terhambat.
Menurut Thomas 1995), kemarahan diartikan sebagai respon
emosional yang tidak nyaman dan kuat sebagai tanggapan atas
provokasi yang tidak diinginkan dan tidak sesuai dengan nilai
seseorang, kepercayaan, atau hukum tertentu. pandangan umum
menyatakan marah berkaitan erat dengan agresi, melukai dan
merusak. Akan tetapi amarah tidak selalu diidentikkan dengan
permusuhan, sikap negative, atau agresi atau kecenderungan untuk
melukai orang lain. marah adalah respon emosional secara internal
dalam diri seseorang. Sebagai perbandingan, agresi dan kekerasan
yang merusak dapat dan terjadi tanpa adanya amarah (Thomas,
1998). Ekpresi amarah tidak harus terungkap dalam agresi.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Thomas (1993), menyatakan
bahwa kemarahan adalah sebuah situasi yang tidak nyaman, emosi
yang menyedihkan bagi sebagian besar orang, seringkali tercampur
dengan kecemasan dan rasa bersalah. Perasaan marah normal bagi
tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan
marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
b)
Tipe
Marah
Ada dua model atau tipe marah yaitu marah kedalam atau implisit
(anger in) yaitu rasa marah yang diarahkan ke dalam diri sendiri
yang mengakibatkan depresi dan kebencian yang ditahan. Dan yang
kedua amarah keluar atau eksplisit (anger out) yaitu rasa marah
yang diarahkan kepada orang atau benda lain yang merupakan
pengekspresian dari perasaan benci dan permusuhan yang tertahan.
Pengekpresian amarah secara terbuka sering diikuti rasa bersalah
atau menyesal dan kemudian bisa menjadi alat mengontrol diri yang
mengakibatkan pemendaman amarah dan kemudian mengubah
amarahnya menjadi anger in yang sering mengakibatkan depresi
c)
Penyebab
Kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya
harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
Penyebabnya
antara
lain
:
1.
Frustasi
:
Sesorang
yang
mengalami
hambatan
dalam
mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi
frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu
menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan
orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.
Hilangnya
harga
diri
:
Pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu
tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak,
lekas
tersinggung,
lekas
marah,
dan
sebagainya.
3.
Kebutuhan
akan
status
dan
prestis
Manusia
pada
umumnya
mempunyai
keinginan
untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Menyerang
atau
menghindar
(fight
of
flight)
Mengatakan
dengan
jelas
(assertivines)
Memberontak
(acting
out)
Kekerasan atau amuk (violence)
d)
Gejala
Kemarahan memiliki gejala atau symtomp yang bisa dilihat secara
inderawi. Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang
menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu
bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada
klien
dalam
keadaan
marah
diantaranya
adalah:
a)
Emosi
Secara emosi, ketika marah orang akan merasa tidak adekuat untuk
mengendalikan emosinya, merasa tidak aman, merasa terganggu
dan kadang-kadang terselip juga rasa dendam dan jengkel. Secara
umum, orang marah akan diidentikkan dengan Mudah tersinggung ,
tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk
kehilangan kontrol diri.
b)
Intelektual
Secara intelektual, perasaan marah memunculkan kehendak untuk
mendominasi, bawel, mengeluarkan kata-kata yang sarkastik
cenderung
untuk
memperdebatkan
dan
meremehkan.
c)
Fisik
Secara fisik, kemarahan seringkali ditunjukkan dengan muka yang
memerah, pandangan yang tajam, nafas pendek dan terengah-
serta
bereaksi
secara
tidak
sesuai
dan
berlebihan.
