DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS......................................................................................................1
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................12
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................29
BAB V KESIMPULAN...........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
32
BAB I
PENDAHULUAN
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau yang juga dikenal dengan istilah stomatitis
aftosa, recurrent aphtous stomatitis, dan cankre sore, atau pada masyarakat umum sering
disebut dengan istilah sariawan merupakan salah satu ulserasi yang umum dan cukup sering
terjadi pada mukosa oral. Ulserasi pada rongga mulut adalah suatu defek dalam epitelium
berupa lesi dangkal berbatas tegas serta lapisan epidermis diatasnya menghilang sehingga
penanganan SAR harus diketahui oleh dokter gigi. Lesi SAR tersebut dapat terjadi berulang
selama periode tertentu dan menyebabkan sakit.
SAR dapat berupa lesi tunggal maupun jamak yang biasanya berbentuk bulat atau
oval dengan batas regular. Berbeda dengan pada ulkus traumatikus yang memiliki bentuk
irregular. Lesi ulser tersebut berwarna putih, berdasar cekung, serta dikelilingi daerah yang
mengalami eritema. SAR biasanya mengenai mukosa nonkeratin pada rongga mulut dan
jarang mengenai mukosa berkeratin.
Diagnosis yang tepat akan memberikan rencana perawatan yang tepat. Rencana
perawatan pada SAR tidak hanya memberikan obat-obatan sistemik maupun topikal, namun
juga pasien diberikan OHI serta dokter gigi harus dapat mencari faktor pencetusnya sehingga
SAR dapat sembuh dan rekurensinya dapat diperlama.
BAB II
LAPORAN KASUS
: Nn. NH
: 2012-11192
Usia
: 21 tahun
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat Rumah
Tanggal Pemeriksaan
: 23 November 2013
2.1.2
Anamnesa
Pasien mengeluhkan terdapat sariawan di bagian dasar mulut sebelah kiri dan bibir
sebelah kanan. Sariawan di dasar mulut timbul sejak 3 hari yang lalu, terasa sakit saat
mengunyah dan menggerakkan lidah. Sariawan di bagian bibir sebelah kiri timbul sejak 5
hari yang lalu dan tidak terasa sakit. Selama 1 minggu ini, pasien merasa tubuhnya kurang
sehat (sedang flu). Sariawan berulang setiap bulan terutama saat periode menstruasi (1-3
sariawan/ bulannya)
2.1.3
Penyakit jantung
: YA/
TIDAK
Hipertensi
: YA/
TIDAK
Diabetes Melitus
: YA/
TIDAK
Asma/Alergi
: YA/
TIDAK
Penyakit Hepar
: YA/
Kelainan GIT
Penyakit Ginjal
: YA/
Kelainan Darah
: YA/
YA
TIDAK
/TIDAK
TIDAK
TIDAK
4
Hamil
: YA/
TIDAK
Kontrasepsi
: YA/
TIDAK
Lain-lain
: YA/
TIDAK
2.1.4
2.1.5
Kondisi Umum
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Suhu
: Afebris
Tensi
: 100/70 mmHg
Pernafasan
: 15 x / menit
Nadi
: 74 x / menit
2.1.6
Kelenjar Limfe
Submandibula
Submental
Servikal
: kiri
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
: kiri
: kiri
Mata
TMJ
: Deviasi kiri
Bibir
: TAK
Wajah
Sirkum Oral
: TAK s
Lain-lain
: TAK
2.1.7
/Asimetri
Simetri
Kebersihan Mulut
: baik/
Sedan
g
Kalkulus +/
/buruk
_
plak
stain +/
/-
5
Gingiva
: TAK
Mukosa Bukal
: Terdapat garis putih sejajar dataran oklusal pada regio 36-37 dan
45-48. Garis tersebut tidak sakit dan tidak bisa dikerok.
