Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS......................................................................................................1
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................12
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................29
BAB V KESIMPULAN...........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
32

BAB I
PENDAHULUAN

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau yang juga dikenal dengan istilah stomatitis
aftosa, recurrent aphtous stomatitis, dan cankre sore, atau pada masyarakat umum sering
disebut dengan istilah sariawan merupakan salah satu ulserasi yang umum dan cukup sering
terjadi pada mukosa oral. Ulserasi pada rongga mulut adalah suatu defek dalam epitelium
berupa lesi dangkal berbatas tegas serta lapisan epidermis diatasnya menghilang sehingga
penanganan SAR harus diketahui oleh dokter gigi. Lesi SAR tersebut dapat terjadi berulang
selama periode tertentu dan menyebabkan sakit.
SAR dapat berupa lesi tunggal maupun jamak yang biasanya berbentuk bulat atau
oval dengan batas regular. Berbeda dengan pada ulkus traumatikus yang memiliki bentuk
irregular. Lesi ulser tersebut berwarna putih, berdasar cekung, serta dikelilingi daerah yang
mengalami eritema. SAR biasanya mengenai mukosa nonkeratin pada rongga mulut dan
jarang mengenai mukosa berkeratin.
Diagnosis yang tepat akan memberikan rencana perawatan yang tepat. Rencana
perawatan pada SAR tidak hanya memberikan obat-obatan sistemik maupun topikal, namun
juga pasien diberikan OHI serta dokter gigi harus dapat mencari faktor pencetusnya sehingga
SAR dapat sembuh dan rekurensinya dapat diperlama.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Status Klinik IPM


2.1.1 Status Umum Pasien
Nama

: Nn. NH

Nomor Rekam Medik

: 2012-11192

Usia

: 21 tahun

Status Perkawinan

: Belum Menikah

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Mahasiswa

Alamat Rumah

: Jl. Sekeloa Utara No. 59A

Tanggal Pemeriksaan

: 23 November 2013

2.1.2

Anamnesa
Pasien mengeluhkan terdapat sariawan di bagian dasar mulut sebelah kiri dan bibir

sebelah kanan. Sariawan di dasar mulut timbul sejak 3 hari yang lalu, terasa sakit saat
mengunyah dan menggerakkan lidah. Sariawan di bagian bibir sebelah kiri timbul sejak 5
hari yang lalu dan tidak terasa sakit. Selama 1 minggu ini, pasien merasa tubuhnya kurang
sehat (sedang flu). Sariawan berulang setiap bulan terutama saat periode menstruasi (1-3
sariawan/ bulannya)
2.1.3

Riwayat Penyakit Sitemik

Penyakit jantung

: YA/

TIDAK

Hipertensi

: YA/

TIDAK

Diabetes Melitus

: YA/

TIDAK

Asma/Alergi

: YA/

TIDAK

Penyakit Hepar

: YA/

Kelainan GIT

Penyakit Ginjal

: YA/

Kelainan Darah

: YA/

YA

TIDAK

/TIDAK
TIDAK
TIDAK

4
Hamil

: YA/

TIDAK

Kontrasepsi

: YA/

TIDAK

Lain-lain

: YA/

TIDAK

2.1.4

Riwayat Penyakit Terdahulu


Disangkal.

2.1.5

Kondisi Umum

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Suhu

: Afebris

Tensi

: 100/70 mmHg

Pernafasan

: 15 x / menit

Nadi

: 74 x / menit

2.1.6

Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe
Submandibula
Submental
Servikal

: kiri

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

: kiri
: kiri

Mata

: Pupil isokhor, Konjunctiva anemis, Sklera non ikterik.

TMJ

: Deviasi kiri

Bibir

: TAK

Wajah

Sirkum Oral

: TAK s

Lain-lain

: TAK

2.1.7

/Asimetri

Simetri

Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut

: baik/

Sedan
g

Kalkulus +/

/buruk
_

plak
stain +/

/-

5
Gingiva

: TAK

Mukosa Bukal

: Terdapat garis putih sejajar dataran oklusal pada regio 36-37 dan
45-48. Garis tersebut tidak sakit dan tidak bisa dikerok.

Mukosa Labial

: Terdapat ulcer berdiameter 3 milimeter, oval, simetris, tepi eritem


regular, warna putih kekuningan, dasar cekung, dangkal a/r labial
dextra.

Palatum Durum

: TAK

Palatum Mole

: TAK

Frenulum

: TAK

Lidah

: Terdapat bintik-bintik coklat diujung lidah

Dasar Mulut

: Terdapat ulcer berdiameter 3mm, oval, tepi eritem reguler dan


simetris, terasa nyeri, berwarna putih kekuningan, dangkal, dasar
cekung a/r sublingual sinistra

2.1.8

2.1.9

Status Gigi

7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7

7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7

Pemeriksaan Penunjang

Radiologi

: TDL

Darah

: TDL

Patologi Anatomi

: TDL

Mikrobiologi

: TDL

2.1.10 Diagnosa
1. D/ Reccurent Aphtous Stomatitis tipe minor a/r sublingual sinistra dan labial dextra
rahang bawah
DD/ Traumatic ulcer
2. D/ Linea Alba a/r bukal sinistra regio 36-37 & bukal dextra regio 45-48

