Anda di halaman 1dari 5

Reog Ponorogo, Kebudayaan dan Kesenian Asli Indonesia

Oleh Ahmad Walid Amirudin

Reog ponorogo merupakan salah satu seni tarian di Jawa Timur yang sampai saat ini masih
terus di lestarikan. Reog ini merupakan kebudayaan dan kesenian asli Indonesia. Memang
budaya dan seni ini sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis, oleh karenanya tak
jarang sering dihubungkan dengan dunia kekuatan spiritual bahkan dunia hitam.
Lepas dari hal itu, Reog Ponorogo ini oleh masyarakat biasanya sering dipentaskan saat acara
pernikahan, khitanan, hari-hari besar nasional, dan juga festival tahunan yang diadakan oleh
pemerintah setempat. Festival yang diadakan oleh pemerintah tersebut terdiri dari Festival
Reog Mini Nasinonal, Festival Reog Nasional dan juga pertunjukan pada bulan purnama
yang bertempat di alun-alun ponorogo. Sedangkan Festival Reog Nasional itu selalu diadakan
saat akan memasuki bulan Maharam atau yang sering dalam tradisi Jawa itu biasa di sebut
dengan bulan Suro. Pementasan reog ponorogo merupakan rangkaian dari acara Grebeg Suro
atau juga dalam rangka ulang tahun kota Ponorogo.
Dalam rangka menyambut tahun baru islam atau yang sering dikenal dengan sebutan tanggal
satu Suro, pemerintah kabupaten Ponorogo mengadakan event budaya terbesar di Ponorogo
yaitu Grebeg Suro. Saat Grebeg Suro berlangsung, biasanya saat pementasan kesenian Reog
Ponorogo itu selalu dibanjiri penonton baik dari semua penjuru Ponorogo, bahkan karena
pagelaran kesenian ini bertaraf nasional, tak jarang wisatawan dari luar daerah Ponorogo
bahkan dari luar negeri pun turut hadir untuk melihat acara pagelaran kesenian Reog
Ponorogo ini. Hal inipun dimanfaatkan oleh pemerintah daerah Ponorogo sebagai salah satu
senjata andalan untuk meningkatkan daya tarik wisata Ponorogo itu sendiri.
Selain festival Grebeg Suro, Festival Reog Mini tingkat nasional juga bisa menyedot antusias
para wisatawan. Seluruh peserta yang mengikutinya merupakan generisa muda, rata-rata
mereka masih duduk dibangku sekolah setingkat SD atau SMP. Salah satu tujuan dari festival
Reog Mini tingkat nasional adalah untuk tetap menjaga kesenian ini terus berlangsung turun
temurun, karena generasi muda inilah kelak yang akan meneruskan kesenian Rog ini. Semua
pola kegiatan yang ada di festival Reog Mini hampir sama dengan Festival Reog Nasional,
yang membedakannya hanya pada peserta sera waktu pelaksanaannya saja. Waktu
pelaksanaan Festival Reog Mini ini pada bulan Agustus.
Rangkaian pementasan kesenian Reog yang lainnya dan tak kalah seru dari pementasan
sebelumnya yaitu pementasan atau pertunjukan Reog Bulan Purnama. Pertunjukan ini selalu
rutin dilaksanakan bertepatan dengan adanya malam bulan purnama. Biasanya peserta yang
ikut dalam pentas ini merupakan grup-grup lokal perwakilan dari kecamatannya masing-
masing. Selain itu dalam pementasan ini juga sering dijumpai beberapa pertunjukan tari
garapan yang berasal dari sanggar seni yang ada di Ponorogo.

