Di dunia era modern sekarang ini, sudah semakin banyak penyebaran luas pemakaian
dan pengedaran NAPZA secara ilegal. Para penggunanya bukan lagi hanya di kalangan
orang-orang dewasa saja melainkan sudah ada pula pada remaja dan anak-anak. NAPZA
merupakan singkatan dari narkotik, alkohol, psikotropika dan zat aditif lainnya. Pemakaian
NAPZA ini tidak mengenal berdasarkan usia, status derajat sosial, status ekonomi miskin atau
kaya, status pekerjaan, status agama ataupun RAS. Semua orang bisa terjerumus dan bisa
menjadi pengedar barang-barang NAPZA. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang
terjerumus dalam dunia NAPZA yang pada akhirnya membuat orang tersebut kecanduan dan
ketergantungan
ataupun
menjadi
pengedar.1
Di
Indonesia,
ketergantungan
dan
penyalahgunaan zat bukan menjadi masalah baru, sudah sejak 300 tahun yang lalu, bahan
opioid telah diperdagangkan dan disalahgunakan oleh sekelompok masyarakat di Jawa dan
Sumatera. Kemudian peredaran morfin di tahun 1970an menyebar di berbagai kota besar di
Indonesia, disusul penyalahgunaann dari turunan opiod yaitu petidin, kemudian diikuti
dengan golongan stimulant seperti amfetamin, ectasy, shabu-shabu. Pada dahulu kala,
masyarakat sudah mengenal beberapa tanaman yang merupakan zat psikoaktif serta obat-obat
golongan sedative-hipnotik yang sering dipakai sebagai penghilang nyeri dan obat untuk
menangani cemas serta agar bisa tidur. Namun sekarang ini sudah banyak penyelewengan
dalam penggunaan NAPXA. Di Indonesia ini, diperkiran terdapat lebih dari 3,5 juta
pengguna zat aktif (Badan Narkotika Nasional 2006). Dalam jumlah tersebut, hanya kurang
dari 10 ribu orang yang tersentuh layanan terapi dan rehabilitasi. 2
PENGGOLONGAN NARKOTIKA
Berdasarkan Undang-Undang Narkotika No. 22/1997, ada dibagi menjadi 3
penggolongan Narkotika yaitu : 2
a.
Narkotika golongan I : hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan, tidak untuk terapi,
potensi sangat tinggi untuk menyebabkan ketergantungan (contohnya : heroin, kokain, ganja)
b. Narkotika golongan II : digunakan untuk terapi pilihan terakhir dan IPTEK, berpotensi
tinggi untuk menyebabkan ketergantungan (contohnya: morfin, petidin)
c.
Narkotika golongan III : digunakan untuk terapi dan IPTEK, berpotensi ringan untuk
Berdasarkan dari efeknya terhadap susunan saraf pusat (SSP), maka terbagi menjadi 3
penggolongan, yaitu : 2
a.
mental serta meningkatkan semangat pengguna. Efeknya : menjadi sulit tidur, menurunkan
nafsu makan, dada berdebar-debar, banyak bicara, meningkatkan kesiagaan, gelisah, cepat
marah, agitasi dan agresif. Contoh :
-
b. Depresan menekan atau menurunkan kegiatan SSP dan memperlambat proses mental
sehingga pengguna menjadi rileks. Efeknya : rasa tenang, rasa gembira, hilangnya gelisah,
bicara lambat, menurunnya koordinasi, nafsu makan meningkat, dan denyut jantung
menurun. Contoh :
2
pandangan terhadap suatu objek sehingga pengguna melihat atau mendengarkan sesuatu
terhadap hal yang sebenarnya tidak ada. Efeknya : efek sulit diprediksi, distorsi persepsi
pendengaran dan penglihatan, dan ada sensasi tubuh yang aneh seperti mual, otot melilit,
pusing, peningkatan denyut jantung, napas dan tekanan darah. 2 Contoh :
-
menimbulkan problema kerja, mengganggu hubungan dengan orang lain serta aspek legal.
