Anda di halaman 1dari 12

Makalah Hukum Pajak

EKSISTENSI HUKUM PAJAK DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG


MEWAH (PPnBM) DI INDONESIA
Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Pajak
Dosen Mata Kuliah Hukum Pajak :
Angga Pramudya Pradhana , S.H., M.H

Disusun Oleh :

Aldo Ananda Abidin 2011010085

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MERDEKA MADIUN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan kemudahan-
kemudahan kepada setiap urusan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena
itulah kami dari kelompok 4 dapat menyelesaikan makalah PENGELOMPOKKAN BKP &
JKP
Dalam makalah ini akan dibahas tentang Tiga pembahasan antara lain: Pembagian
Kelompok BKP PPnBM, Pembagian Kelompok Tarif BKP PPnBM, Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) PPN dan PPnBM.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih perlu perbaikan dalam hal isi
materi maupun penjelasannya. Karena itulah kritik dan saran sangat kami harapkan demi
perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.

Terimakasih.

Madiun, 12 Oktober 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................2
BAB II ISI.......................................................................................................3
2.1 Pembagian kelompok BKP PPnBM..........................................3
2.2 Pembagian kelompok tarif BKP PPnBM...................................3
2.3 Dasar pengenaan pajak (DPP) PPN & PPnBM.............................4
BAB III PENUTUP........................................................................................14
3.1 Kesimpulan...................................................................................14
3.2 Saran.............................................................................................14
BAB 2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari


sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian itu pajak merupakan
penerimaan strategis yang dikelola dengan baik. Dalam struktur keuangan Negara
tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan
pembangunan dan kelangsungan jalannya roda pemerintah karena jumlahnya relatif
stabil. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai
rumah tangga negara dan aktivitas pembangunan dapat diwujudkan secara nyata.
Untuk melaksanakan sistem perpajakan di Indonesia tidaklah terlalu mudah.
Masyarakat di indonesia harus mengerti pajak dan cara perhitungannya, agar tidak
terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam perehitungan maupun pembayaran pajak,
oleh karena itu pemerintah mengeluarkan peraturan berupa undang-undang
perpajakan. Undang- undang tersebut mengatuur mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan pajak, baik mengenai subjek dan objek pajak, maupun tata cara perhitungan
pajak. Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh
wajib pajak, menurut undang-undang dan peraturan undang-undang yang berlaku
dengan tidak mendapatkan prestasi kembali secara langsung dan atau dapat dinikmati
secara langsung oleh wajib pajak yang ditunjukkan oleh pemerintah guna membiayai
pengeluaran negara , berkaitan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintah.
1.1 Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut Pembagian Kelompok BKP PPnBM ?
2. Apa yang disebut Pembagian Kelompok Tarif BKP PPnBM ?
3. Pengertian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan PPnBM ?

1.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui Pembagian Kelompok BKP PPnBM
2. Dapat mengetahui Pembagian Kelompok Tarif BKP PPnBM
3. Untuk mengetahui Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan
PPnBM
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pembagian Kelompok BKP PPnBM


Batasan suatu barang termasuk BKP yang tergolong mewah adalah

1. Bahwa barang tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok

2. Barang tersebut dikonsumsi masyarakat tertentu

3. Pada umumnya barang tersebut di konsumsi oleh masyarakat


berpenghasialan tinggi
4. Barang tersebut dikonsumsi untuk menujukkan status

5. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral


msyarakat, serta mengganggu ketertiban , contoh minuman alkohol1

2.2 Pembagian Kelompok Tarif BKP PPnBM


Kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan
PPn BM dengan tarif :
1. 10%

a. Kelompok kepala susu yang diasamkan

b. Kelompok air buah dan air sayuran

c. Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol

d. Kelompok produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan, kaki,


rambut yang di kemas
e. Kelompok alat rumah tangga , ac, pesawat pemanas , pesawat penerima
televisi
2. 20%

a. kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin,pesawat


pemanas,selain dalam kelompok 1 (10%)
b. kelompok hunian mewah(rumah mewah ,apartemen)
1
Mardiasmo.”Perjakan” edisi revisi 2009,” Andi. Yogyakarta
Waluyo, ”perpajakan indonesia” buku 2, Salemba Empat. Jakarta. 2002 Agung,
c. kelompok pesawat penerima siaran televisi , anten selain dalam kelompok
1 (10%)
d. kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dari serabut kelapa,
sutra, wool, bulu hewan halus
3. 30%

a. kelompok kapal / kendaraan air lainnya, sampan, kecuali untuk

b. keperluan negara/angkutan umum

c. kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga,selain yang disebut


dalam kelompok 1 (10%)
4. 40%

a. Kelompok minuman tertentu yang mengandung alkohol

b. Kelompok barang yang sebagian/seluruhnya terbuat dari kulit tiruan


c. Kelompok barang kaca dari kristal timah hitam dan jenis yang
digunakan untuk meja( dapur,rias,kantor) dalam ruangan.2

2.3 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan PPnBM

Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan


Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM) digunakan nilai yang
menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Sedangkan untuk mengetahui PPN dan/atau
PPn BM yang terutang DPP tersebut dikalikan dengan tarif. Saat ini tarif ppn 10%,
untuk ekspor BKP (termasuk ekspor BKP yang tergolong mewah), JKP dan BKP tak
berwujud tarifnya 0%, sedangkan tarif PPnBM ditetapkan 10% s/d 100%
(pengenaanya diatur oleh menteri keuangan).
Berdasarkan UU PPN pasal 8A Dasar Pengenaan Pajak (DPP) terdiri dari;
1. Harga Jual

2. Penggantian

2
Waluyo, ”perpajakan indonesia” buku 2, Salemba Empat. Jakarta. 2002 Agung, Mulyo,”
perpajakan indonesia seri PPN, PPnBM, dan PPh Badan, Teori dan Aplikasi”, Edisi 2, Mitra
wacana media.2009
3. Nilai Impor

4. nilai ekspor

5. Nilai lain yang diatur oleh Menteri Keuangan

1. Harga Jual

Berdasarkan pasal 1 angka 18 UU PPN yang dimaksud dengan harga jual adalah
nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak.

