Anda di halaman 1dari 83

BAHAN AJAR

KLASIFIKASI BARANG

PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN


SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI

ADANG KARYANA S.

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA


TAHUN 2013

[Type text]

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sistem kepabeanan Indonesia setiap barang yang masuk atau
keluar dari daerah pabean Indonesia dibawah pengawasan Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai (DJBC). Terhadap barang yang masuk daerah pabean dilakukan
pemeriksaan fisik secara selektif. Dalam pemeriksaan barang tersebut pada
dasarnya meliputi kebenaran jenis dan jumlah barang. Oleh sebab itu, Pejabat
Pemeriksa Bea dan Cukai harus memahami pengetahuan barang dalam rangka
pengklasifikasian barang untuk penetapan tarif, harga dan kepentingan pabean
lainnya.
Bahan ajar ini merupakan Bahan ajar ke-2 dari pelajaran Pengetahuan,
Identifikasi dan Klasifikasi Barang yang memberikan pengetahuan tentang sitem
klasifikasi, Harmonized System, Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI),
Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Barang dan teknik klasifikasi barang.
Seorang pemeriksa harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi
yang pada akhirnya menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan
impor lainnya yang harus dibayar sesuai Dokumen Pemberitahuan Impor Barang
(PIB).

B. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari bahan ajar ini, Mahasiswa Program Diploma 1
Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai mampu mengaplikasikan teknik
dalam mengklasifikasi barang sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).
C. Tujuan Instruksional
Setelah mempelajari bahan ajar Klasifikasi Barang ini, Mahasiswa Program
Diploma 1 Kepabeanan dan Cukai dapat:
1. menjelaskan klasifikasi barang
2. memahami Harmonized System
3. menjelaskan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia
4. memahami Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System
5. mengaplikasikan tahapan dalam mengklasifikasi barang.
6. membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang.

7. menjelaskan struktur pengelompokkan barang dalam BTKI


D. Sistematika
Bahan ajar Klasifikasi Barang dibagi dalam 6 Bab, yaitu:
PENDAHULUAN
BAB I. KLASIFIKASI BARANG
BAB II. HARMONIZED SYSTEM
BAB III. BUKU TARIF KEPABEANAN INDONESIA
BAB IV. KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASI HARMONIZED
SYSTEM
BAB V.TEKNIK KLASIFIKASI BARANG, JENIS CATATAN DAN NOTA
PENELITIAN KALASIFIKASI BARANG.
BAB VI. STRUKTUR PENGELOMPOKAN BARANG
PENUTUP

KLASIFIKASI BARANG

BAB

1
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari Bab 1 tentang klasifikasi barang, Mahasiswa Program
Diploma I Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai dapat menjelaskan:
A. Klasifikasi Barang
B. Langkah-langkah Dalam Mengklasifikasi Barang

A. Klasifikasi Barang
Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk dapat mengklasifikasi
suatu barang dengan benar, Biasanya klasifikasi tersebut dilakukan dengan
mencari langsung kode penomoran suatu barang dalam sepuluh digit pada Buku
Tariff Kepabeanan Indonesia (BTKI) atau yang kita kenal dengan sebutan pos
tarif yang dianggap sesuai. Cara seperti ini tidak akurat dan sering menyebabkan
terjadinya kemungkinan kesalahan klasifikasi yang mengakibatkan negara
dirugikan.
Dalam buku ini akan dijelaskan dengan singkat langkah-langkah praktis
dalam mengklasifikasi barang.

Diharapkan dengan menggunakan metode ini

para siswa dapat dengan mudah mengklasifikasi barang. Namun sekali lagi perlu
diingat, klasifikasi yang benar hanya dapat dilakukan apabila mengetahui jenis
barang dan memahami aturan-aturan mengklasifikasi dengan benar.
Langkah pertama dalam mengklasifikasi adalah apa yang akan
diklasifikasikan. Sebelum mengklasifikasi suatu barang, kita harus tahu lebih dulu
spesifikasi barang itu. Langkah ini dinamakan Identifikasi barang. Keakuratan
mengklasifikasi tergantung dari keakuratan dalam mengidentifikasi barang.
Seorang yang melakukan klasifikasi barang dalam BTKI atau kita sebut sebagai
klasifikator, tidak mungkin dapat mengklasifikasikan suatu barang dengan benar
bila ia tidak mengetahui spesifikasi barang tersebut.

Setelah kita mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan melalui


identifikasi barang, barulah kita dapat melakukan langkah kedua yaitu Klasifikasi
barang. Perlu diingat bahwa setelah melakukan tahap klasifikasi, baru diketahui
bahwa informasi yang ada belum lengkap sehingga kita harus kembali
melakukan identifikasi barang untuk memperoleh informasi yang diperlukan
tersebut.
Informasi apa yang diperlukan untuk mengidentifikasi suatu barang dan
darimana informasi tersebut diperoleh: Informasi yang diperlukan sebenarnya
tergantung dari uraian yang ada pada BTKI yang berkaitan dengan barang
bersangkutan. Semakin sederhana dan rinci uraian barang pada BTKI, semakin
mudah bagi kita untuk mengklasifikasikan barang karena tidak dibutuhkan
informasi yang terlalu rumit.

Misalnya, informasi yang diperlukan untuk

mengklasifikasikan ayam Species Gallus domesticus atau ayam yang dikenal


dengan ayam yang dapat dipelihara, perlu mengetahui informasi tentang berat,
jenisnya untuk sabung atau bibit secara rinci, seperti yang terlihat dalam Gambar
I.1.
Gambar I.1.
Struktur Sub pos 0105.94 BTKI

Bagaimana seandainya yang akan kita klasifikasikan adalah suatu bahan


kimia: Barangkali sebelum mengklasifikasi kita memerlukan berbagai informasi
mengenai barang kimia tersebut: apakah organik atau anorganik, apakah bentuk
asal atau preparat, apa komposisinya, apa kegunaannya, bagaimana bentuknya,
dan sebagainya. Informasi yang diperlukan tentunya semakin banyak dan rumit.
Demikian juga apabila barang tersebut berupa barang elektronik, berapa watt
dan voltage tenaga listrik yang dibutuhkan, kegunaan, buatan, dan keterangan
lainnya.
Dari mana kita dapat memperoleh informasi yang kita perlukan untuk

mengklasifikasi suatu barang: Mari menjawab pertanyaan tersebut dengan


memperhatikan gambar I. 2.
Gambar I.2.
Bahan informasi dalam mengklasifikasi barang

Untuk mengetahui spesifikasi barang yang akan kita klasifikasikan, banyak


sumber informasi yang dapat kita gunakan. Fisik barang itu sendiri sudah
memberikan beberapa informasi yang kita butuhkan, misalnya apakah bentuknya
cair atau padat, butiran atau bongkahan, bagaimana pengemasnya, dan
sebagainya.

Informasi lain dapat kita peroleh dari berbagai sumber di atas.

Semakin banyak informasi yang kita miliki tentang barang tersebut, semakin
akurat kita mengklasifikasikannya. Sumber informasi dari spesifikasi barang
dapat dilihat sesuai gambar I.2. Berdasarkan gambar tersebut biasa dijadikan
patokan untuk mencari sumber informasi apabila nanti bertugas dalam
melakukan pengklasifikasian barang di lapangan.
Identifikasi barang diperlukan untuk menjawab setidak-tidaknya empat
pertanyaan dasar di bawah ini:

1. Barang apa yang diimpor: bahan baku, setengah jadi, atau barang jadi:
produk pertanian, kimia, elektronik, mesin :
2. Dibuat dari apa barang tersebut: komposisi, campuran, bahan yang
dominan:

3. Digunakan untuk apa: kegunaan tertentu, bagian dari barang lain,


aksesoris, lebih dari satu macam kegunaan
4. Bagaimana saat diimpor: kemasan : belum lengkap : terurai : dalam bentuk
set

Sebelum memahami pengklasifikasian dalam BTKI ada baiknya terlebih


dahulu mengetahui system penomoran dalam BTKI seperti yang terlihat dalam
Gambar I.3.

Gambar 1.3,
Kode penomoran dalam BTKI

HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kodekode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis.
Sistem penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan
sub-pos (6-digit) dengan penjelasan sebagai berikut:
01

04

20
Bab (Chapter) 1, digit ke 1 dan ke 2
Pos (Heading) 01. 04, digit ke 3 sampai digit ke 4
Sub-pos (Sub-heading) 0104. 20, digit ke 5 sampai ke 6

Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu
diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada
Bab 1.

Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab.
Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.04.

Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh
di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0104.20.
Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10

digit dalam BTKI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam
HS.

Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan

berikutnya.
Pada umumnya suatu pos mencakup atau menguraikan satu kelompok
barang sehingga sepintas lalu seakan-akan ada satu barang yang dicakup oleh
dua atau lebih pos. Untuk itu kita perlu mengantisipasi semua pos tarif yang
mungkin untuk dipilih satu pos yang paling sesuai.
Sebagai tambahan, perlu juga diperhatikan siapa atau negara mana yang
mengekspor atau menyuplai barang tersebut. Hal ini berkaitan dengan BM anti
dumping dan dalam tingkat tertentu dapat membantu klasifikasi barang, misalnya
kita bisa tahu barang tersebut adalah produk farmasi karena supplier-nya adalah
pabrik farmasi.

B. Langkah-Langkah Dalam Mengklasifikasi Barang


1. Prosedur Umum
Dalam mengklasifikasi barang menggunakan BTKI, prosedur yang digunakan
adalah sebagai berikut:

identifikasi barang yang akan diklasifikasikan;

mempelajari jenis, fungsi, bahan baku dan semua informasi mengenai


barang;

merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut;

melihat Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI);

menentukan klasifikasi barang ke dalam BTKI (dapat dimulai baik dari segi
bahan

baku

menjadi

barang

jadi,

proses

sederhana

dan

proses

canggih/kompleks, pertanian, mineral, kimia, mesin, dan seterusnya).


2. Tahapan Mengklasifikasi Barang
Dalam penjelasan ini disajikan tahapan mengklasifikasi barang secara
garis besar. Tahapan lebih rinci akan dijelaskan kemudian setelah memahami
apa itu Harmonized System, Buku Tarif Kepabeanan Indonesia, Ketentuan
Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System dan teori pendukung lainnya.
1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan
mengetahui spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian,
barang kimia, atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.
Identitas barang meliputi: nama, guna, fungsi, bauatan, berat, kemasan dan
informasi lain yang bergunauntuk mengklasifikasi barang.
2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut.
Bila sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan
catatan Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.
3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan
Bab yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada
catatan yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita
pilih, perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut
diklasifikasikan. Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai gambaran
umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab
lainnya.
4. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,
kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan

10

kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita
sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci.
Bila sudah kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya
adalah menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (10-digit) yang sesuai.
Ingat, dalam penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul
permasalahan klasifikasi yang sama dengan penentuan pos. Dalam tahap ini
tentunya menggunakan kaidah-kaidah seperti yang ada dalam nomor 1
sampai dengan 6 Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized
System
5. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian
barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN,
PPnBM, atau cukai). Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan
lupa selalu menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan
ketentuan yang terbaru.
RANGKUMAN 1
1) Seorang Klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi
dalam Pemberitahuan Impor Barang yang pada akhirnya menentukan ketepatan
jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.
2) Perkembangan tehnologi barang semakin pesat dan berbagai produk barang
semakin

banyak

hingga

semakin

rumit

mengidentifikasinya.

Untuk

itu

pengetahuan mengenai barang atau cara mengidentifikasinyapun perlu dipelajari


dengan sungguh-sungguh.
3) Dalam penentuan klasifikasi barang berdasarkan Buku Tarif Kepabeanan
Indonesia diperlukan data barang seakurat mungkin karena akan berpengaruh
kepada penentuan besarnya Bea Masuk dan Pajak Dalam rangka Impor

11

LATIHAN 1
1)

Apa manfaat mempelajari identifikasi dan klasifikasi barang bagi seorang


Pemeriksa Kepabeanan dan Cukai :

2) Sebutkan bahan informasi apa untuk melengkapi pemeriksaan suatu barang :


3) Informasi apa yang diperlukan apabila diimpor suatu barang seperti kulkas
(refrigerator) :
4) mengapa dalam mengklasifikasi perlu suatu pedoman atau langkah-langkah dalam
mengklasifikasi barang :
5) Sebutkan langkah-langkah dalam mengklasifikasi barang :

12

HARMONIZED SYSTEM

BAB

2
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari Bab 2 tentang Harmonized System, Mahasiswa Program
Diploma 1 Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai dapat mengetahuai
apa itu Harmonized System,

tujuan, jenis publikasi pelengkap dan sistem

pengkodean Harmonized System

A. Pengantar
Berdasarkan pasal 14 ayat (2) Undang-undang Kepabenan Indonesia
Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diamandemen dengan UndangUndang Nomor 17 tahun 2006, penetapan klasifikasi barang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan. Klasifikasi barang adalah suatu daftar
penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk
mempermudah pentarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik.
Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada
Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita
kenal dengan sebutan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).

1. Sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia


Sebelum

diberlakukannya

Harmonized

System,

Indonesia

telah

menggunakan beberapa sistem klasifikasi barang, yaitu:


a.

Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan


Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972.

b.

Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku


sejak tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.

c.

Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975).

Penetapan tarif ini merupakan

13

penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan


pada tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 September 1980.
d.

Sistem Customs Cooperation Council (CCCN).

Pada dasarnya sistem

pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN
ini terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit
menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini
mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret
1985.
e.

Sistem

CCCN Edisi

1985 (CCCN 1985).

Sistem

ini merupakan

penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan


pada tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember 1988.
f.

