Translate
Powered by
M E N C AR I J E J AK M U
Labels
umum
(5)
search
B l o g Ar c h i v e
2009
(5)
Desember
(5)
AsuhanKeperawatanPadaKlienTn.SDenganGanggua...
AsuhanKeperawatanPadaKlienNy.ADenganGanggu...
AsuhanKeperawatanPadaKlienTn.RDenganGanggua...
AsuhanKeperawatanPadaKlienTn.TDenganGanggua...
AsuhanKeperawatanPadaKLienNy.ADenganGanggua...
Enteryouremailaddress:
Subscribe
DeliveredbyFeedBurner
PAG E R AN K
Ab o u t M e
feyy
Lihatprofillengkapku
ShoutMixchatwidget
UNDEFINED
undefined
AsuhanKeperawatanPadaKlienTn.SDenganGangguanSistem
Pencernaan:Pre&PostLaparotomiAkibatIleusObstruktifDi
RuangVIIIRSUDXX
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Ileus Obstruktif
1. Pengertian
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus,
dan makanan, dapat secara mekanis atau fungsional (Iin Inayah, 2004 : 202).
Ileus obstruktif terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi
usus, bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan saraf untuk terjadinya
peristaltik atau karena adanya blockage (Barbara C. Long, 1996 : 242).
Intestinal obstruction is the partial or complete mechanical or non mechanical
blockage of the small or large intestine. (Gale Encyclopedia of Medicine, Published
December, 2002, www.google.com)
Intestinal obstruction is blockage of the inside of the intestines by an actual
mechanical obstruction (www.pedisurg.com/PtEduc/Intestinal_Obstruction.htm,
2006).
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif adalah penyumbatan
yang terjadi secara parsial atau komplit, mekanik atau fungsional, yang terjadi
bisa diusus halus ataupun diusus besar, dapat mengakibatkan terhambatnya
pasase cairan, flatus, dan makanan.
2. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1 Sistem Pencernaan
Sumber :http://www. Medicastore.com/cybermed/detail
Anatomi dan fisiologi ini diambil menurut beberapa sumber, diantaranya : frances
Donovan Monahan (1998), anonymous www.medicastore.com (2004), Guyton dan
Hall (1997), Syarifudin (1997) didapatkan bahwa sistem pencernaan merupakan
suatu tatanan yang terbentuk dari adanya hubungan antara bagian yang
tergabung dalam saluran pencernaan dan organ asesoris yang terletak diluar
saluran pencernaan.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-
organ asesoris yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu (gambar 1).
Karya tulis ini membahas tentang obstruksi usus, yang terjadi hanya didalam
usus, baik itu usus halus maupun usus besar. Maka penulis akan membahas sekilas
tentang usus halus dan usus besar yang terdapat didalam saluran pencernaan.
a. Usus Halus (Usus Kecil)
Gambar 2 Usus Halus
Sunber : http://www.adam.com/
Usus halus atau usus kecil (gambar 2) adalah saluran yang memiliki panjang 7
meter (23ft) dan berdiameter 2,5 cm. Fungsi usus halus adalah mencerna dan
mengabsorpsi chyme dari lambung, menerima zat-zat makanan yang sudah
dicerna melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe, menyerap
protein dalam bentuk asam amino, dan menyerap karbohidrat dalam
bentukmonosakarida. Usus halus memanjang dari pyloric sphincter lambung
sampai sphincter ileocaecal, tempat bersambung dengan usus besar.
Lapisan usus halus (gambar 3) terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan lambung,
yaitu :
1) Lapisan luar adalah membran selulosa, yaitu peritornium yang melapisi usus
halus dengan erat.
2) Lapisan otot polos terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang
(longitudinal) dan lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi otot
polos dan bentuk peristaltic usus yang turut serta dalam proses pencernaan
mekanis, pencampuran makanan dengan enzim-enzim pencernaan dan
pergerakkan makanan sepanjang saluran pencernaan.. Diantara kedua lapisan
serabut berotot terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, dan pleksus syaraf.
3) Submukosa terdiri dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom, yaitu
plexus of meissner yang mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi dari
mukosa saluran pencernaan. Submukosa ini terdapat diantara otot sirkuler dan
lapisan mukosa. Dinding submukosa terdiri atas jaringan alveolar dan berisi
banyak pembuluh darah, sel limfe, kelenjar, dan pleksus syaraf yang disebut
plexus of meissner.