Mukosa Labial
Palatum Durum
: TAK
Palatum Mole
: TAK
Frenulum
: TAK
Lidah
Dasar Mulut
2.1.8
2.1.9
Status Gigi
7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7
7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
: TDL
Darah
: TDL
Patologi Anatomi
: TDL
Mikrobiologi
: TDL
2.1.10 Diagnosa
1. D/ Reccurent Aphtous Stomatitis tipe minor a/r sublingual sinistra dan labial dextra
rahang bawah
DD/ Traumatic ulcer
2. D/ Linea Alba a/r bukal sinistra regio 36-37 & bukal dextra regio 45-48
6
DD/ Cheek biting
2.1.11 Rencana Perawatan dan Perawatan
Pro OHI
Pro diet sehat
Pro resep
R/ Triamsinolone acetonide 0.1 % orabase tube No.I
S UC
R/ Vitamin B 12 (IPI) tube No. I
S 2 dd 1
Gambar 2.1
Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor a/r Labial Dextra Rahang
Bawah dan Sublingual Sinistra
2.2
Laporan Kontrol I
Nama
: Nn. NH
: 2012-11192
Usia
: 21 tahun
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat Rumah
Tanggal Pemeriksaan
: 30 November 2013
2.2.1 Anamnesis
Pasien datang 7 hari yang lalu dengan keluhan terdapat sariawan pada bibir bawah
kanan dan dasar mulut sebelah kiri. Selama 7 hari ini pasien pasien mengaplikasikan obatnya
terarur dan meminum vit. B12 secara teratur, memperbanyak makan makanan berserat,
istirahat teratur. Sariawan pada bibir bawah kanan sembuh setelah 8 hari, sedang yang di
dasar mulut hampir sembuh, saat ini hanya terdapat garis putih dan sudah tidak sakit sejak
hari ketujuh. Saat ini pasien datang dan merasa sariawannya tersebut sudah sembuh.
2.2.2
Kelenjar Limfe
8
Submandibula
Submental
Servikal
: kiri
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
: kiri
: kiri
Mata
TMJ
: Deviasi kiri
Bibir
: TAK
Wajah
Sirkum Oral
: TAK s
Lain-lain
: TAK
/Asimetri
Simetri
Gingiva
Debris Index
16
11
26
46
1
31
36
Kalukulus Index
16
0
46
0
11
0
31
0
26
0
46
0
OHI-S
baik
/ sedang/buruk
Stain +/
TAK
Mukosa Bukal
: Terdapat garis putih sejajar dataran oklusal pada regio 36-37 dan
45-48. Garis tersebut tidak sakit dan tidak bisa dikerok.
Mukosa Labial
: TAK
Palatum Durum
: TAK
Palatum Mole
: TAK
Frenulum
: TAK
Lidah
Dasar Mulut
2.2.5
Diagnosis
9
1. D/ Post Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor di sublingual sinistra
2. D/ Linea Alba Bukalis
DD/ Cheek biting
2.2.6
Manajemen stress
Gambar 2.2 Gambaran Mukosa Labial dan Sublingual Pasien saat Kontrol 1 Minggu
2.3
Laporan Kontrol I
Nama
: Nn. N.H.
: 2012-11192
Usia
: 21 tahun
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat Rumah
Tanggal Pemeriksaan
: 21 Januari 2015
2.3.1 Anamnesis
10
Pasien wanita datang 13 bulan lalu dengan keluhan sariawan di bagian dasar mulut
kiri dan bibir bawah kanan. Saat ini, pasien tidak merasakan sakit di lokasi tersebut dan tidak
ada keluhan. Namun timbul sariawan baru di bibir atas kiri sejak5 hari lalu karena terkena
alat saat menambal gigi. Pasien saat itu sedang menstruasi. Sariawan masih ada, tetapi sudah
tidak terasa sakit. Sariawan di bibir tidak diobati, pasien hanya istirahat yang cukup dan
makan buah sayur yang banyak. Frekuensi timbulnya sariawan sudah berkurang dari 1 tahun
lalu, dari timbul setiap 1 bulan, sekarang timbul menjadi 2-3 bulan sekali.