2.
Adiksi atau ketergantungan, yaitu yang mengalami toleransi, putus zat, tidak mampu
pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)tahun dan/atau pidana denda
paling banyak 20 juta rupiah.
c)Tindak Pidana Psikotropika
Penyalahgunaan pasal 59 ayat 1 huruf a
Penjara minimal 4 tahun
Maksimal 15 tahun + denda (Psikotropika gol 1)
d)Pengedar (pasal 59 ayat (1) huruf a)
Pidana penjara minimal 4 tahun
Maksimal 15 tahun + denda (Psikotropika gol 1)
e ) P r o d u s e n
Tidak terorganisir pasal 59 ayat 1) penjara minimal 4 tahun, Maksimal 15tahun + denda
terorganisir (pasal 59 ayat 2) Pidana mati, penjara seumur hidup, penjara 20tahun + denda.
I. GANJA/MARIHUANA (Gelek/cimenk/hashish/grass/cimeng/bhang)
Golongan : depresan, ada juga yang mengklasifikasikan ke golongan kanabinoid.
Mengandung 3 zat utama yaitu tetrahidro kanabinol, kanabinol dan kanabidiol
Cara pakai : Dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan
pipa rokok. 3
Efek : 3
-
Berhalusinasi
Paranoid (curigaan)
gangguan pernapasan
Akibat penyalahgunaan ganja adalah :
1. Problem fisik
gangguan kardiovaskuler
gangguan imunitas
2. Problem psikiatri
sindrom amotivasional
3. Problem sosial
kenakalan remaja
4. Sebab kematian
suicide
infeksi berat
II. OPIOID
Golongan : depresan (golongan NAPZA yang sangat kuat potensi ketergantungannya
sehingga disebut dengan julukan horror drug). Termasuk opioid adalah : morfin, petidin,
heroin, metadon. dan kodein. Heroin (putauw/ptw/brown sugar/black heroin) merupakan
semisintetik dari morfin yang paling sering disalahgunakan dalam masyarakat. 3
Bentuk : Heroin murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin yang tidak murni berbentuk
bubuk berwarna putih keabuan.
Opioida dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu :
Heroin
Cara pakai : diisap dicampurkan ke tembakau rokok, dihirup (dragon/ngedreg/dregi), disuntik
IV atau IM (cucauw/kipek). 3
Efek :
-
Gejala putus zat : mual, muntah, nyeri otot dan sendi, lakrimasi, rinore,
endokarditis
hepatitis (B dan C)
HIV/AIDS
2. Problem psikiatri
suicide
3. Problem sosial
traffic accidents
meninggal
tindak kekerasan
III. KOKAIN
Golongan : Stimulan
Cara pakai : cara menghirup bubuk dengan penyedot atau gulungan kertas, di bakar bersama
tembakau yang sering disebut cocopuff, atau dihirup asapnya (freebasing). Penggunaan
dengan menghirup akan berisiko luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.
Efek : 1
-
sistemik (virus, bakteri, parasit, atau jamur), abses daerah kulit, endokarditis
bakteri, hepatitis (B dan C), dan HIV AIDS
lebih kecil sampai premature yang diikuti kelainan mental berupa irritable,
gangguan tidur, kesukaran makan.