4) Mukosa dalam terdiri dari epitel selapis kolumner goblet yang mensekresi getah
usus halus (intestinal juice). Intestinal juice merupakan kombinasi cairan yang
disekresikan oleh kelenjar-kelenjar usus (glandula intestinalis) dari duodenum,
jejunum, dan ileum. Produksinya dipengaruhi oleh hormon sekretin dan
enterokrinin. Pada lapisan ini terdapat vili yang merupakan tonjolan dari plica
circularis (lipatan yang terjadi antara mukosa dengan submukosa). Lipatan ini
menambah luasnya permukaan sekresi dan absorpsi serta memberi kesempatan
lebih lama pada getah cerna untuk bekerja pada makanan. Lapisan mukosa berisi
banyak lipatan Lieberkuhn yang bermuara di atas permukaan, di tengah-tengah
villi. Lipatan Lieberkuhn diselaputi oleh epithelium silinder.
2) Kolon transversum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai kolon desendens
berada bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri
terdapat fleksura lienalis.
3) Kolon desendens (kiri)
Penjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen kiri membujur dari atas ke bawah
dari fleksura lienalis sampai depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam rongga pelvis
sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan
dengan rectum.
Gambar 4 Usus Besar
Sunber : http://www.adam.com/
3. Etiologi
Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002),Susan Martin Tucker (1998), Christian
Stone M.D (2004) dan Barbara C Long (1996) mengatakan bahwa penyebab dari
ileus obstruktif adalah :
a. Mekanis
1) Adhesi, sebagai perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara
permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum viseral maupun
antara peritoneum viseral dengan parietal
2) Hernia, terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal.
3) Karsinoma, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau
tumor diluar usus mendesak dinding usus.
4) Massa makanan yang tidak dicerna.
5) Sekumpulan cacing
6) Tinja yang keras.
7) Volvulus, terplintir atau memutarnya usus.
8) Intussusception, masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri.
4. Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terenggang oleh cairan dan gas
(70 % dari gas yang tertelan) akibat penekanan intralumen menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Sekitar 8 liter cairan
diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari, karena tidak adanya absorpsi
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan
usus setelah pengobatan merupakan sumber utama kehilangan cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang ekstra sel yang
mengakibatkan syok hipotensi. Pengaruh curah jantung, pengurangan perfusi
jaringan dan asidosis metabolic. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrotik, disertai absorpsi toksintoksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Kehilangan
6. Manifestasi Klinis
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C Long
(1996) menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah :
a. Obstruksi Usus Halus
1) Mual
2) Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna, selanjutnya muntah air
dan mengandung empedu, hitam dan fekal.
3) Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan
menetap.
4) Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi.
Perforasi dengan cepat dapat menyebabkan peradangan dan infeksi yang berat
8. Komplikasi
a. Ketidakseimbangan elektrolit, akibat dari lumen usus yang tersumbat, secara
progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70 % gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan aliran air dan natrium dari
lumen usus kedarah. Oleh karena itu sekitar delapan liter cairan diekskresi
kedalam saluran cerna setiap hari, tidak ada absorpsi mengakibatkan
penimbunan intra lumen dengan cepat. muntah dan penyedotan usus
b. Asidosis metabolic
c. Perforasi, akibat dari terlalu tingginya tekanan intra lumen.
d. Syok, akibat dari kehilangan cairan yang berlebih kedalam lumen usus dan
kehilangan cairan menuju ruang peritoneum setelah terjadi perforasi.
9. Penatalaksanaan Medik
a. Puasa
b. Selang nasogastrik harus dipasang, untuk dekompresi usus, mengurangi
muntah, dan mencegah aspirasi.
3. Pathway
Ileus Obstruktif
bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi, keluhan ini
mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat tergantung
beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun mengeluh
nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila klien bergerak
dan akan berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya
berbaring lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda
tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5 (0-10).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan ileus obstruktif mempunyai riwayat pernah dioperasi pada bagian
abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post laparatomi biasanya
mempunyai riwayat penyakit pada sistem pencernaan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan mempunyai ileus obstruktif
karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan pada
keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai riwayat
penyakit kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.
4) Riwayat sosial
Ada perubahan peran, pekerjaan, atau aktivitas, klien akan merasa tergantung
dan membutuhkan bantuan orang lain.
