Anda di halaman 1dari 24

BAB II

BIAYA PRODUKSI

2.1

Konsep Biaya Produksi


Proses produksi berlangsung dengan jalan mengolah masukan (input)
menjadi keluaran (output). Masukan merupakan pengorbanan biaya yang tidak dapat
dihindarkan untuk melakukan kegiatan produksi. Setiap pengusaha harus dapat
menghitung biaya produksi agar dapat menetapkan harga pokok barang yang
dihasilkan. Untuk menghitung biaya produksi, terlebih dahulu harus dipahami
pengertiannya.
Menurut Sutrisno (2001) menyebutkan biaya produksi adalah sejumlah
pengorbanan ekonomis yang harus dikorbankan untuk memproduksi suatu barang.
Mulyadi (2004) menyatakan bahwa biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi
untuk mengolah bahan baku sampai menjadi produk jadi. Rosyidi (2006) biaya
produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk menghasilkan
output.. Dari ketiga pengertian tentang biaya produksi diatas dapat diambil suatu inti
bahwa biaya produksi adalah nilai semua faktor produksi (input) yang dipergunakan
untuk menghasilkan suatu produk.
Istilah nilai diatas menunjukkan bahwa semua faktor produksi yang
dipergunakan untuk menghasilkan output itu haruslah dapat dinilai dengan uang,jadi
harus dapat tetapkan harganya.Sudah barang tentu jika semua faktor produksi
tersebut tidak dapat diperoleh dengan cuma-cuma,melainkan harus dibeli karena
tidak ada satu faktor produksipun yang merupakan barang bebas,sehingga dalam
mendapatkannya tentu harus dilakukan pengorbanan. Adapun bentuk dari
pengorbanan ini,yang paling jelas adalah pembelian menggunakan uang. Biaya
produksi dapat meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

bahan baku atau bahan dasar termasuk bahan setengah jadi


bahan-bahan pembantu atau penolong
upah tenaga kerja dari tenaga kerja kuli hingga direktur.
penyusutan peralatan produksi
uang modal, sewa
biaya penunjang seperti biaya angkut, biaya administrasi, pemeliharaan,
biaya listrik, biaya keamanan dan asuransi

7.
8.
2.2

biaya pemasaran seperti biaya iklan


pajak

Klasifikasi Biaya
Dalam kegiatan produksi untuk mengubah input menjadi output, perusahaan
tidak hanya menentukan input apa

yang diperlukan, tetapi juga harus

mempertimbangkan harga dari input-input tersebut yang merupakan biaya produksi


dari output. Sehingga, biaya produksi adalah cerminan dari produksi itu sendiri. Jika
produksi mengarah pada jumlah input yang dipakai dan berapa jumlah output yang
dihasilkan, maka biaya produksi lebih mengarah pada berapa jumlah uang yang
dibutuhkan untuk mendapatkan input tersebut. Biaya produksi sangat penting
peranannya bagi perusahaan dalam menentukan jumlah output, sehingga pemahaman
akan biaya produksi sangat diperlukan oleh seorang pengusaha dalam merencanakan
berapa jumlah output yang nantinya akan dihasilkan.
2.2.1

Jenis biaya berdasarkan lama penggunaannya


a. Biaya Investasi (Instrument Cost)
Biaya yang digunakan untuk memulai suatu usaha. Biaya investasi ini bersifat
tetap (fixed) dan harus dikeluarkan di tahun ke-0 sebelum melakukan usaha.
Contoh : biaya tanah, bangunan, mesin dan peralatan serta perizinan yang
diperlukan.
b. Biaya Operasional (Operasional Cost)
Biaya yang dikeluarkan secara rutin yang berhubungan dengan operasi bisnis
ataupun untuk pengoperasian komponen, perangkat, peralatan atau fasilitas.
Besarnya biaya operasional ini tergantung pada jumlah yang akan diproduksi.
Semakin banyak jumlah bahan baku yang diproduksi maka biaya operasional akan
semakin tinggi. Oleh karena itu, biaya operasional umumnya merupakan biaya
tidak tetap (variable cost) yang terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung.

c. Biaya Pemeliharaan (Maintenance Cost)

Biaya yang dikeluarkan untuk menjaga agar system yang ada dapat berjalan
sebagaimana mestinya dan juga untuk dapat mengendalikan biaya baik untuk
pencegahan maupun perbaikan jika terjadi kerusakan.
2.2.2

Jenis biaya berdasarkan perubahan skala produksi


a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak sedikitnya produk
yang dihasilkan. Misalnya biaya penyusutan mesin. Biaya penyusutan ini tidak
tergantung pada apakah mesin digunakan pada kapasitas penuh, setengah
kapasitas atau bahkan tidak digunakan. Biaya tetap harus dikeluarkan sebesar
penyusutan yang ditetapkan per tahunnya.
b. Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada output yang
dihasilkan. Misalnya biaya bahan untuk menghasilkan suatu produk. Semakin
banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak bahan yang digunakan. Tak
heran jika biaya semakin besar.
c. Biaya semitetap (semifixed cost)
Biaya semitetap adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu
dan berubah dengan jumlah yang kostan pada volume produksi tertentu.
d. Biaya semi variabel (semivariable cost)
Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan
volume kegiatan. Biaya ini mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya
variabel. Misalnya Biaya Tagihan Telepon, Biaya Tagihan PLN (Listrik).

2.2.3

Jenis biaya berdasarkan fungsi dan aktivitas sumber daya


a. Biaya langsung (direct cost)
Biaya langsung adalah biaya yang dapat dihitung untuk tiap unit output yang
dihasilkan. Termasuk biaya langsung misalnya adalah biaya tenaga kesehatan di
Rumah Sakit.
b. Biaya tidak langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan, tetapi tidak bisa dihitung
untuk tiap unit produk yang dihasilkan karena adanya unsur-unsur biaya
penggunaan fasilitas bersama. Biaya tidak langsung ini disebut pula overhead
cost. Contohnya biaya peralatan kantor manajemen Rumah Sakit.

