Disusun oleh :
Pembimbing :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................2
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................32
BAB V SIMPULAN.............................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
mulut. Candida sp merupakan jamur dengan distribusi yang luas dan bagian dari
flora komensal di tubuh manusia. Kandidiasis oral dibagi menjadi infeksi primer
dan sekunder. Infeksi primer terbatas di oral dan perioral, sedangkan infeksi
Infeksi primer terdiri dari terdiri dari infeksi akut, kronis, dan lesi yang terkait
(Greenberg and Glick, 2008). Lesi intraoral secara umum tidak sakit dan bisa
dihilangkan tetapi agak sulit. Pada orang dewasa, inflamasi, eritem, area erosi
yang sakit, lesi berupa plak berwarna putih seperti mutiara dan relatif tidak
rongga mulut yang buruk, serostomia, kerusakan mukosa, gigi tiruan, dan obat
2
3
Makalah laporan kasus ini akan membahas mengenai pasien laki-laki usia
sakit pada lutut dan didiagnosis candidiasis oral terkait penggunaan kortikosteroid
oleh ilmu penyakit mulut berdasarkan keluhan pada mulut berupa adanya rasa
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Biodata Pasien
Agama : Islam
Usia : 50 Tahun
Alamat : Bandung
Status : Menikah
NRM : 0001575XXX
Anamnesa
nafsu makan sejak satu bulan yang lalu. Pasien tidak bisa berjalan sejak seminggu
yang lalu. Saat ini pasien hanya makan 3 sendok makan tiap waktu makan karena
Pasien didiagonsis reumatoid arthritis pada saat masuk rumah sakit pada
yang tercatat adalah sejak masuk rumah sakit pada tanggal 22 November 2016.
Tidak terdapat catatan riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita pasien.
4
5
Kondisi Umum
Nadi : 92x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : Afebris
diameter 6 mm
- Plak putih ar. 35-36 dan 43-45
Palatum durum& mole : Plak putih multipel dikelilingi tepi eritem pada palatum
mole
6
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : tdl
Patologi anatomi : tdl
Hasil Pemeriksaan
Tromobosit, Eosinofil, Neutrofil batang dan segmen, Limfosit, dan laju endap
darah.
dan kanan
- Gingivitis Marginalis Kronis Generalisata
- Angular Cheilitis
Rencana Perawatan
- OHI dan KIE ( membersihkan gigi dan lidah minimal 2x sehari dengan
4 dd 2 ml
3 dd 1 tab a.c.
8
- R/ Asam folat 1 mg No X
1 dd tab 1 a.c.
ue
Saran
Gambar Kasus
a b c
d e f
Gambar 2.1
g
Gambaran Klinis Kunjungan I a) Bibir dengan krusta coklat kehitaman b) Mukosa
Labial RB dengan ulser ar. 32-33, c) Mukosa Bukal Kanan, d) Mukosa Bukal Kiri
dengan Plak putih multipel ar. 35-36 dan 44-45 e) Palatum Durum, f) Ventral
Anamnesa
mm diameter + 0,5 mm
Plak dan Kalkulus : (+), nilai OHI-S 4,2
Pemeriksaan Penunjang
Mikrobiologi* : Preparat Jamur dengan sample apus lidah. Ditemukan
adanya hifa
lidah
- Gingivitis Marginalis Kronis Generalisata
Rencana Perawatan
- OHI dan KIE ( membersihkan gigi dan lidah minimal 2x sehari, aturan
penggunaan obat)
- Pro rujuk ke bagian periodonsia untuk membersihkan karang gigi di bagian
Gambar Kasus
Gambar 2.2
a b c
Gambaran
Klinis
Kunjungan II a) Mukosa Labial RB, b) Defek pada Median Lidah, c)
Anamnesa
Keluhan pada rpngga mulut sudah berkurang, sariawan pada lidah masih
eritema.
penyembuhan
- Gingivitis Marginalis Kronis Generalisata
Rencana Perawatan
- OHI dan KIE ( membersihkan gigi dan lidah minimal 2x sehari, aturan
penggunaan obat)
- Pro konsul bagian periodonsia SFM gigi dan mulut (jika kondisi pasien
Gambar Kasus
gh
a b c
d
Gambar e f
2.3
Gambaran Klinis
Kunjungan III a) Bibir, b) Mukosa Labial RB, c) Mukosa Labial RA,
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
kandida dan adalah yang paling sering candida albicans (Scully, 2014).
lebih dalam (Scully, 2014). Kandidiasis oral adalah infeksi oportunis dengan
prevalensi tertinggi mengenai mukosa oral. Lesi disebabkan oleh jamur Candida
organisme patogen yang lemah, dan kandidiasis lebih banyak menyerang host
yang sangat muda, sangat tua, atau dengan penyakit sistemik (Greenberg and
Glick, 2008).
