ABSTRACT
A gap between national beef consumption and beef production becomes an opportunity for beef
cattle fattening business. . The purpose of this research is to analyze the feasibility of beef cattle
fattening. The research was conducted at the main office of PT Catur Mitra Taruma at South
Jakarta and its feedlot stall at Desa Cariu, Kabupaten Bogor. Aqualitative analysis method was
used to analyze the non-financial feasibility, that covered market aspects, technical aspects,
management and law aspects, and also social, economic, and environmental aspects. The
financial feasibility was analyzed quantitatively by investment criteria and switching value
analysis. The result shows that beef cattle fattening in PT Catur Mitra Taruma is feasibleand it
is more sensitive to the decreasing sales of beef cattle than to the increasing price of feed.
Keyword(s): beef cattle, fattening, feasibility.
ABSTRAK
Terdapat kesenjangan antara jumlah konsumsi daging sapi dengan jumlah produksi daging sapi
nasional. Kesenjangan tersebut membuka peluang untuk bisnis penggemukan sapi potong.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan investasi penggemukan sapi
potong, dengan mengambil contoh kasus pada PT Catur Mitra Taruma. Lokasi penelitian
dilakukan di kantor pusat PT Catur Mitra Taruma di Jakarta Selatan dan di lokasi kandang
penggemukan di Desa Cariu Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk
menilai kelayakan investasi berdasarkan aspek nonfinansial meliputi aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen dan hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Sedangkan analisis
kuantitatif digunakan untuk menilai kelayakan investasi berdasarkan kriteria penilaian investasi
meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period. Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas
berdasarkan switching value. Hasil analisis yang diperoleh, bisnis penggemukan sapi potong
pada PT Catur Mitra Taruma layak untuk dijalankan baik berdasarkan aspek nonfinansial
maupun aspek finansial. Selain itu, bisnis penggemukan sapi potong pada PT Catur Mitra
Taruma lebih peka terhadap penurunan volume penjualan sapi potong dibandingkan
peningkatan harga pakan.
Kata Kunci: kelayakan, penggemukan, sapi potong.
35
Chairun Nisa, Ratna Winandi dan Netti Tinaprilla
positif dan kontribusi yang cenderung balian modal panjang (Suryana, 2009;
meningkat (Ditjennak, 2013). Sapi Priyanto, 2011).
potong merupakan sumber penyedia Perkembangan industri peng-
daging terbesar kedua di Indonesia gemukan sapi potong di Indonesia
setelah ayam (Ngadiyono, 2004; BKPM, didukung oleh berbagai faktor, di
2012). Daging sapi merupakan salah satu antaranya faktor harga, peningkatan
komoditas prioritas dalam pembangunan kebutuhan, dan kebijakan pemerintah.
ketahanan pangan nasional, terutama Harga daging sapi, baik di tingkat
ketahanan pangan asal ternak (Saragih, produsen maupun konsumen tercatat
2000; Daryanto, 2009; Priyanti, et al. mengalami peningkatan dari tahun ke
2011). Selain mengandung gizi yang tahun. Data yang dikeluarkan Pusdatin
tinggi, daging sapi juga memiliki nilai (2013a) menunjukkan bahwa terjadi
ekonomis yang tinggi. Daging sapi peningkatan sebesar 8,23 persen pada
merupakan komoditas peternakan yang rata-rata harga produsen daging sapi dan
bersifat high income elastic. Artinya, peningkatan sebesar 8,92 persen pada
dengan semakin meningkatnya pen- rata-rata harga konsumen daging sapi di
dapatan maka akan diikuti dengan seluruh Indonesia pada periode 2008-
meningkatnya permintaan terhadap 2013. Tren positif harga daging sapi
daging sapi (Saragih, 2000; Ilham, 2009). tersebut menjadi peluang bagi ber-
Terdapat dua pelaku utama dalam kembangnya bisnis penggemukan sapi
industri sapi potong di Indonesia yaitu potong.
peternak rakyat dan perusahaan berbadan Peningkatan kebutuhan daging sapi
hukum (swasta dan BUMN). Perbedaan masyarakat Indonesia juga menjadi salah
di antara keduanya terletak pada skala satu peluang berkembangnya bisnis
usaha, permodalan, dan pemeliharaan. penggemukan sapi potong di Indonesia.
