pernah
menjabat Ketua Penerbangan Kargo di kepengurusan INACA.
Lebih rincinya sejarah pengalaman bisnis angkutan kargo udara
diungkapkan oleh Muhammad Ridwan, direktur PT My Indo
Airlines.
Penerbangan komersial pengangkut penumpang yang relative
terbesar terutamanya ialah grup Garuda Indonesia dan grup Lion
Air. Mereka menjual harga relative lebih murah untuk ongkos
angkut kargo. Memang, fokus bisnis mereka sebenarnya angkutan
penumpang. Kalaupun setiap hari selalu ada sejumlah kargo yang
diterima oleh kedua maskapai tersebut, itu boleh dikatakan ibarat
sekedar merupakan ‘uang receh’ sebagai tambahan penghasilan.
Keadaan itu berlangsung sampai tahun 2018. Belum dapat diduga
akan bagaimana nanti perkembangannya setelah itu.
tahun 2013 minus 5,67%, tahun 2015 minus lagi 3,51%. Turunnya
trafik kargo udara tahun 2015 itu terdampak negatif oleh berlanjut-
nya peristiwa bencana alam seperti erupsi gunung berapi dan asap
di Sumatra dan Kalimantan. Sejumlah pelaku bisnis logistik telah
lebih memilih moda transportasi darat dan moda transportasi laut,
ketimbang pesawat udara. Realisasi pengangkutan kargo udara ta-
hun 2015 diperkirakan mencapai 686.850 ton. Bagusnya, menjelang
akhir tahun terdapat indikasi ekonomi mulai lebih baik, rupiah
cenderung menguat, harga minyak kelapa sawit mulai menunjuk-
kan tendensi membaik.
Bisnis sektor kargo udara di tahun 2017 agak menurun dengan
pertumbuhan yang negatif, padahal tahun 2016 mencatat pertum-
buhan sekitar 3,5 persen dibandingkan dengan 1,75 persen pada
tahun 2015.
Tahun 2016 itu pertumbuhannya adalah berkat meningkatnya
permintaan konsumen untuk barang impor. Jumlah kargo domes-
tik tahun 2017 di Indonesia meningkat sekitar 14 % dibandingkan
kargo domestik tahun 2016.
Kebijakan ekonomi dari pemerintah diharapkan akan men
dorong kegiatan ekonomi, dan di tengah Asean open sky yang ber-
jalan, pangsa pasar kargo udara akan menjadi lebih besar.
Komplementer Freighter
dan pesawat penumpang
Ada perbedaan mencolok dalam aspek tekhnis antara mengguna-
kan penerbangan pesawat penumpang dengan pesawat kargo. Di
antara satuan-satuan kargo ada yang tidak bisa masuk ke pesawat
penumpang, lantaran ukuran barangnya melebihi ukuran besar
yang ditentukan. Juga melebihi pembatasan beratnya. Barang yang
padat, berukuran panjang, harus diangkut pesawat kargo. Pesawat
penumpang memang membatasi ukuran atau dimensi barang yang
boleh diangkut, terbatas maksimal 50 kilogram atau 100 kilogram
per satuan barang. Pada pesawat penumpang bagi porter tentu tak
mungkin mengangkat barang lebih dari 100 kg–200 kg. Lain halnya
pesawat kargo freighter yang bisa menerima barang sampai 1 atau
2 ton per satu barang. Pintu pesawatnya untuk ruang kargo pun
berukuran lebih besar.
I
ndustri penerbangan di Indonesia setidaknya terbagi tiga
macam bisnis, yaitu penerbangan berjadwal, penerbangan
tidak berjadwal, dan penerbangan kargo. Pada bisnis pener-
bangan tidak berjadwal juga termasuk bisnis penerbangan
charter.
Beberapa faktor yang spesifik dan dipastikan secara langsung
mempengaruhi naik turunnya bisnis, yaitu kegiatan industri per-
tambangan dan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana di
daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan, yang diseleng-
garakan oleh pemerintah.