2.3.2
Kelenjar Limfe
Submandibula
: kiri
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
: teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/
Submental
Servikal
: kiri
: kiri
Bibir
: TAK
Wajah
Sirkum Oral
: TAK s
Lain-lain
: TAK
/Asimetri
Simetri
Gingiva
Debris Index
16
11
26
46
1
31
36
Kalukulus Index
16
1
46
0
11
0
31
0
26
0
46
0
OHI-S
baik
/ sedang/buruk
Stain +/
TAK
Mukosa Bukal
: TAK
Mukosa Labial
Palatum Durum
: TAK
Palatum Mole
: TAK
11
Frenulum
: TAK
Lidah
: TAK
Dasar Mulut
: TAK
Diagnosis
1. D/ Reccurent Aphtous Stomatitis tipe minor a/r labial sinistral rahang atas
DD/ Traumatic ulcer
3. D/ Linea Alba a/r bukal sinistra regio 36-37 & bukal dextra regio 45-48
DD/ Cheek biting
2.3.6
Manajemen stress
Gambar 3.1Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor a/r Labial Sinistra Rahang Atas
12
Gambar 3.3 Gambaran mukosa sublingual dan labial rahang bawah pasien
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
penyakit celiac (gluten-sensitive enteropathy atau nontropical sprue) dan Crohns
disease memiliki kecenderungan menderita SAR. (Regezzi). Pada pasien yang
mengalami menstruasi juga dapat mengalami kekurangan zat besi .
3. Alergi
Makanan yang diduga memicu alergi adalah susu, keju, mentega, dan tepung.
Deterjen yang terdapat pada pasta gigi, Sodium Lauryl Sulfate (SLS) diduga menjadi
etiologi pertumbuhan SAR, namun penelitian double-blind crossover menunjukkan
penggunaan pasta gigi bebas SLS tidak memiliki efek signifikan pada perkembangan
SAR.
4. Stress
Stress diduga menjadi salah satu faktor predisposisi RAS. Orang yang sedang
stress cenderung memiliki trauma karena parafungsional kebiasaan buruk menggigit
bibir atau pipi sehingga menyebabkan ulserasi. Beberapa studi juga menyebutkan
bahwa terdapat korelasi antara tingkat stress dan kecemasan dengan episode RAS
karena stress psikologi dapat menjadi trigger terjadinya. Beberapa peneliti
berspekulasi bahwa kecemasan dapat menyebabkan kebiasaan parafungsional,
termasuk mengigit bibir dan pipi, dan trauma fisik dapat memulai proses ulseratif
pada individu yang rentan (Gallo, Mimura, and Sugaya, 2009)
Selain itu, terjadinya SAR karena faktor stress dihubungkan dengan hormon
kortisol. Pada keadaan stress, terjadi peningkatan sekresi hormon kortisol yang akan
mengakibatkan peningkatan level kortisol dalam plasma. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan katabolisme protein menjadi lambat yang mengakibatkan penyembuhan
luka menhadi lambat. Pembentukan hormon kortisol tersebut menghambat Ig-A yang
ada dalam saliva yang merupakan sistem imunitas dalam saliva (Greenberg and Glick,
2003; Gallo, Mimura and Sugaya, 2009).
15
5. Gangguan Hormonal
Hormon progesteron yang kadarnya lebih rendah dari normal menyebabkan
resiko terjadinya RAS yang lebih tinggi. Efek hormon progesteron dalam jaringa
periodontal adalah meningkatkan produksi prostaglandin (self limiting process),
meningkatkan polymorphonuclear leukocytes, mengurangi efek anti-inflamasi dari
glukokortikoid, mengubah sintesi protein kolagen dan non kolagen serta metabolisme
fibroblast, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler. Pada pasien RAS oleh karena
progesteronnya rendah maka self limiting process berkurang (Soetiarto, Maria, Utami,
2003).
6. Perubahan Kebiasaan Merokok
Terdapat hubungan antara meningkatnya terkena SAR dengan menghentikan
kebiasaan merokok. Kandungan tembakau pada rokok dapat menyebabkan
peningkatan keratinisasi mukosa yang menyebabkan mukosa lebih tahan terhadap
ulser. Saat kebiasaan merokok berhenti, mukosa akan mengalami penipisan karena
penurunan keratinisasi mukosa sehingga mukosa lebih rentan mengalami ulserasi.