2.2.4

Jenis biaya berdasarkan pertanggungjawaban


a. Biaya Terkendali (controllable cost)
Adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan
tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Contoh :

Biaya pemasangan iklan merupakan biaya terkendali bagi


manager Pemasaran.

b. Biaya Tak Terkendali (noncontrollable cost)


Adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan tertentu
berdasarkan wewenang yang dimiliki atau tidak dapat dipengaruhi oleh seorang
pimpinan dalam jangka waktu tertentu..
Contoh :

Biaya penggunaan bahan merupakan biaya tidak terkendali


bagi Manager Pembelian

2.2.5

Jenis biaya yang digunakan dalam pengambilan keputusan


a. Avoidable cost
Biaya-biaya yang dapat dihindari sebelum terjadinya suatu keputusan.
b. Sunk cost
Biaya-biaya yang telah dikeluarkan/ diterima sebelum terjadinya suatu keputusan.
c. Incremental cost
Biaya yang timbul akibat adanya pertambahan/pengurangan output.
d. Opportunity cost
Biaya alternatif yang ditimbulkan akibat dipilihnya suatu keputusan.

Dalam menganalisis biaya produksi perlu dibedakan antara dua jangka waktu
yaitu biaya produksi dalam jangka pendek dan biaya produksi dalam jangka panjang,
perlu dibedakan antara keduanya karena dapat diketahui bahwa dalam jangka pendek
perusahaan dapat menambah salah satu faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi, sedangkan dalam jangka panjang semua faktor dapat mengalami perubahan.
Perbedaan itu yang nantinya akan perlu dilakukan pembedaan antara biaya produksi
jangka pendek dan panjang, karena faktor yang mengalami perubahanpun berbeda,
biaya yang dikeluarkanpun berbeda pula.
1. Biaya Produksi Dalam Jangka Pendek

Biaya produksi jangka pendek merupakan biaya yang dikeluarkan dalam


proses produksi dimana dalam jangka waktu yang pendek hanya terjadi perubahan
salah satu faktor produksi sedangkan faktor yang lainnya dianggap tetap atau tidak
mengalami perubahan. Dari biaya produksi yang dikeluarkan produsen dapat
membedakan kedalam dua jenis pembiayaan yaitu biaya yang selalu berubah dan
biaya tetap, Berikut istilah-istilah biaya yang digunakan untuk analisis biaya
produksi:
a. Biaya Total dan Jenis Biaya Total
Untuk konsep biaya total sendiri dibedakan menjadi tiga pengertian yaitu
Biaya Total (Total Cost), Biaya Tetap (Fixed Cost), dan Biaya Berubah
(Variable Cost)
1) Biaya Total
Biaya Total merupakan keseluruhan jumlah biaya produksi yang
dikeluarkan dalam proses produksi.
2) Biaya Tetap Total
Biaya

Tetap

Total

merupakan

biaya

yang

dikeluarkan

untuk

mendapatkan faktor produksi yang jumlahnya tidak dapat diubah,


misalnya untuk sebuah pabrik perlu membeli mesin untuk produksi
3) Biaya Berubah Total
Biaya Berubah Total merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan faktor produksi yang jumlahnya dapat diubah, misalnya
faktor produksi yang dapat berubah adalah tenaga kerja.

b. Biaya Rata-Rata dan Marjinal


Konsep Biaya Rata-Rata meliputi:
1) Biaya Berubah Rata-Rata

Nilai yang diperoleh dari pembagian antara Biaya Berubah Total (TVC)
untuk memproduksi sejumlah barang (Q) dengan jumlah produksi
tersebut. Biaya Berubah Rata-Rata dapat dihitung dengan rumus
AVC = TVC
Q
2) Biaya Total Rata-Rata
Biaya Total Rata-Rata diperoleh dari pembagian antara Biaya Total (TC)
untuk memproduksi sejumlah barang (Q) dengan produksi tersebut,
sehingga dapat dihitung Biaya Total Rata-Rata menggunakan rumus
AC = TC
Q
3) Biaya Marjinal
Biaya Marjinal

adalah biaya produksi yang dikeluarkan untuk

menambah produksi sebanyak satu unit produk.


2. Biaya Produksi dalam Jangka Panjang
Dalam jangka panjang semua faktor produksi atau input mengalami
perubahan, sehingga biaya produksi dalam jangka panjang ini tidak perlu
dibedakan antara biaya tetap dan biaya berubah. Banyaknya penambahan terhadap
faktor produksi membuat biaya yang harus dikeluarkanpun semakin besar
sehingga perlu dipikirkan bagaimana cara untuk meminimalkan biaya dalam
jangka panjang.
Jika menganalisis biaya jangka panjang, perlu diingat bahwa dalam jangka
panjang semua faktor produksi adalah variabel yang dapat mengalami perubahan.
Oleh karena itu untuk meminimumkan biaya dalam jangka panjang, perusahaan
harus

menentukan

besarnya

kapasitas

pabrik

(plant

size)

yang

akan

meminimumkan biaya produksi. Kapasitas pabrik dengan analisis ekonomi


digambarkan oleh kurva biaya total rata-rata (AC). Dengan demikian untuk
menganalisis kegiatan produksi, untuk melakukan usaha meminimumkan biaya
dapat dilakukan dengan memperhatikan kurva AC untuk kapasitas yang berbedabeda. Penimimuman biaya jangka panjang tergantung pada dua faktor yaitu:
a.

