Anda di halaman 1dari 95

Pendahuluan

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Di Indonesia tugas untuk memungut dan mengamankan penerimaan negara
dari sektor impor atau ekspor menjadi tugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kegiatan lalu lintas barang impor atau ekspor dapat dijadikan alasan bagi suatu
negara untuk memungut bea dan pajak untuk kepentingan kas negara. Untuk
memudahkan penetapan tarif atas barang impor , barang harus diklasifikasi dalam
satu sistem klasfikasi barang , dimana jenis barang yang ada di dunia ini disusun dan
dikelompokkan secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan
perdagangan.
Sistem klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang
dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan
perdagangan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas mengawasi
pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari wilayah negara Republik Indonesia.
Oleh karena itu setiap pegawai Bea dan Cukai seyogyanya mengetahui jenis dan
jumlah setiap barang yang masuk maupun keluar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia

B. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari bahan ajar ini,
para Mahasiswa mampu mengklasifikasi
berbagai jenis barang berdasarkan Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia dengan benar.

C. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari bahan ajar ini para Mahasiswa mampu:
1. menjelaskan Harmonized System
2. menjelaskan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia
3. menjelaskan Asean Harmonized Tariff Nomenclature

1
Pendahuluan

4. menjelaskan pengelompokan barang berdasarkan Harmonized System


5. menjelaskan jenis catatan dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia
6. menjelaskan dan menerapkan Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi
Harmonized System dalam mengklasifikasi barang
7. menerapkan tahapan dalam mengklasifikasi Barang
8. membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang
9. menjelaskan catatan penting dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

2
Harmonized System

KEGIATAN BELAJAR I
HARMONIZED SYSTEM

A. Tujuan Intruksional Khusus


Setelah mempelajari Bab 1 bahan ajar
ini, para Mahasiswa mampu menjelaskan:
1. sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia
2. alasan penggunaan
3. tujuan Harmonized System
4. publikasi pelengkap Harmonized System
5. sistem pengkodean

B. Uraian
Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat
secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan, transaksi
perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-
undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang no. 17 tahun 2006, penetapan klasifikasi barang diatur
lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di
Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu
daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

1. Sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia


Sebelum diberlakukannya Harmonized System, Indonesia telah
menggunakan beberapa sistem klasifikasi untuk barang impor, yaitu:
a. Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan
Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972.
b. Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.

I.1
Harmonized System

c. Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan
penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada
tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980.
d. Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem
pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini
terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit
menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai
diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985.
e. Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan penyempurnaan
dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 April
1987 sampai dengan 31 desember 1988.
f. Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di Indonesia
berdasarkan PP No. 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari
1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1989. Selanjutnya mulai
1 januari 1996 menggunakan BTBMI dengan HS versi 1996, mulai tanggal 1
Mei 2003 menggunakan BTBMI dengan HS versi 2002 dan BTBMI 2004
berdasarkan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature dengan HS tetap versi
2002. Saat ini menggunakan HS versi 2007 mulai 1 Januari tahun 2007

2. Alasan Penggunaan
Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang
dikenal dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia) telah
membentuk suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu
nomenklatur klasifikasi barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean,
tetapi juga digunakan untuk kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan
negosiasi perdagangan.
Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu
nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang
dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih
dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan
hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi yang
dikenal dengan nama Konvensi HS.

I.2
Harmonized System

Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian


besar adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia telah
meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi HS
dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi pada tahun
1993, sebenarnya Indonesia telah menggunakan BTBMI berdasarkan HS sejak
tanggal 1 Januari 1989.

3. Tujuan Harmonized System


Adanya perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia,
mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi,
perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. Menyadari
hal yang demikian WCO pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS yang mulai
berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan tujuan:
a. Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat
secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.
b. Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik perdagangan
dunia, dan;
c. Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen
jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan seperti tarif
pengangkutan, keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.
d. Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan
perhatian kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola
perdagangan Internasional.
Mengapa HS dijadikan dasar klasifikasi secara internasional? Ada beberapa
keuntungan yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai pedoman
klasifikasi barang, yaitu:
a. HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang
diperdagangkan secara internasional.
b. HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara
internasional.
c. Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah dimengerti
oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.

I.3
Harmonized System

d. Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi yang
benar dan sama untuk keperluan negosiasi.
e. Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga dapat
digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan internasional.

HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standard klasifikasi barang dan


sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan
oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan, misalnya:
a. World Customs Organization (WCO).
b. The International Chamber or Shipping (ICS).
c. The International Air Transport Association (IATA).
d. The International Union Railway (IUR).
e. The Standard International Trade Classificatioan (SITC)

4. Publikasi Pelengkap HS
Harmonized System mempunyai beberapa publikasi pelengkap yang
digunakan untuk lebih mempermudah klasifikasi barang. Publikasi-publikasi tersebut
juga diterbitkan oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:

a. The Explanatory Notes to the Harmonized System (EN)


Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS, namun
sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan interpretasi resmi
(official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan pelengkap
yang sangat penting dari HS.
Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk mendapatkan
interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya Explanatory Notes ini, sebagian
anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang berkekuatan hukum. Seiring
perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami perubahan
(amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS. Untuk itu membaca
Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan konteksnya dalam HS.
Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi keempat (tahun
2007) yang terdiri dari lima volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 – 28), Volume 2 (Bab 29- 43),
Volume 3 (Bab 44 – 70), Volume 4 (Bab 71 – 84) dan Volume 5 (Bab 85 – 97).

I.4
Harmonized System

b. The Alphabetical Index


Untuk mempermudah mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos atau
sub-sub pos dalam nomenklatur HS atau Explanatory Notes, WCO juga menerbitkan
buku indeks yang dikenal dengan nama the Alphabetical Index. Alphabetical Index
terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A – L) dan Volume II (M – Z).

c. Publikasi
Publikasi lain yang merupakan pelengkap HS adalah the Compendium of
Classification Opinions, the Harmonized System Commodity Data Base (dalam
bentuk CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion, the Training Modules, dan
Correlation Tables.

5. Sistem Pengkodean
Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar,
yaitu:
a. Multipurpose nomenclature
HS yang mempunyai 6 digit penggolongan, dirancang tidak hanya untuk
keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam
bidang lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, 5egara5ic, dan
sebagainya. Masing-masing negara penandatangan konvensi (contracting party)
dapat mengembangkan penggolongan 6-digit tersebut menjadi kelompok yang lebih
spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan industrinya. Dengan tetap
berdasar kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai kesatuan persepsi tentang
pengklasifikasian suatu barang.

b. Structured nomenclature
HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan
1.241 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan Ketentuan
Umum Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos,
merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan seragam. Ada tiga
Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab 77, 98, dan 99.
Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang, sedangkan Bab 98 dan

I.5
Harmonized System

99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-masing contracting party,


misalnya untuk barang pos atau peralatan pelayaran. Indonesia juga menggunakan
Bab 98 untuk keperluan ekspor barang tertentu yang pada bulan April 1999 dicabut
kembali.
Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga
bagian utama atau integral, yaitu:
1) Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General Rules
for the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized
System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus dipahami sebelum
melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang menggunakan HS. KUM
HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam mengklasifikasi barang.
Mengingat pentingnya memahami KUM HS, bagian ini akan dibahas tersendiri.
2) Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.
3) Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.

HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode


nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem
penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-
digit) dengan penjelasan sebagai berikut:

01 01 10
__ Bab (Chapter) 1
_______ Pos (Heading) 01. 01
______________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 10

1) Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu
diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada Bab
1.
2) Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab. Pada
contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.01.
3) Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh di
atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0101.10.
Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10

I.6
Harmonized System

digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam
HS. Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan
berikutnya.

C. Rangkuman
a. Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat
secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi
perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2
Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995 sebagaimanan
telah diubah dengan Undang-undang no. 17 tahun 2006. Pada saat ini
sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized
System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan
sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.
b. Perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia, mengakibatkan
timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi, perkembangan
masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. WCO meluncurkan
HS yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988. HS
menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang.
c. Kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara
sistematis. Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem
penomoran 10 digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut
dari sub-sub pos dalam HS.

D. Latihan 1

I.7
Harmonized System

Pertanyaan Jawaban
1. Apa yang dimaksud dengan Harmonized 1.
System ?
2. Landasan hukum penggunaan Harmonized 2.
System sebagai dasar Sistem
pengklasifikasian pada BTBMI
3. Apa tujuan Harmonized System 3.
4. Bagaimana sistem penomoran Harmonized 4.
System ?
5. Sebutkan bahan publikasi yang merupakan 5.
pelengkap HS ?

I.8
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

KEGIATAN BELAJAR II
BUKU TARIF BEA MASUK INDONESIA

A. Tujuan Instruksional
Setelah mempelajari bab II, para
Mahasiswa mampu menjelaskan:
1. dasar hukum penggunaan
2. struktur
3. kode penomoran dan pentakikan Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia

B. Uraian

1. Dasar Hukum
Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah
berhasil membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang Kepabeanan, yang
kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan saat ini telah diamandemend dengan UU no. 17 tahun 2006 . Pasal 14
ayat (1) Undang-Undang ini menyebutkan bahwa “Untuk penetapan tarif Bea Masuk,
dan Bea Keluar barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang”.
Selanjutnya berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang tersebut, penetapan
klasifikasi barang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Pengaturan lebih lanjut penentuan klasifikasi barang dilakukan dengan
memperhatikan:
a. Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia dipasar Internasional.
b. Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri.
c. Pengurangan hambatan dalam perdagangan Internasional guna mendukung
terciptanya perdagangan bebas.

II.1
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

d. Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.


Atas dasar pertimbangan di atas, Pemerintah menerbitkan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni
1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk
Atas Barang Impor. Dalam Pasal 1 Keputusan ini disebutkan “Untuk penetapan tarif
Bea Masuk, barang barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 1993 tentang Pengesahan International Convention The Harmonized
Commodity Description and Coding System beserta protocol-nya”.
Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang
sebelumnya dikenal dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal 30
April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta yang
aktif dalam kegiatan WCO dan telah banyak menarik manfaat dari organisasi ini.
Berbagai bantuan teknis dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan sistem
dan prosedur kepabeanan Internasional, telah diterima oleh Indonesia.
Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993,
Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the
Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. Sebagai tindak lanjutnya ,
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994 tanggal 16
Maret 1994 telah ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994 , struktur Klasifikasi
barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu kepada sistem
klasifikasi dari HS Convention.
Berdasarkan Artikel XVI HS Convention, World Customs Organization telah
mengesahkan amandemen lampiran konvensi, yang semula mempergunakan HS
versi 1992, menjadi “HS versi 1996”.
Menindaklanjuti adanya amandemen HS 1996 tersebut, Pemerintah pada
tanggal 29 Desember 1995 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 639/KMK. 01/1995 yang merupakan:
a. Dasar penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS versi 1996.
b. Dasar penetapan besarnya tarif bea masuk (bea masuk tambahan dilebur
bersama bea masuk) untuk barang bersangkutan.
c. Penyempurnan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Perubahan dan Tambahan atas

II.2
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1969 tentang


Pembebasan atas Impor dan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 47 Tahun 1986 tentang Bea Masuk Tambahan Atas Barang
Impor.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.01/1995 di atas selanjutnya
dijabarkan dalam bentuk penerbitan BTBMI edisi tahun 1996. Hingga saat ini BTBMI
1996 dimaksud telah beberapa kali diubah atau direvisi sesuai dengan
perkembangan kebijaksanaan nasional. BTBMI terakhir dengan BTBMI tahun 2007
menggunakan HS versi 2007 berdasarkan AHTN.

2. Struktur
Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang
Harmonized System. Sekarang kta akan mempelajari tentang BTBMI. BTBMI
adalah buku tarif bea masuk yang digunakan di Indonesia semenjak 1989 yaitu,
beberapa tahun sebelum Indonesia meratifikasi HS Convention dan saat ini yang
berlaku adalah BTBMI 2007 berdasarkan AHTN.
BTBMI tidak lain adalah HS yang dimodifikasi atau dijabarkan lebih lanjut
untuk digunakan dalam pentarifan dan penanganan barang impor ke Indonesia.
BTBMI mempunyai struktur sebagai berikut:

a. Kolom:

1) Kolom pertama adalah kolom “Pos/Subpos/Pos Tarif” yang mencantumkan


nomor pos/subpos sebagai berikut :

a) 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized System-
World Customs Organization (HS-WCO);
b) 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN;
c) 10 (sepuluh) digit merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa
Indonesia, kecuali:
(1) yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8711.10.11.00 ) berasal dari teks
AHTN;
(2) yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8713.10.00.00) berasal dari
teks HS – WCO.

II.3
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

(3) 4 (empat), 6 (enam) dan 10 (sepuluh) digit pada bab 98 merupakan teks
berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia.

2) Kolom kedua adalah kolom “Uraian Barang” dalam bahasa Indonesia yang
disusun dengan pola sebagai berikut:

a) Uraian barang pada pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan terjemahan
dari teks HS-WCO;
b) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan terjemahan dari teks
AHTN;
c) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan teks berasal dari
uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali : yang 2 digit terakhirnya 00 (
misalnya 8708.99.11.00 berasal dari teks AHTN; yang 4 digit terakhirnya
00.00 ( misalnya 8713.10.00.00) berasal dari teks HS – WCO.
d) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian
barang dalam bahasa Indonesia.

3) Kolom ketiga adalah kolom “Description of Goods” dalam bahasa Inggris yang
disusun dengan pola sebagai berikut :

a) Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS-WCO
dalam bahasa Inggris;
b) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN dalam
bahasa Inggris;
c) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan terjemahan dari
teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali :
(1) yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) merupakan teks
AHTN;
(2) yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) merupakan teks
asli
d) HS – WCO.
e) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian
barang dalam bahasa Indonesia.

II.4
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

4) Kolom keempat adalah kolom “Bea Masuk Umum” yang mencantumkan


pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.01/2003
tanggal 18 Desember 2003;

5) Kolom kelima adalah kolom “Bea Masuk CEPT” yang mencantumkan


pembebanan tarif bea masuk yang berlaku untuk impor barang dari negara-
negara ASEAN dalam rangka Skema CEPT berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 546/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember
2003;

6) Kolom keenam adalah kolom “PPN” yang mencantumkan pembebanan tarif PPN
berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;

7) Kolom ketujuh adalah kolom “PPnBM” yang mencantumkan pembebanan tarif


PPnBM yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000 sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari 2003 dan Nomor
355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003;

8) Kolom kedelapan adalah kolom “Larangan/Pembatasan” yang mencantumkan


ketentuan larangan atau pembatasan barang impor berdasarkan Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/KEP/7/1997
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 62/MPP/KEP/02/2001 dan tata niaga impor dan peredaran
bahan berbahaya tertentu ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254/MPP/KEP/7/2000, serta ketentuan
instansi teknis lainnya;

9) Kolom kesembilan adalah kolom “Keterangan” yang disediakan untuk


mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain
yang belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.

a) Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk
hal-hal sebagai berikut:

II.5
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

(1) Tanda strip (-) pada kolom Bea Masuk CEPT berarti komoditi pada pos
tarif bersangkutan tidak termasuk dalam skema CEPT;
(2) Tanda strip (-) pada kolom PPN atau PPnBM berarti komoditi pada pos
tariff bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM.

b) Pencantuman tanda asterisk (*) pada kolom pembebanan tarif ditujukan


untuk hal-hal sebagai berikut:

(1) Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “Bea Masuk Umum”
berarti pembebanan impornya mengikuti tarif pada pos tarif 87.01 sampai
dengan 87.05;
(2) Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “PPN”, “PPnBM” dan
“Larangan/Pembatasan” berarti pengenaan PPN, PPnBM dan
pemberlakuan ketentuan larangan/pembatasan berlaku hanya terhadap
sebagian jenis barang atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif
bersangkutan;

c) Catatan Penjelasan Tambahan (SEN) merupakan pedoman dalam


menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang yang tercantum
dalam Subpos pos tarif tertentu. Apabila terdapat keraguan dalam
menginterpretasikan teks yang tercantum dalam Catatan Penjelasan
Tambahan (SEN), maka yang mengikat secara hukum adalah teks asli SEN
dalam bahasa Inggris. Nomor Pos tarif (10-digit) dan uraiannya, besarnya
BM, PPN, dan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. PTNI (Peraturan
Tata Niaga Impor) ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Perlu diingat bahwa selain BM yang tercantum dalam BTBMI, terdapat juga
BM Anti Dumping yang ditetapkan tersendiri oleh Menteri Keuangan. Bea
Masuk Anti Dumping berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 April 1996
berlandaskan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 dan Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sesuai pasal 18, 19 dan 20.

