A. Definisi waham
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial (Stuart, 2007)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti
adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya
(Keliat,1999).
Berdasarkan pengertian di atas maka waham adalah suatu gangguan perubahan isi
pikir yang dilandasi adanya keyakinan akan ide-ide yang salah yang tidak sesuai dengan
kenyataan, keyakinan atau ide-ide klien itu tidak dapat segera diubah atau dibantah dengan
logika atau hal-hal yang bersifat nyata.
B. Rentang respon waham
C. Jenis waham
1. Waham Kejar
Individu merasa dirinya dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang yang
bermaksud berbuat jahat kepada dirinya, sering ditemukan pada klien dengan stres
anektif tipe depresi dan gangguan organik.
2. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya paling besar, mempunyai kekuatan, kepandaian atau kekayaan
yang luar biasa, misalnya adalah ratu adil dapat membaca pikiran orang lain,
mempunyai puluhan rumah, dll.
3. Waham Somatik
Perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada pada tubuhnya sering didapatkan
pada tubuhnya.
4. Waham Agama
Waham dengan tema agama, dalam hal ini klien selalu meningkatkan tingkah laku yang
telah diperbuat dengan keagamaan.
5. Waham Curiga
Individu merasa dirinya selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya sehingga merasa
curiga terhadap sekitarnya. Merasa hidupnya tidak aman dan selalu di intai oleh
eseorang yang ingin berbuat buruk padanya.
6. Waham Intulistik
Bahwa sesuatu yang diyakini sudah hancur atau bahwa dirinya atau orang lain sudah
mati, sering ditemukan pada klien depresi (Keliat,1999).
D. Faktor predisposisi waham
Faktor predisposisi dari perubahan isi pikir : waham dapat dibagi menjadi 2 teori
yang diuraikan sebagai berikut :
1. Teori Biologis
a.
b.
c.
2.
Teori Psikososial
a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Lowsend (1998 : 147) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik
diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan
menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu kondsi yang
lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi
yang berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan
ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa,
dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan
dewasanya.
b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak
menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dan orang tua tidak
mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain.
c. Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang
lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi
antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme
pertahanan ego pada waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif
dan perilakunya sering kali merupakan penampilan dan segmen diri dalam
kepribadian.
Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berfikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan
2.
Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul
H. Pohon Masalah
Rencana Tindakan Keperawatan Komprehensif pada pasien dengan Masalah Keperawatan Waham
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan
Kep.
Perubahan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
TUM:
proses pikir :
Klien
waham
atau
dapat
mengontrol
mengendalikan
wahamnya
SP 1:
1.1.
Klien
dapat
mengenal
orientasi
realita.
1.2.
3x interaksi, klien
dapat
tentang
dapat
memenuhi
1.
Klien
menjelaskan
1. Setelah
2. Setelah
yang
2.
tidak
terpenuhi
3. Setelah 3x interaksi, klien
dapat
1.
orientasi realitanya
3.
2.
terpenuhi
Dorong klien untuk dapat
berulang-ulang.
Pemenuhan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
3.
kebutuhannya
kebutuhannya
1.4.
Klien
dapat
memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian
menjelaskan tentang
memenuhi kebutuhannya
memenuhi
4. Setelah
3x interaksi, klien
dapat
memasukkan
4.
4.
harian
SP 2:
2.1.
Klien dapat
mengevaluasi jadwal
kegiatan hariannya
2.2. Klien dapat
1.
berdiskusi tentang
kemampuan yang
2.
2.
dimiliki
3.
berharga.
Kemampuan yang dimiliki perlu diaplikasikan dalam
wujud nyata dan dilatih sampai klien merasa dirinya
dimiliki klien
3.
harian klien
dimiliki
2.3.
1.
berharga
yang dimiliki
SP 3:
3.1.
Klien dapat
mengevaluasi jadwal
kegiatan hariannya
kegiatan hariannya
1.
1.
Tinggi
Marah adalah perasan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen, 1995). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan
maladaptif (Gambar 1).
menyentuh
orang
lain
secara
menakutkan,
memberi
kata-kata
ancamanancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat
adalah melukai/ merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
Isi Bicara
Nada Suara
Asertif
Negatif
Positif
Agresif
Berlebihan
Dapatkah ia lakukan?