Faktor-faktor ketidakpastian di lingkungan eksternal sangat
mempengaruhi bisnis penerbangan ini yang sensitif terhadap
perubahan-perubahan eksternal, bisa berupa perubahan regulasi,
perubahan harga avtur, perubahan nilai tukar rupiah terhadap
US Dollar, dan sebagainya. Ketidakpastian lingkungan terbagi dua,
yaitu kompleksitas (complexity) lingkungan industri penerbangan
dan dinamika (dynamic) industri penerbangan.
Operator penerbangan charter mengoperasikan pesawat terbang
(fixed wings) dan rotary wings yaitu helikopter. Di Indonesia keselu-
ruhan jumlahnya di tahun 2017 tercatat 48 operator penerbangan
tidak berjadwal dan charter, yang mengangkut penumpang atau-
pun kargo.
Jadi, penerbangan tidak berjadwal dan charter tidaklah semata-
mata untuk penggunaan pribadi. Maka diperkirakan bahwa tahun
2018 dan 2019, peningkatan bisnis ini antara lain diharapkan dari
meningkatnya mobilitas terkait kegiatan politik di Indonesia. Tentu
saja juga diharapkan kegiatan ekonomi pertambangan pun akan
menggeliat dan mendorong pertumbuhan penerbangan tidak ber-
jadwal dan charter.
Untuk penerbangan tidak berjadwal, di tahun 2017 tercatat seki-
tar 200 helikopter dengan 60 operator di Indonesia, di antaranya
41% helikopter tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan, dan
Penerbangan perintis
Ada satu lagi tipe bisnis penerbangan yang dijalankan oleh
i ndustri penerbangan Indonesia, yang disebut Penerbangan
Perintis.Tanggal 27 Januari 2016 pemerintah memperbarui peng-
aturan beberapahal yang meliputi: jenis kegiatan angkutan udara
perintis,kriteria rute perintis, penyelenggaraan angkutan udara
perintis,pelaksanaan angkutan udara perintis, evaluasi rute per-
intis, serta kewajiban penyelenggara angkutan perintis. Angkutan
udara perintisterdiri dari: Angkutan udara perintis penumpang
dan angkutanudara perintis kargo.
Dalam melaksanakan pelayanan jasa angkutan udara perintis,
maskapai mendapatkan subsidi dari pemerintah berupa: subsidi
biaya operasi angkutan udara, subsidi bahan bakar minyak di lokasi
bandara yang tidak memiliki depo pengisian BBM, serta kompen-
sasi berupa pemberian rute lain di luar rute perintis bagi maskapai
tersebut.
Angkutan udara perintis sebagai aksesibilitas untuk daerah-
daerah terpencil dan pedalaman yang tidak atau belum terhubungi
oleh moda transportasi lain. Juga berperan dalam membentuk-
konektivitas jaringan rute penerbangan yang menghubungkan
rute utama ataupun rute pengumpan dalam penyelenggaraan
angkutan udara nasional. Dari 193 destinasi, ada bandara yang
sudahdisertifikasi, ada yang baru diregister dan ada juga bandara
yang tidak memenuhi standar sebagai bandara sebagaimana yang
telah ditetapkan Pemerintah.
Bandara yang diterbangi oleh penerbangan perintis terdiri atas:
bandara Tanjung Api di Ampana, bandara Miangas di Kepulauan
Talaud, Dabo di Singkep, Letung di Anambas, Bintuni di Papua,
Long Apung di Long Apung, Beringin di Muara Teweh, Rokot Sipora
di Mentawai, Trunojoyo di Sumenep, Harun Thohir di Bawean dan
bandara Dewadaru di Karimunjawa. n
A
da satu lompatan baru dan cepat berkembang, yang
di Indonesia bahkan menunjukkan gejala yang sedang
berkembang lebih cepat lagi. Yaitu penerbangan heli
kopter, yang pada dasarnya masuk dalam kategori pener-
bangan tidak berjadwal atau penerbangan charter.
Tahun-tahun 1970-an hingga 1980-an, helikopter di Indonesia
hanya digunakan untuk kepentingan transportasi logistik dan
transportasi kru di remote area seperti di pertambangan dan
perkebunan di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Alat transportasi
udara helikopter juga digunakan terbatas pada mengangkut logistik
masyarakat ke kawasan pegunungan yang tidak terjangkau moda
transportasi di wilayah Papua.