6
DD/ Cheek biting
2.1.11 Rencana Perawatan dan Perawatan
Pro OHI
Pro diet sehat
Pro resep
R/ Triamsinolone acetonide 0.1 % orabase tube No.I
S UC
R/ Vitamin B 12 (IPI) tube No. I
S 2 dd 1

Gambar 2.1

Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor a/r Labial Dextra Rahang
Bawah dan Sublingual Sinistra

Gambar 2.2 Gambaran Linea Alba Bukal

2.2

Laporan Kontrol I

Nama

: Nn. NH

Nomor Rekam Medik

: 2012-11192

Usia

: 21 tahun

Status Perkawinan

: Belum Menikah

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Mahasiswa

Alamat Rumah

: Jl. Sekeloa Utara No. 59A

Tanggal Pemeriksaan

: 30 November 2013

2.2.1 Anamnesis
Pasien datang 7 hari yang lalu dengan keluhan terdapat sariawan pada bibir bawah
kanan dan dasar mulut sebelah kiri. Selama 7 hari ini pasien pasien mengaplikasikan obatnya
terarur dan meminum vit. B12 secara teratur, memperbanyak makan makanan berserat,
istirahat teratur. Sariawan pada bibir bawah kanan sembuh setelah 8 hari, sedang yang di
dasar mulut hampir sembuh, saat ini hanya terdapat garis putih dan sudah tidak sakit sejak
hari ketujuh. Saat ini pasien datang dan merasa sariawannya tersebut sudah sembuh.
2.2.2

Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

8
Submandibula
Submental
Servikal

: kiri

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

: kiri
: kiri

Mata

: Pupil isokhor, Konjunctiva anemis, Sklera non ikterik.

TMJ

: Deviasi kiri

Bibir

: TAK

Wajah

Sirkum Oral

: TAK s

Lain-lain

: TAK

/Asimetri

Simetri

2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral


Kebersihan Mulut :

Gingiva

Debris Index

16

11

26

46
1

31

36

Kalukulus Index
16
0
46
0

11
0
31
0

26
0
46
0

OHI-S
baik

/ sedang/buruk
Stain +/

TAK

Mukosa Bukal

: Terdapat garis putih sejajar dataran oklusal pada regio 36-37 dan
45-48. Garis tersebut tidak sakit dan tidak bisa dikerok.

Mukosa Labial

: TAK

Palatum Durum

: TAK

Palatum Mole

: TAK

Frenulum

: TAK

Lidah

: Terdapat bintik-bintik coklat diujung lidah

Dasar Mulut

: Terdapat garis putih sepanjang 3mm di regio 34

2.2.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang


TDL

2.2.5

Diagnosis

9
1. D/ Post Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor di sublingual sinistra
2. D/ Linea Alba Bukalis
DD/ Cheek biting
2.2.6

Rencana Perawatan Dan Perawatan


-

Pro-OHI (Oral Hygiene Instruction)

Pro diet sehat

Manajemen stress

Gambar 2.2 Gambaran Mukosa Labial dan Sublingual Pasien saat Kontrol 1 Minggu

2.3

Laporan Kontrol I

Nama

: Nn. N.H.

Nomor Rekam Medik

: 2012-11192

Usia

: 21 tahun

Status Perkawinan

: Belum Menikah

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Mahasiswa

Alamat Rumah

: Jl. Sekeloa Utara No. 59A

Tanggal Pemeriksaan

: 21 Januari 2015

2.3.1 Anamnesis

10
Pasien wanita datang 13 bulan lalu dengan keluhan sariawan di bagian dasar mulut
kiri dan bibir bawah kanan. Saat ini, pasien tidak merasakan sakit di lokasi tersebut dan tidak
ada keluhan. Namun timbul sariawan baru di bibir atas kiri sejak5 hari lalu karena terkena
alat saat menambal gigi. Pasien saat itu sedang menstruasi. Sariawan masih ada, tetapi sudah
tidak terasa sakit. Sariawan di bibir tidak diobati, pasien hanya istirahat yang cukup dan
makan buah sayur yang banyak. Frekuensi timbulnya sariawan sudah berkurang dari 1 tahun
lalu, dari timbul setiap 1 bulan, sekarang timbul menjadi 2-3 bulan sekali.
2.3.2

Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe
Submandibula

: kiri

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

: teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/

lunak/kenyal/keras

sakit +/-

kanan : teraba +/
Submental
Servikal

: kiri
: kiri

Bibir

: TAK

Wajah

Sirkum Oral

: TAK s

Lain-lain

: TAK

/Asimetri

Simetri

2.3.3 Pemeriksaan Intra Oral


Kebersihan Mulut :

