Anda di halaman 1dari 21

Journal Reading

TUBERCULOSIS PARU PADA BALITA : TEMUAN


RADIOLOGIS DAN CT

Oleh:

Oleh :
M. Adi Wardana
1310019010

Lab/SMF Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2013

TUBERKULOSIS PULMONER PADA BALITA : PENEMUAN CT DAN


RADIOGRAFIS.
Woo Sun Kim, Joon-Il Choi1, Jung-Eun Cheon, In-One Kim, Kyung Mo Yeon, Hoan Jong Lee.

Tujuan : karena komplikasi dari tuberkulosis sangat sering terjadi pada balita, penegakan
diagnosa TB pada balita sangat penting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyimpulkan
penemuan radiologis dan CT dari TB pulmoner pada balita dan menentukan tanda tanda
radiologis yang sering dilihat pada anak dengan penyakit ini.
Kesimpulan: Tanda radiologis yang sering ditemukan pada TB pulmoner pada balita adalah
limfadenopati hiler atau mediastinal dangan nekrosis sentral dan konsolidasi ruang-udara,
terutama konsolidasi yang berbentuk seperti massa dengan area yang memiliki densitas rendah
atau kavitas di dalam konsolidasi. Penebarluasan nodul primer dan komplikasi saluran nafas
juga sering terdeteksi pada kelompok umur ini. CT merupakan suatu teknik diagnostik yang
berguna pada anak dengan tuberkulosis karena teknik ini dapat menunjukkan lesi parenkim dan
limfadenopati tuberkulous secara lebih baik daripada radiografi thorax. CT scan juga sengat
berguna ketika radiografi thorax menunjukkan hasil yang inkonklusif atau jika dicurigai ada
komplikasi dari tuberkulosis.

Tuberkulosis masih menjadi suatu penyakit yang dapat bersifat mematikan di seluruh
dunia. Sebagai akibat dari bertambah parahnya epidemik HIV, bertambah banyaknya tunawisma,
penyalahgunaan obat, dan imigrasi dari negara berkembang, kasus TB pulmoner di negara barat
semakin banyak [1-4]. Anak anak merupakan salah satu kelompok resiko tinggi penyakit ini
[5-7]. Dari kelompok umur tersebut, anak di bawah 5 tahun memiliki resiko tertinggi untuk
mengidap TB paru[2].
TB paru pada balita memiliki beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan TB paru
pada anak yang lebih tua; penyakitnya lebih simptomatik, dan resiko komplikasi yang parah dan
dapat mengancam jiwa seperti meningitis TB atau TB milier lebih tinggi [7-9]. Oleh karena itu,
diagnosa dini dan penanganan segera sangat penting pada balita dengan tuberculosis. Konfirmasi

bakteriologis penyakit ini pada anak sulit dilakukan [5, 10, 11], dan pada balita yang lebih muda
(<3bulan), hasil dari tuberculin skin test sering negatif [8-11]. Oleh karena itu, radiografi paru
dan riwayat kontak langsung dengan pasien yang mengidap tuberkulosis menular memegang
peranan penting dalam mendiagnosa tuberkulosis pada balita. Pentingnya peran ahli radiologi
juga sangat ditekankan.
CT scans memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan teknik radiografi konvensional
dalam diagnosis tuberkulosis pada pasien usia lanjut dan dapat mendeteksi penyakit ini pada
pasien dengan radiografi thorax yang normal. CT scan dapat mendeteksi limfadenopati,
kalsifikasi, nodul bronchogenik, dan komplikasi seperti penyempitan saluran nafas, emfisema,
dan efusi pleura [12-17].CT resolusi tinggi mungkin dapat menunjikkan nodul milier atau nodul
bronchogenik di parenkim paru, terutama pada pasien yang tidak tterlihat nodul pada radiografi
thoraks [17-18]. Meskipun beberapa penelitian telah melaporkan hasil radiografi thoraks pada
balita penderita tuberculosis [7-9], penemuan CT pada penyakit ini jarang dilaporkan [16, 19].
Tujuan dari penelitian ini adalah menyimpulkan penemuan radiografis dan CT pada TB paru
pada balita dan mengidentifikasi penemuan radiologis dan CT yang sering ditemukan pada TB
paru pada balita.

Metode dan alat


Kami melihat kembali secara retrospektif radiografi thoraks (n=25) dan CT scan thoraks
(n=17) dari 25 balita secara berurutan yang didiagnosa TB paru pada institusi kami dari 1991
sampai dengan 2003. Diagnosa TB paru ditegakkan melalui pemeriksaan BTA pada 4 pasien,
pemeriksaan PCR pada 5 pasien, kultur positif pada satu pasien, dan biopsi pada satu pasien.
Pada 14 pasien yang tersisa, dua atau lebih dari tiga kriteria berikut terpenuhi [20]: tuberkulin
skin test (test mantoux) dengan 5 unit tuberkulin dari derivat protein yang dimurnikan yang
menghasilkan area reaksi sebesar 10 mm atau lebih; menyingkirkan kemungkinan penyakit lain
dan memastikan perjalanan penyakit sesuai dengan tuberkulosis (perbaikan secara klinis atau
radiologis yang disebabkan oleh obat anti tuberkulosis); dan penemuan paling tidak satu orang
anggota keluarga dengan TB menular.