Tingkat produksi yang ingin dicapai

b. Sifat dan pilihan kapasitas pabrik yang tersedia

2.3

Perhitungan Total Cost


Dalam menjalankan suatu proses produksi tentu dihasilkan produk baik berupa
barang atau pun jasa. Sesuai dengan rumus produksi yaitu adanya input , proses, dan
output. Barang atau jasa yang dihasilkan merupakan hasil dari penggunaan input
modal, tenaga kerja, dan bahan yang selanjutnya diproses menjadi barang dan jasa.
Perusahaan mendapatkan input tersebut dari pasar pasar faktor produksi.
Selanjutnya tentu sebuah perusahaan akan menghitung berapa jumlah biaya total yang
timbul untuk memproduksi sejumlah barang.
Sebelum lebih jauh membahas mengenai perhitungan biaya total, terlebih
dahulu dipahami sifat dari setiap unsure dari biaya total. Biaya variabel merupakan
unsur dari biaya total, maka biaya total juga memiliki sifat sebagaimana yang dimiliki
oleh biaya variabel, yakni besarnya biaya total dapat berubah-ubah seiring dengan
berubahnya jumlah output yang dihasilkan. Biaya tetap yang juga merupakan unsur
dari biaya total tidak merubah sifat dan bentuk kurva biaya total, karena biaya tetap
merupakan biaya yang tidak berubah karena adanya perubahan jumlah output yang
dihasilkan.
Sesuatu yang tetap apabila digabungkan dengan sesuatu lain yang memiliki
sifat berubah-ubah, yang tetap tersebut akan terbawa untuk mengikuti sifat yang
berubah-ubah itu sehingga keduanya akan memiliki sifat yang berubah-ubah.

TC
(a)

Biaya

Biaya
VC

FC

TC

(b)

VC
A

FC
FC

VC
0

R
p

TC
TVC

TFC

Gambar 1.1. Grafik Hubungan antara kurva TC , TVC dan TFC


Gambar (a) menunjukkan bahwa oleh karena biaya tetap (FC) itu selalu tetap
(sebesar OA), maka pada gambar (a) jarak yang memisahkan antara kurva TC dan
kurva VC selalu sama, yakni sebesar OA. Sedangkan pada gambar (b) kurva TC dan
kurva VC itu memiliki bentuk yang persis sama, hanya saja kurva TC terletak di atas
kurva VC dan tidak dimulai dari titik nol. Pada dasarnya perhitungan Total Cost
berdasarkan skala produksi, berdasarkan fungsi produksi maupun berdasarkan lama
penggunaannya hasil akhit Total Cost akan sama saja.
2.3.1

Rumus Dalam Perhitungan Biaya Total


Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan. Biaya total berarti pula total pengeluaran terendah yang diperlukan untuk
memproduksi setiap tingkat output. Biaya total akan meningkat ketika kuantitas dari
barang yang diproduksi juga meningkat. Dalam makalah ini dicontohkan tiga jenis
perhitungan biaya produksi yang berbeda klasifikasi namun hasil perhitungan
akhirnya tetap sama, adapun perhitungannya sebagai berikut :
1. Berdasarkan Skala Produksi.
TC = FC + VC
Keterangan : TC = Total cost
FC = Fixed cost
VC = Variable cost
Dalam akuntansi manajemen, biaya tetap didefinisikan sebagai pengaluran yang
tidak berubah sebagai fungsi dari aktivitas suatu bisnis dalam periode yang sama.
Bersama biaya variabel, biaya tetap membentuk satu dari dua komponen biaya
total: biaya total sama dengan biaya tetap ditambah biaya variabel.
2. Berdasarkan Lama penggunaannya
TC = IC + OC + MC
Keterangan : TC = Total cost

IC = Investment cost
OC = Operasional cost
MC = Maintanance cost
3. Berdasarkan Fungsi Produksi
TC = IDC + DC
Keterangan :

2.4

TC = Total cost
IDC = Indirect cost
DC = Direct cost

Perhitungan Satuan Biaya Rata-Rata


Biaya satuan adalah biaya yang dihitung untuk satu satuan produk
(pelayanan). Biaya satuan diperoleh dari biaya total (TC) dibagi jumlah produk (Q)
atau TC/Q. Dengan demikian dalam menghitung biaya satuan harus ditetapkan
terlebih dahulu besaran produk. Biaya satuan seringkali disamakan dengan biaya ratarata (average cost). Penetapan besaran satuan produk itu dilakukan sesuai dengan
kebutuhan. Makin kecil satuan produk/pelayanan akan makin rumit dalam
menghitung biaya satuan.
Rumus biaya satuan :
Unit cost/Average cost

AC = AFC + AVC

Keterangan :
TC = Total Cost
VC = variable Cost
FC = Fixed Cost
Q = Quantity of Output
AC = Average cost
AFC = Average fixed cost
AVC = Average variable cost
Dengan melihat rumus biaya satuan (TC/Q) tersebut, maka jelas tinggi
rendahnya biaya satuan suatu produk tidak saja dipengaruhi oleh besarnya biaya total
tetapi juga dipengaruhi oleh besarnya produk atau pelayanan.
Biaya satuan ada 2 macam, yaitu:
a. Biaya satuan actual/biaya tetap rata-rata/average fixed cost = AFC
Yaitu biaya tetap yang dikeluarkan unit produksi perusahaan untuk
menghasilkan satu output berdasarkan besaran produk perusahaan. Nilai AFC
hanya dipengaruhi oleh perubahan output karena jumlah TFC sifatnya konstan.
AFC = TFC
Q
Kurva AFC merupakan sebuah garis lengkung yang mengarah ke kanan
bawah. Hal ini memang seharusnya demikian sebab kedua ujung kurva AFC
semakin lama semakin mendekati garis sumbu grafik tetapi tidak pernah

menyinggung apalagi memotong sumbu-sumbunya. Hal ini karena di ujung kiri,


pada tingkat output nol, nilai AF adalah tak hingga (~). Sedangkan di ujung kanan,
nilai AFC tidak mungkin sama dengan nol, berapapun jumlah output yang
dihasilkan.