5) Riwayat psikologi
Timbul kecemasan pada klien dengan ileus obstruktif, pada klien post laparatomi
pun biasanya mengalami kecemasan karena keadaannya yang sakit.
6) Riwayat spiritual
Bagian yang menjelaskan tentang kepribadian, keyakinan, harapan, serta
semangat dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan
penyakit. Ditemukan kepasrahan klien dalam menerima kondisi penyakitnya.
7) Pola kebiasaan sehari-hari
Adanya kesulitan dalam melakukan aktivitas, adanya gangguan dalam nutrisi
biasanya tidak mampu makan dan minum karena mual dan muntah, gangguan
dalam tidur/istirahat, kesulitan BAB (konstipasi atau obstipasi), personal hygiene
kurang terpenuhi.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi terhadap beberapa sistem tubuh secara head to toe :
1) Keadaan umum
Penderita obstruksi usus mengalami nyeri abdomen dari ringan hingga berat
dengan skala 0-10, perubahan tanda-tanda vital (peningkatan suhu, takikardi,
hipotensi).
Klien post laparatomi akan mengalami badan yang lemas, tanda-tanda vital tidak
stabil, kadang kesadarannya akan menaglami penurunan.
2) Sistem pernafasan
Distensi abdomen menimbulkan tekanan diafragma, menghambat pengembangan
rongga dada sehingga sering ditemukan sesak nafas pada pasien dengan obstruksi
usus.
Pasien dengan post laparotomi dapat menunjukan hipoksia sekunder karena
inefektif ventilasi sebagai komplikasi dari reseksi intestinal.
3) Sistem kardiovaskuler
Adanya sianosis, diaporesis, takikardi pada pasien obstruksi usus dan pasien post
laparotomi dapat menunjukan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah,
tekanan darah dan nadi meningkat.
4) Sistem pencernaan
Keadaan pencernaan pada pasien dengan obstruksi usus terdapat anoreksia dan
malaise, peningkatan bising usus, kegagalan dalam mengeluarkan feses atau
flatus secara rectal atau per ostomi. Klien yang mengalami distensi abdomen berat
dapat terjadi kehilangan bising usus.
Klien post laparotomi terdapat keadaan mulut dan lidah kotor akibat puasa dan
terpasang NGT, peristaltic usus meningkat atau menurun bahkan sampai tidak
ada, penurunan berat badan serta adanya konstipasi.
5) Sistem genitourinaria
Terdapat retensi perkemihan pada pasien obstruksi usus dan terpasang kateter
setelah laparotomi.
6) Sistem musculoskeletal
Pasien obstruksi usus tidak terdapat keluhan pada system ini sedangkan pasien
post laparotomi dapat ditemukan penurunan aktivitas karena nyeri.
7) Sistem endokrin
Tidak terdapat keluhan mengenai komponen ini pada pasien obstruksi usus dan
post laparotomi
8) Sistem integumen
Obstruksi usus dan laparotomi dapat menimbulkan turgor kulit menurun apabila
terjadi kekurangan cairan
9) Sistem neurosensori
Pengkajian tentang tingkat kesadaran dan pemeriksaan nervus cranial. Tidak
terdapat gangguan pada pasien ileus obtruktif dan post laparotomi.
10) Sistem genetalia
Sistem ini mencakup penyebaran rambut pubis, palpasi adanya nyeri. Biasanya
klien terpasang kateter urin.
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut :
1) Laboratorium : BUN, hematokrit, berat jenis urin meningkat, penurunan kadar
serum natrium, klorida dan kalium, leukosit meningkat, terdapat penurunan
sodium dan potassium.
2) Enema barium membantu menentukan bila obstruksi didalam kolon.
3) Pemeriksaan radiologis abdomen, foto rontgen bisa menunjukan lingkaran usus
yang melebar, yang menunjukkan lokasi dari penyumbatan dan juga bisa
menunjukkan adanya udara di sekitar usus di dalam perut yang merupakan tanda
adanya perforasi.
4) Skan CT, MRI (magnetic resonance imaging), atau ultrasound membantu
memastikan diagnosis.
5) Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila didalam
kolon
klien setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang antara lain :
1) Laboratorium : elektrolit, hemoglobin, dan hematokrit.
2) Kultur urine setelah pemasangan kateter dilepaskan.