2. Problem psikiatri
sifat toleransi tubuh sangat cepat, kendati pengguna tidak menyadari dosis
gejala fisik putus zat kurang dikenal. Namun secara mental sangat
kokain
menyebabkan
besarnya
biaya
penyediaan
kokain
sedangkan
penghasilan terbatas
10
4. Sebab-sebab kematian
kejang berulang kali, mati lemas karena merasa seperti tercekik, reaksi alergi,
stroke
(naiknya
tekanan
darah
mendadak),
pada
kehamilan
dapat
PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetik, bukan narkotika dan
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Golongan psikotropika
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan
menjadi4 golongan menurut UU Psikotropika No 5/97, yaitu:
11
1. Psikotropika golongan I : hanya untuk iptek, tidak digunakan untuk tujuan pengobatan
dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat (MDMA / ekstasi, LSD)
2. Psikotropika golongan II : untuk iptek dan terapi,potensi kuat untuk ketergantungan
(amfetamin, PCP, metilfenidat, sekobarbital)
3. Psikotropika golongan III : iptek dan terapi, potensi sedang (pentobarbital,
flunitrazepam)
4. Psikotropika golongan IV : iptek, terapi, potensi ringan (diazepam, clobazam,
bromazepam, fenobarbital, klonazepam, nitrazepam)
Berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang pemberantasan peredaran
narkotika dan psikotropika, tahun 1988 tersebut maka psikotropika dapat digolongkan
sebagai berikut : (didahului dengan nama International dan nama kimia diletakkan dalam
tanda kurung)
Psikotropika golongan I
Broloamfetamine
atau
DOB
(()-4-bromo-2,5-dimethoxy-alpha-
methylphenethylamine)
Cathinone ((x)-(S)-2-aminopropiophenone)
Parahexyl (3-hexyl-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H-dibenzo[b,d]pyran-1-ol)
Tetrahydrocannabinol
12
Psikotropika golongan II
Amphetamine (()-alpha-methylphenethylamine)
Dexamphetamine ((+)-alpha-methylphenethylamine)
Levamphetamine ((x)-(R)-alpha-methylphenethylamine)
Levomethampheta-mine ((x)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
Methamphetamine ((+)-(S)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
Methamphetamineracemate (()-N,alpha-dimethylphenethylamine)
Methaqualone (2-methyl-3-o-tolyl-4(3H)-quinazolinone)
Phenmetrazine (3-methyl-2-phenylmorpholine)
Zipeprol
(alpha-(alpha-methoxybenzyl)-4-(beta-methoxyphenethyl)-1-
piperazineethanol)
13
Buprenorphine (2l-cyclopropyl-7-alpha-[(S)-1-hydroxy-1,2,2-trimethylpropyl]-6,14-
endo-ethano-6,7,8,14-tetrahydrooripavine)
Flunitrazepam
(5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-7-nitro-2H-1,4-
benzodiazepin-2-one)
Glutethimide (2-ethyl-2-phenylglutarimide)
Pentazocine
((2R*,6R*,11R*)-1,2,3,4,5,6-hexahydro-6,11-dimethyl-3-(3-methyl-2-
butenyl)-2,6-methano-3-benzazocin-8-ol)
Pentobarbital (5-ethyl-5-(1-methylbutyl)barbitur
ic acid)
Psikotropika golongan IV
Alprazolam (8-chloro-1-methyl-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)
Aminorex (2-amino-5-phenyl-2-oxazoline)
Benzfetamine (N-benzyl-N,alpha-dimethylphenethylamine)
Bromazepam (7-bromo-1,3-dihydro-5-(2-pyridyl)-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
14
Camazepam
(7-chloro-1,3-dihydro-3-hydroxy-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4
Chlordiazepoxide
(7-chloro-2-(methylamino)-5-phenyl-3H-1,4-benzodiazepine-4-
oxide)
Clobazam (7-chloro-1-methyl-5-phenyl-1H-1,5-benzodiazepine-2,4(3H,5H)-dione)
Clonazepam (5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-7-nitro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
Clorazepate
(7-chloro-2,3-dihydro-2-oxo-5-phenyl-1H-1,4-benzodiazepine-3-
carboxylic acid)
Clotiazepam
(5-(o-chlorophenyl)-7-ethyl-1,3-dihydro-1-methyl-2H-thieno
[2,3-e]
-1,4-diazepin-2-one)
Delorazepam (7-chloro-5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
Diazepam (7-chloro-1,3-dihydro-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
Estazolam (8-chloro-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)
Ethchlorvynol (1-chloro-3-ethyl-1-penten-4-yn-3-ol)
Ethinamate (1-ethynylcyclohexanolcarbamate)
Fenproporex (()-3-[(alpha-methylphenylethyl)amino]propionitrile)