Biaya Rerata

Grafik Kurva biaya tetap rata-rata


b. Biaya satuan normative/biaya variabel rata-rata/Average variable cost = AVC
Yaitu biaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu jenis produk perusahaan
AFC
menurut standar baku dengan melihat kapasitas dan utilitasnya.
AVC = TVC
Q
Penetapan harga yang rasional mutlak memerlukan informasi tentang biaya
satuan. Dalam kenyataan tidak mudah menghitung biaya satuan, antara lain karena
produk perusahaan cenderung sangat banyak. Kurva TC memiliki memiliki
bentuk persis dengan kurva VC (hanya letaknya saja yang berbeda), bentuk kurva
biaya rata-rata (AC) itu pun juga menyerupai bentuk kurva biaya variabel rata-rata
(AVC). Kalau bentuk kurva biaya variabel rata-rata menyerupai huruf U, bentuk
kurva biaya rata-rata itu pun juga menyerupai huruf U. Biaya rata-rata mula-mula
sekali turun dan sesudah dicapai suatu titik tertentu, lalu mulai naik.
Biaya Rerata
AVC
L

0
AFC
Q Variabel Rata-rata
Grafik Kurva Biaya
Namun demikian, meskipun bentuk kurva biaya rata-rata (AC) ini juga
menyerupai huruf U tetapi ada perbedaan dengan kurva biaya varibel rata-rata
(AVC). Bedanya adalah bahwa kurva biaya rata-rata (AC) itu turun dengan cepat,
tetapi naik dengan perlahan-lahan. Dengan kata lain, bagian kiri kurva itu lebih
curam dibandingkan bagian kanannya. Hal ini dapat terjadi karena adanya
pengaruh dari kurva biaya tetap rata-rata (AFC). Kita ketahui bahwa kurva biaya

tetap rata-rata mula-mulai turun dengan tajam, untuk kemudan makin lama makin
melandai. Bagian pertama kurva AFC yang curam itu ketika bergabung dengan
bagian kurva AVC yang juga turun menghasilkan kurva biaya rata-rata yang
curam.
Selanjutnya bagian kanan kurva biaya variabel rata-rata yang naik ketika
bergabung dengan bagian kanan kurva biaya tetap rata-rata yang landai, lalu
menghasilkan kurva biaya rata-rata yang sekalipun naik-landai. Itu sebabnya
mengapa kurva biaya rata-rata mempunyai bentuk yang sebelah kiri turun dengan
cepat dan bagian kananya naik dengan lebih lambat, dan itu pula sebabnya
mengapa kurva biaya rata-rata tidak terletak tepat di atas kurva biaya variabel
rata-rata sebagaimana kurva TC terletak tepat di atas kurva VC, melainkan antara
keduanya terpisahkan oleh jarak vertikal yang makin ke kanan makin menyempit.
Berkaitan dengan hal ini, setiap titik di sepanjang kurva biaya rata-rata
menyatakan besarnya biaya total yang harus dipikul oleh setiap satuan output.
Biaya rata-rata ini paling rendah ketika kurva biaya rata-rata mencapai titiknya
yang terendah. Hal ini menerangkan bahwa pada saat biaya rata-rata terendah itu
output telah dihasilkan dengan cara yang paling efisien, artinya setiap satuan
output telah dihasilkan dengan biaya yang serendah-rendahnya. Itulah sebabnya
tingkat output yang dihasilkan ketika biaya rata-rata adalah terendah atau
minimum seperti itu disebut sebagai tingkat output yang optimal.
Biaya satuan pada pelayanan kesehatan memiliki karakteristik, antara lain
sebagai berikut:
a Biaya yang dihitung tersebar di unit Biaya produksi dan unit penunjang.
Sehingga perlu metode distribusi biaya untuk mengalokasikan biaya yg
b

ada di unit penunjang ke unit produksi


Output pelayanan kesehatan sangat beragam, baik unit pelayanan maupun

tindakannya.
Ada yg sifatnya ideal (kapasitas) dan aktual (apa adanya), yang disebut
unit cost normatif dan unit cost actual

2.5

Pentarifan

2.5.1

Tarif
a. Menurut Kotler dan Amstrong (1996) dalam Mufidah (2003) tariff adalah sebagai
jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa, atau lebih luas sebagai
jumlah nilai yang ditukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau
menggunakan produk atau jasa.

b. Menurut Gani (1997) dalam Mufidah (2003) tariff adalah harga dalan nilai uang
yang harus dibayar oleh konsumen untuk memperoleh atau mengkonsumsi suatu
komoditi yaitu barang atau jasa, yang dibebankan kepada masyarakat sebagai
imbalan atas jasa pelayanan yang diterima.
c. Menurut Pudjiraharjo (1998) dalam Mufidah (2003) tariff rumah sakit merupakan
harga pelayanan kesehatan yang diberikan disuatu rumah sakit yang ditetapkan
untuk suatu periode waktu, tariff atau harga berlaku menurut hokum pasar yang
berfkuktuasi dari suatu waktu ke waktu lainnya, tetapi tidak secepat perubahan
pada harga komoditas tertentu. Perhitungan tarif berasal dari unit cost ditambah
konstanta, dimana konstanta ditetapkan berdasarkan keuangan dari rumah sakit
dengan mempertimbangkan factor tujuan rumah sakit, kebutuhan masyarakat,
jumlah keuntunga yang diharapkan dan tariff pesaing. Misalnya tariff operasi,
pemeriksaan laboratorium, honorium dokter.
Menurut Supriyanto (2001) dalam Mufidah (2003) ada beberapa tujuan yang ingin

