Anda di halaman 1dari 10

MODUL 7

CPL
CPMK
SUB CPMK
BAHAN KAJIAN Perspektif biologis terkait adiksi
METODE Kuliah dan Diskusi

CAPAIAN PEMBELAJARAN :

PENGALAMAN BELAJAR

1. Melalui modul mahasiswa akan mengekplorasi informasi mengenai aspek biologis dan neurologis pada
kasus adiksi.
2. Mahasiswa melakukan eksplorasi dan berpartisipasi dalam diskusi
3. Mahasiswa mengisi kuis sebagai evaluasi ketercapaian.

PENDAHULUAN

Saat ini banyak ahli teori kontemporer yang menggunakan pendekatan biopsikososial dan mengakui
bahwa kombinasi faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural-lah yang berkontribusi dalam mengembangkan gejala
gangguan psikologis. Faktor risiko dapat bersifat biologis, seperti kecenderungan genetik, bersifat psikologis, seperti
keterampilan koping, emosionalitas, toleransi stres, atau dafktor sosiokultural, seperti tumbuh dengan tekanan
diskriminasi berdasarkan etnis atau ras.
Faktor risiko meningkatan peluang terjadinya adiksi, misalnya, stres berat, seperti menjadi korban
pelecehan seksual, dikaitkan dengan peningkatan risiko mengembangkan berbagai psikopatologi (Maniglio, 2009).
Dalam banyak kasus, faktor risiko tidak langsung menyebabkan seseorang mengalami gejala psikologis yang parah,
diperlukan beberapa pengalaman atau kejadian pemicu psikopatologi lain untuk berkembang. Sekali lagi, pemicu ini
bisa bersifat biologis, seperti penyakit yang mengubah kadar hormon seseorang, atau pemicunya bisa psikologis
atau sosial, seperti peristiwa traumatis. Hanya ketika faktor risiko dan pemicu atau stres datang bersama-sama pada
seorang individu, gangguan berat akan muncul.

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai fakor-faktor biologis dan neurologis pada kasus adiksi. Berulangnya
penggunaan suatu zat akan mengubah produksi neurotransmiter dan jalur pada otak sehingga menyebabkan
kecanduan.

Pertanyaannya adalah, bagaimana proses tersebut terjadi dalam otak? Apakah ada unsurgenetik yang membuat
orang menjadi adiksi?

1
Pada pertemuan ini anda ada mempelajari bagaimana pendekatan biologis melihat kasus adiksi dan proses yang
terjadi poda otak orang adiksi. Sebelum itu anda akan mengeksplorasi proses yang terjadi pada otak yang noormal
dan membahas bagaimana jalur reward yang terjadi pada otak yang normal kemudian berubah karena pengaruh
zat.

Sebelum anda mempelajari modul ini, perhatikan dan cobalah jawab pertanyaan dibawah ini:
1. Bagaimana peran faktor genetik pada kondisi adiksi?
2. Bagaimana zat mempengaruhi sistem dan proses dalam otak?
3. Seperti apa “reward systems” pada otakyang tidak adiksi bila dibandingkan dengan otak yang adiksi? Apakah
ada perbedaannya? Bila ada, apa perbedaannya?
Pertanyaan diatas merupakan panduan mengenai apa yang perlu anda jawab pada pertemuan ini.

Perspektif Biologis Mengenai Adiksi

Kecenderungan genetik dianggap sebagai faktor predisposisi bagi masalah kecanduan. Kecenderungan
genetik yang dimiliki seseorang tidak memengaruhi pilihan zat, namun terkait dengan kecenderungan
meningkatnya perilaku adiktif. Faktor genetik mengatur fungsi sistem neurotransmitter yang terkait dengan
rewarding effect dari penggunaan zat. Studi mengenai riwayat keluarga, adopsi, dan studi kembar semuanya
menunjukkan bahwa faktor genetik memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang berisiko mengalami
gangguan penggunaan narkoba, dengan sekitar 50 persen variasi risiko gangguan penggunaan narkoba disebabkan
oleh faktor genetik (Urbanoski & Kelly, 2012; Young-Wolff, Kendler, Ericson, & Prescott, 2011).