Gingiva

Debris Index

16

11

26

46
1

31

36

Kalukulus Index
16
1
46
0

11
0
31
0

26
0
46
0

OHI-S
baik

/ sedang/buruk
Stain +/

TAK

Mukosa Bukal

: TAK

Mukosa Labial

: Terdapat ulcer berdiameter 2mm, oval, simetris, tepi reguler


eritem, warna putih kekuningan, dasar rata, dangkal, a/r labial
sinistra

Palatum Durum

: TAK

Palatum Mole

: TAK

11
Frenulum

: TAK

Lidah

: TAK

Dasar Mulut

: TAK

2.3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang


TDL
2.3.5

Diagnosis

1. D/ Reccurent Aphtous Stomatitis tipe minor a/r labial sinistral rahang atas
DD/ Traumatic ulcer
3. D/ Linea Alba a/r bukal sinistra regio 36-37 & bukal dextra regio 45-48
DD/ Cheek biting
2.3.6

Rencana Perawatan Dan Perawatan


-

Pro-OHI (Oral Hygiene Instruction)

Pro diet sehat

Manajemen stress

Gambar 3.1Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor a/r Labial Sinistra Rahang Atas

12

Gambar 3.2 Gambaran mukosa bukal pasien

Gambar 3.3 Gambaran mukosa sublingual dan labial rahang bawah pasien

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)


3.1.1 Definisi
SAR merupakan suatu kelainan pada rongga mulut yang ditandai dengan lesi ulserasi
yang bersifat rekureni pada rongga mulut dan saluran orofaring dan SAR tidak disertai tandatanda penyakit lainnya. SAR terdiri atas daerah ulser yang berwarna putih kekuningan
dengan dasar cekung dan disertai dengan margin eritema (Field and Longman, 2003).

3.1.2 Faktor Predisposisi


Penyebab dari SAR sampai saat ini belum diketahui, namun SAR dapat timbul karena
beberapa faktor, dengan keterlibatan sistemik, lokal, mikrobial, dan faktor genetik.
Faktor-faktor perdisposisi pada SAR :
1. Faktor Genetika
Miller mengemukakan bahwa dari 1.303 anak-anak yang berasal dari 530
keluarga menunjukkan bahwa kemungkinan anak tersebut terkena SAR lebih besar
apabila orang tuanya memiliki SAR. Penelitian Ship mengemukakan bahwa pasien
yang memiliki riwayat keluarga dengan SAR memiliki kemungkinan 90% terkena
SAR juga, dan pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan RAS memiliki
kemungkinan 20% untuk terkena RAS (Greenberg and Glick, 2003).
2. Defisiensi Nutrisi
Defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi juga merupaan penyebab
SAR, namun dalam jumlah yang kecil. Pasien dengan kondisi malabsorbsi seperti

14
penyakit celiac (gluten-sensitive enteropathy atau nontropical sprue) dan Crohns
disease memiliki kecenderungan menderita SAR. (Regezzi). Pada pasien yang
mengalami menstruasi juga dapat mengalami kekurangan zat besi .
3. Alergi
Makanan yang diduga memicu alergi adalah susu, keju, mentega, dan tepung.
Deterjen yang terdapat pada pasta gigi, Sodium Lauryl Sulfate (SLS) diduga menjadi
etiologi pertumbuhan SAR, namun penelitian double-blind crossover menunjukkan
penggunaan pasta gigi bebas SLS tidak memiliki efek signifikan pada perkembangan
SAR.
4. Stress
Stress diduga menjadi salah satu faktor predisposisi RAS. Orang yang sedang
stress cenderung memiliki trauma karena parafungsional kebiasaan buruk menggigit
bibir atau pipi sehingga menyebabkan ulserasi. Beberapa studi juga menyebutkan
bahwa terdapat korelasi antara tingkat stress dan kecemasan dengan episode RAS
karena stress psikologi dapat menjadi trigger terjadinya. Beberapa peneliti
berspekulasi bahwa kecemasan dapat menyebabkan kebiasaan parafungsional,
termasuk mengigit bibir dan pipi, dan trauma fisik dapat memulai proses ulseratif
pada individu yang rentan (Gallo, Mimura, and Sugaya, 2009)
Selain itu, terjadinya SAR karena faktor stress dihubungkan dengan hormon
kortisol. Pada keadaan stress, terjadi peningkatan sekresi hormon kortisol yang akan
mengakibatkan peningkatan level kortisol dalam plasma. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan katabolisme protein menjadi lambat yang mengakibatkan penyembuhan
luka menhadi lambat. Pembentukan hormon kortisol tersebut menghambat Ig-A yang
ada dalam saliva yang merupakan sistem imunitas dalam saliva (Greenberg and Glick,
2003; Gallo, Mimura and Sugaya, 2009).