Pemanfaatan teknologi helikopter bisa dikatakan belum di
maksimalkan di Indonesia untuk penerbangan sipil atau
penerbangan non-militer dan kepolisian. Sedangkan di negara-
negara maju, penggunaan helikopter tidak hanya sebatas untuk
kepentingan militer, kepolisian, dan penumpang VIP. Helikopter
telah berkembang dengan cepat untuk air ambulance, penanganan
bencana, Search & Rescue (SAR) ketika terjadi kecelakaan, mendu-
kung kegiatan penelitian dan survey misalnya aerial survey, hingga
menjadi alat transportasi di dalam kota dan antarkota.
Pada periode tahun 2015 hingga 2016 disrupsi pun mulai me-
masuki bisnis persewaan helikopter. Pada periode itu mulai marak
gejala menuju Future Urban Air Mobility. Semenjak bisnis-bisnis
disrupsi seperti Uber, Grab, dan Gojek berkembang pesat, perse-
waan helikopter pun mulai bertumbuhkembang dengan meng
adopsi konsep sistem komunikasi transportasi semacam itu. Sistem
komunikasi transportasi tersebut telah sukses bermigrasi dari bis-
nis transportasi berbasis konvensional ke berbasis digital. Bisnis
persewaan helikopter yang bersifat on demand itu bisa cocok dan
beradaptasi dengan model bisnis baru di era disrupsi.
“Helikopter sudah dianggap sebagai moda transportasi masa de-
pan. Dulu kan helikopter itu banyak beroperasi di wilayah Papua,
identik degan layanan transportasi di remote area. Justu kami me-
lihat, potensi mengembangkan persewaan helikopter ada di perko-
taan. Nah, Whitesky Aviation dengan produknya Helicity telah menco-
ba menghadirkan helikopter sebagai sarana transportasi perkotaan,”
ujar Denon Prawiraatmadja, CEO-Founder Whitesky Aviation.
Sebagai sarana transportasi perkotaan dan antarkota masa depan,
penyewaan helikopter juga bisa dilakukan layaknya memesan ojek
motor atau mobil dan taksi melalui aplikasi Grab dan Gojek. Look,
Book, & Pay semua bisa dilakukan dalam satu aplikasi yang diunduh
di ponsel cerdas atau gawai dari platform Android atau iOS. Tetapi,
Pembina INACA
Emirsyah Satar
2013 - 2015
Erlangga Suryadarma
2015 - 2018
2017 - 2019
Soelarto Hadisoemarto
Ketua Umum
1969 - 2001
Bayu Air
Wahyu Hidayat
Ketua Umum
2002
Merpati Nusantara
Indra Setiawan
Ketua Umum, 2003–2004
Garuda Indonesia
Azhar Mualim
Wakil Ketua Umum, 2003–2004
Garuda Indonesia
Roekman Prawirasasra
Wirnardi Lie
Wakil Ketua Umum, 2004–2005
Jatayu Airlines
Wirnardi Lie
Ketua Umum, 2005–2006
Jatayu Airlines
Yindra Rusmiputro
Wakil Ketua Umum, 2005–2006
National Utility Helicopter
Rusdi Kirana
Ketua Umum, 2006–2008
Lion air
Samudra Sukardi
Wakil Ketua Umum, 2006–2007
Pelita Air Service
Hariadi Soepangkat
Wakil Ketua Umum, 2007–2008
Pelita Air Service
Emirsyah Satar
Ketua Umum, 2008–2010
Garuda Indonesia
Hartono Tanoesoedibjo
Wakil Ketua Umum, 2008–2009
Indonesia Air Transport
Gustiono Kustanto
Wakil Ketua Umum, 2009–2010
Indonesia Air Transport
Emirsyah Satar
Ketua Umum, 2010 - 2013
Garuda Indonesia
Syafril Nasution
Ketua Penerbangan Berjadwal, 2010–2013
Indonesia Air Transport
Bayu Sutanto
Ketua Penerbangan Tidak Berjadwal, 2010–2013
Aviastar Mandiri
Bayu Sutanto
Ketua Penerbangan Berjadwal, 2013–2016
TransNusa Aviation
Denon Prawiraatmadja
Ketua Penerbangan Tidak Berjadwal, 2013–2016
Whitesky Aviation
Boyke P. Soebroto
Ketua Penerbangan Kargo, 2014–2016
Cardig Air
Bayu Sutanto
Denon Prawiraatmadja
Boyke P.Soebroto
Ketua Penerbangan Kargo, 2016–2018
Cardig Air
Helmy A.Djaelan
Ketua Penerbangan Kargo, 2018–2019
Cardig Air
Benny Rungkat
1989–1998
Ridwan Fataruddin
1998–2000
Tengku Burhanuddin
2001–2019
L
ayaknya suatu organisasi bisnis atau profesi, kehidupan
dan keberlanjutan organisasi sangat tergantung pada per-
an dan kegiatan asosiasi memperjuangkan kepentingan
anggota, dan seberapa besar anggota menerima manfaat
dari asosiasi. Selain itu, bagaimana asosiasi bisa ikut bermanfaat
bagi kepentingan masyarakat di luar organisasi.
