Anda di halaman 1dari 53

Laporan Pendahuluan Waham

A. Definisi waham
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial (Stuart, 2007)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti
adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya
(Keliat,1999).
Berdasarkan pengertian di atas maka waham adalah suatu gangguan perubahan isi
pikir yang dilandasi adanya keyakinan akan ide-ide yang salah yang tidak sesuai dengan
kenyataan, keyakinan atau ide-ide klien itu tidak dapat segera diubah atau dibantah dengan
logika atau hal-hal yang bersifat nyata.
B. Rentang respon waham

C. Jenis waham
1. Waham Kejar
Individu merasa dirinya dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang yang
bermaksud berbuat jahat kepada dirinya, sering ditemukan pada klien dengan stres
anektif tipe depresi dan gangguan organik.

2. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya paling besar, mempunyai kekuatan, kepandaian atau kekayaan
yang luar biasa, misalnya adalah ratu adil dapat membaca pikiran orang lain,
mempunyai puluhan rumah, dll.
3. Waham Somatik
Perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada pada tubuhnya sering didapatkan
pada tubuhnya.
4. Waham Agama
Waham dengan tema agama, dalam hal ini klien selalu meningkatkan tingkah laku yang
telah diperbuat dengan keagamaan.
5. Waham Curiga
Individu merasa dirinya selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya sehingga merasa
curiga terhadap sekitarnya. Merasa hidupnya tidak aman dan selalu di intai oleh
eseorang yang ingin berbuat buruk padanya.
6. Waham Intulistik
Bahwa sesuatu yang diyakini sudah hancur atau bahwa dirinya atau orang lain sudah
mati, sering ditemukan pada klien depresi (Keliat,1999).
D. Faktor predisposisi waham
Faktor predisposisi dari perubahan isi pikir : waham dapat dibagi menjadi 2 teori
yang diuraikan sebagai berikut :
1. Teori Biologis
a.

Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu


kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang
sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).

b.

Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan


skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir
terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan
dari sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia.

c.

Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmiter


yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang
berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada
psikosis.

2.

Teori Psikososial
a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Lowsend (1998 : 147) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik
diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan
menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu kondsi yang
lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi
yang berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan
ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa,
dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan
dewasanya.
b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak
menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dan orang tua tidak
mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain.
c. Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang
lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi
antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme
pertahanan ego pada waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif
dan perilakunya sering kali merupakan penampilan dan segmen diri dalam
kepribadian.

E. Faktor presipitasi waham


Faktor presipitasi dari perubahan isi pikir : waham, yaitu :
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif termasuk
gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi informasi dan
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2. Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinterasksi dengan
sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. Pemicu gejala

Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif


berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku individu, seperti : gizi
buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh
kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam
berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan
dan sebagainya.
F. Tanda dan gejala
1.

Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berfikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan

2.

Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul

3. Perilaku dan Hubungan Sosial


a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresif
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktifitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
4. Fisik
a. Higiene kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. BB menurun
e. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur (Stuart, 2007)

G. Proses terjadinya masalah


1. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.
2. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai
dengan pikiran tidak realistis, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan katakata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang
ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Proses terjadinya waham adalah sebagai berikut :
a. Individu diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak
menyenangkan.
b. Individu mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas yang
menyalahartikan kesan terhadap kejadian
c. Individu memproyeksikan pikiran, perasaan dan keinginan negatif atau tidak dapat
diterima menjadi bagian eksternal
d. Individu memberikan pembenarn atau interpretasi personal tentang realita pada diri
sendiri atau orang lain.

H. Pohon Masalah

Rencana Tindakan Keperawatan Komprehensif pada pasien dengan Masalah Keperawatan Waham

Perencanaan

Diagnosa
Tujuan

Kep.
Perubahan

Kriteria Evaluasi

Intervensi

Rasional

TUM:

proses pikir :

Klien

waham

atau

dapat

mengontrol

mengendalikan

wahamnya
SP 1:

1.1.

Klien

dapat

mengenal

orientasi

realita.

1.2.

3x interaksi, klien

dapat
tentang

kebutuhan yang tidak


terpenuhi
1.3. Klien

dapat

memenuhi

1.

dapat mengenal orientasi


realitanya
3x interaksi, klien

Klien
menjelaskan

1. Setelah

2. Setelah

yang

2.

tidak

terpenuhi
3. Setelah 3x interaksi, klien
dapat

1.

orientasi realitanya

dapat menjelaskan tentang


kebutuhan

Dorong klien untuk mengenal

3.

Dorong klien untuk dapat

membantu klien menyelesaikan wahamnya.

2.

merupakan pemicu sehingga klien meyakini sesuatu

kebutuhan yang tidak

yang tidak sesuai dengan realita dan diucapkan

terpenuhi
Dorong klien untuk dapat

berulang-ulang.
Pemenuhan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi

3.

merupakan langkah awal yang tepat untuk


mengetahui penyebab utama waham sehingga realita

kebutuhannya

kebutuhannya

1.4.

Klien

dapat

memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian

Pemenuhan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi

menjelaskan tentang

memenuhi kebutuhannya

memenuhi

Bila klien mampu mengenal orientasi realitas akan

4. Setelah

3x interaksi, klien

dapat

memasukkan

4.

Masukkan kedalam jadwal

4.

bisa diterima oleh klien.


Pemenuhan kebutuhan klien perlu dilakukan secara
rutin dalam kegiatan harian akan membantu

kegiatan harian klien

kedalam jadwal kegiatan

menyelesaikan masalah waham klien

harian

SP 2:

2.1.

Klien dapat
mengevaluasi jadwal

kegiatan hariannya
2.2. Klien dapat

1.Setelah 6x interaksi, klien

1.

dapat mengevaluasi jadwal


kegiatan hariannya
2.Setelah 6x interaksi, klien

berdiskusi tentang

dapat berdiskusi tentang

kemampuan yang

kemampuan yang dimiliki.

Evaluasi jadwal kegiatan

2.

Diskusikan dengan klien

Klien dapat melatih


kemampuan yang
dimiliki.

3.Setelah 6x interaksi, klien

2.

mengaktualisasikan dirinya sehingga merasa

dimiliki

Latih kemampuan yang

3.

berharga.
Kemampuan yang dimiliki perlu diaplikasikan dalam
wujud nyata dan dilatih sampai klien merasa dirinya

dimiliki klien

dapat melatih kemampuan

Setelah klien mengetahui kemampuan yang dimiliki


secara nyata akan menjadi solusi untuk

tentang kemampuan yang

3.

Evaluasi penting dalam menentukan rencana


selanjutnya.

harian klien

dimiliki

2.3.

1.

berharga

yang dimiliki

SP 3:

3.1.

Klien dapat

1.Setelah 10x interaksi, klien

mengevaluasi jadwal

dapat mengevaluasi jadwal

kegiatan hariannya

kegiatan hariannya

1.

Evaluasi jadwal kegaiatan


hariannya

1.

Evaluasi penting dalam menentukan rencana


selanjutnya.

Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan


A. Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasa adalah suatu keadaan kehilangan kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri (bunuh diri atau penelantaran diri), orang lain (tindakan
agresif bertujuan melukai atau membunuh orang lain) dan lingkungan (perilaku perukaan
lingkungan) (Yusuf dkk, 2015).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap
suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008).
B. Tahapan terjadinya Perilaku Marah
Amuk merupakan respon kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991). Hirarki
prilaku kekerasan terdiri dari tingkat rendah ke tinggi sebagai mana terlihat pada skema di
bawah ini:
Bagan Hirarki Perilaku Kekerasan (Stuart & Laria, 2005)

Tinggi

Melukai dalam tingkat serius dan bahaya


Melukai dalam tingkat tidak bahaya
Mengancam dengan kata-kata dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mengucapkan kata-kata ancaman, tanpa rencana untuk melukai
Mendekati orang lain dengan ancaman
Bicara keras dan menuntut

Memperlihatkan permusuhan tingkat rendah


Rendah
Melihat dampak yang ditimbulkan dapat berbahaya bagi diri, orang lain maupun
lingkungan, maka penggunaan klien dengan perilaku kekerasan perlu dilakukan secara
cepat dan tepat oleh tenaga-tenaga professional.
C. Rentang Respon Marah

Marah adalah perasan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen, 1995). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan
maladaptif (Gambar 1).

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan


melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang
merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan
mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.
2. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.
3. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang
dialami.
4. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien
masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
5. Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan

menyentuh

orang

lain

secara

menakutkan,

memberi

kata-kata

ancamanancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat
adalah melukai/ merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

D. Perbandingan Perilaku Pasif, Asertif, dan Agresif


Tabel Perbandingan perilaku pasif, asertif dan agresif
Pasif

Isi Bicara

Nada Suara

Asertif

Negatif

Positif

Agresif
Berlebihan

Menghina diri sendiri

Menghargai diri sendiri

Menghina orang lain

Dapatkah saya lakukan?

Saya dapat/ akan lakukan

Anda selalu/ tidak

Dapatkah ia lakukan?
Diam

Diatur

pernah
Tinggi

Lemah

Menuntut

Merengek
Melorot

Tegak

Tegang

p tubuh

Menundukkan kepala
Orang lain dapat masuk

Rileks
Menjaga jarak yang

Bersandar ke depan
Memasuki teritorial

Personal

pada teritorial pribadinya

menyenangkan

orang lain

Posture/Sika

Space

Gerakan

Mempertahankan hak
Minimal

tempat /teritorial
Memperlihatkan

Lemah

yang sesuai

gerakan

Resah
Sedikit atau tidak

Sekali-kali (intermitten)

Melotot

Kontak Mata

gerakan Mengancam, ekspansi

sesuai dg kebuthan
interaksi

E. Etiologi Perilaku Kekerasan


Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak
enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kemarahan yaitu: frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan
prestise yang tidak terpenuhi.
1. Frustasi
Seorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/ keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas, jika ia
tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya Harga Diri
Pada dasarnya manusia itu mempunyai kenutuhan yang sama untuk dihargai. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah
diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dll.
3. Kebutuhan akan status dan prestise
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasi dirinya, ingin
dihargai dan diakui statusnya (Stuart & Laria, 2005).
F. Faktor Predisposisi Perilaku Kekerasan
1. Teori biologic
a. Neurologic faktor, beragam komponen dari system syaraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrite, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau

menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif.


System limbic sangat terlihat dalam menstimulasi timbulnya perilaku permusuhan
dan respon agresif.
b. Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen
manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetic tipe karyo-tipe XYY
pada umumnya dimiliki oleh penghuni perilaku tindak criminal serta orang-orang
yang tersangkut hokum akibat perilaku agresif.
c. Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol
terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berahirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah
terstimulasi untuk bersikap agresif.
d. Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh), seperti neurotransmitter di otak
( epinephrine, norepinephrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam penyampaian informasi melalui system persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantar melalui impuls melalui neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui
serabut afferent. Peningkatan hormone androgen dan norepinephrin secara
penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
e. Brain Area disorder, gangguan pada system limbic dan lobus temporal, sindrom otak
organic, tumor tak, trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy di temukan sangat
berpengaruh terhadap Brain Area disorder, gangguan pada system limbic dan lobus
temporal, sindrom otak organic, tumor tak, trauma otak, penyakit ensefalitis,
epilepsy di temukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2. Teori psikologik
a. Teori psikoanalisa
Agresifitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang sesorang
(life span hystory). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral
antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan

tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan.
b. Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilau tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayanagan pemukulan pada
boneka reward

positif (makin keras pukulannya akan diberi coklat), anak lain

menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward
positif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak
keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
tontonan yang pernah dialaminya.
c. Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap terdekatnya. Ia
mengamati bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas
lingkungan sektar menjadi peduli, bertanya, menanggapi dan menganggap bahwa
dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.
3. Teori Sosiokultural
Dalam budaya tertentu sepert rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau
kotoran kerbau di keratin, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada
kemusyriakn tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderngan menerima perilaku kekerasan
sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasanan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi,
mistik, tahayul, dan perdukunan, film-film kekerasan (santet, teluh ) dalam tayangan
televisi.
4. Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan dan
bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil suport).
Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung,
otak dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi
bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan
akal (ego) dan norma agama (superego).

G. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan
dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam
menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat, alkoholisme yang
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi masa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

H. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras dan Ketus
3. Perilaku
a. Melempar/ memukul benda/ orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/ orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/ agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual (Yosep, 2010).
I. Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian
kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat
menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku
depresi dan penyakit fisik. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain,
akan memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat
diatasi (Depkes, 2000). Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan,
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan
menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan
dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan
kepada orang lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah
dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau
melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan
demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes, 2000).

J. Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan


Beberapa ahli telah mengemukakan tindakan keperawatan pada klien dengan
perilaku kekerasan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda. Rawlins, Williams
dan Beck (1993), mengemukakan tindakan penanganan perilaku kekerasan yang
difokuskan pada aspek fisik, intelektual, emosional, dan sosial spiritual. Sedangkan

menurut Stuart dan Laraia (2005), manajemen perilaku kekerasan terdiri dari 3 strategi
diantaranya (1) strategi pencegahan antara lain melalui self awareness perawat, pendidikan
kesehatan dan latihan asertf, (2) strategi antisipasi, terdiri dari: tehnik komunikasi,
perubahan lingkungan, perilaku dan pemberian obat antipsikotik, (3) strategi pengekangan
terdiri dari tindakan manajemen krisis, pengikatan dan pembatasan gerak. Ketiga strategi
tersebut akan digunakan sebagai pendekatan dalam menguraikan tindakan keperawatan
perilaku kekerasan yang akan diberikan pada pelatihan tentang penanganan perilaku
kekerasan pada perawat , seperti yang dapat dilihat pada bagan 2:
Bagan Rentang intervensi keperawatan manajemen perilaku kekerasan. (Stuart &
Laraia, 2005)