15
5. Gangguan Hormonal
Hormon progesteron yang kadarnya lebih rendah dari normal menyebabkan
resiko terjadinya RAS yang lebih tinggi. Efek hormon progesteron dalam jaringa
periodontal adalah meningkatkan produksi prostaglandin (self limiting process),
meningkatkan polymorphonuclear leukocytes, mengurangi efek anti-inflamasi dari
glukokortikoid, mengubah sintesi protein kolagen dan non kolagen serta metabolisme
fibroblast, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler. Pada pasien RAS oleh karena
progesteronnya rendah maka self limiting process berkurang (Soetiarto, Maria, Utami,
2003).
6. Perubahan Kebiasaan Merokok
Terdapat hubungan antara meningkatnya terkena SAR dengan menghentikan
kebiasaan merokok. Kandungan tembakau pada rokok dapat menyebabkan
peningkatan keratinisasi mukosa yang menyebabkan mukosa lebih tahan terhadap
ulser. Saat kebiasaan merokok berhenti, mukosa akan mengalami penipisan karena
penurunan keratinisasi mukosa sehingga mukosa lebih rentan mengalami ulserasi.
Selain itu, stress akibat menghentikan kebiasaan merokok juga diduga dapat
meningkatkan kemungkinan SAR (Field and Longman, 2003).
7. Mikroorganisme
SAR dulu diasumsikan sebagai bentuk rekurensi dari infeksi HSV. Namun,
beberapa penelitian pada 40 tahun terakhir mengatakan bahwa SAR bukan disebabkan
oleh HSV karena terapi antiviral untuk infeksi HSV tidak efektif digunakan untuk
SAR. Penelitian selanjutknya mengatakan bahwa ada hubungan antara SAR dengan
virus lainnya seperti virus varicella-zoster atau Cytomegalovirus (Greenberg and
Glick, 2003).

16

3.1.3 Gambaran Klinis


Gambaran klinis dari SAR adalah lesi ulseratif yang rekuren ukurannya bisa satu atau
jamak, dangkal, ovoid, ulser yang disertai rasa sakit, terjadi pada interval beberapa hari atau
sampai 2-3 bulan. Onset SAR mayoritas terjadi pada usia dekade kedua, biasanya disebabkan
oleh trauma minor, menstruasi, infeksi saluran pernapasan atas, atau adanya kontak dengan
jenis makanan tertentu (Field and Longman, 2003). Greenberg and Glick, 2003 membagi
tahap perkembangan ulser menjadi 5 fase, yaitu:
1. Fase Prodormal
Fase ini berlangsung 2-48 jam, ditandai dengan rasa ketidaknyamanan di dalam mulut
dan terkadang disertai dengan malaise. Namun, fase ini jarang terjadi pada mayoritas
pasien.
2. Fase Pre-ulseratif
Fase ini ditandai dengan adanya mukosa yang mengalami eritema dan bengkak.
3. Fase Ulseratif
Fase ini merupakan fase yang dominan, pasien merasakan adanya nyeri lokal pada
mukosa mulut. Terlihat lesi cekung dengan margin yang tajam dan jelas yang
dikelilingi dengan daerah eritema dan edema. Pada SAR lesi berbentuk oval atau
bulat reguler, sedangkan pada ulkus traumatikus lesi berbentuk irregular.
4. Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menghilangnya rasa nyeri dan terlihat gambaran granulasi
serta pseudomembran.
5. Fase Remisi
Fase ini dapat berlangsung lama atau sebentar, regular atau irregular, tergantung dari
faktor etiologi.

17

Terdapat tiga tipe SAR, yaitu tipe mayor, minor, dan herpetiform. Perbedaan dari
ketiga tipe tersebut adalah derajat keparahannya. Perbedaan dari masing-masing tipe akan
dijelaskan pada tabel di bawah:

Gambaran

Tipe SAR

Prevalensi
Puncak onset

Minor

Mayor

Herpetiform

75-85%

10-15%

5-10%

1 dan 2

1-5

1-3

5-20 (bisa mencapai

(dekade)
Jumlah ulser per
episode

100)

Ukuran ulser (mm)


Durasi
Sembuh tanpa bekas
Lokasi

< 10

> 10

1-2

7-14 hari

2 minggu 3 bulan

7-14 hari

Ya

Tidak

Ya

Mukosa nonkeratin,

Mukosa berkeratin,

Mukosa nonkeratin,

terutama pada

mukosa tidak

dasar mulut, dan

mukosa bukal dan

berkeratin, palatum

permukaan ventral

labial, permukaan

lunak

lidah

dorsal dan lateral


lidah

1. SAR Tipe Minor


Insidensinya mencapai 80% dari seluruh kasus SAR. Sekitar 56% terjadi pada wanita.
SAR tipe minor biasanya mengenai mukosa bukal, labial, dasar mulut, dan lidah. Ulser lebih

18
sering mengenai daerah anterior rongga mulut dan jarang mengenai faring maupun tonsil.
Fase prodormal pada SAR tipe minor biasanya diikuti dengan sensasi terbakar pada lokasi
ulser sebelum ulser tampak. Ukuran ulser mencapai maksimum 10 milimeter dengan ukuran
rata-rata 4-5 milimeter.

Gambar 2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor (Laskaris, 2006)


Dasar ulser berwarna abu-abu kekuningan dengan batas regular, sedikit meninggi, dan
berbentuk oval atau bundar. Ulser tersebut terasa sakit, dan bertambah saat berbicara atau
makan. Bila ulser mengenai bibir, seringkali disertai dengan edema ringan sekitar ulser,
namun hal ini jarang terjadi. Perbesaran kelenjar limfe hanya terlihat apabila terjadi infeksi
sekunder.
Ulser terjadi beberapa hari sampai maksimal 2 minggu. Pada fase penyembuhan
terjadi reepitelisasi pada daerah ulser dan akan sembuh dalam beberapa hari. Ulser minor
tidak meninggalkan bekas setelah sembuh. Periode bebas ulser biasanya 3-4 minggu, namun
pada beberapa kondisi bisa berbeda pada setiap individu (Field and Longman, 2003;
Greenberg and Glick, 2003).
1. SAR Tipe Mayor

