Anda di halaman 1dari 3

Bipolar Disorder

Etiology
Penyebab bipolar masih belum diketahui pasti, namun ada beberapa pendapat
yang mengemukakan penyebabnya.
Pertama, neurological. Berdasarkan penelitian, menemukan bahwa adanya
kepadatan sumsum di otak lebih padat dibandingkan pada anak normal. Sumsum
otak sebagian besar terdiri dari akson yang menghubungkan neuron korteks
serebral ke bagian lain dari otak. Dua penelitian menemukan lebih tinggi kepadatan
sumsum otak in dalam otak pada anak-anak dengan gangguan bipolar, terutama di
dalam frontal cortex, ketika dibandingkan pada anak-anak tanpa memiliki gangguan
atau dengan gangguan skizoprenia. Menariknya, Lyoo dan rekan-rekan juga
menemukan lebih tinggi kepadatan pada sumsum otak pada anak-anak dengan
gangguan depresi, conduct disorder, dan ADHD dibandingkan dengan anak-anak
tanpa gangguan. Hal ini mungkin yang menyebabkan suasana hati dan pola sikap
yang sama antara anak dengan gangguan bipolar dan gangguan-gangguan
tersebut.
Kedua, adanya pengaruh genetic. Diyakini bahwa gen memiliki pengaruh penting
pada perkembangan gangguan bipolar pada anak-anak. Genetik berhubungan
dengan perkembangan syaraf di otak.
Ketiga, stress di lingkungan. Hipotesa ini berawal dari penelitian Past dan rekan-
rekan yang melakukan eksperimen dengan tikus yang mungkin menunjukkan
deprivasi awal terhadap stressor yang mempengaruhi gangguan bipolar.
Serangkaian studi telah menunjukkan bahwa ketika anak anjing dan tikus
mengalami pengalaman stres yang berulang kali dipisahkan dari ibu mereka selama
tiga jam setiap hari, mereka menunjukkan tanda-tanda agiation dan kecemasan
yang berlangsung melalui hidup mereka dengan perilaku yang menyerupai gejala
gangguan bipolar. Penelitian terhadap rasa kehilangan pada otak tikus tidak bisa
langsung digeneralisasikan pada manusia, namun hal ini dapat menjadi
pertimbangan bahwa rasa kehilangan mempengaruhi perkembangan gangguan
bipolar. Diathesis-stress Model juga mengemukakan bahwa stress dapat
mengakibatkan timbulnya gangguan bipolar.
Interventions
Ada 2 cara berbeda untuk menangani gangguan bipolar, yaitu dengan obat-
obatan dan intervensi psikososial.
Medication
Obat-obatan merupakan penanganan bagi sebagian besar anak-anak dengan
gangguan bipolar. Obat yang diberikan dapat mengontrol simptom mania maupun
depresif pada anak. Obat yang sering digunakan adalah Lithium Carbonate (sering
disebut sebagai lithium), selain itu terdapat pula divalproex sodium (depakote) dan
carbamazepine (Tegretol). Obat-obatan tersebut mengurangi intensitas suasana
hati, baik intensitas tinggi maupun intensitas rendah. Penelitian menunjukkan obat
akan lebih efektif pada anak dibandingkan orang dewasa. Perbandingan keefektifan
tiga pengobatan menunjukkan bahwa 34% pada anak dengan gangguan bipolar I
atau bipolar II merespons positif terhadap carbamazepine, 42% merespon positif
untuk lithium, dan 46% merespon positif untuk divalproex sodium. Terdapat efek
samping bila menggunakan obat, yakni mual, diare, enuresis, tremor, kelelahan, dan
sedasi. Bahkan beberapa anak mengalami jantung atau masalah ginjal. Efek
samping ini bisa berakibat fatal jika tidak diidentifikasi dengan cepat. Masalah
pengobatan yang penting adalah penggunaan obat harus tetap dikonsumsi
meskipun suasana hati mereka telah stabill. Kebanyakan psikiater
merekomendasikan menjaga anak-anak yang telah merespon obat untuk
menurunkan ke tingkat yang lebih rendah dari dosis sebelumnya setelah anak-anak
tersebut dapat berfungsi dengan baik. Penggunaan obat yang sudah rendahkan
dosisnya bertujuan untuk mengurangi kemungkinan kambuh kembali.

Psychosocial Interventions
Jika obat-obatan berhasil mengurangi gejala bipolar, intervensi psikososial dapat
membantu mencegah kembali munculnya gejala bipolar, membantu keluarga untuk
berfungsi lebih baik, dan membantu anak untuk mengembangkan kemampuan untuk
berinteraksi lebih positif dengan teman sebaya, guru-guru, dan juga orang lain.
Namun, ketika obat-obatan tidak mengurangi gejala bipolar pada anak, maka
intervensi psikososial dapat membantu anak dan keluarga mengatasi suasana hati
dan perilaku anak sebaik mungkin.
Orangtua membutuhkan informasi mengenai gangguan bipolar sehingga
orangtua dapat memahami perilaku yang tampaknya tidak terkendali pada anak-
anak mereka. Membantu para orangtua memahami kemungkinan adanya gangguan
neurologis, sehingga tidak menyalahkan anak-anak mereka karena kurangnya
kontrol perilaku atau merasa gagal untuk mengajarkan berperilaku baik. Kelompok
atau individual psikoterapi dapat menyediakan sebuah lingkungan yang suportif di
mana orangtua dapat mengungkapkan rasa frustasi dan menerima saran untuk
mengatasi reaksi negatif dari orang lain terhadap mereka dan anak-anak mereka.
Intervensi psikososial juga membantu orangtua mengembangkan strategi untuk
memastikan anak-anak mereka mendapatkan obat-obatan. Anak yang menderita
gangguan bipolar mungkin akan memiliki masalahan hubungan dengan orangtua,
guru, dan teman sebaya, khususnya jika gangguan tersebut tidak langsung
terdiagnosis untuk beberapa tahun.
Seorang terapis mungkin perlu membantu anak mengembangkan kemampuan
sosial agar dapat lebih baik dalam sosialisasi di sekolah, dengan teman sebaya dan
juga di lingkungan sekitar rumah.

Sumber:
Haugaard, J. J. (2008). Child Psychopathology (International Edition ed.). New York,
NY: Mc-Graw Hill.
Mash, J. E. & Barkley, R. (2014). Child Psychopathology (3rd ed). New York, NY: The
Guilford Press.

Anda mungkin juga menyukai