Kelompok penelitian terdiri dari 15 anak laki laki dan 10 anak perempuan dari umur 2
sampai 12 bulan ( umur rata rata 5,9 bulan). Tidak ada anak yang mengidap
immunokompromisasi, dan tidak ada yang HIV positif. 21 pasien divaksinasi dengan BCG
(bacille calmette-guerin) pada umur 4 minggu. Pemeriksaan fisik pada tempat BCG dan
limfanodi regional tidak menunjukkan adanya kelainan. Tes mantoux dilakukan pada semua
pasien dan menunjukkan hasil positif pada 11 pasien (44%). 7 pasien (28%) terekspos pada
anggota keluarga dengan TB paru aktif. Gejala pada pasien adalah demam (84%), batuk (76%),
sputum (48%), rhinorhea (36%), dan tachypnea (32%). Pada 2 pasien, manisfestasi awal yang
terjadi adalah kejang tanpa gejala pernafasan serius. Penyebaran sistemik ditemukan pada 8
pasien seperti berikut : otak (n=4), hati (n=2), limpa (n=3), dan ginjal (n=1). Lama rata rata
gejala sebelum diagnosa TB dan mulainya pengobatan anti TB adalah 50 hari ( 1-90 hari). Pada
empat balita (16%), lama gejala kurang dari 1 minggu.
Radiografi thoraks awal tersedia pada semua pasien. Radiografi lanjutan tersedia pada 23
pasien. Radiografi lanjutan tidak seragam pada semua pasien, dan lama rata rata follow up
adalah 2 tahun ( range 4 bulan 3,5 tahun).
CT thoraks dilakukan 1 -10 hari (rata rata 4 hari) setelah radiografi thoraks awal untuk
alasan sebagai berikut : untuk mengevaluasi penemuan yang tidak biasa pada radiografi seperti
lesi yang seperti massa atau nodul yang tersebar luas; untuk menemukan atau mangkonfirmasi
limfadenopati; untuk mendeteksi atau mengevaluasi komplikasi seperti penyempitan saluran
nafas dengan atau tanpa atelektasis atau emfisema, atau TB atau pericardial.
CT scan dilakukan menggunakan CT scanner generasi ketiga CT/T 9800 scanner atau
HiSpeed Advantage System (keduanya dibuat oleh GE healthcare)- pada 40-100 mA, 120 kVp,
dan 1-2 detik waktu scan. CT scan diambil setelah dilakukan injeksi media kontras secara bolus,
dilakukan dengan ketebalan 5-10 mm dari apex paru sampai diaphgrama. Pada 3 pasien,
dilakukan CT scan lanjutan menggunakan High-resolution CT scan dengan potongan 1,5 mm
diambil dengan interval 5-10 mm dengan algoritma peninggi-batas (edge-enchancing algorithm).
Tiga orang radiologis menganalisa radiografi thoraks dan CT scan dengan sistim
konsensus. Pada radiografi thoraks, dilakukan perhatian yang lebih tinggi pada pola lesi
parenkim paru ( konsolidasi, nodul, dan penyebaran penyakit), kavitas pada lesi parenkim,

penonjolan mediastinal yang menandakan limfadenopati, dan komplikasi saluran nafas atau
pleura. Pada CT scan, pola dari lesi parenkim paru (konsolidasi ruang udara, nodul bronkogenik,
dan nodul yang tersebar); kavitas dalam lesi parenkim; limfadenopati mediastinal dan hilus
dengan atau tanpa nekrosis sentral, komplikasi saluran nafas; lesi pleura, pericardial, dan dinding
thoraks; dan penyebaran ke organ lain diobservasi secara hati-hati. Ketika ditemukan konsolidasi
setelah proses review, yang semakin jelas setelah dimasukkan kontras, volumenya tetap atau
melebar, dan tidak ada bronkogram udara di dalamnya, gambaran itu didefinisikan sebagai
kosolidasi seperti massa (masslike consolidation).