Hasil penelitian terkait peran genetik pada kasus adiksi:

1. Variasi genetik pada gen reseptor dopamin (berlabel DRD2) dan gen pengangkut dopamin (berlabel
SLC6A3) memengaruhi cara otak memproses dopamin, sehingga memengaruhi cara seseorang
‘menemukan’ zat (Nemoda, Szekely, & Sasvari-Szekely, 2011).
2. Gen yang mengontrol GABA terkait dengan gangguan penggunaan alkohol.
3. Faktor genetik ditemukan dapat melindungi seseorang terhadap gangguan penggunaan alkohol. Orang-
orang keturunan Asia tertentu memiliki kekurangan satu isozim dari enzim hati yang dikenal sebagai alkohol
dehidrogenase (yang membantu metabolisme alkohol dalam hati). Orang-orang dengan variasi genetik ini
memiliki reaksi tertentu terhadap alkohol, ditandai oleh kulit yang kemerahan dan kemerahan, tapi jauh
lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami masalah alkohol.
4. Otak memiliki "pleasure pathway" yang memengaruhi system reward. Jalur ini dimulai di area tegmental
ventral di otak tengah, kemudian berlanjut melalui area sistem limbik yang disebut nukleus accumbens dan
ke korteks frontal. Area ini sangat kaya akan neuron yang sensitif terhadap neurotransmitter dopamin (Koob
& Volkow, 2010). Beberapa obat, seperti amfetamin dan kokain, secara langsung meningkatkan
ketersediaan dopamin di jalur ini, menghasilkan rasa menyenangkan yang kuat atau "tinggi". Kokain keluar
dari otak lebih cepat daripada amfetamin, sehingga pengguna kokain biasanya menggunakan kokain lebih
sering untuk mempertahankan efeknya dibanding mereka yang menggunakan amfetamin (Koob & Volkow,
2010).

2
5. Menghirup, merokok, atau menyuntikkan obat-obatan mengantarkan zat jauh lebih cepat ke otak daripada
meminumnya secara oral dan dengan demikian menghasilkan reaksi yang lebih cepat dan lebih intens.
Obat-obatan lain meningkatkan ketersediaan dopamin secara lebih tidak langsung.
6. Area pada korteks frontal (korteks orbitofrontal, korteks frontal dorsolateral, dan gyrus frontal inferior)
memainkan peran penting dalam mengendalikan keinginan untuk minum alkohol atau menggunakan obat-
obatan (Bechara, 2005; Goldstein & Volkow, 2002). Individu yang reward systemnya mengalahkan control
system lebih cenderung menggunakan zat (Goldstein & Volkow, 2002; Hutchison, 2010).
7. Obat-obatan psikoaktif juga mempengaruhi biokimia tubuh lainnya (termasuk glutamat) dan sistem otak.
Alkohol yang menghasilkan efek sedatif dan zat anti-kecemasan bekerja dengan meningkatkan aktivitas
neurotransmiter GABA dalam sistem septal/hipokampus. Alkohol juga mempengaruhi serotonin, yang
berhubungan dengan perubahan suasana hati (Brick, 2008).
.