3. Kode Penomoran dan Pentakikan


a. Sistem Penomoran

II.6
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan


susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS, 2 digit selanjutnya mengacu
kepada AHTN dan 2 digit terakhir adalah pecahan pos system nasional. Untuk
memahami system penomoran tersebut, perhatikan contoh berikut:

0705.11.00.00 Selada kubis (selada bongkahan)


1) Dua digit pertama (07) menunjukkan Bab.
Bab 07 : Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan.
2) Empat digit pertama (0705) menunjukkan Pos.
Pos 07.05: Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau
dingin.
3) Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan Sub-pos yaitu selada.
Sub-pos 0705.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19:
0705.10: - Selada
4) Sepuluh digit pertama (0705.11.00.00) menunjukkan Pos Tarif
0705.19.00.00 : - - Lain-lain)

b. Sistem Takik
Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga menggunakan sistem
takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang, dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Pos (4-digit) tidak diberi takik.
2) Penggunaan satu takik (-) dimulai pada uraian Sub-pos (6-digit).
3) Bila uraian pada butir b dipecah, digunakan dua takik (- -).
4) Bila uraian pada butir c dipecah lagi, digunakan tiga takik (- - -), demikian
seterusnya sehingga diperoleh pengelompokan barang yang lebih rinci.
Di bawah ini disajikan contoh sistem takik dengan menggunakan contoh yang
sudah ada (pos tarif 0705.11.000):

07.05 Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau dingin).
0705.10 - Selada
Ingat, dalam HS/BTBMI sub-pos 0705.10 tidak dicantumkan karena sub-pos tersebut
dipecah lagi menjadi sub-pos 0705.11 dan 0705 19.

II.7
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

0705.11.00.00 -- Selada kubis (selada bongkolan).


Apabila pos tarif 0705.11 dipecah lagi menjadi pos tarif yang lebih rinci, khusus
untuk negara Indonesia, maka digunakan pemecahan menggunakan tiga takik pada
digit 9 dan 10, misalnya:
0705.11.00.10 - - - Segar
0705.11.00.20 - - - Dingin
Namun apabila ASEAN misalnya akan membagi dari subpos 0705.11. maka:
0705.11.10.00 - - - Segar
0705.11.20.00 - - - Dingin
Perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang nomor sub-pos atau pos tarif yang dipecah
lebih lanjut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam BTBMI, contoh:
1) sub-pos 0705.10, dalam BTBMI tidak dicantumkan (hanya dicantumkan uraian
barangnya yaitu: - selada) karena sub-pos tersebut dipecah lebih lanjut menjadi
0705.11 dan 0705.19.
2) Dalam HS/BTBMI hanya ada dua jenis barang, yaitu barang tertentu dan lain-
lain. Kedua jenis barang tersebut dapat dipecah kembali lagi menjadi dua
kelompok di atas (barang tertentu dan lain-lain) yang lebih spesifik.
3) Setiap kelompok barang di atas (baik dalam pos, sub-pos, maupun pos tarif)
dibagi atau dirinci dengan dua cara, yaitu barang tertentu A - barang tertentu B
atau barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).
Contoh:
Barang tertentu A - barang tertentu B :
Pos 07.07 (Ketimun dan ketimun acar, segar atau dingin) dibagi menjadi ketimun
dan ketimun acar saja. Barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).
Pos 07.01 (Kentang, segar atau dingin) dibagi menjadi bibit dan lain-lain.
4) Bila pos dipecah menjadi sub-sub pos, perhatikan digit kelima dan keenam.
Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, 30, ..., 80.
Pemecahan pos tarif (10-digit) juga mengikuti pola di atas. Mari kita lihat contoh
berikut:
39.01 -Polimer dari etilena, dalam bentuk asal.
3901.10 - Polietilena berat jenis kurang dari 0,94:
3901.10.30.00 - Dalam bentuk cair atau pasta
3901.10.90 - Lain-lain

II.8
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

3901.10.90.10 - Butiran
3901.10.90.90 - Lain-lain
3901.20.00.00 - Polietilena dengan berat jenis 0,94 atau lebih

Untuk pemecahan pos tarif, perhatikan dua digit terakhir.


5) Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, ..., 30;
6) Barang lainnya (lain-lain) diberi kode 90.
7) Bila kode 10 dipecah lagi menjadi lebih rinci, digunakan digit kesembilan, yaitu
menjadi 11, 12, ..., 19.
8) Demikian juga kode 90 bila dipecah menjadi 91, 92, ..., 99.

4. Arti kata “lain-lain”


Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata “Lain-lain”, berfungsi untuk
menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya. Kata
“lain-lain” terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional
Untuk dapat memahami arti kata “Lain-lain” , perhatikan hal-hal berikut ini:
a. bandingkan kelompok barang “lain-lain” dimaksud dengan kelompok barang yang
setara.
b. apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada bab, bandingkan dengan uraian
barang pada bab-bab terdahulu.
c. apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos, bandingkan dengan uraian
barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama.
d. apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada sub-pos, bandingkan dengan
uraian barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama.
e. apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan
uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub-pos yang sama.
Metode di atas dapat difahami dengan lebih mudah apabila kita dapat
menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas kelompok
barang mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain barang lain-lain yang
ingin kita ketahui.
Di bawah ini disajikan mengetahui kelompok barang yang termasuk lain-lain
dengan menggunakan metode diagram pohon dengan contoh sebagai berikut:
A A1

II.9
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

A2

Lain-lain (1) B1
B2
Lain-lain (2) C1
C2
Lain-lain (3)

a. Barang A dibagi menjadi barang A1, A2, dan Lain-lain (1);


b. Barang Lain-lain (1) dibagi menjadi barang B1, B2, dan Lain-lain (2).
c. Barang Lain-lain (2) dibagi menjadi barang C1, C2, dan Lain-lain (3).

Cara membaca:
a. Lain-lain (3): barang selain C1 dan C2, yang termasuk dalam Lain-lain (2).
b. Lain-lain (2): barang selain B1 dan B2, yang termasuk dalam Lain-lain (1).
c. Lain-lain (1): barang selain A1 dan A2, yang termasuk dalam barang A.
Jadi, Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan A2,
selain B1 dan B2, selain C1 dan C2. Lain-lain (2) adalah termasuk kelompok barang
A selain A1 dan A2, selain B1 dan B2. Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok
barang A selain A1 dan A2.
Dengan sedikit latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain
tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti. Dalam diktat ini pengertian lain-lain
dibatasi pemahamannya sebatas berkaitan dengan uraian jenis barang pada judul
Bab, Pos, Sub-pos maupun Pos tarif nasional, tanpa dikaitkan dengan catatan
Bagian, catatan Bab, maupun catatan Sub-pos.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh pengertian kata lain-lain yang terdapat dalam
BTBMI:
a. Judul Bab
Bab 63: Barang tekstil sudah jadi lainnya ....
Secara singkat makna kata lainnya berfungsi untuk menampung barang tekstil
sudah jadi yang belum disebutkan pada bab-bab sebelumnya dalam Bagian XI.
Secara lebih rinci judul bab tersebut dapat diuraikan menjadi “Tekstil dan
barang tekstil, selain yang telah disebutkan pada Bab 50 sampai dengan

II.10
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

Bab 62”.
b. Judul Pos
Pos 01.06: Binatang hidup lainnya.
Kata lainnya dalam pos ini berfungsi untuk menampung binatang hidup yang
belum disebutkan pada pos-pos sebelumnya. Secara lebih rinci uraian pos
tersebut dapat diuraikan menjadi:
Binatang hidup,
1) selain kuda, keledai, bagal dan hinnies, selain binatang sejenis lembu, selain
babi
2) selain biri-biri dan kambing
3) selain unggas dari jenis: ayam spesies Gallus domesticus, bebek, kalkun dan
ayam mutiara
c. Judul Sub Pos
Sub-pos 0102.90 : - Lain-lain
Kata lain-lain dalam sub-pos ini berfungsi untuk menampung binatang sejenis
lembu, hidup yang belum disebutkan pada sub-sub pos sebelumnya. Secara
lebih rinci uraian dalam sub-po stersebut dapat diuraikan menjadi:
Binatang hidup
1) selain kuda, keledai, bagal dan hinnies,
2) termasuk binatang sejenis lembu, namun bukan untuk bibit

C. Rangkuman

1. Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the


Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. berdasarkan keputusan
Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993. Sebagai tindak lanjutnya
struktur Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)

II.11
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention


2. Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan
susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS dan 2 digit terakhir adalah
pecahan pos tarif nasional. Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga
menggunakan sistem takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang
3. Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata “Lain-lain”, berfungsi untuk
menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya.
Kata “lain-lain” terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional.
Dengan sedikit latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain tersebut
akan dapat dengan mudah dimengerti

D. LATIHAN

1. Menjawab Pertanyaan

Pertanyaan Jawaban
1. Pasal berapa dalam Undang-undang no. 10 1.
tahun 1995 sebagaimana telah diamandemen
dengan Undang-undang no. 17 tahun 2006
yang berkaitan dengan klasifikasi barang ?

2. Apa isi Buku Tarif Bea Masuk Indonesia ? 2.

3. Apa yang dimaksud dengan sistem pentakikan 3.


dalam penomoran HS ?

4. Bagaimana cara membaca pengertian kata 4.


“Lain-lain” dalam BTBMI ?

5. Pada digit ke berapa angka yang dapat diubah


oleh ASEAN dan Indonesia ?

2. Betul atau Salah.

II.12
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

a. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan huruf S
apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1) ( B-S) Untuk mengklasifikasi barang diperlukan data


mengenai nama, jenis dan spesifikasi lainnya secara akurat.
Informasi mengenai barang tersebut dapat kita peroleh melalui :
kondisi fisik, brosur, sertificate of analysis, label kemasan dan
data lainnya.

2) (B-S ) Customs Cooperation Council di Brussels pada


tanggal 14 Juni 1983 menghasilkan Konvensi Internasional
tentang The Harmonized Commodity Description and Coding
System (HS) dan mulai berlaku di Indonesi sejak tanggal 1
Januari 1988

3) (B-S) HS bersifat harmonis karena standard


klasifikasi dan sistem kode penomoran barang digunakan untuk
berbagai kepentingan, seperti Pabean, statistik, perdagangan
internasional dan pengangkutan laut, udara dan kereta api.
Salah satu tujuan HS adalah untuk memberikan ketidak
seragaman secara internasional penggolongan barang dalam
tarif pabean

4) (B-S ) Apabila terdapat perbedaan sistem klasifikasi


pada setiap negara akan memperpanjang waktu untuk
penetapan bea masuk dan pengeluaran barang impor di
pelabuhan. Fungsi dasar HS adalah untuk memberikan
keseragaman dalam mengklasifikasi barang guna memberikan
kemudahan pada perdagangan internasional

5) (B-S) Ditinjau dari fungsi pengklasifikasian, struktur


HS terdiri dari : KUM HS ; Catatan Bagian, Bab dan
Subheading ; Heading, sub-heading dan penomoran hingga ke

II.13
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

Pos tarif (10 digit). Kekuatan hukumnya yang utama adalah


catatan dan uraian barangnya.

b. Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari huruf yang
terdapat di depan jawaban tersebut a, b, c, atau d )

1. Untuk penetapan tarif bea masuk, barang dikelompokkan berdasarkan


sistem klasifikasi barang. Bunyi kalimat diatas sesuai dengan UU no. 10
tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaiman telah diubah dengan UU no.
17 tahun 2006 pada :
a. pasal 14
b. pasal 15
c. pasal 16
d. pasal 17

2. The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) mulai


berlaku secara internasional sejak :
a. tanggal 1 Januari 1989
b. tanggal 1 Agustus 1988
c. tanggal 31 Januari 1988
d. tanggal 11 Januari 1989

3. Untuk mengklasifikasi barang, dikenal prosedur umum untuk mengklasifikasi


barang. Prosedur tahap pertama dalam mengklasifikasi barang ialah .........
a. memahami BTBM
b. mengidentifikasi jenis barang
c. menentukan klasifikasi dalam BTBMI
d. menentukan bea masuk

4. Penetapan jenis barang dilakukan dalam rangka .........


a. deskripsi barang
b. melihat bab terkait

II.14
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

c. penetapan tarif dan harga barang


d. menentukan pajak

5. Pencantuman besarnya Bea Masuk pada Buku Tarif Bea Masuk Indonesia :
a. mengikuti surat Keputusan Menteri Keuangan RI
b. besaran bea masuk tetap sepanjang masa
c. selalu berubah sesuai keadaan
d. berpatokan kepada WCO dalam digit ke 5 dan 6

6. The Harmonized Commodity Description and Coding System atau HS,


diterbitkan oleh..
a. WTO
b. WCO
c. CCC
d. CTI

7. Untuk penetapan tarif bea masuk, saat ini Indonesia menggunakan


Harmonized System berdasarkan Harmonized System versi 2007 dan ....
a. Convensi Tariff Nomenclature
b. Asean Harmonized Tariff Nomenclature
c. Asean tariff commodity
d. Internasional Tariff Nomenclature

8. Sistem penomoran dalam BTBMI 2007 selain digunakan untuk keperluan


klasifikasi dan pembebanan tariff bea masuk atas barang impor, dapat
digunakan juga untuk …..
a. klasifikasi barang ekspor
b. pungutan yang berkaitan dengan ekspor
c. statistik dan perdagangan
d pernyataan a, b dan c benar

9. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia menggunakan HS versi 2007

II.15
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

diberlakukan sejak tanggal :


a. 1 Januari 2002
b. 1 April 2003
c. 1 Januari 2004
d 1 Januari 2007

10. Lajur yang menunjukan besarnya tarif Bea Masuk pada BTBMI ada 2
buah, lajur CEPT digunakan bagi barang yang memiliki form D dan
berasal dari negara
a. Malaysia
b. ASEAN
c. Jepang
d. Eropa

II.16
Asean Harmonized Tariff Nomenclature

KEGIATAN BELAJAR III


ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE

A. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari Bab III, Mahasiswa
mampu menjelaskan:
1. Latar belakang terjadinya Asean Harmonized
Tariff Nomenclature (AHTN)
2. Sasaran AHTN
3. Struktur

B. Uraian

1. Latar Belakang
Dengan adanya Amandemen Harmonized System Tahun 2002, Menteri
Keuangan R.I. telah menetapkan kebijakan sistem klasifikasi dan pos tarif atas
barang impor yang baru sesuai dengan Amandemen HS 2002 melalui keputusan
nomor 96/KMK.01/2003 tanggal 13 Maret 2003 yang secara efektif mulai
diberlakukan pada tanggal 1 Mei 2003. Keputusan Menteri Keuangan tersebut
merupakan dasar Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 2003.

Dalam perkembangan terakhir, sehubungan dengan telah ditandatanganinya


Protocol Governing the Implementation of the ASEAN Harmonized Tariff
Nomenclatur (AHTN) oleh Menteri Keuangan, maka seluruh negara anggota ASEAN
diwajibkan memberlakukan struktur klasifikasi AHTN. AHTN mempunyai struktur 8
digit (berbeda dengan struktur klasifikasi pada BTBMI 2003). Struktur klasifikasi
AHTN ini berlaku seragam untuk seluruh negara ASEAN. Indonesia akan
menerapkan AHTN dengan menambahkan dua digit terakhir untuk keperluan
statistik, sehingga yang akan diberlakukan adalah struktur klasifikasi berbasis AHTN
dengan komposisi 10 digit.

BTBMI 2004 yang berbasis AHTN disusun atas dasar adanya kesepakatan

III.1
Asean Harmonized Tariff Nomenclature

ASEAN untuk menyusun “common harmonized tariff nomenclature”. Latar belakang


AHTN itu sendiri antara lain adalah adanya:
a. Kerjasama ASEAN di bidang Kepabeanan
b. Forum Pertemuan Tingkat ASEAN
c. Pertemuan Pembahasan AHTN

Protocol Government on the implementation of AHTN:


a. Disahkan oleh Menteri Keuangan ASEAN pada 7 th ASEAN Finance Ministers
Meeting yang diselenggarakan di Manila pada tanggal 7 s.d. 8 Agustus 2003.
b. Memuat ketentuan pokok pelaksanaan AHTN, salah satunya menegaskan
bahwa AHTN dilaksanakan selambat-lambatnya 1 Januari 2004.