Hasil
Radiografi paru
Pada radiografi paru (n=25), konsolidasi ruang-udara merupakan salah satu lesi parenkim
yang paling umum, terjadi pada 20 orang pasien (80%) (gambar 1A). lesi noduler ditemukan
pada 7 pasien (28%), dan, diantara mereka, ditemukan konsolidasi ruang-udara ipsilateral atau
kontralateral pada 5 pasien (gambar 2). Nodul tersebar ditemukan pada 6 pasien (24%) (gambar
3A, 4A, ddan 5A), dan semua memiliki umur 4 bulan atau lebih muda. Kavitasi di dalam lesi
parenkim ditemukan pada 2 pasien (gambar 2 dan 4A).
Penonjolan mediastinal, yang dapat menandakan limfadenopati hilar atau mediastinal,
ditemukan pada 18 pasien (72%) (gambar 1A), tetapi menentukan perbedaan lesi parenkim paru
di dekat hilus dan limfadenopati pada radiografi thoraks susah dilakukan. Hiperinflasi paru
(n=8,32%) (gambar 6A), penyempitan bronkial (n=4,16%) (gambar 6A), dan atelektasis
(n=4,16%) juga sering ditemukan. Ditemukan efusi pleura pada satu pasien.
CT
Pada CT scan thoraks (n=17), konsolidasi ruang-udara terlihat pada semua pasien.
Konsolidasi seperti massa terlihat pada 10 dari 17 pasien (59%) (gambar 1B, 1C, dan 3C). Area
redaman rendah multifokal terlihat pada 7 pasien (41%) (gambar 1C dan 3C). Kavitas di dalam
konsolidasi terlihat pada 5 pasien (29%). Pada satu pasien dengan kavitas nekrotis di dalam
konsolidasi, kavitas nekrotisnya telah berkembang menjadi lesi bullous bilateral yang parah;

pasien ini merupakan satu-satunya pasien yang tidak selamat. Nodul paru yang tersebar terlihat
pada 5 pasien (29%) (gambar 3B, 4B, dan 5B). pada tiga diantaranya, nodul yang tersebar
berukuran lebih besar (>2mm pada diameter) daripada nodul milier yang biasa ditemukan pada
TB dewasa dan tumpang tindih dengan nodul lainnya (gambar 3B dan 4B). pada satu pasien,
kavitas terlihat pada nodul yang tersebar (gambar 4B). nodul bronkogenik ditemukan pada 7
pasien (41%). Pada ketiga pasien yang menjalani high-resolution CT, nodul centrilobuler atau
percabangan struktur linear manunjukkan adanya penyebaran bronkogenik oleh TB (gambar 6B).
Dengan mengecualikan pasien dengan nodul tersebar di kedua paru, ditemukan lesi parenkim
bilateral pada 6 pasien (50%) dan keterlibatan lobus kanan atas (n=10), lobus kkiri atas (n=9),
lobus kiri bawah (n=7), lobus kanan bawah (n=7), dan lobus kanan tengah (n=5)
Limfadenopati mediastinal dan hilar ditemukan pada 17 pasien. Pada CT yang diperkuat,
keterlibatan limfanodi menunjukkan redaman central rendah dan kenaikan periferal pada semua
pasien (gambar 1B dan 6C). nodus paratracheal kanan dan subcarinal memperlihatkan
keterlibatan yang paling sering (n= 13,76% untuk keduanya). Limfadenopati nodul hilar kanan
terlihat pada 10 dari 17 pasien (59%), nodul paratracheal kiri terlihat pada 9 pasien (53%), dan
nodul hilar kiri ditemukan pada 7 pasien (41%). Pada dua pasien (12%), terlihat kalsifikasi
dalam nodul yang mengalami pembesaran.
Komplikasi saluran nafas juga merupakan penemuan yang sering pada CT scan.
Penyempitan bronkial terlihat pada 11 pasien (65%) yang mengalami limfadenopati peribronkial
(gambar 6C dan 6D). Hiperinflasi paru dengan limfadenopati mediastinal terlihat pada delapan
pasien (47%) (gambar 6B). Ditemukan bronkiektasis pada satu pasien.
Efusi pleura yang dihubungkan dengan konsolidasi ruang-udara terlihat pada lima pasien
(29%), dengan satu diantaranya bersifat bilateral. Ditemukan penebalan pericardial pada dua
pasien.
Radiografi thoraks dan hasil temuan CT disimpulkan pada tabel 1.