Sistem Harmonisasi (Harmonized System).


Sistem ini diterapkan di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia 1989 (BTBMI 1989) dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1
Januari 1989. Selanjutnya mulai

1 Januari 1996 menggunakan BTBMI

dengan HS versi 1996, mulai tanggal 1 Mei 2003 menggunakan BTBMI


dengan HS versi 2002 dan BTBMI 2004 berdasarkan ASEAN Harmonised
Tariff Nomenclature dengan HS tetap versi 2002. Terakhir mulai tanggal 1
Januari 2012 menggunakan HS versi 2012 dengan perubahan nama dari
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) menjadi Buku Tarif Kepabeanan
Indonesia

(BTKI)

melalui

Peraturan

Menteri

Keuangan

nomor

213/PMK/011 tanggal 14 Desember 2011.

2. Alasan Menggunakan Harmonized System


Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang
dikenal dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia)
telah membentuk suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu
nomenklatur klasifikasi barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean,
tetapi juga digunakan untuk kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan
negosiasi perdagangan.
Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu
nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang
dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih
dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan

14

hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi yang
dikenal dengan nama Konvensi HS.
Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian
besar adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia
telah meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi
konvensi HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi
pada

tahun

1993,

sebenarnya

Indonesia

telah

menggunakan

BTBMI

berdasarkan HS sejak tanggal 1 Januari 1989.

B. Tujuan Harmonized System


Adanya perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia,
mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi,
perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional.
Menyadari hal yang demikian WCO pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS
yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan
tujuan:
Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat
secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.
Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis statistik perdagangan
dunia,
Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen
jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan

seperti tarif

pengangkutan, keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.


Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan
perhatian kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola
perdagangan internasional.

Mengapa HS dijadikan dasar klasifikasi secara internasional:

Ada

beberapa keuntungan yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai


pedoman klasifikasi barang, yaitu:
1.

HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang


diperdagangkan secara internasional.

2.

HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara


internasional.

3.

Menggunakan bahasa pabean sehingga dapat dengan mudah dimengerti

15

oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.
4.

Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi


yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.

5.

Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga


dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan
internasional.

HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standar klasifikasi barang dan


sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan
oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan,
misalnya:
a. World Customs Organization (WCO).
b. The International Chamber or Shipping (ICS).
c. The International Air Transport Association (IATA).
d. The International Union Railway (IUR).
e. The Standard International Trade Classificatioan (SITC)

C. Publikasi Pelengkap HS
Harmonized System mempunyai beberapa publikasi pelengkap yang
digunakan untuk lebih mempermudah klasifikasi barang.

Publikasi-publikasi

tersebut juga diterbitkan oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:

1.

The Explanatory Notes to the Harmonized System (EN)


Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS,
namun sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan
interpretasi

resmi

(official

interpretation)

dari

HS

pada

level

internasional dan merupakan pelengkap yang sangat penting dari HS.


Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk
mendapatkan interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya
Explanatory Notes ini, sebagian negara anggota WCO mensahkannya
sebagai dokumen yang berkekuatan hukum.
Seiring perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami
perubahan (amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS.
Untuk itu membaca Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan
konteksnya dalam HS.

16

Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi keenam (tahun
2013) yang terdiri dari empat volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 - 28), Volume 2
(Bab 29- 43), Volume 3 (Bab 44 - 70), Volume 4 (Bab 71 - 84) dan Volume
5 (Bab 85 - 97).

2.

The Alphabetical Index


Untuk mempermudah mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos
atau sub-sub pos dalam nomenklatur HS atau Explanatory Notes, WCO
juga menerbitkan buku indeks yang dikenal dengan nama the Alphabetical
Index. Alphabetical Index terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A - L)
dan Volume II (M - Z).

3.

Publikasi lain yang merupakan pelengkap HS adalah the Compendium of


Classification Opinions, the Harmonized System Commodity Data Base
(dalam bentuk CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion,

the

Training Moduls dan Correlation Tables.


D. Sistem Pengkodean
Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar, yaitu:
1. Multipurpose nomenclature
HS yang mempunyai 6 digit penggolongan, dirancang tidak hanya untuk
keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam
bidang lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, statistik, dan
sebagainya. Masing-masing negara penandatangan konvensi (contracting party)
dapat mengembangkan penggolongan 6-digit tersebut menjadi kelompok yang
lebih spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan industrinya. Dengan
tetap berdasar kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai kesatuan persepsi
tentang pengklasifikasian suatu barang.
2. Structured nomenclature
HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan
sekitar 1.200 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan
Catatan Sub-Pos, merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik
dan seragam.
Ada tiga Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab
77, 98, dan 99.

Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang,

17

sedangkan Bab 98 dan 99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masingmasing contracting party, misalnya untuk barang pos atau peralatan pelayaran.
Indonesia juga menggunakan Bab 98 untuk keperluan barang impor suku cadang
kendaraan yang diimpor oleh importir produsen.

Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga


bagian utama atau integral, yaitu:
a. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General
Rules for the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi
Harmonized System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus
dipahami sebelum melangkah lebih jauh untuk meng

klasifikasikan barang

menggunakan HS. KUM HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi
dalam mengklasifikasi barang. Mengingat pentingnya memahami KUM HS,
bagian ini akan dibahas tersendiri.
b. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.
c. Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.

18

RANGKUMAN 2

1)

Dalam mengklasifikasi barang, terlebih dahulu harus memahami dan


mendapatkan informasi mengenai barang itu secara akurat. Kemudian
memahami aturan-aturan yang dikehendaki oleh Harmonized System.
Untuk memahami Harmonized System perlu mengikuti perkembangan
perubahannya karena akan selalu berubah sesuai perkembangan.

2)

Harmonized System inilah yang menjadi dasar Buku Tarif Kepabeanan Indonesia
(BTKI). BTKI saat ini menggunakan Harmonized System versi 2012, HS sejak
diterbitkan tahun 1988 dalam perkembangannya telah mengalami beberapa kali
perubahan dalam penomoran jumlah pos tariff maupun pembebanannnya.

LATIHAN 2

1. Sebutkan nama lengkap dari Harmonized System :


2. Mengapa kita menggunakan Harmonized System :
3. Bagaimana sistem pentakikan Harmonized System :
4. Jelaskan mengapa HS memiliki sifat multipurpose nomenclature :
5. Sistem pengkodean nomor HS dapat digunakan pada bidang apa saja :

19

20

BUKU TARIF KEPABEANAN INDONESIA


BAB

3
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari Bab 3 tentang Buku Tarif Kepabeanan Indonesia,
Mahasiswa Program Diploma I Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai
dapat memahami dasar hukum, isi dan sistem penomoran dalam Buku Tarif
Kepabeanan Indonesia

A. Dasar Hukum
Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
telah

berhasil

membahas

dan

menyetujui

Rancangan

Undang-Undang

Kepabeanan, yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10


Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diamandemen dengan
nomor 17 tahun 2006, pada Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang ini menyebutkan
bahwa

Untuk

penetapan

tarif

Bea

Masuk

dan

Bea

Keluar,

barang

dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang. Selanjutnya berdasarkan


pasal 14 ayat 2 Undang-undang tersebut, penetapan klasifikasi barang diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pengaturan lebih lanjut penentuan klasifikasi barang dilakukan dengan
memperhatikan:

a.

Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar Internasional.

b.

Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri.

c.

Pengurangan

hambatan

dalam

perdagangan

Internasional

guna

mendukung terciptanya perdagangan bebas.


d.

Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.

Atas dasar pertimbangan di atas, Pemerintah menerbitkan Keputusan


Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni

21

1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea
Masuk Atas Barang Impor.

Dalam Pasal 1 Keputusan ini disebutkan Untuk

penetapan tarif Bea Masuk, barang barang dikelompokkan berdasarkan sistem


klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam

Keputusan

Presiden Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 1993 tentang Pengesahan International Convention


The

Harmonized

Commodity

Description

and

Coding

System

beserta

protokolnya.
Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang
sebelumnya dikenal dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal
30 April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta
yang aktif dalam kegiatan WCO

dan telah banyak menarik manfaat dari

organisasi ini. Berbagai bantuan teknis dalam rangka menunjang kelancaran


pelaksanaan sistem dan prosedur kepabeanan Internasional, telah diterima oleh
Indonesia.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun
1993, Indonesia telah menjadi Contracting Party dari International Convention
on the Harmonized Commodity Description and Coding Sistem. Sebagai tindak
lanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994
tanggal 16 Maret 1994 telah ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994,
struktur Klasifikasi

barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)

mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention.


Berdasarkan Artikel
telah

mengesahkan

XVI HS Convention, World Customs Organization

amandemen

lampiran

konvensi,

yang

semula

mempergunakan HS versi 1992, menjadi HS versi 1996.


Menindaklanjuti adanya amandemen HS 1996 tersebut, Pemerintah pada
tanggal 29 Desember 1995 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 639/KMK. 01/1995 yang merupakan:
1. Dasar penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS versi 1996.
2. Dasar penetapan besarnya tarif bea masuk (bea masuk tambahan dilebur
bersama bea masuk) untuk barang bersangkutan.
3. Penyempurnan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Perubahan dan Tambahan atas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1969 tentang
Pembebasan atas Impor dan Perubahan atas

Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1986 tentang Bea Masuk Tambahan

22

Atas Barang Impor.


Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.01/1995 di atas selanjutnya
dijabarkan dalam bentuk penerbitan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)
edisi tahun 1996. Mulai tanggal 1 januari 2012 menggunakan HS versi 2012
dengan perubahan nama dari Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) menjadi
Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).

B. Struktur dan Lajur BTKI


Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang
Harmonized System. Sekarang kta akan mempelajari tentang BTKI. BTKI adalah
Buku Tarif Kepabeanan Indonesia yang digunakan untuk pentarifan dan lainnya
di Indonesia, BTKI berdasarkan Harmonized System semenjak 1989, dan saat ini
yang berlaku adalah BTKI 2012.
BTKI tidak lain adalah HS yang dimodifikasi atau dijabarkan lebih lanjut untuk
digunakan dalam pentarifan dan penanganan barang impor ke Indonesia. BTKI
mempunyai kolom sebagai berikut:
Format kolom pada BTKI 2012 yaitu terdiri dari 8 kolom sesuai Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Struktur Kolom pada BTKI

Materi pokok yang tertuang dalam BTKI 2012 terdiri atas:


1. Kolom pertama adalah kolom Pos/Subpos yang mencantumkan nomor
pos/subpos sebagai berikut:
a. 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized System
(HS);

23

b. 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN;


c. 10 (sepuluh) digit merupakan sub pos nasional (pos tarif nasional) berupa
teks uraian barang untuk kepentingan nasional, kecuali:
i apabila 2 digit terakhirnya 00 (misalnya 0301.11.94.00), berarti berasal
dari teks AHTN;
ii. apabila 4 digit terakhirnya 00.00 (misalnya 0301.91.00.00), berarti
berasal dari teks HS WCO.
2. Kolom kedua adalah kolom Uraian Barang dalam bahasa Indonesia yang
disusun dengan pola sebagai berikut:
a. Uraian barang pada pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan
terjemahan dari teks HS;
b. Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan terjemahan dari
teks AHTN;
c. Uraian barang pada subpos nasional (10 digit) merupakan teks berasal dari
uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali:
i. yang 2 digit terakhirnya 00 (misalnya 0301.11.94.00), berarti berasal dari
teks AHTN;
ii. yang 4 digit terakhirnya 00.00 (misalnya 0301.91.00.00), berarti berasal
dari teks HS WCO.
3. Kolom ketiga adalah kolom Description of Goods dalam bahasa Inggris
yang disusun dengan pola sebagai berikut:
a. Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS dalam
bahasa Inggris;
b. Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN dalam
bahasa Inggris;
c. Uraian barang pada subpos nasional (10 digit) merupakan terjemahan dari
teks bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali:

1)yang 2 digit terakhirnya 00 (misalnya 0301.11.94.00) merupakan teks


AHTN;2) yang 4 digit terakhirnya 00.00 (misalnya 0301.91.00.00)
merupakan teks asli HS WCO.
4.

Kolom

keempat

adalah

kolom

Bea

Masuk

yang

mencantumkan

pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum yang saat ini.

24

Besaran tarif bea masuk pada kolom ini adalah dalam bentuk advalorum
(presentase), kecuali disebutkan lain, misal dalam bentuk Rp/kg, Rp/ltr atau
Rp/mnt (Bea Masuk spesifik);
5. Kolom kelima adalah kolom Bea Keluar yang mencantumkan tanda satu
asterisk (*) menunjukkan klasifikasi barang ekspor yang dikenakan bea keluar.
Besarnya pembebanan tarif dan jenis barang yang dikenakan Bea Keluar
diatur

dalam

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

67/PMK.011/2010

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan


Nomor 128/PMK.011/2011;
6. Kolom keenam adalah kolom PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang
mencantumkan pembebanan tarif PPN yang ditetapkan berdasarkan Undangundang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009;
7. Kolom ketujuh adalah kolom PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah)
yang mencantumkan pembebanan tarif PPnBM yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009;
8. Kolom kedelapan adalah kolom Keterangan yang disediakan untuk
mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain
yang belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.