2. Sasaran AHTN

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Protocol :


a. AHTN adalah sistem klasifikasi barang yang diterapkan secara seragam pada
negara anggota ASEAN yang dilaksanakan dengan prinsip Transparacy,
Consistency, Effisince dan Appeals.
b. Salah satu kewajiban negara anggota ASEAN adalah harus menerapkan AHTN
sampai dengan tingkat 8-digit untuk tarif semua transaksi perdagangan, untuk
pengumpulan data statistik dan tujuan lainnya.
c. Negara-negara anggota ASEAN dapat memecah AHTN pada level 8-digit untuk
pengumpulan data statistik atau tujuan non-tarif lainnya.

ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) adalah harmonisasi sistem


klasifikasi barang yang akan diberlakukan di negara-negara anggota ASEAN mulai
tanggal 1 Januari 2004.
AHTN adalah pengembangan dari sistem klasifikasi barang berdasarkan HS
berupa penambahan 2 digit setelah 6-digit HS melalui prinsip :
a. Nilai perdagangan dipakai sebagai kriteria (US $ 1 juta/tahun)

b. Menghilangkan pos tarif untuk kepentingan importir

c. Menghindarkan pos tarif “pemakaian akhir (end-use)”

d. Menggunakan prosedur kepabeanan yang normal untuk kasus khusus

III.2
Asean Harmonized Tariff Nomenclature

(misal; larangan, pembebasan diplomatik)

e. Mengelompokkan ke dalam satu pos tarif bila bea masuk untuk sejumlah produk
tertentu sama

f. Menyederhanakan uraian barang dan ketentuan dalam Catatan Penjelasan


Tambahan/ Suplementary Explanataory Notes (SEN)

3. Sasaran Penerapan AHTN

a. Mempermudah dan menyederhanakan transaksi perdagangan di ASEAN


b. Membuat ketentuan yang jelas dan transparan yang mengatur penerapan AHTN,
Catatan Penjelasan, serta amandemen
c. Meningkatkan transparansi dalam proses klasifikasi barang di ASEAN
d. Menciptakan Nomenklatur yang sesuai dengan standar internasional
e. Menyederhanakan Nomenklatur

4. Struktur BTBMI 2004

Sedangkan penerapan pada AHTN, sistem klasifikasi barang impor negara


ASEAN sepakat untuk menggunakan 2-digit tambahan untuk keperluan nasional,
sehingga BTBMI 2004 mempunyai struktur 10-digit.

XXXX.XX.XX.XX

6-digit Subpos HS Pos tarif nasional


WCO
Subpos ASEAN

Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tarif dan uraian barang, dan termasuk
besarnya pembebanan tarif Bea Masuk pada 2-digit pos tarif nasional tersebut tetap
terikat pada 8-digit subpos ASEAN termasuk perubahannya.

Materi pokok BTBMI-2004 terdiri atas :

III.3
Asean Harmonized Tariff Nomenclature

a. Sistem klasifikasi barang impor ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri


Keuangan Republik Indonesia Nomor 545/KMK.01/2003 tanggal 18
Desember 2003;
b. Pembebanan tarif bea masuk atas barang impor yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
547/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003;
c. Pembebanan tarif bea masuk atas barang impor dalam rangka skema
Common Effective Preferential Tariff (CEPT) for AFTA ditetapkan
berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 546/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003;
d. Besarnya pembebanan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditetapkan
berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18
tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986);
e. Pembebanan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari 2003
dan Nomor 355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003;
f. Ketentuan larangan/pembatasan impor barang tertentu yang antara lain
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 230/MPP/KEP/7/1997 sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
751/MPP/KEP/11/2002 dan tata niaga impor dan peredaran bahan
berbahaya tertentu ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 418/MPP/KEP/6/2003 tanggal 17
Juni 2003 serta peraturan instansi teknis lainnya;

III.4
Asean Harmonized Tariff Nomenclature

g. Catatan Penjelasan Tambahan (Supplementary Explanatory Notes/SEN)


yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Buku Tarif Bea
Masuk Indonesia 2004 digunakan sebagai pelengkap untuk memberikan
penjelasan teknis terhadap barang-barang tertentu yang diuraikan dalam
BTBMI 2004.

Tabel III-1

Perbandingan Struktur Klasifikasi dan Pos Tarif

BTBMI 2003 BTBMI 2004

21 21
Bagian

Bab 98 98
Pos (4 digit) 1.247 1.247
Subpos WCO (6 digit) 5.225 5.225
Subpos AHTN (8 digit) 10.689
Pos Tarif (9 digit) 7.548 -
Pos Tarif (10 digit) 11.165

Tabel III-2
Perbandingan Struktur Tarif Bea Masuk Umum

Bea Masuk
BTBMI 2003 BTBMI 2004
(%)

0
2.333 20,90
1.638 21.70% %
5 4.338 38,85
3.477 46.07% %
10 1.709 15,31
1.173 15.54% %

III.5
Asean Harmonized Tariff Nomenclature

15 1.569 14,05
984 13.04% %
20 145 1.92% 307 2,75%
25 36 0.48% 340 3,05%
30 5 0.07% 11 0,10%
35 5 0.07% 24 0,21%
40 12 0.16% 115 1,03%
45 16 0.21% 190 1,70%
50 3 0.04% 11 0,10%
60 4 0.05% 18 0,16%
65 3 0.04% 8 0,07%
70 2 0.03% 16 0,14%
75 1 0.01% 5 0,05%
80 3 0.04% 74 0,66%
90 3 0.04% 6 0,05%
170 23 0.30% 48 0,43%
Rp. 430/kg 5 0.07% 20 0,18%
Rp. 550/kg 1 0.01% 1 0,01%
Rp. 700/kg 6 0.08% 5 0,05%
(*) 3 0.04% 17 0,15%

Total 7.548 100,00 11.165 100,00


% %

(*) pos tarif yang pembebanan bea masuk-nya


mengikuti jenis barangnya (8706.00, 8707.10 dan
8707.90)

III.6
Asean Harmonized Tariff Nomenclature

Tabel III-3
Perbandingan Struktur Tarif Bea Masuk CEPT

Bea Masuk
BTBMI 2003 BTBMI 2004
(%)

0
4.037 53.48% 5.091 45.60%
2.5 304 4.03% 505 3.04%
5 3.088 40.91% 5.432 48.65%
- 119 1.58% 137 1.23%

Total 7.548 100,00% 11.165 100,00%

Tabel III-4
Format BTBMI 2004

Bea Masuk
PajakTax
Import Duty Larangan/
Pos/Subpos
URAIAN DESCRIPTION C Pembatasan
Heading/ PPnBM Ket.
BARANG OF GOODS Umum E PPN Prohibited/
Subheading Sales
General P VAT Restricted
Tax On
T

C. Rangkuman

III.7
Asean Harmonized Tariff Nomenclature

BTBMI 2004 yang berbasis AHTN disusun atas dasar adanya kesepakatan
ASEAN untuk menyusun “common harmonized tariff nomenclature”. Latar belakang
AHTN itu sendiri antara lain adalah adanya: kerjasama ASEAN di bidang
kepabeanan, forum pertemuan tingkat ASEAN dan pertemuan pembahasan AHTN
Catatan Penjelasan Tambahan (Supplementary Explanatory Notes/SEN) yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 2004
digunakan sebagai pelengkap untuk memberikan penjelasan teknis terhadap
barang-barang tertentu yang diuraikan dalam BTBMI 2004.

D. Latihan 4

Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkan alasan adanya AHTN ? 1.
2. Jelaskan manfaat adanya AHTN bagi 2.
Indonesia ?
3. Sebutkan yang dimaksud dengan SEN ? 3.
4. Bagaimana pemanfaatan SEN dalam 4.
engklasifikasi ?
5. Jelaskan perbedaan struktur BTBMI 2004 5.
dengan BTBMI sebelumnya dalam hal bea
masuk ?

III.8
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

KEGIATAN BELAJAR IV
PENGELOMPOKAN BARANG MENURUT HARMONIZED SYSTEM

A. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari Bab IV, Mahasiswa
mampu menjelaskan:
1. gambaran umum perbagian dari Harmonised
System
2. hubungan antar bab
3. pengelompokan bab berdasarkan Harmonized
System

B. Uraian

1. Gambaran Per Bagian


Dalam Harmonized System (HS), barang dikelompokkan dalam 96 bab (dan
bab 77 sebagai persiapan masa mendatang) yang dikelompokkan dalam 21 bagian.
Pengelompokan tersebut berdasarkan urutan tingkat pengerjaannya, yaitu bahan
baku (raw material), bahan yang tidak atau belum dikerjakan (unworked products),
barang setengah jadi (semi-finished products), dan barang jadi (finished products).
Sebagai contoh, binatang hidup diklasifikasikan pada Bab 1, jangat dan kulit
binatang pada Bab 41, sepatu dari kulit binatang pada Bab 64. Urutan
pengelompokan ini juga berlaku untuk bab dan pos. Di bawah ini disajikan urutan
pengelompokan barang dalam HS/BTBMI.
Bagian I mencakup binatang hidup dan produk dari binatang (daging, ikan,
produk susu, telur, madu, produk yang dapat dimakan lainnya, dan produk yang tidak
dapat dimakan). Namun beberapa jenis minyak dan lemak dikeluarkan dari bagian I
dan diklasifikasikan pada bab 15, demikian juga halnya dengan jangat, kulit, bulu dan
barang terbuat daripadanya (diklasifikasikan pada bagian VIII). Bab 1 sampai dengan
bab 24 (Bagian I sampai dengan Bagian IV) mencakup produk-produk pertanian

IV.1
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

dalam arti luas.


Bagian II mencakup produk sayuran, baik yang bisa dimakan atau tidak
(tanaman, biji-bijian, sayuran, buah, sereal, tepung, dsb.), kecuali beberapa jenis
minyak dan lemak tertentu (bab 15) dan kayu (bab 44). Produk-produk yang
termasuk bagian I dan II belum mengalami proses pengerjaan kecuali sampai tahap
tertentu (dengan beberapa pengecualian). Terhadap produk yang telah mengalami
proses lebih lanjut diklasifikasikan pada bab 19, bab 20 atau bab 21. Contohnya,
produk makanan siap saji yang diawetkan diklasifikasikan pada Bagian IV.
Bagian III hanya terdiri dari bab 15 yang mencakup lemak dan minyak
hewani dan nabati dan produk terbuat daripadanya (misalnya malam/wax).
Minyak pada Bab II baik dalam keadaan mentah, telah diproses, misalnya minyak
goreng atau margarine yang siap dikonsumsi. Umumnya minyak tidak menguap,
karena minyak nabati yang mudah menguap masuk Bab 33 sebagai minyak atsiri.
Bagian IV mencakup produk minuman, minuman keras, cuka,dan tembakau,
bersama-sama dengan produk industri makanan yang tidak dicakup bab-bab
sebelumnya. Bab 16 meliputi daging atau ikan yang telah mengalami proses lebih
lanjut, diantaranyadi goreng, dikukus atau diawetakan secara permanen. Bab 17
meliputi gula dan bahan lainnya seperti sirop, madu tiruan dan karamel. Berbagai
jenis gula yang murni secara kimiawi diklasifikasikan pada Bab 29. Demikian juga
bahan pemanis tiruan masuk Bab 29, seperti saccharin dan dulcin.

Hubungan Bagaian I Dengan Bagian IV:


Bagian Diproses lebih lanjut > Bagian IV
I & II

*Bab 2 (Daging) > Bab 16


Bab 3 (Ikan)

*Bab 4 (Susu) > Bab 19


Bab 10 (Serealial)
Bab 11 (Produk gilingan)

IV.2
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

*Bab 7 (Sayuran) > Bab 20


Bab 8 (Buah-Buahan)

Bagian V mencakup produk mineral, baik sumber mineral anorganik seperti


tanah, batuan pada Bab 25 atau bijih logam pada Bab 26 , dan sumber bahan
organik pada Bab 27 seperti batu bara, dan minyak bumi.
Kecuali kalau susunannya mensyaratkan lain, maka Bab 25 meliputi produk
tambang, seperti garam, belerang dan batuan lainnya hanya dalam keadaan
mentah (crude), telah dicuci, hancur, hasil tumbuk, hasil gilingan atau saringan.
Hasil pertambangan yang telah diolah secara lain, misalnya dimurnikan
sebagai bahan kimia anorganik masuk Bab 28, sedangkan apabila merupakan hasil
bentukan atau pahatan masuk Bab 68 dan kalau bahan tersebut merupakan hasil
pembakaran maka masuk Bab 69. Batu-batuan setengah permata atau batu
permata digolongkan pada Bab 71.
Bagian VI mencakup produk-produk kimia, baik yang berbentuk asal (primary
form) maupun produk-produk industri kimia seperti produk farmasi, pupuk, sabun,
kosmetik, cat, bahan peledak, dan lain-lain.
Bagian VII mencakup plastik dan produk dari plastik (bab 39) dan karet dan
produk dari karet (bab 40). Komoditi plastik, karet buatan serta barang dari plastik
dan karet buatan banyak diimpor Indonesia. Sesuai dengan kemajuan teknologi,
maka produk barang-barang tersebut semakin bervariasi dan bertambah jenisnya.
Karena kemajuan teknologi pembuatan barang, maka pengenalan dan proses
pengidentifikasi barang tersebut semakin sulit, khususnya dalam rangka klasifikasi
barang.
Bagian VII mencakup plastik/barang dari plastik serta karet/barang dari karet.
Bagian ini terdiri dari 2 bab, yaitu bab 39 (Plastik dan Barang Dari Plastik) dan bab
40 (Karet dan Barang Dari Karet).

Struktur dalam Bab 39 secara garis besar adalah:

IV.3
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

BAB 39 BAB 40
Plastik dan barang dari plastik Karet dan barang dari karet

Sub-bab 1
3901-3911 : Polimer buatan 4001-4002 : Bahan karet
3912-3913 : Polimer alami 4003 : Karet pugaran
3914 : penukar ion 4004 : Sisa, Reja
4005 : Coumpond
Sub-bab 2
3915 : Sisa, reja.... 4006 :Tidak divulkasnisasi
3916-3921 : Barang setengah jadi 4007-40016 : Barang setengah jadi
3922-3924 : Barang jadi 4017 : Karet keras

Bagian VIII mencakup produk-produk tertentu yang berasal dari binatang


seperti jangat dan kulit (bab 41), barang dari kulit atau usus binatang (bab 42), kulit
berbulu, termasuk kulit berbulu imitasi (bab 43). Perlu dicatat bahwa pos 42.01 dan
42.02 juga mencakup produk-produk tertentu terbuat bukan dari kulit.
Bagian IX mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, seperti kayu dan
barang dari kayu (bab 44), gabus dan barang dari gabus (bab 45), dan barang
kerajinan tangan (bab 46). Namun, beberapa produk seperti furniture diklasifikasikan
di bab lain (bab 94).
Bagian X juga masih mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, yaitu
pulp (bab 47), kertas, kertas karton dan barang terbuat daripadanya (bab 48), dan
produk industri percetakan (bab 49).
Bagian XI mencakup produk tekstil mulai dari sutera (bab 50) sampai dengan
pakaian dan permadani (bab 63). Bahan dasar tekstil adalah serat. Serat bila
diproses akan menjadi benang, kemudian dari benang menjadi kain atau produk
tekstil lainnya. Serat dapat berasal dari tumbuhan, hewani, mineral dan buatan
manusia. Serat dari tumbuhan atau disebut serat nabati, misalnya serat kapas, flaks,
rami, henneps, goni dan sisal. Serat yang berasal dari hewan misalnya bulu domba
atau bulu anak domba, bulu unta, bulu kelinci, bulu kambing Angora (Mohair) dan

IV.4
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

sutera.
Serat buatan manusia atau man made fiber terbagi dua, yaitu serat sintetik
dan serat artificial (tiruan). Serat buatan adalah serat hasil industri kimia. Untuk
memahami ini lihat Catatan 1 Bab 54. Istilah sintetik digunakan dalam hubungan
bahan polimer seperti poliamida, poliester, poliurethan dan lainnya, sedangkan serat
tiruan digunakan dalam hubungan untuk bahan dari rayon viskosa, asetat sellulosa,
dan semacam itu.
Melalui data nomor benang, bisa dilihat besar atau kecilnya suatu benang.
Ada dua sistem yang dipakai dalam penomoran benang, yaitu :
a. Sistem penomoran benang langsung (Direct Yarn Number)
b. Sistem penomoran benang tidak langsung (Indirect Yarn Number)
Kain yang terbuat dari benang dengan cara tenun, dibuat dengan mesin
tenun melalui cara menyilangkan kelompok benang satu terhadap yang lain. Benang
tersebut biasa disebut sebagai lusi dan pakan, benang pakan kalau dalam mesin
rajut adalah yang bergerak menyilang benang lusi atau sesuai arah lebar kain. Kain
rajut dibuat dengan jalan menjeratkan benang satu dengan yang lain atau pada
benang itu sendiri, contohnya kaos, T shirt dan kain katun (lihat Bab 60 tentang jenis
kain ini).
Bagian XII mencakup produk alas kaki (bab 64), tutup kepala (bab 65),
payung, tongkat jalan, dll. (bab 66), juga produk-produk tertentu dari bulu, bunga
buatan, dan barang dari rambut manusia (bab 67).
Bagian XIII mencakup produk-produk yang diperoleh dari batu, gips, plaster,
semen, dll. (bab 68), keramik (bab 69), dan kaca/barang dari kaca (bab 70).
Bagian XIV mencakup hanya bab 71 yaitu mencakup mutiara dan batu mulia,
logam mulia, perhiasan, dan uang logam.
Bagian XV mencakup logam tidak mulia dan barang terbuat daripadanya.
Namun demikian bagian ini tidak mencakup barang dari logam dasar yang termasuk
dalam bab-bab di belakangnya (seperti mesin dan kendaraan).
Bagian XVI mencakup mesin, peralatan mekanik, dan peralatan listrik.
Bagian ini mempunyai pos dan sub-pos yang sangat besar dibandingkan dengan
bagian lainnya.
Bagian XVII mencakup kendaraan, pesawat terbang, dan alat transportasi
lainnya (kereta api, kapal laut, pesawat ruang angkasa, dll.).

