Anda di halaman 1dari 7

INSTITUT STIAMI

MATA KULIAH KEPABEANAN DAN CUKAI


DOSEN : DRS. CHAIRIL ANWAR POHAN, M.SI, MBA
PERTEMUAN KE-6
TEMA : SISTEM KLASIFIKASI BARANG (HARMONIZED SYSTEM)

A. Pendahuluan
Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) atau secara internasional lebih dikenal sebagai
Harmonized System (HS) merupakan buku yang berisi penamaan dan penomoran (pengklasifikasian)
setiap jenis barang yang diperdagangkan di dunia. Masing-masing negara-negara dapat memperluas
penambahan penomoran Harmonized Sistem sesuai keperluan, umumnya pada tingkat urutan digit ke
delapan atau ke sepuluh). Negara-negara yang telah mengadopsi Harmonized System tidak
diperkenankan untuk mengubah dengan cara apapun yang terkait dengan penjelasan Pos atau Subpos
WCO.
Pengelolaan HS dilakukan oleh World Customs Organization (WCO) yang berpusat di Brussels,
Belgia dan beranggotakan lebih dari 170 negara. Jadi singkatnya BTKI adalah HS yang menggunakan
bahasa Indonesia dan Inggris. BTKI selalu di perbaharui setiap periode waktu tertentu sesuai dengan
perkembangan jaman dan dinamika perdagangan internasional. Selain memuat klasifikasi atas setiap
jenis barang yang diperdagangkan, di dalam BTKI juga memuat besarnya tarif Bea Masuk, Bea Keluar,
PPN, dan PPn BM. BTKI yang berlaku setiap tahunnya dilakukan pembaharuan terhadap kontennya.
Sejak tahun 2017 sudah diberlakukan BTKI versi 2017 menggantikan BTKI versi 2012.

B. Harmonized Commodity Description and Coding System 27


Harmonized Commodity Description and Coding System lebih dikenal sebagai Harmonized System
(HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk
pengklasifikasi produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization
(WCO) beranggotakan lebih dari 170 negara anggota dan berkantor di Brussels, Belgia.
Tata penamaan pada Harmonized System terdiri atas enam angka, empat digit pertama yang disebut
sebagai Pos WCO, yang berarti bahwa secara global semua HS di dunia memiliki barang yang sama
pada pos ini.Kemudian 2 digit (digit kelima dan keenam) berikutnya disebut subpos WCO. Negara-
negara yang telah mengadopsi Harmonized Sistem tidak diperkenankan untuk mengubah dengan cara
apapun yang terkait dengan penjelasan Pos atau Subpos WCO dari Harmonized Sistem.
Masing-masing negara-negara dapat memperluas penambahan penomoran Harmonized Sistem untuk
keperluan umumnya pada tingkat urutan digit ke delapan atau ke sepuluh. Untuk daerah Asean, dikenal
dengan subpos AHTN, yaitu digit ke-7 dan 8, sedangkan untuk kebijakan atas penambahan
nomenklatur barang masing-masing negara ada pada digit ke-9 dan 10.
Barang niaga atau impor yang dapat dimasukkan ke dalam HS pada Pos WCO harus memenuhi nilai
perdagangan dunia minimal US 50 juta dalam tiga tahun terakhir, yang mana ini adalah ketentuan dari
WCO. Sedangkan untuk dapat masuk ke bagian subpos AHTN maka barang harus memenuhi nilai
perdagangan minimal US 1 juta dalam tiga tahun terakhir dalam perdagangan antar negara Asean.
__________________________
27 Wikipedia.org
Sekarang telah lebih dari 200 negara, kesatuan wilayah ekonomi dan tarif cukai yang mewakili
lebih dari 98% dari perdagangan dunia yang telah menggunakan HS sebagai dasar untuk:
 Tarif Bea Cukai
 Kumpulan statistik perdagangan internasional
 Rules of origin
 Kumpulan pajak internal
 Negosiasi dalam perdagangan (misalkan, jadwal konsesi tarif dalam World Trade Organization)
 Tarif transportasi dan statistik
 Pemantauan atas kontrol barang (misalkan, limbah, narkoba, senjata kimia, lapisan ozon, spesies langka)
 Bidang kontrol dan prosedur cukai dalam hal ini termasuk atas risiko dan kepatuhan dan teknologi
informasi.
Revisi pengkodean ini telah dilakukan dalam bertahun-tahun. oleh karena itu, jika memerlukan
referensi kode yang berkaitan dengan masalah perdagangan bahkan dari tahun yang lalu, harus terlebih
dahulu melakukan pemastian terhadap penetapan definisi kode yang sesuai untuk dapat digunakan.