Penggunaan zat psikoaktif secara berulang mengubah reward center dan menciptakan keinginan terhadap
zat tsb (Robinson & Berridge, 1993). Penggunaan zat-zat seperti kokain, heroin, dan amfetamin secara berulang
menyebabkan otak mengurangi produksi dopamin, sehingga reseptor dopamin di otak menjadi kurang sensitif.
Karena otak memproduksi lebih sedikit dopamin, lebih banyak obat diperlukan untuk menghasilkan efek yang
diinginkan. Jika individu berhenti minum obat, otak tidak segera mengkompensasi hilangnya dopamin, dan gejala
penarikan (withdrawl) terjadi. Karena otak juga tidak memproduksi dopamin tertentu, orang tersebut akan merasa
sedih, tidak termotivasi dan mungkin mengalami kesulitan mengalami kesenangan dari sumber lain, seperti makanan
atau peristiwa bahagia. Keinginan mengkonsumsi zat muncul karena hanya obat tersebut dapat menghasilkan
kesenangan (Robinson & Berridge, 1993).
Meskipun individu yang menggunakan zat untuk waktu yang lama mengalami penurunan kepekaan
terhadap zat tersebut, mereka juga menjadi lebih sensitif terhadap isyarat yang terkait dengan penggunaan zat,
seperti lokasi di mana mereka biasanya menggunakan zat atau perlengkapan yang terkait dengannya. Respons
terkondisi terhadap isyarat obat ini dapat menyebabkan hasrat yang kuat dan dapat menyebabkan relapse (Koob &
Volkow, 2010). Stres juga mengaktifkan reward system dan meningkatkan hasrat untuk menggunakan zat.
Penggunaan zat secara kronis tampaknya menyebabkan aktivitas yang terganggu di daerah frontal otak yang terkait
dengan pengendalian impuls, sehingga semakin sulit bagi individu untuk menahan hasrat.

NEURON, PROSES PENGIRIMAN PESAN (SIGNALING) DAN DOPAMIN

Neuron atau "sel saraf" saling terhubung melalui akson atau serabut saraf (yang merupakan perpanjangan
dari badan sel neuron). Akson bergabung bersama untuk membentuk saraf, yang berfungsi sebagai jalur transmisi
utama aliran listrik dalam sistem saraf. Gambar dibawah mengilustrasikan struktur dasar neuron dan menunjukkan
bagaimana mereka terhubung satu sama lain oleh celah yang disebut sinaps.

3
Sumber : MODULE 2 UNIT 1: Reward pathways in the non-addicted brain, Stanfor Health of Education

Sinyal atau pesan listrik yang dihasilkan di dalam neuron (adalah respons terhadap suatu stimulus) disebut
action potentials. Pesan-pesan ini berjalan melalui akson ke terminal akson (lihat gambar diatas). Kemudian, pesan
listrik diteruskan ke dendrit neuron berikutnya oleh neurotransmiter kimia. Neurotransmiter adalah senyawa
penyampai pesan yaitu molekul yang dihasilkan neuron untuk mempengaruhi sel lain yang menjadi target.
Neurotransmiter yang sering kita dengar seperti: asetilkolin, dopamin, endorfin, epinephrine, serotonin, oksitoksi.
Neurotransmitter dilepaskan melintasi celah sinaptik, yang merupakan celah antara dua sinaps, untuk menghasilkan
respons di neuron berikutnya. Sekali suatu neurotransmitter dilepaskan ke celah sinaptik, ia mengikat protein khusus
yang disebut reseptor yang terletak di neuron postsinaptik.

2. STRUKTUR KUNCI DI JALUR ‘REWARD’ OTAK

JALUR REWARD diotak disebut juga sebagai JALUR MESOCORTICOLIMBIC. Disebut jalur
mesocorticolimbic karena jalur ini melewati otak tengah (“meso”), area otak yang disebut korteks (“cortico”), dan
sistem limbik. Sistem limbik adalah seperangkat struktur otak yang berperan dalam proses motivasi, emosi,
pembelajaran, dan memori (Stott & Lang, 2013). Perhatikan gambar berikut:

4
Reward pathways pada otak yang tidak adiksi

Untuk memahami bagaimana setiap komponen jalur ‘reward’ berinteraksi, silahkan bayangkan sebuah mobil.
Didalam mobil ada rem sebagai penghambat dan gas untuk akselerasi.