Fludiazepam
(7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-2H-1,4-
benzodiazepin-2-one)
15
Flurazepam (7-chloro-1-[2-(diethylamino)ethyl]-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-2H1,4-benzodiazepin-2-one)
Halazepam
(7-chloro-1,3-dihydro-5-phenyl-1-(2,2,2-trifluoroethyl)-2H-1,4-
benzodiazepin-2-one)
Ketazolam (11-chloro-8,12b-dihydro-2,8-dimethyl-12b-phenyl-4H-[1,3]oxazino[3,2d][1,4]benzodiazepine-4,7(6H)-dione)
tetapi tidak semua psikotropika menimbulkan ketergantungan. Berikut ini termasuk ke dalam
golongan psikotropika yang tidak membuat kecanduan, yaitu LSD (Lysergic Acid
Diethylamide) dan amfetamin. Penyalahgunaan kedua golongan psikotropika ini sudah
meluas di dunia.
b. Amfetamin
Kita seringkali mendengar pemberitaan di media massa mengenai penjualan barang-barang
terlarang, seperti ekstasi dan shabu. Ekstasi dan shabu adalah hasil sintesis dari zat kimia
yang disebut amfetamin. Jadi, zat psikotropika, seperti ekstasi dan shabu tidak diperoleh dari
tanaman melainkan hasil sintesis. Pemakaian zat-zat tersebut akan menimbulkan gejala gejala
berikut: siaga, percaya diri, euphoria (perasaan gembira berlebihan), banyak bicara, tidak
mudah lelah, tidak nafsu makan, berdebar-debar, tekanan darah menurun, dan napas cepat.
16
Ectasy
Rumus kimia XTC adalah 3-4-Methylene-Dioxy-Methil-Amphetamine (MDMA). Senyawa
ini ditemukan dan mulai dibuat di penghujung akhir abad lalu. Pada kurun waktu tahun 1950an, industri militer Amerika Serikat mengalami kegagalan didalam percobaan penggunaan
MDMA sebagai serum kebenaran. Setelah periode itu, MDMA dipakai oleh para dokter ahli
jiwa. XTC mulai bereaksi setelah 20 sampai 60 menit diminum. Efeknya berlangsung
maksimum 1 jam. Seluruh tubuh akan terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan
rahang terasa kaku, serta mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup
lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul kesulitan
bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar). Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak
terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita menjadi hebat dalam segala
hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan asyik.
Dalam keadaan seperti ini, kita merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin,
dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsur-angsur
menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu kita akan merasa sangat lelah dan
tertekan.
Shabu-shabu
Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan dikonsumsi dengan cara
membakarnya di atas aluminium foil sehingga mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang
lain. Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong (sejenis pipa yang
didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai filter karena asap tersaring pada
waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih membakar Sabu dengan
pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkan aluminium foil yang
17
terhirup.
Sabu sering dikeluhkan sebagai penyebab paranoid (rasa takut yang berlebihan), menjadi
sangat sensitif (mudah tersinggung), terlebih bagi mereka yang sering tidak berpikir positif,
dan halusinasi visual. Masing-masing pemakai mengalami efek tersebut dalam kadar yang
berbeda. Jika sedang banyak mempunyai persoalan / masalah dalam kehidupan, sebaiknya
narkotika jenis ini tidak dikonsumsi. Hal ini mungkin dapat dirumuskan sebagai berikut:
MASALAH + SABU = SANGAT BERBAHAYA. Selain itu, pengguna Sabu sering
mempunyai kecenderungan untuk memakai dalam jumlah banyak dalam satu sesi dan sukar
berhenti kecuali jika Sabu yang dimilikinya habis. Hal itu juga merupakan suatu tindakan
bodoh dan sia-sia mengingat efek yang diinginkan tidak lagi bertambah (The Law Of
Diminishing Return). Beberapa pemakai mengatakan Sabu tidak mempengaruhi nafsu
makan. Namun sebagian besar mengatakan nafsu makan berkurang jika sedang
mengkonsumsi Sabu. Bahkan banyak yang mengatakan berat badannya berkurang drastis
selama memakai Sabu.