Peternak rakyat umumnya memiliki skala Kebutuhan daging sapi masyarakat
usaha relatif kecil, permodalan terbatas, Indonesia terus meningkat seiring dengan
sistem pemeliharaan tradisional dalam peningkatan jumlah penduduk, pening-
bentuk usaha pembibitan maupun katan daya beli masyarakat, dan
penggemukan (Hadi dan Ilham, 2002; perubahan gaya hidup serta peningkatan
Suryana, 2009; Sunari et al., 2010; kesadaran akan pentingnya pemenuhan
Ekowati et al., 2011; Ashari et al., 2012; gizi yang seimbang (Daryanto, 2009;
Prasetyo et al., 2012). Sementara itu, Mayulu, et al. 2010). Rata-rata konsumsi
perusahaan berbadan hukum umumnya daging sapi per kapita masyarakat
memiliki skala usaha yang relatif besar, Indonesia antara tahun 2002-2012
padat modal, dan sistem pemeliharaan sebesar 1,87 kg/kapita/tahun, dengan
lebih modern dalam bentuk usaha rata-rata peningkatan sebesar 3,23 persen
pembibitan dan penggemukan. Namun, setiap tahunnya (Pusdatin, 2013b).
umumnya usaha pembibitan kurang Upaya pemenuhan kebutuhan
diminati perusahaan swasta karena daging sapi terus diupayakan oleh
efisiensinya rendah dan jangka pengem- pemerintah maupun oleh pihak swasta
36
Analisis Kelayakan Investasi …
37
Chairun Nisa, Ratna Winandi dan Netti Tinaprilla
38
Analisis Kelayakan Investasi …
39
Chairun Nisa, Ratna Winandi dan Netti Tinaprilla
2011 dan tahun 2012 yang di- 12.Pajak pendapatan yang digunakan
gemukkan di TARUMA. berdasarkan Undang-Undang
7. Proyeksi yang dilakukan tidak Republik Indonesia Nomor 36
memperhatikan tahapan siklus tahun 2008, pasal 17 ayat 2 a, yang
bisnis, artinya bisnis yang di- merupakan perubahan keempat
jalankan stabil dan berada pada atas Undang-Undang Nomor 7
kondisi kemampuan produksi mak- tahun 1983 tentang pajak
simumnya. penghasilan yaitu sebesar 25
8. Tingkat mortalitas dari sapi yang persen, berlaku flat hingga akhir
digemukkan diasumsikan sebesar bisnis.
0,05 persen setiap tahunnya baik
untuk sapi lokal maupun sapi BX. HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase tingkat mortalitas di- Analisis Kelayakan Aspek Pasar
peroleh berdasarkan data historis Hasil analisis aspek pasar me-
TARUMA. nunjukkan bahwa bisnis penggemukan
9. Biaya pengangkutan sapi hanya sapi potong pada TARUMA layak untuk
dikeluarkan pada saat pembelian dijalankan, karena telah memenuhi
sapi lokal dan hanya 7 persen dari kriteria kelayakan bisnis yang ada yaitu
total keseluruhan sapi yang dibeli potensi dan pangsa pasar yang jelas,
dalam satu tahun yang mengeluar- bauran pemasaran yang dijalankan
kan biaya pengangkutan, sebesar dengan baik serta produk yang dihasilkan
Rp 561,728/kg bobot sapi, sisanya dapat diterima oleh pasar dan meng-
tidak ada biaya pengangkutan. untungkan. TARUMA telah memiliki
Pada saat penjualan sapi siap target pasar dan pangsa pasar yang jelas
potong tidak ada biaya peng- dalam memasarkan sapi siap potong yang
angkutan karena ditanggung lang- dihasilkan TARUMA. Selain itu, potensi
sung oleh pembeli. pasar pada masa yang akan datang yang
10.Perhitungan penyusutan meng- masih terbuka lebar seiring dengan
gunakan metode garis lurus, yaitu: peningkatan konsumsi yang dipengaruhi