25

Hal lainnya yang perlu diketahui mengenai BTKI adalah beberapa


pengertian sebagai berikut:
1. Pencantuman tanda satu asterisk *) pada kolom PPN dan PPnBM berarti
pengenaan PPN dan PPnBM berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang
atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan, sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku atas pengenaan PPN dan PPnBM.
2. Pencantuman tanda satu asterisk *) pada kolom Bea Keluar berarti
pengenaan Bea Keluar berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang atau
semua barang dalam pos tariff bersangkutan, sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku atas pengenaan Bea Keluar.
3. Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif PPN, PpnBM dan
Bea Keluar berarti komoditi pada pos tarif bersangkutan tidak dikenakan
pembebanan PPN, PpnBM dan Bea Keluar.
4. Untuk beberapa subpos AHTN (8 digit), tersedia Catatan Penjelasan
Tambahan

(Supplementary

Explanatory

Notes/SEN)

yang

merupakan

pedoman dalam menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang


yang tercantum dalam subpos AHTN tersebut. Text yang mengikat secara
hukum adalah text asli SEN dalam bahasa Inggris.
5. Pengguna BTKI 2012 diharapkan selalu merujuk kepada Peraturan Menteri
Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain yang menjadi dasar
hukumnya dan melakukan updating data secara berkala untuk mengantisipasi
adanya perubahan kebijakan tarif yang dinamis dari waktu ke waktu.
6. BTKI 2012 selain digunakan untuk keperluan klasifikasi dan pembebanan tarif
bea masuk atas barang impor, dapat digunakan juga untuk klasifikasi barang
ekspor, pungutan yang berkaitan dengan ekspor, statistik perdagangan, dan
keperluan lainnya yang berkaitan.
7. Apabila terdapat keraguan dalam menginterpretasikan teks pada kolom
uraian barang atau description of goods dalam BTKI 2012, maka yang
mengikat adalah:
- bahasa Inggrisnya untuk pos WCO dan subpos AHTN.
- bahasa Indonesianya untuk subpos nasional.
8. Sebagai petunjuk untuk mengetahui keberadaan pos tarif lama pada pos tarif
baru atau sebaliknya, dipergunakan Tabel Korelasi yang disusun dalam 2
(dua) versi yaitu Tabel Korelasi BTBMI 2007 BTKI 2012 dan Tabel Korelasi
BTKI 2012 BTBMI 2007.

26

C. Sistem Pengkodean
1. Sistem Penomoran
Sistem penomoran klasifikasi dalam BTKI menggunakan 10 digit dengan
susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS, digit ke 7 dan 8
berdasarkan Asean Harmoized Tariff Nomenclature dan digit terakhir yaitu ke 9
dan 10 adalah pecahan pos tarif nasional. Untuk memahami sistem penomoran
tersebut, perhatikan system penomoran pos tariff 0705.11.00.00 sesuai BTKI
pada Gambar 3.2.

Gambar 3.1.
Pemecahan pos 0705 pada BTKI

Dua digit pertama (07) menunjukkan Bab.


Bab 07: Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan.

Empat digit pertama (0705) menunjukkan Pos.


Pos 07.05: Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau
dingin).

Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan Sub-pos.


Sub-pos 0705.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19:
0705.10: - Selada . Untuk penomoran ini, tidak dicantumkan karena digit ke-5
dan ke-6 pecah menjadi 11, 12, 13, 14 dan seterusnya

Sepuluh digit (0705.11.00.00) menunjukkan Pos Tarif


0705.11.00.00: - - Selada kubis

27

2. Sistem Takik
Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTKI juga menggunakan sistem
takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang, dengan penjelasan sebagai berikut:

a.

Pos (4-digit) tidak diberi takik.

b.

Penggunaan satu takik (-) dimulai pada uraian Sub-pos (6-digit).

c.

Bila uraian pada butir b dipecah, digunakan dua takik (- -).

d.

Bila uraian pada butir c dipecah lagi, digunakan tiga takik (- - -), demikian
seterusnya sehingga diperoleh pengelompokan barang yang lebih rinci.

Di bawah ini disajikan contoh sistem takik dengan menggunakan contoh


yang sudah ada (pos tarif 0705.11.000):
07.05

Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar


atau dingin).

0705.10

- Selada

* Ingat, dalam HS/BTKI sub-pos 0705.10 tidak dicantumkan karena sub-pos


tersebut dipecah lagi menjadi sub-pos 0705.11 dan 0705 19.

0705.11.00.00

-Selada kubis (selada bongkolan).

Apabila pos tarif 0705.11.00.00 ingin dipecah lagi menjadi pos tarif yang
lebih rinci, digunakan pemecahan menggunakan tiga takik, misalnya:
0705.11.10.00 - - - Segar
0705.11.20.00 - - - Dingin
0705.11.90.00 - - - Lain-lain
Pemecahan pos tarif (10-digit) juga mengikuti pola di atas.
D. Arti kata lain-lain
Dalam klasifikasi BTKI dengan sistem HS kata Lain-lain, berfungsi untuk
menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya.
Kata lain-lain terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional
Untuk dapat memahami arti kata Lain-lain, perhatikan hal-hal berikut ini:

apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada pos, bandingkan dengan


uraian barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama.

28

apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada sub-pos, bandingkan dengan


uraian barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama.

apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan
uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub-pos yang sama.

Metode di atas dapat dipahami dengan lebih mudah apabila kita dapat
menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas
kelompok barang mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain barang
lain-lain yang ingin kita ketahui.
Di bawah ini disajikan mengetahui kelompok barang yang termasuk lainlain dengan menggunakan metode diagram pohon dengan contoh sesuai
Gambar 3.3.

Gambar 3.2.
Skema membaca Lain-lain

Barang A dibagi menjadi barang A1, A2, dan Lain-lain (1);

Barang Lain-lain (1) dibagi menjadi barang B1, B2, dan Lain-lain (2).

Barang Lain-lain (2) dibagi menjadi barang C1, C2, dan Lain-lain (3).

Cara membaca:

Lain-lain (3): barang selain C1 dan C2, yang termasuk dalam Lain-lain (2).

Lain-lain (2): barang selain B1 dan B2, yang termasuk dalam Lain-lain (1).

Lain-lain (1): barang selain A1 dan A2, yang termasuk dalam barang A.

29

Jadi, Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan A2,
selain B1 dan B2, selain C1 dan C2. Lain-lain (2) adalah termasuk kelompok
barang A selain A1 dan A2, selain B1 dan B2. Lain-lain (3) adalah termasuk
kelompok barang A selain A1 dan A2.
Mari kita lihat Tabel 3.3. Arti lain-lain pada pos tariff 3902.10.90.90 adalah
suatu polipropilena, selain bentuk dispersi, termasuk lain-lain, tetapi selain
bentuk bubuk, selain bentuk butiran

Tabel 3.3.
Pemecahan pos 3902 BTKI

Dengan sedikit latihan menggunakan BTKI, pengertian kata lain-lain


tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti. Dalam diktat ini pengertian lainlain dibatasi pemahamannya sebatas berkaitan dengan uraian jenis barang pada
judul Bab, Pos, Sub-pos maupun Pos tarif nasional, tanpa dikaitkan dengan
catatan Bagian, catatan Bab, maupun catatan Sub-pos.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh pengertian kata lain-lain yang
terdapat dalam pos tariff 0104.10.90.00 BTKI sesuai Gambar 3.4.

30

Gambar 3.4.
Pemecahan pada Bab 01 BTKI

Binatang hidup,

selain kuda, keledai, bagal dan hinnies,

selain binatang sejenis lembu,

selain babi,

selain biri-biri,

termasuk kambing, namun bukan bibit

31

RANGKUMAN 3

1)

Saat ini BTKI yang berlaku adalah edisi 2012 (sesuai amandemen kelima HS). Buku
Tarif Kepabeanan Indonesia tahun 2012 disusun berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 213/KMK.01/2011 tanggal 14 Desember 2011 sebagai tindak
lanjut dari artikel XVI HS Convention (World Customs Organization).

2)

Dalam system penomoran dalam BTKI selain menggunakan sistem nomor, BTKI
juga menggunakan sistem takik atau dash (-)

3)

Pengertian kata Lain-lain, berfungsi untuk menampung barang yang belum disebut
pada uraian jenis barang sebelumnya

LATIHAN 3

1. Jelaskan dasar hukum penggunaan Harmonized System sebagai system klasifikasi


barang di Indonesia:

2. Mengapa kita menggunakan Harmonized System :

3. Bagaimana sistem pentakikan Harmonized System :

4. Jelaskan arti lain-lain pada pos tariff 3902.20.00.90 :

5. Larutan poliisobutilen diklasifikasikan pada pos tariff berapa :

32

KETENTUAN UMUM UNTUK


MENGINTERPRETASI HARMONIZED
SYSTEM

BAB

4
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari Bab 4 tentang Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi
Harmonized System, Mahasiswa Program Diploma 1 Keuangan Spesialisasi
Kepabeanan dan Cukai dapat mengaplikasikan Ketentuan Umum Untuk
Menginterpretasi Harmonized System dari nomor satu sampai dengan nomor 6

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS)


merupakan pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu
kompleksnya teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai
pedoman dasar yang tidak boleh ditinggalkan. Setiap kali melakukan kegiatan
klasifikasi barang, sadar atau tidak, salah satu ketentuan dalam KUM HS harus
dipergunakan. Untuk itu, marilah kita pelajari satu-persatu enam butir KUM HS
tersebut.
A. KUM HS 1
Teks KUM HS nomor 1 sesuai terjemahan pada BTKI adalah

sebagai

berikut:
Judul dari Bagian, Bab dan Sub-bab dimaksudkan hanya untuk
mempermudah referensi saja; untuk keperluan hukum, klasifikasi harus
ditentukan berdasarkan uraian yang terdapat dalam pos dan berbagai Catatan
Bagian atau Bab yang berkaitan serta berdasarkan ketentuan berikut ini, asalkan
pos atau Catatan tersebut tidak menentukan lain.

33

Penjelasan:
HS adalah nomenklatur yang bersifat sistematik.

Namun mengingat

banyaknya jenis barang, tidak mungkin semua jenis barang dapat dicakup
dengan persis pada setiap bab. Contohnya, sutera adalah produk hewani, tetapi
karena sifatnya yang khusus dalam HS tidak diklasifikasikan pada bab 5 (produk
hewani tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya), tetapi diklasifikasikan
khusus pada bab 50.

Uraian pada bab hanya untuk referensi saja, tidak mempunyai kekuatan
hukum. Karena itu perlu diingat agar selalu mempertimbangkan semua bab atau
pos yang mungkin mencakup suatu barang. Yang mempunyai kekuatan hukum
adalah pos (heading), catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos. Uraian
pos dan catatan-catatan tersebut merupakan pertimbangan utama. Apabila pos
dan catatan-catatan tersebut tidak menentukan lain, dalam hal KUM HS 1 tidak
bisa digunakan barulah digunakan KUM HS 2, 3, 4, dan 5. Contohnya, catatan 2
Bab 31 menjelaskan pos 31.02 hanya untuk produk tertentu. Batasan ini tidak
boleh diperluas dengan menggunakan KUM HS 2(b).

Gambar 4.1
Gajah untuk sirkus

Contoh Aplikasi KUMHS 1:


Bagian I Binatang Hidup; produk hewani
Bab 1 Binatang Hidup
Bagaimana mengklasifikasikan gajah untuk
sirkus:

Pos 01.06 sebagai Binatang Lainnya :


Perhatikan Catatan 1 (c) Bab 1
binatang dari pos 95.08 dikeluarkan dari
Bab 1
Gajah untuk sirkus diklasifikasikan pada pos
95.08 dengan aplikasi KUMHS 1 dan
catatan 1(c) Bab 1

34

B. KUM HS 2 a dan 2b
Teks KUM HS nomor 2a sesuai terjemahan pada BTKI adalah

sebagai

berikut:
Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap
meliputi juga referensi untuk barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau
belum rampung, asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau
belum rampung tersebut mempunyai karakter utama dari barang itu dalam
keadaan lengkap atau rampung. Referensi ini harus dianggap juga meliputi
referensi untuk barang tersebut dalam keadaan lengkap atau rampung (atau
berdasarkan Ketentuan ini dapat digolongkan sebagai lengkap atau rampung)
yang diajukan dalam keadaan belum dirakit atau terbongkar.
Penjelasan:
Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang
lengkap atau rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama
sebagai barang lengkap atau rampung
Sebagai contoh beberapa set sepeda yang diimpor dalam keadaan terurai, dan
tiap setnya tidak ada sadel dan

ban dalamnya. Namun tetap dianggap set

sepeda karena sifat utamanya sebagai sepeda telah dimiliki.


Contoh Aplikasi KUMHS 2(a):

Barang belum
lengkap/jadi:
-

DIKLASIFIKASIKAN
SEBAGAI BARANG
JADINYA

Mobil yang belum dilengkapi roda


Sepeda yang belum dilengkapi sadel
Handphone tanpa keypad
Kemeja tanpa kancing

Teks KUM HS nomor 2b sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai


berikut:
Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam suatu pos, harus
dianggap juga meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau
zat itu dengan bahan atau zat lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau

35

zat tertentu harus dianggap juga meliputi referensi untuk barang yang sebagian
atau seluruhnya terdiri dari bahan atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari
satu jenis bahan atau zat harus diklasifikasikan sesuai dengan prinsip dari
ketentuan 3.
Penjelasan:
Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan
berdasarkan KUM HS 1. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku apabila pos atau
catatan bagian atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, pos 15.03 (-lard
oil, tidak diemulsi atau dicampur); karena uraian posnya sudah menyebutkan
bahwa produk dalam pos tersebut tidak dicampur, maka KUM HS 2(b) tidak
berlaku.
Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat barang
seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus
digunakan KUM HS 3).