Strategi Pecegahan

Strategi antisipasi

Strategi Pengekangan

Self awarness

Komunikasi

Manajemen Krisis

Penkes klien

Perubahan Lingkungan

Pengikatan

Latihan Asertif

Intervensi Perilaku

Pengasingan

Psikofarmaka

Tiga strategi yang merupakan rentang tindakan keperawatan pada penanganan


perilaku kekerasan (Stuart & Laraia, 2005), adalah sebagai berikut:
1. Strategi Pencegahan
Strategi pencegahan yaitu tindakan keperawatan yang digunakan untuk
mencegah terjadinya perilaku kekerasan. Strategi ini terdiri dari tiga tindakan seperti
peningkatan kesadaran diri perawat, pendidikan kesehatan, dan latihan asertif.
a. Peningkatan Kesadaran Diri Perawat
Kesadaran perawat dalam menggunakan dirinya secara terapeutik untuk
membantu orang lain merupakan aspek dalam merawat klien dengan perilaku
kekerasan.
b. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses pembelajaran untuk
mengubah kemampuan dan perilaku seseorang. Hal yang dilatih dalam edukasi pada
klien

perilaku

kekerasan

yaitu

membantu

klien

mengidentifikasi

marah,

menyampaikan perasaan marah, melatih ekspresi marah, melatih ekspresi marah


pada situasi riil, mengidentifikasi cara alternative mengekspresikan marah,
konfrontasi dengan sumber marah (Stuart & Laraia, 2005). Edukasi klien perilaku

kekerasan dengan menggunakan standar asuhan keperawatan (SAK) cara


mengontrol marah baik secara 1) fisik: tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah
raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. 2) Secara
verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung. 3) Secara sosial
: lakukan dalam kelompok cara cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan. 4) Secara spiritual.
c. Latihan Asertif
Mengajarkan cara melakukan komunikasi yang asertif kepada klien sangatlah
penting dalam tindakan keperawatan. Sering kali rasa frustasi yang berulang dapat
meningkat menjadi perilaku agresif karena klien tidak menguasai cara berprilaku
asertif. Menurut Stuart dan Laraia (2005).
2. Strategi Antisipasi
Strategi antisipasi yaitu tindakan keperawatan yang ditujukan

untuk

mengantisipasi kejadian perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan yang dilakukan


pada strategi antisipasi, terdiri dari: komunikasi, perubahan lingkungan, perilaku, dan
psikofarmakologi (stuart & Laria, 2005).
a. Komunikasi
Strategi komunikasi yang dapat dilakukan oleh perawat pada klien untuk
mengurangi prilaku kekerasan.
b. Perubahan Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor penyebab dan sumber stimulus yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan. Lingkungan yang tidak teratur, jadual kegiatan
yang tidak terstruktur, orang-orang disekitar yang tidak bersahabat, stimulus
berlebihan seperti suara dan kepadatan serta kurangnya privasi akan meningkatkan
resiko pearilaku kekerasan (Stuart & Laria, 2005).
c. Perilaku
Tindakan keperawatan selanjutnya yang dapat digunakan dalam manajemen perilaku
kekerasan adalah manajemen perilaku. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
perawat, antara lain: pembatasan perilaku, kontrak perilaku, time outs, dan token
economy (Stuart & Laraia, 2005).
d. Psikofarmakologi
Intervensi farmakologi terbukti efektif dalam manajemen perilaku kekerasan (Allen
et al, 2003, dalam Stuart & Laraia, 2005). Pemberian pengobatan sebaiknya
dilakukan peroral, jika kondisi klien memungkinkan. Pemberian melalui injeksi

intramuskuler meningkatkan resiko efek samping trauma bagi klien (Stuart &
Laraia, 2005). Pengobatan yang diberikan meliputi obat-obatan golongan anti
ansietas dan hipnotik sedatif, antidepresi, stabilisasi mood, antipsikotik dan obatobatan golongan lainnya (Stuart & Laraia, 2005).
3. Strategi Pengekangan
Strategi pengekangan merupakan pilihan terakhir dari manajemen perilaku
kekerasan. Strategi ini digunakan pada kondisi klien yang menunjukkan perilaku
kekerasan yang membahayakan orang lain, menunjukkan perilaku kekerasan yang
membahayakan orang lain, dengan istilah strategi manajemen krisis. Alasan
dilakukannya pengekangan yaitu untuk mencegah cedera atau kematian bagi diri klien,
orang lain, dan staf dan mencegah kerusakan lingkungan (Fortinash, 1999).
4. Penatalaksanaan medis
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif
diantaranya :
a. Anti ansietas dan hipnotik sedatif contohnya : Diazepam (valium).
b. Anti depresan, contohnya Amitriptilin.
c. Mood stabilizer, contoh : Lithium, Carbamazepin.
d. Antipsikotik , contoh : Chlorpromazine, Haloperidol dan Stelazine.
e. Obat lain : Naltrexon, Propanolol.
K. Manajemen Krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi yang
lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik:
1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang bertanggung
jawab selama 24 jam.
2. Bentuk tim krisis yang meliputi dokter, perawat, dan konselor.
3. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja yang
4.
5.
6.
7.
8.
9.

menjadi tugasnya selama penanganan klien.


Jauhkan klien lain dari lingkungan.
Lakukan pengekangan, jika memugkinkan.
Pikirkan suatu rencana pengekangan krisis dan beritahu tim.
Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien.
Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk kerja sama.
Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim
harussegera mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungikeselamatan

klien dan timnya.


10. Berikan obat jika diinstruksikan.
11. Pertahankan pendikatan yang tenang dan konsisten terhadap klien.
12. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis.
13. Proses kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat.

14. Secara bertahap mengintergrasikan kembali klien dengan lingkungan.


Pengekangan Mekanik
Adalah pengekangan yang dilaksanakan kepada klien dimana klien diikat dan
diharapkan dapat lebih tenang dengan kondisi pengekangan mekanik tersebut. Macam
pengekangan mekanik :
1. Camisoles (jaket pengekang)
2. Manset untuk pergelangan tangan
3. Manset untuk pergelangan kaki, dan
4. Menggunakan sprei.
Indikasi pengekangan :
1. Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain.
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan.
3. Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolaka

klien

untuk

beristirahat, makan, dan minum.


4. Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan tindakanini telah
dikaji dan berindikasi terapeutik.
Isolasi
Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas

kemauannya

sendiri.

Tingkatan

pengisolasian

dapat

berkisar

dari

penempatandalam ruangan yang tertutup tapi tidak terkunci sampai pada penempatan
dalamruang terkunci dengan kasur tanpa sprei di lantai, kesempatan berkomunikasi
yangdibatasi, dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal yang berat.
Indikasi penggunaan isolasi:
1. Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan

klien

atau

oranglain dan tidak dapat dikendalikan.


2. Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh klien.
Kontraindikasi penggunaan isolasi:
1. Kebutuhan untuk pengamatan masalah medic
2. Risiko tinggi untuk bunuh diri.-Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori.
3. Hukuman

Pohon Masalah
Menurut Stuart dan Sundeen (1997) pohon masalahnya sebagai berikut:
Effect
Core problem

Causa

Resiko tinggi
mencederai orang lain
Perilaku kekerasan

Gangguan harga diri


rendah

Rencana Tindakan Keperawatan Komprehensif pada pasien dengan Masalah Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan

Diagnosis Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan

Perencanaan

Tujuan

Kriteria Evaluasi
Setelah ...x interaksi klien

SP1 Klien:
a. Bina

hubungan

saling

percaya

menunjukkan :
Tanda-tanda

percaya

kepada

a)

nama

Wajah cerah, tersenyum


Mau berkenalan
Ada kontak mata
Bersedia menceritakan
perasaan

setiap

berinteraksi
b) Perkenalkan

perawat :
a)
b)
c)
d)

Intervensi
Beri salam

perawat
c)

Memperkenalkan diri kepada


nama,
panggilan

dan

nama kesukaan klien


d) Tunjukkan
sikap

e)

klien

mempermudah

untuk

menciptakan trust

tujuan

perawat berinteraksi
Tanyakan dan panggil

empati,

Rasional
Menciptakan trust pada pasien

jujur

Menciptakan keakraban pada


klien

dan

Mewujudkan

menepati janji setiap

kepada klien

sikap

percaya

kali berinteraksi
Tanyakan
perasaan
klien

dan

masalah

yang dihadapi klien

Melakukan validasi perasaan

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Identifikasi penyebab perilaku

pasien
Menentukan

mengidentifikasi

mengidentifikasi

kekerasan klien

koping yang dimiliki klien

penyebab perilaku

perilaku kekerasan

b. Klien dapat

penyebab

dalam

kekerasan

mekanisme

menghadapi

masalah

serta sebagai langkah awal


dalam

menyusun

strategi

berikutnya
c. Klien dapat
mengidentifikasi tanda

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Identifikasi tanda dan gejala

Deteksi dini dapat mencegah

dan gejala perilaku

mengidentifikasi

tanda

kekerasan

gejala perilaku kekerasan

dan

perilaku kekerasan klien

tindakan

yang

membahayakan

dapat

klien

dan

lingkungan sekitar
d. Klien dapat
mengidentifikasi perilaku

Setalah ...x interaksi, klien dapat

Identifikasi perilaku kekerasan

Melihat

kekerasan yang dilakukan

mengidentifikasi

yang dilakukan klien

klien

perilaku

kekerasan yang dilakukan

mekanisme
dalam

koping

menyelesaikan

masalah yang dihadapi

e. Klien dapat
mengidentifikasi akibat

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Identifikasi

akibat

perilaku

Membantu

klien

perilaku kekerasan

mengidentifikasi akibat perilaku

kekerasan yang telah dilakukan

dampak

kekerasan

klien

akibat perilaku kekerasan yang

yang

melihat

ditimbulkan

dilakukan klien
f. Klien dapat menyebutkan
cara mengontrol perilaku

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Dorong

klien

untuk

Menurunkan

kekerasan

menyebutkan cara mengontrol

menyebutkan cara mengontrol

destruktif

perilaku kekerasan

perilaku kekerasan

mencederai

perilaku
yang
klien

akan
dan

lingkungan sekitar
g. Klien dapat mempraktikkan
latihan cara mengontrol

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Dorong

perilaku kekerasan dengan

mempraktikkan

mempraktikan

cara fisik I (tarik napas

mengontrol perilaku kekerasan

mengontrol perilaku kekerasan

untuk

dalam)

dengan cara fisik I (tarik napas

dengan cara fisik I (tarik nafas

kekerasan

dalam)

dalam)

latihan cara fisik I ke

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Anjurkan

untuk

Memasukkan kegiatan untuk

dalam jadwal kegiatan

memasukkan latihan cara fisik I

memasukkan latihan cara fisik

mengontrol perilaku kekerasan

harian

ke dalam jadwal kegiatan harian

I ke dalam jadwal kegiatan

ke

latihan

cara

klien
latihan

untuk
cara

Tarik

napas

dalam

dapat

mengurangi keinginan klien


melakukan

perilaku

h. Klien dapat memasukkan


klien

dalam

jadwal

kegiatan

harian

harian merupakan upaya untuk


membiasakan diri melatih dan
mengaplikasikan cara fisik I
saat klien marah

SP2 Klien:
a. Klien dapat mengontrol

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Latih klien untuk mengontrol

Memukul benda yang empuk

perilaku kekerasan dengan

mengontrol perilaku kekerasan

perilaku kekerasan dengan cara

berupa bantal atau guling dapat

cara fisik II (memukul

dengan cara fisik II (memukul

fisik II (memukul bantal/benda

mengurangi keinginan klien

bantal/benda lain yang

bantal/benda lain yang empuk)

lain yang empuk)

untuk

empuk)
b. Klien dapat memasukkan

melakukan

perilaku

kekerasan

latihan perilaku kekerasan

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Dorong

untuk

Memasukkan kegiatan untuk

cara fisik II dalam jadwal

memasukkan

perilaku

memasukkan latihan perilaku

mengontrol perilaku kekerasan

kegiatan harian

kekerasan cara fisik II dalam

kekerasan cara fisik II dalam

ke

jadwal kegiatan harian

jadwal kegiatan harian

harian merupakan upaya untuk

latihan

klien

dalam

jadwal

membiasakan

diri

kegiatan
melatih

mengaplikasikan cara fisik II


saat klien marah
SP 3 KLIEN :
a. Klien dapat mengontrol
perilaku kekerasan dengan
cara verbal

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Latih klien untuk mengontrol

Cara

verbal

mengontrol perilaku kekerasan

perilaku kekerasan dengan cara

(mengungkapkan/menolak

dengan cara verbal

verbal

dengan cara yang baik) dapat


mengurangi keinginan klien
untuk

melakukan

kekerasan
b. Klien dapat memasukkan

perilaku

latihan mengontrol

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Dorong

klien

untuk

Memasukkan kegiatan untuk

perilaku kekerasan dengan

memasukkan latihan mengontrol

mengevaluasi

latihan

mengontrol perilaku kekerasan

cara verbal ke dalam

perilaku kekerasan dengan cara

mengontrol perilaku kekerasan

ke

jadwal kegiatan harian

verbal ke dalam jadwal kegiatan

dengan cara verbal ke dalam

harian merupakan upaya untuk

harian

jadwal kegiatan harian

membiasakan

dalam

jadwal
diri

kegiatan
melatih

mengaplikasikan cara verbal


saat klien marah
SP 4 KLIEN :
a. Klien dapat

mengontrol

perilaku kekerasan dengan


cara spiritual

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Latih klien untuk mengontrol