Kepentingan anggota yang dimaksud di INACA ialah berdasar-
kan pertimbangan dan tujuan akhir demi memajukan kepentingan
bersama. Dalam hal ini kepentingan bagi kemajuan industri pener-
bangan nasional.
Suatu ketika, INACA memasuki periode yang fokus pada mem-
perkuat sektor penerbangan itu sendiri. Momentum itu tiba saat
digelar RUA INACA pada bulan Juni 2010 di Bandung.
INACA sudah semakin dewasa. Di dalam RUA 2010 itu, INACA
mempertegas dan memperjelas kembali Visi, Misi, dan Tujuan
yang ingin dicapai oleh asosiasi. Semuanya dirumuskan lebih clear
and clean. Benang merahnya ada pada meningkatkan manfaat
organisasi bagi anggota secara timbal balik.
Apa sesungguhnya visi, misi dan manfaat asosiasi ini? Anggota
organisasi tentu terikat dan memperoleh manfaat berdasarkan visi
dan misinya yang dilaksanakan, dan manfaat bagi anggota tidak saja
terbatas kepentingan individual, tetapi justru ketika kepentingan
bersama bisa terwakili dan terpenuhi oleh fungsi dan kegiatan
organisasi. Pelaksanaannya atau realisasinya akan dikelola oleh
setiap kepengurusan. Dan kepengurusan berlaku untuk periode
tertentu, sehingga secara periodik berganti, terjadi penyegaran. Dan,
memelihara mulus dan lancarnya setiap pergantian kepengurusan
telah menjadi salah satu kemampuan dan kekuatan organisasi ini
dalam meneruskan peran, fungsi dan manfaatnya bagi anggota dan
stakeholders industri penerbangan Indonesia.
Visi INACA sebagai organisasi adalah menyediakan hasil analitis
yang berkualitas tinggi untuk mendukung semua anggota dalam
mengevaluasi dan mengembangkan peluang kerjasama bilateral
dan multilateral dalam bidang keselamatan dan keamanan pener-
bangan dan sumber daya manusia, serta kerjasama lainnya yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dengan tujuan meningkatkan INACA.