Gambar 4.2
Pisau dari baja bergagang plastik

Pisau dari baja

Bagaimana mengklasifikasikan pisau


dengan mata terbuat dari stainless
steel dan gagang dari plastic :

Bab 82 perkakas logam

Pegangan (gagang)
pisau dari plastik

Bab 39 barang dari plastik

Pisau terbuat dari stainless steel dianggap semata-mata hanya perkakas dari
logam dan mengabaikan bahan plastik untuk gagangnya, sehingga dengan
KUMHS 2(b) diklasifikasikan sebagai pisau dari logam pada pos 82.11

C. KUM HS 3a, 3b dan 3c


Apabila dengan menggunakan Ketentuan 2 (b) atau karena sebab lain,
barang pada pandangan sepintas lalu dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau
lebih, maka pengklasifikasiannya harus diatur sebagai berikut:

36

KUM HS 3a
Teks KUM HS nomor 3a sesuai terjemahan pada BTKI adalah

sebagai

berikut:
Pos yang memuat uraian yang paling terinci harus lebih diutamakan
daripada pos yang memuat uraian yang lebih umum sifatnya. Tetapi, jika dua
pos atau lebih yang masing-masing hanya merupakan bagian dari bahan atau
zat di dalam suatu barang campuran atau kombinasi, atau hanya merupakan
bagian dari barang yang disiapkan untuk penjualan eceran, pos-pos itu dianggap
setaraf sepanjang berkaitan dengan barang itu, walaupun salah satu pos itu
mempunyai uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.

Penjelasan:
KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan.
Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru
kemudian KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan
apabila uraian pos, catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain.
Contoh, catatan 4(b) bab 97 menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos
97.01 sampai dengan 97.05 dan juga dirinci pada pos 97.06, harus
diklasifikasikan pada pos terdahulu awal (berarti bertentangan dengan KUM HS
3.c).
Dalam hal ini KUM HS 3(c) tidak berlaku. Pos dengan uraian lebih spesifik
lebih diutamakan dari pos dengan uraian yang lebih umum. Pos yang
menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos yang menyebutkan
kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan pada pos 85.10,
bukan pada pos 85.08 atau 85.09 (self-contained motor).
Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih
diutamakan dari pos yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted
textile for motor cars diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.
Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat
yang terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari
item dalam satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak
berlaku dan digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih
rinci dari pos lainnya.

37

Gambar 4.3
Karpet tufted untuk mobil
Karpet tufted untuk mobil
57.03 Karpet berumbai
87.08 Bagian dan asesoris kendaraan

KUM HS 3b
Teks KUM HS nomor 3b sesuai terjemahan pada BTKI adalah

sebagai

berikut:
Barang campuran dan kombinasi yang terdiri dari bahan yang berbeda
atau yang tersusun dari komponen yang berlainan, dan barang yang disiapkan
dalam perangkat untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan
menurut Ketentuan 3 (a), harus diklasifikasikan seolah-olah barang itu terdiri dari
bahan atau komponen yang memberikan sifat utama kepada barang itu
sepanjang ketentuan ini dapat digunakan.
Penjelasan:
KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri
dari bahan yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang
berbeda, dan barang yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran,
dan bila KUM HS 3(a) tidak bisa digunakan.
Yang dimaksud dengan Sifat utama (Essential character) pada KUM HS
ini mengacu pada bahan atau komponen, kemasan, jumlah, berat atau nilai, dan
bahan utama yang berkaitan dengan penggunaan barang.
KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu
sama lain adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama
membentuk barang jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah.
Contoh, rak bumbu dengan beberapa botol tempat bumbu kosong.
Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan
eceran yaitu:

Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set).

Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu.

Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh readyto-eat-meal).

38

KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian yang
dikemas terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam
proporsi tertentu untuk keperluan industri (contoh, minuman).
Contoh aplikasi KUM HS nomor 3b sesuai gambar 4.4.
Gambar 4.4
Hair dressing Set

Hairdressing set yang terdiri dari electric


hair clipper (85.10), sisir (96.15), gunting
(82.13), sikat (96.03), dan handuk dari
tekstil (63.02), dikemas dalam tas kulit
(42.02) diklasifikasikan pada pos
85.10 (berdasarkan komponen yang
memberikan sifat utama).

Suatu kursi yang dapat berfungsi


Gambar 4.5
Kursi yang bias berfungsi menjadi tangga

selain tempat duduk adalah untuk


tangga
Fungsi mana dari barang ini yang
menunjukan karakter esensialnya

Gambar 4.6
Serutan pinsil berbentuk mainan
Suatu serutan pinsil yang dapat
berfungsi sebagai penyerut dengan
bentuk mainan
Fungsi mana dari barang ini yang
menunjukan karakter esensialnya

39

KUM HS 3 c:
Teks KUM HS nomor 3c sesuai terjemahan pada BTKI adalah

sebagai

berikut:
Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan menurut ketentuan 3 (a) atau 3
(b), maka barang itu diklasifikasikan ke dalam pos yang disebutkan terakhir
dalam Nomenklatur dari pos dimana barang itu dapat diklasifikasikan atas dasar
pertimbangan yang setaraf.
Penjelasan:
Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan
pada pos terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2
sisi terbuat dari kayu dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau
dari bahan baku memiliki bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan
pos 83.06, namun karena menurut KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus
diklasifikasikan pada pos terakhir, yaitu pos 83.06.

40

Gambar 4.7
Kemeja dari kain tenun

Gambar 4.8
Kemeja dari kain rajutan
Suatu kemeja yang
lapisan luar tenunan
dan lapisan dalam
rajutan dengan pola
kedua

lapisan

tersebut

sama.

Apakah

masuk

pakaian Bab 61 atau


Bab 62
D. KUM HS 4:
Teks KUM HS nomor 4 sesuai terjemahan pada BTKI adalah

sebagai

berikut:
Barang yang tidak dapat diklasifikasikan menurut ketentuan di atas harus
diklasifikasikan ke dalam pos untuk barang yang sifatnya paling sesuai.
Penjelasan:
a) KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3
tidak dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan
barang yang sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya,
tujuannya).
b) b) Ketentuan ini mengenai barang-barang yang tidak dapat diklasifikasikan
ke dalam salah satu pos dalam HS, karena tidak ada uraian yang sesuai
(misalnya yang baru muncul di pasaran dunia). Ketentuan ini menetapkan
bahwa barang-barang tersebut harus digolongkan kedalam pos atas barang
yang memiliki persamaan terbanyak.
c) Pada waktu menerapkan ketentuan No.4, barang yang akan diklasifikasikan
harus diperbandingkan dengan uraian barang dalam beberapa pos HS yang
memiliki kesamaan jenis atau karakternya. Hal tersebut dilakukan untuk
meneliti pada pos mana yang memiliki unsur kesamaan terbanyak.
d) Persamaan dapat tergantung dari beberapa faktor seperti nama, sifat,
penggunaan, dan seterusnya.
Perlu diingatkan, KUM HS 4 baru digunakan apabila benar-benar tidak ada
lagi data atau informasi yang dapat diperoleh untuk mengidentifikasi barang

41

dimaksud. Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan KUM HS 4, sangat


disarankan untuk mencari lebih dulu informasi tentang barang dimaksud dari
berbagai sumber yang ada, seperti literatur, data teknis, internet, dan
sebagainya.
Contoh Aplikasi KUMHS 4:
Pemanggang daging atau sate yang menggunakan tenaga matahari untuk
memasak makanan, dan bukan menggunakan bahan bakar cair, padat ataupun
gas.
Gambar 4.9
Kompor bahan bakar tenaga solar
Terdapat

beberapa

jenis

pemanggang daging atau sate pada


HS yang semuanya menggunakan
bahan bakar sbb.:
7321.11 Pemanggang Bahan
Bakar Gas atau Bahan Bakar Lain
7321.12 Bahan Bakar Cair
7321.19 Bahan Bakar Padat

Catatan: contoh kasus tahun 2006

Mengingat tidak ada pos yang lebih sesuai pada HS maka pemanggang
dengan tenaga matahari diklasifikasikan pada pos paling menyerupai sesuai
KUMHS 4 pada pos 7321.11. (dalam BTBMI 2007 sudah di amandemen)

E. KUM HS 5a dan 5b:


Sebagai tambahan dari aturan di atas, ketentuan berikut ini berlaku
terhadap barang tersebut di bawah ini:
KUM HS 5 a:
Teks KUM HS nomor 5a sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai
berikut:
Peti kamera, peti instrumen musik, peti senapan, peti instrumen gambar,
peti kalung dan tempat simpan yang semacam, dengan bentuk atau kelengkapan
khusus untuk menyimpan barang tertentu atau seperangkat barang tertentu,

42

cocok untuk pemakaian jangka panjang dan diimpor lengkap dengan isinya,
harus diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual dengan barang itu.
Akan tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap tempat simpan yang
memberikan seluruh sifat utamanya.
Penjelasan:
KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat semacam itu
yang:

khusus dibuat untuk barang tertentu.

digunakan untuk jangka waktu lama.

dimasukkan

bersama-sama

barangnya

(bila

dimasukkan

terpisah

diklasifikasikan pada pos tersendiri).

biasa dijual bersama dengan barangnya.

tidak memberikan sifat utama.

Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata,
dan sebagainya.
Gambar 4.10
Violin beserta kemasannya

Violin

beserta

isinya

yang

diimpor

bersamaan, maka diklasifikasikan sebagai


violin

KUM HS 5 b:
Teks KUM HS nomor 5b sesuai terjemahan pada BTKI adalah

sebagai

berikut:
Berdasarkan kepada ketentuan nomor 5 (a) di atas, bahan pembungkus
dan tempat simpan pembungkus diimpor bersama isinya harus diklasifikasikan
dengan barang tersebut jika biasa dipakai untuk membungkus barang itu, akan
tetapi aturan ini tidak mengikat apabila bahan pembungkus atau tempat simpan
pembungkus nyata-nyata cocok untuk dipakai berulang-ulang.

43

Penjelasan:
Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan
dengan barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang
digunakan berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama
pengemasnya (tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan
pada pos tarif gas, sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif
tabung gas.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih
tinggi dari barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus
diklasifikasikan tersendiri Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat
permen dari porselin berdekorasi China

Gambar 4.11
Tabung berisi gas LPG

Tabung LPG yang berisi gas minyak bumi yang


dicairkan. Tabung tersebut diimpor bersama isinya

F. KUM HS 6
Teks KUM HS nomor 6 sesuai terjemahan pada BTKI adalah

sebagai

berikut:
Untuk tujuan hukum, pengklasifikasian barang dalam sub-pos dari satu pos
ditentukan menurut uraian dari sub-pos tersebut dan catatan sub-pos yang
bersangkutan dan, mutatis mutandis, mengikuti ketentuan-ketentuan di atas
dengan pengertian bahwa hanya sub-pos yang setaraf yang dapat dibandingkan.
Untuk keperluan dari ketentuan ini catatan Bagian dan catatan Bab yang
bersangkutan juga diberlakukan, kecuali apabila konteksnya menentukan lain.

44

Penjelasan:
KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara
langsung) untuk sub-sub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada
takik yang sama).

KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain.

Artinya,

catatan bagian, catatan bab, atau catatan sub-pos harus tetap menjadi
pertimbangan utama. Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak
sama dengan Platinum pada catatan sub-pos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11
dan 7110.19).
RANGKUMAN 4

1) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) merupakan


pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu kompleksnya
teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai pedoman dasar yang
tidak boleh ditinggalkan
2) KUM HS terdiri dari 6 nomor yang dalam penggunaannya harus berurutan dari
mulai nomo1, selanjutnya nomor 2 kemudian nomor 3. Apabila nomor 1 sampai
dengan nomor 3 tidak dapat diterapkan maka menggunakan nomor 4
3) KUM HS diterapkan terhadap barang yang ada kemasannya, sedangkan KUM HS
nomor 6 diterapkan untuk pengkodean 6 digit

LATIHAN 4

1. Jelaskan KUM HS nomor satu dan berikan 2 contoh pengaplikasiannya


2. Jelaskan pengertian dan penerapan KUM HS no. 2a :
3. Apa pengertian KUM HS no. 3a :
4. Bagaimana pengklasifikasiannya apabila suatu barang yang tidak ada uraian
barangnya dalam HS :
5. Bagaimana pengklasifikasian kamera beserta tasnya (casing):

45

46

TEKNIK KLASIFIKASI, JENIS


CATATAN DAN NOTA PENELITIAN
KLASIFIKASI BARANG

BAB

5
Tujuan Instruksional Khusus :
Setelah mempelajari Bab 5 tentang teknik klasifikasi, jenis catatan dan
nota penelitian klasifikasi barang, Mahasiswa Program Diploma 1 Keuangan
Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai dapat mempraktekan tahapan dalam
mengklasifikasi barang, dalam suatu Nota Penelitian Klasifikasi Barang

A. Tahapan Mengklasifikasi Barang


Secara lebih rinci, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk
mengklasifikasi barang:
1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia,
atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.
2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut.
Bila sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan
catatan Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.
3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan
Bab yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada
catatan yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita
pilih, perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut
diklasifikasikan.
4. Baca dan cermati catatan Bagian atau Bab (atau catatan Sub-pos dalam hal
tertentu) yang ditunjuk oleh penjelasan pada butir 3.
pengklasifikasian pada butir 3.

Kita ulangi proses

Pada tahap ini, biasanya kita sudah

mempunyai gambaran umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab


tersebut atau di bab lainnya.

47

5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,
maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang
akan kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang
kita sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan
rinci. Bila sudah kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya
tinggal menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai.
Ingat, dalam penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul
permasalahan klasifikasi yang sama dengan penentuan pos (4-digit).
Sampai tahap ini sebenarnya kita sedang menggunakan KUM HS 1.
6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi
barang, kita mulai menggunakan KUM HS 2.