Cara spiritul (berwudlu atau

mengontrol perilaku kekerasan

perilaku

shalat)

dengan cara spiritual

cara spiritual

kekkerasan

dengan

dapat

keinginan

mengurangi

klien

untuk

melakukan perilaku kekerasan


b. Klien dapat mengevaluasi
latihan

mengontrol

Setelah ...x interaksi, klien dapat

Dorong

perilaku kekerasan dengan

mengevaluasi

mengevaluasi

cara spiritual ke dalam

mengontrol perilaku kekerasan

mengontrol perilaku kekerasan

ke

jadwal kegiatan hariannya

dengan cara spiritual ke dalam

dengan cara spiritual ke dalam

harian merupakan upaya untuk

jadwal kegiatan hariannya

jadwal kegiatan hariannya

membiasakan

latihan

klien

untuk

Memasukkan kegiatan untuk

latihan

mengontrol perilaku kekerasan


dalam

jadwal
diri

kegiatan
melatih

mengaplikasikan cara spiritual


saat klien marah
SP 5 KLIEN :
a. Klien dapat

mengontrol

perilaku kekerasan dengan


cara minum obat

Setelah

...x

interaksi

klien

Latih klien untuk mengontrol

Meminum

obat

mengontrol perilaku kekerasan

perilaku kekerasan dengan cara

mengurangi keinginan klien

dengan cara minum obat

minum obat

untuk

melakukan

dapat
perilaku

kekerasan
b. Klien dapat memasukkan
latihan

mengontrol

Setelah

...x

interaksi,

klien

Dorong

klien

untuk

Memasukkan kegiatan untuk

perilaku kekerasan dengan

memasukkan latihan mengontrol

memasukkan

latihan

mengontrol perilaku kekerasan

cara minum obat ke dalam

perilaku kekerasan dengan cara

mengontrol perilaku kekerasan

ke

jadwal kegiatan harian

minum obat ke dalam jadwal

dengan cara minum obat ke

harian merupakan upaya untuk

kegiatan harian

dalam jadwal kegiatan harian

membiasakan

dalam

jadwal

kegiatan

diri

melatih

mengaplikasikan minum obat


saat klien marah
SP 1 Keluarga :
1.

2.

Mendiskusikan

Setelah ...x interaksi, keluarga

Diskusikan pentingnya peran

Meningkatkan

masalah yang

klien

serta

keluarga

dirasakan keluarga

perawatan pasien dengan PK di

sebagai pendukung klien untuk

pentingnya dukungan keluarga

dalam merawat pasien


Menjelaskan

rumah

mengatasi perilaku kekerasan

bagi pasien dengan PK

Melatih keluarga

Setelah ...x interaksi, keluarga

Peragakan cara merawat klien

Meningkatkan

mempraktekkan cara

klien mampu melakukan cara

(menangani perilaku kekerasan

keluarga

merawat pasien

mengontrol pasien dengan PK di

dengan manajemen krisis yakni

pentingnya dukungan keluarga

dengan PK
Melatih keluarga

rumah

: pengekangan fisik/renstrain

bagi pasien dengan PK

mampu

melakukan

dan

potensi

keluarga

klien

pemahaman
mengenai

pengertian PK, tanda


dan gejala, serta
3.

proses terjadinya PK
Menjelaskan
cara
merawat

pasien

dengan PK
SP 2 Keluarga
1.

2.

melakukan cara
perawatan langsung
kepada pasien PK
dengan metode

dan isolasi)

klien

pemahaman
mengenai

manajemen krisis
SP 3 Keluarga
1.

2.

Membantu keluarga

Setelah ...x interaksi, keluarga

Menyusun

membuat jadwal

klien

pasien dengan keluarga

aktivitas di rumah

perencanaan

termasuk minum obat

dengan perawat

(discharge planning)
Menjelaskan followup pasien setelah
pulang

mampu
pulang

membuat
bersama

jadwal

aktivitas

Meningkatkan
keluarga

klien

pemahaman
mengenai

pentingnya dukungan keluarga


bagi pasien dengan PK

Laporan Pendahuluan Halusinasi


A. Definisi
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada (Sheila L Videbeck, 2000). Halusinasi adalah persepsi yang timbul
tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber dari luar yang meliputi semua
sistem panca indra.
Menurut May Durant Thomas (2004) halusinasi secara umum dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi
yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan
hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus
halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan
pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor
predisposisi dari halusinasi menurut Stuart & Laraia (1998) adalah aspek biologis,
psikologis, genetik, sosial dan biokimia.
a. Biologis.
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf syaraf pusat
dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah :
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.
b. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
c. Genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
d. Sosial

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :


kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan
yang terisolasi disertai stress.
e. Biokimia.
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP).
2. Faktor presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. Tanda dan Gejala
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
7. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
8. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
9. Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/
perawat
10. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
11. Berdiam diri di kamar/ klien kurang mobilitas

12. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap
13. Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
14. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
15. Memperlihatkan permusuhan
16. Mendekati orang lain dengan ancaman
17. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
18. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
19. Mempunyai rencana untuk melukai
D. Rentang respon halusinasi

E. Fase halusinasi
Menurut Townsend (1998), tahap dari halusinasi antara lain :
1. Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan)
a. Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi untuk mengurangi ansietas; individu
mengetahui bahwa pikiran yang dialaminya terssebut dapat dikendalikan jika
ansietasnya dapat diatasi (nonpsikotik).
b. Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon
verbal yang lamban, diam, dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
2. Condemning (secara umum halusinasi menjijikkan)
a. Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjatuhkan
dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena
pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik)
b. Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukkan
ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan
kemampuan konsentrasi dipenuhi dengan pengalaman sensori dana mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.
3. Controlling (pengalaman sensori menjadi penguasa)

a. Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman


halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat
berupa permohonan, individu mungkin mengalami keseipan jika pengalaman sensori
tersebut berakhir (psikotik)
b. Perilaku passion yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan
oleh halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhunbungan dengan
orang lain, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan
ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
4. Conquering (secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan
jumlah pasien yang masuk adalah delusi)
a. Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak ada intervensi terapetik (psikotik)
b. Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau terror seperti panic, sangat
potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik
merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton, tidak
mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
F. Jenis halusinasi
Struart and Sunden, 1998, mengelompokan karakteristik halusinasi sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa yang menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
c. Halusinasi penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
d. Halusinasi pengecapan
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
e. Halusinasi perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Jenis Halusinasi
Halusinasi penglihatan

Data objektif
Data Subjektif
1. Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar,
tertentu
2. Ketakutan

bentuk geometris, bentuk


pada

sesuatu

kartun, melihat hantu


yang tidak jelas
atau monster
3. Melirikkan mata ke kiri dan
ke kanan seperti mencari
siapa atau apa yang sedang
dibicarakan
4. Mendengarkan
penuh

dengan

perhatian

pada

orang lain yang sedang


tidak berbicara atau pada
benda seperti mebel
5. Terlihat percakapan dengan
benda mati atau dengan
seseorang

yang

tidak

tampak
6. Menggerak-gerakkan mulut
seperti sedang berbicara
atau
Halusinasi pendengaran

sedang

menjawab

suara
1. Tiba-tiba tampak tanggap, 1. Mendengar
ketakutan

atau

ditakuti

orang lain, benda mati atau


stimulus

yang

tidak

suara-suara

atau kegaduhan.
2. Mendengar
yangmengajak

suara
bercakap-

cakap.
tampak
3. Mendengar
suara
2. Tiba-tiba lari ke ruangan
menyuruh
melakukan
lain.
3. Bicara atau tertawa sendiri
sesuatu yang berbahaya.
4. Marah-marah tanpa sebab
5. Menyedengkan telinga ke

Halusinasi penghidu

arah tertentu
6. Menutup telinga
1. Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan
membaui

bau-bauan seperti bau darah, urin,

tertentu.
feses, kadang-kadang bau
2. Menutup hidung.
itu menyenangkan.
3. Hidung yang dikerutkan
seperti mencium bau yang
tidak enak
4. Mencium bau tubuh
5. Mencium bau udara ketika
sedang berjalan ke arah
orang lain
6. Merespon terhadap
dengan

panik

bau
seperti

mencium bau api atau


darah
7. Melempar selimut atau
menuang air pada orang
lain
Halusinasi Pengecapan

seakan

sedang

memadamkan api.
1. Sering meludah
Merasakan rasa seperti
2. Muntah
darah, urin atau feses
3. Meludahkan makanan atau
minuman
4. Menolak untuk makan atau
minuman
5. Menolak untuk

makan,

minum, atau minum obat


6. Tiba-tiba
meninggalkan
Halusinasi Perabaan

meja makan
Menggaruk-garuk permukaan
kulit

1. Mengatakan ada serangga


di permukaan kulit
2. Merasa seperti tersengat
listrik

G. Akibat yang sering muncul


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tibatiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang

menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di
alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).
H. Mekanisme koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian
masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
1. Masalah keperawatan yang muncul
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
d. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
e. Koping individu inefektif
2. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Koping individu inefektif


I. Masalah Keperawatan dan Data
1. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data obyektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.