IV.5
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

Bagian XVIII mencakup perlatan optik, fotografi, sinematografi, ukuran,


kontrol, medis, atau bedah (bab 90), jam (bab 91), dan perlatan musik (bab 92).
Bagian XIX hanya terdiri dari bab 93 yang mencakup senjata dan amunisi.
Bagian XX mencakup furniture, lampu, perlengkapan penerangan, papan
nama iluminasi, dan bangunan prefabrikasi (bab 94), mainan, peralatan permainan,
dan peralatan olahraga (bab 95), dan bermacam-macam barang hasil pabrik (bab
96).
Bagian XXI hanya terdiri dari bab 97 yang mencakup hasil karya seni, barang
kegemaran kaum pengumpul, dan barang antik.

2. Hubungan Antar Bab


Apabila kita mempelajari Bab demi Bab Harmonized System, akan kita dapati
bahwa terdapat keterkaitan antara bab tertentu dengan bab atau beberapa bab
lainnya. Hal ini dapat difahami mengingat antara bab satu dengan bab lainnya
kadang-kadang mencakup barang yang mengandung bahan yang sama atau
merupakan proses lebih lanjut dari barang dalam bab sebelumnya.
Selain itu, judul bab dalam HS sebagian besar bersifat umum. Perlu diingat
bahwa judul bab bukan merupakan uraian yang bersifat mengikat secara hukum.
Dengan demikian dapat dimengerti apabila suatu barang yang sepintas termasuk
dalam suatu bab ternyata diklasifikasikan pada bab lain.
Sebagai contoh, di bawah ini disajikan gambaran keterkaitan antar bab dalam
HS:
a. Bab 1 mencakup antara lain binatang hidup. Namun kuda hidup yang digunakan
dalam sirkus tidak klasifikasikan pada bab 1, melainkan pada bab 95 (pos 95.08).
b. Daging pada Bab 2 hanya terhadap pengolahan terbatas seperti : segar, dingin,
diasap dan dipanggang. Produk yang dikemas dalam kedap udara dan
mengalami pengolahan lebih jauh selain pengolahan dari Bab 2 maka
diklasifikasikan pada bab 16.
c. Bab 6 meliputi semua tanaman hidup yang umumnya dimaksud untuk dijual oleh
tukang bibit atau yang bergerak dibidang hortikultura yang serasi untuk ditanam
atau dijadikan pajangan. Pada Bab 6 tidak termasuk benih, buah atau buah
berbonggol dan umbi-umbian tertentu. Sayuran atau buah yang diawetkan
dengan cuka atau dengan cara lain misalnya masuk Bab 20.

IV.6
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

d. Kembang gula (sugar confectionery) diklasifikasikan pada bab 17. Tetapi apabila
kembang gula tersebut mengandung kokoa, maka harus diklasifikasikan olahan
makanan mengandung kokoa pada bab 18 (pos 18.06).
Bahan kimia etilena diklasifikasikan pada Bab 29 (bahan kimia organik). Namun
apabila etilene terpolimerisasi menjadi polietilena dengan jumlah unit monomer
(n) 5 atau lebih, maka harus diklasifikasikan pada Bab 39 (plastik). Barang dari
plastik diklasifikasikan pada Bab 39. Bila sudah berbentuk barang yang khusus
dibuat untuk keperluan tertentu, barang tersebut diklasifikasikan di bab-bab lain.
Sebagai contoh, frame kacamata dari plastik (bab 90), kotak jam dari plastik (bab
91), furniture dari plastik (bab 94), dan sebagainya.
e. Mesin dan peralatan mekanis diklasifikasikan pada bab 84 sedangkan mesin dan
peralatan listrik diklasifikasikan pada bab 85. Namun demikian, beberapa mesin
dan peralatan tertentu tetap diklasifikasikan pada bab 84 meskipun elektrik,
seperti mesin dengan motor listrik, mesin pada pos 84.03 (electric central heating
boiler) dan pos 84.19 (wood dryer), dan beberapa mesin lainnya.

Contoh di atas adalah sebagian kecil contoh keterkaitan antar bab dalam HS.
Adalah tidak mungkin untuk menggambarkan dengan rinci keterkaitan antas bab
dalam diktat ini. Untuk mengetahui keterkaitan antara bab satu dengan bab lainnya,
kita dapat melihat di catatan bab maupun catatan bagian. Untuk itu membaca
catatan bab maupun catatan bagian merupakan kewajiban sebelum kita
mengklasifikasikan suatu barang pada pos tertentu.

3. Pengelompokan Bab

Bagian I
Binatang Hidup; Produk Hewani

IV.7
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

Bab
1. Binatang hidup
2. Daging & sisanya yang dapat dimakan
3. Ikan dan udang-udangan, binatang lunak dan binatang air lainnya yang tidak
bertulang belakang
4. Produk pabrik susu; telur unggas; madu alam; produk hewani yang dapat
dimakan, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain.
5. Produk hewani, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya

Bagian II
Produk Nabati
Bab
6. Pohon hidup dan tanaman lainnya; umbi akar dan yang semacam itu; bunga
potong dan daun untuk hiasan
7. Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan
8. Buah & buah berbatok yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk dan melon
9. Kopi, teh, mate dan rempah-rempah
10. Gandum-ganduman
11. Produk industri penggilingan ; malti ; pati; inulin ; gluten gandum.
12. Biji mengandung minyak dan buah mengandung minyak ; bermacam-
macam butir, biji dan buah; tanaman industri atau obat ; jerami dan
makanan ternak.
13. Lak, getah, damar dan air, ekstrak nabati lainnya
14. Bahan nabati untuk anyam-anyaman; produk nabati tidak dirinci atau
termasuk pos lainnya

IV.8
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

Bagian III
Minyak dan lemak hewani atau nabati dan
Produk disosiasinya; lemak olahan yang dapat dimakan;
Malam hewani atau nabati
Bab 15
(Judul Bab sama dengan Bagian)

Bagian IV
Bahan makanan olahan; minuman, minuman keras
Dan cuka, tembakau dan tembakau pengganti, buatan
Bab
16. Olahan dari daging, dari ikan atau dari udang-udangan, binatang lunak atau
dari binatang air yang tidak bertulang belakang
17. Gula dan kembang gula
18. Kakao & olahan kakao
19. Olahan dari gandum-ganduman, tepung, pati atau susu; produk industri kue.
20. Olahan dari sayuran, buah, kacang atau bagian lain dari tanaman.
21. Bermacam-macam olahan yang dapat dimakan
22. Minuman, minuman keras dan cuka
23. Ampas, dan sisa dari industri makanan; olahan makanan hewan
24. Tembakau dan tembakau pengganti buatan.

Bagian V
Produk mineral
Bab
25. Garam; belerang; tanah dan batu; bahan plester; kapur dan semen.
26. Bijih logam, terak dan abu
27. Bahan bakar mineral, minyak mineral dan produk sulingannya; bahan
mengandung bitumen; malam mineral

IV.9
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

Bagian VI
Produk industri kimia dan industri yang ada
hubungannya dengan industri kimia
Bab
28. Bahan kimia anorganik; senyawa organik atau organik dari logam mulia,
dari logam tanah langka, dari unsur radio aktif dan dari isotop
29. Bahan kimia organik
30. Produk farmasi
31. Pupuk
32. Ekstrak bahan samak atau bahan celup; bahan samak dan turunannya;
bahan celup, pigmen dan bahan pewarna lainnya; cat dan vernis; dempul
dan damar lainnya; tinta
33. Minyak atsiri dan resinoida; wangi-wangian, kosmetika atau preparat
pewangi
34. Sabun bahan organik penggiat permukaan, preparat pencuci, preparat
pencuci, preparat pelumas, malam tiruan, malam olahan, preparat pelumas
atau pembersih, lilin dan barang semacam itu, pasta untuk membuat
model, “malam untuk mencetak gigi” dan preparat untuk gigi dengan bahan
dasar gips.
35. Zat albumina ; modifikasi pati ; perekat ; enzim
36. Bahan peledak; produk piroteknik; korek api; paduan piroforik; olahan
tertentu yang mudah terbakar
37. Barang fotografi atau sinematografi
38. Aneka produk kimia

Bagian VII
Plastik dan barang dari plastik ;
Karet dan barang dari karet
Bab
39. Plastik dan Barang dari plastik
40. Kulit dan Barang dari Kulit

Bagian VIII

IV.10
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

Jangat dan kulit mentah, kulit samak, kulit berbulu dan


barang daripadanya; saddlery dan harness; barang untuk bepergian, tangan
dan kemasan semacam itu; dari usus binatang (selain benang ulat sutra)

Bab
41. Jangat dan kulit mentah (lain dari kulit berbulu) dan kulit samak
42. Barang dari kulit samak; pelana termasuk perlengkapan dan pakaian kuda;
barang untuk bepergian, tas tangan dan wadah yang semacam itu; barang
dari usus hewan (lain dari pada usus ulat sutera)
43. Kulit berbulu dan kulit berbulu tiruan

Bagian IX
Kayu dan barang dari kayu; arang kayu;
gabus dan barang dari gabus; barang dari jerami, dari rumput esparto atau
dari bahan anyaman lainnya; dan barang anyaman
Bab
44. Kayu dan barang dari kayu; arang kayu
45. Gabus dan barang dari gabus
46. Barang dari jerami, dari rumput esparto atau dari bahan anyaman lainnya;
keranjang dan barang anyaman

Bagian X
Pulp dari kayu atau dari bahan selulosa berserat lainnya;
Kertas atau kertas karton yang dipulihkan (sisa dan skrap);
kertas dan kertas karton serta barang daripadanya
Bab
47. Pulp dari kayu atau dari bahan sellulosa berserat lainnya, kertas atau
kertas karton (bekas dan sisa) yang diperoleh
48. Kertas dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau kertas
karton
49. Barang cetakan, surat kabar, gambar dan produk lainnya dari industri

IV.11
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

percetakan; naskah tulisan tangan, naskah ketikan dan rencana

Bagian XI
Tekstil dan Barang dari Tekstil
Bab
50. Sutera 56. Gumpalan, kain kempa dan bukan
tenunan; benang khsusu; benang
51. Wool, bulu hewan halus atau pintal, tali tambang dan kabel dan
kasar; benang bulu kuda dan barang-barangnya
kain tenunan 57. Permadani dan tekstil penutup lantai
lainnya
52. Kapas 58. Kain tenunan khusus; kain tekstil
berjumbai; renda; permadani; hiasan;
53. Serat tekstil dari nabati lainnya ; sulaman
benang kertas dan tenunan dari 59. Kain tekstil diresapi, dilapisi, ditutupi
benang kertas atau dibuat berlapis-lapis; barang
54. Filamen buatan tekstil dari jenis yang cocok untuk
digunakan dalam industri
55. Serat staple buatan 60. Kain rajutan atau kain kaitan

61. Barang dan perlengkapan pakaian, rajutan atau kaitan


62. Barang dan perlengkapan pakaian, tidak dirajut atau dikait
63. Barang tekstil sudah jadi lainnya, setelan; pakaian bekas dan barang tekstil
bekas; gombal

IV.12
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

Bagian XII
Alas kaki, tutup kepala, payung, payung panas, tongkat jalan,"
tongkat duduk, cambuk, pecut dan bagiannya;"
bulu unggas olahan dan barang dibuat daripadanya;
bunga tiruan; barang dari rambut manusia

Bab
64. Alas kaki, pelindung kaki dan yang semacam itu ; bagian dari barang
semacam
65. Tutup kepala dan bagiannya
66. Payung, payung panas, tongkat jalan, tongkat duduk, cambuk, pecut dan
bagiannya
67. Bulu unggas dan bulu unggas olahan serta barang terbuat dari bulu
unggas atau bullu unggas tiruan; bunga tiruan; barang dari rambut
manusia

Bagian XIII
Barang dari batu, plester, semen, asbes, mika atau"
dari bahan semacam itu; produk keramik;
kaca dan barang dari kaca
Bab
68. Barang dari batu, gips, semen, asbes, mika atau bahan semacam itu
69. Produk keramik
70. Kaca dan barang dari kaca

Bagian XIV
Mutiara alam atau mutiara budidaya, batu mulia atau batu semi mulia,"
logam mulia, logam mulia kerajang,dan barang daripadanya;
perhiasan imitasi; koin. Mutiara alam dan mutiara budidaya, batu permata

IV.13
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

Bab
71
(Judul Bab sama dengan judul Bagian)

Bagian XV
Logam tidak mulia dan barang dari logam tidak mulia
BAB
72. Besi dan baja 78. Timah hitam dan barang terbuat dari
73. Barang dari besi dan baja timah hitam
74. Tembaga dan barang terbuat dari 79. Seng dan barang terbuat dari seng
tembaga
75. Nikel dan barang terbuat dari nikel 80. Timah dan barang terbuat dari timah
76. Aluminium dan barang terbuat dari 81. Logam tidak mulia lainnya; sermet;
aluminium barangnya
82 83
Perkakas, peralatan, barang Bermacam-macam barang
tajam,sendok dan garpu, dari logam dari logam tidak mulia
tidak mulia; bagian
bagiannya dari logam tidak mulia

Bagian XVI
Mesin dan peralatan mekanis; perlengkapan elektris; bagian daripadanya;
perekam dan pereproduksi suara, perekam dan pereproduksi gambar dan
suara televisi, dan bagian serta aksesori dari barang tersebut
Bab
84. Reaktor nuklir, ketel uap, mesin dan pesawat mekanik; bagiannya
85. Mesin dan alat listrik serta bagiannya; pesawat perekam dan pesawat
reproduksi suara, pesawat perekam dan reproduksi gambar dan suara
untuk televisi, dan bagian serta perlengkapan dari barang yang semacam itu

Bagian XVII
Kendaraan, kendaraan udara, kendaraan air

IV.14
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

dan perlengkapan pengangkutan yang berkaitan


Bab
86. Lokomotif kereta api atau trem, kendaran yang bergerak diatas rel dan
bagiannya; alat pemasang dan perlengkapan rel kereta api atau trem dan
bagiannya; perlengkapan isyarat lalu lintas mekanik dari segala jenis
(termasuk elektronik)
87. Kendaraan selain yang begerak diatas rel kereta api atau trem, dan bagian
serta perlengkapannya
88. Kapal udara, pesawat ruang angkasa, serta bagiannya
89. Kapal, bahtera, dan bangunan terapung

Bagian XVIII
Instrumen dan aparatus optis, fotografi, sinematografi, pengukur,
pemeriksa, presisi, medis dan bedah; jam dan arloji;
instrumen musik; bagian dan aksesorinya
Bab
90. Alat dan aparat optik, fotografi, sinematografi, ukur, peneliti, presisi,
kedokteran dan bedah; bagian dan perlengkapannya
91. Lonceng dan arloji dan bagiannya
92. Instrumen musik ; bagian dan perlengkapan dari barang seperti itu

BAGIAN XIX
Senjata dan amunisi; bagian dan aksesorinya

Bab
93
(judul sama dengan judul Bagian)

IV.15
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

BAGIAN XX
Bermacam-macam barang hasil pabrik
BAB
94. Perabot rumah; kasur tempat tidur, kasur, lapik kasur, bantal dan
kelengkapannya; lampu dan perlengkapan penerangan, tidak dirinci atau
termasuk dalam pos manapun; isyarat iluminasi, papan nama iluminasi dan
semacam itu; bangunan prefabrikasi
95. Mainan, keperluan permainan dan keperluan olah raga; bagian dan
kelengkapannya
96. Bermacam-macam barang hasil pabrik lain

Bagian XXI
Karya seni, barang kolektor dan barang antik
Bab
97
(Judul Bab sama dengan Bagian)

C. Rangkuman
BTBMI terdiri dari 21 Bagian, Bab 1 sampai dengan 77 dan bab 78 sampai
dengan bab 98. Urutan pengelompokan barang umumnya didasarkan atas bahan
dasar, proses setengah jadi dan barang jadi. Pengelompokan barang ini berawal
dari binatang, hewani, nabati mineral dan selanjutnya kepada bahan kimia dan
produknya. Terakhir dengan mesin, kendaraan, barang presisi, barang untuk
kemanan dan barang kelontong. Pemahaman pengelompokan barang akan
mempermudah dan mempercepat dalam mengklasifikasi.Sebaiknya seorang
klasifikator yang bak akan memahami pengelompokan jenis barang dalam BTBMI

IV.16
Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

D. LATIHAN 4

Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkan pos saja untuk barang mentega dan 1.
margarin ?