Apabila dilihat dari pengaruh penggunaannya terhadap susunan saraf pusat manusia,
Psikotropika dapat dikelompokkan menjadi :
a. Depresant yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan saraf pusat
contohnya antara lain :
Sedatif (penenang),
b. Stimulant yaitu yang bekerja mengaktif kerja susan saraf pusat, contohnya: Kokain,
Amfetamin (shabu, ekstasi), Kafein, MDMA, N-etil MDA & MMDA. Ketiganya ini terdapat
dalam kandungan Ecstasi.
18
c. Hallusinogen yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan halusinasi atau khayalan
contohnya licercik acid dhietilamide (LSD), psylocibine, micraline. Disamping itu
Psikotropika dipergunakan karena sulitnya mencari Narkotika dan mahal harganya.
Penggunaan Psikotropika biasanya dicampur dengan alkohol atau minuman lain seperti air
mineral, sehingga menimbulkan efek yang sama dengan Narkotika.
dan
menimbulkan
kelainan
perilaku,
disertai
dengan
ZAT ADIKTIF
Berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992, Bab 1, Pasal 1, Zat
Adiktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis. Zat
adiktif merupakan zat psikoaktif yang dikosumsi secara terus menerus, dapat terjadi efek
toleransi dan ketergantungan. Adapun yang termasuk zat adiktif adalah;
I.
ALKOHOL
Alkohol adalah zat poten yang menyebabkan perubahan akut dan kronis di hampir
semua sistem neurokimia, dengan akibat jika peminum berat dapat menimbulkan gejala
serius psikologis termasuk depresi, anxietas, dan psikosis.4 Alkohol adalah zat yang
memproduksi efek ganda pada tubuh; pertama efek depresan yang singkat dan kedua, efek
agitasi pada susunan saraf pusat yang berlangsung enam kali lebih lama dari efek
depresannya.5 Minuman beralkohol lazim disebut minuman keras dan berdasarkan
19
Peraturan
Menteri
Kesehatan
tentang
Minuman
Keras
No.86/Men.Kes/Per/IV/77,
digolongkan sebagai berikut6: Golongan A kadar etanol 1%-5% misalnya bir dan shandy.
Golongan B kadar etanol 5%-20% misalnya anggur.
Golongan C kadar etanol 20%-50% misalnya whisky dan brandy.
Pengguna alcohol dengan ketergantungan disebut alkoholisme. Empat gambaran utama
alkoholisme adalah5;
Intoksikasi Alkohol6
Intoksikasi legal diberi batasan sebagai konsentrasi alcohol dalam darah sejumlah 100 mg/dL.
Kriteria diagnostic untuk intoksikasi alcohol adalah; baru saja minum alcohol, perubahan
perilaku maladaptive, satu dari tanda (disartria, inkoordinasi, cara jalan yang tidak stabil,
nistagmus dan wajah merah) serta tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lain. Bila
terdapat kondisi hipoglikemia injeksi 50 mL Dextrose 40%. Pada kondisi koma, posisi
menunduk untuk cegah aspirasi, observasi ketat tanda vital setiap 15 menit, injeksi Thiamine
100mg iv untuk profilaksis terjadinya Wernickle Encophalopathy. Lalu 50ml Dextrose 40%
iv. Jika problem gaduh gelisah, buat suasana tenang, beri dosis rendah sedative; Lorazepam
1-2mg atau Haloperidol 5mg oral atau bisa secara im.
