Anda di halaman 1dari 12

Kemajuan Neurobologi

Model Adiksi sebagai


Penyakit otak
Volkow ND, Koob GF, McLelia
AT, 2016. Neurobiologic
advances from the brain
disesase model of addiction.
New England Journal of
Medicine; 374(4): 363-371
Pendahuluan
Kemajuan Neurobiologi memperjelas mekanisme yang
mendasari gangguan dalam kemampuan pengambilan
keputusan dan keseimbangan emosi orang dengan adiksi
zat.
Ada proses biologi yang mendasari gangguan
penyalahgunaan zat, adanya perubahan kontrol perilaku
sukarela, dalam adiksi maupun regulasi diri (obesitas,
judi patologis, video game).
Pada gangguan perilaku kompulsif tersebut, ada
gangguan regulasi diri. Konsep adiksi perilaku masih
kontroversial, terutama yang berkaitan dengan
obesitas.
Penelitian ini menunjukkan bagaimana dan mengapa,
penggunaan zat secara sukarela dapat berinteraksi
dengan faktor genetik dan lingkungan menyebabkan
adiksi pada beberapa orang, tetapi tidak pada orang lain.
Siklus Adiksi
1. Binge dan Intoksikasi
Penggunaan zat mengaktifkan reward system di otak
peningkatan tajam pelepasan dopamin.
Pada tingkat reseptor, kenaikan ini menimbulkan sinyal
reward yang memacu hubungan belajar atau pembiasaan.
Teori belajar Pavlov pengalaman berulang pada reward
terkait dengan stimulus mental di lingkungan yang
terdahulu.
Dengan mengulangi paparan reward yang sama, dopamin
berhenti dikeluarkan dalam menanggapi reward itu sendiri,
dan sebagai gantinya ada respon antisipatif terhadap
stimulus pembiasaan (disebut sebagai "isyarat") yang
memprediksi pengiriman reward.
Proses ini melibatkan mekanisme molekul yang sama
yang memperkuat koneksi sinaptik selama pembentukan
pembelajaran dan memori .
Peningkatan dopamin memicu keinginan menggunakan zat,
memotivasi perilaku mencari zat, dan menyebabkan binge berat
dalam penggunaan zat.
Respon pembiasaan tertanam, memicu keinginan kuat untuk
menggunakan zat setelah lama berhenti (misalnya, karena
penahanan atau pengobatan), bahkan dalam menghadapi sanksi
hukuman.
Seperti motivasi pembelajaran, semakin besar motivasi terkait
dengan reward (misalnya, zat), semakin besar upaya yang
dilakukan untuk mengerahkan usahanya, semakin besar
konsekuensi negatif seseorang bertahan untuk mendapatkan zat.
Dopamin akan berhenti diproduksi setelah konsumsi berulang
"natural reward "(misalnya, makanan atau seks) yang terpenuhi,
berbeda dengan zat adiktif yang menghindari kepuasan natural
reward dan terus menerus meningkatkan dopamin
Faktor yang membantu menjelaskan mengapa perilaku kompusif
lebih mungkin muncul ketika orang menggunakan zat daripada
ketika mereka mendapatkan natural reward
2. Withdrawal dan Afek Negatif
Proses fisiologi pembiasaan dalam adiksi zat reward yang
sehat kehilangan kekuatan motivasi.
Pada adiksi, sistem reward dan motivasi menjadi reorientasi
melalui pengkondisian untuk fokus pada pelepasan dopamin
yang lebih kuat yang dihasilkan oleh zatdan isyarat.
Orang adiksi (OA) menjadi lebih sensitif terhadap efek
menguntungkan dari zat dan peningkatan sensitivitas
menyebabkan peningkatan dopamin di sirkuit otak yang
berperan dalam proses reward (termasuk nucleus accumbens
dan striatum dorsalis).
Pelepasan dopamin membuat sistem reward otak lebih sedikit
tersensitisasi (reward yang terkait zat atau tidak).Akibatnya,
OA tidak lagi mengalami tingkat euforia yang sama dari zat
yang dikonsumsi sebelumnya.
Merupakan alasan OA kurang termotivasi oleh stimulus sehari-
hari (misalnya, berinteraksi dan beraktivitas) dimana
sebelumnya mereka termotivasi dan mendapat reward.
Perubahan ini penting dan tidak dapat dipulihkan melalui
pemutusan sederhana penggunaan zat (misalnya, detoksifikasi).
Paparan berulang efek peningkatan dopamin mengarah
pada adaptasi amigdala dalam basal forebrain. Adaptasi ini
meningkatkan peningkatan reaktivitas seseorang terhadap
stres dan mengarah pada munculnya afek negatif.
Sistem "Antireward" didorong neurotransmitters terlibat
dalam respon stres, seperti corticotropin-releasing factor
(CRH) dan dynorphin (yang membantu mempertahankan
homeostasis).
Pada otak OA, sistem antireward overaktif, menimbulkan
fase yang sangat dysphoric dari adiksi zat yang terjadi
ketika efek langsung dari zat yang dikonsumsi habisdan
menurunkan reaktivitas sel dopamin di sirkuit reward otak.
Selain langsung dan terkondisi ke arah "reward
penggunaan zat, ada hubungan antara dorongan
motivasonal yang intens untuk melarikan diri dari
ketidaknyamanan efek samping penggunaan zat.
Orang dengan transisi adiksi (dari pengguna zat hanya
untuk kesenangan, atau "get high," untuk memperoleh
kelegaan sementara dari dysphoria. OA sering tidak bisa
mengerti mengapa mereka terus menggunakan zat ketika
penggunaan zat tidak lagi menyenangkan.
Penggunaan zat untuk melarikan diri dari distress yang
dirasakan. Efek jangka pendek peningkatan dopamin yang
dipicu zat meringankan penderitaan sementara, namun
Binge yang berulang-ulang memperdalam kondisi dysphoria
selama withdrawal lingkaran setan.
3. Preokupasi dan Antisipasi
Perubahan sirkuit emosi dan reward otak disertai perubahan fungsi
kortikospinalis regio prefrontal, terlibat dalam fungsi eksekutif.
Sinyal down-regulasi dopamin menumpulkan sensitivitas sirkulasi reward
system terjadi di regio otak pre frontal, mengganggu proses eksekutif
(kemampuan regulasi diri, pengambilan keputusan, fleksibilitas dalam
pemilihan dan inisiasi tindakan, prioritas tugas dan monitoring
kesalahan).
Modulasi sirkuit emosi dan reward daerah prefrontal terganggu oleh
perubahan neuroplastisitas pada sinyal glutamatergik. Pada OA, sinyal
dopamin dan glutamat di daerah prefrontal otak yang terganggu
melemahkan kemampuan untuk menahan dorongan yang kuat atau
menindaklanjuti keputusan untuk berhenti mengunakan zat. Efek ini
menjelaskan mengapa OA bisa bertekad untuk berhenti menggunakan
zat, namun secara impulsif terstimulus dan tidak mampu
menindaklanjuti tekad mereka.
Perubahan sinyal pada sirkuit prefrontal berhubungan dengan perubahan
sirkuit yang terlibat dalam respon emosi dan reward menciptakan
ketidakseimbangan untuk pengembangan bertahap perilaku kompulsif
dan ketidakmampuan berhenti menggunakan zat meskipun berpotensi
mendapat konsekuensi besar akibat perbuatannya tersebut.
Faktor Biologis dan Sosial
Terlibat
dalam Adiksi
Kerentanan adiksi berbeda tergantung faktor genetik,