Diam
Diatur
pernah
Tinggi
Lemah
Menuntut
Merengek
Melorot
Tegak
Tegang
p tubuh
Menundukkan kepala
Orang lain dapat masuk
Rileks
Menjaga jarak yang
Bersandar ke depan
Memasuki teritorial
Personal
menyenangkan
orang lain
Posture/Sika
Space
Gerakan
Mempertahankan hak
Minimal
tempat /teritorial
Memperlihatkan
Lemah
yang sesuai
gerakan
Resah
Sedikit atau tidak
Sekali-kali (intermitten)
Melotot
Kontak Mata
sesuai dg kebuthan
interaksi
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan.
b. Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilau tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayanagan pemukulan pada
boneka reward
menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward
positif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak
keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
tontonan yang pernah dialaminya.
c. Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap terdekatnya. Ia
mengamati bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas
lingkungan sektar menjadi peduli, bertanya, menanggapi dan menganggap bahwa
dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.
3. Teori Sosiokultural
Dalam budaya tertentu sepert rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau
kotoran kerbau di keratin, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada
kemusyriakn tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderngan menerima perilaku kekerasan
sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasanan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi,
mistik, tahayul, dan perdukunan, film-film kekerasan (santet, teluh ) dalam tayangan
televisi.
4. Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan dan
bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil suport).
Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung,
otak dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi
bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan
akal (ego) dan norma agama (superego).
G. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan
dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam
menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat, alkoholisme yang
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi masa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual (Yosep, 2010).
I. Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian
kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat
menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku
depresi dan penyakit fisik. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain,
akan memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat
diatasi (Depkes, 2000). Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan,
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan
menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan
dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan
kepada orang lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah
dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau
melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan
demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes, 2000).
menurut Stuart dan Laraia (2005), manajemen perilaku kekerasan terdiri dari 3 strategi
diantaranya (1) strategi pencegahan antara lain melalui self awareness perawat, pendidikan
kesehatan dan latihan asertf, (2) strategi antisipasi, terdiri dari: tehnik komunikasi,
perubahan lingkungan, perilaku dan pemberian obat antipsikotik, (3) strategi pengekangan
terdiri dari tindakan manajemen krisis, pengikatan dan pembatasan gerak. Ketiga strategi
tersebut akan digunakan sebagai pendekatan dalam menguraikan tindakan keperawatan
perilaku kekerasan yang akan diberikan pada pelatihan tentang penanganan perilaku
kekerasan pada perawat , seperti yang dapat dilihat pada bagan 2:
Bagan Rentang intervensi keperawatan manajemen perilaku kekerasan. (Stuart &
Laraia, 2005)
Strategi Pecegahan
Strategi antisipasi
Strategi Pengekangan
Self awarness
Komunikasi
Manajemen Krisis
Penkes klien
Perubahan Lingkungan
Pengikatan
Latihan Asertif
Intervensi Perilaku
Pengasingan
Psikofarmaka
perilaku
kekerasan
yaitu
membantu
klien
mengidentifikasi
marah,
untuk
intramuskuler meningkatkan resiko efek samping trauma bagi klien (Stuart &
Laraia, 2005). Pengobatan yang diberikan meliputi obat-obatan golongan anti
ansietas dan hipnotik sedatif, antidepresi, stabilisasi mood, antipsikotik dan obatobatan golongan lainnya (Stuart & Laraia, 2005).
3. Strategi Pengekangan
Strategi pengekangan merupakan pilihan terakhir dari manajemen perilaku
kekerasan. Strategi ini digunakan pada kondisi klien yang menunjukkan perilaku
kekerasan yang membahayakan orang lain, menunjukkan perilaku kekerasan yang
membahayakan orang lain, dengan istilah strategi manajemen krisis. Alasan
dilakukannya pengekangan yaitu untuk mencegah cedera atau kematian bagi diri klien,
orang lain, dan staf dan mencegah kerusakan lingkungan (Fortinash, 1999).
4. Penatalaksanaan medis
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif
diantaranya :
a. Anti ansietas dan hipnotik sedatif contohnya : Diazepam (valium).
b. Anti depresan, contohnya Amitriptilin.
c. Mood stabilizer, contoh : Lithium, Carbamazepin.
d. Antipsikotik , contoh : Chlorpromazine, Haloperidol dan Stelazine.
e. Obat lain : Naltrexon, Propanolol.