 Corteks otak bertindak seperti rem mobil yang menghambat impuls untuk bertindak,
mempertimbangkan risiko dan manfaat dari suatu tindakan, sehingga memungkinkan orang untuk
merencanakan masa depan.
 Mesolimbic berfungsi seperti akselerator (pedal gas) mobil, yang membuat seseorang merasakan emosi
dan berespons dengan cepat terhadap suatu ancaman dari luar diri.
 Agar mobil dapat melaju dengan baik, diperlukan rem dan akselerator (pedal gas) yang berfungsi secara
baik. Dalam konteks pembahasan ini, dapat dikatakan bahwa OTAK MEMBUTUHKAN KORTEKS DAN
SISTEM LIMBIK YANG SEHAT AGAR SESEORANG DAPAT BERFUNGSI SECARA EFEKTIF DI DUNIA.

Adiksi terjadi ketika salah satu diantaranya rem (cortex) atau akselerator (mesolimbic) atau
keduanya, tidak berfungsi. Ketika kemampuan individu untuk mengantisipasi konsekuensi suatu tindakan
terganggu, atau emosi yang dirasakan menguasai dan mendikte tindakan atau bahkan keduanya, maka ia menjadi
rentan terhadap adiksi. Jalur ‘reward” dimulai di area tegmental ventral (VTA), yang ditemukan di otak tengah. VTA
adalah sumber utama produksi dopamine yang berisi sel-sel khusus yang disebut neuron dopaminergic (DA) yaitu
neuron yang terlibat dalam produksi dan transportasi dopamin ke banyak sistem tubuh yang vital.

Sistem limbik adalah sekelompok struktur yang saling terhubung yang terletak di bawah cerebral cortex.
Sistem ini berperan penting dalam memproses emosi, rasa takut dan reaksi emosi lain. Berikut adalah elemen yang
membentuk sistem limbik: (1) Hippocampus: struktur yang berperan penting dalam proses belajar dan daya ingat,
termasuk didalamnya proses aktifasi dan pengkodean short-term dan long-term memory. (2) Hypothalamus: Adalah
bagian otak yang fungsi utamanya menghubungkan sistem syaraf dengan sistem endocrine (hormonal) system.(3)
Amygdala: adalah struktur yang bertanggung jawab menproses dan meregulasi emosi seperti anxiety, takut, marah
dan sedih, juga berperan penting dalam mengendalikan agresi.

5
3. JALUR MESOCORTICAL DAN AND MESOLIMBIC

Jalur mesocortical yaitu jalur yang menghubungkan otak tengah ke kortex. Neuron DA terbentang dari
VTA sampai prefrontal cortex melalui jalur ini. Rangkaian neuron DA sendiri berfungsi dengan mengantarkan
dopamin dari satu sel ke sel yang lain sampai ke tempat yang diinginkan (Villines, 2017). Karena prefrontal cortex
merupakan bagian otak yang berperan dalam daya ingat dan motivasi, adanya dopamin yang diantarkan ke bagian
ini akan terbentuk hubungan antara stimulus dan pelepasan dopamin, yang mengindikasikan adanya pengalaman
mendatangkan rasa senang. Pengalaman ini akan diingat. Sementara itu VTA mengirimkan dopamin pada nucleus
accumbens (bagian penting dalam sistem limbik yang bertugas dalam menganalisa dan memberi reward). Proses
pemberian reward ini terjadi melalui jalur mesolimbic.

Contoh: Anda minum segelas kopi yang anda sukai. Neuron DA terbentang dari VTA ke prefrontal cortex
(mesocortical) teraktifasi. Aktivasi ini membuat prefrontal cortex membuat asosiasi positif antara stimulus (minum
kopi) dengan perasaan yang diperoleh saat meminumnya. Sementara neuron DA yang melalui jalur mesolimbic
(dari VTA ke sistem limbic system) juga teraktifasi. Aktivasi ini membuat nucleus accumbens memaknakannya
sebagai stimulus yang direward (rewarding stimuli) dan kemudian menciptakan perasaan positif yang akan
memperkuat perilaku meminum kopi.