lingkungan, dan perkembangan.
Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan adiksi :
Sejarah keluarga (melalui heritabilitas dan pola asuh),
Paparan awal penggunaan narkoba (remaja adalah salah
satu periode kecendrungan terbesar untuk adiksi),
Paparan lingkungan berisiko tinggi lingkungan (stres
lingkungan sosial dengan keluarga miskin dan dukungan
sosial, alternatif perilaku yang ditahan, lingkungan dengan
akses yang mudah untuk zat, sikap dan aturan normatif
yang membolehkan konsumsi zat)
Penyakit mental tertentu (misalnya, gangguan mood,
ADHD, psikosis, dan gangguan kecemasan).
Intervensi Medis dan
Perilaku
Masa remaja otak masih berkembang
(neuroplastisitas, korteks prefrontal belum bisa
mengatur emosi secara tepat) faktor risiko
penyalahgunaan zat lebih besar pada remaja karena
rentan coba-coba menggunakan zat.
Kesadaran individu dan faktor risiko sosial
identifikasi dapat digunakan untuk menyesuaikan
strategi pencegahan untuk pasien.
Tindakan preventif untuk meningkatkan regulasi diri.
Screening awal penting dan intervensi untuk kondisi
prodromal dari penyakit mental. Membuka kesempatan
sosial untuk pendidikan dan membangun emosi.
Intervensi Medis dan
Perilaku
Pengobatan secara komprehensif membantu
mengembalikan fungsi otak dan perbaikan perilaku.
Untuk gangguan penyalahgunaan opioid, terapi
dengan agonis atau agonis parsial seperti metadon
atau buprenorfin penting untuk membantu
mengontrol gejala withdrawal dan craving.
Antagonis opioid seperti Naltrexone XR digunakan
untuk mencegah intoksikasi opioid.Naltrexone dan
acamprosate berkhasiat dalam pengobatan
gangguan penyalahgunaan alkohol, dan zat lain,
serta membantu pemulihan adiksi nikotin.
Intervensi Medis dan
Perilaku
Intervensi perilaku membantu mengembalikan
keseimbangan di sirkuit otak yang dipengaruhi zat
Interaksi sosial atau olahraga
Untuk motivasi langsung danstrategi untuk mengurangi
stres seseorang dengan reaktivitas dan emosi negatif
Membantu mengelola dorongan kuat menggunakan zat
Strategi untuk meningkatkan fungsi eksekutif dan regulasi
diri
Membantu perencanaan masa depan untuk menghindari
situasi penggunaan zat.
Strategi membantu pasien pulih dari adiksi dengan
mengubah lingkungan, interaksi sosial dan menghindari
isyarat penggunaan zat.

Anda mungkin juga menyukai