Ingat, kita baru dapat

menggunakan KUM HS 2 apabila KUM HS 1 benar-benasr tidak dapat


digunakan. Cara untuk meyakinkan bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan
berusaha membuktikan bahwa hanya ada satu pos yang sesuai untuk barang
tersebut. Dalam hal KUM HS 1 tidak bisa diterapkan karena informasi atau
data spesifikasi barang kurang lengkap, maka yang harus dikerjakan adalah
mencari informasi atau data tersebut lebih dulu. Jangan terburu-buru
menggunakan KUM HS 2 sebelum kita benar-benar yakin KUM HS 1 tidak
dapat digunakan.
7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang
dimaksud dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek.
Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama
adalah fungsi/kegunaan, nilai (value), dan bentuk fisik (appearance).
Usahakan paling tidak selalu mempertimbangkan ketiga aspek tersebut
sebelum menentukan sifat utama suatu barang campuran.
8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus
selalu diingat bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos, sub-sub pos, atau
pos-pos tarif yang setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi,
perbandingan dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.
9. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian
barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN,
PPnBM, atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP,
Pertamina, dan lain-lain.).

Karena pembebanan tersebut sering berubah,

jangan lupa selalu menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan


ketentuan yang terbaru.

48

B. Jenis Catatan Pada BTKI


Catatan dalam BTKI dapat dibagi beberapa kelompok namun secara
ringkas dapat dikelompokan menjadi: catatan definitif, catatan eksklusive, catatan
iIlustratif dan catatan lain-lain
1. Catatan Definitif
Catatan yang menjelaskan pengklasifikasian suatu barang pada pos atau
sekumpulan pos tertentu.
Contoh: Catatan 4 Bab 30:
Pos no. 30.04 hanya berlaku untuk hal berikut ini, yang harus
diklasifikasikan dalam pos tersebut dan tidak dalam pos lainnya dari Nomenklatur
ini:
(a)

Catgut bedah steril, bahan jahit bedah steril yang semacam itu dan perekat
kertas steril untuk penutup luka bedah;

(b)

Laminaria steril dan laminaria steril yang dapat menggembung;

(c)

Hemostatik bedah atau gigi steril yang dapat menyerap;

(d)

(e)

(f)

(g)

(h)

Preparat kontrasepsi kimia dengan bahan dasar hormon atau pembunuh


sperma.

2. Catatan Eksklusif
Catatan yang mengeluarkan barang tertentu dari suatu pos atau sub-pos
dan memasukkannya dalam pos atau sub-pos tertentu lainnya.

Contoh: Catatan 1 Bab 2:


Bab ini tidak meliputi:
(a)

Produk dari jenis yang diuraikan dalam pos No. 02.01 sampai dengan
02.08, atau 02.10, yang tidak layak atau tidak sesuai untuk konsumsi
manusia;

(b)

Usus, kandung kemih atau perut dari binatang (pos No. 05.04) atau darah
binatang (pos No. 05.11 atau 30.02); atau

(c)

Lemak hewani, selain produk dari pos No. 02.09 (Bab 15).

49

3. Catatan Ilustratif
Catatan yang memberikan gambaran terhadap pengertian atau istilah yang
perlu dijabarkan lebih lanjut.
Contoh: Catatan 3 Bab 42:
Untuk keperluan pos no. 42.03, istilah barang pakaian dan perlengkapan
pakaian berlaku, antara lain, untuk sarung tangan (termasuk sarung tangan olah
raga), apron dan pakaian pelindung lainnya, tali penahan celana, ikat pinggang,
tali sandang dan semua jenis gelang, tetapi tidak termasuk arloji tangan (pos no.
91.13).
4. Catatan Penjelasan
Catatan yang menguraikan pengertian-pengertian yang bersifat teknis.Contoh:
(a)

Catatan 2 Bab 3:
Dalam Bab ini pengertian pellet adalah produk-produk yang telah
diaglomerasi baik secara langsung dengan cara dikompresi atau dengan
penambahan sejumlah kecil bahan pengikat.

(b)

Catatan 1 Bab 9:
Campuran dari produk dimaksud dalam pos no. 09.04 sampai dengan
09.10 harus diklasifikasikan sebagai berikut:

(a) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang sama harus digolongkan
dalam pos itu;
(b) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang berlainan harus digolongkan
dalam pos no. 09.10. Tambahan dari bahan lainnya ke dalam produk dari
pos no. 09.04 sampai dengan 09.10 (atau campuran seperti yang
dimaksud

dalam

(a)

atau

(b)

di

atas)

tidak

mempengaruhi

penggolongannya asalkan..
(c)

Catatan 2 Bagian XV:


Dalam seluruh Nomenklatur, istilah bagian untuk pemakaian umum
berarti:
(a) Barang dari pos no. 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang
semacam itu dari logam tidak mulia lainnya;
(b) Pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain pegas
untuk lonceng atau arloji (pos no. 91.14); dan
(c) Barang dari pos no. 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta kaca
dari logam tidak mulia, dari pos no. 83.06.

50

Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan 78 sampai dengan 82 (tetapi bukan


dalam pos no. 73.15) apa yang disebut bagian dari barang tidaklah
termasuk uraian tentang bagian untuk pemakaian umum seperti diuraikan
di atas.
Dengan memperhatikan ketentuan dalam ayat di atas dan Catatan 1 Bab
83, barang dari Bab 82 atau 83 tidak termasuk dari Bab 72 sampai dengan
76 Bab 78 sampai dengan 81.

C. Nota Penelitian Klasifikasi Barang


Berkaitan dengan klasifikasi barang, setidaknya ada dua fihak yang
berkepentingan yaitu aparat DJBC dan importir/PPJK. Sebagaimana selama ini
telah berjalan, dalam rangka pengimporan importir/PPJK memberitahukan sendiri
jenis barang, klasifikasi, dan pembebanan impornya. Selanjutnya DJBC akan
meneliti dan menetapkan klasifikasi barang tersebut.
Dalam mekanisme ini tidak jarang timbul perbedaan pendapat mengenai
klasifikasi

barang

antara

importir/PPJK

dan

aparat

DJBC.

Dalam

mempertahankan pendapatnya, aparat DJBC diharuskan membuat uraian rinci


yang menjelaskan dasar klasifikasi barang dimaksud.

Sementara ini

importir/PPJK nampaknya belum terbiasa menyampaikan argumentasinya


berdasarkan ketentuan mengklasifikasi yang benar. Untuk itu dalam bahan ajar
ini disajikan juga cara membuat nota penelitian klasifikasi barang secara rinci.
Untuk memudahkan, uraian rinci klasifikasi barang dimaksud kita sebut
saja Nota Penelitian Klasifikasi Barang. Kerangka nota penelitian klasifikasi
barang sebenarnya tidak baku, bisa singkat atau memerlukan uraian yang cukup
panjang tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Namun dalam diktat ini
pembuatan nota penelitian klasifikasi barang tersebut diarahkan untuk mengikuti
ketentuan-ketentuan dasar mengklasifikasi barang sesuai HS/BTKI.
Pada bagian akhir bahan ajar ini disajikan juga contoh nota penelitian
klasifikasi barang, dan contoh jawaban klsaifikasi barang dalam bentuk Nota
Penelitian Klasifikasi Barang. Dalam menyelesaikan latihan soal dapat
menggunakan Nota Penelitian Klasifikasi Barang.
Contoh 1. Contoh format dibawah ini umumnya diterapkan apabila memerlukan
data dari exlanatory notes, brosur, certificate of analysis dan data
pendukung lainnya

51

1) Nama barang/uraian jenis barang


2) - Bagian, Bab, alasan/catatan Bag/Bab /Sub-pos yang terkait
3) - Explanatory Notes atau referensi lainnya
4) Uraian klasifikasi barang
- tuliskan mulai dari 2 digit, 4 digit, 6 digit dan 9 digit
5) Kesimpulan

Contoh 2.Contoh ini umumnya diterapkan didasarkan kondisi barang hasil


pemeriksa barang dilapangan dan memerlukan data exlanatory notes,
brosur, certificate of analysis dan data pendukung lainnya.

Nama Barang/Uraian Jenis Barang


Spesifikasi Barang
(Komposisi, kapasitas, kemasan,bentuk, kegunaan, dll.)
Dasar Klasifikasi
Catatan: Bagian, Bab dan Sub pos

Uraian pos, Explanatory Notes, BTKI, dan informasi atau referensi


lainnya

Tentukan satu pos yang paling sesuai

Tentukan sub-pos yang paling sesuai

Tentukan pos tarif yang paling sesuai


Kesimpulan Klasifikasi Barang

Barang dimaksud dimaksud diklasifikasikan pada


tarif xxxx.xx.xxx BM x% PPN x%.

52

D. Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang:


Contoh 1.
Gambar 5.1
Kuda untuk sirkus

Nama dan Jenis barang:


Kuda untuk sirkus keliling
Alasan Klasifikasi:
- Hewani masuk Bagian I
- Binatang hidup masuk Bab 1
- Catatan 1c Bab 1 ..binatang
untuk demontrasi (sirkus) masuk
pos 9508

Uraian klasifikasi:
- Bab 95

Mainan

- Pos 9508 ..untuk sirkus...


- Pos tarif 9508.10.00.00 sirkus keliling
Kesimpulan :
Kuda tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 9508.10.00.00

Contoh 2.
Gambar 5.2
Kantong plastic (kresek)

Nama dan jenis barang


Kantong plastik (kresek) uk. 20 x 40 cm, dr
polietilena, pegangan bkn utk jangka panjang
Alasan klasifikasi
- Plastik dan karet masuk Bagian VII,
- Barang plastik Bab 39
- Catatan no. 2(m) Bab 39 ..tdk meliputi
tas tangan..> (masuk pos 4202)
- Catatan catatan 2A(a) Ba 42 tdk meliputi
tas dgn gagang tdk dirancang jangka
panjang...

53

Uraian klasifikasi
- Bab 39 plastik
- Pos 3923..wadah utk mengangkut
- Subpos 3923.20. Sak
- Pos tarif 3923.21.90.00 sak dari polietilena
Kesimpulan
Kantong plastik tersebut diklasifikasikan pada Pos tarif 3923.21.90.00
Contoh 3
Gambar 5.3
Rantai untuk sepeda motor dari baja

Nama dan Jenis barang:


Rantai pemutar untuk sepeda
motor merk: Honda ASTREA
ukuran diameter 30 cm dibuat
dari bahan baja tahan karat
Alasan Klasifikasi:
- Logam tidak mulia dan
barangnya masuk Bagian XV
- Barang dari baja masuk Bab
73
- catatan 2 Bagian XV
..Bagian untuk pemakaian
umum..meliputi rantai pemutar
pos 7315..

Uraian Klasifikasi
- Bab 73 barang dari baja
- Pos 7315rantai dan bagiannya.
- Subpos 7315. 10. - rantai penghubung (/ - Sub pos 7315.11.. rantai pemutar
)
- Pos tarif 7315.11.10.00 rantai sepeda motor
Kesimpulan:
Rantai pemutar tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 7315.11.10.00

54

Contoh 4

Gambar 5.4
Pemantik dari baja
berlapis emas
Nama dan Jenis barang:
Korek api pemantik saku bentuk kotak
dari baja dilapisi emas 18 karat (15 % berat).
Isi gas dan dapat diisi ulang

Uraian klasifikasi:
- Bab 96 barang pabrik
- Pos 9613 pemantik sigaret
- Subpos 9613.20 pemantik saku isi gas yang dapat diisi ulang
- Pos tarif 9613.20.90.00 pemantik sigaret
Kesimpulan :
Korek api pemantik tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 9613.20.90.00
RANGKUMAN 5
1) Sebelum mengklasifikasi barang, terlebih dahulu harus mengetahui jenis dan
spesifikasi barang dengan lengkap agar hasil klasifikasi akurat.
2) Nota Penelitian Klasifikasi Barang terdiri dari nama dan jenis barang, kemudian alas
an klasifikasi, uraian klasifikasi dan terakhir adalah kesimpulan
3) Catatan dalam BTKI dapat dibagi beberapa kelompok namun secara ringkas dapat
dikelompokan menjadi: catatan definitif, catatan eksklusive, catatan iIlustratif dan
catatan penjelasan
LATIHAN 5
1. Jelaskan prosedur mengkalsifikasi barang :
2. Apa hubungan antara kebenaran uraian barang dan keakuratan kalsifikasi barang :
3. Sebutkan format Nota Penelitian Klasisikasi Barang :
4. Tentukan pos tariff dari barang dibawah ini dalam nota penelitian klasifikasi barang :
a. Mukena untuk peralatan sembahyang wanita dari bahan tenunan kapas
b. Sabuk pengaman (safety belt) untuk sedan bahan bakar bensin, selinder 2000 cc
5. Tentukan pos tariff dari Asam asetat dengan kadar 11 %dalam suatu nota penlitian
klasifikasi barang :

55

STRUKTUR PENGELOMPOKAN BARANG

BAB

6
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari Bab 6 tentang struktur pengelompokan
barang, Mahasiswa Program Diploma 1 Keuangan Spesialisasi
Kepabeanan dan Cukai dapat memahami struktur pengelompokkan
barang pada BTKI

A. Bagian
Dalam Harmonized System (HS), barang dikelompokkan dalam 96 bab
(dan bab 77 sebagai persiapan masa mendatang) yang dikelompokkan dalam 21
bagian.