19

Gambar 2.2 Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Mayor (Laskaris, 2006)


Ukuran ulser tipe mayor lebih besar dengan durasi yang lebih lama dibanding tipe
minor. Apabila terlihat lesi tunggal, lesi tersebut dapat bersifat ganas. Setelah sembuh, lesi
meninggalkan bekas disertai dengan destruksi jaringan. SAR tipe mayor bisa terjadi diseluruh
rongga mulut, termasuk bagian palatum lunak dan tonsil, bahkan ulser dapat meluas ke
orofaring. Keterlibatan dari jaringan oral bagian posterior bisa menjadi karakteristik SAR,
meskipun awalnya ulser masih kecil. Pada SAR tipe mayor makan akan menjadi sangat sulit
dan akan mempengaruhi kesehatan umu dari pasien (Field and Longman, 2003; Greenberg
and Glick, 2003).
3. SAR Tipe Herpetiform

Gambar 3.3 Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Herpetiform (Laskaris, 2006)

Secara morfologi, SAR tipe herpetiform memiliki gambaran klinis mirip dengan
infeksi HSV. SAR tipe ini jarang terjadi, hanya sekitar 5-10% dari kasus SAR. Ulser pada

20
SAR tipe herpetiform berukuran kecil sekitar 1-3 milimeter dan multipel bervariasi 5-100
ulser. Mukosa oral nonkeratinisasi bisa terlibat, secara khusus bisasanya terdapat pada lateral
margin dan permulaan sentral dari lidah dan dasar mulut (Field and Longman, 2003;
Greenberg and Glick, 2003).

3.1.4 Patofisiologi
Tahap awal SAR ditandai dengan infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel
serta infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuklear mengelilingi pembuluh darah
(perivaskular), namun tidak terlihat adanya vaskulitis. Namun, secara keseluruhan terlihat
tidak spesifik.
Perkembangan lesi SAR dimulai dari fase prodormal selama 1-2 hari, berupa rasa
panas atau nyeri yang terlokalisir. Kemudian mukosa berubah menjadi makula eritem yang
dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan kehilangan
epitel sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulser akan tertutup oleh eksudat fibrin berwarna
kekuningan selama 10-14 hari. Tahap penyembuhan ditandai dengan perubahan warna dasar
ulkus menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin (Greenberg and Glick, 2003).

3.1.5. Diagnosis Banding


1. Ulkus Traumatikus
Ulkus traumatikus merupakan lesi rongga mulut yang banyak terjadi, yang merupakan
ulserasi yang disebabkan oleh trauma (mekanis, termal, dan elektrik). Trauma mekanik
biasanya disebabkan oleh trauma akibat benda tajam, alat orthodontik, protesa, kebiasaan
menggigit bibir atau lidah, dan pascainjeksi anestetikum. Trauma mekanik dapat disebabkan
akibat kontak dengan obat seperti aspirin yang diaplikasikan secara topikal sehingga
menyebabkan iritasi pada mukosa (Field and Longman, 2003).

21
Ulkus traumatikus biasanya terlihat sebagai ulser tunggal yag sakit dengan permukaan
berwarna merah atau putih kekuningan dengan margin eritem. Ulser tersebut halus ketika
dipalpasi dan dapat sembuh tanpa bekas secara spontan selama 6-10 hari atau setelah hilang
kontak dengan penyebab. Steroid topikal dapat digunakan sebagai pilihan perawatan pada
ulkus traumatikus (Laskaris, 2006).

Gambar 3.4 Ulkus Traumatikus pada Permukaan Lateral Lidah (Laskaris, 2006)
2. Behcets Syndrome

22

Gambar 3.5 Gambaran Klinis Triad Gejala Behcets Syndrome (Laskaris, 2006)

Behcets syndrome atau juga dikenal dengan Adamantiades syndrome merupakan


penyakit sistemik kompleks yang memiliki manifestasi berupa vaskulitis dan aphtous-like
ulcers. Behcets syndrome memiliki triad gejala, yaitu: aphtous-like ulcer yang kompleks,
genital ulcer, dan inflamasi mata (terutama iridocyclitis). Manifestasi minor dari Behcets
syndrome antara lain arthritis, arthralgia, thrombophlebitis, thrombosis vena, aneurisma, serta
keterlibatan sistem saraf pusat, paru-paru, dan saluran gastrointestinal (Field and Longman,
2003).
Penatalaksanaan pada pasien Behcets syndrome adalah penggunaan steroid topikal
pada kasus ringan. Steroid sistemik, cyclosporin, dan obat-obatan immunosupressive seperti
thalidomide, colchicine, dan dapsone dapat digunakan pada kasus yang lebih berat (Field and
Longman, 2003).