INACA hendak dijadikan pusat atau sumber informasi yang
Cargo Members:
Chairman: Donny Armand (Enggang),
Muhammad Amin (Pelita),
Akbar Marsmadi (CardigAir)
Eko Budi Gunarto (Trigana)
Members:
Yose Rizal (Merpati),
Operation & Technique
Prijastono Purwanto (Garuda), Chairman:
Sukirno (Batavia) Capt. Hendra Zayadi (NUH)
4 CHARTER FLIGHT Members:
COMMISSION Sadoko Bijoyo (PremiAir),
Dedi (Penas),
Security & Safety Thomas (PremiAir)
Chairman:
Capt. Nugroho Dahlan (Travira Air) Finance & Human Resources
Chairman:
Members: I.G. Bambang Narayana (Sky Aviation)
Gatot Purwoko (Airfast),
Yosa Rizal (Pelita), Members:
Mulyono (SMAC) Dave Wattimena (PremiAir),
Dian Nasution (Penas),
Commercial Achmad Syarifuddin (Gatari)
Chairman:
Budi Tutuko (SMAC)
Cargo: Commercial:
Chairman: Chairman:
Akbar Marsmadi (CardigAir) Budi Tutuko (SMAC)
Yose Rizal (Merpati), Members:
Prijastono Purwanto (Garuda), Donny Armand (Enggang),
Sukirno (Batavia) Muhammad Amin (Pelita),
Eko Budi Gunarto (Trigana)
4 CHARTER FLIGHT
Operation & Technique
COMMISSIONS Chairman:
Security & Safety: Capt. Hendra Zayadi (NUH)
Chairman: Sadoko Bijoyo (PremiAir),
Capt. Nugroho Dahlan (Travira Air) Dedi (Penas), Thomas (PremiAir)
Members: Finance & Human Resources
Gatot Purwoko, Chairman:
Yosa Rizal, Mulyono I.G. Bambang Narayana (Sky Aviation)
Members:
Dave Wattimena (PremiAir),
Achmad Syarifuddin (Gatari)
Cargo: Members:
Chairman: Donny Armand (Pegasus),
Eko Budi Gunarto (Trigana)
Akbar Marsmadi (CardigAir)
Members:
Operation & Technique:
Yose Rizal (Merpati), Chairman:
Prijastono Purwanto (Garuda), Sukirno Capt.Hendra Zayadi (NUH)
Members:
4 CHARTER FLIGHT Sadoko Bijoyo (Premi),
COMMISSIONS Dedi, Thomas (Premi)
Security & Safety Chairman: Finance & Human Resources:
Capt. Nugroho Dahlan (Travira Air) Chairman:
Members: I.G. Bambang Narayana (Sky)
Gatot Purwoko, Members:
Yosa Rizal (Pelita), Dave Wattimena (Premi),
Mulyono (SMAC) Dian Nasution (Jayawijaya)
Commercial:
Chairman:
Budi Tutuko (SMAC)
Members: Members:
Agustinus Zadriano (TransNusa), Hanif Yudistira Ardi N (NUH),
Bambang Sunaryo (Kalstar Aviation), Muhammad Amin (Pelita Air),
Ridyawan Amnar (AirAsia) Guntor Satria Wibowo (Pelita Air)
Cargo: Operation & Technique:
Chairman: Chairman:
Akbar Marsmadi (CardigAir) Gerry Sujatman (Whitesky)
Rajendra Kartawiria (Garuda) Members:
4 CHARTER FLIGHT Capt. Hendra Jayadi (NUH),
COMMISSIONS Moch. Reza (Survei Udara Penas),
Capt. Eddy Harry S (Premi Air),
Security & Safety: Munandar (Indonesia Air)
Chairman: Finance & Human Resources:
Capt.Toos Sanitioso (Whitesky)
Chairman:
Members: I.G. Bambang Narayana (Sky Aviation)
Yusak U.Isnawan (Pelita Air),
Members:
Eko Fipianto(Cardig Air),
Anton Pranowo M (Indonesia Air),
Peter E.Latumeten (Airfast)
Achmad M (Premi Air),
Commercial: Hasto Pramono (Premi Air),
Chairman: Dian S.Nasution (Jayawijaya),
Eko B.Gunarto (Trigana) Dedi Sukardi (Survei Udara Penas)
Chairman: Chairman:
Soeratman Doerachman (Air Asia Extra) Abraham Bastiaans (Whitesky)
Members: Members:
Agustinus Zadriano (Transnusa), Capt. Hendra Jayadi (NUH),
Hanif Bambang Sunaryo (Kalstar) Moch. Reza (Penas),
Capt. Eddy Harry S (Premi Air)
4 CHARTER FLIGHT
COMMISSIONS Finance & Human Resources
Security & Safety: Chairman:
I.G. Bambang Narayana (Whitesky)
Chairman:
Members:
Indriyanto Setiadi (Travira)
Anton Pranowo M,
Members: Achmad M (Premi Air),
Yusak U. Isnawan (Pelita), Hasto Pramono (Premi Air),
Peter E. Latumeten (Airfast) Dian S. Nasution (Jayawiajya),