2.5.2

2.5.3

dicapai dalam penetapan tariff, yaitu:


a. Memaksimalkan surplus atau laba
b. Meningkatkan penghasilan bersih dari pelayanan pasien
c. Pengembalian biaya (Cost recovery)
d. Meningkatkan penggunaan
e. Pasar yang tidak memperoleh insentif (market diincentivization)
f. Peningkatan hubungan masyarakat
g. Subsidi silang (Cross Subsidiztition)
Metode Penetapan Tarif
Menurut Supriyanto (2001) dalam Mufidah (2003), dasar pertimbangan penetapan
tariff adalah:
a. Penetapan tarif berorintasi pada biaya
b. Penetapan tarif berorientasi pada kompetisi
c. Penetapan tarif berorientasi pada pengembalian uang maksimum
d. Penetapan tarif berorientasi pada permintaan
Definisi harga
a. Menurut Koetler dan Amstrong (2001) harga adalah sejumlah uang yang
dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas
manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk tersebut
b. Menurut Buchari (2002) harga adalah nilai suatu baranag yang dinyatakan dengan
uang.
c. Menurut Salahudin (2003) harga adalah sejumlah uang sebagai alat tukar untuk
memperoleh produk dan jasa.
d. Menurut Dharmesta dan Irawan (2005) harga adalah sejumlah uang yang
dibutuhkan untuk mendapat sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.

Jadi menurut kelompok kami harga adalah Jumlah dari nilai yang ditukar konsumen
atas manfaat yang telah ia terima karena menggunakan suatu produk dan besarnya
dinyatakan dengan uang.
2.5.4

Tujuan Penetapan Harga


a. Mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
Dengan menetapkan harga yang kompetitif maka perusahaan akan mendulang
untung yang optimal.
b. Mempertahankan perusahaan
Dari marjin keuntungan yang didapat perusahaan akan digunakan untuk biaya
operasional perusahaan. Contoh : untuk gaji/upah karyawan, untuk bayar tagihan
listrik, tagihan air bawah tanah, pembelian bahan baku, biaya transportasi, dan
lain sebagainya.
c. Menggapai ROI (Return on Investment)
Perusahaan pasti menginginkan balik modal dari investasi yang ditanam pada
perusahaan sehingga penetapan harga yang tepat akan mempercepat tercapainya
modal kembali/roi.
d. Menguasai Pangsa Pasar
Dengan menetapkan harga rendah dibandingkan produk pesaing, dapat
mengalihkan perhatian konsumen dari produk kompetitor yang ada di pasaran.
e. Mempertahankan status quo
Ketika perusahaan memiliki pasar tersendiri, maka perlu adanya pengaturan
harga yang tepat agar dapat tetap mempertahankan pangsa pasar yang ada.

2.5.5

Penentuan Harga
a. Pendekatan dalam Penentuan Harga
Ada tiga pendekatan dalam penentuan harga : pendekatan supply dan
demand, pendekatan yang berorientasi ke biaya, dan pendekatan pasar. Meskipun
ketiganya berbeda, tapi pada prinsipnya mereka saling melengkapi. Dengan
ketiga alat tersebut, perusahaan dijamin bahwa harga yang ditentukan akan
menutupi biaya, menghasilkan keuntungan, dan citra produk yang baik pada
konsumen.
1) Pendekatan Supply dan Demand

Interaksi antara supply dan demand merupakan proses tawar menawar


yang tidak terlihat dan informal yang secara terus menerus untuk
menegosiasikan jumlah produk yang akan dibuat atau dikonsumsikan pada
tingkat harga tertentu. Pada saat tingkat harga tinggi, produsen akan mau
menghasilkan banyak produk dan jika tingkat harga yang rendah akan
mengkonotasikan tingkat penawaran yang rendah.
Demand adalah kualitas barang yang akan dibeli konsumen pada tingkat
harga yang tinggi akan menyebabkan konsumen akan mencari produk
alternatif. Sebaliknya, harga yang rendah akan mendorong konsumen
membeli lebih banyak. Equilibrium price adalah tingkatan harga saat
konsumen bersedia membayar seimbang dengan kuantitas yang akan
dihasilkan produsen. Pendekatan ini bisa berjalan untuk pasar keseluruhan,
tapi sulit dijalankan untuk suatu produk individual.
2) Pendekatan Yang Berorientasi Pada Biaya
Pendekatan ini dilakukan dengan menjumlah biaya yang dikeluarkan
untuk membuat barang ditambah biaya untuk jasa yang terkait, biaya
overhead, dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Dalam pendekatan yang
berorientasi pada biaya ini, ada dua macam pendekatan yang bisa digunakan
yaitu : mark up pricing dan break-even analysis.
a) Mark up pricing dilakukan dengan menghitung seluruh biaya yang
terkait dalam suatu produk kemudian ditentukan mark up untuk
menutupi biaya dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Perhitungan
mark up bisa dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
Harga Jual - Biaya
Prosentase Mark up : ________________
Harga Jual
b) Break even analysis (analisis pulang pokok) adalah metoda penentuan
jumlah unit yang harus dijual pada tingkat harga tertentu untuk menutupi
biaya dan menghasilkan keuntungan. Dalam metoda ini, perusahaan
membandingkan biaya total dan penerimaan total. Biaya total terdiri atas
biaya tetap dan biaya variabel.