Selain itu, stress akibat menghentikan kebiasaan merokok juga diduga dapat
meningkatkan kemungkinan SAR (Field and Longman, 2003).
7. Mikroorganisme
SAR dulu diasumsikan sebagai bentuk rekurensi dari infeksi HSV. Namun,
beberapa penelitian pada 40 tahun terakhir mengatakan bahwa SAR bukan disebabkan
oleh HSV karena terapi antiviral untuk infeksi HSV tidak efektif digunakan untuk
SAR. Penelitian selanjutknya mengatakan bahwa ada hubungan antara SAR dengan
virus lainnya seperti virus varicella-zoster atau Cytomegalovirus (Greenberg and
Glick, 2003).
16
17
Terdapat tiga tipe SAR, yaitu tipe mayor, minor, dan herpetiform. Perbedaan dari
ketiga tipe tersebut adalah derajat keparahannya. Perbedaan dari masing-masing tipe akan
dijelaskan pada tabel di bawah:
Gambaran
Tipe SAR
Prevalensi
Puncak onset
Minor
Mayor
Herpetiform
75-85%
10-15%
5-10%
1 dan 2
1-5
1-3
(dekade)
Jumlah ulser per
episode
100)
< 10
> 10
1-2
7-14 hari
2 minggu 3 bulan
7-14 hari
Ya
Tidak
Ya
Mukosa nonkeratin,
Mukosa berkeratin,
Mukosa nonkeratin,
terutama pada
mukosa tidak
berkeratin, palatum
permukaan ventral
labial, permukaan
lunak
lidah
18
sering mengenai daerah anterior rongga mulut dan jarang mengenai faring maupun tonsil.
Fase prodormal pada SAR tipe minor biasanya diikuti dengan sensasi terbakar pada lokasi
ulser sebelum ulser tampak. Ukuran ulser mencapai maksimum 10 milimeter dengan ukuran
rata-rata 4-5 milimeter.
19
Secara morfologi, SAR tipe herpetiform memiliki gambaran klinis mirip dengan
infeksi HSV. SAR tipe ini jarang terjadi, hanya sekitar 5-10% dari kasus SAR. Ulser pada
20
SAR tipe herpetiform berukuran kecil sekitar 1-3 milimeter dan multipel bervariasi 5-100
ulser. Mukosa oral nonkeratinisasi bisa terlibat, secara khusus bisasanya terdapat pada lateral
margin dan permulaan sentral dari lidah dan dasar mulut (Field and Longman, 2003;
Greenberg and Glick, 2003).
3.1.4 Patofisiologi
Tahap awal SAR ditandai dengan infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel
serta infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuklear mengelilingi pembuluh darah
(perivaskular), namun tidak terlihat adanya vaskulitis. Namun, secara keseluruhan terlihat
tidak spesifik.
Perkembangan lesi SAR dimulai dari fase prodormal selama 1-2 hari, berupa rasa
panas atau nyeri yang terlokalisir. Kemudian mukosa berubah menjadi makula eritem yang
dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan kehilangan
epitel sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulser akan tertutup oleh eksudat fibrin berwarna
kekuningan selama 10-14 hari. Tahap penyembuhan ditandai dengan perubahan warna dasar
ulkus menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin (Greenberg and Glick, 2003).
21
Ulkus traumatikus biasanya terlihat sebagai ulser tunggal yag sakit dengan permukaan
berwarna merah atau putih kekuningan dengan margin eritem. Ulser tersebut halus ketika
dipalpasi dan dapat sembuh tanpa bekas secara spontan selama 6-10 hari atau setelah hilang
kontak dengan penyebab. Steroid topikal dapat digunakan sebagai pilihan perawatan pada
ulkus traumatikus (Laskaris, 2006).