Kedua jalur yaitu mesocortical dan mesolimbic akan diaktifasi setiapkali rewarding stimulus diproses oleh
otak. Perbedaan utama dari kedua jalur ini adalah, jalur mesocortical menangani proses decision-making dan
menciptakan ingatan mengenai rewarding experience, sementara jalur mesolimbic memiliki berperan dalam
memperkuat (reinforcing) perasaan positif yang dirasakan saat seseorang mendapatkan stimulus tertentu, dengan
kata lain sistem mesolimbik berkaitan dengan respon emosional. Walau keduanya berbeda, namun keduanya
mengakibatkan hasil yang sama dan menjadi faktor penting dalam motivasi untuk berespon dengan cara tertentu
pada stimulus tertentu. (Bridges, 2016).

4. KESEIMBANGAN RASA SENANG-SAKIT (PLEASURE-PAIN) DI OTAK

Salah satu temuan paling menarik dalam ilmu saraf selama 75 tahun terakhir adalah bahwa rasa senang
dan rasa sakit (pleasure-pain) diproses oleh bagian otak yang sama. Kesenangan dan rasa sakit bekerja seperti
keseimbangan dan otak berusaha keras untuk menjaga keseimbangannya. Setiap kali ia miring ke satu arah, ia akan
berusaha keras untuk mengembalikan keseimbangan dengan miring yang lain (homeostasis).

Untuk memahami bagaimana mekanisme keseimbangan ini bekerja, bayangkan keseimbangan dalam otak
seperti permainan jungkat-jungkit. Papan jungkat-jungkit akan berada di garis sejajar tanah saat tidak ada beban
(beristirahat). Ketika kita melakukan sesuatu yang menyenangkan (misalnya, ketika makan sepotong kue), maka
keseimbangan akan miring ke sisi pleasure dan dopamin dilepaskan di jalur reward otak kita. Karena prinsip
keseimbangan ini adalah homeostatis, segera setelah dopamin dilepaskan, otak beradaptasi dengannya dengan
mengurangi atau “menurunkan” jumlah reseptor dopamin yang dirangsang. Hal ini menyebabkan otak mendatar
dengan memiringkan ke sisi rasa sakit, itulah sebabnya kesenangan biasanya diikuti oleh perasaan ‘down’. Kembali

6
pada contoh makan kue, jika seseorang senang dengan kue yang dimakannya, efek otak menurunkan jumlah
reseptor dopamin adalah orang tersebut menginginkan sepotong kue lainnya. Jika keinginan ini dibiarkan dalam
waktu yang cukup lama, homeostatis akan dipulihkan dengan sendirinya dan perasaan ingin kue kedua tidak akan
dirasakan lagi (prinsip ini digunakan dalam intervensi kasus adiksi dengan model medis dengan menganjurkan
pecandu berpantang untuk waktu tertentu).

Ketika keseimbangan miring ke sisi rasa sakit setelah pengalaman senang, maka rasa sakit akan dialami
secara subjektif seperti tidak nyaman, gelisah, mudah tersinggung, tidak bahagia dan ingin menciptakan kembali
perasaan senang, mencari cara menghilangkan pengalaman rasa sakit (withdrawl.) Bahkan bila secara sadar orang
tersebut mengetahui efek samping atau konsekuensinya makan kue terlalu banyak ia akan tetap ingin makan kue.
Jika pola ini dipertahankan selama berjam-jam setiap hari, selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan,
pengaturan otak untuk kesenangan berubah. Muncul keinginan untuk terus makan kue, bukan untuk merasakan
kesenangan tetapi hanya untuk merasa normal. Bila berhenti, maka akan dirasakan gejala withdrwal dari zat adiktif
seperti: kecemasan, lekas marah, insomnia, disforia, dan keterpakuan untuk terus melakukan perilaku adiktif.