Pengelompokan tersebut berdasarkan urutan tingkat pengerjaannya,

yaitu bahan baku (raw material), bahan yang tidak/belum dikerjakan (unworked
products), barang setengah jadi (semi-finished products), dan barang jadi
(finished products). Sebagai contoh, binatang hidup diklasifikasikan pada Bab 1,
jangat dan kulit binatang pada Bab 41, sepatu dari kulit binatang pada Bab 64.
Urutan pengelompokan ini juga berlaku untuk bab dan pos.
Di bawah ini disajikan urutan pengelompokan barang dalam HS/BTKI:

1. Gambaran per Bagian


Bagian I mencakup binatang hidup dan produk dari binatang (daging, ikan,
produk susu, telur, madu, produk yang dapat dimakan lainnya, dan produk yang
tidak dapat dimakan). Namun beberapa jenis minyak dan lemak dikeluarkan dari
bagian I dan diklasifikasikan pada bab 15, demikian juga halnya dengan jangat,
kulit, bulu dan barang terbuat daripadanya (diklasifikasikan pada bagian VIII).
Bab 1 sampai dengan bab 24 (Bagian I sampai dengan Bagian IV) mencakup
produk-produk pertanian dalam arti luas.

56

Bagian II mencakup produk sayuran, baik yang bisa dimakan atau tidak
(tanaman, biji-bijian, sayuran, buah, sereal, tepung, dsb.), kecuali beberapa jenis
minyak dan lemak tertentu (bab 15) dan kayu (bab 44). Produk-produk yang
termasuk bagian I dan II belum mengalami proses pengerjaan kecuali sampai
tahap tertentu (dengan beberapa pengecualian). Terhadap produk yang telah
mengalami proses lebih lanjut diklasifikasikan pada bab 19, bab 20 atau bab 21.
Contohnya, produk makanan siap saji yang diawetkan diklasifikasikan pada
Bagian IV.

Bagian III hanya terdiri dari bab 15 yang mencakup lemak dan minyak
hewani dan nabati dan produk terbuat daripadanya (misalnya malam/wax).
Minyak pada Bab II

baik dalam keadaan mentah, telah diproses, misalnya

minyak goreng atau margarine yang siap dikonsumsi. Umumnya minyak tidak
menguap, karena minyak nabati yang mudah menguap masuk Bab 33 sebagai
minyak atsiri.

Bagian IV mencakup produk minuman, minuman keras, cuka,dan


tembakau, bersama-sama dengan produk industri makanan yang tidak dicakup
bab-bab sebelumnya. Bab 16 meliputi daging atau ikan yang telah mengalami
proses lebih lanjut,

diantaranyadi goreng, dikukus atau diawetakan secara

permanen. Bab 17 meliputi gula dan bahan lainnya seperti sirop, madu tiruan
dan karamel. Berbagai jenis gula yang murni secara kimiawi diklasifikasikan pada
Bab 29. Demikian juga bahan pemanis tiruan masuk Bab 29, seperti saccharin
dan dulcin.

HUBUNGAN BAGIAN I DAN II DENGAN BAGIAN IV:

BAGIAN

DIPROSES LEBIH LANJUT

>>>BAGIAN IV

I & II

*BAB 2
BAB 3

(DAGING)

>

* BAB 16

(IKAN)

57

*BAB 4 (SUSU)

>

* BAB 19

>

* BAB 20

BAB 10 (GANDUM-GANDUMAN)

BAB 11 (PRODUK-GILINGAN)

*BAB 7

(SAYURAN)

BAB 8 (BUAH-BUAHAN)
BAB 11 (PRODUK GILINGAN,
KENTANG )

Bagian V mencakup produk mineral, baik sumber mineral anorganik


seperti tanah, batuan pada Bab 25 atau bijih logam pada Bab 26, dan sumber
bahan organik pada Bab 27 seperti batu bara, dan minyak bumi.
Kecuali kalau susunannya mensyaratkan lain, maka Bab

25 meliputi

produk tambang, seperti garam, belerang dan batuan lainnya hanya dalam
keadaan mentah (crude), telah dicuci, hancur, hasil tumbuk, hasil gilingan atau
saringan.
Hasil pertambangan yang telah diolah secara lain, misalnya dimurnikan
sebagai bahan kimia anorganik masuk Bab 28, sedangkan apabila merupakan
hasil bentukan atau pahatan masuk Bab 68 dan kalau bahan tersebut merupakan
hasil pembakaran maka masuk Bab 69. Batu-batuan setengah permata atau
batu permata digolongkan pada Bab 71.
Bagian VI mencakup produk-produk kimia, baik yang berbentuk asal
(primary form) maupun produk-produk industri kimia seperti produk farmasi,
pupuk, sabun, kosmetik, cat, bahan peledak, dan lain-lain.
Bagian VII mencakup plastik dan produk dari plastik (bab 39) dan karet
dan produk dari karet (bab 40). Komoditi plastik, karet buatan serta barang dari
plastik dan karet buatan banyak diimpor Indonesia. Sesuai dengan kemajuan
teknologi, maka produk barang-barang tersebut semakin bervariasi dan
bertambah jenisnya. Karena kemajuan teknologi pembuatan barang, maka
pengenalan dan proses pengidentifikasi barang tersebut semakin sulit,
khususnya dalam rangka klasifikasi barang.

58

Bagian VII mencakup plastik/barang dari plastik serta karet/barang dari


karet. Bagian ini terdiri dari 2 bab, yaitu bab 39 (Plastik dan Barang Dari Plastik)
dan bab 40 (Karet dan Barang Dari Karet).
Struktur dalam Bab 39 secara garis besar adalah:
BAB 39

BAB 40

PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK

KARET DAN BARANG DARI


KARET

SUB-BAB 1
3901-3911: Polimer buatan

4001-4002 : Bahan karet

3912-3913: Polimer alami

4003

: Karet pugaran

3914

4004

: Sisa, reja

4005

: Coumpond

4006

:Tidak divulkanisasi

: Penukar ion

SUB-BAB II
3915

: Sisa, reja....

3916-3921: Barang setengah jadi

4007-40016: Barang setengah jadi

3922-3924: Barang jadi

4017

: Karet keras

Bagian VIII mencakup produk-produk tertentu yang berasal dari binatang


seperti jangat dan kulit (bab 41), barang dari kulit atau usus binatang (bab 42),
kulit berbulu, termasuk kulit berbulu imitasi (bab 43). Perlu dicatat bahwa pos
42.01 dan 42.02 juga mencakup produk-produk tertentu terbuat bukan dari kulit.
Bagian IX mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, seperti kayu dan
barang dari kayu (bab 44), gabus dan barang dari gabus (bab 45), dan barang
kerajinan tangan (bab 46).

Namun, beberapa produk seperti furniture

diklasifikasikan di bab lain (bab 94).


Bagian X juga masih mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, yaitu
pulp (bab 47), kertas, kertas karton dan barang terbuat daripadanya (bab 48),
dan produk industri percetakan (bab 49).
Bagian XI mencakup produk tekstil mulai dari sutera (bab 50) sampai
dengan pakaian dan permadani (bab 63). Bahan dasar tekstil adalah serat. Serat
bila diproses akan menjadi benang, kemudian dari benang menjadi kain atau
produk tekstil lainnya. Serat dapat berasal dari tumbuhan, hewani, mineral dan
buatan manusia. Serat dari tumbuhan atau disebut serat nabati, misalnya serat

59

kapas, flaks, rami, henneps, goni dan sisal. Serat yang berasal dari hewan
misalnya bulu domba atau bulu anak domba, bulu unta, bulu kelinci, bulu
kambing Angora (Mohair) dan sutera.
Serat buatan manusia atau man made fiber terbagi dua, yaitu serat
sintetik dan serat artificial (tiruan). Serat buatan adalah serat hasil industri kimia.
Untuk memahami ini lihat Catatan 1 Bab 54. Istilah sintetik digunakan dalam
hubungan bahan polimer seperti poliamida, poliester, poliurethan dan lainnya,
sedangkan serat tiruan digunakan dalam hubungan untuk bahan dari rayon
viskosa, asetat sellulosa, dan semacam itu.
Melalui data nomor benang, bisa dilihat besar atau kecilnya suatu benang.
Ada dua sistem yang dipakai dalam penomoran benang, yaitu:
1.

Sistem penomoran benang langsung (Direct Yarn Number)

2.

Sistem penomoran benang tidak langsung (Indirect Yarn Number)


Kain yang terbuat dari benang dengan cara tenun, dibuat dengan mesin

tenun melalui cara menyilangkan kelompok benang satu terhadap yang lain.
Benang tersebut biasa disebut sebagai lusi dan pakan, benang pakan kalau
dalam mesin rajut adalah yang bergerak menyilang benang lusi atau sesuai arah
lebar kain. Kain rajut dibuat dengan jalan menjeratkan benang satu dengan yang
lain atau pada benang itu sendiri, contohnya kaos, T shirt dan kain katun (lihat
Bab 60 tentang jenis kain ini).
Bagian XII mencakup produk alas kaki (bab 64), tutup kepala (bab 65),
payung, tongkat jalan, dll. (bab 66), juga produk-produk tertentu dari bulu, bunga
buatan, dan barang dari rambut manusia (bab 67).
Bagian XIII mencakup produk-produk yang diperoleh dari batu, gips,
plaster, semen, dll. (bab 68), keramik (bab 69), dan kaca/barang dari kaca (bab
70).
Bagian XIV mencakup hanya bab 71 yaitu mencakup mutiara dan batu
mulia, logam mulia, perhiasan, dan uang logam.
Bagian XV mencakup logam tidak mulia dan barang terbuat daripadanya.
Namun demikian bagian ini tidak mencakup barang dari logam dasar yang
termasuk dalam bab-bab di belakangnya (seperti mesin dan kendaraan).
Bagian XVI mencakup mesin, peralatan mekanik, dan peralatan listrik.
Bagian ini mempunyai pos dan sub-pos yang sangat besar dibandingkan dengan
bagian lainnya.
Bagian XVII mencakup kendaraan, pesawat terbang, dan alat transportasi

60

lainnya (kereta api, kapal laut, pesawat ruang angkasa, dll.).


Bagian XVIII mencakup perlatan optik, fotografi, sinematografi, ukuran,
kontrol, medis, atau bedah (bab 90), jam (bab 91), dan perlatan musik (bab 92).
Bagian XIX hanya terdiri dari bab 93 yang mencakup senjata dan amunisi.
Bagian XX mencakup furniture, lampu, perlengkapan penerangan, papan
nama iluminasi, dan bangunan prefabrikasi (bab 94), mainan, peralatan
permainan, dan peralatan olahraga (bab 95), dan bermacam-macam barang
hasil pabrik (bab 96).
Bagian XXI hanya terdiri dari bab 97 yang mencakup hasil karya seni,
barang kegemaran kaum pengumpul, dan barang antik.
2. Hubungan Antar Bab
Apabila kita mempelajari Bab demi Bab Harmonized System, akan kita
dapati bahwa terdapat keterkaitan antara bab tertentu dengan bab atau
beberapa bab lainnya. Hal ini dapat difahami mengingat antara bab satu dengan
bab lainnya kadang-kadang mencakup barang yang mengandung bahan yang
sama atau merupakan proses lebih lanjut dari barang dalam bab sebelumnya.
Selain itu, judul bab dalam HS sebagian besar bersifat umum.

Perlu

diingat bahwa judul bab bukan merupakan uraian yang bersifat mengikat secara
hukum. Dengan demikian dapat dimengerti apabila suatu barang yang sepintas
termasuk dalam suatu bab ternyata diklasifikasikan pada bab lain.
Sebagai contoh, di bawah ini disajikan gambaran keterkaitan antar bab
dalam HS:

Bab 1 mencakup antara lain binatang hidup.

Namun kuda hidup yang

digunakan dalam sirkus tidak klasifikasikan pada bab 1, melainkan pada bab
95 (pos 95.08).

Daging pada Bab 2 hanya

terhadap pengolahan terbatas seperti: segar,

dingin, diasap dan dipanggang. Produk yang dikemas dalam kedap udara
dan mengalami pengolahan lebih jauh selain pengolahan dari Bab 2 maka
diklasifikasikan pada bab 16.

Bab 6 meliputi semua tanaman hidup yang umumnya dimaksud untuk dijual
oleh tukang bibit atau yang bergerak dibidang hortikultura yang serasi untuk
ditanam atau dijadikan pajangan. Pada Bab 6 tidak termasuk benih, buah
atau buah berbonggol dan umbi-umbian tertentu. Sayuran atau buah yang
diawetkan dengan cuka atau dengan cara lain misalnya masuk Bab 20.

61

Kembang gula (sugar confectionery) diklasifikasikan pada bab 17. Tetapi


apabila

kembang

gula

tersebut

mengandung

kokoa,

maka

harus

diklasifikasikan olahan makanan mengandung kokoa pada bab 18 (pos


18.06).

Bahan kimia etilena diklasifikasikan pada Bab 29 (bahan kimia organik).


Namun apabila etilene terpolimerisasi menjadi polietilena dengan jumlah unit
monomer (n) 5 atau lebih, maka harus diklasifikasikan pada Bab 39 (plastik).

Barang dari plastik diklasifikasikan pada Bab 39. Bila sudah berbentuk
barang yang khusus dibuat untuk keperluan tertentu, barang tersebut
diklasifikasikan di bab-bab lain. Sebagai contoh, frame kacamata dari plastik (bab
90), kotak jam dari plastik (bab 91), furniture dari plastik (bab 94), dan
sebagainya.

Mesin dan peralatan mekanis diklasifikasikan pada bab 84 sedangkan mesin


dan peralatan listrik diklasifikasikan pada bab 85.

Namun demikian,

beberapa mesin dan peralatan tertentu tetap diklasifikasikan pada bab 84


meskipun elektrik, seperti mesin dengan motor listrik, mesin pada pos 84.03
(electric central heating boiler) dan pos 84.19 (wood dryer), dan beberapa
mesin lainnya.
Contoh-contoh di atas adalah sebagian kecil contoh keterkaitan antar bab
dalam HS.