Gambar 3.4 Ulkus Traumatikus pada Permukaan Lateral Lidah (Laskaris, 2006)
2. Behcets Syndrome
22
Gambar 3.5 Gambaran Klinis Triad Gejala Behcets Syndrome (Laskaris, 2006)
23
3.1.6 Terapi
Srinvas (2010) menggolongkan SAR kedalam 3 tipe berdasarkan gambaran klinis dan
tingkat keparahan:
Tipe
Gambaran Klinis
Perawatan
mengurangi sakit
Medikasi diindikasikan
atau sistemik
C
berkembang
Walaupun SAR dapat sembuh spontan dalam kurun waktu 10-14 hari setelah onset,
namun SAR dapat menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan sakit. Tujuan dari perawatan
SAR adalah untuk mengurangi inflamasi, mengurangi rasa sakit, mengurangi kemungkinan
infeksi sekunder, mencegah ulser baru muncul, dan mempercepat proses penyembuhan.
Medikasi yang dapat diberikan pada pasien SAR antara lain:
1.
24
diberikan kepada pasien karena vitamin B12 essensial bagi pertumbuhan sel, sehingga
dapat mempercepat penyembuhan SAR serta memperpanjang durasi rekurensi SAR
(Volkov, et al., 2009).
2.
Covering Agent
Beberapa pasta atau gel dapat digunakan untuk melapisi permukaan ulser dan
membentuk agen barrier proteksi untuk mencegah infeksi sekunder dan iritasi mekanis.
Beberapa kesulitan dapat terjadi dalam aplikasi beberapa preparat, terutama pada ulser
yang bersar dan terletak di mulut bagian belakang. Hal ini juga janggal untuk melapisi
pada permukaan bibir dan lidah ketika terjadi gerakan konstan yang dapat
menghilangkan agen pelapis tersebut (Field and Longman, 2003).
4.
Antiseptik
25
Antiseptik dapat berguna untuk mengurangi infeksi sekunder dan tersedia dalam
bentuk obat kumur, gel, dan permen. Bahan antiseptik membantu untuk mengurangi
kemungkinan infeksi sekunder dan digunakan luas untuk perawatan simptomatik SAR
sehingga dapat membantu pasien dalam memelihara kebersihan mulutnya. Obat kumur
chlorhexidine banyak digunakan untuk terapi simptomatik pada SAR dan baik untuk
menjaga kebersihan rongga mulut pasien karena kesulitan membersihkan saat terkena
SAR. Pewarnaan gigi ekstrinsik merupakan masalah umum akibat pemakaian
chlorhexidine jangka panjang. Selain itu, obat kumur yang mengandung povidone iodine
1% juga dapat digunakan. Obat kumur antiseptik digunakan 3 kali sehari setelah makan
dan dikumur dalam mulut sekitar 1 menit (Field and Longman, 2003; Greenberg and
Glick, 2003).
5.
Antibiotik Topikal
Terapi yang lebih efektif untuk menghilangkan gejala SAR karena infeksi sekunder
adalah dengan aplikasi antibiotik topikal. Obat kumur yang mengandung 2% tetracycline
atau chlotetracycline efektif untuk mengurangi rasa sakit karena keadaan ulser yang
parah. Penggunaan antibiotik topikal merupakan salah satu terapi pada herpetiform ulser.
Namun, terdapat kerugian dari penggunaan antibiotik spektrum luas, risiko reaksi
hipersensitivitas dan pertumbuhan dari organisme yang resisten terhadap antibiotik.
Infeksi sekunder lokal dari organisme opportunis seperti Candida dapat terjadi akibat
penggunaan antibiotik topikal sehingga dapat menyebabkan antibiotic sore tongue atau
candidiasis erythematous akut (Field and Longman, 2003).
6.
Steroid Topikal
Steroid topikal dapat efektif sebagai obat dalam perawatan SAR. Steroid memiliki
dua modus aksi, yaitu efek antiinflamasi dan efek blok. Efek antiinflamasi pada steroid
memengaruhi perkembangan ulser dan mengurangi rasa tidak nyaman. Efek blok
26
interaksi sel limfosit-T dengan sel epitel. Karena konsentrasi kepekaan limfosit terjadi
sebelum dan saat tahap awal ulser, obat mencapai efek maksimum pada saat ini. Obat
topikal steroid yang sering digunakan untuk aplikasi oral pada SAR adalah:
-
Hydrocortisone hemisuccinate (2.5 mg) tablet digunakan 4 kali sehari di sekitar SAR.