3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.


4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data subyektif :
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
2)
3)
4)
5)
6)
7)

nyata
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Klien ingin memukul/melempar barangbarang

Data obyektif :
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4) Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, apatis, ekspresi sedih, komunikasi
verbal kurang, aktivitas menurun, posisi janin pada saat tidur, menolak berhubungan,
kurang memperhatikan kebersihan
d. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Data subyektif :
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya, mengungkapkan tidak ada lagi yang
peduli, mengungkapkan tidak bisa apa-apa, mengungkapkan dirinya tidak berguna,
mengkritik diri sendiri.
Data obyektif :
Merusak diri sendiri, merusak orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, tampak
mudah tersinggung, tidak mau makan dan tidak tidur, perasaan malu, tidak nyaman
jika jadi pusat perhatian
e. Koping individu inefektif
Data subyektif :
Perubahan dalam pola komunikasi, mengungkapkan ketidakmampuan untuk
mengatasi masalah
Data obyektif :
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, perilaku merusak diri sendiri dan
orang lain

2.`Diagnosa Keperawatan
Halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri

Rencana Tindakan Keperawatan Komprehensif pada pasien dengan Masalah Keperawatan Halusinasi
Diagnosis Keperawatan
Perubahan
Halusinasi

Tujuan

Perencanaan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Setelah ...x interaksi klien Identifikasi

persepsi SP1 Klien:


i. Klien

Rasional
jenis Ungkapan
dari

dapat dapat mengidentifikasi jenis halusinasi

klien

mengenai jenis halusinasi

mengidentifikasi jenis halusinasi

menunjukkan apa yang

halusinasi

dibutuhkan dan dirasakan


Setelah ...x interaksi, klien Identifikasi isi halusinasi

klien
Ungkapan

mengidentifikasi isi

dapat mengidentifikasi isi

mengenai isi halusinasi

halusinasi

halusinasi

menunjukkan apa yang

j. Klien dapat

dari

klien

dibutuhkan dan dirasakan


klien
k. Klien dapat
mengidentifikasi

Setelah ...x interaksi, klien Identifikasi

waktu halusinasi

dapat

mengidentifikasi halusinasi

waktu halusinasi

waktu Ungkapan

dari

klien

mengenai

waktu

halusinasi

menunjukkan

apa yang dibutuhkan dan


dirasakan klien
l. Klien dapat
mengidentifikasi

Setalah ...x interaksi, klien Identifikasi

frekuensi halusinasi

dapat

mengidentifikasi halusinasi

frekuensi Ungkapan
mengenai

dari

klien

frekuensi

frekuensi halusinasi

halusinasi

menunjukkan

apa yang dibutuhkan dan


dirasakan klien
m.Klien dapat
mengidentifikasi

Setelah ...x interaksi, klien Identifikasi situasi yang Ungkapan

situasi yang

dapat

menimbulkan

situasi yang menimbulkan

menimbulkan

halusinasi

halusinasi

menunjukkan apa yang

mengidentifikasi menimbulkan halusinasi

mengenai

dari

klien

situasi

yang

halusinasi

dibutuhkan dan dirasakan


klien
n. Klien dapat
mengidentifikasi

Setelah ...x interaksi, klien Identifikasi

respon terhadap

dapat

halusinasi

respon terhadap halusinasi

respon Ungkapan

mengidentifikasi terhadap halusinasi

dari

klien

mengenai respon terhadap


halusinasi

menunjukkan

apa yang dibutuhkan dan


dirasakan klien
o. Klien dapat
menghardik

Setelah ...x interaksi, klien Latih klien untuk mampu Tindakan

menghardik

halusinasi

dapat mempraktikkan cara menghardik halusinasi

merupakan salah satu cara

menghardik halusinasi

mengontrol

p. Klien dapat
memasukkan latihan

Setelah ...x interaksi, klien Anjurkan

klien

untuk Memasukkan

menghardik ke dalam

dapat memasukkan latihan memasukkan latihan cara untuk

kegiatan
mengontrol

jadwal kegiatan

menghardik

ke

harian

jadwal kegiatan harian

dalam fisik I ke dalam jadwal halusinasi


kegiatan harian

jadwal

ke

kegiatan

dalam
harian

merupakan upaya untuk


membiasakan diri melatih
dan mengaplikasikan cara
mengontrol halusinasi
SP2 Klien:
c. Klien dapat
mengevaluasi jadwal
kegiatan harian
d. Klien dapat

Setelah ...x interaksi, klien Evaluasi jadwal kegiatan Evaluasi


dapat mengevaluasi jadwal harian klien

Setelah ...x interaksi, klien Latih

halusinasi dengan

dapat

cara bercakap-cakap

dengan cara bercakap-cakap

klien

untuk Bercakap-cakap

mengendalikan mengendalikan halusinasi orang

dengan orang lain


e. Klien dapat

dengan

bercakap-cakap salah

dengan orang lain

memasukkan latihan

Setelah x interaksi, klien Masukkan

ke dalam jadwal

dapat memasukkan latihan dalam

mengevaluasi jadwal

perencanaan selanjutnya

kegiatan harian

mengendalikan

harian
SP 3 KLIEN :
c. Klien dapat

membantu

ke dalam jadwal harian

harian

merupakan

satu

tindakan

pengendalian halusinasi

latihan

jadwal

lain

dengan

ke Memasukkan latihan ke

kegiatan dalam

jadwal

kegiatan

harian

Setelah ...x interaksi, klien Evaluasi jadwal kegiatan Evaluasi akan membantu
dapat mengevaluasi jadwal hariannya

dalam

perencanaan

kegiatan hariannya
d. Klien dapat

kegiatan hariannya

kegiatan selanjutnya

mengendalikan

Setelah ...x interaksi, klien Latih klien mengendalikan Melakukan

halusinasi dengan

dapat

melakukan kegiatan

halusinasi

mengendalikan halusinasi
dengan melakukan

dengan RSJ
kegiatan

kegiatan di

merupakan

upaya

di pengendalian halusinasi

di RSJ sesuai kegiatan melakukan kegiatan di RSJ RSJ sesuai kegiatan harian
harian
e. Klien memasukkan
kegiatan di atas ke

sesuai kegiatan harian


Setelah ...x interaksi, klien Memasukkan kegiatan di Memasukkan kegiatan di

dalam jadwal kegiatan dapat memasukkan kegiatan atas


harian

ke

dalam

jadwal atas

ke

dalam

jadwal

di atas ke dalam jadwal kegiatan harian

kegiatan harian merupaka

kegiatan harian

upaya

mengontrol

halusinasi
SP 4 KLIEN :
c. Klien

dapat

mengevaluasi jadwal
kegiatan harian
d. Klien

Setelah ...x interaksi, klien Evaluasi jadwal kegiatan Evaluasi


dapat mengevaluasi jadwal harian

perencanaan

kegiatan harian

selanjutnya

tindakan

dapat

menggunakan

obat Setelah ...x interaksi, klien Dorong

secara teratur

klien

untuk Memasukkan obat secara

dapat menggunakan obat menggunakan obat secara teratur merupakan salah


secara teratur

teratur

satu

cara

halusinasi
c.