Sindrom Putus Alkohol5
Gejala biasanya timbul setelah 6 hingga 24 jam konsumsi alcohol yang terakhir. Gejala putus
zat ringan antaranya ; tremor, khawatir, agitasi, berkeringat, mual, muntah, sakit kepala,
takikardia, hipertensi, gangguan tidur dan suhu tubuh meningkat. Antara gejala putus zat
berat adalah; muntah, agitasi berat, disorientasi, kebingungan, paranoia, hiperventilasi dan
demensia tremens. Indikator untuk kecurigaan putus zat alcohol 80g/hari untuk pria,
60g/hari untuk wanita, riwayat peminum berat untuk jangka lama, episode putus zat
sebelumnya dan penggunaan depresan CNS. Terapi kondisi putus alcohol adalah;
Pemberian cairan atas dasar hasil pemeriksaan elktrolit dan keadaan umum.
20
Atasi kondisi gelisah dana gitasinya dengan golongan Benzodiazepine atau Barbiturat.
Pemberian vitamin B dosis besar, dilanjutkan dengan B1, multivitamin dan Asam Folat
1mg oral.
Bila ada riwayat kejang putus zat atasi dengan benzodiazepine (Diazepam 10mg iv
perlahan).
Dapat juga diberi Thiamine 100 mg ditambah Magnesium Sulfat dalam 1 liter dari 5%
Komplikasi7
Komplikasi medis
Komplikasi psikiatris
Komplikasi social
21
Reaksi panic : sering terjadi pada perokok yang sebelumnya telah memiliki factor
predisposisi. Serangan panic dapat dipicu oleh kenaikan tekanan darah dan perubahan
Komplikasi
Meningkatkan kemungkinan timbulnya kanker, terutama pada paru, mulut, faring dan
laring.
Masalah serebrovaskuler dan kardiovaskuler; stroke dan penyakit jantung coroner.
Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat bawaan dan abortus spontan.
Sistem respiratorius, meliputi bronchitis dan infeksi lainnya.
Meningkatkan risiko ulkus pada system gastrointestinalis.
Mengakibatkan menopause dini dan meningkatnya risiko osteoporosis.
Pada perokok pasif, dewasa; iritasi mata, batuk, pusing kepala dan alergi, kanak-kanak;
bronchitis, pneumonia, radang telinga dan memperburuk kondisi asma.7
Terapi
22
III. KAFEIN
Kafein sebagai stimulansia dikosumsi paling luas di seluruh dunia, termasuk zat
adiktif yang terdapat di dalam kopi, teh, kakao, beberapa obat bebas dan beberapa jenis
minuman. Kafein mempunyai efek stimulasi dan meningkatkan suasana perasaan serta
meningkatkan ketahana bekerja. Kafein bersifat antagonis terhadap adenosine. Adenosine
berefek menimbulkan vasokontriksi bronchus, menghambat agregasi trombosit, melebarkan
pembuluh darah coroner dan pembuluh darah lain. Kafein diabsorpsi dengan cepat. Kadar
tertinggi dalam darah tercapai 30 menit setelah pemakaian oral, dengan waktu paruh 3-3,5
jam. Kafein dimetabolisir di hepar dan 1% dikeluarkan melalui urine masih dalam bentuk
kafein. Kafen menimbulkan toleransi, tetapi cepat hilang.
Tanda, Gejala dan Terapi
Reaksi panic : timbul bila jumlah kafein yang diminum melebihi 500-600 mg.
Intoksikasi kafein : Overdosis kafein gejalanya ringan dan jarang menimbulkan kematian.
Dosis letal akut pada orang dewasa antara 5-10 gram. Antara gejala nya adalah; gelisah,
aksitasi, sulit tidur, muka merah, polyuria, mual, banyak bicara, takikardia dan aritimia
serta agitatif. Pengobatan bersifat simptomatis, diperhatikan pernafasan, suhu tubuh,
kopi.
Keadaan putus kafein.