5. PELEPASAN DOPAMIN PHASIC DAN TONIC

DA neurons pada umumnya melepaskan dopamin dalam jumlah yang kecil, yaitu bentuk pelepasan yang
disebut tonic. Pada saat-saat tertentu, neuron DA melepaskan sejumlah besar dopamin dalam waktu yang singkat.
Episode ini disebut sebagai phasic. Stimulus tertentu (biasanya stimulus yang direward) dianggap sebagai penyebab
dari kondisi ini dimana DA neuron melepaskan banyak dopamin.

1. Pelepasan Dopamin Phasic

Respons dopamin phasic adalah mekanisme pelepasan dopamin jangka pendek dengan cepat.
Setelah dilepaskan, dopamin dengan cepat diserap kembali oleh transporter (pengangkut) dopamine (DAT). DAT
adalah protein yang memompa dopamin dari celah sinaptik kembali ke neuron prasinaptik (seperti yang ditunjukkan
pada gambar dibawah). Penyerapan kembali dopamin dengan dengan cepat dilakukan untuk mengurangi jumlah
dopamin yang akan diserap oleh reseptor dopamin, (yang berfungsi mengatur tingkat dan durasi respons
kesenangan dalam tubuh) (Vaughan & Foster, 2013). Pelepasan dopamin phasic disebabkan oleh "spiking" atau
"transient" penembakan neuron, yang berarti bahwa neuron DA menembakkan dopamin tingkat tinggi dalam episode
singkat ketika diaktifkan oleh rewarding stimulus.

7
Sumber: Stanford centre for health education, 2020

Silahkan analisis. Pada kasus adiksi, apa yang menjadi rewarding stimulus yang memicu pelepasan dopamin phasic?

2. Pelepasan Dopamin Tonic

Pelepasan dopamin tonic adalah pelepasan dopamin dalam level yang rendah yang bertujuan
mempertahankan tingkat dopamin dasar tubuh, sering disebut sebagai pelepasan background. Pelepasan ini bersifat
spontan, frekuensi rendah, dan berkelanjutan (Goto, Otani & Grace, 2007:583), hal ini terjadi karena tubuh dan
proses vital tubuh membutuhkan dopamin dasar dalam level yang rendah, khususnya proses yang terkait motivasi
dan sistem reward (penghargaan/hadiah). Contohnya dalam sebuah eksperimen, seekor tikus yang kekurangan
dopamin dasar (tonic dopamin tidak cukup) tidak termotivasi mencari makanan, bahkan saat makanan ditempatkan
beberapa centimeter dari mulutnya. Karena ia tidak mencari makan, maka pada akhirnya ia kelaparan dan mati.
Tikus ini hanya akan mengonsumsi makanan jika makanannya langsung dimasukkan ke dalam mulutnya. Contoh
tersebut memperlihatkan fungsi penting dopamin dalam proses motivasi dan proses seeking out reward (mencari
hadiah).

Pelepasan dopamin tonic diperkirakan terjadi dalam dua cara: (1) melalui neurotransmitter glutamat, yang
dilepaskan dari akson neuron DA di nucleus accumbens. (2) Cara kedua pelepasan tonic dopamin adalah melalui
limpahan dopamin dari celah sinaptik. Luapan ini sering merupakan konsekuensi dari pelepasan sustained dopamine
di sinaps, yang berarti bahwa dopamine transporters (pengangkut dopamine) tidak dapat mendaur ulang semua
dopamin yang tersisa yang tersisa di celah sinaptik. Dopamin yang dibuat dari kedua sumber ini membentuk tingkat
tonic dasar total dopamin di otak.