Digunakan pada fase prodormal SAR.
Triamcinolone acetonide 0,1% dalam preparat pasta dioleskan ke ulser dalam keadaan
kering 4 kali sehari (Field and Longman, 2003).
7.
Terapi Sistemik
Pada kasus SAR yang parah, terutama pada tipe mayor, beberapa memerlukan
terapi sistemik. Namun, obat-obatan sistemik ini tentunya memiliki efek samping yang
harus diperhitungkan dengan keuntungan terapi tersebut.
-
Thalidomide berhasil untuk mengobati SAR apabila tidak ada respon dengan
perawatan lainnya dan juga berhasil pada pasien ulser yang diasosiasikan dengan HIV.
Thalidomide adalah TNF inhibitor yang memiliki efek antiinflamasi. Thalidomide
tidak boleh digunakan pada wanita child-bearing. Neurophaty perifer merupakan efek
samping dari thalidomide.
Colchicine memengaruhi fungsi polymorph dengan cara inhibisi migrasi sel ke daerah
inflamasi.
27
3.2.1 Definisi
Seperti namanya, linea alba adalah garis horizontal pada mukosa bukal setinggi
dataran oklusal dari komisura ke gigi posterior.
3.2.2 Etiologi
Linea alba merupakan hal yang biasa dan kebanyakan dihubungkan dengan tekanan,
iritasi friksional, atau trauma karena kebiasaan menghisap pada permukaan fasial gigi.
Prevalensinya mencapai 13% dari populasi.
28
Lesi dibatasi daerah keputihan yang ireguler yang merupakan gabungan antara area
eritem dan
Perawatan utama dari cheek biting afalah memperbaiki kebiasaan menggigit, apabila sulit,
night guard oklusal yang terbuat dari plastik dapat digunakan.
3.3.5 Terapi
Tidak ada perawatan yang ditujukan pada pasien dengan linea alba. Garis putih tersebut dapat
menghilang spontan pada beberapa orang.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, hasil pemeriksaan intraoral memperlihatkan adanya ulcer berdiameter
3 mm, oval, simetris, tepi eritem regular, warna putih kekuningan, dasar cekung, dangkal di
labial dextra dan sublinguak sinistra. Sariawan berulang setiap bulan terutama saat periode
menstruasi (1-3 sariawan/ bulannya). Hal ini berkaitan dengan karakteristik SAR yag
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pada kasus ini diduga kondisi tubuh dan menstruasi
merupakan faktor pencetusnya. Pada pasien tersebut ditegakkan diagnosis SAR tipe minor
karena ukuran kedua ulser pasien hanya 3 milimeter dan ulser tersebut sembuh tanpa
meninggalkan bekas.
Perawatan yang dilakukan pada pasien tersebut ada 4, yaitu diet sehat dan manajemen
stress, instruksi menjaga kebersihan rongga mulut (OHI), dan pemberian Triamsinolone
acetonide 0.1 % orabase tube no.1 S uc, serta suplemen vitamin B12 (IPI) tube no. 1 S 2dd1.
Pasien juga diinstruksikan untuk melakukan kontrol untuk mengetahui perkembangan
penyakit setelah diberikan perawatan.
Hormon progesteron yang kadarnya lebih rendah dari normal saat menstruasi
mengakibatkan efek self limiting process berkurang, mengakibatkan polimorphoniclear
leucocytes menurun, sehingga permeabilitas vaskuler menurun. Hal tersebut yang
menyebabkan RAS muncul secara periodik sesuai siklus menstruasi. (Soetiarto, Maria, dan
Utami, 2009). Pada pemeriksaan ekstra oral konjungtiva pasien anemis, dan bisa menjadi
tanda bahwa pasien mengalami anemia saat menstruasi, sehingga kekurangan zat besi juga
bisa menjadi penyebabnya. Instruksi diet sehat diberikan pada pasien agar pasien lebih
banyak mengonsumsi sayur-sayuran yang kaya zat besi seperti bayam dan kangkung.
30
Manajemen stress dilakukan pada pasien karena pada kasus ini, SAR diduga muncul akibat
stress serta stamina tubuh pasien yang menurun. Sehingga apabila pasien dapat lebih
mengontrol stressnya, maka kemungkinan SAR muncul akan berkurang. Suplemen vitamin
B12 diberikan kepada pasien karena vitamin B12 essensial bagi pertumbuhan sel, sehingga
dapat mempercepat penyembuhan SAR serta memperpanjang durasi rekurensi SAR.
Sariawan pada bibir bawah kanan sembuh setelah 8 hari, sedang yang di dasar mulut
hampir sembuh, saat ini hanya terdapat garis putih dan sudah tidak sakit sejak hari ketujuh
Pada mukosa bukal ditemukan garis putih sepanjang regio gigi 36 sampai gigi 37 dan gigi 45
sampai gigi sejajar bidang oklusal, tidak sakit, dan tidak bisa dikerok. Berdasarkan
karakteristik klinis, kasus ini ditegakkan diagnosis linea alba bukalis. Linea alba merupakan
gambaran yang biasa ditemukan pada mukosa bukal, dan biasanya bilateral. Hal ini
dihubungkan dengan tekanan dari bagian bukal gigi posterior (Greenberg and Glick, 2003).
Tidak dilakukan perawatan untuk linea alba pada pasien karena lesi biasanya hilang sendiri.
Pasien datang kembali 11 bulan kemudian untuk kontrol. Sariawan di bagian
sublingual sinistra dan labial dextra rahang bawah sudah sembuh dan tidak ada keluhan
namun sariawan timbul kembali di bagian labial sinistra rahang atas. Faktor predisposisinya
multifaktorial berasal dari kondisi pasien sedang menstruasi dan trauma saat penambalan gigi
dan. Gangguan hormon saat menstruasi merupakan faktor etiologi yang paling sering
menyebabkan RAS pada pasien ini. Walaupun, dibandingkan 1 tahun lalu frekuensi
timbulnya RAS sudah berkurang karena pasien sudah mampu menyeimbangkan asupan
gizinya, melakukan managemen stress, dan menghindari trauma terutama saat dalam fase
menstruasi.
31
BAB V
KESIMPULAN
Penyebab dari SAR belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor predisposisi.
Berdasarkan hasil anamnesis, pada kasus ini diperkirakan faktor predisposisi utamanya
adalah menstruasi karena pengaruh hormon dan menyebabkan anemia. Faktor-faktor yang
lain seperti stress dan trauma menyertai faktor menstruasi menyebabkan pasien semakin
rentan mengalami SAR. Kemudian, linea alba bukalis pada kedua sisi mukosa bukal tidak
dilakukan rencana perawatan pada kedua gambaran tersebut karena merupakan variasi
normal pada rongga mulut akibat teraan oklusal gigi-gigi posterior.
32
DAFTAR PUSTAKA
Field, Anne and Lesley Longman. 2003. Tyldesleys Oral Medicine. 5th edition. London:
Oxford
Gallo, Camilla. 2009. Psychological Stress and Recurrent Aphtous Stomatitis. Clinics
2009;64(6):645-8
Greenberg, M.S and Michael Glick. 2003. Burkets Oral Medicine : Diagnosis and
Treatment. Spanyol : BC Decker Inc.
Laskaris, George. 2006. Color Atlas of Oral Disease: second edition. New York : Thieme.
Rao, Srinvas. 2010. Recurrent Aphtous Stomatitis: A Review. J Orofac Sci, 2(3)2010.
Scull, Crispian, et al. 2003. The Diagnosis and Management of Reccurent Aphtous Stomatitis.
JADA, Vol. 134, February 2003
Sutiarto, Maria, Utami. 2009. Hubungan Antara Recurrent Aphthae Stomatitis dan Kadar
Hormon Reproduksi Wanita: Bul. Penelit. Kesehat. Vol. 37(2): 79-86
Volkov, Ilia, et al. 2008. Effectiveness of Vitamin B12 in Treating Recurrent Aphtous
Stomatitis: A Randomized, Double-Blind, Placebo-Controlled Trial.