Kekurangmampuan dalam mengenali emosi marah juga berdampak
pada kebingungan dalam mengenali secara pasti emosi yang sedang
dialaminya, sehingga seringkali bereaksi secara tidak tepat terhadap
situasi
emosional
(Goleman,
1997).
b)
Mengendalikan
amarah
Seseorang yang dapat mengendalikan amarah tidak membiarkan
dirinya dikuasai oleh amarah. Dia dapat mengatur emosinya dan
menjaga keseimbangan emosi, sehingga emosi marah tidak
berlebihan dan tidak terjadi pada tingkat intensitas yang tinggi
(Goleman, 1997). Kemarahan yang tidak terkendali dapat
menimbulkan perilaku-perilaku yang agresif baik secara verbal
maupun non verbal. Hal ini tentunya dapat merusak relasi dengan
orang
lain
dan
merugikan
bagi
diri
sendiri.
c)
Meredakan
amarah
Merupakan suatu kemampuan untuk menenangkan diri sendiri
setelah individu marah. Menurut Tice (dalam Goleman, 1997) salah
satu strategi efektif yang dilakukan individu secara umum untuk
meredakan kemarahan adalah pergi menyendiri. Alternatif lain
adalah pergi berjalan-jalan cukup jauh dari rumah, berlatih olahraga
secara aktif, melakukan metode-metode relaksasi seperti menarik
nafas dalam-dalam dan pelemasan otot-otot. Relaksasi ini dapat
merubah fisiologis tubuh dan gejolak kemarahan yang tinggi menjadi
keadaan
yang
lebih
menyenangkan.
Seseorang akan mengalami kesulitan untuk meredakan amarahnya,
jika pikirannya masih dipenuhi oleh kemarahan. Pemikiran tentang
rasa marah sekecil apapun dapat mencetuskan kembali perasaan
marah yang lebih besar. Untuk menghentikan pikiran marah, dapat
ditempuh dengan cara mengalihkan perhatian dari apa yang memicu
amarah tersebut. Dalam surveinya mengenai strategi yang
digunakan orang untuk mengatasi amarah, Tice menemukan bahwa
selingan
dapat
menghambat
pikiran-pikiran
buruk
yang
menimbulkan amarah, yaitu dengan cara menonton film, membaca,
mendengarkan musik dan semacamnya. Tice juga menemukan
bahwa menghibur diri sendiri dengan berbelanja untuk diri sendiri
dan makan tanpa alasan rasa lapar adalah bukan cara-cara yang
efektif. Cara-cara ini terlalu mudah untuk melanjutkan kejengkelan
atau
kemarahan
yang
ada
di
dalam
pikiran.
d)
Mengungkapkan
amarah
secara
asertif
Orang yang asertif dapat mengungkapkan perasaan marahnya
secara jujur dan tepat tanpa melukai perasaan orang lain. Menurut
Galassi (dalam Hartanti & Nanik 2003), orang yang asertif dapat
membela hak-hak pribadinya, mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya,
menyatakan
ketidaksenangan,
mengungkapkan
pendapat pribadi, mengajukan permintaan dan tidak membiarkan
orang lain mengambil keuntungan dari dirinya. Pada saat yang
bersamaan, ia juga mempertimbangkan perasaan dan hak-hak orang
lain.
Perilaku asertif tentunya sangat menguntungkan bagi diri sendiri dan
ini
paling
mudah
untuk
dilakukan.
Emosi, pikiran, dan tingkah laku merupakan tiga hal yang saling
mempengaruhi. Siklus perasaan, pikiran dan tindakan saling
mendorong dan memperkuat dirinya sendiri. Semakin seseorang
memikirkan tentang kemarahannya semakin ia menjadi marah. Hal
ini membawanya bertindak atas dasar kemarahannya tersebut.
Konsep ini tampak seperti pada gambar berikut:
Setiap individu bisa memotong siklus di atas. Masing-masing individu
memiliki kendali atas pikiran dan tindakannya. Dengan mengubah
pikiran dan tindakan, seseorang bisa mengurangi kemarahannya.
Relaksasi merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk
memecahkan siklus kemarahan dengan mengintervensi pada tingkat
tingkah
laku.