C. Definisi & Tujuan


Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan Harmonized System
(HS) adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah
penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi
sebelumnya. Saat ini pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan kepada Harmonized System dan
dituangkan ke dalam suatu daftar tarif yang disebut Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). HS disusun
pada th 1986 oleh sebuah Kelompok studi dari Customs Cooperation Council (sekarang namanya World
Customs Organisation), dan disahkan pada konvensi HS yang ditandatangani oleh 70 Negara yang sebagian
besar Negara Eropa, namun sekarang hampir semua Negara ikut meratifikasi, termasuk Indonesia yang
mengesahkannya melalui Keppres no. 35 th. 1993.

Tujuan Pembuatan HS
diantaranya adalah: i. Memberikan keseragaman dalam penggolongan daftar barang yang sistematis, ii.
Memudahkan pengumpulan data dan analisis statistik perdagangan dunia, dan iii. Memberikan sistem
internasional yang resmi untuk pemberian kode, penjelasan dan penggolongan barang untuk tujuan
perdagangan

D. Fungsi atau Kegunaan ‘Harmonized System’


Harmonized System atau Kode HS ini berfungsi atau digunakan sebagai dasar untuk: 1. Tarif Bea
Cukai Rules of Origin (aturan asal) 2. Kumpulan pajak internal 3. Tarif transportasi dan statistic 4.
Kumpulan statistik perdagangan internasional 5. Bidang kontrol dan prosedur cukai (termasuk atas
risiko dan kepatuhan serta teknologi informasi) 6. Pemantauan atas control barang (seperti narkoba,
lapisan ozon, senjata tajam, spesies langka, limbah) 7. Negosiasi dalam perdagangan (seperti jadwal
konsesi tarif dalam World Trade Organization)
Secara spesifik, Kode HS atau BTKI ini digunakan untuk hal-hal yang terkait ekspor impor seperti:
i. Bea Masuk (BM) dan Bea Keluar (BK) ii. Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan BMTP (Bea
Masuk Tindak Pengaman) iii. Pajak Dalam Rangka Impor (seperti, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22)
dan iv. Pemberitahuan pabean, dan lainnya

D. Harmonized System, Asean Harmonized Tariff Nomenclature dan BTKI


Tahun 2017 Bea Cukai menetapkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) terbaru edisi 2017.
Sebelumnya Bea Cukai menggunakan BTKI 2012 sebagai acuan dalam administrasi kepabeanan
Indonesia.
Pengertian Harmonized System (HS), Asean Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) dan Buku
Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) adalah sebagai berikut :
 Harmonized System (HS) merupakan nomenklatur produk multi tujuan yang bersifat internasional.
HS telah diratifikasi oleh hampir seluruh negara di dunia sejak 1 Januari 1988 berdasarkan konvensi
internasional yang disusun oleh WCO. Konvensi tersebut mengatur tentang struktur klasifikasi barang
perdagangan dalam bentuk kelompok kelompok barang berdasarkan pos dan sub pos dan dilengkapi
dengan Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS) serta Catatan.
 Harmonized System(HS) adalah nomenklatur klasifikasi barang yang digunakan secara seragam di
seluruh dunia berdasarkan International Convention on The Harmonized Commodity Description and
Coding System dan HS digunakan untuk keperluan tarif, statistik, rules of origin, pengawasan komoditi
impor/ekspor dan keperluan lainnya.
 HS terdiri dari penomoran barang sampai tingkat 6 (enam digit), KUMHS, Catatan Bagian, Catatan
Bab dan Catatan Subpos yang mengatur ketentuan pengklasifikasian barang.
 HS secara periodik di amandemen oleh WCO untuk menyesuaikan dengan perubahan pola perdagangan
dan situasi dunia terkini, sehingga berdampak pada AHTN yang pada akhirnya juga mengakibatkan
BTKI harus disesuaikan sekaligus me-review struktur AHTN.
 Asean Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) adalah sistem klasifikasi barang yang diterapkan
secara seragam pada penomoran barang sampai dengan tingkat 8 (delapan) digit pada negara anggota
ASEAN yang dilaksanakan dengan prinsip tranparansi, kosistensi, kesederhanaan dan uniformity.
AHTN didasarkan pada Protocol Governing The Implementation of AHTN yang telah disahkan oleh
para Menteri Keuangan ASEAN tanggal 8 Agustus 2003. AHTN sendiri telah disusun dan dibahas
berdasarkan masukan dari masing masing negara ASEAN dalam forum AHTN Task Force yang
beranggotakan classification experts dari negara anggota ASEAN.
AHTN merupakan pengembangan dari HS, berupa penambahan 2 digit angka pada 6 digit angka pada
HS sehingga struktur klasifikasi yang digunakan di seluruh ASEAN menjadi seragam yaitu 8 digit
angka. Selain itu AHTN juga dilengkapi dengan supporting references yaitu :
 Supplementary Explanatory Notes (Catatan Penjelasan Tambahan) untuk memberikan
penjelasan teknis dan spesifikasi barang barang yang dirinci pada pos AHTN. Supplementary
Explanatory Notes atau Catatan Penjelasan Tambahan adalah referensi yang memuat deskripsi,
spesifikasi dan penjelasan teknis barang yang termasuk dalam subpos AHTN (8 digit) tertentu yang
disusun oleh AHTN Task Force.
 Concordance Tables (Tabel Korelasi) memuat korelasi pos pos AHTN sebelumnya dengan
AHTN existing atau sebaliknya. Tabel korelasi adalah tabel yang berfungsi sebagai referensi untuk
membantu menelusuri perubahan pos tarif dari BTKI 2012 ke BTKI 2017 dan sebaliknya.

