Anda di halaman 1dari 3

https://radarsolo.jawapos.

com/

Pandangan dari Pengamat dan “Yayasan Gema Salam”


Pandangan Pengamat dan “Yayasan Gema Salam”
Terkait Khilafatul Muslimin
11 Juni 2022 07:15 WIB

SOLO – Penyikapan terhadap kelompok Khilafatul Muslimin terbelah. Di satu sisi ada
yang menganggap organisasi ini harus dibubarkan karena bertentangan dengan ideologi
Pancasila, sementara sebagian memandang aktivitas jamaah ini masih dalam batasan
wajar karena tidak melakukan kejahatan atau tindak terorisme.

Pengamat radikalisme dan terorisme Amir Machmud menilai, organisasi ini harus
dibubarkan karena berada di sisi yang berseberangan dengan Pancasila. Untuk
menguatkan hal itu, pria yang telah lama mengamati gerakan radikalisne dan terorisme di
Indonesia ini menyebut peran sang amir Abdul Qadir Hasan Baraja.

“Ini organisasi yang dibentuk oleh Abdul Qadir Hasan Baraja pascalepas dari jaringan
Negara Islam Indonesia (NII) masa lampau,” ujar dia.

Amir membeberkan, Abdul Qadir ini merupakan tokoh muda NII yang memiliki pengaruh
cukup besar pada dekade 1970 yang akhirnya dipenjara pada 1979. Selepas itu, pada awal
1985 dia kembali masuk bui karena terlibat kasus bom Borobudur karena terlibat Jaringan
Komando Jihad.

“Masa penjara itu membuat Abdul Qadir Baraja lepas dari jaringan NII kala itu. Nah,
setelah itu dia terlibat aktif dalam sejumlah jaringan membangun halifatul Muslimin ini,”
ujar dia.

Disinggung apakah Khalifatul Muslimin merupakan ormas yang terdaftar atau tidak, Amir
Machmud mengaku tidak begitu paham dengan status keorganisasian itu. Namun yang
bisa dia pastikan adalah para totoh penting di kelompok ini masih berafiliasi dengan NII
masa lampau, baik dalam struktur organisasi, kegiatan rutin, maupun metode penyebaran
faham yang mereka anut.

“Yang tidak bisa dibantah adalah jelas sekali ormas ini mengusung ideologi khilafah.
Mereka ingin membangun pemerintahan dengan sistem khilafah yang sejatinya
berseberangan dengan Pancasila di NKRI,” ujar dia.

Soal fenomena di Solo dan sekitarnya ini sebetulnya jaringan bawah tanah yang sudah
ada sejak lama. Seiring berjalannya waktu anggotanya semakin masif dan mulai berani
menampakkan jati diri mereka.
“Anggotanya terdiri dari anak-anak muda yang dibangun dari rekrutmen masyarakat
umum yang memiliki paham keagamaan cukup ekstrem. Tapi ada juga orang-orang lama
yang pernah berbagliat pada NII sebelum 1985 dulu,” beber Amir.

Soal pandangan lain dari berbagai pihak yang masih mentoleransi keberadaan Khilafatul
Muslimin karena masih bergerak di ranah ideologi saja, dia memiliki pandangan berbeda.
Menurut dia, ormas ini memang masih bergerak di ranah ideologi untuk saat ini.

“Namun jangan kaget jika di kemudian hari muncul pergerakan yang lebih tersistem jika
ormas ini dibiarkan untuk tumbuh menjadi lebih besar,” ujarnya.

Meski dia mengakui bahwa kelompok ini tidak berkaitan dengan Al-Baghdadi seperti ISIS,
tujuan utama Khilafatul Muslimin jelas membentuk sistem pemerintahan islam, persis
seperti NII pada masa lampau. Atas dasar itu dia mendukung jika jika ada upaya paksa
seperti pembubaran untuk oramas tersebut.

“Mereka ini tidak menerima atau menolak ideologi yang sudah disepakati oleh negara.
Hanya saja mereka ini pandai berbahasa untuk menyembunyikan misi mereka,” ujar dia.

Saat ini masih sebatas gerakan ideologi. Karena itu bisa dikategorikan sebagai faham
radikal ekstrem di mana pencapaian tertingginya adalah untuk membentuk sistem
pemerintahan Islam. Sebab itu, ini harus dibubarkan dan tidak boleh dibiarkan
berkembang di Indonesia.

“Ini sama sekali bukan Islamiphobia. Saya tegaskan tidak ada istilah anti Islam dalam
penanganan kelompok radikal,” beber dia.

Di sisi lain, Pembina Yayasan Gema Salam Awod menilai, ideologi yang dianut Khilafatuil
Muslimin masih dianggap wajar. Sebab, sampai saat ini mereka tidak melakukan tindak
kejahatan atau teror kepada masyarakat. Jadi, polisi tidak perlu menahan pemimpin atau
pengurus

“Khilafatul Muslimin ini berdiri sejak 1997. Namun pertumbuhan pengaruhnya bagi
masyarakat bisa dibilang hampir tidak ada. Jumlah anggotanya saja sangat sedikit.
Mereka juga tidak pernah berbuat kriminal sebelumnya, apalagi mereka masih mengakui
dasar negara yaitu Pancasila dan NKRI,” ujar dia.

Awod menilai ini masih sebatas pemikiran dan bisa dilakukan pembinaan oleh negara.
Dalam hal ini adalah ranah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) atau
lembaga terkait lainnya, seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Majelis
Ulama Indonesia (MUI).

Soal paham khilafah yang dianut, Awod menilai Khilafatul Muslimin ini terbilang unik
dalam memaknai khilafah. Namun keunikanya masih dalam batas tidak membahayakan.
Sebab itu, tidak perlu dikaitkan dengan terorisme dan membuat pemerintah terkesan
Islamphobia.
“Jika dikaitkan dengan konvoi beberapa waktu lalu tidak tepat. Sebab, Khilafatul Muslimin
sudah rutin menggelar konvoi setiap empat bulan sekali sejak 2018,” ujar dia.

Awod menyebut, konsep Khilafatul Muslimin ini juga berbeda dengan organisasi HTI, ISIS
atau NII. Sebab, mereka menganggap Khilafah ini bukan kekuasaan, bukan negara. Itu
adalah jamaah, dan bisa direbut melalui dakwah.

“Sayang sekali kalau Indonesia yang merupakan negara mayoritas Islam terkesan berbuat
diskriminasi atas salah satu kelompok Islam yang hanya memaknai lain atas sistem
khalifah tanpa melakukan tindakan teror atau gerakan yang membahayakan masyarakat,”
hemat Awod.

Karena tidak berkaitan dengan terorisme, Awod ingin ada pelurusan pandangan
masyarakat perihal penangkapan pengurus dan jamaah Khilafatul Muslimin.

“Jangan ada pihak-pihak yang justru mengait-ngaitkan masalah ini dengan terorisme.
Apalagi muncul dari pejabat negara. Kan masalahnya saat ini kata-kata khilafah begitu
ditakuti seolah-olah akan merongrong kedaulatan negara,” tutur dia. (ves/bun)

Anda mungkin juga menyukai