Infeksi primer terbatas di oral dan perioral, sedangkan infeksi sekunder disertai
terdiri dari terdiri dari infeksi akut, kronis, dan lesi yang terkait dengan kandida.
karena protesa, angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis (Tabel 3.1)
15
15
kandidiasis primer, yang berhubunga dengan jaringan oral dan perioral, dan oral
kandidiasis sekunder yang lesinya tersebar di bagian tubuh yang lain dan juga
dari 80% jumlahnya dalam isolasi spesies pada pasien dengan infeksi kandida.
permukaan epitel. Kandida dengan potensi adhesi yang tinggi menjadi lebih
patogen. Penetrasi jamur ke sel epitel difasilitasi oleh produksi enzim lipase yang
mendegradasi membran sel pejamu menyebabkan sel lisis dan mati, enzim ini
berperan untuk jamur yang terdapat didalam epitel, bertahan saat terjadi
deskuamasi konstan pada permukaan sel epitel (Greenberg and Glick, 2008).
candida atau mengubah respon imun di mukosa oral. Faktor predisposisi umum
berhubungan dengan imunitas pasien dan status endokrin (tabel 2). Status imun
dapat dipengaruhi oleh obat dan penyakit yang menekan sistem imun adaptive dan
anak, yang sistem imunnya belum berkembang sempurna. (Greenberg and Glick,
2008)
1. Kandidiasis pseudomembran
grup oral kandidiasis primer (tabel 3.1). Infeksi ini menyerang pasien yang
menekan sistem imun (Greenberg and Glick, 2008). Lesi candida mempunyai ciri
khas bercak yang lunak, warna krem, dasar lebih tinggi sedikit dari mukosa dan
dengan membran yang merekat longgar mengandung jamur dan debris selular,
Gambaran klinis dari infeksi kandida akut dan kronis hampir sama.
Bentuk klinis infeksi kronis terjadi pada infeksi HIV, terlihat pseudomembran
dalam jangka waktu yang lama. Pada pasien yang menggunakan inhaler steroid
juga terdapat lesi pseudomembran. Rasa tidak nyaman dapat menjadi keluhan
2. Kandidiasis eritematous
18
durasi dari lesi oral. Kandidiasis eritematous akut biasanya disebut acute atrophic
kandidiasis atau antibiotic sore mouth, lesi ini biasanya terjadi karena pengaruh
mukosa yang terlibat merah dan sakit pada lesi yang akut. Epitel permukaannya
tipis dan atrofi dengan adanya hifa kandida di superfisial epitel (Field and
Longman, 2008).
komplikasi dari HIV, dan menyebabkan eritem fokal atau meluas dan bercak
eritem pada mukosa, khususnya palatum (Scully, 2014). Lesi memiliki batas difus
yang lebih tajam. Infeksi ini sering terjadi di palatum dan dorsal lidah pada pasien
3. Denture stomatitis
19
menjadi 3 tipe. Tipe I adalah daerah eritem minor lokal karena trauma dari
protesa. Tipe II mengenai sebagian besar mukosa yang tertutupi protesa. Tipe III
4. Angular cheilitis
mulut, yang dikeliling oleh daerah eritem. Lesi ini disebabkan oleh Candida dan
infeksi HIV. Tipe kandidiasis oral yang berhubungan dengan HIV adalah
Gambar 3.5. Kandidiasis eritematous pada bagian tengah lidah pada pasien
AIDS.
(CMC) mencakup penyakit yang heterogen, dengan manifestasi pada mulut dan
kulit, khususnya kuku dan lapisan mukosa lainnya, termasuk mukosa genital.
Wajah dan kulit kepala mungkin terlibat, dan terlihat massa granulomatous pada
sisi yang terkena. 90% dari pasien yang terkena CMC memiliki oral candidiasis
Efek di oral melibatkan lidah, dan lesi hiperplastik putih dengan fissure.
sistem imun. Pasien dengan kelainan ini sering terkena infeksi candida. Kedua
3.1.4 Penanganan
paling banyak digunakan tergolong dalam grup polyene atau azoles. Polyene
kandidiasis oral primer. Polyene tidak di absorbsi dari GIT dan tidak
2008). Polyene beraksi melalui efek negatif dari produksi ergosterol, yang penting
perawatan untuk angular cheilitis yang disebabkan oleh S.aureus dan Candida.