Komplikasi
Minum kopi 5 cangkir atau lebih per hari meningkatkan kemungkinan terjadinya infark
miokard, angina dan kematian mendadak.
23
Gangguan pencernaan
Tremor
Insomnia
Efek teratogenik, palatoskisis, kelainan jantung atau anomaly.
Kafein menembus plasenta dan diekskresi melalui ASI, mempengaruhi faal dan perilaku
bayi.
III.
INHALAN
Inhalan merupakan zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek psikoaktif. Jika
dihirup dalam satu waktu pendek, bisa mengganggu irama jantung dan menurunkan kadar
oksigen. Terdapat 4 kategori inhalan yaitu:
Volatile solvents, adalah cairan yang menguap pada suhu kamar. Biasanya terkandung
dalam produk yang sering digunakan dalam rumah tangga atau industri seperti pengencer
cat, cairan yang digunakan untuk mencuci kering (dry cleaning fluids), lem, correction
Tuli
Peripheral neuropathi atau spasme tungkai
Kerusakan susunan saraf pusat
Kerusakan sumsum tulang.
Intoksikasi Inhalan
24
Efek volatile pada dosis tinggi adalah berbicara tidak jelas, koordinasi lemah,
disorientasi, kebingungan, tremor, sakit kepala, delusi, gangguan penglihatan atau halusinasi,
ataxia, stupor, seizures, coma, gangguan pernafasan dan cardiac arrhythmia. Terapinya,
pertahankan oksigenasi, dan terapi simptomatik. Pasien dengan gangguan neurologic
bermakna, misalnya neuropati harus mendapatkan evaluasi.5
Putus Zat Inhalan
Sifat dari gejala putus zat yang memungkinkan dapat terjadi pada 24-48 jam sesudah
penggunaan berakhir. Antara gejala putus zat adalah gangguan tidur, tremor, mudah
tersinggung, depresi, mual, diaphoresis dan ilusi hilang dengan cepat.5
Upaya-upaya pencegahan
Upaya pencegahan yang dimaksudkan adalah untuk menciptakan kesadaran
kewaspadaan dan daya tangkal terhadap bahaya-bahaya dan memiliki kemampuan untuk
menolak zat-zat berbahaya tersebut, untuk selanjutnya dapat menentukan rencana masa
depannya dengan hidup sehat, produktif, kreatif dan bermanfaat bagi dirinya dan
lingkungannya. Kebijaksanaan internasional dalam menanggulangi penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya tetap mengacu pada piagam
PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional yang ada.
Indonesia dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap, psikotropika, dan zat
adiktif
-
lain,
pada
langkah
dasarnya
mengikuti
pencegahan
untuk
langkah-langkah
mengurangi
sebagai
jumlah
berikut:
permintaan
- langkah pengendalian dan pengawasan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang
dimanfaatkan
-
untuk
langkah
pengobatan
represif
dan
atau
bagi
pemberantasan
kepentingan
jalur
ilmu
pengetahuan
perdagangan
gelap
penyalahgunaan
- langkah-langkah lain yang mendukung
25
26
(bila program, terapi selanjutnya adalah terapi subsitusi maka tidak perlu dilakukan
terapi detoxifikasi, tetapi lakukan terapi withdrawal. Namun bila program terapi
lanjutnya adalah terapi berorientasi pada abstinensia maka mutlak dilakukan terapi
detoxifikasi). 2
3. Fase terapi lanjutan, dimana pada fase ini perlu dikembangkan terapinya dan disesuaikan
dengan individual agar tetap dalam kondisi bebas drug atau menggunakan terapi subsitusi.
Ada variasi berikut ini : 2
-
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Gangguan penggunaan zat psikoaktif. Dalam : Roan
WM, Hartanto H, Muttaqin H, Dany F. Buku ajar psikiatri. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2011.
h.129-45.
2.
Husain AB. Gangguan penggunaan zat. Dalam : Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar
28