Anda di halaman 1dari 8

LTM Pemicu 4

Modul Kulit dan Jaringan Penunjang 2010


Oleh Wynne Oktaviane Lionika, 0906640015
Herpes Zoster
A. Pendahuluan
Penyebaran herpes zoster sama dengan varisela. Penyakit ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini bergantung subklinis. Tetapi ada
pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang
menderita varisela atau herpes zoster.1

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Gambar 1. Herpes zoster pada dermatom T8-T10

B. Isi
1.

Definisi dan Etiologi1


Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer.

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Gambar 2. Persebaran dari Herpes Simplex

2.

Faktor Predisposisi2

Usia lanjut (menjelang usia 80 tahum, hampir 15% orang paling sedikit akan terserang
herpes zoster satu kali)

3.

Terinfeksi virus varisela pada waktu dalam kandungan

Terserang cacar air sebelum usia 18 bulan

Vaksinasi dengan vaksin varisela (sangat jarang, dan gejala yang terjadi biasanya ringan)

Terjadi penurunan kekebalan tubuh

Patogenesis1,3
Virus varisela-zoster berdiam di dalam ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis. Lokasi kelainan kulit yang ditimbulkan setingkat dengan daerah persarafan ganglion
tersebut. Kadang-kadang virus ini menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga
memberikan gejala gangguan motorik.

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Gambar 3. Varisella dan Herpes Zoster. A. ketika infeksi primer dari virus herpes zoster, virus menginfeksi ganglion sensorik. B.
virus Herpes Simplex sedang dalam masa laten di dalam ganglion. C. ketika sistem imun turun, virus Herpes Zoster kembali
reaktivasi dalam ganglion sensorik, saraf sensorik desending, dan bereplikasi dalam kulit.

4.

Gejala Klinis1,4
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal. Frekuensi penyakit ini pada pria dan
wanita sama. Apabila berdasarkan usia, penyakit ini lebih sering terjadi pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala pada kulit, terdapat gejala prodromal terlebih dahulu, baik sistemik
(demam, pusing, malase) maupun lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal, dan sebagainya). Setelah itu,
akan timbul papul eritematosa yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok
dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi
keruh dan dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel ini mengandung darah sehingga
disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga
menimbulkan ulkus.
Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul kira-kira selama seminggu,
sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala pada kulit, dapat
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan
bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang menimbulkan
kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering menimbulkan kelainan
motorik karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Kelainan pada daerah wajah
sering disebabkan oleh gangguan pada nervus trigeminus atau nervus fasialis dan otikus.
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga
menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan
kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan
nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot wajah (paralisis Bell), kelainan
kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, dan gangguan
pengecapan.

Pada herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan
kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini
terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada
penderita limfoma malignum.
5.

Komplikasi1,5
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, di antaranya ptosis paralitik.
Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus dari ganglion
sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh,
ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh secara spontan. Infeksi juga
menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar, dan otak.

6.

Pembantu Diagnosis1
Pada pemeriksaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.

7.

Diagnosis Banding1,3
Ada 2 diagnosis banding dari Herpes Zoster ini, yaitu Herpes Simplex dan pada nyeri yang
merupakan gejala prodromal lokal sering salah didiagnosis menjadi penyakit reumatik maupun
angina pektoris, jika terdapat di daerah setinggi jantung.

8.

Pengobatan
a.

Farmakologi1,3,6
Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan antimetabolit yang
mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau virus untuk membentuk senyawa
yang dapat menghambat DNA polimerase virus. Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik,
untuk nyerinya diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya, misalnya valasiklovir. Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan pensiklovir
yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama.
1. Asiklovir
Resistensi
Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau
pada gen DNA polymerase.
Indikasi
Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik dan infeksi VZV. Karena
kepekaan asiklovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang

diperlukan untuk terapi kasus varisela dan herpes zoster jauh lebih tinggi daripada terapi
infeksi HSV.
Dosis
Untuk herpes zoster dibutuhkan 4 x 400 mg sehari. Untuk infeksi VZV berat dapat
digunakan asiklovir intravena 30 mg / kgBB per hari.
Efek samping
Asiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir topikal dalam
polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa dan rasa terbakar yang sifatnya
sementara jika dipakai pada luka genitalia. Asiklovir oral, walaupun jarang, dapat
menyebabkan mual, diare, sakit kepala dan sangat jarang dapat menyebabkan insufiensi
renal dan neurotoksisitas.
2. Valasiklovir
Resistensi
Sama dengan asiklovir.
Indikasi
Valosiklovir terbukti efektif dalam terapi infeksi yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks, virus varicella-zoster dan sebagai profilaksis terhadap penyakit yang
disebabkan sitomegalovirus.
Sediaan dan dosis
Untuk herpes zoster 3 x 2 tablet x 500 mg selama 7 hari.
Efek samping
Sama dengan asiklovir.
3. Pensiklovir
Resistensi
Resistensi terhadap pensiklovir disebabkan oleh mutasi pada timidin kinase atau DNA
polymerase virus. Kejadian resistensi selama pemakaian klinis sangat jarang. Virus
herpes yang resisten terhadap asiklovir juga resisten terhadap pensiklovir.
Indikasi
Infeksi herpes simpleks mukokutan, khususnya herpes labialis rekuren
Dosis
Diberikan secara topical dalam bentuk 1% krim.
Efek samping
Reaksi local pada tempat aplikasi, namun jarang terjadi.
4. Famsiklovir

Resistensi
Sama dengan pensiklovir
Indikasi utama
HSV-1, HSV-2, dan VZV
Dosis
Per oral 750 mg per hari (250 mg tablet setiap 8 jam, tiga kali sehari) dan 1500 mg per
hari (500 mg setiap 8 jam).
Efek samping
Umumnya dapat ditoleransi dengan baik, namun dapat juga menyebabkan sakit kepala,
diare, dan mual. Urtikaria, ruam sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Indikasi pemberian kortikosteroid adalah untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus
sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan adalah prednisone
dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antiviral. Kegunaan obat ini adalah untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan secara topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan
salap antibiotik.
Alasan yang mendorong terapi herpes zoster dengan antivirus adalah untuk mencegah
nyeri hebat yang tinggal postherpetic neuralgia- yang merupakan komplikasi yang umum,
terutama pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun. Asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir
jika diberikan dalam jangka waktu 72 jam setelah munculnya ruam, akan memberi penyembuhan
secara cepat dalam waktu 2 hari. Valasiklovir lebih efektif untuk meringankan nyeri akibat
zoster. Valasiklovir dan famsiklovir lebih disukai daripada asiklovir karena keamanan dan
efikasinya.
Pada pasien immunocompromised, asiklovir intravena mencegah penyebaran zoster pada
organ visceral, bahkan jika terapi dimulai dari hari ke-6 setelah mulai terlihatnya ruam.
Valasiklovir dan famsiklovir merupakan alternatif bagi pasien dengan immunosupresi sedang
dan herpes zoster terlokalisasi.
b.

Non Farmakologi
Perawatan non farmakologi juga sangat penting. Pendidikan dan dukungan dari pasien
penting dalam penatalaksanaan herpes zoster. Hal tersebut meliputi penjelasan atas jalannya
penyakit, rencana pengobatan, dan memperhatikan aturan dosis antivirus. Tidak adanya
pengetahuan pasien dan ketakutan tentang herpes zoster harus diperhatikan dan pasien harus

diberitahu tentang risiko menularkan terhadap orang yang belum pernah cacar air. Instruksikan
pasien agar tetap menjaga ruam dalam keadaan bersih dan kering untuk meminimalkan risiko
infeksi bakteri.
9.

Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan
secara dini.

10.

Pencegahan5
Untuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pemberian vaksinasi.
Vaksin berfungsi untuk meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik terhadap virus tersebut
pada pasien usia lanjut. Vaksin herpes zoster dapat berupa virus herpes zoster yang telah
dilemahkan atau komponen selular virus tersebut yang berperan sebagai antigen. Penggunaan virus
yang telah dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi resiko terkena penyakit
tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut usia dan penderita imunosupresi.

Daftar Pustaka
1. Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010. p. 110-112.
2. Krause RS. Herpes Zoster. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/788310-overview.
Pada tanggal 9 November 2010, pukul 16.15.
3. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology:
Viral Infections of Skin and Mucosa. United States: The McGraw-Hill Companies; 2007.
4. Shingles.

Diunduh

dari

http://health.nytimes.com/health/guides/disease/herpes-zoster/risk-

factors.html. Pada tanggal 9 November 2010, pukul 17.45.


5. Mendjiwa

S.

Causes

&

Risk

Factors

of

Herpes

Zoster.

http://www.ehow.com/facts_5549675_causes-risk-factors-herpes-zoster.html.
November 2010, pukul 17.59.

Diunduh

Pada

tanggal

dari
10

6. Louisa M dan Setiabudy R. Antivirus. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2009. p. 641-646, 660.

Anda mungkin juga menyukai