Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Kesenian Jaranan.

Tari jaranan
Tari jaranan merupakan kesenian yang memiliki asal beragam dan sejarah yang
cukup panjang. Kesenian ini lahir saat kerajaan kuno Jawa Timur berdiri sehingga
dapat dikatakan bahwa kesenian ini adalah tradisi leluhur dari masyarakat Jawa
Timur. Di era modern ini masih ada masyarakat yang melestarikan kesenian daerah
yang sudah berumur ratusan tahun untuk mengingat sejarah dan asal usul kita. Kita
patut berbangga tentang hal ini, saat banyak orang lain melupakan kesenian ini, kita
masih berkesempatan mengenalnya.

Tari Jaranan adalah kesenian tari tradisional yang dimainkan oleh para penari dengan
menaiki kuda tiruan yang tebuat dari anyaman bambu. Selain kaya akan nilai seni
dan budaya, tarian ini juga sangat kental akan kesan magis dan nilai spiritual. Tari
Jaranan ini merupakan kesenian yang sangat terkenal di Jawa Timur, di beberapa
daerah di Jawa Timur kesenian jaranan ini masih tetap hidup dan di lestarikan. Salah
satunya adalah kabupaten Kediri yang menjadikan tarian ini sebagai tarian khas di
sana.

Kesenian jaranan adalah suatu seni tari yang menggunakan instrumen berupa
anyaman bambu atau daun pandan yang dibentuk sedemikian rupa hingga mirip
seperti kuda. Tarian jaranan ini populer di daerah Jawa bagian timur, mulai dari
Ponorogo, Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Malang bahkan sampai Banyuwangi.
Beberapa diantaranya memang mirip, namun tentu saja masih ada beberapa
perbedaan.

Sejarah Asal Kesenian Tari Jaranan.

Seni Jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041.
atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu bagian timur
Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan Panjalu
atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.
Sejarah tentang Tari Jaranan ini memiliki beberapa versi cerita yang berbeda.
Menurut salah satu cerita legenda yang berkembang di masyarakat, tarian ini
menceritakan tentang pernikahan Klono Sewandono dengan Dewi Songgo Langit.
Dan penari berkuda pada Tari Jaranan ini menggambarkan tentang rombongan
prajurit yang mengiringi boyongan Dewi Songgo Langit dan Klono Sewandono dari
Kediri menuju wangker. Tari Jaranan ini merupakan warisan nenek moyang yang
masih tetap ada dan berkembang hingga sekarang.

Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit. Dia
adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu banyak sekali yang melamar,
maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya
sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi. Dewi Songgo Langit
sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga
memaksa Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan
satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau
Jawa dia mau menjadi suaminya.

Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah
Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar,
kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar.
Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo
Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar
Dewi Songgo Langit.

Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum
mengikuti sayembara di kediri. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana
Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan
Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo
memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh.
Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom
memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi
Sangga Langit ke Wengker.

Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah
tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman
sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.

Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom


itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi
ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu
sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi
Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke
Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah
selomangkleng.

Karena Dewi Sonmggo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Puijangganom dan
tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada
kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga
Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga
Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo Jaranan muncul di kediri itu
hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju
Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan
Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan
menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah
berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong.

Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan
Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat
kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua
kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini
diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.

Perkembangan Kesenian Jaranan.

Sejarah kelam memang pernah menimpa kesenian jaranan. Kesenian ini dilarang
tampil oleh pemerintah orde baru pada saat seusai pemberontakan PKI. Hal ini
dikarenakan adanya isu yang menyatakan bahwa para seniman pelaku jaranan terlibat
dalam organisasi internal PKI, padahal saat itu PKI dianggap sebagai musuh dan
pengkhianat negara. Banyak diantara seniman jaranan yang ditangkat dan menjadi
tahanan politik di masa itu. Beberapa diantaranya dibuang ke pulau buru. Akan tetapi
kini kesenian ini sudah bebas dipentaskan. Bahkan departemen pariwisata dan
industri kreatif memberikan apresiasi yang baik.
Saat ini, gerakan penari jaranan juga semakin bervariasi. Pakem yang ditetapkan
oleh jaranan Wijaya Putra sebagai perintis adalah 24 gerakan, namun saat ini ada
yang menggunakan 14 gerakan pakem Joyoboyo. Namun yang paling sedikit
gerakannya adalah pakem gerakan ronggolawe yang hanya 5-6 gerakan saja. Ada
pula jaranan buto yang merupakan variasi kesenian jaranan dari daerah Banyuwangi.
Menikmati tontonan ini memang menngasyikkan, membuat kita bisa ikut bergoyang-
goyang melihat gerakan penari yang lincah dan memutar-mutar kuda kepang
tersebut. Dengan alunan musik yang rancak ditambah aksesori pakaian penari yang
indah, ditambah dengan pecut yang sering dihentakkan dan menimbulkan bunyi-
bunyian.