oleh peningkatan jumlah penduduk dan
ൌ
peningkatan pendapatan. Strategi pe-
െ masaran melalui bauran pemasaran juga
telah diupayakan dengan baik. Produk
11.Tingkat discount rate (DR) yang yang dihasilkan TARUMA merupakan
digunakan adalah sebesar 13 produk yang diinginkan konsumen
persen berdasarkan besarnya suku dengan kualitas yang baik serta harga
bunga pinjaman pada Victoria sesuai dengan harga yang berlaku di
Bank, selaku bank yang mem- pasaran. Konsumen langsung memilih
berikan pinjaman modal kerja sapi mana yang akan dibeli dengan datang
untuk TARUMA, diasumsikan langsung ke lokasi penggemukan
tetap hingga akhir bisnis. TARUMA sehingga konsumen dapat
42
Analisis Kelayakan Investasi …
43
Chairun Nisa, Ratna Winandi dan Netti Tinaprilla
44
Analisis Kelayakan Investasi …
NPV yang diperoleh selama umur diperoleh dari penjualan persediaan sapi
bisnis sebesar Rp 20.696.240.936 yang dibeli di tahun pertama namun dijual
menunjukkan bahwa pengusahaan pada tahun kedua. Penyebab laba negatif
TARUMA menurut nilai sekarang yang diperoleh TARUMA pada masa
menguntungkan untuk dijalankan karena awal bisnisnya adalah kapasitas produksi
memberikan tambahan manfaat bersih maksimal yang belum terpenuhi. Terbukti
sebesar Rp 20.696.240.936 selama jangka pada saat kapasitas produksi telah
waktu 21 tahun. Nilai net B/C sebesar dimaksimalkan pada tahun 2014
1,75 menunjukkan bahwa setiap tam- diperoleh laba positif sebesar
bahan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp Rp10.931.729.927 (Lampiran 1).
1 akan menghasilkan tambahan manfaat Analisis switching value digunakan
bersih bagi TARUMA sebesar Rp 1,75. untuk mengetahui batasan persentase
Nilai IRR yang diperoleh yaitu 22 persen perubahan tertentu pada komponen
lebih besar dari tingkat diskonto yang penting dari bisnis yang dijalankan.
digunakan yaitu 13 persen. Persentase Komponen dari bisnis penggemukan sapi
IRR menunjukkan seberapa besar pada TARUMA yang dinilai peka
pengembalian bisnis terhadap investasi terhadap perubahan adalah penurunan
yang ditanamkan. PP yang diperoleh volume penjualan sapi siap potong dan
selama 7 tahun 3 bulan menunjukkan peningkatan biaya pakan konsentrat.
bahwa jangka waktu pengembalian Berdasarkan besaran persentase per-
investasi yang dilakukan lebih cepat dari ubahan yang diperoleh dari analisis
umur bisnis. switching value, maka dapat diketahui
Selain analisis aspek finansial komponen mana yang lebih peka
berdasarkan kriteria penilaian investasi, terhadap perubahan, dilihat berdasarkan
juga dilakukan analisis laba rugi pada besaran persentase perubahan. Besaran
TARUMA. Laporan laba rugi meng- persentase perubahan yang rendah
gambarkan kinerja perusahaan dalam mengindikasikan bahwa komponen
periode tertentu karena dalam laporan tersebut relatif lebih peka jika di-
laba rugi dapat dilihat kondisi keuntungan bandingkan dengan komponen lain yang
yang diperoleh perusahaan pada periode besaran persentase perubahannya lebih
tertentu. Laba bersih positif pertama yang besar. Hasil analisis switching value yang
diperoleh TARUMA terjadi pada tahun diperoleh disajikan pada Tabel 2.