23
3.1.6 Terapi
Srinvas (2010) menggolongkan SAR kedalam 3 tipe berdasarkan gambaran klinis dan
tingkat keparahan:
Tipe

Gambaran Klinis

Perawatan

Episode SAR hanya berlangsung

Medikasi tidak diindikasikan

beberapa hari dan rekurensi jarang

Ansestesi topikal dignakan untuk

dalam satu tahun

mengurangi sakit

SAR terasa sangat sakit, bertahan

Medikasi diindikasikan

sekitar 3 sampai 10 hari

Perawaran dengan kortikosteroid topikal

atau sistemik
C

SAR terasa sangat sakit, apabila 1

Perawatan baik menggunakan

ulser sembuh, ulser lainnya

kortikosteroid topikal, kortikosteroid

berkembang

sistemik, azathrioprine atau


immunosuppressan lainnya seperti
dapsone, pentoxifylline, dan
thalidomide.

Walaupun SAR dapat sembuh spontan dalam kurun waktu 10-14 hari setelah onset,
namun SAR dapat menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan sakit. Tujuan dari perawatan
SAR adalah untuk mengurangi inflamasi, mengurangi rasa sakit, mengurangi kemungkinan
infeksi sekunder, mencegah ulser baru muncul, dan mempercepat proses penyembuhan.
Medikasi yang dapat diberikan pada pasien SAR antara lain:
1.

Suplemen Vitamin B12


Suplemen vitamin B12 merupakan terapi yang umum digunakan pada pasien SAR
serta ekonomis dan memiliki efek samping yang sedikit. Suplemen vitamin B12

24
diberikan kepada pasien karena vitamin B12 essensial bagi pertumbuhan sel, sehingga
dapat mempercepat penyembuhan SAR serta memperpanjang durasi rekurensi SAR
(Volkov, et al., 2009).
2.

Analgesik dan Anestetik


Analgesik topikal atau dalam bentuk obat kumur seperti benzydamine
hydrochloride dapat digunakan untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan. Selain itu, 2%
gel lignocaine dapat digunakan langsung atau berupa obat kumur lebih efektif untuk
kasus SAR yang parah. Perhatian khusus harus dilakukan pada bagian posterior rongga
mulut karena dapat memengaruhi refleks faring.

Penggunaan jangka panjang dari

lignocaine sebaiknya dihindari karena lignocaine dapat terresorbsi dan menyebabkan


efek sistemik.
Lozenges tenggorokan yang mengandung anestesi lokal yang dikombinasikan
dengan antiseptik, dapat digunakan untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan pada SAR
dan biasanya preparasi tersebut mengandung gula dan sebaiknya tidak dikonsumsi pada
pasien yang menggunakan gigi tiruan. Beberapa pasien membutuhkan analgesik sistemik
seperti ibuprofen atau paracetamol, atau NSAID (Field and Longman, 2003).
3.

Covering Agent
Beberapa pasta atau gel dapat digunakan untuk melapisi permukaan ulser dan
membentuk agen barrier proteksi untuk mencegah infeksi sekunder dan iritasi mekanis.
Beberapa kesulitan dapat terjadi dalam aplikasi beberapa preparat, terutama pada ulser
yang bersar dan terletak di mulut bagian belakang. Hal ini juga janggal untuk melapisi
pada permukaan bibir dan lidah ketika terjadi gerakan konstan yang dapat
menghilangkan agen pelapis tersebut (Field and Longman, 2003).

4.

Antiseptik

25
Antiseptik dapat berguna untuk mengurangi infeksi sekunder dan tersedia dalam
bentuk obat kumur, gel, dan permen. Bahan antiseptik membantu untuk mengurangi
kemungkinan infeksi sekunder dan digunakan luas untuk perawatan simptomatik SAR
sehingga dapat membantu pasien dalam memelihara kebersihan mulutnya. Obat kumur
chlorhexidine banyak digunakan untuk terapi simptomatik pada SAR dan baik untuk
menjaga kebersihan rongga mulut pasien karena kesulitan membersihkan saat terkena
SAR. Pewarnaan gigi ekstrinsik merupakan masalah umum akibat pemakaian
chlorhexidine jangka panjang. Selain itu, obat kumur yang mengandung povidone iodine
1% juga dapat digunakan. Obat kumur antiseptik digunakan 3 kali sehari setelah makan
dan dikumur dalam mulut sekitar 1 menit (Field and Longman, 2003; Greenberg and
Glick, 2003).
5.

Antibiotik Topikal
Terapi yang lebih efektif untuk menghilangkan gejala SAR karena infeksi sekunder
adalah dengan aplikasi antibiotik topikal. Obat kumur yang mengandung 2% tetracycline
atau chlotetracycline efektif untuk mengurangi rasa sakit karena keadaan ulser yang
parah. Penggunaan antibiotik topikal merupakan salah satu terapi pada herpetiform ulser.
Namun, terdapat kerugian dari penggunaan antibiotik spektrum luas, risiko reaksi
hipersensitivitas dan pertumbuhan dari organisme yang resisten terhadap antibiotik.
Infeksi sekunder lokal dari organisme opportunis seperti Candida dapat terjadi akibat
penggunaan antibiotik topikal sehingga dapat menyebabkan antibiotic sore tongue atau
candidiasis erythematous akut (Field and Longman, 2003).

6.