K. Manajemen Krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi yang
lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik:
1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang bertanggung
jawab selama 24 jam.
2. Bentuk tim krisis yang meliputi dokter, perawat, dan konselor.
3. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja yang
4.
5.
6.
7.
8.
9.
klien
untuk
kemauannya
sendiri.
Tingkatan
pengisolasian
dapat
berkisar
dari
penempatandalam ruangan yang tertutup tapi tidak terkunci sampai pada penempatan
dalamruang terkunci dengan kasur tanpa sprei di lantai, kesempatan berkomunikasi
yangdibatasi, dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal yang berat.
Indikasi penggunaan isolasi:
1. Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan
klien
atau
Pohon Masalah
Menurut Stuart dan Sundeen (1997) pohon masalahnya sebagai berikut:
Effect
Core problem
Causa
Resiko tinggi
mencederai orang lain
Perilaku kekerasan
Rencana Tindakan Keperawatan Komprehensif pada pasien dengan Masalah Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan
Diagnosis Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Setelah ...x interaksi klien
SP1 Klien:
a. Bina
hubungan
saling
percaya
menunjukkan :
Tanda-tanda
percaya
kepada
a)
nama
setiap
berinteraksi
b) Perkenalkan
perawat :
a)
b)
c)
d)
Intervensi
Beri salam
perawat
c)
dan
e)
klien
mempermudah
untuk
menciptakan trust
tujuan
perawat berinteraksi
Tanyakan dan panggil
empati,
Rasional
Menciptakan trust pada pasien
jujur
dan
Mewujudkan
kepada klien
sikap
percaya
kali berinteraksi
Tanyakan
perasaan
klien
dan
masalah
pasien
Menentukan
mengidentifikasi
mengidentifikasi
kekerasan klien
penyebab perilaku
perilaku kekerasan
b. Klien dapat
penyebab
dalam
kekerasan
mekanisme
menghadapi
masalah
menyusun
strategi
berikutnya
c. Klien dapat
mengidentifikasi tanda
mengidentifikasi
tanda
kekerasan
dan
tindakan
yang
membahayakan
dapat
klien
dan
lingkungan sekitar
d. Klien dapat
mengidentifikasi perilaku
Melihat
mengidentifikasi
klien
perilaku
mekanisme
dalam
koping
menyelesaikan
e. Klien dapat
mengidentifikasi akibat
Identifikasi
akibat
perilaku
Membantu
klien
perilaku kekerasan
dampak
kekerasan
klien
yang
melihat
ditimbulkan
dilakukan klien
f. Klien dapat menyebutkan
cara mengontrol perilaku
Dorong
klien
untuk
Menurunkan
kekerasan
destruktif
perilaku kekerasan
perilaku kekerasan
mencederai
perilaku
yang
klien
akan
dan
lingkungan sekitar
g. Klien dapat mempraktikkan
latihan cara mengontrol
Dorong
mempraktikkan
mempraktikan
untuk
dalam)
kekerasan
dalam)
dalam)
Anjurkan
untuk
harian
ke
latihan
cara
klien
latihan
untuk
cara
Tarik
napas
dalam
dapat
perilaku
dalam
jadwal
kegiatan
harian
SP2 Klien:
a. Klien dapat mengontrol
untuk
empuk)
b. Klien dapat memasukkan
melakukan
perilaku
kekerasan
Dorong
untuk
memasukkan
perilaku
kegiatan harian
ke
latihan
klien
dalam
jadwal
membiasakan
diri
kegiatan
melatih
Cara
verbal
(mengungkapkan/menolak
verbal
melakukan
kekerasan
b. Klien dapat memasukkan
perilaku
latihan mengontrol
Dorong
klien
untuk
mengevaluasi
latihan
ke
harian
membiasakan
dalam
jadwal
diri
kegiatan
melatih
mengontrol
perilaku
shalat)
cara spiritual
kekkerasan
dengan
dapat
keinginan
mengurangi
klien
untuk
mengontrol
Dorong
mengevaluasi
mengevaluasi
ke
membiasakan
latihan
klien
untuk
latihan
jadwal
diri
kegiatan
melatih
mengontrol
Setelah
...x
interaksi
klien
Meminum
obat
minum obat
untuk
melakukan
dapat
perilaku
kekerasan
b. Klien dapat memasukkan
latihan
mengontrol
Setelah
...x
interaksi,
klien
Dorong
klien
untuk
memasukkan
latihan
ke
kegiatan harian
membiasakan
dalam
jadwal
kegiatan
diri
melatih
2.