Commercial: Dedi Sukardi
Chairman: 4 MANAGEMENT
Eko B. Gunarto (Trigana) Chairman Cargo Flight:
Members: Boyke P. Soebroto (Cardig Air)
Yudistira Ardi N (NUH), Members:
Muhammad Amin (Pelita) Akbar Marsmadi (Cardig Air)
Operation & Technique:
B Surveillance-Air Traffic
Management System 41
B737-400 29 Cockpit Crew 80
Boeing B737-300 29 Cockpit Crew Satisfaction
Balancing the Growth of Index 84, 86
Aviation in Indonesia 101 codeshare 61
Ban 132 Company Aviation Safety
Bandara Internasional Officer 126
Lombok 149 complied with regulation 40
Barrier to Entry 67 complied with regulation dan
Bidding 118 conformed to standard 39
BIL/LIA conflict of interest 103
Bandara Internasional conformed to safety standard 40
Lombok 147, 149 Continental 34
BMKG 29 CSI
Boeing 737 44, 138, 140 Cockpit Crew Satisfaction Index
Boeing B737-300 29 78, 80
booming 129 Customer Satisfaction Index 139
brain ware 106 Customer Satisfaction Index 139
Budi Mulyawan Suyitno 111
D
C Dangerous Goods 112
Caltex 24 DAS
camp konsentrasi 37 Dirgantara Air Service 9
Cape Town Convention 52 DC3 132
Capital Intensive 15 debitur cedera janji 29
Highly Regulated 15 Depot Pengisian Pesawat
CASO Udara 156
Company Aviation Safety DG
Officer 126 Dangerous Goods 112
CATA 12 DHC-6 Twin Otter 25
China Air Transport diratifikasi 28
Association 12 Dirgantara Air Service 9
CEO airlines 115 disembarking 143
Cesna Caravan 31 Disrupsi 14
charges 41 disruptive 93
E Full Services
full time
55
103
EASA fully regulated 92
European Aviation Safety
Agency
e-commerce
33, 45
170
G
egister Surface Level Heliport 113 Garuda Indonesia 20
EGPWS & Weather Radar System Garuda Indonesia Airways 20
120 Garuda Maintainance Facility 120
EKKT GASP
Evaluasi Keselamatan Kecelakaan Global Aviation Safety Plan 44
Transportasi 42, 47, 76 General Assembly 40
embarking 150 general aviation 156
Emirsyah Satar 50, 185–188 general meeting 102
Enhancing the Role of National Global Aviation Safety Plan 44
Air Transportation in the GMF
Promotion of Economic Garuda Maintainance Facility
Recovery in Indonesia 101 120
Equity 112 golden time 74
EU Ban 46 GPS 128
European Aviation Safety Agency ground handling 74
39, 45
Evaluasi Keselamatan Kecelakaan
Transportasi 36 H
Everyone Can Fly 23 Hawker Siddeley 748 132
extra flight 74 Highly Regulated 10
Capital Intensive
F High Technology Intensive
High Technology Intensive
10
10
FAA 34 holding company 119
Federal Aviation Administration 34 hovercraft 121
Federal Aviation Agency 47 HT 129
FIR hub & spoke 56
Flight Information Region 73
FIR Indonesia
First Category
49
44 I
fix wing 91 IACA
Flag Carrier 21 Indonesia Air Charter Association
flight clearance 119 106
flight engineer 20
IASA Association 8
International Aviation Safety Indonesia Slot Coordinator 56
Assesment 37 intention 40
IASF Interkoneksi pesawat 60
Indonesia Aviation Safety Forum interlining 55
111 internal regulator 63
IASM International Air Transport
Indonesia Airport Slot Association 9
Management 56 International Aviation Safety As-
IAT sesment 37
Indonesia Air Transport 9 International Civil Aviation
IATA Organization 9
International Air Transport International Maintainance
Association 9 Overhaul 119
IATCA International Standard Business
Indonesia Air Traffic Control Operation 118
Association 111 internet of things 93
IATEC IOSA
Indonesia Aviation Training & Operational Standard Assesment
Education Conference 114 118
ICAO 36 ISBAO
International Civil Aviation International Standard Business