3) Kultur luka : infeksi yang diduga.
2. Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien ileus obstrutif
menurut Judith M. Wilkinson (2005) dan Susan Martin Tucker, et al (1998)
sebagai berikut :
a. Inefektif pola napas berhubungan dengan nyeri akut, distensi abdomen.
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah abnormal,
kehilangan cairan abnormal, status puasa, mual dan muntah.
c. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen pembedahan.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan , mual
dan muntah.
e. Nuasea berhubungan dengan nyeri, distensi abdomen, obstruksi
f. Gangguan body image berhubungan dengan efek dari kondisi atau pembedahan
tubuh. Perubahan diet.
g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan nekrosis.
h. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi,
luka pembedahan.
i. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post laparatomi
menurut Judith M. Wilkinson (2005) dan Marilynn E. Doengoes (2000) sebagai
berikut :
a. Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi.
b. Inefektif pola nafas berhubungan dengan nyeri, immobilisasi.
c. Inefektif perfusi jaringan (gastrointestinal) berhubungan dengan interupsi
aliran arterial, hipervolemia, hipovolemia.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan
8. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap setiap 4 jam dan
napas dalam setiap jam. 1. Kepatenan jalan nafas mengindikasikan efektivitas
respirasi.
2. Hipoksia dapat diindikasikan dengan adanya pucat dan sianosis
3. Hipoventilasi berhubungan dengan penekanan diafragma menurunkan tekanan
arterial oksigen secara parsial.
4. Crackels mengindikasikan komplikasi sistem pernafasan.
5. Posisi supine meningkatkan resiko obstruksi jalan nafas oleh lidah, bila
dimiringkan maka pasien akan mengalami aspirasi. Semi fowler adalah pilihan
yang tepat untuk kenyamanan, pengembangan ekspansi paru yang optimal,
menghindari aspirasi.
6. Sekresi mempengaruhi efektifitas pola nafas sehingga diperlukan penghisapan
untuk memberikan kebersihan jalan nafas.
7. Menjaga status pernapasan klien agar tetap optimal, memberikan terapi sesuai
yang dibutuhkan klien. Terapi oksigen dilakukan untuk meningkatkan atau
memaksimalkan pengambilan oksigen.
8. Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan mobilisasi serta mengeluarkan
secret.
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah abnormal,
kehilangan cairan abnormal, status NPO, mual dan muntah.
Criteria hasil :
- Pasien menunjukan tanda vital stabil : sistolik tekanan darah 90 140 mmHg,
diastolic 50 -90 mmHg, nadi = 60 -100/menit
- Urin output adekuat > 60 ml/jam
- Membrane mukosa baik, turgor kulit baik
- Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam
keadaan normal.
Intervensi Rasional
12
1. Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan. Ukur
dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam. Laporkan sebagai berikut :
- Urine output lebih dari 200ml/jam selama 2 jam
8. Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit jelek, kulit dan
membrane mukosa kering, pucat. Kaji juga kehausan, khususnya pada lansia.
9. Kaji dan laporkan adanya perubahan tingkat kesadaran, kelemahan otot dan
koordinasi.
12
1. Pemberian anlgesik sesuai indikasi
9. Kaji dan ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.
Dorong ambulasi dini.
10. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan
kulit 1. Agen farmakologik untuk menurunkan/ menghilangkan nyeri Menurunkan
laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local, yang membantu
menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
2. Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial diagnosis
nyeri. Standarisasi skala nyeri menunjang keakuratan.
3. Manajemen pengalihan fokus perhatian nyeri. Pendidikan pada pasien untuk
mengurangi nyeri, setiap orang memiliki perbedaan derajat nyeri yang dirasakan.
4. Laporan pasien merupakan indikator terpercaya mengenai eksistensi dan
intensitas nyeri pada pasien dewasa. Baru atau peningkatan nyeri memerlukan
medikal evaluasi segera.
5. Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang
Criteria hasil :
Pasien akan menunjukan muntah tidak ada
Menunjukan hidrasi adekuat (mukosa membrane lembab, tidak ada haus
berlebihan/abnormal, tidak terjadi demam, kemapuan prespirasi)
Intervensi Rasional
12
1. Pantau tanda subjektif nausea pada pasien
2. Manajemen nutrisi :
Pantau berat badan
Turgor kulit
f. Gangguan body image berhubungan dengan efek dari kondisi atau pembedahan
tubuh. Perubahan diet.