Sejarah Reog Ponorogo


Banyak cerita yang berbeda-beda akan sejarah Reog Ponorogo itu hadir, namun cerita yang
paling populer dan berkembang di masyarakat adalah cerita tentang pemberontakan dan
perlawanan seorang abdi kerajaan yang bernama ki Ageng Kutu Suryonggalan pada masa
kerajaan Majapahit Bhre Kerthabumi. Bhe Kertabumi itu sendiri adalah raja Majapahit yang
berkuasa sekitar abad ke-15.
Di ceritakan sang raja sangat korup dan bertindak dzhalim kepada rakyatnya, hal ini membuat
seorang Ki Ageng Kutu marah kepada sang raja. Apalagi didapati permaisuri sang raja yang
keterunan cina mempunyai pengaruh kuat pada kerajaan. Selain itu, sahabat permaisuri yang
masih keturunan Cina mengatur segala gerak-geriknya. Saat itu Ki Ageng Kutu berpendapat,
kekuasaan kerajanan Majapahit akan segera berakhir jika hal ini terus dibiarkan begitu saja.
Kemudian dia akhirnya meninggalkan sang raja dan mendirikan sebuah perguruan yang
didalamnya mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri kepada anak-anak muda. Dia
berharap, kelak anak-anak muda ini akan membuat kebangkitan kerajaan Majapahit seperti
sedia kala dan bisa melawan terhadap kerajaan Bhre Kerthabumi.
Namun Ki Ageng Kutu juga menyadari, pasukan yang dia bangun masih terlalu kecil dan
belum terlalu kuat untuk mmelakukan perlawanan terhadap pasukan kerajaan. Oleh
karenanya, Ki Agung hanya mampu memanfaatkan kepopuleram Reog. Seni Reog ini
dimanfaatkan oleh Ki Agung sebagai sarana untuk mengumpulkan massa sebagai perlawanan
terhadap kerajaan. Selain itu, hal ini dilakukan oleh Ki Agung sebagai sarana komunikasi
utuk menyindir penguasa pada waktu itu.
Dalam pertunjukan Reog, ditampilkan sebuah topeng berbentuk kepala singa yang biasa
dikenal “Singa Barong”. Selanjutnya ada juga topeng yang berbentuk raja hutan yang
dijadikan simbol untu Kerthabumi. Di atas topeng-topeng itu ditancapkan pula bulu-bulu
merak sehingga seperti kipas raksasa yang melambangkan pengaruh kuat para kerabat
cinanya.
Jatilan dimainkan oleh kelompok penari gemblak yang menunggani kuda-kudaan yang
menjadi lambang kekuatan pasukan kerajaan Majapahit. Hal ini menjadi perbandingan
terbalik dengan kekuatan warok yang meraka memakai topeng badut merah yang menjadi
lambang Ki Ageng Kutu. Jathilan sendiri adalah tarian yang menceritakan ketangkasan
prajurit berkuda yang sedang berlatih, tokoh ini disebut dengan Jathil. Sedangkan warok
adalah orang yang mempunyai tekad suci yang memberikan perlindungan dan tuntunan tanpa
mengharap pamrih.
Saat itu kepopuleran Reog yang dibuat oleh Ki Ageng Kutu membuat Bhre Kerthabumi
mengambil tindakan yaitu menyerang perguruan Ki Ageng Kutu. Pemberontakan dan
perlawanan oleh warok dengan cepat diatasi, begitupun perguruannya dilarang untuk
melanjutkan pengajarannya lagi tentang warok. Akan tetapi, ternyata murid-murid Ki Ageng
Kutu masih melanjutkannya walaupun secara diam-diam. Meski pada waktu itu
perguruannya dilarang, namun kesenian Reog sendiri masih tetap diperbolehkan untuk
diadakan karena sudah menjadi acara atau pementasan yang populer di mata masyarakat.
Hanya saja jalan ceritanya mempunyai alur yang baru di mana saat itu ditambahkan dengan
karakter-karakter dari cerita masyarakat Ponorogo yaitu Dewi Songgolangit, Kelono
Sewandono dan Sri Genthayu.
Jika tadi sudah bercerita tentang versi reog Ponorogo yang paling populer, kini versi resmi
sejarah Reog Ponorogo adalah cerita tentang seorang Raja Ponorogo bernama raja kelono
yang berniat untuk melamar putri Kediri, yaitu Dewi ragil kuning Hanum. Saat akan
melamar, di tengah perjalanan dia dihadang oleh Raja Singabarong yang berasal dari Kediri.
Pasukan Raja Singabarong terdiri dari singa dan merak, sedangkan dari pihak Raja Kelono
dan wakilnya yaitu Bujang Anom, hanya dikawal oleh warok (seorang pria yang memakai
pakaian hitam) yang mempunyai ilmu hitam mematikan. Dalam seluruh tarian yang mereka
lakukan, keduanya mengadu ilmu hitam dan dalam tarian perangnya semua penari dalam
keadaan kerasukan dalam mementaskan tariannya.
Ada juga persi lainnya mengenai sejarag Reog. kali ini ceritanya tentang perjalanan seorang
prabu Kelana Sewandanan yang sedang mencari gadis pujaannya. Sang Prabu dalam
perjalannya didampingi prajurit berkuda dan patihnya yang setia menemani bernama
Pujangganong. Akhirnya sang Prabu menemukan pujaan hatinya, dan ia jatuh cinta kepada
seorang putri Kediri yang bernama Dewi Saanggalangit. Namun ternyata Dewi Sanggalangit
ini mau menerima Prabu dengan mengajukan satu syarat kepadanya. Tak lain ternyata syarat
itu adalah Sang Prabu harus menciptakan sebuah kesenian baru. Singkat cerita, kesenian yang
menjadi syarat itu dengan nama Reog yang didalamnya dimasukan unsur mistis dan kekuatan
spiritual.
Sampai Saat ini masyarakat Ponorogo terus mengikuti dan menjaga warisan leluhur ini
dengan sangat baik. Dalam perjalanannya Seni reog adalah cipta kreasi manusia yang
terbentuk dari adanya aliran kepercayaan secara turun temurun dan masih terjaga
keasliannya. Dalam pelaksanannya, upacara sebelum melakukan Reog Ponorogo ini
menggunakan syarat-syarat yang tidak mudak dilakukan bagi orang awam. orang yang
melakukan kesenaian inipun harus memiliki garis keturunan parental yang jelas dan hukum
adat yang masih berlaku.
Sayangnya perubahan zaman dan perilaku manusia itu sendiri menyebabkan terjadinya
pergeseran makna yang ada dalam kesenian Reog Ponorogo. Di Ponorogo sendiri kina
masyarakat setempat hanya menganggap kesenian Reog merupakan pemeriah atau hiburan
saja dari sebuah acara. Contohnya pementasan dan pertunjukan Reog yang dilombakan pada
acara-acara tertentu saja yang bertujuan untuk memeriahkan acara itu, misalnya perlombaan
dalam suatu festival.