3) Pendekatan Pasar
Pendekatan

ini

mengasumsikan

bahwa

variabel

dalam

pasar

mempengaruhi harga. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor Politik, Sosial,


budaya, persepsi Individu, persaingan, waktu, serta good will.
b. Strategi Penentuan Harga
1) Strategi Penentuan Harga pada Produk Baru
a) Skimming Price
Strategi skimming adalah menetapkan harga awal yang tinggi ketika
produk baru diluncurkan dan semakin lama akan terus turun harganya.
Contoh handphone nokia, laptop, komputer, dan lain sebagainya.
b) Penetration price / harga penetrasi
Strategi harga penetrasi adalah menentukan harga awal yang rendah
serendah-rendahnya atau murah dengan tujuan untuk penetrasi pasar
dengan cepat dan juga membangun loyalitas merek dari pada konsumen.
Contoh : tarif layanan operator baru three / 3, mie selera rakyat, so klin
MB, dan lain-lain.
2) Strategi Penentuan Harga yang Mempengaruhi Psikologis Konsumen
a) Prestige pricing/ harga prestis
Strategi harga Prestige Price adalah menetapkan harga yang tinggi demi
membentuk image kualitas produk yang tinggi yang umumnya dipakai
untuk produk shopping dan specialty. Contoh : roll royce, rolex, guess,
gianni versace, prada, vertu, dan lain sebagainya.
b) Odd pricing / harga ganjil
Strategi harga odd price adalah menetapkan harga yang ganjil atau
sedikit di bawah harga yang telah ditentukan dengan tujuan secara
psikologis pembeli akan mengira produk yang akan dibeli lebih murah.
Contoh : Barang yang tadinya dihargai Rp. 100.000,- diubah menjadi
Rp. 99.990,- di mana konsumen mungkin akan melihat 99.990 jauh lebih
murah daripada Rp. 100.000,-.
c) Multiple unit pricing / harga rabat

Strategi harga multiple unit price adalah memberikan potongan harga


tertentu apabila konsumen membeli produk dalam jumlah yang banyak.
Contoh : Jika harga sebuah sebungkus indomie goreng pedas adalah Rp.
1.500,- maka konsumen cukup membayar Rp. 1.ooo,- perbungkus jika
membeli satu dus isi 40 bungkus indomie.
d) Price lining / harga lini
Strategi harga lining pricing adalah memberikan cakupan harga yang
berbeda pada lini produk yang beda. Contoh : bioskop grup 21
memberikan harga standar untuk konsumen bioskop jenis standard dan
mengenakan harga yang lebih mahal pada konsumen bioskop 21 jenis
premier.
e) Leader pricing / pemimpin harga
Strategi harga leader price adalah menetapkan harga lebih rendah
daripada harga pasar / harga normal untuk meningkatkan omset
penjualan / pembeli. Contoh : biasanya ritel jenis hipermarket
memberikan promosi harga yang lebih murah daripada harga normal.
3) Strategi Penentuan Harga Diskon / Potongan Harga
Strategi harga diskon pada penjual adalah strategi dengan memberikan
potongan harga dari harga yang sudah ditetapkan demi meningkatkan
penjualan suatu produk barang atau jasa. Diskon dapat diberikan pada umum
dalam bentuk diskon kuantitas, diskon pembayaran tunai / cash, trade
discount.
4) Strategi Penentuan Harga Kompetitif
1. Relative pricing /harga relatif
Strategi harga relative price adalah menentukan harga di atas, di bawah
atau sama dengan tingkat harga persaingan di mana gerakan harganya
mengikuti gerakan pesaing.
2. Follow the leader
Strategi harga follow the leader price adalah penetapan harga produk
baik barang maupun jasa diserahkan para pimpinan pasar / pemimpin
pasar dan tidak menetapkan harga sendiri.

2.6

Break Even Point (Titik Impas)

2.6.1

Pengertian Break Even Point (Titik Impas) menurut para ahli


a. Syarifuddin Alwi (1990) Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan
perusahaan dimana dengan keadaan tersebut perusahaan tidak mengalami
kerugian juga perusahaan tidak mendapatkan laba sehingga terjadi keseimbangan
atau impas. hal ini bisa terjadi bila perusahaan dalam pengoperasiannya
menggunakan biaya tetap dan volume penjualannya hanya cukup untuk menutup
biaya tetap dan biaya variable.
b. Bambang Riyanto (1995) BEP adalah volume penjualan di mana penghasilannya
(revenue) tepat sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian.
c. Mulyadi(2001), Break Event Point adalah keadaan suatu usaha yang tidak
memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, suatu usaha
dikatakan impas jika jumlah pendapatan atau revenue (penghasilan) sama dengan
jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup
biaya tetap saja.
d. Menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Julianty (2002) dalam bukunya
Analisa Laporan Keuangan : Konsep dan Manfaat Titik impas adalah titik
dimana total biaya sama dengan total penghasilan.
e. Menurut Henry Simamora (2002) dalam bukunya Akuntansi Manajemen, Break
Even Point adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah
bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi.
f. Armila Krisna Warindrani, (2006) Break Even Point kondisi perusahaan yang
tidak memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian, dengan mengetahui Break
Even Point dimana perusahaan akan meningkatkan penjualan diatas break even
point untuk mendapatkan laba dan menghindarkan penjualan dibawah Break
Even Point karena akan menderita kerugian.adalah
g. Darsono Prawironegoro dan Ari Purwanti (2008) Break Even Point adalah posisi
dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian. BEP
atau titik impas sangat penting bagi manajemen untuk mengambil keputusan
untuk menarik produk atau mengembangkan produk.

h. Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2009) dalam bukunya Akuntansi Biaya
Melalui Pendekatan Manajerial Titik impas adalah suatu keadaan dimana
perusahaan yang pendapatan dan penjualannya sama dengan jumlah total
biayanya atau besarnya kontribusi marjin sama dengan total biaya tetap.
Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan
dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak
menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian
sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya
menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya
tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup untuk menutup biaya
variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Dan
sebaliknya akan memperoleh memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi
biaya variabel dan biaya tetap yang harus di keluarkan.
2.6.2

Manfaat Break Even Point


Menurut Soehardi Sigit, (2002), Analisis Break Even Point dapat digunakan
untuk membantu menetapkan sasaran dan tujuan perusahaan. Analisis Break even
secara umum dapat

memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola

hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan
diperoleh pada level penjualan tertentu.
Dalam analisis BEP terdapat manfaat bagi manajemen antara lain:
1) Membantu pengendalian melalui anggaran (budgetery control). Membantu
menunjukkan perubahan apabila ada yang diperlukan untuk menjadikan biaya
selaras dengan pendapatan.
2) Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan. Berlaku sebagai sinyal
peringatan untuk menggugah manajemen terhadap kemungkinan kesulitan
dalam program penjualan. Jika penjualan secara relatif tidak cukup tinggi
dibandingkan dengan biasanya seperti semestinya, kenyataan ini akan
diperhatikan. Dengan demikian akan tersedia cukup waktu guna mengevaluasi
kembali teknik penjualan.
3) Menganalisa dampak volume penjualan. Memberi jawaban atas pertanyaan
seperti:
a. Berapa banyak volume penjualan saat ini bisa berkurang sebelum industri
menderita rugi?

b. Berapa kenaikan laba bila ada kenaikan volume penjualan?


4) Menganalisis harga jual dan dampak perubahan biaya. Menunjukkan pengaruh
yang mungkin terjadi atas laba akibat perubahan harga jual yang disertai oleh
perubahan lain, sebagai contoh:
a. Perubahan apa yang dapat diharapkan dalam laba jika terjadi perubahan
harga dengan asumsi semua faktor lainnya tetap/konstan?
b. Jika harga barang dikurangi apa kombinasi perubahan volume dan biaya
yang paling praktis untuk diberikan dan apa pengaruh bersih kombinasi
industri tersebut terhadap laba?
c. Demikian pula jika harga naik apa kombinasi perubahan dan pengaruhnya
terhadap laba yang layak untuk diharapkan?
5) Merundingkan upah. Membantu manajemen karena:
a. Menunjukkan dengan cepat kemungkinan pengaruh perubahan usulan gaji
terhadap laba (dianggap tidak ada perubahan efisiensi karyawan).
b. Memberikan bantuan dalam menentukan kemungkinan penghematan
efisiensi yang dapat melindungi posisi laba industri.
6) Menganalisa bauran produk. Memungkinkan dilakukan pengujian krisis atas
bauran produk. Analisa impas untuk tiap jalur produk merupakan bantuan yang
berharga dalam menentukan produk mana yang mungkin harus dihapuskan.
7) Menilai keputusan-keputusan kapitulasi dan ekspansi lanjutan memberi sarana
guna menilai terlebih dahulu usulan belanja barang modal yang dapat mengubah
struktur biaya industri.
8) Menganalisa margin pengamanan sebagai cadangan margin pengaman dan cara
untuk mempengaruhi melalui pengamanan.
Analisis break even dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
a.

Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak

mengalami kerugian.
b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
c.
Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
rugi.
d. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

2.6.3

Tujuan Break Even Point


Tujuan Break Even Point adalah :
a. Mencari tingkat aktivitas dimana pendapatan sama dengan biaya.
b. Menunjukan suatu sasaran volume penjualan minimal yang harus diraih.
c. Memungkinkan perusahaan mengetahui apakah mereka beroperasi dekat atau
jauh dari titik impas.

2.6.4

Menentukan Break Even Point (BEP) / Titik Impas


1) Rumusan untuk menghitung BEP = titik impas dengan rumus matematika
a) Atas dasar rupiah

b) Atas dasar unit

Keterangan:
FC

: Biaya tetap

VC

: Biaya variabel per unit

: Harga jual per unit

: Penjualan

P BEP(Rp)
(000) BEP (Q)

: Jumlah untuk produk yang dihasilkan impas dalam


Q

rupiah

: Jumlah untuk produk yang dihasilkan impas dalam unit

2) Analisis BEP dengan grafik


TC

300

BEP

VC

150

FC

60

Q (000)

Grafik 1.2.Grafik BEP


Sumber: http://www.scribd.com/doc/21097489/Analisis-BEP
Dari grafik diatas terlihat untuk tiap-tiap unit penjualan terdapat informasi yang
lengkap setiap rupiah penjualan, biaya tetap, biaya variabel, total biaya maupun
laba atau rugi. Jadi manajemen dapat melihat jika akan memproduksi sekian
unit, akan terlihat seluruh komponen di atas. BEP melalui grafik tampak jelas
ditunjukkan baik dari segi unit maupun rupiah yang diperoleh.
3) Metode Trial and Error
Perhitungan Break Even Point dapat dilakukan dengan cara Trial and Error
atau cara coba-coba, yaitu dengan menghitung keuntungan netto dari suatu
volume produksi atau penjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut
menghasilkan keuntungan, maka diambil volume penjualan yang lebih rendah.
Apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu perusahaan
menderita kerugian, maka kita akan mengambil volume penjualan yang lebih
besar. Demikian seterusnya sehingga dicapai volume penjualan dimana
penghasilan penjualan tepat sama dengan biaya total.
2.6.5