Dari Pengertian tersebut dapat diambil 3 hal yang termasuk harga jual, yaitu;
 Nilai nya berupa uang karena penyerahan BKP oleh Pengusaha kena
Pajak.
 termasuk semua biaya yang diminta atau seharunya diminta oleh penjual,
contoh; biaya angkut, asuransi ,dll.
 tidak temasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam FP.

2. Penggantian

Pengeritan penggantian dalam UU PPN pasal 1 angka 19 adalah nilai


berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar
oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima
manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Dari pengertian tersebut dapat diambil 3 hal yang termasuk harga jual, yaitu;
 Nilai berupa uang karena penyerahan JKP, ekspor BKP tak berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak atau yang dibayar oleh Penerima Jasa karena
pemanfaatan JKP dan/atau BKP tak berwujud dari luar baerah pabean didalam
daerah pabean.
 termasuk semua biaya yang diminta atau seharunya diminta pengusaha karena
penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud.
 tidak temasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam FP.

3. Nilai Impor

Pengeritan penggantian dalam UU PPN pasal 1 angka 20 adalah nilai


berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan
berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
menurut Undang-undang PPN.
Dari pengertian tersebut dapat diambil 3 hal yang termasuk harga jual, yaitu;
 Nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk

 termasuk pungutan lain berdasarkan peraturan undang-undang mengenai


kepabeanan dan cuka atas impor BKP.
 tidak termasuk PPN dan PPn BM.

4. Nilai Ekspor

Pengeritan penggantian dalam UU PPN pasal 1 angka 26 adalah nilai


berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
eksportir.

5. Nilai lain
Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan
pajak yang diatur oleh menteri kuangan. Sampai saat ini menteri keuangan mengatur
nilai lain dalam pertauran menteri keuangan no. 75/PMK.03/2010 yang telah diubah
terakhir dengan peraturan no. 38/PMK.011/2013.
Nilai lain tersebut ditetapkan antara lain:

1. Harga Pokok Penjualan yaitu harga jual atau penggantian dikurangi laba kotor
untuk pemakaian sendiri dan untuk pemberian cuma- cuma BKP/JKP.
2. Perkiraan harga jual rata-rata untuk penyerahan media rekaman suara atau
gambar.
3. Perkiraan hasil rata-rata per judul film untuk penyerahan film cerita (tidak
termasuk penetapan Nilai Lain untuk film cerita impor).
4. berupa uang yang ditetapkan sebesar Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
per copy Film Cerita Impor untuk pemanfaaatan BKP tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean berupa film cerita impor (PMK no.
102/PMK.011/2011)
5. Harga jual eceran untuk penyerahan produk hasil tembakau.

6. Harga pasar wajar untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan.
7. Harga perolehan atau harga pokok penjualan untuk penyerahan BKP dari
pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang.
8. harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli untuk
penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara
9. Harga lelang untuk penyerahan BKP melalui juru lelang

10. Sebesar 20% dari harga jual emas perhiasan atau nilai penggantian untuk
penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jasa perbaikan dan
modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas
perhiasan, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan.
11. Sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih untuk; 1)
penyerahan jasa pengiriman paket; 2) penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa
biro pariwisata; 3) penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight
forwarding) yang didalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut
terdapat biaya transportasi (freight charges).3

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Wajib pajak badan dan pajak penghasilan badan merupakan bagian yang sangat
kompleks dalam perpajakan. Baik dari segi macam-macam usaha yang termasuk
badan dalam pengertian pajak maupun cara penghitungan pajak penghasilan itu
sendiri. Begitu juga dengan hak dan kewajiban dari wajib pajak badan. Kewajiban
menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak badan tanpa memandang omzet
karena wajib pajak badan dirasa telah terbentuk dalam suatu organisasi yang terarah
sehingga mampu menyelenggarakan pembukuan perpajakan.

3.2. Saran

Dan perbedaan yang terjadi pada laporan keuangan komersil dengan laporan
keuangan pajak membuat wajib pajak harus melakukan penyesuaian agar didapat laba
fiskal dengan cara merekonsiliasinya.
Wajib pajak badan juga memiliki berbagai fasilitas yang diberikan dengan
ketentuan dan krietria tertentu agar memudahkan wajib pajak dalam menjalankan
kewajiban perpajakannya. Sehingga penerimaan negara disektor pajak menjadi
maksimal.

3
Mardiasmo, “Dasar-dasar Perpajakan”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2004.
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.”Perpajakan” edisi revisi 2009,” Andi. Yogyakarta

Waluyo, ”perpajakan indonesia” buku 2, Salemba Empat. Jakarta. 2002 Agung, Mulyo,”
perpajakan indonesia seri PPN, PPnBM, dan PPh Badan, Teori dan Aplikasi”,
Edisi 2, Mitra wacana media.2009
Mardiasmo, “Dasar-dasar Perpajakan”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

Anda mungkin juga menyukai