Informasi tambahan pada CT


Pada semua pasien yang menjalani CT scan, kami mendapatkan informasi tambahan yang
tidak dapat didapatkan pada radiografi paru : didapatkannya limfadenopati mediastinal (n=4),
konfirmasi adanya limfadenopati (n=13), terlihatnya nekrosis central ( n=17) atau kalsifikasi
(n=2) pada limfanodi yang membesar, deteksi stenosis bronkial yang terletak distal dari bronkus
lobar (n=7), didapatkannya keterlibatan pleura (n=4) dan penebalan perikardial (n=2), dan
deteksi lesi ekstrathoraks (n=3). Pada empat pasien (24%), diagnosa TB hanya dapat ditegakkan
setelah terlihat adanya limfanodi yang membesar dengan nekrosis sentral pada CT scan (tabel 1).
Keterlibatan ekstra thoraks (hepar [n=2], limpa [n=3], dan ginjal [n=1]) oleh TB terlihat pada CT
scan thoraks pada 3 pasien dengan nodul paru tersebar (gambar 3D).
Radiografi thoraks lanjutan
Pada radiografi thoraks lanjutan (n=23) limfadenopati mediastinal dan lesi parenkimal
telah mengalami pengecilan pada 74% pasien setelah 1 bulan mengalami pengobatan (tabel 1).
Perbaikan pada konsolidasi ruang udara mendahului regresi dari nodus yang membesar, dan
hilangnya konsolidasi secara total terjadi dalam waktu 6 bulan (gambar 4C) pada semua kecuali
satu pasien yang mengalami lesi parenkim bullous dan meninggal karena terjadi gagalnya
pernapasan. Pada dua pasien, limpadenopati sisa dideteksi setelah 1 tahun (tabel 2). Kalsifikasi
baru dan penurunan volume paru dengan fibrosis lokal diamati pada empat dan tiga pasien,
masing masing, pada 6 bulan (gambar 5C), penyempitan bronkial, terlihat pada empat pasien
saat radiografi awal, terlihat membaik pada radiografi lanjutan. Hasil dari setiap penemuan
radiografik setelah dilakukan pengobatan anti tuberkulosis disimpulkan pada tabel 2.
Pembahasan
Kebanyakan kasus Tb paru yang terlihat pada balita adalah TB primer. Infeksi primer
berasal dari deposisi droplet yang terinfeksi pada alveoli paru, yang diikuti peradangan
parenkimal [11,21]. Peradangan awal menghasilkan konsolidasi alveolar yang terlokalisasi, yang
merupakan fokus primer. Hal ini dapat, meskipun jarang, berkembang untuk melibatkan seluruh
lobus dan biasanya tidak terlihat pada radiografi thoraks [21,22]. Infeksi kemudian menyebar ke
limfanodi pusat dari fokus primer melalui pembuluh limfatik ( terlihat sebagai suatu pola
interstitial pada radiografi paru) dan menyebabkan limfadenopati regional. Fokus primer dan

limfanodi yang membesar ini disebut kompleks ranke [21-24]. Pada hampir semua kasus,
terutama pada balita muda, limfanodi yang terlibat ini kemudian terus membesar [11]. Nekrosis
kaseosa yang terjadi pada limfanodi regional meluas, dan nodus yang mambesar dapat menekan
bronki regional dan menyebabkan penyempitan bronkial, obstruksi, dan emfisema [21,22].
Seiring dengan perjalanan penyakit, nodus yang meradang dapat melakukan perforasi ke bronkus
di sekitarnya dan memasukkan materi kaseosa ke dalam cabang bronkial, meyebabkan
tuberkulosis bronkogenik dan pneumonia fokal atau lobar [25,26].
Limfadenopati mediastinal dengan atau tanpa kelainan parenkim merupakan suatu
penanda utama tuberculosis pada anak [20-24]. Pada penelitian ini, radiografi thoraks
menunjukkan limfadenopati mediastinal dan kelainan parenkim pada 72% dan 96% pasien, dan
lesi parenkim yang paling sering ditemukan secara radiografik adalah konsolidasi (80%). Leung
et al. [20], pada 191 anak, melaporkan perbedaan yang terkait umur pada prevalensi kelainan
parenkim. Anak 0-3 tahun memiliki prevalensi limfadenopati yang lebih tinggi (100%) dan
prevalensi kelainan parenkim yang lebih rendah (51) ketika dibandingkan dengan anak 4-15
tahun. Pada penelitian mereka, limfadenopati pada tuberkulosis tahap awal hanya terjadi pada
anak anak, terjadi pada 49% kasus, dimana hanya 9% pasien anak yang lebih tua atau remaja
memperlihatkan temuan tersebut. Namun, pada penelitian kami, hampir semua pasien
menunjukkan perubahan parenkimal yang sejalan dengan limfadenopati, dan kejadian
limfadenopati mediastinal tanpa kelainan parenkim jarang terlihat. Pada penelitian ini, radiografi
thoraks menunjukkan tuberculosis paru tersebar pada enam pasien (24%). Semua dari mereka
berumur 4 bulan atau lebih muda. Nodul yang tersebar terlihat di limpa (n=2) atau hepar (n=1)
pada CT scan 2 pasien dengan tuberculosis paru tersebar (pasien 3 dan 12). Pembesaran hepar,
limpa, dan ginjal terlihat pada 1 pasien (pasien 1) pada CT scan. MRI pada otak yang dilakukan
pada 1 pasien menunjukkan tuberkulosis meningitis dengan tuberkuloma menyebar (pasien 3).
Sesuai denga penelitian lain [16, 17, 24] tuberkulosis yang menyebar lebih sering terlihat pada
balita daripada anak usia lebih tua.
Telah dijelaskan bahwa CT scan dapat mendeteksi atau mengkonfirmasi limfadenopati
[12-15, 27]. Delacourt et al. [14] dalam penelitian mereka pada 15 anak dengan infeksi
tuberkulosis dan radiografi thoraks negatif, menemukan pembesaran limfanodi pada 60% pasien
dengan CT thoraks. Pada CT scan yang diperkuat, limfanodepati tuberkulosis terlihat sebagai