Adalah tidak mungkin untuk menggambarkan dengan rinci

keterkaitan antas bab dalam diktat ini. Untuk mengetahui keterkaitan antara bab
satu dengan bab lainnya, kita dapat melihat di catatan bab maupun catatan
bagian. Untuk itu membaca catatan bab maupun catatan bagian merupakan
kewajiban sebelum kita mengklasifikasikan suatu barang pada pos tertentu.

62

B. Bab Pada BTKI


BAGIAN I
BINATANG HIDUP; PRODUK HEWANI
BAB
1. Binatang hidup
2. Daging & sisanya yang dapat dimakan
3. Ikan dan udang-udangan, binatang lunak dan binatang air lainnya yang tidak
bertulang belakang
4. Produk pabrik susu; telur unggas; madu alam; produk hewani yang dapat
dimakan, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain.
5. Produk hewani, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya

BAGIAN II
PRODUK NABATI
BAB
6. Pohon hidup dan tanaman lainnya; umbi akar dan yang semacam itu; bunga
potong dan daun untuk hiasan
7. Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan
8. Buah & buah berbatok yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk dan melon
9. Kopi, teh, mate dan rempah-rempah
10. Gandum-ganduman
11. Produk industri penggilingan ; malti ; pati; inulin ; gluten gandum.
12. Biji mengandung minyak dan buah mengandung minyak ; bermacam-macam
butir, biji dan buah; tanaman industri atau obat ; jerami dan makanan ternak.
13. Lak, getah, damar dan air, ekstrak nabati lainnya
14. Bahan nabati untuk anyam-anyaman; produk nabati tidak dirinci atau
termasuk pos lainnya

63

BAGIAN III
MINYAK DAN LEMAK HEWANI ATAU NABATI DAN
PRODUK DISOSIASINYA; LEMAK OLAHAN YANG DAPAT DIMAKAN;
MALAM HEWANI ATAU NABATI

Bab 15
(Judul Bab sama dengan Bagian)

BAGIAN IV
BAHAN MAKANAN OLAHAN; MINUMAN, MINUMAN KERAS
DAN CUKA, TEMBAKAU DAN TEMBA KAU PENGGANTI BUATAN
BAB
16. Olahan dari daging, dari ikan atau dari udang-udangan, binatang lunak atau
dari binatang air yang tidak bertulang belakang
17. Gula dan kembang gula
18. Kakao & olahan kakao
19. Olahan dari gandum-ganduman, tepung, pati atau susu; produk industri kue.
20. Olahan dari sayuran, buah, kacang atau bagian lain dari tanaman.
21. Bermacam-macam olahan yang dapat dimakan
22. Minuman, minuman keras dan cuka
23. Ampas, dan sisa dari industri makanan; olahan makanan hewan
24. Tembakau dan tembakau pengganti buatan.

BAGIAN V
PRODUK MINERAL
BAB
25. Garam; belerang; tanah dan batu; bahan plester; kapur dan semen.
26. Bijih logam, terak dan abu
27. Bahan bakar mineral, minyak mineral dan produk sulingannya; bahan mengandung
bitumen; malam mineral

64

BAGIAN VI
PRODUK INDUSTRI KIMIA DAN INDUSTRI YANG ADA
HUBUNGANNYA DENGAN INDUSTRI KIMIA
BAB
28. Bahan kimia anorganik; senyawa organik atau organik dari logam mulia, dari
logam tanah langka, dari unsur radio aktif dan dari isotop
29. Bahan kimia organik
30. Produk farmasi
31. Pupuk
32. Ekstrak bahan samak atau bahan celup; bahan samak dan turunannya; bahan
celup, pigmen dan bahan pewarna lainnya; cat dan vernis; dempul dan damar
lainnya; tinta
33. Minyak atsiri dan resinoida; wangi-wangian, kosmetika atau preparat pewangi
34. Sabun bahan organik penggiat permukaan, preparat pencuci, preparat pencuci,
preparat pelumas, malam tiruan, malam olahan, preparat pelumas atau
pembersih, lilin dan barang semacam itu, pasta untuk membuat model, malam
untuk mencetak gigi dan preparat untuk gigi dengan bahan dasar gips.
35. Zat albumina ; modifikasi pati ; perekat ; enzim
36. Bahan peledak; produk piroteknik; korek api; paduan piroforik; olahan tertentu
yang mudah terbakar
37. Barang fotografi atau sinematografi
38. Aneka produk kimia

BAGIAN VII
PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK;
KARET DAN BARANG DARI KARET
BAB
39. Plastik dan Barang dari plastik
40. Kulit dan Barang dari Kulit

65

BAGIAN VIII
JANGAT DAN KULIT MENTAH, KULIT SAMAK, KULIT BERBULU
DAN BARANGNYA; PELANA TERMASUK PERLENGKAPANNYA DAN
PAKAINAN KUDA; BARANG UNTUK BERPERGIAN, TAS TANGAN
DAN TEMPAT SIMPAN SEMACAMNYA; BARANG DARI USUS
(LAIN DARI USUS ULAT SUTERA)

BAB
41. Jangat dan kulit mentah (lain dari kulit berbulu) dan kulit samak
42. Barang dari kulit samak; pelana termasuk perlengkapan dan pakaian kuda;
barang untuk bepergian, tas tangan dan wadah yang semacam itu; barang
dari usus hewan (lain dari pada usus ulat sutera)
43. Kulit berbulu dan kulit berbulu tiruan

BAGIAN IX
KAYU DAN BARANG DARI KAYU; ARANG KAYU; GABUS
DAN BARANG DARI GABUS; BARANG DARI JERAMI, RUMPUT ESPARTO
ATAU DARI BAHAN ANYAMAN LAINNYA; KERANJANG
DAN BARANG ANYAMAN
BAB
44. Kayu dan barang dari kayu; arang kayu
45. Gabus dan barang dari gabus
46. Barang dari jerami, dari rumput esparto atau dari bahan anyaman lainnya;
keranjang dan barang anyaman

BAGIAN X
PULP DARI KAYU ATAU DARI BAHAN SELLULOSA
BERSERAT LAINNYA; KERTAS ATAU KERTAS KARTON
(BEKAS DAN SISA) YANG DIPEROLEH KEMBALI;
KERTAS DAN KERTAS KARTON DAN BARANGNYA
BAB
47. Pulp dari kayu atau dari bahan sellulosa berserat lainnya, kertas atau kertas
karton (bekas dan sisa) yang diperoleh
48. Kertas dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau kertas
karton
49. Barang cetakan, surat kabar, gambar dan produk lainnya dari industri

66

percetakan; naskah tulisan tangan, naskah ketikan dan rencana

BAGIAN XI
TEKSTIL DAN BARANG TEKSTIL
50. Sutera
51. Wool, bulu hewan halus atau kasar;
benang bulu kuda dan kain tenunan
52. Kapas
53. Serat tekstil dari nabati lainnya ;
benang kertas dan tenunan dari
benang kertas

BAB
56. Gumpalan, kain kempa dan bukan
tenunan; benang khsusu; benang
pintal, tali tambang dan kabel dan
barang-barangnya
57. Permadani dan tekstil penutup lantai
lainnya
58. Kain tenunan khusus; kain tekstil

54. Filamen buatan

berjumbai; renda; permadani; hiasan;

55. Serat staple buatan

sulaman
59. Kain tekstil diresapi, dilapisi, ditutupi
atau dibuat berlapis-lapis; barang
tekstil dari jenis yang cocok untuk
digunakan dalam industri
60. Kain rajutan atau kain kaitan

61. Barang dan perlengkapan pakaian, rajutan atau kaitan


62. Barang dan perlengkapan pakaian, tidak dirajut atau dikait
63. Barang tekstil sudah jadi lainnya, setelan; pakaian bekas dan barang tekstil bekas;
gombal

67

BAGIAN XII
ALAS KAKI, TUTUP KEPALA, PAYUNG, PAYUNG PANAS,
TONGKAT JALAN, TONGKAT DUDUK, CAMBUK, PECUT DAN
BAGIANNYA; BULU UNGGAS; OLAHAN DAN BARANGNYA;
BUNGA TIRUAN; BARANG DARI RAMBUT MANUSIA

BAB
64. Alas kaki, pelindung kaki dan yang semacam itu ; bagian dari barang semacam
65. Tutup kepala dan bagiannya
66. Payung, payung panas, tongkat jalan, tongkat duduk, cambuk, pecut dan
bagiannya
67. Bulu unggas dan bulu unggas olahan serta barang terbuat dari bulu unggas atau
bullu unggas tiruan; bunga tiruan; barang dari rambut manusia

BAGIAN XIII
BARANG DARI BATU, GIPS, SEMEN, ASBES, MIKA
ATAU DARI BAHAN SEMACAM ITU; PRODUK KERAMIK; KACA
DAN BARANG DARI KACA

BAB
68. Barang dari batu, gips, semen, asbes, mika atau bahan semacam itu
69. Produk keramik
70. Kaca dan barang dari kaca

68

BAGIAN XIV
MUTIARA ALAM DAN MUTIARA BUDIDAYA, BATU PERMATA
ATAU SEMI PERMATA, LOGAM MULIA, LOGAM MULIA KERAJANG
DAN BARANGNYA; PERHIASAN IMITASI; MATA UANG LOGAM
BAB
71
(Judul Bab sama dengan judul Bagian)

BAGIAN XV
LOGAM TIDAK MULIA DAN BARANG DARI LOGAM TIDAK MULIA

BAB
72. Besi dan baja

78. Timah hitam dan barang terbuat dari

73. Barang dari besi dan baja


74. Tembaga dan barang terbuat dari
tembaga

timah hitam
79. Seng dan barang terbuat dari seng
80. Timah dan barang terbuat dari timah

75. Nikel dan barang terbuat dari nikel


76. Aluminium dan barang terbuat dari

81. Logam tidak mulia lainnya; sermet;


barangnya

aluminium

82

83

Perkakas, peralatan, barang

Bermacam-macam barang

tajam,sendok

dari logam tidak mulia

dan garpu, dari logam tidak mulia;bagian


bagiannya dari logam tidak mulia

69

BAGIAN XVI
MESIN DAN PESAWAT MEKANIK; PERLENGKAPAN LISTRIK;
BAGIANNYA PESAWAT PEREKAM DAN PESAWAT REPRODUKSI SUARA,
PESAWAT PEREKAM ATAU REPRODUKSI SUARA DAN GAMBAR
UNTUK TELEVISI, DAN BAGIAN SERTA PERLENGKAPAN
DARI BARANG YANG SEMACAM ITU
BAB
84. Reaktor nuklir, ketel uap, mesin dan pesawat mekanik; bagiannya
85. Mesin dan alat listrik serta bagiannya; pesawat perekam dan pesawat reproduksi
suara, pesawat perekam dan reproduksi gambar dan suara untuk televisi, dan
bagian serta perlengkapan dari barang yang semacam itu

BAGIAN XVII
KENDARAAN, PESAWAT TERBANG, KENDARAAN AIR
DAN PERLENG KAPAN PENGANGKUTAN YANG BERKAITAN

BAB
86. Lokomotif kereta api atau trem, kendaran yang bergerak diatas rel dan bagiannya;
alat pemasang dan perlengkapan rel kereta api atau trem dan bagiannya;
perlengkapan isyarat lalu lintas mekanik dari segala jenis (termasuk elektronik)
87. Kendaraan selain yang begerak diatas rel kereta api atau trem, dan bagian serta
perlengkapannya
88. Kapal udara, pesawat ruang angkasa, serta bagiannya
89. Kapal, bahtera, dan bangunan terapung

70

BAGIAN XVIII
ALAT DAN APARAT OPTIK, POTOGRAFI, SINEMATOGRAFI, UKUR,
PENELITI, PRESISI, KEDOKTERAN DAN BEDAH; LONCENG
DAN ARLOJI; INSTRUMEN MUSIK;
BAGIAN DAN PERLENGKAPANNYA

BAB
90. Alat dan aparat optik, fotografi, sinematografi, ukur, peneliti, presisi, kedokteran
dan bedah; bagian dan perlengkapannya
91. Lonceng dan arloji dan bagiannya
92. Instrumen musik ; bagian dan perlengkapan dari barang seperti itu

BAGIAN XIX
SENJATA DAN AMUNISI; BAGIAN DAN KELENGKAPANNYA
BAB
93
(judul sama dengan judul Bagian)

BAGIAN XX
BERMACAM-MACAM BARANG HASIL PABRIK

BAB
94. Perabot rumah; kasur tempat tidur, kasur, lapik kasur, bantal dan
kelengkapannya; lampu dan perlengkapan penerangan, tidak dirinci atau
termasuk dalam pos manapun; isyarat iluminasi, papan nama iluminasi dan
semacam itu; bangunan prefabrikasi
95. Mainan, keperluan permainan dan keperluan olah raga; bagian dan
kelengkapannya
96. Bermacam-macam barang hasil pabrik lain

71

BAGIAN XXI
HASIL KARYA SENI, BARANG KEGEMARAN
KAUM PENGUMPUL DAN BARANG ANTIK

BAB
97
(Judul Bab sama dengan Bagian)

Cobalah memahami cara mengklasifikasi barang dengan terlebih dahulu


membaca dengan teliti dan membaca catatan-catatan, termasuk KUM HS,
Explanatory Notes, dan uraian pada pos, sub-pos, dan pos tarif yang berkaitan
dengan barang yang akan diklasifikasikan merupakan syarat mutlak yang harus
dilakukan agar klasifikasi yang dilakukan benar-benar akurat. Mengklasifikasi
barang tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar mencari satu pos tertentu
saja. Untuk beberapa hal cara seperti ini mungkin berhasil namun labih banyak
risiko kegagalannya. Tatacara mengklasifikasi harus diikuti dengan urut agar
benar-benar diperoleh hasil yang akurat.