Mendiskusikan
Meningkatkan
masalah yang
klien
serta
keluarga
dirasakan keluarga
rumah
Melatih keluarga
Meningkatkan
mempraktekkan cara
keluarga
merawat pasien
dengan PK
Melatih keluarga
rumah
: pengekangan fisik/renstrain
mampu
melakukan
dan
potensi
keluarga
klien
pemahaman
mengenai
proses terjadinya PK
Menjelaskan
cara
merawat
pasien
dengan PK
SP 2 Keluarga
1.
2.
melakukan cara
perawatan langsung
kepada pasien PK
dengan metode
dan isolasi)
klien
pemahaman
mengenai
manajemen krisis
SP 3 Keluarga
1.
2.
Membantu keluarga
Menyusun
membuat jadwal
klien
aktivitas di rumah
perencanaan
dengan perawat
(discharge planning)
Menjelaskan followup pasien setelah
pulang
mampu
pulang
membuat
bersama
jadwal
aktivitas
Meningkatkan
keluarga
klien
pemahaman
mengenai
12. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap
13. Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
14. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
15. Memperlihatkan permusuhan
16. Mendekati orang lain dengan ancaman
17. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
18. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
19. Mempunyai rencana untuk melukai
D. Rentang respon halusinasi
E. Fase halusinasi
Menurut Townsend (1998), tahap dari halusinasi antara lain :
1. Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan)
a. Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi untuk mengurangi ansietas; individu
mengetahui bahwa pikiran yang dialaminya terssebut dapat dikendalikan jika
ansietasnya dapat diatasi (nonpsikotik).
b. Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon
verbal yang lamban, diam, dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
2. Condemning (secara umum halusinasi menjijikkan)
a. Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjatuhkan
dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena
pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik)
b. Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukkan
ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan
kemampuan konsentrasi dipenuhi dengan pengalaman sensori dana mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.
3. Controlling (pengalaman sensori menjadi penguasa)
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Jenis Halusinasi
Halusinasi penglihatan
Data objektif
Data Subjektif
1. Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar,
tertentu
2. Ketakutan
sesuatu
dengan
perhatian
pada
yang
tidak
tampak
6. Menggerak-gerakkan mulut
seperti sedang berbicara
atau
Halusinasi pendengaran
sedang
menjawab
suara
1. Tiba-tiba tampak tanggap, 1. Mendengar
ketakutan
atau
ditakuti
yang
tidak
suara-suara
atau kegaduhan.
2. Mendengar
yangmengajak
suara
bercakap-
cakap.
tampak
3. Mendengar
suara
2. Tiba-tiba lari ke ruangan
menyuruh
melakukan
lain.
3. Bicara atau tertawa sendiri
sesuatu yang berbahaya.
4. Marah-marah tanpa sebab
5. Menyedengkan telinga ke
Halusinasi penghidu
arah tertentu
6. Menutup telinga
1. Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan
membaui
tertentu.
feses, kadang-kadang bau
2. Menutup hidung.
itu menyenangkan.
3. Hidung yang dikerutkan
seperti mencium bau yang
tidak enak
4. Mencium bau tubuh
5. Mencium bau udara ketika
sedang berjalan ke arah
orang lain
6. Merespon terhadap
dengan
panik
bau
seperti
seakan
sedang
memadamkan api.
1. Sering meludah
Merasakan rasa seperti
2. Muntah
darah, urin atau feses
3. Meludahkan makanan atau
minuman
4. Menolak untuk makan atau
minuman
5. Menolak untuk
makan,
meja makan
Menggaruk-garuk permukaan
kulit
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di
alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).
H. Mekanisme koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian
masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
1. Masalah keperawatan yang muncul
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
d. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
e. Koping individu inefektif
2. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
nyata
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Klien ingin memukul/melempar barangbarang
Data obyektif :
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4) Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, apatis, ekspresi sedih, komunikasi
verbal kurang, aktivitas menurun, posisi janin pada saat tidur, menolak berhubungan,
kurang memperhatikan kebersihan
d. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Data subyektif :
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya, mengungkapkan tidak ada lagi yang
peduli, mengungkapkan tidak bisa apa-apa, mengungkapkan dirinya tidak berguna,
mengkritik diri sendiri.