nodul yang membesar dengan area redaman rendah di tengah yang dikarenakan nekrosis kaseosa
dan penjelasan area pinggir yang menandakan hipervaskularisasi peradangan [13,27,28]. Pada
penelitian kami, Ct scan memperlihatkan limfadenopati pada empat pasien yang tidak dicurigai
memiliki limfadenopati dari hasil radiografi parunya. Oleh karena itu, CT scan dapat berguna
dalam mendiagnosa tuberkulosis ketika hasil temuan dari radiograph thoraksnya inkonklusif.
Pada penelitian kami, konsolidasi ruang - udara merupakan lesi parenkim yang paling
sering ditemukan pada CT scan (100%), lebih sering daripada yang dilaporkan pada literatur
mengenai kasus pada anak (19% [12]dan 49% [13]). Pada penelitian ini, kami sering menukan
konsolidasi seperti massa, yang jelas, bervolume tetap, dan tidak memiliki gambaran
bronkogram udara di dalamnya. Seperti disebutkan sebelumnya, pembesarna limfanodi hilar
dapat menekan bronkus regional disebelahnya dan menyebabkan peradangan bronkus yang luas
[21-23]. Perjalanan yang umum adalah limfadenopati hilar, diikuti atelektasis dan konsolidasi
[11]. Temuan radiografiknya sering disebut konsolidasi-kolaps , lesi segmental, dan
epituberkulosis [11,22]. Kami percaya proses perjalanan penyakit yang terjadi pada
konsolidasi-kolaps dapat menjelaskan konsolidasi seperti massa pada CT scan dalam penelitian
kami. Konsolidasi-kolaps lebih sering ditemukan pada balita daripada anak yang lebirh tua dan
sering terjadi pada bulan pertama dari infeksi awal [11]. Meskipun konsolidasi seperti massa
dapat ditemukan pada 59% pasien dengan kosolidasi pada CT scan pada penelitian kami, hal ini
hanya ditemukan pada 15% pasien pada penelitian oleh Kim et al. [13] tentang tuberkulosis
anak.
Area redaman rendah dalam konsolidasi, yang menandakan nekrosis kaseosa, sangat
umum dalam penelitian kami, sebanyak 41% jika dibandingkan dengan penelitian Kim et al.
[13], yaitu 25%. Kavitasi di dalam konsolidasi ditemukan pada 29% pasien pada penelitian kami.
Kavitasi, menandakan infektivitas tinggi dan tingkat bakteri tinggi, merupakan temuan utama
dalam tuberkulosis post primer [21,29] dan jarang terlihat pada anak dengan tuberculosis primer
[11, 19-21]. Kavitsu sering dihubungkan dengan area redaman rendah di dalam konsolidasi (3/5,
60%) pada penelitian kami. Lesi cystik atau bullous pada paru dapat terjadi meskipun jarang.
Nekrosis dan likuefaksi di dalam area konsolidasi pneumonis diduga sebagai penyebab lesi
bullous yang parah [30,31]. Pada penelitian kami, satu pasien mengidap lesi bullous parah.

Sudah dijelaskan bahwa CT scan memiliki kelebihan jika diandingkan dengan radiografi
thoraks untuk mendeteksi penyebaran tuberkulosis secara bronkogenik [32] dan tuberkulosis
milier [16-18]. Meskipun nodul bronkogenik hanya terlihat pada 29% pasien anak dengan
tuberkulosis [13], nodul tersebut terlihat pada 41% pasien pada penelitian kami. Jameson dan
Cremin [17] melihat kembali CT resolusi tinggi dari Tuberkulosis paru pada enam anak dengan
nodul tersebar multipel pada radiografi thoraks. Pada penelitian mereka, nodul tersebar memiliki
beragam ukuran dan tersebar secara ireguler. Mereka menyarankan istilah tuberkulosis akut
tersebar daripada tuberkulosis milier pada pasien pediatrik karena nodul milier didefinisikan
sebagai nodul kecil berukuran lebih kecil daripada 2 mm, berukuran seragam, dan tersebar luas
[33]. Pada CT scan di penelitian kami, nodul tersebar terlihat pada 29% pasien. Nodul berukuran
lebih besar (>2mm) dibandingkan nodul milier biasa dan saling tumpang tindih pada tiga dari
lima pasien.
Saluran nafas balita lebih kecil dan lebih mudah tertekan oleh limfanodi hilus yang
membesar [8, 11, 34]. Pada penelitian kami, penyempitan bronkial terlihat pada 65% pasien dan
hiperinflasi parenkim paru terlihat pada 47% pasien pada CT scan. Komplikasi saluran nafas
tersebut lebih umum daripada komplikasi yang terdapat pada tuberkulosis anak (penyempitan
bronkial pada 37% [13] dan 39% [27]). CT scan dapat mendeteksi komplikasi saluran nafas lebih
baik daripada radiografi thoraks [34]. Pada tujuh dari 11 pasien dengan penyempitan sluran
nafas, kami mengamati penyempitan bronkial yang terletak distal dari bronkus lobar pada CT
scan tidak terlihat pada radiografi thoraks.
Efusi pleura pada tuberkulosis primer adalah akibat dari infeksi pleura secara langsung
ruptur dalu lesi subpleura ke ruang pleura atau menyebar dari limfadenopati kaseosa atau lesi
spinal bersebelahan [35]. Efusi pleura bukan merupakan suatu tanda umum dari tuberkulosis
pada anak, dan merupaka sesuatu yang jaran didapatkan pada balita [8,20]. Pada tuberkulosis
pleura, CT scan juga berguna untuk menentukan apakah penebalan yang terlihat pada radiografi
paru merupakan penebalan pleura; efusi terlokulasi kronis, yang biasanya memerlukan
dekortikasi, atau empiema [35]. Tabel 3 menyimpulkan radiografi yang telah dilaporkan
sebelumnya dan temuan CT pada tuberkulosis paru primer ketika dibandingkan dengan hasil
penelitian kami.