6. LIKING VS WANTING (MENYUKAI VS MENGINGINKAN).

Hasil penelitian selama 20 tahun terakhir tentang motivasi dalam bidang ilmu saraf menunjukkan bahwa
mendapatkan sesuatu yang menyenangkan tidak cukup menghasilkan motivasi berpelilaku; pada kenyataannya,
menyukai sesuatu dan termotivasi ingin mengulanginya kembali merupakan sesuatu proses yang terpisah

8
Ini berarti bahwa menyukai suatu objek atau aktivitas tertentu tidak dapat dipahami sebagai kondisi motivasi
dan bahwa menyukai bukanlah prasyarat untuk membangkitkan motivasi. Dari perspektif ini, menyukai mengacu
pada keadaan emosional sedangkan menginnginkan lebih berkaitan dengan motivasi dan hasil dari keputusan
(Berridge dan Aldridge, 2008).

Menyukai dan menginginkan diatur oleh sistem otak yang terpisah. Berridge (2003) menemukan bahwa
kedua kondisi tersebut sebenarnya diproses oleh daerah Nucleus Accumbens (NAcc) yang berbeda dan terpisah
secara anatomis dan dapat beroperasi secara independen satu sama lain. Menyukai dan menginginkan juga
melibatkan neurotransmiter yang berbeda, karena menekan pelepasan dopamin dapat mengurangi perilaku wanting
tanpa mengurangi tingkat kesukaan terhadapnya (Berridge dan Robinson, 2003). Berridge menyimpulkan bahwa
dopamin hanya penting untuk meningkatkan 'insentive saliece (tingkat keinginan atau dorongan untuk mendapatkan
‘reward’ yang didorong oleh keadaan fisiologis dan asosiasi yang dipelajari) pada suatu stimulus, yang menghasilkan
motivasi untuk mengulangi dibanding mengelola rasa suka pada stimulus itu sendiri.

Perbedaan antara menyukai dan menginginkan terlihat tidak masuk akal, namun sebenarnya merupakan
hal yang kita alami sehari-hari. Banyak dari kita akan menyadari bahwa sangat mungkin untuk sangat termotivasi
untuk melakukan suatu tindakan, tanpa menemukan rasa senang akan tindakan tersebut. Berolahraga, misalnya.
Banyak orang memiliki keinginan yang kuat untuk berolahraga (olahraga memiliki 'incentive salience' yang tinggi)
dan karena itu termotivasi untuk berolahraga secara teratur. Namun, untuk sebagian besar orang-orang ini, proses
latihan yang dijalani dan pengalaman indrawi pada saat itu, tidak dengan sendirinya menyenangkan. Contoh yang
kurang baik dari proses yang sama adalah penyalahgunaan narkoba. Pecandu narkoba menunjukkan pemisahan
yang mencolok antara rasa suka dan keinginan. Mereka membenci obat itu sendiri, tetapi “incentive salience” yang
tinggi membuat mereka tetap menginginkannya (Berridge dan Robinson, 1995).

Untuk memahami apa yang memotivasi perilaku, kita akan membahas mengenai dua proses subkortikal
dan bawah sadar yang terpisah namun saling berhubungan dalam mengarahkan motivasi yaitu liking vs wanting
(menyukai menginginkan). Kedua kata ini sering dipakai secara bergantian untuk menjelaskan sesuatu yang
diinginkan, namun secara neurologis, menyukai dan menginginkan disebabkan oleh jalur yang terpisah namun
bekerja sama.

Dalam kasus kecanduan narkoba, konsumsi berulang zat adiktif membuat komponen utama dari sistem
wanting yaitu sistem dopamin mesolimbik menjadi peka dan menghasilkan "keinginan" yang berlebihan terhadap
narkoba tersebut dan hal-hal yang terkait dengannya. Hasilnya adalah penggunaan/konsumsi secara berlebihan.
meskipun kesenangan yang didapatkan minimal dan adanya craving yang dipicu oleh isyarat-isyarat tertentu dan
menyebabkan relapse lama setelah detoksifikasi.

Saat seseorang mengalami sesuatu yang menyenangkan dan kemudian menyukainya (liking) ia akan
mengulangi untuk mendapatkan kesenangan tersebut, seperti kita akan cenderung membeli makanan kesukaan
berkali-kali. Pengulangan ini menyebabkan proses sensitisasi. Proses sensitisasi ini berlangsung lama dan menjadi
sistem liking. Sistem liking biasanya menetap dan tidak berubah terhadap kesenangan akan obat tsb.