Steroid Topikal
Steroid topikal dapat efektif sebagai obat dalam perawatan SAR. Steroid memiliki
dua modus aksi, yaitu efek antiinflamasi dan efek blok. Efek antiinflamasi pada steroid
memengaruhi perkembangan ulser dan mengurangi rasa tidak nyaman. Efek blok

26
interaksi sel limfosit-T dengan sel epitel. Karena konsentrasi kepekaan limfosit terjadi
sebelum dan saat tahap awal ulser, obat mencapai efek maksimum pada saat ini. Obat
topikal steroid yang sering digunakan untuk aplikasi oral pada SAR adalah:
-

Hydrocortisone hemisuccinate (2.5 mg) tablet digunakan 4 kali sehari di sekitar SAR.
Digunakan pada fase prodormal SAR.

Triamcinolone acetonide 0,1% dalam preparat pasta dioleskan ke ulser dalam keadaan
kering 4 kali sehari (Field and Longman, 2003).

7.

Terapi Sistemik
Pada kasus SAR yang parah, terutama pada tipe mayor, beberapa memerlukan
terapi sistemik. Namun, obat-obatan sistemik ini tentunya memiliki efek samping yang
harus diperhitungkan dengan keuntungan terapi tersebut.
-

Prednisolone digunakan untuk SAR tipe mayor dan Behcets disease.

Thalidomide berhasil untuk mengobati SAR apabila tidak ada respon dengan
perawatan lainnya dan juga berhasil pada pasien ulser yang diasosiasikan dengan HIV.
Thalidomide adalah TNF inhibitor yang memiliki efek antiinflamasi. Thalidomide
tidak boleh digunakan pada wanita child-bearing. Neurophaty perifer merupakan efek
samping dari thalidomide.

Colchicine memengaruhi fungsi polymorph dengan cara inhibisi migrasi sel ke daerah
inflamasi.

Cimetidine (H2-receptor blocker), carbenoxolone sodium, dan obat sistemik lainnya


dapat digunakan pada pasien SAR (Field and Longman, 2003; Srinvas, 2010).

3.2 Linea Alba Bukalis

27

3.2.1 Definisi
Seperti namanya, linea alba adalah garis horizontal pada mukosa bukal setinggi
dataran oklusal dari komisura ke gigi posterior.

3.2.2 Etiologi
Linea alba merupakan hal yang biasa dan kebanyakan dihubungkan dengan tekanan,
iritasi friksional, atau trauma karena kebiasaan menghisap pada permukaan fasial gigi.
Prevalensinya mencapai 13% dari populasi.

3.2.3 Gambaran Klinis


Linea alba biasanya terjadi bilateral dan tegas pada beberapa individu. Linea alba
terlihat lebih menonjol pada individu yang memiliki penurunan overjet pada gigi posterior
dan terlihat bergerigi serta terbatas pada area bergigi.

3.2.4 Diagnosis Banding


Cheek Biting
Lesi berwarna putih pada jaringan rongga mulut dapat disebabkan oleh iritasi kronis
yang dikarenakan kebiasaan menghisap, menggigit, atau mengunyah. Hal ini
menyebabkan area trauma menjadi menebal, berparut, dan lebih pucat daripada jaringan
sekitarnya. Cheek biting biasanya terlihat pada orang yang dalam keadaan stress atau
pada orang yang memiliki kebiasaan menggigit pipi dan/atau bibir. Lesi biasanya
ditemukan bilateral pada mukosa bukal bagian posterior setinggi dataran oklusal.
Terkadang disertai dengan kombinasi lesi traumatik pada bibir atau lidah.

28

Gambar 3.4.2 Cheek Biting pada Mukosa Bukal (Laskaris, 2006)

Lesi dibatasi daerah keputihan yang ireguler yang merupakan gabungan antara area
eritem dan

ulserasi. Secara histopatologis ditemukan hiperparakeratosis dan acanthosis.

Perawatan utama dari cheek biting afalah memperbaiki kebiasaan menggigit, apabila sulit,
night guard oklusal yang terbuat dari plastik dapat digunakan.

3.3.5 Terapi
Tidak ada perawatan yang ditujukan pada pasien dengan linea alba. Garis putih tersebut dapat
menghilang spontan pada beberapa orang.

29

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, hasil pemeriksaan intraoral memperlihatkan adanya ulcer berdiameter
3 mm, oval, simetris, tepi eritem regular, warna putih kekuningan, dasar cekung, dangkal di
labial dextra dan sublinguak sinistra. Sariawan berulang setiap bulan terutama saat periode
menstruasi (1-3 sariawan/ bulannya). Hal ini berkaitan dengan karakteristik SAR yag
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pada kasus ini diduga kondisi tubuh dan menstruasi
merupakan faktor pencetusnya. Pada pasien tersebut ditegakkan diagnosis SAR tipe minor
karena ukuran kedua ulser pasien hanya 3 milimeter dan ulser tersebut sembuh tanpa
meninggalkan bekas.
Perawatan yang dilakukan pada pasien tersebut ada 4, yaitu diet sehat dan manajemen
stress, instruksi menjaga kebersihan rongga mulut (OHI), dan pemberian Triamsinolone
acetonide 0.1 % orabase tube no.1 S uc, serta suplemen vitamin B12 (IPI) tube no. 1 S 2dd1.
Pasien juga diinstruksikan untuk melakukan kontrol untuk mengetahui perkembangan
penyakit setelah diberikan perawatan.
Hormon progesteron yang kadarnya lebih rendah dari normal saat menstruasi
mengakibatkan efek self limiting process berkurang, mengakibatkan polimorphoniclear
leucocytes menurun, sehingga permeabilitas vaskuler menurun. Hal tersebut yang
menyebabkan RAS muncul secara periodik sesuai siklus menstruasi. (Soetiarto, Maria, dan
Utami, 2009). Pada pemeriksaan ekstra oral konjungtiva pasien anemis, dan bisa menjadi
tanda bahwa pasien mengalami anemia saat menstruasi, sehingga kekurangan zat besi juga
bisa menjadi penyebabnya. Instruksi diet sehat diberikan pada pasien agar pasien lebih
banyak mengonsumsi sayur-sayuran yang kaya zat besi seperti bayam dan kangkung.