d) Exercising Self Control with Time Outs (latihan kontrol diri dengan
waktu
jeda)
Ketika individu mulai menyadari akan tanda peringatan awal
kemarahan, sebaiknya individu tersebut segera mengambil waktu
jeda. Waktu jeda adalah waktu dimana individu menjauhi situasi atau
orang yang memprovokasi kemarahan. Waktu jeda berguna untuk
menenangkan diri sehingga individu dapat menangani kemarahan
dengan cara yang lebih konstruktif. Selama waktu jeda, sebaiknya
individu terlibat dalam suatu kegiatan yang bersifat berlawanan
dengan kemarahan, yaitu relaksasi. Ada banyak kegiatan yang
merelakskan, seperti berjalan kaki, berlari, olah raga, mendengarkan
musik, menelpon teman, mandi, bermain sepatu roda atau pergi ke
toko buku. Selama waktu jeda janganlah terlibat dengan hal-hal yang
agresif, seperti memukul bantalan latihan tinju atau mengendarai
mobil dengan cepat, karena hal itu dapat mempertahankan asosiasi
perasaan marah dengan bertindak atas marah itu. Jika individu
sudah merasa tenang, maka individu tersebut dapat kembali ke
situasi atau orang yang sebelumnya membawanya ke perasaan
marah dan membicarakannya dengan baik. Dengan cara ini, orang
tersebut tidak merasa dihindari atau diabaikan dengan teknik waktu
jeda. Jika individu merasakan adanya tandatanda peringatan marah
lagi, maka individu dapat mengambil waktu jeda lagi.
I. PROGNOSA DAN TINGKAT BAHAYA TERAPI DAN TERAPI YANG BISA
DILAKUKAN
Ada beberapa terapi yang dapat digunakan sebagai salah satu teknik
untuk
mengelola
emosi
seseorang,
yaitu:
a)
Cognitive
Therapy
Terapi kognitif adalah pendekatan pemberian bantuan yang
bertujuan mengubah suasana hati (mood) dan perilaku dengan
mempengaruhi pola berpikirnya. Bentuk dari terapi kognitif berupa
catatan harian pemikiran disfungsional. Pada dasarnya terapi kognitif
bertujuan
untuk:
Mengenali kejadian yang menyebabkan reaksi yang berupa
amarah.
Mengenali dan memonitor distorsi-distorsi kognitif yang muncul
dalam suatu peristiwa atau kejadian. Kemudian berusaha mencari
Over
generalization
(terlalu
menggeneralisasi)
Mengambil kesimpulan umum dari satu atau sedikit kejadian.
Kesimpulan ini kemudian diterapkan secara luas pada kondisi yang
sama atau tidak sama. Contoh: seorang suami yang memanggil
istrinya untuk membawakan obat dari lantai bawah ke lantai atas
tetapi tidak dijawab. Lalu ia mengambil kesimpulan bahwa istrinya
tidak
mempedulikan
dia
lagi.
Pembesaran
(magnification)
Melebih-lebihkan arti atau pentingnya sesuatu hal. Biasanya terjadi
bila melihat kesalahan diri sendiri atau kesalahan orang lain. Contoh:
suatu kali ada seseorang yang melupakan janjinya, lalu temannya
menganggap bahwa ia telah melakukan suatu kesalahan besar yang
tidak
dapat
dimaafkan.
In
Exact
Labeling
(memberi
cap
secara
keliru)
Memberi cap pribadi atau menciptakan suatu gambaran diri yang
negatif dan didasarkan pada kesalahan diri sendiri. Ini merupakan
suatu
bentuk
ekstrem
dari
overgeneralisasi.
Pernyataan
Harus
Mencoba menggerakkan diri sendiri atau orang lain dengan
pernyataan harus serta seharusnya tidak, seolah-olah diri sendiri
atau orang lain harus bertindak sesuai daftar aturan yang tidak
fleksibel.
b)
Assertivity
Asertivitas adalah perilaku interpersonal yang mengandung
pengungkapan pikiran dan perasaan secara jujur dan relatif langsung
yang dilakukan dengan mempertimbangkan perasaan dan
kesejahteraan orang lain. Seseorang dapat dikatakan berperilaku
asertif jika ia mempertahankan dirinya sendiri, mengekspresikan
perasaan yang sebenarnya, dan tidak membiarkan orang lain
mengambil keuntungan dari dirinya. Pada saat yang bersamaan, ia
juga mempertimbangkan bagaimana perasaan orang lain.
Keuntungan berperilaku asertif, yaitu mendapatkan apa yang
diinginkan dan biasanya tanpa membuat orang lain marah.
Pustaka
Hershorn, Michael. 2002. 60 second Anger Management. Jakarta: PT:
Bhuana
Ilmu
Populer.
Goleman, Daniel. 1997. Social Intelligence: The New Science of
Human Relationship . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.