Diagnosis cepat dan perawatan segera, jika mempertimbangkan lama gejala mereka (< 1
minggu), hanya mungkin dilakukan pada empat pasien di penelitian kami : tiga pasien yang
menunjukkan penonjolan mediastinal pada radiografi thoraks awal dan memiliki hasil tes
mantoux positif, dan satu pasien yang menunjukkan penyebaran milier tuberkulosis pada
radiografi paru dan memiliki sejarah kontak baru dngan pasien tuberkulosis aktif.
Regresi radiografik dari tuberkulosis primer merupakan suatu proses yang lama. Pada
penelitian kami, penyembuhan sempurna dari konsolidasi terjadi setelah 6 bulan pengobatan,
dan perbaikan dari konsolidasi ruang udara terjadi sebelum regresi nodul yang membesar.
Radiografi lanjutan setelah pengobatan tuberkulosis dapat dilakukan untuk meyakinkan tidak
terjadinya perjalanan penyakit lebih lanjut atau komplikasi. Radiografi thoraks normal tidak
selalu diperlukan untuk menghentikan pengobatan [20, 36].
Kesimpulannya, temuan radiologis yang sering dari tuberkulosis primer pada balita
adalah limfadenopati mediastinal atau hilar dengan nekrosis sentral atau konsolidasi ruang
udara, terutama konsolidasi seperti massa dengan area redaman rendah atau kavitas di dalam
konsolidasi. Nodul paru tersebar dan komplikasi saluran nafas juga sering terlihat pada
kelompok umur ini. CT merupakan suatu alat diagnostik yang berguna pada tuberkulosis pada
balita, karena dapat menunjukkan lesi parenkim dan limfadenopati tuberkulosa lebih baik
daripada radiografi thoraks.CT scan juga berguna ketika radiografi paru menunjukkan hasil yang
inkonklusif atau ketika dicurigai adanya komplikasi.

Gambar 1 Pasien berusia 6 bulan dengan Tb paru (pasien 15). Konsolidasi seperti massa dan
obstruksi bronkial yang disebabkan limfadenopati hilar.
A. Radiografi paru menunjukkan konsolidasi pada bagian kanan bawah paru (asteriks) pan
pelebaran dari mediastinum kanan atas (panah).
B. CT scan yang diperjelas menunjukkan konsolidasi seperti massa dengan batas tegas pada
lobus kanan bawah (asteriks). Perhatikan limfadenopati dengan redaman rendah (panah)
yang mengobstruksi bronkus intermedius.
C. CT scan pada area yang lebih rendah daripada gambar 1B menunjukkan konsolidasi
berukuran besar pada lobus kanan tengah dan kanan bawah. Konsolidasi sedikit
membesar. Ada beberapa area redaman rendah pada area konsolidasi.

Gambar 2 pasien berusia 6 bulan dengan TB paru (pasien 10). Terdapat kavitas
berukuran besar di dalam konsolidasi. Radiografi paru menunjukkan kavitas besar di
dalam konsolidasi pada lobus kanan atas (tanda panah putih). Nodul multipel terlihat
pada area paru kiri atas ( anak panah hitam).

Gambar 3Pasien 6 bulan dengan Tuberkulosis tersebar sistemik (pasien 12).


A. Radiografi paru menunjukkan banyak nodul tersebar pada kedua paru dan konsolidasi
pada area paru kiri bawah (asteriks).
B. CT scan thoraks menunjukkan nodul tersebar dengan beragam ukuran. Kebanyakan
nodul berukuran lebih besar dari 2 mm.
C. CT scan yang diperjelas menunjukkan konsolidasi dengan area redaman rendah
(panah) didalamnya pada segmen superior lobus kiri bawah.
D. Banyak terlihat nodul redaman rendah pada limpa pada CT scan yang diperjelas.