BTKI adalah Buku Tarif Kepabeanan Indonesia yang memuat sistem klasifikasi barang yang
berlaku di Indonesia, meliputi Ketentuan Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS),
Catatan, dan Struktur Klasifikasi Barang yang disusun berdasarkan Harmonized System (HS) dan
ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature(AHTN). Penyebutan BTKI 2017 selanjutnya merujuk pada
sistem klasifikasi barang yang berlaku di Indonesia mulai 1 Maret 2017.
Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) merupakan buku yang memuat nomenklatur klasifikasi
barang uang disusun berdasarkan HS dan AHTN. BTKI sendiri memuat KUMHS, Catatan Bagian,
Catatan Bab, Catatan Sub Pos, Struktur Klasifikasi Bab 1 s.d. Bab 98, dan besaran tarif (BM MFN,
BK, PPN, PPNBM) yang diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Struktur BTKI disusun berdasarkan HS dan AHTN, dimana Indonesia terlibat dalam proses pembahasan
AHTN dan banyak mengusulkan pos AHTN. Besaran tarif bea masuk dan pos tarif yang ada dalam
BTKI/AHTN ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan disusun berdasarkan masukan dari Kementerian dan
Instansi terkait, antara lain Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Pertanian, Badan POM, dan instansi pemerintah terkait lainnya.
Perubahan secara signifikan pada BTKI 2017
Mulai 1 Maret 2017, Indonesia menggunakan AHTN 2017 menjadi BTKI 2017 (8 digit pos tarif) tanpa
pemecahan pos nasional seperti BTKI 2012 dan meliputi beberapa perubahan sebagai berikut :
1. Perubahan struktur Klasifikasi, a.l.: Penambahan Pos/Subpos, Penghilangan/ Penggabungan Pos/
Subpos, dan Revisi Uraian/Redaksional
2. Perubahan Catatan Bagian, Catatan Bab dan Catatan Sub Pos.

ASEAN menerapkan A single tariff nomenclature dengan pertimbangan : i. Merupakan rekomendasi


AHTN Task Force dan sesuai AHTN Protocol ii. Mendukung AEC (ASEAN Economic Community iii.
Sebagai dasar pembentukan ASEAN Single Window iv. Sebagai embrio penerapan Single Document
Export-Import (ASEAN Customs Declaration Document) antar negara anggota ASEAN

Pemberlakuan Penggunaan kode HS 2017 (8 digit) di Indonesia


Mulai 1 Maret 2017, klasifikasi barang yang diekspor dan diimpor harus sesuai dengan Pos Tarif/HS yang
terdapat dalam Sistem Klasifikasi Barang Tahun 2017 sebagaimana ditetapkan dalam PMK
6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Bea Masuk Atas Barang
Impor