kedua berdirinya bisnis, yaitu sebesar
Rp 2.889.607.652. Namun pada tahun Tabel 2. Hasil analisis switching value
berikutnya laba negatif kembali di- pada TARUMA
Komponen yang Persentase
peroleh. Laba positif yang diperoleh
berubah perubahan
TARUMA pada tahun kedua di- Maksimum penurunan 2,99 %
perkirakan karena jumlah pembelian sapi volume penjualan sapi
yang sedikit pada tahun tersebut namun siap potong
nilai penjualan sapinya besar. Nilai Maksimum peningkatan 15,72 %
biaya pakan konsentrat
penjualan yang lebih besar tersebut Sumber: Data primer (diolah)
45
Chairun Nisa, Ratna Winandi dan Netti Tinaprilla
Hasil analisis switching value yang konversikan ke dalam jumlah sapi, maka
diperoleh yang menunjukkan bahwa penurunan volume penjualan sebesar 2,99
maksimum penurunan volume penjualan persen setara dengan penurunan pen-
sapi siap potong yang masih dapat jualan sebanyak 281 ekor sapi BX atau
ditoleransi agar bisnis tetap dikatakan 308 ekor sapi lokal.
layak adalah sebesar 2,99 persen dan Penurunan volume penjualan dapat
maksimum peningkatan biaya pakan terjadi setidaknya karena dua kemung-
konsentrat yang masih dapat ditoleransi kinan. Kemungkinan pertama adalah
agar bisnis tetap dikatakan layak adalah kemampuan perusahaan untuk ber-
sebesar 15,72 persen. Pada kondisi produksi berkurang. Dalam hal ini,
tersebut, besarnya NPV yang diterima kemampuan berproduksi perusahaan
perusahaan adalah nol dengan nilai Net dihubungkan dengan angka pertambahan
B/C sebesar 1 dan IRR sebesar 13 persen bobot harian pada sapi yang digemukkan
sesuai dengan discount rate yang (ADG). Apabila ADG menurun, bobot
digunakan. Jika dibandingkan besaran akhir dari sapi yang digemukkan akan
persentase maksimum antara penurunan berkurang dari sebagaimana mestinya,
volume penjualan sapi siap potong dan sehingga akan berdampak pada
peningkatan biaya pakan konsentrat, penurunan volume penjualan. Penurunan
besaran persentase maksimum penurunan ADG dari sapi yang digemukkan dapat
volume penjualan sapi siap potong lebih disebabkan oleh penurunan kondisi
rendah dibandingkan besaran persentase kesehatan sapi atau asupan gizi yang
maksimum peningkatan biaya pakan diperoleh sapi berkurang.
konsentrat, sehingga dapat dikatakan Kemungkinan kedua penyebab
bahwa pada TARUMA komponen penurunan penjualan adalah berkaitan
penjualan sapi siap potong lebih peka dengan strategi pemasaran. Strategi
terhadap perubahan dibandingkan dengan pemasaran berkaitan dengan bauran
biaya pakan konsentrat. Komponen yang pemasaran perusahaan yang terdiri dari
lebih peka terhadap perubahan tersebut produk, harga, tempat, dan promosi.
hendaknya lebih diperhatikan oleh Penurunan kualitas produk dapat
perusahaan sehingga perubahan yang menurunkan volume penjualan. Selain
terjadi tidak melebihi batasan yang ada itu, karena perusahaan bersaing dengan
karena jika melebihi batasan yang ada perusahaan lainnya, apabila harga jual
maka bisnis yang dijalankan akan tidak kompetitif dengan pesaingnya,
mengalami kerugian dan bisnis tidak lagi maka dapat menurunkan volume pen-
dinyatakan layak untuk dijalankan. jualan. Terkait dengan tempat dan
Penurunan volume penjualan sapi promosi, tidak ada masalah karena
siap potong pada harga jual yang konstan perusahaan berlokasi di kawasan pusat
sebesar 2,99 persen atau setara dengan konsumsi daging sapi (Jabodetabek) dan
132.273 kg bobot hidup untuk sapi BX perusahaan telah memiliki pelanggan
dan 142.986 kg bobot hidup untuk sapi tetap.
lokal. Jumlah tersebut apabila di-
46
Analisis Kelayakan Investasi …
47
Chairun Nisa, Ratna Winandi dan Netti Tinaprilla
48
Analisis Kelayakan Investasi …
49
Chairun Nisa, Ratna Winandi dan Netti Tinaprilla
50
Sumber: Data primer dan Laporan keuangan PT Catur Mitra Taruma tahun 2010, 2011, 2012 (diolah)
Analisis Kelayakan Investasi …
51
Chairun Nisa, Ratna Winandi dan Netti Tinaprilla
52