Pada perkembangan selanjutnya, tari Jaranan ini masih tetap hidup dan dilestarikan
di beberapa daerah di Jawa Timur. Salah satunya adalah kabupaten Kediri yang
menjadikan Tari Jaranan ini sebagai icon kebanggan mereka. Tarian ini masih
dilestarikan dan dikembangkan oleh beberapa sanggar seni yang ada disana. Setiap
sanggar memiliki ciri khas dan pakem tersendiri dalam penampilannya, hal ini lah
yang menjadikan Tari Jaranan ini kaya akan nilai seni. Tari Jaranan ini juga selalu
tampil memeriahkan berbagai acara seperti pernikahan, sunatan, penyambutan tamu
besar, festival budaya dan lain – lain. Kecintaan masyarakat terhadap kesenian ini
yang membuat kesenian ini tetap hidup sampai sekarang.

Pertunjukan Kesenian Jaranan.

Dalam pertunjukannya, Tari Jaranan ini dilakukan oleh sekelompok penari dengan
pakaian prajurit dan menunggangi kuda kepang. Sambil menunggangi kuda tersebut
mereka menari dengan gerakan yang dinamis dan selaras dengan music
pengiringnya. Selain menari mereka juga memainkan kuda kepang dengan gerakan
yang variatif. Dalam pertunjukan Tari Jaranan ini juga diiringi oleh berbagai music
gamelan seperti kenong, kendang, gong dan lain - lain. Dalam pertunjukan Tari
Jaranan ini sangat kental akan kesan magis dan nilai spiritualnya. Sehingga tidak
jarang pada saat pertunjukan para penari mengalami trance atau kesurupan. Hal ini
berkaitan dengan kepercayaan masyarakat jawa pada jaman dahulu akan roh – roh
para leluhur. Sehingga masyarakat menjadikan Tari Jaranan ini sebagai alat
komunikasi dengan leluhur mereka.

Dalam Tari Jaranan ini juga terdapat seorang pawang atau yang sering di sebut
dengan Gambuh. Gambuh disini bertugas untuk melakukan ritual, berkomunikasi
dengan leluhur dan menyembuhkan penari yang kesurupan. Pada saat pertunjukan,
sang gambuh membacakan mantra dan memanggil roh leluhur untuk memasuki raga
sang penari. Setelah roh tersebut masuk ke raga sang penari maka penari akan menari
tanpa sadarkan diri, karena raga sang penari sudah dikendalikan oleh roh yang
memasukinya. Mereka akan menari sambil melakukan berbagai atraksi seperti makan
kembang, makan pecahan kaca dan lain - lain. Tanpa merasa sakit mereka melakukan
atraksi sambil menari didampingi sang Gambuh. Hal ini lah yang menjadi keunikan
dari jaranan. Selain sebagai acara hiburan, tarian ini juga sebagai ritual dan
penghormatan terhadap leluhur mereka.

Lagu Jaranan.
Jaranan adalah lagu daerah dari Jawa Tengah, Indonesia

Lirik
Jaranan, jaranan jarané jaran Tèji
Sing numpak Mas Ngabèhi, sing ngiring para abdi
Jrèk jrèk nong, jrèk jrèk gung jrèk è jrèk turut lurung
Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedhèr
Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedhèr.
Karya : Ki Hadi Sukatno
KLIPING SENI BUDAYA
“TARI JARANAN “

Disusun Oleh Kelas VIII – A Kelompok :


1. Affrizal ( 02 )
2. Ahmad Asop Mufid N. ( 02 )
3. Ahmad Najib N. ( 03 )
4. Ahmad Saefudin Z. ( 05 )
5. Bambang Harianto ( 10 )
6. Faisal Musthofa ( 16 )
7. M. Shah Firizqi A. ( 25 )
8. Wahyu Bagus Budi U. ( 32 )

Guru Pembimbing :
Manjelani Widyartanti A. S. Pd.

SMP Negeri 1 Soko


Jl. Raya Sokosari No. 549 Telp. (0356)811578 Soko – Tuban
Website : www.smpn1soko.com, E-mail : smpn1soko@yahoo.co.id

Anda mungkin juga menyukai