Data obyektif :
Merusak diri sendiri, merusak orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, tampak
mudah tersinggung, tidak mau makan dan tidak tidur, perasaan malu, tidak nyaman
jika jadi pusat perhatian
e. Koping individu inefektif
Data subyektif :
Perubahan dalam pola komunikasi, mengungkapkan ketidakmampuan untuk
mengatasi masalah
Data obyektif :
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, perilaku merusak diri sendiri dan
orang lain
2.`Diagnosa Keperawatan
Halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri
Rencana Tindakan Keperawatan Komprehensif pada pasien dengan Masalah Keperawatan Halusinasi
Diagnosis Keperawatan
Perubahan
Halusinasi
Tujuan
Perencanaan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Setelah ...x interaksi klien Identifikasi
Rasional
jenis Ungkapan
dari
klien
halusinasi
klien
Ungkapan
mengidentifikasi isi
halusinasi
halusinasi
j. Klien dapat
dari
klien
waktu halusinasi
dapat
mengidentifikasi halusinasi
waktu halusinasi
waktu Ungkapan
dari
klien
mengenai
waktu
halusinasi
menunjukkan
frekuensi halusinasi
dapat
mengidentifikasi halusinasi
frekuensi Ungkapan
mengenai
dari
klien
frekuensi
frekuensi halusinasi
halusinasi
menunjukkan
situasi yang
dapat
menimbulkan
menimbulkan
halusinasi
halusinasi
mengenai
dari
klien
situasi
yang
halusinasi
respon terhadap
dapat
halusinasi
respon Ungkapan
dari
klien
menunjukkan
menghardik
halusinasi
menghardik halusinasi
mengontrol
p. Klien dapat
memasukkan latihan
klien
untuk Memasukkan
menghardik ke dalam
kegiatan
mengontrol
jadwal kegiatan
menghardik
ke
harian
jadwal
ke
kegiatan
dalam
harian
halusinasi dengan
dapat
cara bercakap-cakap
klien
untuk Bercakap-cakap
dengan
bercakap-cakap salah
memasukkan latihan
ke dalam jadwal
mengevaluasi jadwal
perencanaan selanjutnya
kegiatan harian
mengendalikan
harian
SP 3 KLIEN :
c. Klien dapat
membantu
harian
merupakan
satu
tindakan
pengendalian halusinasi
latihan
jadwal
lain
dengan
ke Memasukkan latihan ke
kegiatan dalam
jadwal
kegiatan
harian
Setelah ...x interaksi, klien Evaluasi jadwal kegiatan Evaluasi akan membantu
dapat mengevaluasi jadwal hariannya
dalam
perencanaan
kegiatan hariannya
d. Klien dapat
kegiatan hariannya
kegiatan selanjutnya
mengendalikan
halusinasi dengan
dapat
melakukan kegiatan
halusinasi
mengendalikan halusinasi
dengan melakukan
dengan RSJ
kegiatan
kegiatan di
merupakan
upaya
di pengendalian halusinasi
di RSJ sesuai kegiatan melakukan kegiatan di RSJ RSJ sesuai kegiatan harian
harian
e. Klien memasukkan
kegiatan di atas ke
ke
dalam
jadwal atas
ke
dalam
jadwal
kegiatan harian
upaya
mengontrol
halusinasi
SP 4 KLIEN :
c. Klien
dapat
mengevaluasi jadwal
kegiatan harian
d. Klien
perencanaan
kegiatan harian
selanjutnya
tindakan
dapat
menggunakan
secara teratur
klien
teratur
satu
cara
halusinasi
c.