30
Manajemen stress dilakukan pada pasien karena pada kasus ini, SAR diduga muncul akibat
stress serta stamina tubuh pasien yang menurun. Sehingga apabila pasien dapat lebih
mengontrol stressnya, maka kemungkinan SAR muncul akan berkurang. Suplemen vitamin
B12 diberikan kepada pasien karena vitamin B12 essensial bagi pertumbuhan sel, sehingga
dapat mempercepat penyembuhan SAR serta memperpanjang durasi rekurensi SAR.
Sariawan pada bibir bawah kanan sembuh setelah 8 hari, sedang yang di dasar mulut
hampir sembuh, saat ini hanya terdapat garis putih dan sudah tidak sakit sejak hari ketujuh
Pada mukosa bukal ditemukan garis putih sepanjang regio gigi 36 sampai gigi 37 dan gigi 45
sampai gigi sejajar bidang oklusal, tidak sakit, dan tidak bisa dikerok. Berdasarkan
karakteristik klinis, kasus ini ditegakkan diagnosis linea alba bukalis. Linea alba merupakan
gambaran yang biasa ditemukan pada mukosa bukal, dan biasanya bilateral. Hal ini
dihubungkan dengan tekanan dari bagian bukal gigi posterior (Greenberg and Glick, 2003).
Tidak dilakukan perawatan untuk linea alba pada pasien karena lesi biasanya hilang sendiri.
Pasien datang kembali 11 bulan kemudian untuk kontrol. Sariawan di bagian
sublingual sinistra dan labial dextra rahang bawah sudah sembuh dan tidak ada keluhan
namun sariawan timbul kembali di bagian labial sinistra rahang atas. Faktor predisposisinya
multifaktorial berasal dari kondisi pasien sedang menstruasi dan trauma saat penambalan gigi
dan. Gangguan hormon saat menstruasi merupakan faktor etiologi yang paling sering
menyebabkan RAS pada pasien ini. Walaupun, dibandingkan 1 tahun lalu frekuensi
timbulnya RAS sudah berkurang karena pasien sudah mampu menyeimbangkan asupan
gizinya, melakukan managemen stress, dan menghindari trauma terutama saat dalam fase
menstruasi.

31
BAB V
KESIMPULAN

Penyebab dari SAR belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor predisposisi.
Berdasarkan hasil anamnesis, pada kasus ini diperkirakan faktor predisposisi utamanya
adalah menstruasi karena pengaruh hormon dan menyebabkan anemia. Faktor-faktor yang
lain seperti stress dan trauma menyertai faktor menstruasi menyebabkan pasien semakin
rentan mengalami SAR. Kemudian, linea alba bukalis pada kedua sisi mukosa bukal tidak
dilakukan rencana perawatan pada kedua gambaran tersebut karena merupakan variasi
normal pada rongga mulut akibat teraan oklusal gigi-gigi posterior.

32
DAFTAR PUSTAKA

Field, Anne and Lesley Longman. 2003. Tyldesleys Oral Medicine. 5th edition. London:
Oxford
Gallo, Camilla. 2009. Psychological Stress and Recurrent Aphtous Stomatitis. Clinics
2009;64(6):645-8
Greenberg, M.S and Michael Glick. 2003. Burkets Oral Medicine : Diagnosis and
Treatment. Spanyol : BC Decker Inc.
Laskaris, George. 2006. Color Atlas of Oral Disease: second edition. New York : Thieme.
Rao, Srinvas. 2010. Recurrent Aphtous Stomatitis: A Review. J Orofac Sci, 2(3)2010.
Scull, Crispian, et al. 2003. The Diagnosis and Management of Reccurent Aphtous Stomatitis.
JADA, Vol. 134, February 2003
Sutiarto, Maria, Utami. 2009. Hubungan Antara Recurrent Aphthae Stomatitis dan Kadar
Hormon Reproduksi Wanita: Bul. Penelit. Kesehat. Vol. 37(2): 79-86
Volkov, Ilia, et al. 2008. Effectiveness of Vitamin B12 in Treating Recurrent Aphtous
Stomatitis: A Randomized, Double-Blind, Placebo-Controlled Trial.

Anda mungkin juga menyukai