Criteria hasil :
- Pasien akan dapat mengidentifikasikan kekuatan personal
- Mengetahui situasi dan hubungan personal dan gaya hidup
- Mempertahankan interaksi social dan hubungan personal
- Pengetahuan actual dalam perubahan anggota tubuh
Intervensi Rasional
12
1. Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal mengenai tubuhnya.
2. Bantu pasien untuk adaptasi mempersepsikan stressor, perubahan, atau
menangani bila ada konflik antara peran dan gaya hidup.
3. Siapkan pasien untuk antisipasi krisis perkembangan atau situasi.
4. Dorong persepsi dan tingkah laku positif terhadap tubuh 1. Pasien mungkin
takut atau salah paham akan efek pembedahan maka diperlukan klarifikasi
mengenai apa yang dikeluhkan pasien.
2. Tindakan untuk memperbaiki koping dan menolng pasieng menjadi tahu
perubahan bodi image sementara akibat pembedahan.
3. Intervensi spesifik untuk meminimalisir perubahan bodi image yang dapat
membuat pasien merasakan ketidaksadaran akan dirinya.
4. Tindakan memberi stimulasi dan koping adaptif dalam menghadapi perubahan
anggota tubuh.
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan nekrosis.
Criteria hasil :
- Temperature tubuh normal
- Menunjukan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi Rasional
1. Awasi dan laporkan indikasi infeksi, yaitu : tanda-tanda vital, temperature
tubuh, bising usus, suara nafas, karakter urin, adanya abses dalam distensi
abdomen dan ikterus.
3. Sediakan kultur untuk dan testing sensitivitas sesuai indikasi, lakukan sebelum
terapi antibiotic.
4. Gunakan prosedur teknik septic dan aseptic selama proses tindakan 1.
Pengawasan ketat dibutuhkan karena infeksi tampak tidak hanya pada
peningkatan suhu dan wbc, tapi penggunaan medikasi immunosupresi dan kondisi
kronik dapat terjadi infeksi.
2. Tipe antibiotic spectrum luas seperti sulfasalazine (azulfidine) sesuai indikasi
yang dibutuhkan.
3. Kultur dan tes sensitivitas menjadi tidak akurat apabila setelah pemberian
antibiotic
4. Pasien dengan ileus obstruktif kemungkinan terjadi inflamasi.
5. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat. 1. Prilaku yang berhasil dapat
dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat ini, meningkatkan rasa control
dari pasien.
2. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien dalam mengidentifikasi
masalah yang menyebabkan stress.
3. Melibatkan pasien dalam asuhan keperawatan dan mengetahui apa yang
diharapkan dapat menurunkan ansietas.
4. Lingkungan yang tenang, mengurangi timbulnya stress dari luar,
meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas.
5. Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasakan stressnya berkurang,
menentukan energi untuk ditunjukan pada penyembuhan/perbaikan.
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Criteria hasil :
- Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit, rencana diet dan
potensial komplikasi
- Berpartisipasi dalam program tindakan
Intervensi Rasional
12
1. Diskusikan penatalaksanaan diet, tekankan pentingnya makan dengan
perlahan, mengunyah makanan dengan baik dan makan pada interval regular.
2. Jelaskan kebutuhan untuk menghindari konstipasi
a. Gunakan laksaif alami pelunak feses
3. Berikan instruksi pada gejala untuk dilaporkan pada dokter : nyeri abdomen,
kram, distensi, dan/atau mual dan muntah 1. Dengan diet yang benar makanan
dapat dicerna dengan baik dan mudah diabsorpsi oleh usus..
Intervensi Rasional
1. Manajemen jalan nafas : fasilitasi kepatenan jalan nafas.
2. Suction : pembuangan sekresi dengan memasukan katetersuction pada jalan
nafas pasien dan/atau trachea.
3. Terapi oksigen : pemberian oksigen dan pemantauan efektivitas.
4. Posisi : tempatkan pasien pada posisi yang nyaman dan semi fowler.
komprehensif
3. Identifikasi status keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Monitor digunakan untuk mencegah overload volume cairan dan kekurangan
yang bisa mengakibatkan syok hipovolemik.