9
Dari paparan diatas, sangat mungkin bagi seseorang untuk menginginkan sesuatu tanpa benar-benar
menyukainya, dan perbedaan antara kedua hal ini terkait dengan sistem motivasi. Manusia perlu menemukan
motivasi untuk melakukan sebagian besar tugas dalam hidup; bahkan tugas yang paling sederhana dan rutin
sekalipun seperti bangun setiap pagi, beraktifitas dirumah dan pergi bekerja. Beberapa aspek dari kegiatan
keseharian tersebut harus bermanfaat untuk dapat memotivasi orang agar terus melakukannya, walaupun mungkin
orang tersebut tidak selalu menikmati apa yang mereka lakukan. Misalnya, Anda mungkin pergi kuliah karena Anda
takut dicekal, tetapi Anda mungkin sebenarnya tidak suka kuliah atau bangun pagi.

Secara neurologis, wanting & liking disebabkan oleh dua sistem yang terpisah. Di jalur wanting (keinginan),
feel-good neurotransmitter (dopamin) mengirimkan pesan untuk mengaktifkan proses yang diperlukan. Nucleus
accumbens memfasilitasi keinginan dan motivasi yang diperlukan untuk mengejar apa yang diinginkan tersebut.
Ketika sistem ini diaktifkan oleh suatu stimulus (contoh seperti alarm untuk bangun di pagi hari), motivasi melakukan
suatu tindakan yang berkaitan dengan stimulus tersebut akan meningkat sebagai akibat dari peningkatan dopamin,
yang menyebabkan Anda bangun dan bersiap-siap untuk kuliah. Sistem ini menerima informasi penting (melalui
pelepasan dopamin) dari struktur dalam sistem limbik, amigdala, dan hipokampus, yang masing-masing bertanggung
jawab untuk memproses emosi dan memori. Setelah struktur ini memproses informasi ini, hipotalamus (sebuah
struktur dalam sistem limbik yang bertanggung jawab untuk pengaturan hormonal dalam tubuh) diaktifkan untuk
mengontrol motivasi untuk melakukan tugas (Fakhoury, 2015).

Penting untuk dicatat bahwa wanting pathway (jalur keinginan) diaktifkan agar orang dapat mengejar
stimulus yang dianggap penting, seperti dorongan untuk bangun dan pergi bekerja. Sebaliknya liking pathway (jalur
menyukai) diaktifkan oleh pengalaman reward (hadiah).

7. KESIMPULAN

Dalam modul ini, Anda telah mempelajari bagaimana dopamin diproduksi dan diangkut melalui sistem
reward (penghargaan/hadiah) otak untuk menghasilkan respons kesenangan, yang memengaruhi motivasi, emosi,
dan perilaku reward-seeking (mencari-hadiah). Anda juga telah belajar tentang komponen kunci dari sistem reward
(penghargaan/hadiah) otak, VTA, korteks prefrontal, dan nucleus accumbens, yang membentuk jalur
mesocorticolimbic (lihat materi sebelumnya).

8. Tugas Pertemuan 7

Kerjakan dan jawablah pertanyaan-pertanyaaan dibawah ini:


1. Sebutkan 1 kegiatan/makanan yang anda sukai (a) dan 1 kegiatan/makanan yang menjadi prioritas untuk anda
ulangi (b).
2. Jelaskan bagaimana proses neurologis yang terjadi pada a.
3. Jelaskan bagaimana proses neurologis yang terjadi pada b.
4. Apakah anda menyukai aktifitas b?
5. Sebutkan aktifitas penting yang tidak anda sukai?
6. Mengapa anda tetap melakukan aktifitas yang tidak anda sukai tersebut?

10

Anda mungkin juga menyukai