Gambar 4 pasien berusia 4 bulan dengan Tuberkulosis tersebar akut (pasien 14)terlihat
perubahan kavitasi dalam nudul.
A. Radiografi thoraks menunjukkan beberapa nodul pada kedua paru. Kavitas dengan
dinding tipis (tanda panah) terlihat pada sisi kiri bawah.
B. Pada CT thoraks, banyak terdeteksi nodul dengan ukuran yang beragam. Terlihat
beberapa kavitas pada beberapa nodul (panah).
C. Radiiografi lanjutan setelah satu tahun setelah A dan B menunjukkan tidak adanya nodul
parenkim pada kedua paru.

Gambar 5 pasien 3 bulan dengan tuberkulosis tersebar akut


A. Radiografi paru menunjukkan banyak nodul tersebar pada kedua paru.
B. CT scan thoraks menunjukkan banyak nodul kecil pada kedua paru.
C. Radiografi thoraks lanjutan diambil setelah 1 tahun menjalani pengobatan
antituberkulosis. Nodul sudah sembuh, meninggalkan banyak kalsifikasi. Perhatikan
beberapa kalsifikasi pada limpa (panah).

Gambar 6 Pasien berusia 5 bulan dengan penyebaran tuberkulosis secara


bronkogenik dan stenosis bronkial.
A. Radiografi thoraks menunjukkan penonjolan hilus kiri (panah putih) dan
hiperinflasi paru kiri. Perhatikan penyempitan bronkus utama kiri (panah hitam).
B. CT scan resolusi tinggi menunjukkan infiltrasi peribronkial dan nodul kecil
perifer (panah) yang menandakan penyebaran bronkogenik tuberkulosis pada
lobus kiri atas. Perhatikan juga hiperinflasi paru kiri.
C. CT scan menunjukkan penyempitan bronkus utama kiri (panah hitam) karena
pembesaran limfanodi subkarina (panah putih).
D. Bronkii segmental (panah putih) dari lobus kiri atas yang mengalami stenosis oleh
limfanodi hilus (asteriks). Perhatikan pembesaran limfanodi subkarina dengan
area tengah redaman rendah (panah hitam).

Tabel 1. Temuan radiografis dan CT pada 25 balita dengan Tuberkulosis

KeteranganCons = Konsolidasi ruang - udara, N = Nodul, DN = Nodul tersebar, Mass =


Konsolidasi seperti massa, Low = area redaman rendah di dalam konsolidasi, Cv = Kavitas, N-br
= nodul yang tersebar secara bronkogenik, LNE = pembesaran limfanodi dengan redaman rendah
di tengah dan perjelasan perifer, Extrathoracic = keterlibatan ekstraparu terdeteksi pada CT scan,
B = laki-laki, = perbaikan lsei paru, Ca++ = kalsifikasi, Br = penyempitan bronkus, L =
keterlibatan hepar, Sp = Keterlibatan limpa, Kd = keterlibatan ginjal, G = perempuan, H =
hiperinflasi paru, Pl = penebalan atau efusi pleura, N/A = not available, A = atelektasis, NC =
tidak ada perubahan, V = penurunan volume paru dengan volume fokal, NL = normal, = lesi
paru memburuk, Pc = penebalan atau efusi perikardial, Be = bronkiektasis, (*) = limfanodi hanya
terdeteksi pada CT.

Tabel 2. Penemuan radiografi paru setelah pasien menjalani pengobatan anti tuberkulosis

Tabel 3. Perbandingan temuan radiografi dan CT pada Tuberculosis pada anak : review
literatur.

Keterangan angka yang diberikan berupa persentase.