5. Tindakan mengontrol keadaan nutrisi untuk mengantisipasi kemungkinan
kekurangan energi atau malnutrisi
6. Penggantian cairan dan elektrolit apabila terjadi syok hipivolemik
7. Sarana bagi pasien yang tidak mampu intake nutrisi dari oral
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan
air dengan abnormal.
Criteria hasil :
- Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam
keadaan normal.
- Urine output dalam batas normal
- Hasil hemodinamika dalam batas normal
Intervensi Rasional
12
1. Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan. Ukur
dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam. Laporkan sebagai berikut :
- urine output lebih dari 200ml/jam selama 2 jam
memendek.
9. Pantau suhu
kenyamanan
- Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi (skala 010)
- Mengakui faktor penyebab sehingga dapat menggunakan pengukuran untuk
mencegah nyeri akibat
Intervensi Rasional
12
1. Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 10.
2. Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi,
visualisasi dan aktivitas terapeutik.
3. Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi, karakteristik, onset,
durasi, frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor presipitasi/pencetus.
4. Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
2. Bersihkan dan ganti balutan (wound care) luka dengan teknik steril.
3. Minimalisir penekanan pada bagian luka.
4. Dorong persepsi dan tingkah laku positif terhadap tubuh 1. Pasien mungkin
takut atau salah paham akan efek pembedahan maka diperlukan klarifikasi
mengenai apa yang dikeluhkan pasien.
2. Tindakan untuk memperbaiki koping dan menolng pasieng menjadi tahu
perubahan bodi image sementara akibat pembedahan.
3. Intervensi spesifik untuk meminimalisir perubahan bodi image yang dapat
membuat pasien merasakan ketidaksadaran akan dirinya.
4. Tindakan memberi stimulasi dan koping adaptif dalam menghadapi perubahan
anggota tubuh.
j. Inefektif disfungsi seksual berhubungan dengan nyeri yang bertransisi,
gangguan bodi image.
Criteria hasil :
- Pasien akan menunjukan kemauan mendiskusikan perubahan fungsi seksual.
- Meminta informasi yang dibutuhkan tentang perubahan fungsi seksual.
Intervensi Rasional
1. Monitor indicator resolusi disfungsi seksual (kapasitas intimasi).
Intervensi Rasional
1. Observasi luka pembedahan setiap hari untuk tanda dan gejala infeksi seperti
kemerahan, edema, nyeri, drainage,peningkatan suhu. Juga observasi tanda2
infeksi sistemik antara lain demam, lemah, leukositisis atau takikardi
2. Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu
2. Suhu malam memuncak yang kembali normal pada pagi hari adalah
karekteristik infeksi. Demam 38o segera setelah pembedahan menunjukan infeksi
pulmonal atau urinarius/luka atau pembentukan tromboplebits.
3. Perkembangan infeksi dapat menghambat pemulihan
4. Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernafasan (anastesi, narkotik),
ketidakefektifn batuk (insisi abdomen), dan distensi abdomen (penurunan ekspansi
paru)
5. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan.
Balutan basah bertindak sebagai retrograde, menyerap kontaminasi eksternal.
6. Organisme multiperl mungkin ada pada luka terbuka dan setelah bedah usus.
Bakteri anaerob misal bacteriodes fragilis hanya dapat terdeteksi melaui kultur
anaerobic.
7. Pemberian antibiotik propilaksis menghambat reproduksi bakteri karena itu
dapat membantu mencegah kulit yang luka dari masuknya mikroorganisme
Mengidentifikasi
8. leukosit sebagai indikasi dari infeksi
l. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan aktifitas, penurunan intake
cairan dan serat, penurunan peristaltic akibat anastesi.
Criteria hasil :
- Menggambarkan perbaikan diet (cairan dan serat) yang tepat untuk
mempertahankan pola BAB seperti biasa.
- Tidak ada feses (segera setelah operasi), konstipasi, diare, mendapatkan kembali
pola fungsi usus yang normal.
- Melaporkan saat BAB tidak nyeri dan kesulitan dalam mengejan.
Intervensi Rasional
4. Tinjau ulang perawatan selang gastrotomi bila pasien dipulangkan dengan alat
ini.
5. Identifikasikan tanda-tand ayang memerlukan evaluasi medis, demam menetap,
bengkak, eritema, artau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainage.
6. Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai tolernsi dan keseimbangan
dengan periode istirahat yang adekuat. 1. Memberikan dasar pengetahuan dimana
pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
Poskan Komentar
Posting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Powered by Blogger.