dalam tulang. Pada usia remaja 75-85 persen massa tulang yang akan dimiliki pada saat
dewasa telah terbentuk. Proses pembentukan dan penimbunan massa tulang mencapai
kepadatan maksimal pada usia 35 tahun. Semakin bertambah usia semakin sedikit
jaringan tulang yang dibuat dan semakin banyak jaringan tulang yang dirombak sesudah
usia 35 tahun, setiap tahunnya akan terjadi kehilangan massa tulang sebesar 0,5% dan
setelah umur 50 tahun, jumlah kandungan kalsium dalam tubuh akan menyusut sebanyak
30%. Kehilangan akan mencapai 50% ketika mencapai umur 70 tahun dan seterusnya
mengalami masalah kekurangan kalsium. Berdasarkan Recommended Daily Allowance
(RDA) USA, kebutuhan kalsium rata-rata per hari yaitu: anak-anak 800 mg, remaja 1200
mg, dewasa 1000 mg, ibu hamil dan menyusui 1200 mg, usia lanjut dan menopause 1200
mg (Roby, 2009).
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak
mengandung air yaitu 68,90 persen dan karbohidrat (zat pati) sebesar 18,50 persen
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan makanan. Karena kulit
pisang mengandung zat pati maka kulit pisang dapat diolah menjadi tepung. Tepung ini
dapat menggantikan atau mengurangi jumlah tepung yang biasa dipakai dalam
pembuatan bahan makanan (Anonim, 2011). Menurut Yulianti (2004) dalam Dewinta
(2010) dalam diversifikasi bahan makanan, salah satu faktor yang penting adalah
tersedianya bahan pangan alternatif yang bergizi tinggi, serta aman bagi tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah limbah kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai tepung?
1.2.2 Bagaimana proses pengolahan kulit pisang menjadi tepung?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui bahwa limbah kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai tepung.
1.3.2 Mengetahui proses pengolahan kulit pisang menjadi tepung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit Pisang
Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup
banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya
dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti
kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai
jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan
(Susanti, 2006).
Menurut Basse (2000) jumlah dari kulit pisang cukup banyak, yaitu kira- kira 1/3
dari buah pisang yang belum dikupas. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap,
seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air.
Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi
tubuh manusia (Munadjim, 1988).
2.2 Kandungan Kimia pada Kulit Pisang
Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isinya maupun kulitnya. Pisang
mempunyai kandungan khrom yang berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan lipid.
Khrom bersama dengan insulin memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel-sel.
Kekurangan khrom dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa.
Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya saja dan membuang kulit pisang begitu
saja. Di dalam kulit pisang ternyata memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein,
dan juga lemak yang cukup. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit
pisang banyak mengandung air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 %.
Komposisi zat gizi kulit pisang dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini:
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Zat Gizi
Air (g)
Karbohidrat (g)
Lemak (g)
Protein (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin B (mg)
Vitamin C (mg)
Kadar
68,90
18,50
2,11
0,32
715
117
1,60
0,12
17,50
(pati) tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati
merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan
glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga
menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Amilum merupakan sumber energi
utama bagi orang dewasa di seluruh penduduk dunia, terutama di negara berkembang
oleh karena di konsumsi sebagai bahan makanan pokok. Disamping bahan pangan kaya
akan amilum juga mengandung protein, vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting
lainnya (Johari dan Rahmawati, 2006).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tepung Kulit Pisang
Umumnya buah pisang dapat dinikmati dalam keadaan segar atau dalam bentuk
olahan. Hampir semua bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan, seperti daun,
batang, bonggol pisang, bunga pisang, dan kulit buah pisang sekalipun. Begitu banyak
makanan tradisional khas daerah yang memerlukan pengemasan dengan daun pisang,
sehingga begitu besar ketergantungannya pada tanaman pisang.
Bagian dari pisang yang selama ini masih jarang dimanfaatkan adalah kulit pisang.
Melalui cara pengolahan yang cukup sederhana, kulit pisang dari jenis pisang raja dan
pisang ambon dapat diolah menjadi bahan baku minuman anggur (wine) (Anonim, 2008).
Menurut Lina Susanti (2006), kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
nata. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitiannya tentang perbedaan penggunaan jenis
kulit pisang terhadap kualitas nata. Hasil analisisnya terbukti bahwa ada perbedaan
kualitas yang nyata pada nata kulit pisang yang dibuat dari jenis kulit pisang yang
berbeda dilihat dari sifat organoleptiknya. Selain itu, kulit pisang juga dapat
dimanfaatkan dalam pembuatan jelly, cuka, dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian Leyla Noviagustin (2008), ternyata kulit pisang juga dapat
dijadikan tepung. Hal ini dibuktikan dengan penelitiannya tentang pemanfaatan limbah
kulit pisang sebagai substituen tepung terigu dalam pembuatan mie. Hasil analisisnya
terbukti bahwa pati limbah kulit pisang dapat digunakan sebagai bahan substituen tepung
terigu dalam pembuatan mie dengan konsentrasi sebesar 20%.
3.2 Pembuatan Tepung Kulit Pisang
Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan,
karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi
(difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang
serba praktis. Prosedur pembuatan tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat
dan komponen kimia bahan pangan. Namun, secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu pertama bahan pangan yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan
kedua bahan pangan yang tidak mudah menjadi coklat.
Pada umumnya, umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami pencoklatan
setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi
pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning
enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu
ang dipotong kecil-kecil dengan ukuran lebih kurang 1 cm x 0,5 cm dengan pisau
engan penjemuran di di bawah sinar matahari sampai kering selama lebih kurang 4 hari
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kulit pisang merupakan limbah buangan yang cukup banyak jumlahnya, kulit pisang
dapat dimanfaatkan atau diolah menjadi bahan pangan yang mengandung zat gizi yaitu
vitamin dan mineral dengan diolahnya menjadi bahan baku makanan seperti tepung.
Kandungan yang diperoleh dalam kulit pisang adalah air, karbohidrat, lemak, protein,
vitamin B, vitamin C, kalsium dan zat besi.
Proses pengolahan kulit pisang menjadi tepung yaitu :
1. Kulit pisang sebanyak 20 sisir dibersihkan
2. Kulit pisang dipotong kecil-kecil dengan ukuran lebih kurang 1 cm x 0,5 cm dengan
pisau
3. Kulit pisang direndam dalam air
4. Dikeringkan dengan penjemuran di di bawah sinar matahari sampai kering selama
lebih kurang 4 hari
5. Setelah kering, digiling dengan alat penggiling (hammer mill)
6. Diayak dengan menggunakan ayakan saringan plastik dengan ukuran ayakan 80 mesh
7. Tepung kulit pisang
4.2 Saran
Dengan belum banyaknya orang yang memanfaatkan kulit pisang. Kita menyalurkan
pengetahuan yang kita miliki dari manfaat kulit pisang tersebut bahwa kulit pisang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku atau sumber makanan dengan kandungan yang tinggi
seperti tepung, jelly dan cuka. Dengan pemanfaatan kulit pisang menjadi sumber makanan
akan memperoleh suatu pengetahuan dan akan memiliki nilai jual sehingga menghasilkan
suatu nilai.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30697/4/Chapter%20II.pdf
Diakses
pada
Diakses
pada