Perubahan BTKI dan Dampaknya


HS diamandemen oleh WCO secara rutin setiap 5(lima) tahun yang didasarkan pada perkembangan
teknologi, perubahan pola perdagangan serta kondisi perekonomian di dunia, dimana perubahan
tersebut akan berdampak pada penyesuaian Asean Harmonized Tarif Nomenclatur(AHTN) dan BTKI.
Mengingat sistem klasifikasi barang digunakan untuk berbagai keperluan tarif dan non tarif di
Indonesia, maka perubahan BTKI berdampak terhadap hal-hal yang mengacu pada pos tarif antara lain
sebagai berikut: i. Bea Masuk Umum/Most Favoured Nation (MFN), ii. Bea Masuk Free Trade Agreement
(FTA), iii. Bea Keluar iv. BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) dan BMTP (Bea Masuk Tindak Pengaman)
v. Pajak Dalam Rangka Impor (PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22) vi. Dokumen perijinan dalam rangka
larangan dan pembatasan impor/ekspor.
Selain itu perubahan BTKI juga berdampak pada : i. Penyesuaian modul PIB, PEB dan
pemberitahuan pabean terkait lainnya. ii. Aturan lartas pada Kementerian dan Lembaga. iii. Penyesuaian
IT Inventory atau aplikasi sejenis di perusahaan.
Sesuai kesepakatan antar Kementerian dan Lembaga yang menerbitkan dokumen perijinan, Perijinan
lartas Ekspor dan Impor yang diterbitkan setelah 1 Maret 2017 harus sudah menggunakan Pos Tarif/HS
sesuai BTKI 2017.

Berikut ini adalah kronologis Harmonized System di Indonesia:

1 Jan 1874 UU Tarif Indonesia (Indische Tarriefwet) tahun 1871 tanggal 17 November 1872
dengan Stbl 1873 No 351 tetapi baru berlaku pada tanggal 1 Januari 1874. Buku atau
daftar Tarif bea masuk yang pertama berlaku di Indonesia
1882 Ordonansi Bea (Bepalingen Op De Heffing En verzekering Der in En Vitvoerregten-
Staatblad 1882 No.240)
1910 Ordonansi Tarif (Tarief Ordonantie-Staatblad 1910 N0.628 Jo Staatsblad 1934 No.471)
1 Jan1934 Klasifikasi Nomenclatur Jenewa yang berlaku sejak 1 Januari 1934
1949 Ordonansi Bea Keluar, Staatsblad No.39
1957 Ordonasi 1957 No.30, Cabut Ordonansi 1949 Staatsblad No.39
31 Jan1973 BTN (Brussels Tarief Nomenclature), yang berlaku sejak 31 Januari 1973
1 Jan 1980 Customs Cooperation Council Nomenclature
1 April 1985 Customs Cooperation Council Nomenclature
1989 HS pertama sekali digunakan oleh Indonesia
1992 Amandamen HS ke-1 (diimplementasikan tahun 1994)  BTBMI (Buku Tarif Bea
Masuk Indonesia) 1994
1993 Indonesia menjadi contracting party konvensi HS
1996 Amandemen HS ke-2 ( diimplementasikan tahun 1996) -BTBMI 1996
1 April 1996 UU No.10 Tahun 1995 UU Kepabeanan Indonesia
2002 Amandemen HS ke-3 ( diimplementasikan tahun 2003) -BTBMI 2003
2003 Pengenalan Asean Harmonised Tariff Nomenkelatur (AHTN) berdasarkan HS 2002
(diimplementasikan tahun 2004) -BTBMI 2004
15 Nop 2006 UU No.17/2006 tentang perubahan UU No.10/1995 Kepabeanan Indonesia
2007 Amandamen HS ke-4 dan revisi AHTN ke-1 (diimplementasikan tahun 2007)
BTBMI 2007
2011 Amandemen HS ke-5 dan revisi AHTN ke-2 (diimplementasikan 1 Januari tahun
2012). Disebut dengan BTKI (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia) 2012
2017 BTKI (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia) 2017
Mulai 1 Maret 2017, Indonesia menggunakan AHTN 2017 menjadi BTKI 2017 (8 digit
pos tarif)

Pengkodean HS (HS Code)