RANGKUMAN 6

1. BTKI terdiri dari 21 Bagian, Bab 1 sampai dengan Bab 76, Bab77 kosong dan dari
Bab 77 sampai dengan Bab 98.
2. Barang dapat dikelompokan menjadi alam, kimia, tekstil, logam, mesin, kendaraan
dan terakhir adalah barang seni

LATIHAN 6

1. Bahan dan industry yang berkaitan dengan kimia dimasukan dalam Bagian dan Bab
berapa pada BTKI :
2. Barang tekstil dimasukan dalam Bagian dan Bab berapa dalam BTKI :
3. Barang seni umumnya diklasifikasikan pada Bagian dan Bab berapa dalam BTKI :
4. Sebutkan barang yang dianggap bukan sebagai bagian (part) walaupun kenyataannya
di jadikan bahan untuk perakitan sepeda motor apabila dalam pengimporannya
tersendiri :

72

PENUTUP

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat


secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi
perdagangan, pengangkutan dan statistik. Pada saat ini sistem pengklasifikasian
barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan dituangkan dalam
bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Kepabeanan
Indonesia (BTKI).
Dalam Harmonized System (HS), barang dikelompokkan dalam dalam 21
bagian

dan 96 bab (bab 77 sebagai persiapan masa mendatang).

Pengelompokan tersebut berdasarkan urutan tingkat pengerjaannya, yaitu bahan


baku (raw material), bahan yang tidak/belum dikerjakan (unworked products),
barang setengah jadi (semi-finished products), dan barang jadi (finished
products).
Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS)
merupakan bagian penting dalam BTKI dan pintu gerbang untuk memasuki
klasifikasi barang.
Langkah pertama dalam mengklasifikasi adalah mengetahui spesifikasi
barang yang akan diklasifikasikan. Keakuratan mengklasifikasi tergantung dari
keakuratan dalam mengidentifikasi barang. Pejabat Pemeriksa Bea dan Cukai
harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang
karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi yang pada akhirnya
menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang
harus dibayar sesuai Dokumen Pabean.

73

GLOSARIUM
1

BM
anti Bea masuk antidumping adalah bea masuk tambahan yang
dumping
dikenakan terhadap barang impor, dimana harga ekspor
dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya
(harga pasar domestic).

BTBMI

Buku

Tarif

Bea

pengklasifikasian

Masuk
yang

Indonesia.
diterapkan

Suatu
di

sistem

Indonesia

berdasarkan Peratuan Pemerintah Nomor 26 tahun 1988.


Buku Tarif Bea Masuk Indonesia merupakan merupakan
referensi praktis dalam penetapan besarnya tarif Bea
Masuk yang mulai diberlakukan di Indonesia mulai tanggal
1 Januari 1989 sampai dengan 31 Desember 2011
3

BTKI

Buku Tarif Kepabeanan Indonesia merupakan dasar


penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS dan
merupakan referensi praktis dalam penetapan besarnya
tarif Bea Masuk dan Bea Keluar yang mulai diberlakukan di
Indonesia mulai tanggal 1 Januari 2012

CCCN

Sistem Customs Cooperation Council


adalah organisasi pabean
dikenal

dengan

nama

Nomenclature

dunia yang yang sekarang

World

Customs

Organisation

(Organisasi Pabean Dunia)


5

HS

International

Convention

on

the

Harmonized

Commodity Description and Coding Sistem.


6

EN

Explanatory

Notes.

Catatan

penjelasan

dari

Harmonized System dan bukan merupakan bagian


yang integral dari HS. Explanatory Notes merupakan
interpretasi resmi (official interpretation) dari HS pada
level internasional dan merupakan pelengkap yang
sangat penting dari HS.

74

Klasifikasi
barang

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan


barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan

untuk mempermudah pentarifan transaksi


perdagangan, pengangkutan dan statistik
8

PTNI

Peraturan Tata Niaga Impor

75

DAFTAR PUSTAKA
1 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (2012).
Departemen Keuangan RI, Jakarta
2. Explanatory Notes, World Customs Organization, 2012
3. Harmonized System 2012 version, World Customs Organization,
4. Pengantar Klasifikasi Barang. (1995)
Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta
***

76

SOAL UNTUK LATIHAN

A. Pilihlah jawaban yang Saudara anggap paling benar dengan cara


memberi tanda silang pada huruf yang terdapat di depan jawaban
tersebut ( a, b, c atau d )

1. Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang nomor. 17 tahun 2006 yo Undang-Undang


nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan menjelaskan mengenai .
a. besarnya bea masuk

c. sistem klasifikasi barang

b. barang tertentu

d. sistem harga

2. The Harmonized Commodity Description and Coding System disingkat dengan


HS, diterbitkan oleh
a. WTO

c. CCC

b. WCO

d. CTI

3. Sistem penomoran dalam menentukan tarif dengan System HS berlaku di


Indonesia sejak
a. tanggal 1 Januari 1988

c. tanggal 1 Januari 2007

b. tanggal 1 Januari 1989

d. tanggal 1 Januari 2012

4. Isi BTKI sekarang ini memiliki Bagian dan Bab yang berlaku efektif adalah...
a. 21 Bagian dan 97 Bab

c. 21 Bagian dan 99 Bab

b. 21 Bagian dan 96 Bab

d. 21 Bagian dan 98 Bab

5. Ketentuan Umum Untuk menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) saat


ini terdiri dari...
a. 4 buah

c. 6 buah

b. 5 buah

d. 7 buah

6. Kode nomor sesuai Bagian dalam BTKI tercantum pada...


a. digit ke-1 dan ke-2

c. digit ke 5 dan ke-6

b. digit ke-3 dan ke-4

d. Jawaban tidak ada yang

benar

77

7. Suatu Kode nomor untuk ASEAN atau AHTN dalam sistem penomoran BTKI
tercantum pada...
a. digit ke-1 dan ke-2

c. Digit ke -7 dan ke-8

b. digit ke-3 dan ke-4

d. Digit ke-9 dan ke-10

8. Lajur yang baru pada BTKI adalah


a. bea keluar

c. lartas

b. bea masuk

d. PPnBM

9. Catatan yang memberikan rincian contoh barang

tertentu yang harus

diklasifikasikan kedalam heading tertentu dalam satu bab disebut catatan


a. Illustratif

c. definitif

b. eksklusif

d. penjelasan

10. Dalam Bab 30 tercantum catatan bahwa sabun mengandung tambahan obat
harus diklasifikasikan pada Pos 34.01. Jenis catatan tersebut termasuk
jenis ......
a. catatan eksklusif

c. catatan definitif

b. catatan illustrtatif

d. catatan penjelasan

11. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi HS. No 1 mengandung arti...


a. Judul bagian mengikat
b. Judul bab mengikat
c. uraian barang tidak mengikat
d. catatan mengikat

12. Suatu gantungan kunci yang terdiri dari: ring baja diameter 4 cm, sebagai
pengikat anak kunci, rantai baja sepanjang 6 cm dan sebuah hiasan dari
plastik berbentuk hati diameter 3 cm harus diklasifikasikan sebagai ring
menurut KUM HS............

78

a. nomor 3 a

c. nomor 3 c

b. nomor 3 b

d. nomor 4

13. Kasus yang dapat diselesaikan menurut Ketentuan Uimum Untuk


Mengintrepertasi HS nomor 2 b adalah....
a. susu ditambah sedikit vitamin

c. sepeda hanya rangka

b. susu basi

d. mobil tidak ada ban

14. Suatu barang yang pengklasifikasiannya dapat diselesaikan dengan


Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi HS

nomor 2a adalah apabila

mobil dalam keadaan


a. hanya ada chasisnya

c. tidak dicat

b. banyak variasi

d. hanya ban saja

15. Suatu barang yang pengklasifikasiannya dapat diselesaikan dengan


Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi HS nomor 3 a yaitu terhadap
kasus
a. karpet mobil pada bab 87

c. Sepeda ada variasinya

b. karpet mobil pada bab 57

d. Sepeda hanya bannya

16. Satu set spagheti yang terdiri: mie, saus tomat, saus cabe dan kecap harus
diklasifikasikan pada suatu komponen yang paling dominan yaitu pada pos
19.02 menurut KUM HS...
a. nomor 2a

c. nomor 3a

b. nomor 2b

d. nomor 3b

17. Suatu barang yang pengklasifikasiannya dapat diselesaikan dengan


Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi HS nomor 3c adalah apabila
barang van belt yang diimpor memiliki
a. plastik dan karet sama tebal

c. plastik semuanya

b. plastik dan karet beda tebal

d. karet semuanya

18. Suatu barang yang pengklasifikasiannya dapat diselesaikan dengan


Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi HS nomor 4 adalah apabila
barang yang diimpor...
a. baru

c. ada uraian dalam HS

b. lama

d. tidak ada uraian dalam HS

19. Tabung gas LPG berisi gas petroleum yang dicairkan, harus diklasifikasikan
dalam...

79

a. satu pos tarif

c. sesuai KUM HS 5a

b. dua pos tarif

d. tidak sesuai KUM HS 5b

20. Apabila terdapat keragu-raguan dalam menginterpretasi istilah teknis suatu


barang berkaitan dengan uraian barang pada 10 digit BTKI 2012 yang dua
digit terakhirnya 10 (misal: 0301.11.95.10 ikan arwana merah) maka yang
mengikat adalah
a. Uraian barang dalam Bahasa Indonesia
b. Uraian barang dalam Bahasa Inggris
c. Uraian barang dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
d. Uraian barang sesuai teks asli

80

B. Latihan membuat nota penelitian klasifikasi barang


Jawablah pertanyaan dibawah ini

dengan

singkat dan benar

(menggunakan format Nota Penelitian Klasifikasi Barang, yaitu: 1) Nama dan


jenis barang, 2) Alasan klasifikasi, dan 3) Uraian Klasifikasi yang terdiri Bab, Pos,
Sub Pos dan Pos tarif (bila lengkap) dan ; 4) Kesimpulan.

1. Telur Kaviar dalam keadaan beku dikemas dalam kaleng kedap udara 250 gr
2. Biji jagung manis (sweet corn) dalam keadaan utuh dan kering untuk benih
3. Hamburger mengandung (dalam persentase berat): roti 52 %, daging sapi
goreng 22 %, sayuran 21 % dan lainnya 5 %
4. Tempe dalam kemasan kedap udara berat 500 gr
5. Minyak pelumas cair mengandung bahan dari minyak bumi 80 % digunakan
untuk mesin mobil, dalam kemasan kaleng 1 liter
6. Sabun mandi merk: ASEPSO mengandung obat anti kuman dalam bentuk
padat ukuran 2x4x6cm (medicated soap)
7. Brosur (dominan kata dibanding gambar) berupa katalog lembaran lepas
ukuran A4 untuk promosi sebuah motor buatan Jepang.
8. Dasi kupu-kupu dari sutera dicetak batik
9. Cincin dari emas dengan berat 7 gram
10. Rantai pemutar dari baja keras, ukuran panjang 80 cm untuk sepeda motor
Honda Tiger 200
11. Facsimile berwarna yang mampu mencetak dan poto copy serta memiliki
kemampuan disambung dengan komputer
12. Untuk melindungi data pada sistem komputer pada saat listrik padam secara
tiba-tiba, maka diimpor sebuah alat yang bernama: uninteruptable power
supply (UPS) merk: Ginja, Volt: 220. buatan Jepang.
13. Sabuk pengaman (safety seat belts) dari kain tekstil digunakan untuk
kendaraan bermotor jenis sedan mesin cetus api
14. Sebuah stabilizer otomatis (Automatic Voltage Regulator) untuk tegangan
listrik 220 Volt dan daya 1500 watt. Alat ini digunakan untuk menstabilkan
tegangan listrik yang turun naik secara otomatis.
15. Korek api pemantik untuk di saku dalam bentuk kotak dari baja dilapisi emas
18 karat, dengan gas dapat diisi ulang.
***

81

LAMPIRAN I. Struktur Bagian dan Bab pada BTKI

82

BIODATA PENULIS
Nama
Alamat korespondensi
Unit Instansi
Keuangan
Telp./Faks
HP
E-mail

: Adang Karyana S
: Jalan Sumatera B 87 Jatibening Indah Bekasi
: Pusdiklat Bea dan Cukai BPPK. Kementrian
: 021.4897123
: 08129578520
: adangkaryana.s@gmail.com

Riwayat Pendidikan
Tahun
Lulus
S-1

Perguruan Tinggi

Bidang Spesialisasi

Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil


Bandung

Kimia Analis Tekstil

Nama mata kuliah yang diasuh


No
1
2
3

Nama Mata Kuliah


Pengetahuan dan Identifikasi Barang
Klasifikasi Barang
Pengembangan Kepribadian

Pengalaman publikasi di berkala ilmiah 5 tahun terakhir


Nama
Kajian
Akademis
BPPK
Kajian
Akademis
BPPK

Tahun
terbit
2011

Judul
artikel
Precursor

2012

Green
Customs

Nama
berkala
-

Volume dan
halaman
150

205

Status
akreditasi

Pengalaman penerbitan buku 10 tahun terakhir


Judul Buku
1. Teknik Klasifikasi Barang

Tahun
2012

Penerbit
Widya Bhakti

ISBN
---

Jakarta, 1 Agustus 2013

Adang Karyana S

83

Anda mungkin juga menyukai