2. Daging sapi yang diolah sederhana masuk 2.


pos berapa ? Bagaimana bila telah dikukus
masuk Bab berapa ?

3. Sebutkan posnya saja batu pualam yang 3.


masih bongkahan dan yang telah jadi ubin ?

4. Sebutkan pengelompokan bahan kimia pada


Bagian VI BTBMI 4.

5. Sebutkan Bagian dan Bab dari mesin dan 5.


barang elektronik

IV.17
Jenis Catatan

KEGIATAN BELAJAR V
JENIS CATATAN

A. Tujaun Instruksional Khusus

Setelah mempelajari bab V, para


Mahasiswa mampu menjelaskan jenis catatan
definitif, eksklusif, ilustratif dan penjelasan
dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

B. Uraian
Disamping Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Harmonized System,
catatan dalam HS merupakan bagian integral yang harus diperhatikan benar-benar.
Catatan tersebut mempunyai kekuatan hukum sama seperti uraian pos atau sub-pos.
Harmonized System mempunyai catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos.
Catatan-catatan tersebut dapat dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu catatan definitif,
eksklusive, illustratif dan penjelasan:

1. Catatan Definitif
Catatan yang menjelaskan pengklasifikasian suatu barang pada pos atau
sekumpulan pos tertentu.
Contoh: Catatan 4 Bab 30:
Pos no. 30.04 hanya berlaku untuk hal berikut ini, yang harus diklasifikasikan dalam
pos tersebut dan tidak dalam pos lainnya dari Nomenklatur ini:
a. Catgut bedah steril, bahan jahit bedah steril yang semacam itu dan perekat
kertas steril untuk penutup luka bedah;
b. Laminaria steril dan laminaria steril yang dapat menggembung;
c. Hemostatik bedah atau gigi steril yang dapat menyerap;
d. …

V.1
Jenis Catatan

e. …
f. …
g. …
h. Preparat kontrasepsi kimia dengan bahan dasar hormon atau pembunuh sperma.

2. Catatan Eksklusif
Catatan yang mengeluarkan barang tertentu dari suatu pos atau sub-pos dan
memasukkannya dalam pos atau sub-pos tertentu lainnya.
Contoh: Catatan 1 Bab 2:
Bab ini tidak meliputi:
a. Produk dari jenis yang diuraikan dalam pos No. 02.01 sampai dengan 02.08,
atau 02.10, yang tidak layak atau tidak sesuai untuk konsumsi manusia;
b. Usus, kandung kemih atau perut dari binatang (pos No. 05.04) atau darah
binatang (pos No. 05.11 atau 30.02); atau
c. Lemak hewani, selain produk dari pos No. 02.09 (Bab 15).

3. Catatan Ilustratif
Catatan yang memberikan gambaran terhadap pengertian atau istilah yang
perlu dijabarkan lebih lanjut.
Contoh :
Catatan 3 Bab 42:
Untuk keperluan pos no. 42.03, istilah “barang pakaian dan perlengkapan pakaian”
berlaku, antara lain, untuk sarung tangan (termasuk sarung tangan olah raga), apron
dan pakaian pelindung lainnya, tali penahan celana, ikat pinggang, tali sandang dan
semua jenis gelang, tetapi tidak termasuk arloji tangan (pos no. 91.13).

4. Catatan Lain-lain
Catatan yang menguraikan pengertian-pengertian yang bersifat
teknis.Contoh:
a. Catatan 2 Bab 3:
Dalam Bab ini pengertian “pellet” adalah produk-produk yang telah
diaglomerasi baik secara langsung dengan cara dikompresi atau dengan
penambahan sejumlah kecil bahan pengikat.

V.2
Jenis Catatan

b. Catatan 1 Bab 9:
Campuran dari produk dimaksud dalam pos no. 09.04 sampai dengan 09.10
harus diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang sama harus digolongkan
dalam pos itu;
2) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang berlainan harus
digolongkan dalam pos no. 09.10.
Tambahan dari bahan lainnya ke dalam produk dari pos no. 09.04 sampai
dengan 09.10 (atau campuran seperti yang dimaksud dalam (a) atau (b) di
atas) tidak mempengaruhi penggolongannya asalkan…..
c. Catatan 2 Bagian XV:
Dalam seluruh Nomenklatur, istilah “bagian untuk pemakaian umum” berarti:
1) Barang dari pos no. 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang
semacam itu dari logam tidak mulia lainnya;
2) Pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain pegas
untuk lonceng atau arloji (pos no. 91.14); dan
3) Barang dari pos no. 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta kaca
dari logam tidak mulia, dari pos no. 83.06.
Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan 78 sampai dengan 82 (tetapi bukan
dalam pos no. 73.15) apa yang disebut bagian dari barang tidaklah termasuk
uraian tentang bagian untuk pemakaian umum seperti diuraikan di atas.
Dengan memperhatikan ketentuan dalam ayat di atas dan Catatan 1 Bab 83,
barang dari Bab 82 atau 83 tidak termasuk dari Bab 72 sampai dengan 76 Bab
78 sampai dengan 81.

Membaca dengan teliti dan memahami catatan-catatan di atas, termasuk


KUM HS, Explanatory Notes, dan uraian pada pos, sub-pos, dan pos tarif yang
berkaitan dengan barang yang akan diklasifikasikan merupakan syarat mutlak yang
harus dilakukan agar klasifikasi yang dilakukan benar-benar akurat.
Mengklasifikasi barang tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar mencari satu
pos tertentu saja. Untuk beberapa hal cara seperti ini mungkin berhasil namun labih
banyak risiko kegagalannya. Tatacara mengklasifikasi harus diikuti dengan urut agar

V.3
Jenis Catatan

benar-benar diperoleh hasil yang akurat.

C. Rangkuman
Catatan merupakan pintu gerbang dalam memasuk bagian dan bab dalam
BTBMI. Secara garis besarnya pintu gerbang tersebut akan mengatur tentang suatu
barang yang boleh dimasukan, dikeluarkan, atau dikeluarkan sebagian serta
penjelasan lainyya. Hal ini diperlukan agar jangan sampai salah dalam
menempatkan pengelompokan barang sesuai Harmonized system. Secara singkat
jenis catatan tersebut meliputi, catatan definitive, eksklusive, illustratif, dan
penjelasan.

D. Latihan 5

No Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkan contoh catatan definitif pada Bab
39 ?
2 Sebutkan contoh catatan ekslusif pada Bab
71 ?
3 Sebutkan catatan ilustratif pada pada Bagian
VIII ?
4 Sebutkan jenis catatan apa pada catatan 4
bab 30
5 Sebutkan jenis catatan lain nya pada bab 30
selain catatan pada soal no. 4

V.4
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

KEGIATAN BELAJAR VI
KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASI HARMONIZED
SYSTEM

A. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari Bab VI, para Mahasiswa
mampu mempraktikan Ketentuan Umum untuk
Menginterpretasi Harmonized System nomor 1, 2a, 2b,
3a, 3b, 3c, 4, 5a, 5b dan 6 dengan benar.

B. Uraian Materi

1. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System Nomor 1


Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS)
merupakan pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu
kompleksnya teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai pedoman
dasar yang tidak boleh ditinggalkan. Setiap kali melakukan kegiatan klasifikasi
barang, sadar atau tidak, salah satu ketentuan dalam KUM HS harus dipergunakan.
Untuk itu, marilah kita pelajari satu-persatu enam butir KUM HS tersebut.
KUM HS 1 :
Judul Bagian, Bab dan Sub-bab hanya dimaksudkan untuk memudahkan
referensi saja; untuk tujuan hukum, klasifikasi harus ditentukan menurut uraian yang
terdapat dalam pos dan berbagai Catatan Bagian atau Bab yang berkaitan serta
menurut ketentuan-ketentuan berikut ini, asalkan pos atau Catatan tersebut tidak
menentukan lain :

Penjelasan:
HS adalah nomenklatur yang bersifat sistematik. Namun mengingat

VI.1
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

banyaknya jenis barang, tidak mungkin semua jenis barang dapat dicakup dengan
persis pada setiap bab. Contohnya, sutera adalah produk hewani, tetapi karena
sifatnya yang khusus dalam HS tidak diklasifikasikan pada bab 5 (produk hewani
tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya), tetapi diklasifikasikan khusus pada
bab 50.
Uraian pada bab hanya untuk referensi saja, tidak mempunyai kekuatan
hukum. Karena itu perlu diingat agar selalu mempertimbangkan semua bab atau pos
yang mungkin mencakup suatu barang. Yang mempunyai kekuatan hukum adalah
pos (heading), catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos. Uraian pos dan
catatan-catatan tersebut merupakan pertimbangan utama. Apabila pos dan catatan-
catatan tersebut tidak menentukan lain, dalam hal KUM HS 1 tidak bisa digunakan
barulah digunakan KUM HS 2, 3, 4, dan 5. Contohnya, catatan 2 Bab 31
menjelaskan pos 31.02 hanya untuk produk tertentu. Batasan ini tidak boleh
diperluas dengan menggunakan KUM HS 2(b).

Gambar V.1.
Keledai
Spesifikasi keledai :
a. jenis keledai
b. umur 2 tahun
c. dapat mendemontrasikan beberapa
permainan dalam pertunjukan sirkus
Pengklasifikasian apakah pada bab 1 atau
bab 95

Perhatikan gambar keledai yang biasa


digunakan untuk sirkus.
Bagaimana pengklasifikasiannya bila keledai tersebut diimpor oleh grup
sirkus dari jerman ?

2. KUM HS 2
KUM HS 2 a :

VI.2
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap meliputi
juga referensi barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung,
asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung
tersebut memiliki karakter utama dari barang itu dalam keadaan lengkap atau
rampung. Referensi ini harus dianggap juga meliputi refensi untuk barang tersebut
dalam keadaan lengkap atau rampung (atau yang berdasarkan ketentuan ini dapat
digolongkan sebagai lengkap atau rampung) yang diajukan dalam keadaan belum
dirakit atau terbongkar.
Penjelasan:
Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap
atau rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai
barang lengkap atau rampung Sebagai contoh beberapa set sepeda yang diimpor
dalam keadaan terurai, dan tiap setnya tidak ada sadel dan ban dalamnya. Namun
tetap dianggap set sepeda karena sifat utamanya sebagai sepeda telah dimiliki.
Gambar V.2.
Sepeda
Spesifikasi : Sepeda merk :”Bamby”
a. Ada alat perubah kecepatan
b. memiliki laher dalam as ban
c. bisa dikendarai oleh orang tua
maupun anak-anak namun tidak
ada spakboard

Perhatikan gambar sepeda diatas. Bagaimana pengklasifikasiannya bila


sepeda tersebut : a) tidak dicat ,b) tidak ada sadelnya c) dalam keadaan
terurai

Contoh kasus :
Kertas karton dalam bentuk lembaran, ada 6 bidang ukuran 20 x 15 cm
digunakan sebagai box atau kemasan makanan kecil

VI.3
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

KUM HS 2 b :
Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam pos, harus dianggap juga
meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau zat itu dengan
bahan atau zat lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau zat tertentu harus
dianggap juga meliputi referensi untuk barang yang sebagian atau seluruhnya terdiri
dari bahan atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari satu jenis bahan atau zat
harus diklasifikasikan sesuai prinsip dari Ketentuan 3.
Penjelasan:
Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan
berdasarkan KUM HS 1. Sebagai contoh suatu susu yang telah ditambah sedikit
vitamin, maka pengklasifikasiannya tetap sebagai susu. Mengapa demikian ? karena
sifat sebagai susunya tidak berubah. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku apabila pos
atau catatan bagian atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, pos 15.03 (-
lard oil, ...tidak diemulsi atau dicampur...); karena uraian posnya sudah menyebutkan
bahwa produk dalam pos tersebut tidak dicampur, maka KUM HS 2(b) tidak berlaku.
Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat barang
seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus digunakan
KUM HS 3).
Gambar V.3.
Tutup botol terpasang pada botol

Spesifikasi tutup botol : Terbuat dari gabus; bagian


luarnya dilapisi plastik. Bagaimana
pengklasifikasian tutup botol tersebut, apakah pada
bab 45 atau bab 39. Perhatikan sumbat botol
diatas, bagaimana bila sumbat botol bagian atas
dilapis plastik ?

Contoh kasus
Minuman susu yang berisi vitamin C

VI.4
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

3. KUM HS 3 :
Apabila dengan menerapkan Ketentuan 2 (b) atau untuk berbgaia alasan lain,
barang yang dengan pertimbangan awal dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau
lebih, maka klasifikasiannya harus diberlakukan sebagai berikut:

Penjelasan:
KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan.
Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru kemudian
KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan apabila uraian
pos, catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, catatan 4(b)
bab 97 menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos 97.01 sampai dengan
97.05 dan juga dirinci pada pos 97.06, harus diklasifikasikan pada pos terdahulu
awal (berarti bertentangan dengan KUM HS 3c ). Dalam hal ini KUM HS 3(c) tidak
berlaku.
KUM HS 3 a :
Pos yang memberikan uraian yang paling spesifik, harus lebih diutamakan
dari pos yang memberikan uraian yang lebih umum. Namun demikian, apabila dua
pos atau lebih yang masing-masing pos hanya merujuk kepada bagian dari bahan
atau zat yang terkandung dalam barang campuran atau barang komposisi,atau
hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat terkandung dalam campuran atau
barang komposisi atau hanya merujuk kepada bagian dari barang dalam set yang
disiapkan untuk penjualan eceran, maka pos-pos tersebut harus dianggap setara
sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun salah satu dari pos tersebut
memberikan uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.
Penjelasan:
Pos dengan uraian lebih spesifik lebih diutamakan dari pos dengan uraian
yang lebih umum. Pos yang menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos
yang menyebutkan kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan
pada pos 85.10, bukan pada pos 85.09 (self-contained motor). Saringan oli walau
sebagai bagian dari mesin pada pos 8409, namun diklasifikasikan pada pos 8421
pada saringan yang uraian barangnya lebih rinci.
Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih
diutamakan dari pos yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted textile

VI.5
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

for motor cars diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.
Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat
yang terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari item
dalam satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak berlaku dan
digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih rinci dari pos
lainnya.
KUM HS 3 b :
Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari bahan yang
berbeda atau yang dibuat dari komponen yang berbeda, serta barang yang disiapkan
dalam set untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan
referensi 3 (a), harus diklasifikasikan berdasarkan bahan atau komponen yang
memberikan karakter utama barang tersebut, sepanjang kriteria ini dapat diterapkan.
Penjelasan:
KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri
dari bahan yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang
berbeda, dan barang yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran, dan
bila KUM HS 3(a) tidak bisa digunakan.
Yang dimaksud dengan karakter utama (Essential character) pada KUM
HS ini mengacu pada bahan atau komponen, kemasan, jumlah, berat atau nilai, dan
bahan utama yang berkaitan dengan penggunaan barang.
KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu
sama lain adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama
membentuk barang jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah. Contoh,
rak bumbu dengan beberapa botol tempat bumbu kosong.
Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan
eceran yaitu:
a. Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set).
b. Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu.
c. Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh, ready-to-
eat-meal).
Contoh set: hairdressing set yang terdiri dari electric hair clipper (85.10), sisir
(96.15), gunting (82.13), sikat (96.03), dan handuk dari tekstil (63.02), dikemas
dalam tas kulit (42.02)  diklasifikasikan pada pos 85.10 (berdasarkan komponen

VI.6
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

yang memberikan sifat utama).


KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian
yang dikemas terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam
proporsi tertentu untuk keperluan industri (contoh, minuman).
Perhatikan mie instan yang sudah mask diatas. Tahukah Saudara ketika belum
dimasak yang bungkusannya terdiri dari : mie, saus, kecap, bumbudan bahan
lainnya. Bagaimana Saudara mengklasifikasi bila dalam keadaan mentah atau dalam
bungkusan ?
KUM HS 3 c:
Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3 (a) atau
3(b), maka barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tarif terakhir
berdasarkan urutan penomorannya di antara pos tarif yang mempunyai
pertimbangan yang setara.
Penjelasan:
Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan
pada pos terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2 sisi
terbuat dari kayu dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau dari
bahan baku memiliki bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan pos
83.06, namun karena menurut KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus
diklasifikasikan pada pos terakhir, yaitu pos 83.06.

Gambar V.4
Van Belt
Spesifikasi barang :
a. Van belt merk : :”Ando”
b. mengandung bahan plastik dan karet
yang sama tebal
c. memiliki kekuatan sama pada lapisan
karet dan plastik
Perhatikan vanbelt ini, bagaimana pengklasifikasiannya bila terbuat dari bahan
plastik dan karet yang sama tebalnya ?

VI.7
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

4. KUM HS 4:
Barang yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi diatas, harus
diklasifikasikan ke dalam pos yang sesuai untuk barang yang paling menyerupai.
Penjelasan:
a. KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3 tidak
dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan barang yang
sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya, tujuannya).
b. Ketentuan ini mengenai barang-barang yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam salah satu pos dalam HS, karena tidak ada uraian yang sesuai (misalnya
yang baru muncul di pasaran dunia). Ketentuan ini menetapkan bahwa barang-
barang tersebut harus digolongkan kedalam pos atas barang yang
memiliki persamaan terbanyak.
c. Pada waktu menerapkan ketentuan No.4, barang yang akan diklasifikasikan
harus diperbandingkan dengan uraian barang dalam beberapa pos HS yang
memiliki kesamaan jenis atau karakternya. Hal tersebut dilakukan untuk meneliti
pada pos mana yang memiliki unsur kesamaan terbanyak.
d. Persamaan dapat tergantung dari beberapa faktor seperti nama, sifat,
penggunaan, dan seterusnya.

Perlu diingatkan, KUM HS 4 baru digunakan apabila benar-benar tidak ada lagi
data atau informasi yang dapat diperoleh untuk mengidentifikasi barang dimaksud.
Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan KUM HS 4, sangat disarankan untuk
mencari lebih dulu informasi tentang barang dimaksud dari berbagai sumber yang
ada, seperti literatur, data teknis, internet, dan sebagainya.

5. KUM HS 5 :
Sebagai tambahan dari aturan di atas, Ketentuan berikut ini harus
diberlakukan terhadap barang tersebut di bawah ini:

Tas kamera, tas instrumen musik, koper senapan, tas instrumen gambar,
kotak kalung dan kemasan semacam itu, dibentuk secara khusus atau pas untuk
menyimpan barang atau perangkat barang tertentu, cocok untuk penggunaan jangka
panjang dan diajukan bersama barangnya, harus diklasifikasikan menurut
barangnya, apabila kemasan tersebut memang biasa dijual dengan barang tersebut.

VI.8
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk kemasan yang memberikan
seluruh karakter utamanya;
Penjelasan:
KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat semacam itu
yang:
a. khusus dibuat untuk barang tertentu.
b. digunakan untuk jangka waktu lama.
c. dimasukkan bersama barangnya (bila dimasukkan terpisah diklasifikasikan pada
pos tersendiri).
d. biasa dijual bersama dengan barangnya.
e. tidak memberikan sifat utama.

Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata, dan
sebagainya.

Gambar V.5.
Gitar disertai kemasannya

Spesifikasi barang :
a. gitar dengan kemasannya
b. merk :”Refly”
c. Terbuat dari karet yang dilapisi
tekstil tebal

Perhatikan gambar guitar dan kemasannya diatas. Bagaimana Saudara


mengklasifikasiguitar beserta kemasan diatas ?

VI.9
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

KUM HS 5 b :
Berdasarkan aturan dari ketentuan nomor 5 (a) di atas, bahan pembungkus
dan kemasan pembungkus yang diajukan bersama dengan barangnya harus
diklasifikasikan menurut barangnya, apabila bahan atau kemasan pembungkus
tersebut memang biasa untuk membungkus barang tersebut. Namun demikian
ketentuan ini tidak mengikat apabila bahan atau kemasan pembungkus tersebut
secara nyata cocok untuk dipakai berulangulang.

Penjelasan:
Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan dengan
barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang
digunakan berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama
pengemasnya (tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan pada
pos tarif gas, sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif tabung gas.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih tinggi dari
barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus diklasifikasikan
tersendiri Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat permen dari porselin
berdekorasi China

Gambar V.6.
Tabung Berisi Gas

Spesifikasi barang:
a. tabung gas berisi gas
b. merk :”Reflon”
c. Terbuat baja tahan karat

Bagaimana pengklasifikasian suatu gas beserta tabungnya yang dapat diisi ulang ?
Tabung gas LPG dengan isinya LPG pada pos berapa dalam Harmonized System ?

VI.10
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

6. KUM HS 6:
Untuk tujuan hukum klasifikasi barang dalam sub pos dari suatu pos harus
ditentukan berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan catatan subpos
bersangkutan, serta ketentuan ini di atas dengan penyesuaian seperlunya, dengan
pengertian bahwa hanya subpos yang setara yang dapat diperbandingkan. Kecuali
apabila konteksnya menentukan lain, untuk keperluan ketentuan ini diberlakukan
juga catatan Bagian dan catatan Bab.
Penjelasan:
KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara
langsung) untuk subsub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada takik
yang sama).
KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain. Artinya, catatan
bagian, catatan bab, atau catatan subpos harus tetap menjadi pertimbangan utama.
Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak sama dengan Platinum
pada catatan subpos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11 dan 7110.19).

C. Rangkuman
Dalam mengklasifikasi barang dalam BTBMI diperlukan suatu pedoman.
Pedoman tersebut adalah Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System
(KUM HS) merupakan ketentuan untuk memasuki klasifikasi barang. Saat ini KUM
HS hanya terdiri dari nomor 1 sampai dengan nomor 6. Dahulu sampai dengan 10,
nomor 7 sampai 10 dihilangkan dan beberapa diantaranya menjadi surat keputusan
Dirjen Bea dan Cukai

D. Latihan 6

1. Mengisi

Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana bunyi KUM HS no. 1 1.

2. Dalam mengklasifikasi barang gantungan 2.

VI.11
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

kunci yang terdiri dari ring baja, rantai baja


dan hiasan dari plastik, harus
menggunakan KUM HS nomor berapa ?

3. Bagaimana menurut pendapat Saudara 3.


mengenai penggunaan KUM HS nomor 4
dalam prakteknya ?

4. Ceritakan KUM HS no 5b. 4.

2. Pilihan Ganda

1 Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi HS. Nomor satu mengandung arti :


a. judul bagian mengikat
b. Judul bab mengikat
c. uraian barang tidak
d. catatan mengikat

2 Susu yang telah dibubuhi dengan vitamin atau mineral tetap diklasifikasikan
sebagai susu menurut prinsip Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi
Harmonized System nomor ..............
a. nomor 2 a
b. nomor 2 b
c. nomor 3 a
d. nomor 3 b

3 Kasus yang dapat diselesaikan dengan Ketentuan Umum Untuk


Mengintrepertasi HS nomor 2 b berkaitan dengan ...
a. minuman mineral murni
b. minuman mineral ditambah vitamin
c. sepeda hanya rangka

VI.12
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

d. mobil tidak ada ban

4 Judul Bab 42 diantaranya “Barang dari kulit samak …”, namun kenyataannya
pada pos 4202 ada peti dari plastik. Hal tersebut diperbolehkan sesuai
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System nomor…......
a. no. 1
b. no. 2 a
c. no. 2 b
d. no. 3 a

Diimpor 100 set sepeda dalam keadaan terurai dan masing-msing set tidak ada
5 sadelnya diklasifikasikan sebagai sepeda menurut Ketentuan Umum untuk
Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) nomor…
a. nomor 2a
b. nomor 2b
c. nomor 3a
d. nomor 3b

6 Penerapan Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi HS nomor 3a dapat


dilakukan terhadap pengklasifikasian barang dibawah ini ….
a. saringan oli mobil tidak pada pos 8409
b. gigi kuda nil dianggap sebagai gading
c.van belt ada lapisan plastik dan karet yang sama tebal
d. barang dengan kemasan yang dapat diisi ulang

7 Suatu sepeda dalam keadaan terurai dan ada kerangkanya menurut Ketentuan
Umum untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) diklasifikasikan
sebagai …
a. sepeda
b. sepeda minus
c. bagian sepeda

VI.13
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

d. sepeda tidak lengkap

8 Suatu barang yang pengklasifikasiannya dapat diselesaikan dengan Ketentuan


Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System nomor 3 a yaitu terhadap
kasus pengklasifikasian barang dibawah ini :
a. karpet mobil pada bab 87
b. karpet mobil pada bab 57
c. sepeda ada variasinya
d. sepeda hanya bannya

9 Satu set spagheti yang terdiri : mie, saus tomat, saus cabe dan kecap harus
diklasifikasikan pada suatu komponen yang paling dominan yaitu mie dengan
pos 19.02 menurut Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Harmonized
System nomor ….
a. nomor 2a
b. nomor 2b
c. nomor 3a
d. nomor 3b

10 Penerapan Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi HS nomor 3c dapat


dilakukan terhadap pengklasifikasian barang dibawah ini ….
a. minuman susu mengandung vitamin
b. binatang yang dipergunakan untuk sirkus keliling masuk Bab 95
c.lapisan ban penggerak ada lapisan plastik dan karet yang sama tebal
d. suatu barang yang uraian jenis barangnya tidak ada dalam BTBMI
11 Tabung gas yang dapat diisi ulang berisi gas oksigen, harus diklasifikasikan :
a. pada satu pos tarif
b. pada dua pos tarif
c. sesuai KUM HS no. 5a
d. pernyataan a, b dan c salah
12 Tustel yang diajukan beserta wadahnya diklasifikasikan dalam ...
a. satu pos tarif sesuai wadah

VI.14
Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

b. satu pos tarif sesuai tustel


c. dua pos tarif wadah dan tustel
d. diklasifikasikan sesuai kaidah dalam KUM HS 5b

VI.15
Tahapan Mengklasifikasi Barang

KEGIATAN BELAJAR BAB VII


TAHAPAN MENGKLASIFIKASI BARANG

A. Tujuan Intrusional Khusus


Setelah mempelajari Bab VII, para Mahasiswa
mampu mempraktikan tahapan dalam mengklasifikasi
barang berdarkan Harmonized System

B. URAIAN
Secara lebih rinci, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk
mengklasifikasi barang:
1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia,
atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.
2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila
sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan
Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.
3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab
yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan
yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih,
perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan.
4. Baca dan cermati catatan Bagian atau Bab (atau catatan Sub-pos dalam hal
tertentu) yang ditunjuk oleh penjelasan pada butir 3. Kita ulangi proses
pengklasifikasian pada butir 3. Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai
gambaran umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di
bab lainnya.
5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,

VII.1
Tahapan Mengklasifikasi Barang

maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan
kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita sudah
dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci. Bila sudah
kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal menentukan
sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam penentuan sub-
pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi yang sama dengan
penentuan pos (4-digit). Sampai tahap ini sebenarnya kita sedang menggunakan
KUM HS 1.
6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi barang,
kita mulai menggunakan KUM HS 2. Ingat, kita baru dapat menggunakan KUM
HS 2 apabila KUM HS 1 benar-benasr tidak dapat digunakan. Cara untuk
meyakinkan bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan berusaha membuktikan
bahwa hanya ada satu pos yang sesuai untuk barang tersebut. Dalam hal KUM
HS 1 tidak bisa diterapkan karena informasi atau data spesifikasi barang kurang
lengkap, maka yang harus dikerjakan adalah mencari informasi atau data
tersebut lebih dulu. Jangan terburu-buru menggunakan KUM HS 2 sebelum kita
benar-benar yakin KUM HS 1 tidak dapat digunakan.
7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang
dimaksud dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek.
Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama
adalah fungsi/kegunaan, nilai (value), dan bentuk fisik (appearance). Usahakan
paling tidak selalu mempertimbangkan ketiga aspek tersebut sebelum
menentukan sifat utama suatu barang campuran.
8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus selalu
diingat bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos , sub-sub pos, atau pos-pos
tarif yang setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi,
perbandingan dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.
9. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian
barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM,
atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan
lain-lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu
menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan ketentuan yang
terbaru.

VII.2
Tahapan Mengklasifikasi Barang

C. Rangkuman
Dalam proses mengklasifikasi barang diperlukan tahapan yang sesuai, agar
menghasilkan keputusan yang tepat sesuai aturan yang benar. Pada prinsipnya
meliputi identifikasi barang, mendeskripsikan jenis barang, kemudian melihat uraian
barang dalam BTBMI sesuai dengan yang akan diklasifikasi. Pengamatan uraian
barang dalam BTBMI dengan melihat bagaian, bab dan catatan yang berkaitan
dengan barang yang akan diklasifikasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut baru
ditentukan pos tarif yang tepat.

D. LATIHAN 7

Pertanyaan Jawaban
1. Mengapa sebelum mengklasifikasi barang, 1.
diperlukan data mengenai barangnya ?
Sebutkan contoh kasus !
2. Bagaimana tahapan mengklasifikasi barang 2.
agar menghasilkan pos tarif yang akurat ?
3. Mengapa dalam mengklasifikasi barang harus 3.
memperhatiakan bagian dan bab serta catatan
bagian dan catatan babnya yang terkait dengan
barang tersebut ?
4. Apakah tahapan dalam mengklasifikasi Barang 4.
perlu dilakukan berurut ? Mengapa ?
5. Mengapa dalam menentukan bea masuk harus 5.
menggunakan BTBMI yang up to date ?

VII.3
Nota Penelitian Klasifikasi Barang

KEGIATAN BELAJAR BAB VIII


NOTA PENELITIAN KLASIFIKASI BARANG

A. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari Bab VIII, para Mahasiswa
mampu membuat nota penelitian klasifikasi barang
dengan benar berdarkan Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia

B. Uraian

1. Pengantar
Berkaitan dengan klasifikasi barang, setidaknya ada dua fihak yang
berkepentingan yaitu aparat DJBC dan importir/PPJK. Sebagaimana selama ini
telah berjalan, dalam rangka pengimporan importir/PPJK memberitahukan sendiri
jenis barang, klasifikasi, dan pembebanan impornya. Selanjutnya DJBC akan
meneliti dan menetapkan klasifikasi barang tersebut.
Dalam mekanisme ini tidak jarang timbul perbedaan pendapat mengenai
klasifikasi barang antara importir/PPJK dan aparat DJBC. Dalam mempertahankan
pendapatnya, aparat DJBC diharuskan membuat uraian rinci yang menjelaskan
dasar klasifikasi barang dimaksud. Dalam diktat ini disajikan cara membuat uraian
rinci klasifikasi barang tersebut.
Untuk memudahkan, uraian rinci klasifikasi barang dimaksud kita sebut saja
Nota Penelitian Klasifikasi Barang. Kerangka nota penelitian klasifikasi barang
sebenarnya tidak baku, bisa singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang
tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Namun dalam diktat ini pembuatan
nota penelitian klasifikasi barang tersebut diarahkan untuk mengikuti ketentuan-
ketentuan dasar mengklasifikasi barang sesuai HS/BTBMI.