Obat ini memiliki efek biostatik pada S. Aureus dan fungistatik pada Candida.
Oral leukoplakia adalah lesi putih predominan pada mukosa oral yang
tidak bisa dikarakteristikan seperti lesi lainnya (Greenberg and Glick, 2008).
Leukoplakia didefinisikan sebagai plak putih, tebal, pada mukosa mulut yang
Penyakit sifilis tertier, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, anemia
bervariasi, dan tidak dapat diangkat. Lesi yang terbatas pada daerah yang kecil,
biasanya asimtomatis. Lesi yang besar biasanya terasa gatal, rasa terbakar dan rasa
kering. Daerah yang biasa terkena adalah mukosa bukal, komisura lidah, dasar
mulut, mukosa alveolar, dan gingiva. Lesi ini juga bisa mengenai palatum lunak
putih berbatas tegas dengan pola lesi yang identik (Gambar 6). Tekstur permukaan
lesi dapat berupa permukaan halus sampai kasar dengan dikelilingi fissure yang
disebut sebagai cracked mud. Lesi ini biasanya asimptomatik. Tipe non
homogenous terlihat sebagai plak/ patch putih dan elemen jaringan merah. Kedua
tipe oral leukoplakia ini dapat terjadi di seluruh bagian mukosa oral. (Greenberg
terlihat sebagai lesi merah dan putih dimana terdapat nodule putih keratotik atau
patches yang tersebar diatas jaringan yang atrofi eritematous. Leukoplakia tipe ini
24
lebih dari 2/3 kasus memperlihatkan adanya displasia epitel atau karsinoma
digunakan untuk adanya lesi putih tebal dengan permukaan papilary di rongga
mulut. Lesi ini biasanya terkeratinisasi dan sering terlihat pada pasien tua berumur
leukoplakia terlihat ektensif atau verrucoid plak putih yang secara perlahan
melibatkan beberapa bagian dari mukosa di rongga mulut dan berubah menjadi
SCC dalam jangka waktu beberapa tahun. PVL beresiko tinggi untuk berubah
menjadi displasia, SCC atau verrucous carcinoma (Greenberg and Glick, 2008).
dengan gambaran klinis dan histologi yang serupa. Oral lichenoid reactions
dari OLP tidak diketahui, namun banyak penelitian membuktikan sistem imun
Gambaran klinis
OLP dapat terdiri dari elemen merah dan putih, dengan tekstur yang
berbeda dan menjadi dasar klasifikasi klinis dari kelaianan ini. Tekstur nya dapat
berat dapat menghasilkan atrofi, erosi atau ulserasi dari jaringan. (Greenberg and
Glick, 2008)
Bentuk retikular dari OLP dikarakteristikan dengan garis putih atau striae.
subepithelial. Tipe papular dari OLP terlihat di fase inisial penyakit. Lesi plaque
Perbedaannya adalah tampilan struktur retikular atau papular pada kasus OLP
plaque-like. Gambaran sering terlihat pada perokok (Greenberg and Glick, 2008)
26
Gambar 3.7 kiri Bentuk retikular dari OLP. Kanan Bentuk papular OLP
pasien merasakan kekasaran pada tempat tejadinya lesi. Eritematous (atrofi) OLP
dikarakteristikan dengan area merah homogen. Saat terjadi di mukosa bukal atau
palatum, striae terlihat di perifernya. Bentuk lesi ini dapat terjadi tanpa papula
atau striae dan terlihat seperti gingivitis deskuamasi (Greenberg and Glick, 2008)
dalam sendi (Gordon, 2008). Rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan ikat
sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari
2.2.1 Etiologi
faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
2.2.2 Patofisiologis
akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, dan proliferasi membran synovial.
Hal ini akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada
sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan
sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 2006).
peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh inflamasi, penyakit ini aktif. Remisi
dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu
terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-
makan, demam ringan, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi
biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis
(Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah
capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 2006).
lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari
berlangsung selama lebih dari 30 menit.. Adapun tanda dan gejala yang umum
ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu:
sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut,
bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat
bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan
29
dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat
terjadi berulang.
2.2.4 Penatalaksanaan
pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.
Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2010).
terapeutik, obat-obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik.
Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter
agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga
menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang
penyakit terdapat dalam dua tahun pertama penyakit tersebut (Smeltzer & Bare,
olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, dan menjaga asupan
omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap
yang juga dikenal sebagai ALA, EPA dan DHA. Minyak ikan mengandung EPA
dan DHA, dan asam lemak ini penting untuk mengendalikan sistem kekebalan
tubuh, fungsi otak dan cara tubuh menangani lipid. Mengkonsumsi minyak ikan
3. Kortikosteroid
2015).
sedangkan penyebab penyakit masih tetap ada. (Suherman & Ascobat, 2005; Azis,
buruk apabila digunakan tidak sesuai dengan aturan pakainya, baik itu dosis
kortikosteroid. (Guidry et al, 2009). Salah satu efek samping dari kortikosteroid
jumlah banyak dan waktu yang lama juga dapat menurunkan proses pembentukan
fibroblas (Aziz, 2006; David & Dolores, 2007; Hidayanti et al., 2014).
Efek ini menyebabkan penurunan aktivitas sistem imun tubuh yang pada akhirnya
memengaruhi sel darah putih (leukosit) dengan cara menurunkan migrasi sel
obat steroid. Antibodi sebagai salah satu komponen penting dalam sistem
yang berfungsi sebagai sistem pertahanan dan imunitas tubuh manusia yang juga
terganggu fungsinya akibat pemakaian obat steroid yang mana obat ini dapat
pula sediaan dalam bentuk obat luar untuk pengobatan kulit, mata, dan juga
inflammatory bowel disease. Sebagian besar efek yang diharapkan dari pemakaian
BAB IV
PEMBAHASAN
Penyakit Dalam RSUP Dr. Hasan Sadikin dan didiagnosis rhematoid arthritis
berdasarkan anamnesis berupa keluhan nyeri sendi disertai bengkak pada lutut,
bahu, dan pinggul terutama saat digerakkan. Pada pasien ini didapatkangambaran
klinis berupa pembengkakan positif pada sendi lutut atau bahu. Rheumatoid
diakibatkan oleh beberapa hal seperti stress, merokok, faktor lingkungan, dan
faktor keturunan (Brooke, 2014). Pada pasien ini diduga terkena rhematoid
pola istirahat pasien. Terganggunya pola istirahat yang kemudian diikuti dengan
sistem imun pasien. Penurunan sistem imun pasien ini dapat mengakibatkan
pasien lebih rentan terhadap infeksi. Pada pasien ini, tidak ditemukan adanya
Perawatanyangumumdiberikanpadapasienrheumatoidarthritisadalah
klorokuin, siklosporin dan azatioprin (Saag et al., 2008). Selain itu, pengobatan
farmakologi dengan kortikosteroid oral dalam dosis rendah/ sedang bisa menjadi
34
32
34
bagian dari pengobatan rheumatoid arthritis. Pasien ini sebelumnya telah diobati
kortikosteroid bekerja dengan menekan sistem imun dan memiliki efek anti
inflamasi.
Seperti yang telah dijabarkan diatas, pasien ini menjalani terapi pemberian
(ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada
banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, reaksi
pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku (Yuan, 2015)
dihambat oleh obat steroid. Antibodi sebagai salah satu komponen penting dalam
dalam dosis besar. Makrofag, limfosit T, limfosit B, dan juga antibodi merupakan
35
komponen penting yang berfungsi sebagai sistem pertahanan dan imunitas tubuh
diatas dapat terganggu fungsinya akibat pemakaian obat steroid yang mana obat
ini dapat menekan sistem imunitas manusia (Yuan, 2015). Dalam keadaan imun
yang lemah, maka infeksi akan mudah menyerang seseorang. Kandida yang
merupakan flora normal dalam rongga mulut dapat bersifat patogen dalam kondisi
Pada kasus ini pasien diduga oleh sejawat Ilmu Penyakit Dalam terkena
ke instalasi Ilmu Penyakit Mulut, dan didiagnosis candidiasis oral. Diagnosis ini
diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis ekstra oral dan intra oral, serta
terbakar sejak satu bulan yang lalu sehingga menyebabkan kesulitan makan,
anemis. Konjungtiva anemis berkaitan dengan hasil lab darah pasien yang
yang rendah merupakan salah satu indikator kondisi sistemik pasien yang kurang
baik. Selain itu, pada pemeriksaan ekstra oral ditemukan bibir dengan krusta
dikelilingi tepi eritem pada mukosa bukal regio 35-36 dan 44-45 dan di palatum
mole. Ditemukan ulser berbentuk oval berukuran 6 mm, bewarna putih dikelilingi
eritem pada mukosa labial di regio gigi 32-33. Di lateral kiri lidah terdapat ulser
dengan diameter 6 mm, di lateral kanan lidah terdapat ulser dengan diameter 0,5
mm. Pada dorsum lidah terdapat erosi di regio midline 1/3 anterior lidah dengan
rujukan sebesar 18.100/uL yang merupakan salah satu indikator terjadinya infeksi
adanya hifa kandida pada preparat jamur dengan sample apus lidah.
temuan mikroskopis berupa hifa dari jamur C. albicans dan pemeriksaan intra oral
dimana ditemukannya bercak halus berwarna krem dengan dasar lebih tinggi dari
mukosa dan dapat diangkat, meninggalkan area yang kemerahan dan berbatas
tidak tegas. Pada beberapa kasus kandida biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit
dan tidak nyaman pada lokasi terdapatnya plak. Pada diagnosa banding untuk
mukosa oral yang berupa plak putih dengan batas tegas dengan pola lesi yang
identik, tidak dapat diangkat serta dikelilingi fissure yang biasa disebut sebagai
Kandidiasis oral merupakan suatu penyakit pada rongga mulut berupa lesi
merah dan putih yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dari pertumbuhan
37
perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa dan produksi enzim ekstraseluler. Pada
bentuk ini, hifa memiliki aksi adhesi yang kuat terhadap host dan enzim yang
dihasilkan memiliki aksi hidrolitik terhadap sel host. Selain itu, faktor resiko
lainnya adalah faktor host yang terbagi menjadi dua yaitu faktor lokal, adalah
kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit
spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi (Scully,
2014). Pada pasien ini, faktor resiko yang diduga menyebabkan meningkatnya
nutrisi dan status oral hygiene pasien. Penentuan faktor resiko diambil
nystatin suspensi oral, vitamin B12, asam folat, serta chlorhexidine gluconate 0,1
%. Selain itu, pasien diedukasi mengenai OHI dan KIE, membersihkan gigi dan
lidah minimal 2x sehari dengan menggunakan kassa yang dicelupkan ke dalam air
38
gloconate 0,1%, dan pemberian diet lunak. Scaling di bagian Periodonsia SMF
disarankan untuk dilakukan oleh pasien sebagai tindakan kuratif dari kondisi
adhesi pada epitel bukal, pembentukan germ tube dan hidrofobisitas relatif
permukaan sel. Nystatin berikatan dengan ergosterol pada membran fungal yang
menyebabkan membran mengalami kebocoran dan terjadi sel lisis (Myers, 2006).
bisguanide yang efektif bekerja in vitro dalam melawan bakteri gram positif
hambat yang sangat kuat terhadap beberapa spesies jamur terutama Candida
albicans (Machado, 2010). Selain itu, chlorhexidine gluconate memiliki sifat anti
dibutuhkan dalam replikasi gen, sehingga fungsi utama dari vitamin ini adalah
darah merah dalam sel epitel. Asam folat, merupakan salah satu bentuk dari
vitamin B memiliki peran penting dalam DNA, RNA, dan metabolisme asam
Pada kontrol satu minggu, hasil anamnesa diketahui bahwa nyeri pada
lidah sudah berkurang, pasien sudah dapat makan. Pasien diberikan rujukan ke
bagian periodonsia untuk membersihkan karang gigi dan pemberian resep Aloclair
gel. Aloclair merupakan obat topikal yang bekerja dengan cara membentuk
lapisan protektif pada kavitas oral untuk melindungi akhiran saraf pada lesi,
mencegah iritasi, dan mengurangi rasa sakit. Zat aktif pada aloclair adalah
aloevera, dan sebagai zat tambahan adalah asam hyaluronat. Aloe vera
anthraquinones dan asam amino. Asam salisilat pada aloclair berfungsi sebagai
anti inflamasi, sehingga saat inflmasinya diatasi maka rasa sakitnya juga bakan
hilang. Anthraquinoses memiliki aksi anti bakterial, anti viral, dan anti neoplastik
Pada kontrol kedua, keluhan pada rongga mulut sudah berkurang, plak
putih pada lidah sudah mulai menghilang, dan ulser pada lidah masih ada.
BAB V
5.1. Simpulan
normal rongga mulut dan juga pekerjaan pasien sebagai satpam turut menjadi
pola istirahat pasien yang dapat menyebabkan penurunan sistem imun sehingga
sediaan suspensi oral, vitamin B12, asam folat, dan Chlorhexidine gluconate.
dan lidah minimal dua kali sehari menggunakan kassa yang dicelupkan ke dalam
chlorhexidine gluconate 0,1% dan diet lunak. Pasien juga disarankan untuk
anamnesa diketahui bahwa keluhan pada lidah sudah berkurang dan pasien sudah
bisa makan. Masih terdapat ulser pada regio gigi 32, perkembangan kearah
kedua, keluhan pada rongga mulut sudah berkurang, sariawan pada lidah masih
40
5.2. Saran
saran yaitu:
pasien.
41
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anwar, B. (2004). Dislipidemia Sebagai Faktor Risiko Jantung Koroner, (January
2004), 110.
Banoczy, Jolan., Zeno Gintner., dan Csaba Dombi. Tobaco use and oral
leukoplakia. Journal of Dental Education. 2001; 65 (4): 322-327.
Bhatnagar, D., Soran, H., & Durrington, H. (2008). Hypercholesterolemia and its
management. BMJ, 337. http://doi.org/doi:
http://dx.doi.org/10.1136/bmj.a993
Cawson, R. A., & Odell, E. W. (1993). Color Guide of Oral Pathology. Hong
Kong: Churchill Livingstone.
Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC;
2010.
Field, A., Longman, L., & Tyldesley, W. R. (2004). Tyldesleys Oral Medicine (5th
ed.). New York: Oxford University Press Inc.
Field, A., Longman, L., & W.R., T. (2003). Tyldesleys Oral Medicine (5th ed.).
New York: Oxford University Press Inc.
Field, E. A., & Allan, R. B. (2003). Review article: oral ulceration
aetiopathogenesis, clinical diagnosis and management in the gastrointestinal
clinic. Aliment Pharmacol Ther, 18, 949962.
Grundy, S. M., Cleeman, J. I., Bairey Merz, C. N., Brewer, H. B., Clark, L. T.,
Hunninghake, D. B., Stone, N. J. (2004). Implications of recent clinical
trials for the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel
III guidelines. Circulation, 110(2), 227239.
http://doi.org/10.1161/01.CIR.0000133317.49796.0E
Guyton, Arthur, C., & John, E. H. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (11th
ed.). Jakarta: ECG.
Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik (2nd ed.). Jakarta: Salemba
Medika.
Regezi, J., & JJ, S. (1989). Oral Pthology: Clinical Pathologic Correlations.
Tokyo: W.B. Saunders Company.
Regezi, J., Sciubba, J. J., & Richard C.K, J. (2003). Oral Pathology Clinical
Pathologic Correlations (4th ed.). Missouri: Saunders.
ii
Scully, C., M, G., & F, L.-N. (2003). The Diagnosis and Management of
Recurrent Aphthous Stomatitis. J Am Dent Assoc, 134(2), 200207.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem (2nd ed.). Jakarta:
iii
ECG.
Smith, D. J., Dillon, M., Russell, J., & Kanatas, A. (2016). Statins and oral
ulceration. British Dental Journal, 220(2), 456.
http://doi.org/10.1038/sj.bdj.2016.41
Stapleton, P. A., Goodwill, A. G., James, M. E., Brock, R. W., & Frisbee, J.
(2010). Hypercholesterolemia and Microvascular Dysfunction: Interventional
Strategies. Journal of Inflammation, 7(54).
Ujevi, A., Lugovi-Mihi, L., itum, M., Ljubei, L., Mihi, J., & Troskot, N.
(2013). Aphthous Ulcers As a Multifactorial Problem. Acta Clin Croat,
52(52), 213221.
Wiryodidagdo, S. (2002). No TitleTanaman Obat untuk Penyakit Jantung, Darah
Tinggi, dan Kolsterol (3rd ed.). Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Yani, M. (2015). Mengendalikan Kadar Kolesterol Pada Hiperkolesterolemia.
Olahraga Prestasi, 11(2), 3 7.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Yuan, A., & Woo, S.-B. (2015). Adverse drug events in the oral cavity. Oral
Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology and Oral Radiology, 119(1), 3547.
http://doi.org/10.1016/j.oooo.2014.09.009
iii
4