Dibuat Oleh :
Reza Pahlavy Kurniawan Listyo (2111010056)
Dosen Pengampu :
Mudji Rahardjo, S.H., M.Si.
2022
Densus 88: 16 Tersangka Teroris NII di Sumbar Ingin Gulingkan Pemerintahan
Jakarta - Densus 88 Antiteror Polri menangkap 16 tersangka teroris jaringan Negara Islam
Indonesia di wilayah Sumatera Barat (Sumbar). Para tersangka itu disebut memiliki niat
menggulingkan pemerintahan.
"Satu, berkeinginan untuk mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi Syariat Islam
secara kaffah. Dua, memiliki niat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah apabila
NKRI sedang dalam keadaan kacau/chaos," ujar Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Kombes
Aswin Siregar saat dimintai konfirmasi, Senin (28/3/2022).
Selain itu, Aswin menjelaskan 16 tersangka teroris yang diringkus itu melakukan latihan ala
militer secara rutin. Mereka juga memiliki senjata.
"Tiga, melakukan berbagai kegiatan i'dad (latihan ala militer) secara rutin. Empat,
merencanakan persiapan logistik berupa persenjataan," tuturnya.
Sementara itu, kata Aswin, para tersangka juga merekrut anak di bawah umur sebagai
anggota. Mereka terhubung dengan jaringan di Jakarta hingga Bali.
"Lima, melakukan perekrutan anggota secara masif di wilayah Sumatera Barat dengan
melibat anak-anak di bawah umur. Enam, berhubungan dengan kelompok teror di wilayah
Jakarta, Jawa Barat, dan Bali," imbuh Aswin.
Berikut adalah kesimpulan dari kliping/koran yang berjudul “Densus 88: 16 Tersangka
Teroris NII di Sumbar Ingin Gulingkan Pemerintahan”
Kesimpulan: 16 orang tersangka teroris telah ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88
Antiteror Polri di wilayah Sumatera Barat (Sumbar). Para tersangka tersebut berasal dari
kelompok Negara Islam Indonesia (NII). NII merupakan gerakan pemberontakan bersenjata
yang dipimpin Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Dia ditangkap dan dieksekusi pada
1962. Gerakan itu pecah dan salah satunya menjadi kelompok teroris di Indonesia, yakni
Jamaah Islamiyah (JI). Mereka ditangkap di dua wilayah yang berbeda secara serentak pada
Jumat, 25 Maret 2022. 12 di antaranya ditangkap di Kabupaten Dharmasraya dan 4 lainnya
ditangkap di Kabupaten Tanah Datar. Mereka juga telah melakukan latihan ala militer secara
rutin dan memiliki senjata. Niat atau tujuan para tersangka tersebut antara lain:
Kesimpulan : Kelompok Negara Islam Indonesia (NII) atau yang dahulu dikenal dengan
istilah Darul Islam diidentifikasi masih aktif dalam melakukan pergerakannya menyebarkan
ideologi Khilafah. Gerakan pemberontakan bersenjata ini dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo yang telah ditangkap dan dieksekusi pada 1962. Kelompok tersebut ingin
mendirikan negara Islam berdasarkan sistem Khilafah. Terjadi kasus pembaiatan puluhan
warga oleh NII Komandemen Wilayah (KW) 9 yang merupakan NII masa orde lama di
Garut, Jawa Barat. Warga di doktrin untuk menganggap pemerintah RI thogut alias melawan
hukum Tuhan, berdasarkan data terdapat 59 orang (dewasa dan anak-anak). Mereka mengaku
telah disyahadatkan kembali oleh seseorang tak dikenal. Dalam kasus ini, Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak dapat menindak lanjuti. Dikarenakan Undang-
undang tentang Tindak Pidana Terorisme belum dapat digunakan untuk menindak hukum
ajaran NII. Walaupun mereka hanya khilafah, tetapi unsur pidana terorismenya tidak dapat
memenuhi hal tersebut. Saat ini di Indonesia belum terdapat regulasi yang mengatur agar
ideologi-ideologi di luar Pancasila dapat dijerat hokum. Dalam kasus ini memerlukan payung
hukum, urgen negara harus segera mengeluarkan aturan regulasi yang berupa peraturan UU
atau Perppu untuk melarang semua ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Terutama
ideologi Khilafah ini
Ada Ancaman Pendirian Negara Khilafah di Garut, Kehadiran Perda Anti Radikalisme Makin
Mendesak
Lima orang mantan anggota NII Garut kembali menyatakan janji setia untuk kembali ke
pangkuan NKRI dalam kegiatan orasi dan istigotsah kebangsaan di SOR Ciatel Garut.
"Jika perda anti radikalisme dan intoleransi tidak segera diterbitkan, tidak ada keseriusan dari
unsur terkait kami akan segera turun ke jalan," ujar Ketua Umum Almagari KH Abdul Mujib,
saat orasi dan istigasah kebangsaan, Kamis (31/3/2022).
Menurutnya, kehadiran Perda Anti Radikalisme dan intoleransi penting sebagai pijakan
masyarakat dalam memberantas dan menekan penyebaran paham berbahaya itu di tengah
masyarakat.
"Jika bupati tidak mendukung, wakil bupati tidak mendukung, ketua dewan tidak mendukung
tolong tanggalkan jabatan," kata dia.
Selain itu, dukungan peraturan itu, ujar dia, dibutuhkan seluruh elemen masyarakat Garut,
agar gerakan anti-NKRI tidak berkembang dan mengusik ketenangan masyarakat Garut.
"Masyarakat Garut tidak mau dipimpin oleh mereka yang tidak mendukung NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia)," ungkap Ceng Mujib sapaan akrab dia kembali mengingatkan.
Saat ini, kehadiran kelompok radikal dan intoleransi cukup meresahkan masyarakat, dalam
upaya mereka mengampanyekan berdirinya negara khilafah di Indonesia.
"Ada banyak ormas PP, banser, XTC, yang siap membantu Almagari dalam upaya
menegakan NKRI, semoga semuanya diberikan kemudahan," kata dia.
Kesimpulan:
Kehadiran kelompok radikal dan intoleransi di Garut cukup membuat masyarakat resah.
Mereka tidak ingin dipimpin oleh pemimpin yang anti NKRI atau tidak mendukung NKRI.
Aliansi Masyarakat Garut Anti Radikalisme dan Intoleransi (Almagari) telah menagih janji
kepada DPRD Garut mengenai peraturan daerah (Perda) anti radikalisme dan intoleransi yang
belum juga diterbitkan. Mereka juga mengancam DPRD Garut, jika perda tidak segera
diterbitkan dan tidak ada keseriusan, Almagari akan turun ke jalan. Dengan adanya Perda
Anti Radikalisme dan intoleransi dapat dijadikan sebagai pijakan masyarakat dalam
memberantas dan menekan penyebaran paham berbahaya di tengah masyarakat. Untuk
menegakkan NKRI, perlu adanya kerjasama dari pihak pemerintahan seperti bupati, wakil
bupati, maupun ketua dewan. Selain itu peran masyarakat, ormas PP, banser, XTC juga
diperlukan agar gerakan anti-NKRI tidak berkembang dan mengusik ketenangan masyarakat
Garut.