Tari Reog Ponorogo


Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rentetan dua hingga tiga tarian pembukaan. Sekitar
enam sampai sembilan pria gagah berani yang memakai pakaian serba hitam dan mukanya
dipoles warna merah membawakan tarian pertamanya. Digambarkan para penari ini
merupakan sosok singa yang pemberani. kemudian datang enam hingga sembilan gadis
menaiki kuda melanjutkan tarian Reog itu. Pada Reog tradisional, biasanya para penari ini
diperankan oleh penari lak-laki yang berpakaian seperti wanita. Sebagai tarian pembuka,
biasanya ada beberapa anak kecil yang membawakan tarian dengan adegan yang sangat lucu.
Nah, tarian yang dibawakan oleh anak-anak ini dikenal dengan sebuatan Bujang ganong.
Saat tarian pembuka sudah selesai, selanjutnya dipentaskanlah adegan inti yang isinya adalah
sesuai dengan kondisi dimana seni reog itu ditampikan pada acara apa. Misalkan jika
berhungangan dengan pernikahan, maka biasanya di adegan intu itu mereka menampilkan
tarian adegan percintaan. Atau misal berhubungan dengan khitanan, maka bisanya bercerita
tentang seorang pendekar.
Adegan dalamnseni ini biasanya tidak sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Untuk
memeriahkan acara, selalu ada interkasi antara dalang dengan para pemain, atau kadang-
kadang juga dengan penontong yang hadir. Apabila seroang pemain yang sedang tampil
kelelahan, biasanya dia digantikan oleh pemain yang lain. Namun dari itu semua, hal yang
terpenting juga adalah kepuasan yang bisa dirasakan oleh penonton itu sendiri. Pada adegan
terakhir dari pementasan seni ini adalah Singa Barong. Para pemain menggunakan topeng
yang berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu merak. Asal kamu tau
saja, berat topeng itu bisa mencapai 50-60 kg. Topeng itu mereka bawa dengan menggunakan
giginya. kemampuan yang diluar nalar itu mereka dapat dengan latihan yang berat, yang
didalamnya juga terdapat latihan spiritual seperti berpuasa dan tapa.
Nama saya Ahmad Walid Amirudin, saya Lahir di Kediri, 26 January 2021,saya memiliki
hobi memelihara ikan, bapak saya bernama Imam Bukhori, ibu saya bernama Siti Aminah.

Anda mungkin juga menyukai