membantu

Klien

dapat

mngontrol

memasukkan kegiatan Setelah ...x interaksi klien Masukkan


menggunakan

obat memasukkan

kegiatan Memasukkan

kegiatan

kegiatan menggunakan obat dalam menggunakan obat dalam

dalam jadwal kegiatan menggunakan obat dalam jadwal kegiatan harian

jadwal

harian

merupakan

jadwal kegiatan harian

kegiatan

harian
upaya

mengontrol halusinasi
Sesi 1 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 1 TAK membantu pasien
Persepsi : halusinasi

1 klien dapat:

bersama

Mengenal halusinasi

1. Menyebutkan

isi masalah

halusinasi

pasien

halusinasi

keperawatan berinteraksi sosial dengan

halusinasi

2. Menyebutkan

dengan dengan
pasien

jenis

yang

dan

mampu secara bersama

halusinasi

menyelesaikan

3. Menyebutkan

lain

frekuensi

masalah

halusinasi

halusinasi
4. Menyebutkan
yang

situasi

memunculkan

halusinasi
5. Menyebtukan

respon

terhadap halusinasi
Sesi 2 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 2 TAK membantu pasien
Persepsi : halusinasi

2 klien dapat:

Mengontrol

1. Menyebutkan

halusinasi

dengan cara menghardik

cara menghardik

bersama
dengan masalah
halusinasi

pasien

dengan dengan

keperawatan kekerasan

perilaku
berinteraksi

sosial dengan pasien yang

2. Mendemonstrasikan cara

lain dan mampu secara

menghardik halusinasi

bersama

menyelesaikan

masalah halusinasi
Sesi 3 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 3 TAK membantu pasien
Persepsi

halusinasi 3 klien dapat:

Mengontrol

halusinasi

dengan

bercakap-

cara

cakap

1. Menyebutkan

bersama
dengan masalah

cara bercakap-cakap

pasien

dengan dengan

keperawatan kekerasan

halusinasi

perilaku
berinteraksi

sosial dengan pasien yang

2. Mendemonstrasikan cara

lain dan mampu secara

bercakap-cakap

bersama

menyelesaikan

masalah halusinasi
Sesi 4 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 4 TAK membantu pasien
Persepsi : halusinasi
Melakukan

4 klien dapat melakukan bersama

aktivitas kegiatan secara terjadwal

terjadwal

masalah

pasien

dengan dengan

keperawatan kekerasan

halusinasi

perilaku
berinteraksi

sosial dengan pasien yang


lain dan mampu secara
bersama

menyelesaikan

masalah halusinasi
Sesi 5 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 5 TAK membantu pasien
Persepsi : halusinasi

5 klien dapat:

bersama

Mengontrol dengan cara

1. Menyebutkan

masalah

patuh minum obat

keuntungan
minum obat
2. Menyebutkan

patuh halusinasi

pasien

dengan dengan

keperawatan kekerasan

perilaku
berinteraksi

sosial dengan pasien yang


lain dan mampu secara
bersama

menyelesaikan

akibat/kerugian

tidak

masalah halusinasi

patuh minum obat


3. Menyebutkan lima benar
cara minum obat
SP 1 Keluarga :
4. Mendiskusikan

Setelah

...x

masalah yang

keluarga

klien

dirasakan keluarga

melakukan

dalam merawat

pasien dengan halusinasi di pendukung

pasien
5. Menjelaskan

interaksi, Diskusikan

pentingnya Meningkatkan

mampu peran serta dan potensi pemahaman


perawatan keluarga

rumah

keluarga

sebagai klien
klien

mengenai

untuk pentingnya

mengatasi halusinasi

keluarga

dukungan
bagi

pasien

dengan halusinasi

pengertian, tanda
dan gejala, serta
proses terjadinya
halusinasi
6. Menjelaskan cara
merawat

pasien

dengan halusinasi
SP 2 Keluarga
3. Melatih keluarga

Setelah

...x

interaksi, Peragakan cara merawat Meningkatkan

mempraktekkan

keluarga

klien

cara merawat

melakukan cara mengontrol dalam bercakap-cakap

klien

mengenai

pasien dengan

pasien dengan halusinasi di

pentingnya

dukungan

mampu klien dengan melibatkan pemahaman

keluarga

halusinasi
4. Melatih keluarga

rumah

keluarga

bagi

pasien

dengan halusinasi

melakukan cara
perawatan
langsung kepada
pasien halusinasi
SP 3 Keluarga
3. Membantu

Setelah

...x

keluarga membuat

keluarga

klien

jadwal aktivitas di

membuat

rumah termasuk

pulang

minum obat

perawat

(discharge
planning)
4. Menjelaskan
follow-up pasien
setelah pulang

interaksi, Menyusun jadwal aktivitas Meningkatkan


mampu pasien dengan keluarga

perencanaan
bersama

dengan

pemahaman

keluarga

klien

mengenai

pentingnya

dukungan

keluarga

bagi

dengan halusinasi

pasien

Laporan Pendahuluan Isolasi Sosial: Menarik Diri


A. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang negative atau
mengancam (Towsent alih bahasa,Daulima,1998).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Gangguan hubungan sosial adalah suatu kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosialnya
(Depkes,1994).
B. Etiologi
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang
ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga
dapat mencederai diri, (Carpenito,L.J, 1998)
1. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah respon
sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi
terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga
profisional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaburatif sewajarnya dapat
mengurangi masalah respon social menarik diri.
b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,

seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan akibat
dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan
berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan
ini, (Stuart and sudden, 1998).
2. Faktor persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri.
Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya stabilitas 12 unit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupanya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan kemampuan
untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan
orang lain untuk memenuhi kebutuhanya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi
bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan (menarik
diri), (Stuart & Sundeen, 1998).
c. Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai pikiran dan
perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan kegagalan adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain.
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain akan
persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan
dengan orang lain

d. Stressor fisik
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri dari
orang lain
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain (Rawlins, Heacock,1993)
C. Rentang Respon Sosial
Rentang Respon Sosial

Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Solitut

Kesepian

Manipulasi

Otonomi

Menarik diri

Impulsif

Kebersamaan

Ketergantungan

Narkisme

Saling ketergantungan
Gambar Rentang respon social, (Stuart and Sundeen, 1998).
Keterangan dari rentang respon sosial :
1. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang untuk merenung
apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialanya dan suatu cara untuk nmenentukan
langkahnya.
2. Otonomi
Kemapuan individu untuk mentukan dan maenyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam
hubungan social.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan (Interdependent)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk
saling memberi dan menerima.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya perhatian dengan orang lain
atau lingkunganya.

6. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan orang lain
atau lingkunganya.
7. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada orang lain.
8. Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan berorientasi
pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
9. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu. Mempunyai
penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
10. Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian. Individu
akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Townsend M.C,1998)
D. Tanda dan Gejala
Menurut Towsend.M.C (1998:192-193) dan Carpenito,L.J.(1998:381) Isolasi
sosial: Menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: kurang
spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri,
komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan
terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, posisi baring seperti fetus, menolak
berhubungan dengan orang lain.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping yang sering
digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat
digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan
stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan, (Stuart and sundeen,1998:349)

F. Terapi Isolasi Sosial


1. Terapi Psikofarmaka
a. Clorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai

efek

samping

gangguan

otonomi

(hypotensi)

antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat,


mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan
ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin
(amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi
dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil ( THP )
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi
social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan

memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam


kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang,
dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)
3. Terapi Kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001
dikutip dari Keliat, 2005). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan
secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan
interpersonal (Yosep, 2008 dikutip dari Keliat, 2005). Terapi aktivitas kelompok adalah
terapi yang ditujukan kepada kelompok klien dalam melakukan kegiatan untuk
menyelesaikan masalah dan mengubah perilaku maladaptif/destruktif menjadi adaptif/
konstruksi (Keliat, 2005).
Pohon Masalah
Effect

Core problem

Causa

Resiko perubahan sensori persepsi:Halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan harga diri rendah

(Kelliat,2005)

Rencana Tindakan Keperawatan Komprehensif pada pasien dengan Masalah Keperawatan Isolasi sosial
Diagnosis
Keperawatan
Isolasi sosial

Perencanaan

Tujuan
Kriteria Evaluasi

Intervensi

SP1 Klien:

Setelah ...x interaksi klien

f) Beri

q. Bina hubungan saling

menunjukkan :

berinteraksi
g) Perkenalkan

percaya

Tanda-tanda

percaya

nama

kepada perawat :
e) Wajah

salam

cerah,

tersenyum
f) Mau berkenalan
g) Ada kontak mata
h) Bersedia menceritakan
perasaan

perawat

Rasional
setiap

pasien
nama,
panggilan

dan

tujuan

perawat berinteraksi
h) Tanyakan dan panggil
nama kesukaan klien
i) Tunjukkan
sikap
empati,

Menciptakan trust pada

jujur

dan

menepati janji setiap

Memperkenalkan

diri

kepada

klien

mempermudah

untuk

menciptakan trust
Menciptakan

keakraban

pada klien
Mewujudkan

sikap

percaya kepada klien

kali berinteraksi
j) Tanyakan
perasaan
klien

dan

masalah

yang dihadapi klien


r. Klien diajarkan oleh

Setelah ...x interaksi, klien

Ajarkan

klien

perawat tentang cara

dapat

mengetahui

cara

berkenalan

dengan satu

berkenalan

berkenalan dengan

satu

orang

satu orang

dengan

orang

cara

Melakukan

validasi

perasaan pasien
Melibatkan klien dalam
interaksi

sosial

akan

klien

untuk

mendorong
melihat

dan

secara
keuntungan

merasakan
langsung
dari

berinteraksi

sosial

serta

meningkatkan konsep diri


s. Klien

dapat

Masukkan

memasukkan

dapat

berbincang-bincang

berbincang-bincang

berbincang-bincang

kegiatan

dengan orang lain dalam

dengan orang lain dalam

dengan

bincang dengan orang lain

kegiatan harian

kegiatan

orang

lain

dalam kegiatan harian

SP2 Klien:
e. Jadwal

harian

klien

dapat

berbincang-

dalam kegiatan harian

kegiatan

harian

membantu klien mencapai


interaksi

sosial

secara

sebagai

upaya

Setelah ...x interaksi, klien

Evaluasi kegiatan harian

bertahap
Evaluasi

dapat

klien mengenai kegiatan

untuk

berbincang-bincang

kegiatan

dengan orang lain

selanjutnyaapakah

kegiatan

mengevaluasi
harian

akan

klien
kegiatan

merencanakan

terevaluasi

mengenai

mengenai kegiatan

berbincang-bincang

bisa melakukan interaksi

berbincang-

dengan orang lain

sosial dengan dua orang

bincang
f.

memasukkan

kegiatan

klien.
Memasukkan

Setelah ...x interaksi, klien

dengan

orang lain
Klien

dapat

atau lebih
Setelah ...x interaksi, klien

Dorong

mempraktikkan

dapat mempraktikkan cara

mempraktikkan

cara

berkenalan dengan

berkenalan

berkenalan

dengan satu orang

klien

orang

satu

orang

klien

untuk
cara

dengan satu

Melibatkan klien dalam


interaksi

sosial

akan

klien

untuk

mendorong
melihat

dan

secara

merasakan
langsung

keuntungan
berinteraksi

dari
sosial

serta

meningkatkan konsep diri


g. Klien

dapat

Masukkan

memasukkan

dapat

bincang dengan orang lain

berbincang-bincang

berbincang-

berbincang-bincang

sebagai salah satu kegiatan

dengan orang lain dalam

bincang

dengan orang lain sebagai

harian

kegiatan

dengan

orang lain sebagai

memasukkan

berbincang-

klien.
Memasukkan

Setelah ...x interaksi, klien

salah satu kegiatan harian

a. Klien
mengevaluasi

dapat
jadwal

harian

akan

membantu klien mencapai

salah satu kegiatan


harian
SP3 Klien:

kegiatan

interaksi

sosial

secara

sebagai

upaya

Setelah ...x interaksi, klien

Evaluasi jadwal kegiatan

bertahap
Evaluasi

dapat mengevaluasi jadwal

harian klien

untuk

kegiatan harian klien

merencanakan

kegiatan
selanjutnyaapakah

kegiatan harian klien

klien

bisa melakukan interaksi


sosial dengan dua orang
atau lebih

b. Klien dapat berkenalan Setelah ...x interaksi, klien Dorong

klien

untuk Melibatkan klien dalam

dengan dua orang atau

dapat berkenalan dengan

dapat berkenalan dengan

interaksi

lebih

dua orang atau lebih

dua orang atau lebih

mendorong
melihat

sosial

akan

klien

untuk

dan

secara

merasakan
langsung

keuntungan
berinteraksi

dari
sosial

serta

meningkatkan konsep diri

klien.
Setelah ...x interaksi, klien

Memasukkan berbincang-

Memasukkan

memasukkan

dapat

bincang dengan dua orang

berbincang-bincang

berbincang-bincang

berbincang-bincang

atau lebih dalam jadwal

dengan orang lain dalam

dengan dua orang atau

dengan dua orang atau

kegiatan harian

kegiatan

lebih

lebih

c. Klien

dapat

dalam

kegiatan harian

jadwal

memasukkan

dalam

kegiatan harian

jadwal

harian

kegiatan

akan

membantu klien mencapai


interaksi
bertahap

sosial

secara

Anda mungkin juga menyukai