Organization 9 Operation 118
IDSC isolated airstrip remote 23
Indonesia Slot Coordinator 56 items 40
ILS
Landing and Departure
Procedure 80 J
IMO JAA
International Maintainance Joint Aviation Authority 45
Overhaul 119 JATSC
Improving Indonesian Aviation Jakarta........... 78
Industry Competitiveness 98 Joint Aviation Authority 45
inbound 151 joint operation 55
Indonesia Airfast 9 Jusman Syafii Djamal 46
Indonesia Airport Slot
Management 56
Indonesia Air Traffic Control K
Association 111
Indonesia Air Transport 9 Kategori 1 48
Indonesia Aviation Safety Forum keamanan bandara 25
111 kegiatan konsesi 143
Indonesia Aviation Training & KNKT
Education Conference 114 Komite Nasional Keselamatan
Indonesian Air Safety Forum 113 Transportasi 35
Indonesia National Air Carriers Komite Nasional Keselamatan
Transportasi 35
Konvensi Chicago 40
Konvensi Chicago Anex 1–19 44 N
kreditur 29 New Approach Towards Green
Aviation 102
L Nilai compliance
No Frills
34
59
Landing and Departure Procedure non-reguler 124
(ILS) and Serviceability
of Navigation Aids Facility 80
Landing and departure O
Procedures 79 Observed Quality Index 84
ILS obsolete 18
VOR-DME OGP
LCC oil and gas production 22
Low Cost Carrier 23 oligopoli 73
Lembaga Penyelenggara One of the Best Aviation Law
Pelayanan Navigasi in the World 47
Penerbangan Indonesia 72 online 117, 141
Leveraging National On Time Guarantee 92
Competitiveness to Address Open Sky 46, 101, 103
(ASEAN) Open Sky Market 98 104, 172
lex specialis 53 operational base 60
Lion Mentari Airlines 57 Operational Standard
Low Cost Carrier 28, 59, 92 Assesment 124
94, 182 Operation Specification 138
LPPNPI OQI
Lembaga Penyelenggara Observed Quality Index 84
Pelayanan Navigasi OTG
Penerbangan Indonesia 76 On Time Guarantee 92
outbound 158
M outsourcing
Overall
164
83
Medium Services 59
Merpati
Merpati Nusantara Airways P
9, 13, 14, 15, 16 psc
22, 23, 27, 28, 29 passenger service tax 93
65, 89, 93, 143 passing grade 36
M. Soeparno 11 pax 129, 155
Muchtar 50, 185–187 peak seasons 60
multi limited airline system 94 penerbangan bujet 27
multiairlines 67 personal licensing 35
multiairlines system 96 pesawat AB-4
multilateral agreement 47 AB-4 24
R SkyTeam
slot time
73
60, 72, 78
rate of accident 95 SMAC 9, 10, 22, 143
Readability of the VHF/HF radio SQI
communication facilty 83 Service Quality Index 84
Readiness of Indonesian Aviation stakeholdes 37
Industry to Deal with the Growth Strengthening National
of Air Transportation 103 Aviation Business through
regulator 10, 12, 35, 41, 58, 67 Integrated Quality
72, 90, 96, 100, 104 and Service
121,132, 134 Improvement 101
relative 148, 162, 168 Sularto Hadisumarto 11, 22, 88
remote 28, 118, 132 Suprasetyo 35, 43, 44
remote area 28, 118, 132 Suratman 23, 27
requirement 45, 46
revenue line
Roscoe Turne
126
8
T
rotary wing 95, 127 T2
Rusdi Kirana 50 Terminal 2 139
tarif batas atas 57, 60, 63, 66, 67
S
tarif referensi
91, 93, 94, 96, 103
60, 67
Safety Awareness 117, 120 TAS
safety compliance 32, 35, 36 Trigana Air Service 29, 134
Safety Flight 120 technical expertise 44
Safety Forum Group teknologi informasi dan
Discussion 117 komunikasi 13, 63
Safety Investigation Training 120 Tengku Burhanuddin 12, 42,
Safety Oversight Audit 50, 104, 110, 178
U
UE
Uni Eropa 33, 36, 40, 44, 73,
77, 128, 132
Universal Oversight Audit
Program 32
unlawful act 46
UPBU 73
USOAP
Safety Oversight Audit Program
43
Universal Oversight Audit
Program 32