Sesuai namanya, Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal
sebagai Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran
yang digunakan untuk mengklasifikasikan produk perdagangan serta turunannya. Harmonized
System atau biasa disebut Kode HS ini dikelola oleh World Custom Organization (WCO).
Indonesia mulai menerapkan Kode HS ini melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1988
dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Namun Indonesia baru
meratifikasi konvensi HS dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 35 Tahun 1993 dan pada 1994
melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 81/KMK.05/1994, struktur klasifikasi barang dalam
BTBMI/BTKI mengacu pada sistem klasifikasi dari HS Convention.

a. Pengkodean Pos Tarif HS


Seluruh barang yang dapat diperdagangkan dikelompokkan ke dalam 21 bagian dan 97 bab.
Setiap bab (2 digit pertama) akan dibagi kembali dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil,
disebut pos (4 digit pertama). Dan setiap pos akan dibagi ke dalam sub-sub pos (6 digit).
Jumlah keseluruhan sub pos WCO sekira 5.300 sub pos yang mencakup keseluruhan barang yang
umum diperdagangkan di seluruh dunia.
Kode yang terdapat pada Harmonized System ini terdiri dari 6 angka yang disertai deskripsi barang,
yakni:
 4 digit pertama adalah Pos WCO : Kode ini sebagai tanda secara global, di mana semua HS di dunia
memiliki barang yang sama pada pos tarif ini.
 2 digit berikutnya: Dua digit berikutnya atau digit kelima dan keenam ini adalah subpos WCO.
6 digit kode HS ini terdiri dari: KUMHS, Catatan Bagian, Catatan Bab dan Catatan Subpos yang
mengatur ketentuan pengklasifikasian barang.

b. Ketentuan Harmonized System atau Kode HS (HS Code)


Dari ketentuan yang berlaku secara global, artinya setiap negara yang mengadopsi Harmonized
System ini dilarang mengubah terkait penjelasan Pos atau Sub Pos WCO dari HS ini. Namun,
masing-masing negara anggota dapat memperluas atau menambah penomoran pada HS untuk
keperluan secara umum pada tingkat urutan digit ke-8 atau digit ke-10.

c. Subpos AHTN untuk ASEAN


Sementara itu, untuk wilayah ASEAN dikenal dengan subpos AHTN (ASEAN Harmonized Tariff
Nomenclature) pada digit ke-7 dan digit ke-8. Negara-negara ASEAN dapat memperluas atau
mengubah penomoran pada subpos AHTN pada digit ke-9 dan digit ke-10. Indonesia melakukan
penambahan sub kategori dalam sistem klasifikasi barang yang diperdagangkan di dunia.
d. Kode HS untuk ASEAN Terbaru Berlaku 2022
AHTN adalah sistem klasifikasi barang yang diterapkan secara seragam pada penomoran barang
hingga 8 digit di seluruh negara-negara ASEAN. Saat ini, klasifikasi barang yang digunakan dalam
wilayah ASEAN adalah AHTN 2017 atau di Indonesia disebut BTKI 2017 yang ditetapkan dalam
PMK No. 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pebebanan Bea
Masuk atas Barang Impor.
Sedangkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia(BTKI) memuat sistem klasifikasi barang yang
berlaku di Indonesia, meliputi: Ketentuan untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS);
Catatan, dan Struktur Klasifikasi Barang yang disusun berdasarkan HS dan AHTN.
Jadi, klasifikasi barang yang ekspor dan diimpor harus sesuai dengan Pos Tarif/HS yang ada dalam
Sistem Klasifikasi Barang Tahun 2017.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam media center yang dirilisnya menyebutkan ASEAN
sepakat mengkaji ulang (review) pada AHTN 2017 menjadi AHTN 2022, yang mengubah beberapa
klasifikasi pada HS 20217. Indonesia akan mengimplementasikan AHTN 2022 sepenuhnya pada
BTKI 2021 yang berlaku mulai 1 Januari 2022.

e. Batas Nilai Impor dalam HS


Ketentuan barang niaga atau impor yang dapat dimasukkan ke dalam HS pada Pos WCO adalah
harus memenuhi nilai perdagangan dunia yakni minimal US$50 juta dalam 3 tahun terakhir.
Sedangkan untuk dapat masuk ke bagian subpos AHTN, batas nilai barang harus memenuhi nilai
perdagangan antar negara ASEAN minimal US$1 juta dalam 3 tahun terakhir.