membantu
Klien
dapat
mngontrol
obat memasukkan
kegiatan Memasukkan
kegiatan
jadwal
harian
merupakan
kegiatan
harian
upaya
mengontrol halusinasi
Sesi 1 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 1 TAK membantu pasien
Persepsi : halusinasi
1 klien dapat:
bersama
Mengenal halusinasi
1. Menyebutkan
isi masalah
halusinasi
pasien
halusinasi
halusinasi
2. Menyebutkan
dengan dengan
pasien
jenis
yang
dan
halusinasi
menyelesaikan
3. Menyebutkan
lain
frekuensi
masalah
halusinasi
halusinasi
4. Menyebutkan
yang
situasi
memunculkan
halusinasi
5. Menyebtukan
respon
terhadap halusinasi
Sesi 2 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 2 TAK membantu pasien
Persepsi : halusinasi
2 klien dapat:
Mengontrol
1. Menyebutkan
halusinasi
cara menghardik
bersama
dengan masalah
halusinasi
pasien
dengan dengan
keperawatan kekerasan
perilaku
berinteraksi
2. Mendemonstrasikan cara
menghardik halusinasi
bersama
menyelesaikan
masalah halusinasi
Sesi 3 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 3 TAK membantu pasien
Persepsi
Mengontrol
halusinasi
dengan
bercakap-
cara
cakap
1. Menyebutkan
bersama
dengan masalah
cara bercakap-cakap
pasien
dengan dengan
keperawatan kekerasan
halusinasi
perilaku
berinteraksi
2. Mendemonstrasikan cara
bercakap-cakap
bersama
menyelesaikan
masalah halusinasi
Sesi 4 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 4 TAK membantu pasien
Persepsi : halusinasi
Melakukan
terjadwal
masalah
pasien
dengan dengan
keperawatan kekerasan
halusinasi
perilaku
berinteraksi
menyelesaikan
masalah halusinasi
Sesi 5 TAK Stimulasi Setelah dilakukan TAK sesi Melaksanakan TAK sesi 5 TAK membantu pasien
Persepsi : halusinasi
5 klien dapat:
bersama
1. Menyebutkan
masalah
keuntungan
minum obat
2. Menyebutkan
patuh halusinasi
pasien
dengan dengan
keperawatan kekerasan
perilaku
berinteraksi
menyelesaikan
akibat/kerugian
tidak
masalah halusinasi
Setelah
...x
masalah yang
keluarga
klien
dirasakan keluarga
melakukan
dalam merawat
pasien
5. Menjelaskan
interaksi, Diskusikan
pentingnya Meningkatkan
rumah
keluarga
sebagai klien
klien
mengenai
untuk pentingnya
mengatasi halusinasi
keluarga
dukungan
bagi
pasien
dengan halusinasi
pengertian, tanda
dan gejala, serta
proses terjadinya
halusinasi
6. Menjelaskan cara
merawat
pasien
dengan halusinasi
SP 2 Keluarga
3. Melatih keluarga
Setelah
...x
mempraktekkan
keluarga
klien
cara merawat
klien
mengenai
pasien dengan
pentingnya
dukungan
keluarga
halusinasi
4. Melatih keluarga
rumah
keluarga
bagi
pasien
dengan halusinasi
melakukan cara
perawatan
langsung kepada
pasien halusinasi
SP 3 Keluarga
3. Membantu
Setelah
...x
keluarga membuat
keluarga
klien
jadwal aktivitas di
membuat
rumah termasuk
pulang
minum obat
perawat
(discharge
planning)
4. Menjelaskan
follow-up pasien
setelah pulang
perencanaan
bersama
dengan
pemahaman
keluarga
klien
mengenai
pentingnya
dukungan
keluarga
bagi
dengan halusinasi
pasien
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan akibat
dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan
berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan
ini, (Stuart and sudden, 1998).
2. Faktor persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri.
Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya stabilitas 12 unit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupanya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan kemampuan
untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan
orang lain untuk memenuhi kebutuhanya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi
bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan (menarik
diri), (Stuart & Sundeen, 1998).
c. Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai pikiran dan
perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan kegagalan adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain.
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain akan
persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan
dengan orang lain
d. Stressor fisik
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri dari
orang lain
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain (Rawlins, Heacock,1993)
C. Rentang Respon Sosial
Rentang Respon Sosial
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Solitut
Kesepian
Manipulasi
Otonomi
Menarik diri
Impulsif
Kebersamaan
Ketergantungan
Narkisme
Saling ketergantungan
Gambar Rentang respon social, (Stuart and Sundeen, 1998).
Keterangan dari rentang respon sosial :
1. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang untuk merenung
apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialanya dan suatu cara untuk nmenentukan
langkahnya.
2. Otonomi
Kemapuan individu untuk mentukan dan maenyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam
hubungan social.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan (Interdependent)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk
saling memberi dan menerima.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya perhatian dengan orang lain
atau lingkunganya.
6. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan orang lain
atau lingkunganya.
7. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada orang lain.
8. Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan berorientasi
pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
9. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu. Mempunyai
penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
10. Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian. Individu
akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Townsend M.C,1998)
D. Tanda dan Gejala
Menurut Towsend.M.C (1998:192-193) dan Carpenito,L.J.(1998:381) Isolasi
sosial: Menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: kurang
spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri,
komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan
terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, posisi baring seperti fetus, menolak
berhubungan dengan orang lain.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping yang sering
digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat
digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan
stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan, (Stuart and sundeen,1998:349)
efek
samping
gangguan
otonomi
(hypotensi)
Core problem
Causa
(Kelliat,2005)
Rencana Tindakan Keperawatan Komprehensif pada pasien dengan Masalah Keperawatan Isolasi sosial
Diagnosis
Keperawatan
Isolasi sosial
Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
SP1 Klien:
f) Beri
menunjukkan :
berinteraksi
g) Perkenalkan
percaya
Tanda-tanda
percaya
nama
kepada perawat :
e) Wajah
salam
cerah,
tersenyum
f) Mau berkenalan
g) Ada kontak mata
h) Bersedia menceritakan
perasaan
perawat
Rasional
setiap
pasien
nama,
panggilan
dan
tujuan
perawat berinteraksi
h) Tanyakan dan panggil
nama kesukaan klien
i) Tunjukkan
sikap
empati,
jujur
dan
Memperkenalkan
diri
kepada
klien
mempermudah
untuk
menciptakan trust
Menciptakan
keakraban
pada klien
Mewujudkan
sikap
kali berinteraksi
j) Tanyakan
perasaan
klien
dan
masalah
Ajarkan
klien
dapat
mengetahui
cara
berkenalan
dengan satu
berkenalan
berkenalan dengan
satu
orang
satu orang
dengan
orang
cara
Melakukan
validasi
perasaan pasien
Melibatkan klien dalam
interaksi
sosial
akan
klien
untuk
mendorong
melihat
dan
secara
keuntungan
merasakan
langsung
dari
berinteraksi
sosial
serta
dapat
Masukkan
memasukkan
dapat
berbincang-bincang
berbincang-bincang
berbincang-bincang
kegiatan
dengan
kegiatan harian
kegiatan
orang
lain
SP2 Klien:
e. Jadwal
harian
klien
dapat
berbincang-
kegiatan
harian
sosial
secara
sebagai
upaya
bertahap
Evaluasi
dapat
untuk
berbincang-bincang
kegiatan
selanjutnyaapakah
kegiatan
mengevaluasi
harian
akan
klien
kegiatan
merencanakan
terevaluasi
mengenai
mengenai kegiatan
berbincang-bincang
berbincang-
bincang
f.
memasukkan
kegiatan
klien.
Memasukkan
dengan
orang lain
Klien
dapat
atau lebih
Setelah ...x interaksi, klien
Dorong
mempraktikkan
mempraktikkan
cara
berkenalan dengan
berkenalan
berkenalan
klien
orang
satu
orang
klien
untuk
cara
dengan satu
sosial
akan
klien
untuk
mendorong
melihat
dan
secara
merasakan
langsung
keuntungan
berinteraksi
dari
sosial
serta
dapat
Masukkan
memasukkan
dapat
berbincang-bincang
berbincang-
berbincang-bincang
bincang
harian
kegiatan
dengan
memasukkan
berbincang-
klien.
Memasukkan
a. Klien
mengevaluasi
dapat
jadwal
harian
akan
kegiatan
interaksi
sosial
secara
sebagai
upaya
bertahap
Evaluasi
harian klien
untuk
merencanakan
kegiatan
selanjutnyaapakah
klien
klien
interaksi
lebih
mendorong
melihat
sosial
akan
klien
untuk
dan
secara
merasakan
langsung
keuntungan
berinteraksi
dari
sosial
serta
klien.
Setelah ...x interaksi, klien
Memasukkan berbincang-
Memasukkan
memasukkan
dapat
berbincang-bincang
berbincang-bincang
berbincang-bincang
kegiatan harian
kegiatan
lebih
lebih
c. Klien
dapat
dalam
kegiatan harian
jadwal
memasukkan
dalam
kegiatan harian
jadwal
harian
kegiatan
akan
sosial
secara