Asumsi-Asumsi dalam Analisis Break Event Point


Menurut Soehardi Sigit (2002) dalam menganalisis Break Even Point,
termasuk menghitung dan mengumpulkan angka-angka yang akan dihitung, terdapat
syarat-syarat tertentu yang harus di penuhi. Jika syarat-syarat itu tidak ada pada
kenyataannya, maka harus diadakan atau dianggap ada seperti dipersyaratkan. Jadi
jika syaratnya tidak ada, dapat dianggap ada. Hal tersebutlah yang disebut asumsi, dan
asumsi-asumsi yang diperlukan agar dapat menganalisa Break Even Point ialah :
a. Biaya

Biaya yang digunakan dalam analisis BEP hanya ada 2 macam, yaitu fixed cost
(biaya tetap) dan variable cost (biaya variabel). Oleh karena itu, kita harus
memisahkan dulu antara biaya tetap dan biaya variabel. Untuk memisahkan
kedua biaya ini tergolong relatif sulit karena ada biaya yang tergolong semi
tetap dan semi variabel. Ada dua pendekatan dalam memisahkan kedua biaya
ini, yaitu:
1. Pendekatan Analitis
Yaitu dengan meneliti setiap jenis dan unsur biaya yang terkandung satu
per satu dari biaya yang ada beserta sifat-sifat biaya tersebut.
2. Pendekatan Historis
Yaitu memisahkan biaya tetap dan variabel berdasarkan angka-angka dan
data biaya masa lampau.
b. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan,
walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan (dalam batas tertentu),
sedangkan biaya tetap per unit akan berubah karena adanya perubahan volume
kegiatan Contoh biaya tetap adalah gaji, bunga, sewa atau biaya kantor.
c.

Biaya Variabel (Variable Cost)


Biaya variabel merupakan biaya akan secara total berubah-ubah sesuai dengan
perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya asumsi biaya variabel
berubah-ubah secara sebanding (proposional) dengan perubahan volume
produksi atau penjualan, sedangkan total biaya variabel per unit tetap konstan.
Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, upah buruh, komisi penjualan
penjualan.

d.

Tidak Ada Perubahan Harga Barang


Diasumsikan harga jual per satuan tidak akan berubah selama periode analisis.
Hal ini bertentangan dengan kondisi yang sesungguhnya, dimana harga jual
dalam suatu periode dapat berubah-ubah seiring dengan perubahan biaya-biaya
lainnya yang berhubungan langsung dengan produk maupun tidak.

e.

Perusahaan hanya membuat dan menjual satu jenis produk. Jika membuat dan
menjual lebih dari satu jenis produk, maka perbandingan penghasilan penjualan
antara masing masing produk (sales mix) akan tetap konstan.

2.7

CRR (Cost Recovery Rate)


Cost Recovery Rate adalah nilai dalam persen yang menunjukkan seberapa
besar kemampuan rumah sakit menutup biayanya (Cost) denganpenghasilan yang
didapatkan retribusi pasien (revenue). Rumus perhitungannya adalah :

Tujuan dari perhitungan CCR dapat digunakan sebagai indikator kinerja


keuangan rumah sakit serta mengidentifikasi keadaan untung atau ruginya rumah
sakit. Idealnya CRR di suatu organisasi adalah >1 atau > 100%, Jika CRR =1 atau
100% berarti organisasi tersebut belum memperoleh keuntungan secara finansial,
tidak ada selisih antara pendapatan dengan pengeluaran (wulandari, 2003). Dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan
keuangan badan layanan umum Pasal 1, yang disebut BLU (Badan Layanan Umum)
adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Persyaratan rumah sakit yang ingin menjadi
BLU, antara lain harus memiliki cost recovery rate atau anggaran yang bias diperoleh
dari pelayanan sebesar 60 % , rumah sakit harus memiliki rencana bisnis dan neraca
yang siap di audit serta memiliki peraturan atau hospital by law.
Penetapan CRR dari pemerintah sebesar 60 % ini tentunya pihak rumah sakit
termasuk ke dalam kategori rugi, walaupun demikian penetapan angka tersebut dari
pemerintah, sehingga penetapan 60% tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sipa
untuk memberikan subsidi. Sehingga hal ini masih termasuk sesuatu yang layak jika
CRR 60% diberlakukan pada kelas pelayanan bawah (missal kelas III) sehingga
nantinya terjadi subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin untuk menggunakan
pelayanan rumah sakit, namun hal ini akan menjadi tidak layak bila CRR 60%
diberlakukan pada kelas VIP karena dengan adanya standard CRR yang rendah pada

kelas VIP berarti masyarakat kelas atas akan ikut mendapatkan subsidi dari
pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
Hidhayanto, Widiyas. 2009. Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Pelayanan Rumah
Sakit.http://www.dcg.biz/Materi%20Pelatihan%20UC%20Widiyas%20to
%20audience/MODUL%20ANALISIS%20BIAYA%20SATUAN.pdf
Oktober 2012
Mufidah.
2003.Tesis.

Diakses

15

http://fulltext.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2003-

mufidah2c-748-tarif&q=pentarifan. Sitasi tanggal 20 Oktober 2012


Sugiarto dkk.2002.ekonomi mikro (edisi baru.jakarta:gramedia Indonesia
________.Konsep

Biaya

Dalam

Pengambilan

Keputusan.

http://herry.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/7209/EKMAN8.pdf (disitasi 14
Oktober 2012)
_________.

Penggolongan

Biaya

.http://

ridwaniskandar.files.wordpress.com/.../32-

penggolongan-biaya.pdf (disitasi 12 oktober 2012)


_________.Konsep

Biaya

Dan

Klasifikasi

Biaya.

repository.binus.ac.id/content/MG542/MG54284652.doc

.http://
(disitasi

12

oktober 2012)
Salvatore, Dominick. 2007. Mikroekonomi. Erlangga:Jakarta
Sukirno, Sadono. 2005. Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sukirno, Sadono. 2010. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Rajawali Press: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai