Dawam Multazam - Reyog, Islam Nusantara, Dan Lahirnya Islam ABC
Dawam Multazam - Reyog, Islam Nusantara, Dan Lahirnya Islam ABC
benar-benar telah digantikan oleh remaja perempuan yang tentunya tak kalah
bahkan lebih rupawan. Menurut hemat penulis, hal ini sedikit banyak menunjukkan
sisi kontekstualitas Reyog. Ia pekajaman, up-to-date, dan ini adalah fakta.
Kita bergeser ke negeri jiran Malaysia. Arik Dwijayanto (Universiti Malaya, 2014),
dalam kajiannya, menghadirkan fakta bahwa terdapat komunitas keturunan
Ponorogo Jawa Timur yang telah puluhan tahun hidup di dan menjadi warga negara
Malaysia. Di sana, masyarakat diaspora Ponorogo tersebut masih mempraktekkan
beberapa produk budaya dari tanah leluhurnya, Ponorogo, seperti bahasa Jawa dan
kesenian Reyog sebagaimana penulis ulas di atas.
Keberadaan Reyog di negeri tetangga ini memang sempat membuat hubungan
politik kedua negara menghangat beberapa tahun silam. Dakwaan sebagian publik
Indonesia berbunyi Malaysia mencuri kesenian asli Indonesia, Reyog Ponorogo,
kemudian diklaim sebagai asli Malaysia dan diberi nama Tari Barongan. Kajian yang
dilakukan Arik Dwijayanto dapat memberikan penjelasan yang relevan mengenai
polemik tersebut.
Berbeda dengan Reyog di Ponorogo yang memakai pakem cerita kolosal Kelana
Sewandana melamar putri Raja Kediri, Reyog di Malaysia mengalami islamisasi.
Untuk menarik minat masyarakat dari luar komunitas diaspora Ponorogo,
pemerintah Malaysia menggubah tari Reyog atau Barongan itu dengan pengisahan
yang menggambarkan Nabi Sulaiman as. yang bisa berkomunikasi dengan
binatang. Sebagai catatan, kebijakan pemerintah Malaysia mengenai gubahan
cerita ini sebenarnya kurang disetujui oleh sebagian pelaku seni Reyog, yang
notabene lebih terkait dengan kesenian ini, karena dianggap merubah pakem
sejarah. Selain itu, pergeseran penari jathil yang awalnya remaja laki-laki menjadi
remaja perempuan sebagaimana di Ponorogo juga berlaku di Malaysia. Selain itu,
hampir seluruh penari jathil di Malaysia mengenakan jilbab dan pakaian tertutup,
sebagaimana lazimnya muslimah Malaysia pada umumnya. Tetap lincah dalam
melenggak-lenggok di atas kuda bambunya dengan tetap mempertahankan
kecantikannya yang berbalut jilbab. Indah sekali.
Meskipun mengalami beberapa adaptasi yang menyesuaikan budaya islami di
tanahnya menjejakkan kaki, dan meskipun pemerintah Malaysia menyebutnya
Barongan, bahkan menggubah kisah yang berbeda, Reyog di Malaysia tetaplah
Reyog. Meskipun penari jathil itu mengenakan jilbab, mereka tetaplah penari jathil
dalam seni Tari Reyog. Lain tidak. Prinsip yang dapat digunakan untuk menilai
perbedaan (baca: penyesuaian) antara Reyog di Malaysia dan Indonesia ini adalah
sikap al-muhafadhah ala-l-qadim as-shalih wa-l-akhdz bi-l-jadid al-ashlah:
mempertahankan seni tari Reyog warisan leluhur dan mengambil sistem nilai islami
yang diperoleh di Tanah Melayu.
Walhasil, keberadaan Reyog di Ponorogo, di Malaysia, dan di tempat lainnya seperti
Suriname - yang juga memiliki banyak diaspora Jawa, yang beragam merupakan