VIII.1
Nota Penelitian Klasifikasi Barang

2. Nota Penelitian Klasifikasi Barang


Pada bagian akhir diktat ini disajikan juga contoh soal klasifikasi barang
menggunakan nota penelitian klasifikasi barang. Soal tersebut dapat dijawab
dengan menggunakan contoh nota penelitian di bawah ini:
Contoh 1.
a. Nama barang/uraian jenis barang
b. Bagian, Bab, alasan/catatan Bag/Bab /Sub-pos yang terkait
c. Explanatory Notes atau referensi lainnya
d. Uraian klasifikasi barang
- tuliskan mulai dari 2 digit, 4 digit, 6 digit dan 9 digit
e. Kesimpulan

Contoh 2.
(Contoh ini umumnya diterapkan pada penelitian klasifikasi di Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai):
Nama Barang/Uraian Jenis Barang
Spesifikasi Barang
(Komposisi, kapasitas, kemasan,bentuk, kegunaan, dll.)
Pos (pos-pos) Yang Mungkin
(Bisa satu atau lebih kemungkinan pos tarif)
Dasar Klasifikasi
Catatan : Bagian, Bab dan Sub pos
a. Uraian pos, Explanatory Notes, BTBMI, dan informasi atau referensi
lainnya
b. Tentukan satu pos yang paling sesuai
c. Tentukan sub-pos yang paling sesuai
d. Tentukan pos tarif yang paling sesuai

Kesimpulan Klasifikasi Barang


Barang dimaksud diklasifikasikan pada
tarif xxxx.xx.xxx BM x% PPN x%.

3. Praktek Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang:

VIII.2
Nota Penelitian Klasifikasi Barang

a. Nama dan Jenis barang:


Norit mengandung arang aktif dari arang kayu dalam bentuk tablet 5 gram
dipergunakan untuk mengatasi keracunan atau perut kembung. Bahan tersebut
telah terdaftar dalam Farmakope Indonesia

Alasan Klasifikasi:

1) Arang kayu masuk Bab 44.


2) Menurut catatan 1 (d) Bab 44 tidak meliputi arang aktif masuk pos 3802
3) Bab 38 catatan 1 (d) tidak meliputi barang untuk obat …masuk Bab 30

Uraian klasifikasi :
1) Bab 30..Produk farmasi
2) Pos 3004. Obat dalam dosis tertentu..
3) Subpos 3004.90 Lain-lain
4) Subpos 3004.90.90 Lain-lain
5) Pos tarif 3004.90.99.00 Lain-lain
Kesimpulan :
Norit diklasifikasikan pada pos tarif 3004.90.99.00 BM …. % .PPN … % PPh....%.

b. Nama dan Jenis barang:


Shampo merk : KAO dalam tube 100 ml mengandung obat anti ketombe dan anti
jamur atau kerontokan rambut

Alasan Klasifikasi:
1) Shampo termasuk kosmetik Bab 33, shampo Pos 3305. ;
2) Bila mengandung obat Bab 30 Lihat Bab 30 catatan 1(d) :Bab ini tidak
meliputi pos 3303-3307 walau mengandung obat
Uraian klasifikasi:
1) Bab 33..kosmetika…
2) Pos 3305 preparat digunakan pada rambut..
3) Subpos 3305.10 shampo
4) Pos tarif 3305.10.90.00..shampo
Kesimpulan:

VIII.3
Nota Penelitian Klasifikasi Barang

Shampo mengandung obat anti kerontokan diklasifikasikan pada pos tarif


3305.10.90.00 BM …. % .PPN … % PPh.......%

c. Nama dan Jenis barang :


Sosis daging sapi yang dimasak
Alasan Klasifikasi :
1) Makanan olahan masuk Bagian IV
2) Olahan dari ikan masuk Bab 16, lihat cat 1 “..diolah selain dari bab 2 dan 3
masuk Bab 16…”
3) Lihat Bab 16 catatan 2 “Bab 16 meliputi olahan makanan mengandung
daging lebih dari 20 %
Uraian klasifikasi :

1) Bab 16 ...Olahan dari daging


2) Pos 1601 ...sosis
3) Subpos 1601.00.10. sosis
4) Pos tarif 1601.00.12.00…mengandung daging sapi
Kesimpulan :
Sosis daging sapi tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 1601.00.12.00 BM ….
% .PPN … % PPh %.

d. Nama dan Jenis barang:


Bahan untuk membuat cat besi mengandung bahan alkyd resin (poliester resin)
55 %, bahan pelarut yang mudah manguap 28 % dan bahan lainnya 13 %
Alasan Klasifikasi :

1) Bahan cat termasuk produk kimia bagian VI, cat masuk bab 32
2) Lihat catatan 4 bab 32 ....... pos 3208 meliputi bahan yang mengandung
bahan pelarut mudah menguap lebih dari 50 %
3) pelarut kurang dr 50 % ke pos 3907..

Uraian klasifikasi :
1) Bab 39..polimer
2) Pos 3907 poliester (alkid resin)

VIII.4
Nota Penelitian Klasifikasi Barang

3) Subpos 3907.50 alkid (poliester) dari poliester


4) Pos tarif 3907.50.10.00 cair
Kesimpulan :
Bahan cat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 3907.50.10.00 BM …. % .PPN
… % PPh.....%.

e. Nama dan Jenis barang:


Kawat pilinan dari baja terdiri dari 5 buah yang dipilin tidak diisolasi ukuran total
diameter 2,5 cm digunakan untuk penarik mobil derek
Alasan Klasifikasi :
1) Barang dari logam tidak mulia masuk Bagian XV.
2) Lihat Bagian XV catatan 2 “kawat dipilin masuk bagian untuk pemakaian
umum pos 7312 ….Mobil derek masuk bab 87
3) Lihat Bagian XVII catatan 2(B) bagian untuk pemakaian umum tidak boleh
masuk Bab 87
4) Barang dari logam tidak mulia masuk Bab 73, (walau bagian untuk mobil
derek)
Uraian klasifikasi :
1) Bab 73..barang dari baja
2) Pos 7312 ..kawat
3) Subpos 7312.10. kawat dipilin
4) Pos tarif 7312.10.90.00 ukuran 25 mm
Kesimpulan :
Kawat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 7312.10.90.00 BM ….% PPN …%
PPh….%.

f. Nama dan Jenis barang :


Bagian dari kendaraan bermotor berupa : Radiator untuk mobil bus mini untuk
pengangkutan 15 orang dengan mesin diesel dalam keadaan CKD masa total 10
ton
Alasan Klasifikasi :
1) Kendaraan…bergerak selain diatas rel… Bagian XVII, Kendaraan Bab 87

2) Radiator bagian dari kendaraan bermotor. Bagiannya masuk pos 8708.

VIII.5
Nota Penelitian Klasifikasi Barang

Uraian klasifikasi:

1) Bab 87 Kendaraan yang bergerak selain diatas rel …


2) Pos 8708 bagian untuk kendaraan bermotor..
3) Sub pos 8708.90 bagian dan aksesori lainnya ….
4) Sub pos 8708.91. radiator
5) Pos tarif 8708.91.30.00 untuk bus mini
Kesimpulan :
Radiator tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 8708.91.30.00 BM …. % .PPN
… % PPh %.

C. Rangkuman
1. Proses dalam mengklasifikasi barang harus seuai dengan aturan, demikian juga
hasil penelitian klasifikasi barang harus disajikan dalam bentuk format yang
benar. Pada umumnya hsil penelitian dituangkan dalam suatu format yang
berisikan komponen : nama dan jenis barang, alas an klasifikasi, uraian
klasifikasi dan kesimpulan.
2. Dalam membuat nota penelitian klasifikasi barang ada yang sederhana dengan
hanya menggunakan BTBMI, namun dilapangan nama barang berdasarkan
hasil pemeriksaan, ditambah informasi barang dari brosur, hasil analisa
laboratorium atau sumber informasi lainnya

D. Latihan 8

Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkab tahapan dalam membuat nota 1.
penelitian klasifikasi barang ?

VIII.6
Nota Penelitian Klasifikasi Barang

2. Nota penelitian klasifikasi barang 2.


seyogyanya memuat hal-hal apa saja ?
3. Mengapa dalam mengklasifikasi barang 3.
tidak hanya menyebutkan 9 digitnya atau
kesimpulannya saja ?
4. Tentukan pos tariff dari : Ayam gallus 4
domesticus berat 300 gr, untuk bibit
5. Tentukan pos tariff dari personal komputer 5

VIII.7
Catatan Penting Dalam Btbmi

KEGIATAN BELAJAR IX
CATATAN PENTING DALAM BTBMI

A. Tujuan Unstruksional Khusus


Setelah mempelajari Bab IX, para
Mahasiswa mampu menerapkan
pengklasifikasian barang dengan benar
sesuai catatn penting dalam Buku Tarif Bea
Masuk Indonesia

B. Uraian
Disamping KUM HS, catatan-catatan dalam HS merupakan bagian integral
yang harus diperhatikan benar-benar. Catatan-catatan tersebut mempunyai kekuatan
hukum sama seperti uraian pos atau sub-pos. HS mempunyai Catatan Bagian,
Catatan Bab, dan Catatan Sub-pos. Catatan-catatan penting tersebut adalah:

1. Bagian II
Bab 7 Catatan 2
2.- Dalam pos 07.09, 07.10, 07.11 dan 07.12 kata "sayuran" meliputi jamur,
cendawan tanah, buah zaitun, kaper, labu sumsum, labu kuning, terong, jagung
manis (Zea mays var. saccharata), buah dari genus Capsicum atau dari genus
Pimenta, adas pedas, parsley, chervil, tarragon, cress dan marjoram manis
(Majorana hortensis atau Origanum majorana) yang dapat dimakan.
Contoh kasus :
Biji jagung manis (sweet corn) dalam keadaan utuh dan kering untuk benih

2. Bagian II
Bab 16 Catatan 2
2.- Olahan makanan digolongkan dalam Bab ini asalkan mengandung sosis, daging,
sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau invertebrata air lainnya,

IX.1
Catatan Penting Dalam Btbmi

atau berbagai kombinasinya, lebih dari 20% menurut beratnya. Dalam hal
apabila olahan mengandung dua atau lebih produk yang disebut di atas,
diklasifikasikan dalam pos pada Bab 16 yang sesuai dengan komponen atau
komponen-komponen yang mendominasi menurut beratnya. Ketentuan ini tidak
berlaku untuk produk diisi dari pos 19.02 atau olahan dari pos 21.03 atau 21.04.
Contoh kasus
Hamburger mengandung (dalam persentase berat) : roti 52 %, daging sapi goreng
22 %, sayuran 21 % dan lainnya 5 %

3. Bagian IV
Bab 19 catan 1
1.- Bab ini tidak meliputi :
a) Kecuali dalam hal produk diisi dari pos 19.02, olahan makanan mengandung
b) sosis, daging, sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau
invertebrata air lainnya, atau berbagai kombinasinya, lebih dari 20% menurut
beratnya (Bab 16);
c) Biskuit atau barang lain yang dibuat dari tepung atau dari pati, diolah secara
khusus untuk makanan hewan (pos 23.09); atau
d) Obat-obatan dan produk lain dari Bab 30.

Contoh kasus
Suatu bungkusan olahan makanan spageti instan masak terdiri dari : 22 % daging
sapi, 56 % spageti diisi (stuffed products) & 20 % bumbu lainnya Dikemas dalam
kemasan kedap udara 500 gram untuk penjual eceran.

4. Bagian IV
Bab 20 catatan subpos 2
2.- Untuk keperluan subpos 2007.10, istilah "olahan homogen" berarti olahan buah,
dihomogenisasi secara halus, disiapkan untuk penjualan eceran sebagai makanan
bayi atau untuk keperluan diet, dalam kemasan dengan berat bersih tidak melebihi
250 g. Untuk penerapan definisi ini tidak memperhitungkan sejumlah kecil berbagai
bahan yang ditambahkan pada olahan tersebut sebagai penyedap, pengawet atau
keperluan lain. Olahan ini dapat mengandung sejumlah kecil buah yang dapat dilihat.

IX.2
Catatan Penting Dalam Btbmi

Subpos 2007.10 harus dipertimbangkan lebih dahulu daripada subpos lain dari pos
20.07.

Contoh kasus
Suatu olahan yang serba sama (homogen) dalam bentuk tepung mengandung
campuran dari (persentase berat) : daging 11 %, ikan 10 %, sayuran 15 % dan tepung
beras 55 %. Dijual untuk penjual eceran sebagai makanan bayi dalam kemasan 200
gram.

5. Bagian VI
Bagian VI catatan 3
3.- Barang yang disiapkan dalam set yang terdiri dari dua atau lebih unsur yang
terpisah, beberapa atau seluruhnya yang digolongkan dalam Bagian ini dan
dimaksudkan untuk dicampur bersama untuk memperoleh produk dari Bagian VI
atau VII, harus diklasifikasikan dalam pos yang sesuai dengan produk tersebut,
asalkan unsur tersebut :
a) berdasarkan penyiapannya jelas dapat dikenal untuk digunakan bersamasama
tanpa dibungkus ulang sebelumnya;
b) diajukan bersama; dan
c) pada saat diajukan, dapat dikenali sebagai unsur yang saling melengkapi
d) satu sama lain, baik berdasarkan sifat atau perbandingan relatifnya.

Contoh kasus
Cairan pengkoreksi (correction fluid) dalam kotak ukuran 5 x 7 x 8 cm berisi 1 (satu)
botol plastik berisi cairan pengencer 25 cc dan 1 (satu) botol plastik berisi correction
fluid 25 cc.

6. Bagian VII
Bab 39 catatan 4
4.- Istilah "kopolimer" meliputi semua polimer yang unit monomer tunggalnya tidak
ada yang beratnya 95% atau lebih menurut berat total kandungan polimer tersebut.
Untuk keperluan Bab ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain,
kopolimer (termasuk kopolikondensasi, produk kopoliadisi, block copolymer dan graft

IX.3
Catatan Penting Dalam Btbmi

copolymer) dan campuran polimer harus diklasifikasikan dalam pos yang mencakup
polimer dari unit komonomer tersebut yang beratnya mendominasi berat unit
komonomer tunggal lainnya. Untuk keperluan Catatan ini, bagian unit komonomer
dari polimer yang termasuk dalam pos yang sama harus digolongkan bersama.
Dalam hal tidak terdapat unit komonomer tunggal yang mendominasi, maka
kopolimer atau campuran polimer harus diklasifikasikan dalam pos terakhir
berdasarkan urutan penomoran di antara pos yang mempunyai pertimbangan yang
setara.
Contoh kasus :
1. Bahan plastik jenis polivinil klorida dalam bentuk bubuk yang mengandung filler 10
% dan bahan plastisasi 10 % digunakan untuk pembuatan pipa pralon
2. Suatu bahan plastik kopolimer dari monomer polietilena 60 % dan komonomer
vinil asetat 40 % dalam bentuk bubuk

7. Bagian VII
Bab 40 catatan 4
4.- Dalam Catatan 1 Bab ini dan dalam pos 40.02, istilah "karet sintetik"
berlaku untuk:
a. Zat sintetik tidak jenuh yang dapat diubah dengan tidak kembali ke sifat semula
melalui vulkanisasi menggunakan belerang menjadi zat non termoplastik, yang
pada suhu antara 18 C dan 29 C tidak akan putus bila di rentang hingga tiga kali
panjang aslinya, dan setelah direntang hingga dua kali panjang aslinya selama
lima menit, panjangnya akan kembali menjadi tidak lebih dari satu setengah kali
panjang aslinya. Untuk keperluan pengujian ini, dapat ditambahkan zat yang
diperlukan untuk ikatan silang, seperti pengaktif dan akselerator vulkanisasi;
keberadaan zat yang dimaksud oleh Catatan 5.
b. (ii) dan (iii) juga diperkenankan. Namun demikian, keberadaan berbagai zat yang
tidak diperlukan untuk ikatan silang, seperti perentang, peliat dan pengisi, tidak
diperkenankan. Contoh kasus : Butiran stirene butadiene rubber

8. Bagian XI
Bagian XI catatan 2
2.- (A) Barang yang dapat diklasifikasikan dalam Bab 50 sampai dengan 55 atau

IX.4
Catatan Penting Dalam Btbmi

dalam pos 58.09 atau 59.02 dan dari campuran dua bahan tekstil atau lebih harus
diklasifikasikan seolah-olah seluruhnya terdiri dari satu bahan tekstil yang beratnya
mendominasi berat setiap bahan tekstil lainnya. Apabila tidak satupun bahan tekstil
yang mendominasi menurut beratnya, barang tersebut harus diklasifikasikan seolah-
olah seluruhnya terdiri dari satu bahan tekstil yang termasuk dalam pos terakhir
berdasarkan urutan penomoran di antara pos-pos dengan pertimbangan yang
setara.
2.- (B) Untuk keperluan ketentuan di atas:
1) benang lilit dari bulu kuda (pos 51.10) dan benang berlogam (pos 56.05) harus
diperlakukan sebagai bahan tekstil tunggal yang beratnya dianggap seperti berat
keseluruhan komponennya; untuk pengklasifikasian kain tenunan, benang
berlogam harus dianggap sebagai bahan tekstil;
2) pilihan pos yang sesuai harus dilakukan, pertama, dengan menentukan Babnya,
dan kemudian pos yang tepat dalam Bab tersebut, tanpa memperhatikan
berbagai bahan yang tidak diklasifikasikan dalam Bab tersebut;
3) apabila Bab 54 dan 55 berkaitan dengan berbagai Bab lainnya, maka Bab 54 dan
55 harus diperlakukan sebagai Bab tunggal;
4) apabila Bab atau pos merujuk pada barang dari bahan tekstil yang berbeda ,
maka bahan tersebut harus diperlakukan sebagai bahan tekstil tunggal.
Contoh kasus :
Kain tenun terbuat dari serat rayon (tiruan) stapel 26 %, poliester filamen 33 % dan
kapas 41 % dicelup

9. Bagian XV
Bagian XV catatan 2
2. Dalam Nomenklatur ini, istilah "bagian untuk pemakaian umum" berarti :
a) barang dari pos 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang semacam itu
dari logam tidak mulia lainnya;
b) pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain pegas jam atau
arloji (pos 91.14); dan
c) barang dari pos 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta cermin dari logam
tidak mulia, dari pos 83.06.