a. Limfanodi mediastinal dideteksi pada sonografi.
b. Lesi parenkim termasuk konsolidasi dan atelektasis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Schneider E, Castro KG. Tuberculosis trends in the United States, 19922001. Tuberculosis
(Edinb) 2003; 83:2129
2. Buckner CB, Leithiser RE, Walker CW, Allison JW. The changing epidemiology of
tuberculosis and other mycobacterial infections in the United States: implications for the
radiologists. AJR 1991; 156:255264
3. FitzGerald JM, Grzybowski S, Allen EA. The impact of human immunodeficiency virus
infection on tuberculosis and its control. Chest 1991; 100:191200
4. Cremin BJ. Tuberculosis: the resurgence of our most lethal infectious diseasea review.
Pediatr Radiol 1995; 25:620626
5. Burroughs M, Beitel A, Kawamura A, et al. Clinical presentation of tuberculosis in culturepositive children. Pediatr Infect Dis J 1999; 18:440446
6. Stark JR, Jacobs RF, Jereb J. Resurgence of tuberculosis in children. J Pediatr 1992;
120:839855
7. Amodio J, Abramson S, Berdon W. Primary pulmonary tuberculosis in infancy: a resurgent
disease in the urban United States. Pediatr Radiol 1986; 16:185189
8. Schaaf HS, Gie RP, Beyers N, Smuts N, Donald PR. Tuberculosis in infants less than 3
months of age. Arch Dis Child 1993; 69:371374
9. Vallejo JG, Ong LT, Starke JR. Clinical features, diagnosis, and treatment of tuberculosis in
infants. Pediatrics 1994; 94:17
10. Shingadia D, Novelli V. Diagnosis and treatment of tuberculosis in children. Lancet Infect
Dis 2003; 3:624632
11. Agrons GA, WMarkowitz RI, Kramer SS. Pulmonary tuberculosis in children. Semin
Roentgenol 1993; 28:158172
12. Uzum K, Karahan OI, Dogan S, Coskun A, Topcu F. Chest radiography and thoracic
computed tomography findings in children who have family members with active pulmonary
tuberculosis. Eur J Radiol 2003; 48:258262
13. Kim WS, Moon WK, Kim IO, et al. Pulmonary tuberculosis in children: evaluation with CT.
AJR 1997; 168:10051009
14. Delacourt C, Mani TM, Bonnerot V, et al. Computed tomography with normal chest
radiograph in tuberculous infection. Arch Dis Child 1993; 69:430432
15. Bosch-Marcet J, Serres-Creixams X, Zuasnabar- Cotro A, Codina-Puig X, Catala-Puigbo M,
Simon- Riazuelo JL. Comparison of ultrasound with plain radiography and CT for the
detection of mediastinal lymphadenopathy in children with tuberculosis. Pediatr Radiol 2004;
34:895900
16. Kim KI, Lee JW, Park JH, et al. Pulmonary tuberculosis in five young infants with nursery
exposure: clinical, radiographic and CT findings. Pediatr Radiol 1998; 28:836840
17. Jamieson DH, Cremin BJ. High resolution CT of the lungs in acute disseminated tuberculosis
and a pediatric radiology perspective of the term miliary. Pediatr Radiol 1993; 23:380
383
18. Oh YW, Kim YH, Lee NJ, et al. High-resolution CT appearance of miliary tuberculosis. J
Comput Assist Tomogr 1994; 18:862886

19. Van Hest R, De Vries G, Morbano G, Pijnenburg M, Hartwig N, Baars H. Cavitating


tuberculosis in an infant: case report and literature review. Pediatr Infect Dis J 2004;
23:667670
20. Leung AN, Mller NL, Pineda PR, FitzGerald JM. Primary tuberculosis in childhood:
radiographic manifestations. Radiology 1992; 182:8791
21. Effmann EL. Pulmonary infection. In: Kuhn JP, Slovis TL, Haller JO, eds. Caffeys pediatric
diagnostic imaging, 10th ed. Philadelphia, PA: Mosby, 2004:9821039
22. McAdams HP, Erasmus J, Winter JA. Radiologic manifestations of pulmonary tuberculosis.
Radiol Clin North Am 1995; 33:655678
23. Marais BJ, Gie RP, Schaaf HS, et al. A proposed radiological classification of childhood
intra-thoracic tuberculosis. Pediatr Radiol 2004; 34:886894
24. Lamont AC, Cremin BJ, Pelteret RM. Radiological patterns of pulmonary tuberculosis in the
paediatiric age group. Pediatr Radiol 1986; 16:27
25. Lorriman G, Bentley FJ. The incidence of segmental lesions in primary tuberculosis in
childhood. Am Rev Tuberc 1959; 79:756763
26. Morrison JB. Natural history of segmental lesions in primary pulmonary tuberculosis. Arch
Dis Child 1973; 48:9098
27. Andronikou S, Joseph E, Lucas S, et al. CT scanning for the detection of tuberculous
mediastinal and hilar lymphadenopathy in children. Pediatr Radiol 2004; 34:232236
28. Im JG, Song KS, Kang HS, et al. Mediastinal tuberculous lymphadenitis: CT manifestations.
Radiology 1987; 164:115119
29. Shewchuk JR, Reed MH. Pediatric postprimary pulmonary tuberculosis. Pediatr Radiol
2002; 32:648651
30. Matsaniotis N, Kattamis C, Economou-Mavrou C, Kyriazakou M. Bullous emphysema in
childhood tuberculosis. J Pediatr 1967; 71:703707
31. Harris VJ, Schauf V, Duda F, White H. Fatal tuberculosis in young children. Pediatrics 1979;
63:912914
32. Im JG, Itoh H, Shim YS, et al. Pulmonary tuberculosis: CT findingsearly active disease
and sequential changes with antituberculous therapy. Radiology 1993; 186:653660
33. Tuddenham WJ. Glossary of terms of thoracic radiology: recommendations of the
Nomenclature Committee of the Fleischner Society. AJR 1984; 143:509517
34. Choe KO, Jeong HJ, Sohn HY. Tuberculous bronchial stenosis: CT findings in 28 cases. AJR
1990; 155:971976
35. Hulnick DH, Naidich DP, McCauley DI. Pleural tuberculosis evaluated by computed
tomography. Radiology 1983; 149:759765
36. Correa AG. Unique aspects of tuberculosis in the pediatric population. Clin Chest Med 1997;
18:8998

Anda mungkin juga menyukai