Ilustrasi klasifikasi dan tarif Kode HS atau HS Code


Penggunaan HS Code atau ‘Harmonized System’ pada Ekspor -Impor
Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor (Ditjen PEN) Kementerian
Perdagangan, sistem penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-
digit) dengan penjelasan sebagai berikut:
Misalkan, Kode HS 0101.11.XX.XX yang diambil dari BTMI (10 digit)
Penjelasan:
—Bab (chapter) 1
——Pos (heading) 01.01
———-Sub-pos (subheading) 0101.11
————Sub-pos ASEAN (AHTN)
—————-Pos Tarif BTBMI (Buku Tarif Bea Masuk Indonesia)

Keterangan:
1. Bab 1: Bab ini menjelaskan suatu barang diklasifikasikan ditunjukkan melalui dua digit angka pertama.
Contoh ini menunjukkan bahwa barang tersebut diklasifikasikan pada Bab 1
2. Pos 01.01: Dua digit angka berikutnya atau 4 digit angka pertama menunjukkan heading atau pos pada
bab yang dimaksud sebelumnya. Contoh ini menunjukkan barang tsb diklasifikasi pada pos 01.01.
3. Sub-pos 0101.11: Enam digit angka pertama menunjukkan sub-heading atau sub-pos dan bab yang
dimaksud. Pada contoh di atas, barang tersebut diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11.
4. Delapan digit teks AHTN: 8 digit angka pertama adalah pos yang berasal dari teks AHTN.
5. Sepuluh digit pos tarif BTBMI: 10 digit angka tersebut menunjukkan tarif nasional yang diambil dari
BTBMI. Pos tarif ini menunjukkan besarnya pembebanan (Bea Masuk, PPN, PPnBM atau Cukai) serta
ada tidaknya peraturan tata niaganya.
SOAL
1. Importir I mengirim barang X dengan harga per unit yang diberitahukan adalah CIF $30. Metode I, II. atau
III tidak dapat dipergunakan. Terdapat barang identik dijual importir di pasar dalam negeri dengan harga
per unit pada jumlah penjualan terbesar adalah Rp 600.000,-. Biaya-biaya yang dikeluarkan I (belum
termasuk Bea masuk, PPN dan PPh) per satuan jenis barang adalah sbb :
Biaya transportasi Rp 45.000
Biaya lain(promosi, dll) Rp 40.000
Pengeluaran umum Rp 35.000
Profit Rp 60.000
Asuransi dalam negeri Rp 10.000
Data lainnya : BM =25%, PPN= 10%, PPh22 = 2,5%
Hitung :
a. Nilai Pabean berdasarkan metode Deduksi
b. BM, dan PDRI serta total pungutan seluruhnya.
c. Importir memberitahukan kepada petugas Bea Cukai bahwa Nilai Pabean adalah sebesar US$ 20/unit
Importir kedapatan Bea Cukai setelah memberitahukan Nilai Pabean yang seharusnya US$ 25/unit,
sehingga dikenakan sanksi administrasi kepabeanan. Hitung dasar pengenaan sanksi administrasi tsb.

2. PT KakaoAgro di Menado mengekspor biji kakao ke Malaysia pada tanggal 15 Januari 2020 dengan data
PEB sebagai berikut :
a. Jumlah kakao 20.000/MT (MT=metric ton) b. Tarif PE 3% c. Harga ekspor biji kakao sesuai
pos tarif no.1801.00.00.00 adalah US$ 2,156.00/MT. d. Kurs Kementerian Keu utk Kepabeanan
&Cukai Rp 14.000/USD 1

3. Pada tanggal 31 Jan 2017, PT. RODAMAS Jakarta mengimpor tepung gandum (Pos Tarif 1101.00.10) yang
berasal dari negara India dengan data dalam PIB sebanyak 5 petikemas 20’ @400 karton, @ 50kg. Harga
FOB USD 13.500. Tidak ada data Freight dari India ke Tanjung Priok. Tidak ada data Asuransi dari Port
India ke Tanjung Priok. Tariff Bea Masuk 5%. BMAD (bea masuk anti dumping) =14,85%, Kurs USD
1=Rp. 13.500,00. PT. Bukitmas tidak memiliki API. Asuransi yang dibayar dari Pabean Tg Priok Jakarta
Rp. 10juta. PT. Roda Mas tidak memiliki API.

Anda mungkin juga menyukai