IX.5
Catatan Penting Dalam Btbmi

Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan Bab 78 sampai dengan 82 (tetapi tidak dalam
pos 73.15) referensi untuk bagian barang tidak meliputi referensi untuk bagian
pemakaian umum sebagaimana dirinci di atas.
Contoh kasus
Mur dan baut dari baja tahan karat, ukuran diameter 2 cm digunakan pada mesin
cetus api untuk mobil sedan 1500 cc

10. Bagian XVI


Bagaian XVI catatan 3, 4 dan 5
3.- Kecuali apabila konteksnya menentukan lain, mesin gabungan yang terdiri dari
dua atau lebih mesin yang dipasang bersama untuk membentuk satu kesatuan dan
mesin lainnya yang dirancang untuk keperluan melakukan dua fungsi atau lebih yang
saling melengkapi atau fungsi alternatif, harus diklasifikasikan seolah-olah terdiri
hanya dari komponen tersebut atau sebagai mesin tersebut yang melakukan fungsi
utama.
4.- Apabila mesin (termasuk kombinasi mesin) terdiri dari komponen tersendiri
(terpisah atau saling dihubungkan dengan pipa, dengan peralatan penggerak,
dengan kabel listrik atau dengan peralatan lainnya) yang dimaksudkan untuk
digunakan bersama untuk melakukan fungsi tertentu secara jelas, yang termasuk
dalam salah satu pos dalam Bab 84 atau 85, seluruhnya harus diklasifikasikan dalam
pos yang sesuai dengan fungsi tersebut.
5.- Untuk keperluan Catatan ini, istilah " mesin " berarti berbagai mesin,
permesinan, instalasi, perlengkapan, aparatus atau peralatan yang disebut dalam
pos pada Bab 84 atau 85.
Contoh kasus :
Diimpor mesin tenun yang terdiri dari 3 kelompok, yaitu :1) meisn tenun 2) komputer
untuk merancang bangun pola kain dan 3) printer
Bagian XVI catatan 5
5.- (A) Untuk keperluan pos 84.71, istilah "mesin pengolah data otomatis"
berarti :
(a) Mesin digital, yang dapat : (1) Menyimpan program atau programprogram
pengolahan dan sekurang-kurangnya data yang diperlukan segera untuk
pelaksanaan program tersebut; (2) Diprogram secara bebas menurut kebutuhan

IX.6
Catatan Penting Dalam Btbmi

pemakai; (3) Mengerjakan perhitungan aritmatika yang ditentukan oleh pemakai;


dan, (4) Tanpa intervensi manusia, melaksanakan program pengolahan yang
memerlukan modifikasi pelaksanaannya, dengan keputusan yang logis, selama
berlangsungnya pengolahan;
Contoh kasus :
Satu set komputer yang terdiri dari unit pengolah data, monitor dan key board. Dalam
unit pengolah data terdapat program untuk mencek harga dengan cara menscan
data pada barang tersebut. Unit pengolah data tersebut tidak dapat diprogram bebas
sekehendak operator, misalnya tidak dapat diprogram microsof word dan sejenisnya
yang terbaru

11. Bagian XVI catatan 7


7.- Untuk keperluan klasifikasi, mesin yang digunakan untuk lebih dari satu
kegunaan, harus diperlakukan seolah-olah kegunaan utamanya adalah kegunaan
satu-satunya. Berdasarkan Catatan 2 pada Bab ini dan Catatan 3 pada Bagian XVI,
suatu mesin yang kegunaan utamanya tidak diuraikan dalam pos manapun atau
yang tidak ada satupun kegunaannya merupakan kegunaan utama, kecuali apabila
konteksnya menentukan lain, harus diklasifikasikan dalam pos 84.79. Pos 84.79 juga
meliputi mesin untuk membuat tali atau kabel (misalnya, mesin penjalin, mesin
pemilin atau mesin pembuat kabel) dari kawat logam, benang tekstil atau berbagai
bahan lainnya atau dari kombinasi bahan bahan tersebut.
Contoh kasus :
Organizer yang dapat digunakan untuk membuat surat, mengirim dan mencetak
tetapi tidak dapat diprogram sesuai program pengetikan terbaru
Bab 85 catatan 4
4.- Untuk keperluan pos 85.34 "sirkit tercetak" adalah sirkit yang diperoleh dengan
pembentukan di atas dasar pengisolasi, melalui berbagai proses pencetakan
(misalnya, pencetakan timbul, penyepuhan, pengetsaan) atau melalui teknik "sirkit
film" berupa elemen konduktor, kontak atau komponen tercetak lainnya (misalnya,
induktansi, resistor, kapasitor), tersendiri atau saling berhubungan menurut pola
yang ditetapkan sebelumnya, selain elemen yang dapat memproduksi,
menyearahkan, memodulasi atau memperkuat sinyal elektris (misalnya, elemen semi
konduktor).

IX.7
Catatan Penting Dalam Btbmi

Istilah " sirkit tercetak " tidak meliputi sirkit yang dikombinasi dengan elemen selain
yang diperoleh selama proses pencetakan, juga tidak meliputi resistor, kapasitor,
atau induktansi khusus. Namun demikian, sirkit tercetak dapat dilengkapi dengan
elemen penghubung tidak dicetak. Sirkit film tipis atau tebal yang terdiri dari elemen
pasif dan aktif yang diperoleh selama proses teknologis yang sama, harus
diklasifikasikan dalam pos 85.42.

12. Bagaian XVII


Bagian XVII catatan 2
2.- Istilah "bagian" serta "bagian dan aksesori" tidak berlaku untuk barang berikut,
dapat diidentifikasi sebagai barang dari Bagian ini maupun tidak :
a) sambungan, cincin pipih atau sejenisnya dari berbagai bahan (diklasifikasikan
menurut bahan utamanya atau dalam pos 84.84) atau barang lainnya dari karet
divulkanisasi selain karet keras (pos 40.16);
b) bagian untuk pemakaian umum, sebagaimana dirinci dalam Catatan 2 Bagian
XV, dari logam tidak mulia (Bagian XV), atau barang semacam itu dari plastik
(Bab 39);
c) barang dari Bab 82 (perkakas);
d) barang dari pos 83.06;
e) mesin atau aparatus dari pos 84.01 sampai dengan 84.79, atau bagiannya;
barang dari pos 84.81 atau 84.82 atau barang dari pos 84.83, asalkan barang
tersebut merupakan bagian integral dari mesin atau motor;
f) mesin atau perlengkapan elektris (Bab 85);
g) barang dari Bab 90;
h) barang dari Bab 91;
i) senjata (Bab 93);
j) lampu atau alat kelengkapan penerangan dari pos 94.05; atau
k) sikat dari jenis yang digunakan sebagai bagian dari kendaraan ( pos 96.03).
Contoh kasus
Rantai sepeda motor dari baja keras untuk motor merk : Honda

3.- Referensi untuk "bagian" atau "aksesori" dalam Bab 86 sampai dengan 88 tidak
berlaku untuk bagian atau aksesori yang tidak cocok untuk digunakan sematamata

IX.8
Catatan Penting Dalam Btbmi

atau terutama dengan barang dari Bab-bab tersebut. Bagian atau aksesori yang
memenuhi uraian dalam dua pos atau lebih dari pos pada Bab-bab tersebut, harus
diklasifikasikan menurut pos yang sesuai dengan penggunaan utama dari bagian
atau aksesori tersebut.

13. Bagian XVIII


Bab 90 catatan 7
7.- Pos 90.32 berlaku hanya untuk :
(a) Instrumen dan aparatus untuk mengontrol arus, tinggi permukaan, tekanan atau
variabel lainnya dari cairan atau gas secara otomatis, atau untuk mengontrol suhu
secara otomatis, yang penggunaannya tergantung maupun tidak pada fenomena
elektris yang berubah-ubah menurut faktor yang harus dikontrol secara otomatis,
yang dirancang untuk memberi faktor tersebut untuk, dan mempertahankannya pada
nilai yang dikehendaki, distabilkan terhadap gangguan, dengan pengukuran nilai
aktual secara konstan atau periodik; dan
(b) Regulator besaran listrik otomatis dan instrumen atau aparatus untuk mengontrol
besaran bukan listrik secara otomatis, yang pengoperasiannya tergantung pada
fenomena listrik yang berubah-ubah menurut faktor yang dikontrol, yang dirancang
untuk memberi faktor ini untuk, dan mempertahankannya pada nilai yang
dikehendaki, distabilkan terhadap gangguan, dengan pengukuran nilai aktual secara
konstan atau periodik.
Contoh kasus :
Stabilizer otomatis untuk komputer dengan daya 1500 watt, 220 volt

14. Bagian XXI


Bab 97 catatan 5
5.- Bingkai yang terpasang pada lukisan, gambar, gambar pastel, kolase atau plakat
hiasan semacam itu, ukiran, barang cetakan atau litograf harus diklasifikasikan
dengan barang tersebut, asalkan dari jenis dan nilai yang wajar untuk barang
tersebut. Merujuk pada Catatan ini, bingkai yang bukan merupakan jenis atau nilai
yang wajar untuk barang tersebut, harus diklasifikasikan terpisah.
Contoh kasus :
Gambar wanita cantik ukuran 30 x 50 cm disertai bingkai dari ukiran jati harga

IX.9
Catatan Penting Dalam Btbmi

sebanding dengan harga gambarnya

3. Rangkuman
Salah satu syarat menjadi seorang klasifikator yang baik adalah harus dapat
memahami catatan penting. Catatan merupakan salah satu syarat penting dalam
mengklasifikasi barang. Bahkan dalam KUM HS nomor satu dinyatakan bahwa hal
yang mengikat dalam mengklasifikasi barang adalah catatan, baik catatan bagian,
bab maupun subpos. Berbagai jenis barang akan dijelaskan dengan catatan dalam
bagian, bab maupun subpos yang bersifat mengikat.

4. Latihan 9

Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkan 3 contoh barang termasuk bagian 1.
untuk pemakaian umum ?
2. Bagaimana syarat komputer menurut 2.
Harmonized system pada Bab 84 ?
3. Bagaimana pengklasifikasian motor untuk 3
mobil mainan ?
4. Saringan udara untuk mesin diklasifikasikan 4
pada pos berapa ?
5. Apakah bingkai dan gambar yang sama 5.
mahal harganya diklasifikasikan dalam satu
pos tarif ?

IX.10
Penutup

PENUTUP

The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS)


mempunyai berbagai keistimewaan, antara lain fungsi serba guna (multi fungsi),
struktur sistematis dan sifatnya harmonis. HS disahkan oleh WCO dalam suatu
konvensi internasional (Konvensi HS) yang juga diratifikasi Indonesia. Dengan
meratifikasi konvensi HS, Indonesia mengadopsi sistem klasifikasi HS menjadi
sistem klasifikasi barang yang berlaku di Indonesia.

Selanjutnya, HS tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi apa yang dikenal


sebagai Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Amandemen HS 2007 oleh WCO dan revisi AHTN yang mulai
diberlakukan tanggal 1 Januari 2007, maka untuk mengimplementasikan perubahan-
perubahan tersebut telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 110/PMK.010/2006 tanggal 15 Nopember 2006. Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan tersebut kemudian dilakukan penyusunan Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia Tahun 2007 (BTBMI 2007) yang mulai diberlakukan tanggal 1
Januari 2007.

Dalam mengklasifikasi barang harus mengikuti Ketentuan Umum


Menginterpretasi Harmonized System. KUM HS mutlak diperlukan sebagai
pedoman dasar dan dipergunakan dalam melakukan klasifikasi barang

Secara lebih rinci, langkah dalam mengklasifikasi barang ialah : memahami


jenis barang, mendeskripsikan barang, kemudian buka BTBMI, lihat bagaian dan bab
terkait, baru melihat catatan dan atau KUMHS dan terakhir menentukan pos tarif.
Sering berlatih dan membuat Nota PenelItian Klasifiaksi Barang akan membantu
kemahiran dalam mengklasifilasi barang
GLOSARIUM

1 Alphabetical Index Urutan nama barang berdasarkan abjad


diserta nomor harmonized system dalam 6
digit
2 ASEAN Association South East Asia Nation
3 BTBMI Buku Tarif Bea Masuk Indonesia
4 BTN Sistem Brussel ; Brussel Tariff Nomenclature
5 CCC Customs Cooperation Council
6 CCCN Sistem Customs Cooperation Council
7 EN The Explanatory Notes to the Harmonized
System
8 HS Harmonized System
9 Harmonized System Harmonized Commodity Description and
Coding System
10 IATA The International Air Transport Association
11 ICS The International Chamber or Shipping
12 IUR The International Union Railway
Konvensi HS. The Convention Of Harmonized Commodity
Description and Coding System
13 KUM HS Ketentuan Umum Menginterpretasi
Harmonized System
14 Mesin berarti berbagai mesin, permesinan, instalasi,
perlengkapan, aparatus atau peralatan yang
disebut dalam pos pada Bab 84 atau 85.
15 Pellet Produk yang telah diaglomerasi baik secara
langsung dengan cara dikompresi atau
dengan penambahan sejumlah kecil bahan
pengikat.
16 Sistem klasifikasi adalah suatu daftar penggolongan barang
barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan
untuk mempermudah penarifan perdagangan
17 SITC The Standard International Trade
Classificatioan
18 WCO World Customs Organization ; Organisasi
Pabean Dunia
DAFTAR PUSTAKA
a. Harmonized System, Wordl Customs Organization, 2007 version

b. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (2007).

c. Departemen Keuangan RI, Jakarta

d. Explanatory Notes, World Customs Organization, 2007

e. Pengantar Klasifikasi Barang. (1995)

Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta

***
BIO DATA PENULIS

Nama : Adang Karyana S.


Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Agustus 1957
Pekerjaan : Widyaiswara pada Pusdiklat Bea dan
Cukai
Alamat : Jln. Bojana Tirta Rawamangun Jakarta
Telpon kantor : 1) 4897123 2)4890308 ext. 890
Alamat Rumah : Jln. Sumatera B-87 Komp. AL Jatibening
Indah Pondok Gede Bekasi 17412
Telp. 8470128 Hp 08129578520
Riwayat Pekerjaan : - Pegawai Ditjen Bea dan Cukai 1982-
1997
- Widyaiswara/Staff Pengajar Pusdiklat
Bea dan Cukai 1998 - sekarang
Pengajaran : 1. Diklat teknis Kebea Cukaian Pegawai
Bea dan cukai di Pusdiklat Bea dan
Cukai
2. Diklat Ahli Kepabeanan
3. Program Diploma Spesialisasi
Kepabeanan dan Cukai
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Pendidikan : 1. Akademi Kimia Analisis Bogor (1980)
2. ST Teknologi Tekstil Bandung (1991)
Pendidikan Kejuruan : - Diklat Teknis Kebeacukaian Pusdiklat
Bea dan Cukai Jakarta tahun 1987
- Diklat Ahli Kepabeanan Pusdiklat Bea
dan Cukai Jakarta tahun 1999
- Technical Identification and Clasiffication
of goods Japanese Customs. Jepang
1994 – 1995
Pengalaman Organisasi : Tim penyusun Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia tahun 1996 & 2003

Anda mungkin juga menyukai